Trio Kampret #1
Kitab Burung Gagak
© Rahadi W. Pandoyo, 2014
SSaassttrraam
meeddiiaa
korespondensi:
rahadiwidodo@ymail.com
https://www.facebook.com/rahadiwidodo
@R4h4d1W
3
Daftar Isi
Bab 1 Perkenalan 4
Bab 2 Mak Kerot dan Lik Blonthang 10
Bab 3 Bab Sisipan: Lik Blonthang 23
Bab 4 Awal Kisah: Jadi Anak Angkat Mak Kerot 29
Bab 5 Hari Pertama Masuk Sekolah yang Menyenangkan 37
Bab 6 Hidup Tak Lengkap Tanpa Si Bonbon dan Si Dudung 44
Bab 7 Siapa penemu Benua Amerika? Sumpah, Bukan Kami! 50
Bab 8 Ada Masa-masa Menyenangkan yang Disebut Puber 57
Bab 9 Namanya Joyce 63
Bab 10 #MenarikPerhatianJoan jadi Trending Topic 67
Bab 11 Konsultan Cinta Gombal 77
Bab 12 Trio Kampret vs. Kambing Jantan 90
Bab 13 Superhero Buat Joyce 112
Bab 14 Wasiat Mak Kerot 125
Bab 15 Bonsekahitenanggas, Kitab Burung Gagak 133
Bab 16 Kentut Kuda Betina yang Sedang Menstruasi 142
Bab 17 Insukatisam, Ramuan untuk Membuat Seseorang
Jadi Pemujamu 156
Bab 18 Kisah Cinta yang Berakhir Bahagia 165
Bab 19 Lagu Cinta yang Tercemar 179
Bab 20 Ada Apa dengan Bonbon? 202
Bab 21 Kishimargis, Ramuan Pembalik Keadaan 227
Bab 22 Dan Keadaan pun Betul-betul Berbalik 238
Bab 23 Lik Blonthang Menjadi Penyelamat 251
Bab 24 Mamah Pulang, Lik Blonthang Menghilang 263
Bab 25 Penutup 269
4
Bab 1
Perkenalan
N
amaku Oon. Aku adalah siluman kampret.
Kamu tahu kampret? Kampret adalah binatang
malam. Bisa terbang, tapi bukan burung. Ya
betul, sejenis kelelawar, tapi lebih kecil. Makanan
pokoknya serangga. Kata orang pintar, kampret juga punya
nama ilmiah: Microchiroptera. Keren, kan?
Tentang siluman, kamu pasti sudah tahu. Itu tuh,
manusia jadi-jadian. Semula dari sebangsa hewan atau
makhluk halus, lalu berubah wujud menjadi manusia.
Begitulah, dulunya aku adalah kampret, kemudian berubah
menjadi manusia.
Bagaimana aku bisa berubah menjadi manusia?
Jangan dikira itu mudah. Aku bertapa seratus tahun
untuk bisa menjadi manusia. Selama pertapaanku, aku
bergantung di dahan pohon jengkol, dengan kepala di
5
***
***
Bab 2
Mak Kerot & Lik Blonthang
A
ku tak bisa memulai cerita kalau belum
memperkenalkan Mak Kerot dan Lik
Blonthang, yang sudah kusebut-sebut namanya
barusan. Mereka berperan penting dalam keberadaanku
sebagai manusia.
Mak Kerot, dari namanya saja kamu bisa
membayangkan seperti apa dia. Seperti kata Lik Blonthang,
nama itu bermakna titisan dewi kayangan yang turun ke
bumi untuk menyempurnakan kehidupan manusia. Nah,
seperti itulah dia.
Dia perempuan, tentu saja, maka aku boleh
memanggilnya Mak. Perawakannya langsing sekali, seperti
fotomodel. Bahkan, boleh dikata tinggal kulit pembalut
tulang. Wajahnya pucat dan keriput. Mengesankan sekali.
Tak seperti kebanyakan manusia yang rambutnya hitam
jelek, Mak Kerot mempunyai rambut yang berwarna
keperakan hampir seluruhnya. Bukannya tebal dan berjubel
di kepala sehingga tidak enak dilihat seperti yang lain,
melainkan tipis-tipis dan jarang. Begitu tipisnya, hingga aku
11
***
MAK KEROT
AHLI MENYEMPURNAKAN HIDUP ANDA
PRAKTEK SORE JAM 3 - 5.
HARI KECIL, HARI BESAR, TETAP BUKA.
KECUALI HARI BESAR SEKALI BARU TUTUP
***
A
ku harus menyisipkan bab ini, karena lupa
menceritakan padamu tentang Lik Blonthang.
Aneh, bagaimana aku bisa lupa, padahal dia orang
yang sangat penting dalam cerita ini. Dia yang
menjemputku, begitu aku berubah wujud menjadi manusia,
di bawah pohon jengkol. Mmm... kurasa aku sudah pernah
mengatakan soal itu padamu.
Baiklah, begini.... Dialah yang pertama kali
memberikan baju padaku, ketika orang-orang melotot
melihatku telanjang bulat di bawah pohon jengkol. Walau
baju hasilnya memulung itu membuatku tak bisa berhenti
menggaruk-garuk.... Sebentar, rasanya aku sudah pernah
menceritakan soal ini. Tidak perlu diulangi lagi, ya?!
Baiklah, maaf, kumulai lagi.... Dia adalah orang yang
pintar, tahu semua arti nama-nama. Misalnya nama Toni,
itu artinya pemuda yang gagah. Atau nama Rina, artinya
24
Bab 4
Awal Kisah:
Jadi Anak Angkat Mak Kerot
A
lkisah, di siang hari yang panas, Lik Bonthang
menjemput ketika aku sedang celingukan di
bawah pohon jengkol, jadi tontonan orang lewat.
Tanpa banyak cang-cing-cong ia langsung menyodorkan
sesuatu yang disebutnya “baju”. Ia mengambilnya dari
keranjang besar yang disandangnya. Baunya apek.
“Ini, pakailah,” katanya.
Baju itu dari bahan kain tebal, berwarna kuning-
kecoklatan dan kalau diraba terasa kasar. Kuperhatikan,
modelnya berbeda dengan baju yang dipakai orang-orang
yang lewat itu. Baju mereka banyak lubang—ada lubang
tempat keluar kepala, kedua tangan, serta badan bagian
bawah, terus ada baju tambahan di bawah untuk menutup
kaki—sedang baju yang diberikan Lik Blonthang ini hanya
30
***
Bab 5
Hari Pertama Masuk Sekolah
yang Menyenangkan
S
MP Taman Bunga terletak di kota kecamatan
Geger Bolong, alias Gerbol. Itu lumayan jauh,
kira-kira lima kilometer dari Astana Gandamayit.
Mak Kerot dan Lik Blonthang tidak memberi pilihan
padaku bagaimana cara menuju ke tempat itu selain
dengan... jalan kaki.
Yah, lama-lama akhirnya aku suka juga berjalan kaki.
Awalnya capek memang, lebih enak terbang bebas di udara
seperti kampret. Tapi lama-lama terbiasa juga.
Yang masih sulit diajak kompromi adalah kebiasaan
tidur siangku. Aku selalu mengantuk berat di siang hari,
tapi susah tidur di malam hari. Itu warisan dari kehidupan
kampretku yang lama. Manusia memang aneh. Kenapa pula
38
Bab 6
Hidup Tidak Lengkap Tanpa
Si Bonbon dan Si Dudung
“B
aiklah, kita mulai pelajaran, keluarkan buku
kalian!” kata Pak Darto Jenggot.
***
Bab 7
Siapa Penemu Benua Amerika ?
Sumpah, Bukan Kami !
M
enakjubkan mengamati bagaimana manusia
menghabiskan umurnya. Kalau kampret meng-
habiskan umurnya dengan berdebat tentang
serangga dan warna langit, maka manusia menghabiskan
umurnya di sekolah. Bahkan sejak baru bisa berjalan,
mereka sudah harus masuk sekolah. Dan sekolahnya itu tak
kunjung usai, bertahun-tahun lamanya, hingga suatu hari
mereka tersadar, bahwa umurnya tinggal tersisa tak lama
lagi untuk melakukan sesuatu selain sekolah.
Mengapa manusia harus sekolah?
Kata Lik Blonthang, kalau kamu tak sekolah, maka
kamu tidak akan mendapat ijazah. Jika tak punya ijazah,
maka kamu tak bisa bekerja. Bila tak bekerja, maka kamu
tak mendapat upah. Tanpa upah, kamu tak punya uang
untuk membeli makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Tanpa makanan, pakaian, dan tempat tinggal, kamu tak bisa
hidup. Jadi kamu harus sekolah agar bisa tetap hidup.
51
Bab 8
Ada Masa-masa Menyenangkan
yang Disebut Puber
S
elain tentang pelajaran di sekolah, banyak hal baru
yang kupelajari dari manusia. Yang menarik,
ternyata mereka ada dua jenis, yaitu laki-laki dan
perempuan. Anak laki-laki pakai celana, dan anak
perempuan pakai rok.
Salah membedakan jenis kelamin bisa membuatmu
celaka. Anak yang pakai celana boleh kau ajak main kejar-
kejaran, boleh pula kamu berkelahi dengannya, karena dia
laki-laki. Tapi jangan coba-coba berkelahi dengan anak yang
pakai rok, kecuali kamu pakai rok juga. Itu anak
perempuan, jangan diganggu. Kalau sampai dia menangis
gara-gara kamu, bisa-bisa kamu dikeluarkan dari sekolah.
Serem, kan?!
Apa bedanya dengan kampret? Kampret juga ada laki-
laki dan perempuan... eh, maksudku jantan dan betina.
58
Bab 9
Namanya Joyce
E
ntahlah dengan Si Dudung. Tidak ada tanda-tanda
masa puber merasuki dirinya. Tapi dia memang
berbeda dengan Si Bonbon. Mungkin otaknya
terbuat dari bahan yang berbeda. Tidak ada yang menarik
baginya selain sekolah, buku, dan pelajaran. Baginya, anak-
anak perempuan itu seperti ulat bulu. Menggelikan. Dan
bikin gatal. Maka ia enggan berdekat-dekat dengan mereka.
Alergi, katanya.
Sedangkan aku, mungkin lebih serupa dengan Bonbon
daripada Dudung. Maaf, maksudku bukan dalam hal fisik.
Aku memang sama cekingnya dengan Dudung, bahkan
lebih parah. Tapi dalam hal isi otak, aku ini sama dengan
Bonbon, bahkan lebih parah. Begitulah, termasuk dalam hal
puber-puberan ini, kurasa aku serupa dengan Bonbon.
Mendengar komentar-komentar Dudung tentang
Bonbon, lambat-laun kusadari bahwa diriku pun pada
akhirnya tertular penyakit anak manusia itu. Puber.
64
Bonbon
Oon
Dudung
67
Bab 10
#MenarikPerhatianJoan Jadi
Trending Topic
P
ose Gillian Hook dari Assassins sudah terbukti tidak
ampuh untuk membuat Joan melirik padamu. Oke,
sepertinya Bonbon harus mencoba pose yang lain.
Oh, sudah. Hari ini dia bertengger di pintu perpustakaan
ala Rex Tyboom dari War of Thrones. Hasilnya? Bahkan Joan
mengiranya pengganjal pintu. Cewek itu lewat begitu saja.
Jangankan menyapa, melihat pun tidak.
“Menarik perhatian Joan” kini bisa dibilang menjadi
semacam obsesi bagi Bonbon. Ya, obsesi. Aku mengenal
kata itu dari Dudung. Menurutnya itu penyakit yang
sedang menjangkiti Bonbon sekarang. Obsesi untuk
menarik perhatian Joan. Kini obrolan tentang game terbaru
tidak lagi menjadi trending topic bagi kami bertiga. Ketika
jam istirahat tiba, topik perbincangan—yang tentu saja
ditentukan oleh Bonbon—lebih didominasi tentang Joan,
Joan, dan Joan.
68
***
***
Bab 11
Konsultan Cinta Gombal
“S
epertinya kita perlu menyewa konsultan,” kata
Dudung suatu hari ketika rapat di bawah pohon
cerme tak juga menunjukkan kemajuan berarti.
“Oooh....”
“Hus! Kamu ini aaah-oooh aja. Gimana, mau pakai
jasa konsultan, nggak?”
“Eh, iya Dung, mau, mau. Tapi beneran gratis, kan?”
“Yeeey, kau ini... gratis mulu. Gratis juga gak gratis-
gratis banget, Bon. Bawa kue, teh botol, atau apa kek... biar
dia mau ngobrol sama kita.”
“Owh, iya deh, tapi nggak usah banyak-banyak, ya.
Dan kalian jangan ikut nyicip-nyicip kuenya. Nanti urusan
belum selesai, kue dah habis duluan,” ancam Bonbon.
Huuu... dasar pelit.
***
***
Bab 12
Trio Kampret vs. Kambing Jantan
“A
ku harus mencari buku yang lain untuk
referensi,” keluh Dudung ketika rapat kami
yang terakhir di bawah pohon cerme
kembali mengalami kebuntuan.
***
***
***
Bab 13
Superhero Buat Joyce
M
asa puber bisa membuat seorang anak
manusia melakukan hal-hal konyol. Itu
pelajaran yang kudapat dari Bonbon.
Walaupun konyol, aku mengagumi kegigihannya, walau
hanya sekadar untuk mendapat kerlingan mata dari Joan.
Masa puber bisa membuat seorang anak manusia
melakukan hal-hal konyol. Itu pelajaran yang kudapat dari
Bonbon. Walaupun konyol, aku mengagumi kegigihannya,
walau hanya sekadar untuk mendapat kerlingan mata dari
Joan.
Sekarang kita bicara lagi tentang Joyce. Kamu masih
ingat, aku pernah cerita tentang anak perempuan yang
namanya Joyce? Ya, betul. Dia gemuk, tinggi, dan besar.
Lebih besar dari Bonbon malah. Selera makannya pun satu
level di atas Bonbon. Sekali duduk di kantin, satu ember
donat kentang bisa habis oleh dia sendiri. Tentu saja, dia
langganan kesayangan Mbak Kantin.
113
***
114
***
***
***
Kelas : VII C
Mbok Darmi
6. .....
Bab 14
Wasiat Mak Kerot
A
ku tersadar ketika sudah berada di Puskesmas.
Seseorang menyuntik pantatku. Aduh, seperti
itu ternyata rasanya disuntik. Pantas kemarin
Bonbon meronta-ronta tidak mau dibawa ke Puskesmas.
Kupikir aku lebih beruntung karena sedang tidak sadar saat
dibawa ke mari, jadi aku tak mengalami horor seperti yang
dirasakan Bonbon. Kata Bonbon, “takutnya hendak
disuntik” itu lebih menghancurkanmu daripada suntikan-
nya sendiri.
Untung aku hanya menderita gegar otak ringan, kata
dokter, jadi setelah disuntik kemudian boleh pulang. Lik
Blonthang menjemputku. Ia membawa sepeda kumbang.
Aku didudukkannya di boncengan belakang. Tidak banyak
bicara, ia mengayuh sepedanya, membawaku pulang ke
Astana Gandamayit.
126
Bab 15
Bonsekahitenanggas,
Kitab Burung Gagak
K
ring kring! Kring kring!
Itu suara bel sepeda Dudung, aku mengenali-nya.
Gawat, ada apa dia ke sini? Cepat-cepat
kusembunyikan nasi semur ulat bulu yang baru kumakan
separuh itu di bawah lemari. Dudung tak boleh tahu menu
makanku di rumah.
Ternyata bukan hanya Dudung, Bonbon juga ikut.
Keduanya masih memakai baju seragam SMP Taman
Bunga, pasti langsung ke sini dari sekolah. Tak kusangka
anak seceking Dudung sanggup membonceng Bonbon
dengan sepedanya dari Gerbol sampai ke sini. Pasti dia
capek sekali.
134
Bonsekahitenanggas
Bab 16
Kentut Kuda Betina
yang Sedang Menstruasi
T
ok! Tok! Tok!
Ada orang yang mengetuk pintu depan.
Bonbon bergegas membukanya. Ternyata
seorang pemuda bergigi tonggos.
***
Bab 17
Insukatisam,
Ramuan untuk Membuat
Seseorang Menjadi Pemujamu
H
uh, aku tak bisa masuk sekolah hari ini. Pagi
tadi aku tiba di depan pintu gerbang sekolah
hampir bersamaan dengan Joyce. Tak
kusangka anak itu akan mengejarku sambil mengacung-
acungkan bogem mentahnya. Aku lari terbirit-birit seperti
Bonbon dikejar kambing jantan. Bahkan ini lebih
mengerikan dari itu.
Aku tak mau disuntik lagi di Puskesmas. Mending
aku bolos saja hari ini. Kuharap besok Joyce sudah berbesar
hati memaafkanku.
* * *
157
Bab 18
Kisah Cinta
yang Berakhir Bahagia
T
inggal mencampur semua bahan, kemudian
direbus dengan api kecil hingga mendidih, lalu
angkat. Ramuan dasar itu pun siap. Mudah.
Masalah baru timbul ketika hendak memasukkan bahan-
bahan ajaib.
“Nah.”
“Terus bagaimana, Dung?”
“Alternatif paling mungkin saat ini, kita bikin sendiri
bukunya, lalu kita bakar.”
“Bikin buku roman sendiri? Kau bercanda, Dung?
Emangnya kita punya mesin cetak untuk bikin buku
sendiri....”
“Apakah di resepnya tertulis, harus buku cetakan?”
“Mmm... tidak.”
“Nah, berarti bisa buku apa saja, yang penting isinya
roman kisah cinta yang berakhir bahagia. Begitu, kan?”
“Nggg... iya.”
“Nah, tunggu apa lagi. Ayo kita tulis bukunya. Kamu
punya buku tulis, kan? Yang tidak terlalu berharga untuk
dibakar?”
“Mmm....”
Aku celingukan mencari buku tulis. Akhirnya pilihan
jatuh pada buku catatan matematika yang terpaksa
dikorbankan. Kurobek beberapa halaman yang sudah berisi
catatanku, dan sisanya yang masih kosong siap untuk
dijadikan buku roman kisah cinta yang berakhir bahagia.
“Apa yang harus ditulis?” tanyaku pada Dudung,
sementara di tanganku sudah siap pensil dan buku tulisnya.
169
“Eh, entahlah.”
“Nah. Cari cerita yang lain saja.”
Kusobek halaman yang terlanjur kutulisi kata-kata
Bonbon. Kami bahas beberapa cerita lain yang kami pernah
dengar. Kisah Siti Nurbaya dan Samsul Bahri juga berakhir
dengan kematian. Kisah Roro Jonggrang dan Bandung
Bondowoso berakhir dengan pertengkaran, dan salah
satunya dikutuk menjadi patung. Kisah Lady Diana dan
Pangeran Charles pun berakhir dengan perselingkuhan,
perceraian, dan kecelakaan maut.
Hhhh.... Ada lagi?
Putri Salju? Ah, belakangan dia kan stres karena
semua anaknya mirip kurcaci.
Cinderela? Aih, apalagi yang itu, parah. Sang
Pangeran kan terobsesi pada sepatunya, bukan Cinderela-
nya. Ketika Cinderela semakin berumur dan gemuk, sepatu
kaca itu tidak muat lagi di kakinya. Dan Sang Pangeran pun
berpaling mencari gadis muda yang kakinya masih muat
dengan sepatu itu. Tragis.
Nobita dan Shizuka? Hadeeeh... ceritanya belum
tamat juga sampai sekarang.
“Yang bener aja, masa tidak ada satu pun yang
berakhir bahagia, Dung?”
Dudung mengangkat bahu.
171
***
Bab 19
Lagu Cinta yang Tercemar
“K
au pernah mengirim surat cinta, Bon?” tanya
Dudung.
Bonbon menggeleng.
*Terjemahan:
Terkenang suaramu, teringat manisnya senyummu
yang selalu terbayang, membuat rindu terasa di hatiku
Sakit dan sengsara, terasa memenuhi dada
Sepinyaa... hidupku, tak seindah bersama dirimu
Hujan gerimis di waktu malam, semakin menambah
rindu di hati
Penghiburku hanya memandang foto
Seperti ini rasanya... kangen istri
(Lagu berjudul ―Kangen Bojo‖)
*Terjemahan:
Berat rasanya menahan rindu di hati, karena cintaku
begitu besar. Selalu teringat siang dan malam...
Hanya bisa menelpon dirimu, untuk obat kangen
rinduku, karena jauh jarak dirimu...
Memendam rindu, di dalam hatiku
semakin dalam, hanya menelpon dirimu
Memendam rindu, ingin bertemu
walau sekejap puaslah hatiku
(Lagu berjudul ―Mendem Kangen‖)
194
*Terjemahan:
Aku ingin penthol (bakso), yang ada telurnya
Aku ingin penthol, yang double telurnya
Aku ingin penthol penthol penthol! yang banyak mienya
(Entah lagu apa ini, ngidam penthol mungkin)
*Terjemahan:
Sorry, google translate-nya bingung, iki bahasa opo ya?
(#akurapopo)
***
201
Bab 20
Ada Apa dengan Bonbon?
A
ku berangkat pagi-pagi sekali. Aku harus tiba
di sekolah sepagi mungkin, menghindari
kemungkinan berjumpa Joyce di pintu
gerbang. Bagaimanapun, aku masih ngeri bertemu
dengannya. Ramuan itu memang sudah dibawa oleh
Dudung dan Bonbon kemarin, tapi aku tidak tahu apakah
mereka berhasil membuat Joyce meminumnya. Dan
kalaupun Joyce meminumnya, aku tidak tahu apakah
efeknya akan seperti yang kami harapkan.
“Hai, On!” tiba-tiba seseorang menyapaku. Ah, selalu
saja Dudung yang paling dulu tiba di sekolah.
“Oh, kamu, Dung. Bikin kaget orang saja. Bagaimana
rencana kemarin, berhasilkah?” tanyaku.
“Jangan khawatir, semua urusan pasti beres di tangan
Dudung,” jawab Dudung sambil menepuk dada.
“Jadi dia sudah meminumnya, bagaimana caranya?”
203
Teng! Teng!
Tiba-tiba Dudung muncul di pintu perpustakaan.
“On, ayo kita keluar!” ajaknya.
Aku menggeleng.
“Ayolah, kau harus tabah. Hadapi dunia, oke?!
Apapun yang terjadi, kita telah berjuang keras untuk
melakukan yang terbaik.”
Nasehat Dudung tidak tulus. Aku tahu dia lebih
didorong oleh rasa penasaran apakah ramuan itu berhasil
mempengaruhi Joyce atau tidak, bukan mengkhawatirkan
keadaanku. Kalaupun nanti aku mati di tangan Joyce,
paling-paling dia cuma angkat bahu dan berkata, “Resepnya
salah, ternyata tidak berhasil.”
“Aku belum mau mati sekarang, Dung.”
“Ah, apa bedanya sekarang sama besok? Kalau
memang waktunya mati ya mati aja, On. Biarpun kamu
sembunyi di ruang kepala sekolah, kalau sudah tiba
waktunya tidak ada yang bisa menghalangi malaikat maut
menjemputmu,” ujar Dudung.
“Iya, sih, tapi....”
“Sudah, nggak usah tapi-tapian. Ayo keluar! Nggak
mungkin selamanya kamu hidup dalam ketakutan!”
Dudung menyeretku keluar dari perpustakaan. Kalau
sudah maunya, anak itu memang sulit dibantah. Jantungku
206
***
***
214
“671....”
“Ciiih, enak aja main serobot! Noh, di belakangku!
Nomorku 670, tahu?!”
Joan terpaksa pasrah ngantri di belakang Mbak
Kantin.
“Lho, kamu nomor 670 toh? Kok ngantri di depanku?
Enak aja! Ayoh minggir! Aku lebih duluan dari kalian
semua, lihat nih, nomorku 669! Perlu diajarin berhitung
lagi kalian, ya?” bentak Pak Darto Jenggot yang ternyata
berdiri di belakang Mbak Kantin.
Mbak Kantin tersipu-sipu dan mundur ke belakang
Pak Darto Jenggot, disusul Joan di belakangnya dengan
wajah memelas. Memelas sekali. Seperti Sabina
Altynbekova kalah turnamen voli tujuh belas kali berturut-
turut. Kasihan.
Lee Min Ho berjongkok termenung di ujung antrian,
beberapa kali mengusap air matanya, meratapi nasib yang
kali ini sangat tidak bersahabat. Ia mendapat nomor 999.
Lee Min Ho hanya sedikit lebih beruntung dibanding
Bapak Kepala Sekolah, yang berdiri di sampingnya dengan
muka ditekuk sambil melipat lengan di dada, sesekali
geleng-geleng kepala sambil menengok nomornya, 1000.
Aku berjalan dengan gontai meninggalkan kegaduhan
itu. Aku sebenarnya mendapat nomor cantik, 003, tapi
225
Bab 21
Kishimargis,
Ramuan Pembalik Keadaan
T
idak ada makanan di rumah. Sebenarnya aku
bisa menanak nasi dulu, lalu menggoreng sisa-
sisa persediaan cacing kering yang ada di dapur.
Tapi dengan adanya Dudung, aku tak bisa melakukan itu.
Anak itu kelihatannya lapar. Mukanya pucat dan lesu.
Mungkin tadi pagi ia tidak sarapan, dan di sekolah pun
tidak makan apa-apa. Walaupun banyak kue bertebaran,
tapi ia menyendiri di bawah pohon cerme, menjauhi
keramaian di aula sekolah.
“Kamu lapar?” tanyaku. Sesuatu yang mestinya tak
perlu kutanyakan.
Dudung tidak menjawab, cuma nyengir saja.
“Yuk, kita ke warung Mbok Pur,” ajakku.
228
***
***
Bab 22
Dan Keadaan pun Betul-betul
Berbalik
D
udung tiba di sekolah paling dulu pagi ini. Ia
sudah merebut kembali posisinya dalam
ranking paling dulu tiba di sekolah. Aku
menyusul beberapa menit sesudahnya. Sebelum aku, sudah
ada beberapa anak lain yang tiba lebih dulu. Tidak biasanya
banyak anak yang datang pagi-pagi seperti ini. Ada apa?
Ketidaklaziman itu dengan cepat terjawab apa
penyebabnya. Apalagi kalau bukan gara-gara Bonbon.
Anak-anak berebut datang pagi-pagi supaya bisa
menyambut Bonbon di pintu gerbang sekolah. Sebagian
sudah menyiapkan karangan bunga untuk dikalungkan ke
leher Bonbon. Aduh. Keterlaluan.
“On, kau tahu tidak?”
“Apa?”
239
wangi kamboja yang melintas sesaat itu, tapi tak ada yang
curiga. Menjelang siang, semua orang di sini sudah
menghirupnya, kecuali kami. Tentu saja, karena kami
memakai masker bergambar demit.
“Haaai, cepat dikit, dong! Udah panas nih!” teriak
seseorang yang belum juga mendapat nomor antrian dengan
gusar.
“Iya, cepetan dong kerjanya, dasar keong!” umpat
yang lain.
Umpatan-umpatan serupa mulai bermunculan.
Suasana makin riuh. Dorong-mendorong semakin tak
terkendali. Panitia yang tak terima disebut keong balas
mengumpat. Percekcokan menjadikan suasana riuh itu
menjadi panas. Berikutnya orang mulai saling melempar
sendal dan sepatu.
“Ini semua gara-gara Bonbon!” Entah siapa yang
berteriak semacam itu.
“Iya, pemimpin nggak amanah ya begini akibatnya,
kacau!” geram yang lain.
Umpatan-umpatan yang menyumpahi Bonbon
semakin banyak bermunculan. Sebagian orang tak peduli
lagi dengan nomor urut. Mereka merangsek mendekati
ruang kepala sekolah tempat Bonbon bertahta. Pak Satpam
247
Bab 23
Lik Blonthang Menjadi
Penyelamat
A
ku pernah mendengar kata deja vu. Pernah
kubaca di sebuah buku di perpustakaan. Kata
Dudung, itu artinya kita mengalami suatu
kejadian yang rasanya pernah kita alami sebelumnya. Nah,
sepertinya aku sedang mengalami deja vu... dimasukkan ke
dalam keranjang Lik Blonthang.
Keranjang Lik Blonthang memang besar, tapi
menurutku tak cukup besar untuk memuatku sekaligus
dengan Dudung dan Bonbon. Kamu tahu kan, bagaimana
gendutnya Bonbon? Tapi nyatanya, hari ini Lik Blonthang
memasukkan kami bertiga ke dalam keranjangnya.
Mungkin benar kata orang, dia memang seorang pemulung
sakti, dan keranjangnya ini memang keranjang ajaib.
252
***
***
***
260
Bab 24
Mamah Pulang,
Lik Blonthang Menghilang
P
embagian rapor sisipan. Halaman sekolah ramai
dipenuhi orang-orang. Bukan, bukan karena
kami bikin gara-gara lagi. Itu para wali murid
yang diundang ke sekolah untuk mengambil rapor sisipan
anaknya masing-masing.
Lik Blonthang benar, tidak sulit mengatasi kekacauan
akibat ilmu hitam. Lawan ilmu hitam yang paling ampuh
adalah doa. Sekuat apapun ramuan dari Kitab Burung
Gagak, akan luntur dengan mudahnya oleh doa. Setelah
kami berdoa di puncak bukit Putri Geger Bolong, kami
pulang ke rumah masing-masing dengan aman. Esok
harinya, kondisi di sekolah sudah normal lagi, dan hari ini
bisa dilaksanakan pembagian rapor sisipan, walau sempat
tertunda dua hari akibat ulah kami yang bikin heboh itu.
264
***
268
Bab 25
Penutup
S
udah habis ceritanya. Kita sampai di Bab
Penutup. Itu berarti sudah dekat waktunya kita
berpisah. Memang perpisahan seringkali menjadi
hal yang tidak enak, tetapi harus kita lakukan.
Apa yang hendak kuceritakan di Bab Penutup ini?
Mengingat banyaknya kenakalan kami semasa SMP—
seperti telah kuceritakan padamu—mestinya kalian
penasaran, jadi apa kami setelah dewasa. Baiklah, akan
kuceritakan bagaimana kehidupan kami setelah dewasa.
Kumulai dengan temanku yang paling pintar,
Dudung. Selepas SMA, ia bergabung dengan TNI-AL.
Kabarnya sekarang ia menjadi komandan Kopaska.
Terakhir kali kami bertemu ketika ia berpangkat kapten.
Sekarang mungkin sudah naik lagi. Karir militernya bagus.
Salah satu prestasinya adalah ketika ia bersama regunya
berhasil membebaskan sebuah kapal tanker berikut
awaknya yang disandera bajak laut di Selat Malaka. Sudah
kubilang, ia berbakat menjadi anggota pasukan khusus.
270
TAMAT
Pembaca sekalian yang saya sayangi,
Bila kalian merasa mendapat manfaat dengan tulisan
tidak bermutu ini, atau setidaknya terhibur, tolong berikan
imbalan untuk penulisnya dengan memberikan saran atau
kritikan.
Kirimkan saran/kritikan anda ke :
email : rahadiwidodo@ymail.com
facebook : https://www.facebook.com/rahadiwidodo
twitter : @R4h4d1W
Tulisan-tulisan lain dari Rahadi W. Pandoyo bisa kalian baca
di blognya www.kisahfiksikehidupan.blogspot.com
Terimakasih.
273
Sedikit Promo
Buku-buku karya Rahadi W. Pandoyo yang sudah terbit
dan bisa anda dapatkan di toko buku:
Judul : The Doctor
Penulis: Rahadi W. Pandoyo
Editor : Itanov
Tebal : 291 halaman
Penerbit: Mazola (Diva Press)
Cetakan: I, Januari 2015
ISBN : 978-602-255-778-4
Harga : Rp 44.000,00
http://galeriedeslivres.blogspot.co.id/2015/03/2015-r5-
rahadi-w-pandoyo-doctor.html
https://melukisbianglala.wordpress.com/tag/rahadi-w-
pandoyo/
https://lenimarlins.wordpress.com/2015/01/26/day-73-
review-buku-the-doctor/