E DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CVA INFARK DI RUANG 7 SARAF
RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA
Disusun Oleh :
1. Aida Berlian (1930004)
2. Andy Prasetiya (1830010)
3. Farizah Trifawira D (1930031)
4. Rara Ayu Anjani B.S.R (1930072)
5. Ririn Prastia Agustin (1930074)
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Telah disetujui untuk dilakukan seminar kasus di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya
pada hari ,
Mengetahui,
Ceria Nurhayati, S.Kep., Ns., M.Kep Letkol Laut Puji Agung, S.Kep., Ns
ii
KATA PENGANTAR
1. Kolonel Laut (K) TNI dr. Ahmad Samsul Hadi selaku Kepala Rumkital
Dr. Ramelan Surabaya
2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah
Surabaya
iii
Surabaya, 24 September 2019
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
modern saat ini. Dewasa ini, stroke menjadi masalah kesehatan yang serius karena
mental bahkan kematian yang menyerang pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011). Menurut (Sofwan, 2010) disebutkan bahwa stroke adalah sindrom
salah satu sisi tubuh secara persisten. Salah satu jenis stroke yang sering
ditemukan adalah stroke Infark disebut juga Cerebro Vascular Accident (CVA)
Infark. CVA Infark adalah sindrom klinik yang timbul secara mendadak, progresif
bersifat cepat berlangsung selama 24 jam terjadi karena ada trombositosis atau
jantung. Angka kejadian stroke didunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk
penyakit tidak menular salah satunya stroke mengalami peningkatan dari 7% pada
tahun 2013 menjadi 10,9% pada tahun 2018 (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018).
1
Cerebro Vascular Accident (CVA) Infark lebih banyak dikenal sebagai
stroke oleh masyarakat umum. Stroke Infark terjadi pada otak ditandai dengan
adanya penurunan kualitas pembuluh darah. Apabila aliran darah yang menuju ke
jaringan otak terhenti selama 15-20 menit akan menyebabkan kematian jaringan
karena nutrisi yang diperlukan otak berasal dari oksigen yang diangkut oleh darah.
Hal ini dapat disebabkan oleh pemyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
yang sudah jauh menurun dan memerlukan perawatan cukup lama. Oleh karena
itu, peran perawat merupakan faktor penting saat melakukan asuhan keperawatan
Infark ?
1.3 Tujuan
Infark.
Infark.
2
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
CVA Infark.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Fisura dan sulkus membagi hemifer otak menjadi berberapa daerah. Korteks
serebri terlibat secara tidur teratur. Lekukan diantara gulungan serebri disebut
sulks. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinal dan lateralis.
Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya (Lobus
frontalis, temporalis, orientalis dan oksipitalis).
Fisura longitudinal merupakan celah dalam pada bidang media laterali
memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus
parientalis sebelah posterior. Sulkus sentralis juga memisahkan lobus frontalis
juga memisahkan lobus frontalis dan obus parientalis.. adapun bagian-bagian otak
meliputi (Evelyn C.Pearce, 2011) :
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan
bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat
manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ
Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.
Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai
parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus
Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah,
memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual
dan kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor
perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
5
4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan
rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi
beberapa area yang punya fungsi masing-masing. Selain dibagi menjadi 4 lobus,
cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak
kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf
di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh,
dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam
kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir
rasional. Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada sub
bab tersendiri.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis
otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan
sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya
orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak
mampu mengancingkan baju.
6
dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena
itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur
“perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak
nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Anda kenal terlalu dekat dengan
anda. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
7
bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai
"Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam
perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu
manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.
8
2. Emboli
Emboli terjadi disebabkan adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan mengalir mengikuti peredaran darah lalu menyumbat
sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli antara
lain:
a. Penyakit jantung.
b. Infark miokardium.
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia: dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri.
d. Endokarditis: menyebabkan gangguan pada endocardium.
2.1.4 Klasifikasi CVA Infark
1. Berdasarkan klinik, (Manjoer, 2010):
a. Stroke Hemoragik (SH) Stroke yang terjadi karena perdarahan pada Sub
arachnoid yang dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas
atau saat aktif.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH) berupa iskemia, emboli dan trombosis
serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat, atau baru bangun tidur
atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia namun
selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit, (Manjoer, 2010):
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas.
Merupakan gangguan neurologis fokal (hanya dibagian otak tertentu)
yang timbul mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata
10 menit) sampai beberapa jam (24 jam).
b. Stroke Involution atau Progresif Adalah perjalanan penyakit stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Proses progresif beberapa jam
sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete yaitu gangguan neurologis yang timbul sudah menetap
atau permanen dan maksimal sejak awal serangan.
9
2.1.5 Patofisiologi CVA Infark
Infark cerebral dimulai saat suplai darah ke otak berkurang. Luasnya
jaringan otak yang mengalami Infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besar kecilnya pembuluh darah dan adekuat/tidak adekuatnya suplai darah ke
pembuluh darah yang tersumbat. Atherosclerosis cenderung sebagai faktor yang
tersering menyebabkan thrombus karena plak pada arterosklerotik, atau darah
beku pada area stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau turbulensi.
Thrombus akan pecah dari dinding pembuluh darah lalu terbawa mengikuti
aliran darah sebagai emboli. Thrombus menyebabkan iskemia jaringan otak
sehingga pembuluh darah yang terkena thrombus akan mengalami edema dan
kongesti disekitar area pembuluh darah. Akhirnya edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area Infark itu sendiri (Pudiastuti, 2011).
10
Web of Caution
- Aterosklerosis - Lemak
- Hiperkoagulasi - Udara
- Arteritis - Bekuan
Trombus Emboli
Penyumbatan di pembuluh
darah
Penurunan O2
MK : Peningkatan TIK
MK : Gangguan Mobilitas menurun
mobilitas fisik
Penurunan Kesadaran
Tirah baring
Reflek Menelan Menurun
MK : Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif
11
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala:
a. Perubahan tingkat kesadaran: penurunan orientasi dan respon terhadap
stimulus.
b. Keluhan kepala pusing.
c. Perubahan kemampuan gerak ekstermitas: kelemahan sampai paralysis
2. Reflek menelan menurun
3. ST Scan tampak adanya edema
4. Mobilitas menurun
5. Nyeri kepala
6. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang, kesulitan
menelan (disfagia), kebingungan akut, atau gangguan daya ingat
7. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu tubuh,
terutama disatu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
1. Laboratorium.
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008).
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
Infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium
(135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
c. Darah lengkap: didapatkan hasil leukosit pada 24 jam pertama serangan
stroke Infark mengalami peningkatan dan akibatnya akan menghasilkan
outcome yang lebih buruk dan masa perawatannya akan lebih lama.
12
Berdasarkan penelitian (Oktavia, 2017) dengan judul Hubungan Jumlah
Leukosit dengan Defisit Fungsional Neurologis pada Pasein Stroke
Iskemik menunjukan hasil angka leukosit yang tinggi menunjukan
korelasi terhadap hasil akhir outcome klinis dan lama perawatan pada
paien stroke iskemik akut.
d. Masa protombin: digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta
monitoring
e. Urinalisis.
2. Diagnostik.
a. CT Scan Kepala: pada pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan adanya
sumabatan pada pembuluh darah sehingga menyebabkan kurangnya
asupan oksigen pada otak. Pada hasil CT Scan kepala bagian yang
kurang oksigen akan tampak gelap dalam waktu 24 jam (terdapat lesi
hipodensiti di kawasan MCA sinistra) dan menunjukan adanya Infark
(Tjikoe, Loho, & Ali, 2014).
b. Angiografi serebral: pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya
penyempitan ataupun sumbatan pada pembuluh darah pada daerah
cerebral. Pemeriksaan angiografi ini digunakan untuk menentukan
apakah lokasi pada sistem karotis tau vetebrobasiler, menentukan ada
tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh darah.
c. Pungsi lumbal: pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan
atau MRI pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti cucian
daging atau berwarna kekuningan, pada PSA didapatkan LCS yang gross
hemorragik. Pada stroke Infark tidak didapatkan perdarahan perdarahan
(jernih).
d. MRI: pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di
batang otak (sangat sensitive)
e. X ray tengkorak, EKG atau ECG.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan CVA Infark (Misbach, 2011):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
13
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CVA INFARK
2.2.1 Pengkajian
A. Data Umum
a. Jenis Kelamin : Dikutip dari nulis.co, dr. Nur Setiawan menjelaskan
bahwa laki-laki beresiko besar terserang stroke akibat pola hidup yang
tidak sehat, seperti merokok, minum minuman berakohol, dll.
b. Usia : Makin tinggi usia, resiko stroke makin meningkat.
c. Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
B. Keluhan Utama
Pada pasien dengan CVA Infark keluhan utamanya biasanya terjadi
hemiparesis, hemiplegia, afasia, disartria, ataksia, sampai penurunan
kesadaran (Batticac, 2008).
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan kapan terjadi hemiparesis atau hemiplegia, apa penyebab terajadi
hal tersebut.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat hipertensi karena semakin tinggi
tekanan darah pasien maka akan semakin besar kemungkinan kerusakan
pada dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan atau pbahkan pecahnya pembuluh darah di otak. dan riwayat
penyakit jantung seperti fibrilasi atrium karena dapat menyebabkan stroke
yang diakibatkan oleh penyumbatan gupalan darah yang terlepas dari
jantung lalu menghambat pembuluh darah di otak, hal tersebut dapat terjadi
14
akibat detak jantung yang tidak menentu / teratur dan fibrilasi atrium yang
tak teratur
AMPLE :
- Allergies : kaji apakah pasien memiliki alergi terhadap obat-obatan,
makanan atau plester.
- Medication : kaji apakah pasien sedang menjalani pengobatan,
seperti obat vasopressin karena obat tersebut mempersempit
pembuluh darah
- Post medical history : kaji riwayat medis pasien seperti peyakit yang
pernah di derita, riwayat operasi atau penggunaan obat-obatan
herbal.
- Las meal : kaji obat atau mekanan yang baru saja dikonsumsi dan
pada jam berapa
- Event of injury : kaji hal-hal yang bersangkutan dengan penyebab
cedera dan kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama.
Seperti serangan jantung yang dapat menyebabkan embolus mengalir
ke otak
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah keluarga pasien mempunyai riwayat yang terkena stroke,
hipertensi, riwayat diabetes millitus, penyakit jantung, dll.
F. Pemeriksaan Fisik B1-B6
a. B1 (Breathing)
RR dapat meningkat atau menurun, beresiko mengalami sumbatan jalan
nafas karena adanya penumpukan sekret akibat kelemahan refleks
batuk, suara nafas ronkhi.
b. B2 (Blood)
Riwayat hipertensi, kadar PaO2 <95% sehingga menyebabkan sianosis,
frekuensi nadi bervariasi.
c. B3 (Brain)
Adanya gangguan kesadaran jika terjadi ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, gangguan motorik seperti hemiplegia, hemiparesis dan
gangguan sensorik seperti defisit penginderaan.
15
Nervus I (Olfaktorius) : Defisit penginderaan penciuman
Nervus II (Optikus) : Defisit penginderaan penglihatan:
lapang pandang
Nervus III (Okulomotorius) : Defisit penginderaan penglihatan:
kelopak mata
Nervus IV (Troklearis) : Defisit penginderaan penglihatan:
pergerakan bola mata
Nervus V (Trigeminus) : Defisit penginderaan pengecap :
mengunyah
Nervus VI (Abdusen) : Defisit penginderaan penglihatan:
kesimetrisan kedua mata
Nervus VII (Fasialis) : Defisit penginderaan pengecap :
kontrol otot facial melemah
Nervus VIII (Vestibulokoklearis): Defisit penginderaan pendengaran
Nervus IX (Glosofaringis) : Defisit penginderaan pengecap :
kontrol otot facial melemah
Nervus X (Vagus) : Defisit penginderaan pengecap :
proses menelan melemah
Nervus XI (Aksesorius) : Defisit fungsi motorik dan
muskuloskeletal
Nervus XII (Hipoglossus) : Defisit fungsi pengecap :
menggerakan lidah
d. B4 (Bladder)
Pada pasien CVA Infark beresiko mengalami inkontinensia urine
karena ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, serta mual hingga
muntah yang diakibatkan oleh peningkatan produksi asam lambung.
16
f. B6 (Bone)
Pada pasien cva infrak beresiko mengalami penurunan kekuatan otot
yang disebabkan oleh gangguan neurosensory.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
gangguan neuromuskular
2. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
3. Risiko aspirasi
2.2.3 Intervensi Keperawatan (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018)
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan otot, gangguan
neuromuskular
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka
mobilitas fisik meningkat
Kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM) meningkat
4. Kelemahan fisik menurun
Intervensi :
1. Observasi bagian tubuh mana yang mengalami kelemahan
R : memudahkan perawat dalam melakukan latihan gerak
2. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas
yang sakit
R : gerak aktif memberikan dan memperbaiki massa tonus dan kekuatan
otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3. Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ektermitas yang tidak
sakit
R :mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik.
R : peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan latihan fisik dari
tim fisioterapi.
17
5. Observasi kemampuan mobilitas pasien
R : untuk mengetahui sejauh mana kemampuan geaj pasien setelah
dilakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka
perfusi serebral meningkat
Kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Tekanan intrakranial menurun
3. Kesadaran membaik
4. Nilai rata-rata tekanan darah membaik
Intervensi :
1. Monitor TTV pasien
R : untuk memantau autoregulasi karena kegagalan autoregulasi
menyebabkan peningkatan sistolik dan penurunan diastolik.
2. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin
R : untuk memantau keadaan pasien
3. Tinggikan posisi kepala 30-45º
R : menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan sirkulasi atau perfusi
serebral.
4. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R : dapat digunakan untuk memperbaiki perfusi jaringan otak
3. Risiko aspirasi
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka
tingkat aspirasi menurun
Kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Dispnea menurun
3. Kelemahan otot menurun
4. Frekuensi nafas membaik
5. Batuk menurun
6. Wheezing menurun
18
Intervensi :
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batu dan kemampuan menelan
R : untuk memantau agar tidak terjadi aspirasi
2. Monitor status paru
R : agar mampu melihat apakah terdapat suara nafas tambahan
3. Potong makanan kecil-kecil
R : untuk memperkecil risiko aspirasi
4. Posisikan kepala 30-45º ketika makan dan setelah makan
R : menghindari tersedak dan aspirasi
19
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Riwayat Penyakit
Dahulu Keluarga mengatakan pasien pernah mengalami penyakit DM tipe 2 dan HT sejak kurang
lebih 10 tahun. Pasien dirumah biasanya mengkonsumsi obat Silotasol 2x1, Anemolat 1x1,
Grahabion 1x. Pasien juga sudah pernah 3x rawat inap di RSAL Surabaya.
Riwayat Keluarga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit Stroke (-), DM (+), HT (+)
penyakit
keluarga
Riwayat Alergi Keluarga mengatakan tidak ada alergi obat, makanan, dan minuman
Keadaan umum : Lemah Kesadaran :
GCS : 456
E :4, V :5, M :6 Total : 15
Kesadaran Composmentis
Tanda vital :
TD: 150/90 mmHg N: 90 x/menit S: 37 0C RR: 20 x/menit
20
Genogram:
Keterangan :
: Laki- laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Menikah
B1 : Breath/Pernapasan
Wawancara : Px mengatakan tidak ada masalah pada sistem pernapasan
Inspeksi : Bentuk dada: normochest Otot Bantu nafas: Tidak ada Sesak nafas: Tidak ada
Irama nafas: Reguler
B2 / Blood / Sirkulasi
Inspeksi : Ictus Cordis: Tidak terlihat Oedema: Tidak ada Perdarahan: Tidak ada
Palpasi : CRT: < 2 detik Nyeri dada: Tidak ada Akral: Hangat, Kering, Merah
21
B3/ Brain / Persarafan
Inspeksi : GCS: E: 4 V: 5 M: 6 Jumlah: 15
Nervus I Olfactorius : Px mampu mencium bau parfum
Nervus II Opticus: Px mampu melihat dengan jelas
Nervus III Oculomotorius: Px mampu melihat ke segala arah
Nervus IV Trochlearis: Px mampu menggerakkan bola mata ke arah atas dan bawah
Nervus V Trigeminus: Px mampu merasakan rangsangan
Nervus VI Abducens: Px mampu menggerakkan bola mata ke arah lateral
Nervus VII Facialis: Px susah untuk tersenyum dan mengerutkan dahi
Nervus VIII Vestibulocochlearis: Px mampu mendengarkan bising
Nervus IX Glossopharyngeus: Px dapat untuk mengecap
Nervus X Vagus: Px dapat memelan
Nervus XI Accessorius: Otot bantu nafas tidak terlihat
Nervus XII Hypoglossus: Px mampu menjulurkan lidah
Palpasi & perkusi: Tidak ada kelainan pada mata, kepala, hidung, dan telinga. Pasien sulit untuk
berbicara.
Perkusi :
SMRS MRS
intake output/ Balance cairan: Warna: Kuning jernih Warna: Kuning Pekat
Frek: 8x/hari Jumlah: 2L Frek: 4x/hari Jumlah: 1L
MK : tidak ada masalah keperawatan
22
B6 / Bone/ Muskuloskletal
Wawancara: Px mengatakan susah saat bergerak
Inspeksi : ROM: terbatas pada daerah punggung Ekstremitas Atas: Tidak ada
kelainan
Terdapat fraktur Ekstremitas Bawah: Tidak ada
kelainan
Kekuatan Oto 5555 5544
4333 4333
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada tangan dan kaki sebelah kanan
Sistem Integumen
Rambut, Kulit kepala: Tampak tidak rapi, tidak ada kelainan, tidak rontok
Warna Kulit: Sawo Matang
Turgor Kulit: Elastis
Sistem Penginderaan
Sistem penglihatan : Mata: Simetris Reflek Cahaya (+) Sklera: Anikhterik
Pupil: Isokor Konjungtiva: Tidal anemis
Sistem pendengaran : Telinga: Simetris Kebersihan: Bersih Kelanian: Tidak ada
Kebersihan: Bersih Alat Bantu: Tidak ada
Sistem penciuman : Hidung: Simetris Polip: Tidak ada
Septum: Tepat di tengah Gangguan: Tidak ada
MK : tidak ada masalah keperawatan
Endokrin
Keadaan tiroid : Tidak ada pembesaran pada tiroid
Terkait diabetes melitus : Px memiliki riwayat Diabetes Mellitus tipe 2 ±10 tahun
23
Sistem repoduksi / genitalia
Wawancara : Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah pada sistem reproduksi dan area
genetalia
Payudara : Tidak ada lesi, tidak ada oedema
Inspeksi : Genetalia bersih, tidak ada lesi, dan tidak ada oedema
Personal Hygiene
Mandi: SMRS: Mandiri 2x/hari MRS: Seka 2x/hari
Keramas: SMRS: Mandiri 2x/minggu MRS: Tidak Pernah
Ganti pakaian: SMRS: Mandiri 2x/hari MRS: Dibantu 1x/hari
Sikat gigi: SMRS: Mandiri 2x/hari MRS: Dibantu 1x/hari
Memotong kuku: SMRS: Mandiri 1x/minggu MRS: Tidak Pernah
Psikososiocultural
Ideal diri : Pasien berharap akan lekas sembuh dan cepat pulang
Peran diri : Pasien sebagai ayah dari 4 anaknya dan suami dari istrinya
Hubungan dgn lingkungan sekitar : Pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya
Keyakinan dan nilai : Px mengatakan sakit ini ujian dari Allah dan harus sabar menghadapinya
Koping dan toleransi stres : Keluarga telah menerima penyakit yang dialami Tn. E
24
Terapi Medis ( sudah jelas)
25
Tab Cilostazol 2x100 Obat untuk Gagal jantung, Sakit kepala,
mg mengurangi Hipersensitivit diare, pusing,
nyeri otot as dan mudah memar
dan kram Gangguan atau berdarah,
hemostatik infeksi saluran
pernafasan dan
jantung
berdebar
Surabaya,
Mahasiswa
26
ANALISA DATA
27
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
28
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Ketidakstabilan - rasa haus menurun 1. monitor kadar glukosa Untuk mengetahui kondisi gula
kadar glukosa - kesulitan bicara darah darah pasien
darah menurun
- jumlah urine
membaik
- lesu menurun
Setelah dilakukan 2.Monitor tanda dan gejala Untuk mengetahui
asuhan keperawatan hiperglikemia (missal perkembangan hiperglikemi
selama 3x24 jam maka poliuri, polidipsi, pasien
ketidakstabilam kadar polifagi, kelemahan,
glukosa darah stabil. malaise, pandangan
kabur, sakit kepala)
3.Anjurkan menghindari Untukmeningkatkan kadar gula
olahraga saat kadar darah dan meningkatkan risiko
glukosa darah ketoasidosis yang berdampak
<250mg/dL koma hingga kematian
4.Anjurkan kepatuhan diet Agar dapar menstabilkan kadar
glukosa darah
5.Ajarkan pengelolaan Agar menurunkn kadar
diabetes (missal hiperglikemi
penggunaan insulin,
obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian
karbohidrat dan
bantuan professional
kesehatan)
6.Anjurkan pemberian Untuk menurunkan kadar
29
insulin, cairan IV, glukosa darah
kalium, jika perlu
2. Ganggguan 1. monitor kondisi umum Untuk mengetahui keadaan
mobilitas fisik - kekuatan otot selama melakukan pasien jika melakukan
meningkat mobilisasi mobilisasi
- pergerakan
ekstremitas
meningkat
- rentang gerak
meningkat
- gerakan terbatas
menurun
2. fasilitasi melakukan Untuk membantu pasien dalam
pergerakan, jika prerliu bergerak
3. libatkan keluarga untuk Agar keluarga dapat mendorong
membantu pasien dalam pasien untuk bergerak
meningkatkan
pergerakan
4. anjurkan melakukan Agar pasien dapat segera
mobilisasi dini bergerak
5. ajarkan mobilisasi Untuk melatih pasien bergerak
sederhana yang harus secara bertahap
dilakukan (misal duduk
di tempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
3. Ganggguan - kemampuan 1. identifikasi perilaku Untuk mengetahui maksud dari
komunikasi berbicara emosional dan fisik pasien
verbal meningkat sebagai bentuk
- pelo menurun komunikasi
- pemahaman
30
komunikasi
membaik
- 2. gunakan metode Untuk alternative dan memudahkan
komunikasi alternative untuk memahami pasien
(missal menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf, isyarat
tangan dan computer).
31
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
32
4. Pasien tampak lemas
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,4,
dan 5
33
4. Mengajarkan mobilisasi 1. Pasien hanya tidur di tempat
sederhana (duduk ditempat tidur, tidur
pindah dari tempat tidur ke 2. Pasien susah untuk mengangkat
kursi) atau menggerakkan bagian tubuh
sebelah kanan
3. ROM pasif dan aktif dibantu
keluarga pasien
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,4
34
selama melakukan mobilisasi S:
06.00 2. Melibatkan keliarga untuk keluarga pasien mengatakan
membantu pasien dalam bahwa pasien lemah dan bagian
meningkatkan pergerakan tubuh sebelah kanan (tangan &
07.00 3. Menganjurkan melakukan kaki) lemah
07.00 mobilisasi dini O:
4. Mengajarkan mobilisasi 1. Pasien hanya tidur di tempat
sederhana (duduk ditempat tidur, tidur
pindah dari tempat tidur ke 2. Pasien susah untuk mengangkat
kursi) atau menggerakkan bagian tubuh
sebelah kanan
3. ROM pasif dan aktif dibantu
keluarga pasien
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,4
35
P:
Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,
dan 4
36
07.00 4. Menganjurkan pasien untuk tidak jelas
07.00 berbicara perlahan 4. Pasien tampak lemas
5. Merujuk ke ahli patologi bicara A:
atau terapis Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi No. 1,2,3,
dan 4
37
BAB 4
PENUTUP
Setelah kelompok melakukan pengamatan dan melaksanakan tindakan
keperawatan secara langsung pada pasien Tn.E dengan diagnosis CVA Infrak di
Ruang 7 (Syaraf) Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Maka kelompok dapat
menarik beberapa kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam
meningkatkan mutu tindakan keperawatan pasien dengan diagnosis CVA Infrak.
4.1 Kesimpulan
Mengacu pada hasil uraian yang telah menguraikan tentang tindakan
keperawatan pada pasien CVA Infrak maka kelompok dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian didapatkan pasien Tn.E berusia 56 tahun seorang ayah pensiun
yang mengeluh lemas dan susah bergerak pada tangan dan kaki kanannya.
Terjadinya karena setelah jatuh, pola hidup, dan kurangnya pasien
memelihara kesehatan. Pasien juga mempunyai riwayat penyakit dahulu
Diabetes Melitus. Kadar gula darah pasien mengalami peningkatan.
2. Diagnosis keperawatan pada Tn.E dengan CVA Infrak antara lain
3. Rencana tindakan keperawatan sudah disesuaikan dengan teori dan kondisi
pasien dengan menetapkan penyusunan rencana keperawatan.
Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan CVA Infrak
harus melihat kondisi pasien secara keseluruhan dan target waktu
penyelesaiannya juga disesuaikan dengan kemampuan pasien.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan secara kesinambungan 1x24
jam dengan bekerjasama secara kelompok.
5. Evaluasi keperawatan
4.2 Saran
Bertolak dari kesimpulan diatas kelompok dapat memberikan saran
sebagai berikut:
38
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan mampu meningkatkan mutu dan memberikan asuhan
keperawatan yang efektifitas sehingga menghasikan perawat-perawat yang
profesional.
3. Bagi Keluarga dan Pasien
Keluarga dan pasien agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang stroke
beserta komplikasinya dan mengontrol gaya hidup sehingga dapat mencegah
terjadinya stroke beserta komplikasinya sedini mungkin.
4. Bagi kelompok selanjutnya
Kelompok selanjutnya dapat menggunakan seminar kasus ini sebagai
refrensi data untuk selanjutnya sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan sesuai dengan standar yang berlaku.
39
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F. C. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. JAKARTA: Salemba Medika.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas
Indonesia 2018. Jakarta. https://doi.org/1 Desember 2013
Manjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius.
Misbach, J. (2011). Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Pokdi Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan (11th Ed.). Jakarta: EGC.
Oktavia, F. M. (2017). Hubungan Jumlah Leukosit Dengan Defisit Fungsional
Neurologis Pada Pasien Stroke Iskemik. Skripsi.
Pudiastuti, R. D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Muha Medika.
Ramadhanis, I. (2012). Hubungan Antara Hipertensi dan Kejadian Stroke di
RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Setiyowati, E. (2018). Pemberian Vco (Virgin Coconut Oil) Pada Tn. M Dengan
Diagnosis Medis Cva Infark Dengan Masalah Keperawatan Risiko
Kerusakan Integritas Kulit Di Ruang Icu Central Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya. Medical and Health Science Journal, 2(1), 31–34.
https://doi.org/10.33086/mhsj.v2i1.603
Smeltzer, S. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. (M. Ester,
Ed.). Jakarta: EGC.
Sofwan, R. (2010). Stroke dan Rehabilitasi Pasca Stroke. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
40
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tjikoe, M. A., Loho, E., & Ali, R. H. (2014). Gambaran Hasil Ct Scan Kepala
Pada Penderita Dengan Unsrat / Smf Radiologi Blu Rsup Prof . Dr . R . D
Kandou. Jurnal E-Clinic (ECl), 2(3).
Yueniwati, Y. (2015). Deteksi Dini Stroke Iskemik: dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi Vaskular dan Variasi Genetika. Malang: UB Press.
41