Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut Arthritis Foundation 2006, jumlah penderita arthritis atau gangguan
sendi kronis lain di Amerika Serikat terus menunjukkan peningkatan. Pada
tahun 1990 terdapat 37,9 juta penderita dari sebelumnya 35 juta pada tahun
1985. Data tahun 1998 memperlihatkan hampir 43 juta atau 1 dari 6 orang di
Amerika menderita gangguan sendi, dan pada tahun 2005 jumlah penderita
arthritis sudah mencapai 66 juta atau hampir 1 dari 3 orang menderita
gangguan sendi, dengan 42,7 juta diantaranya telah terdiagnosis sebagai
arthritis dan 23,2 juta sisanya adalah penderita dengan keluhan nyeri sendi
kronis.
Arthritis merupakan satu dari berbagai masalah penyakit kronis yang umum
dan menjadi penyebab kedua hendaya (disability) setelah penyakit jantung
pada orang Amerika usia diatas 15 tahun; 7 juta diantaranya mengalami
hambatan aktivitas sehari-hari, berjalan, berpakaian, mandi dan sebagainya.1
Arthritis adalah istilah umum bagi peradangan (inflamasi) dan pembengkakan
di daerah persendian. Penyakit ini cukup banyak menyerang masyarakat
Indonesia pada usia 25-74 tahun dengan prevalensi dan keparahan yang
meningkat dengan usia. Penatalaksanaan pasien Arthritis bisa dilaksanakan
dengan terapi obat dan terapi non obat. Terapi non obat adalah dasar rencana
Pharmaceutical Care untuk Arthritis rematik yang harus dilaksanakan untuk
semua pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan analgesik
sederhana. Komunikasi antara dokter,apoteker dan pasien merupakan faktor
terpenting dalam penatalaksanaan nyeri.

1.2 TUJUAN PENULISAN


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KLASIFIKASI

RHEUMATOID ARTHRITIS

Otot dan kekakuan sendi biasanya paling sering di pagi hari selama 1 jam
Kebiasaannya nyeri yang terasa berterusan. Kelelahan, kehilangan energi, kurangnya
nafsu makan, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.. Disamping itu juga manifestasi
klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium
serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan
fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Gejala
sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat
badan menurun, anemia.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat,
bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Contoh deformitas adalah
Swan Neck, Boutonniere Deformities, dan Carpal Tunner Syndrom.
OSTEOARTHRITIS

Nyeri pada engsel dan sambungan tulang selama atau sesudah digerakkan atau
setelah lama tidakbergerak/tidak aktif. Ngilu pada engsel saat mengangkat beban
ringan. Kaku dan terasa nyeri pada engsel saat bangun tidur atau setelah lama
tidak bergerak. Gejala lain adalah kehilangan fleksibilitas yang membuat kita sulit
menggerakkan engsel.Pada beberapa kasus terjadi pembengkakan.

Pada osteoarthritis harus mempunyai tiga dari 4 kriteria berikut :

a. pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tulang tangan
tertentu (DIP II dan III ki&ka, CMC I ki &ka)
b. perbesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP
c. pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d. deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.

ARTHRITIS GOUT (PIRAI)

Pada keadaan arthritis gout, pasien akan mengalami keluhan nyeri dan bengkak
pada ibu jari atau sendi metatarsalphalang I. Serangan pada sendi
metatarsalphalang I dan tarsal unilateral. Tetapi bisa saja sendi yang diserang
lutut, tumit, pergelangan tangan dan siku.. sakit sendi disertai demam, menggigil,
denyut jantung cepat, badan lemah dan jumlah sel darah putih meningkat
(leukositosis). Namun, begitu, keluhan khas dari gout adalah nyeri pada sendi
yang pada minggu pertamanya akan mengenai hanya satu sendi, dan akan
berakhir dalam beberapa hari. Tapi setelah itu, nyeri ini akan kambuh lagi dengan
menyerang pada beberapa sendi bersamaan. 83 % sendi yang kena serangan gout
adalah persendiaan anggota bawah, dan sering keluhan sendi kaki mula terasa
sewaktu bangun tidur pagi hari. Sendi yang biasanya terasa nyeri ini akan
berwarna kemerahan.
ARTRITIS SEPTIK

Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal
pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan
ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan
saja.Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan demam
tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 39 0C. Nyeri pada artritis
septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
gerakan aktif maupun pasif.

SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Mulai dari nyeri pada banyak persendian yang hilang timbul sampai keluhan nyeri
sendi yang akut, merupakan keluhan awal pada 90% penderita SLE. Nyeri sendi
ini bisa terjadi pada jari- jari kedua tangan serta kaku pada pagi hari. Dalam
keadaan SLE berlangsung lama, terjadi erosi sendi tulang telapak kaki. Namun
demikian, kebanyakkan SLE yang menyerang banyak sendi tidak meperlihatkan
kerusakan sendi. Namun begitu, ade gejala yang khas pada penderita SLE ini,
yaitu gambaran kemerahan kulit pipi berbentuk kupu- kupu yang disebut butterfly
erthema. Selain itu, penderitan ini akan mengalami rambut rontok, demam dan
terasa lemah.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Rheumatoid arthritis

Gambar 1: Rheumatoid arthritis. Diunduh dari:


http://health.allrefer.com/health/rheumatoid-arthritis-rheumatoid-arthritis-3.html

- Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian
kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian,
lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular.Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian
dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari
30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.7
- Status lokalis: proksimal interfalang I- V, dan metacarpal I- V tidak ada
pembengkakan, teraba hangat, terdapat nyeri gerak (+) dan nyeri tekan (+).
OSTEOARTHRITIS

Gambar 2: Osteoarthritis. Diunduh dari:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17105.htm

- Pada pemeriksaan fisik, dilihat apakah ada hambatan gerak. Hambatan gerak
dapat konsentris (seluruh arah gerak) maupun eksentris (salah satu arah gerak
saja).
- Dilihat apakah ada kelainan pada gaya berjalan. Keadaan ini berhubungan dengan
nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut,
sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
- Diperhatikan juga apakah ada tanda- tanda peradangan (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada
OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul
belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil
tangan dan kaki.
- Diperhatikan juga apakah ada perubahan bentuk yang deformitas (sendi yang
permanen). Perubahan ini timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang
dan permukaan sendi.
- Diperhatikan juga apakah ada bunyi krepitasi pada lutut. Gejala ini mungkin
timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan
atau secara pasif dimanipulasi.

ARTHRITIS GOUT (PIRAI)

Gambar 3: Arthritis gout. Diunduh dari:


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09DiagnosisdanPenatalaksanaanArtritisPira
i129.pdf/09DiagnosisdanPenatalaksanaanArtritisPirai129.html

- Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Cor, pulmo, abdomen tidak ada
kelainan.
- Status lokalis: Metatarsal proksimal 1 pedis sinistra, kemerahan (+), teraba panas
(+), nyeri tekan (+), bengkak (+).
SEPTIC ARTHRITIS

Gambar 4: Septic arthritis. Diunduh dari:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17105.htm

Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema, pembengkakan


(90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan tanda penting untuk
mendiaganosis infeksi. Efusi biasanya sangat jelas/banyak, dan berhubungan
dengan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif. Tetapi
tanda ini menjadi kurang jelas bila infeksi mengenai sendi tulang belakang,
panggul, dan sendi bahu.

SISTEMIK LUPUS ERYTHEMATOSUS

-
-
-
Gambar 5: SLE.diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/17105.htm

- Konjungtive anemis , sclera ikterik -/-. Leher: kelenjar getah bening tidak tampak
membesar. Cor, pulmo, abdomen dalam batas normal.
- Status lokalis: manus dextra: phalanx proksimal digiti II- IV, nyeri gerak (+),
nyeri tekan (+), oedema (-), kalor (-).
- Manus sinistra: phalanx proksimal digiti II- IV, nyeri gerak (+), nyeri tekan (+),
eodem (-), kalor (-).

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rheumatoid arthritis

1. Gambaran laboratorik

RA menupakan penyakit inflamasi sistemik, sehingga didapatkan peninggian


LED, anemia ringan. Faktor reumatoid positif dan cairan sendi menunjukkan
gambaran inflamasi. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian
laju endap darah dan factor rheumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal
penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4
menurun. Pemeriksaan C-Reaktif Protein (CRP) dan antibody antinukleus
(ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning
gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen
2. Gambaran radiologi

Gambar 6: gambaran radiologis rheumatoid arthritis. Dipetik dari: buku


Radiologi.

Pada RA stadium awal ditemukan adanya pembengkakan jaringan lunak dan


osteoporosis subkondnal (juxta-artikuler). Pada stadium lebih lanjut
ditemukan gambaran permukaan sendi yang tidak nata akibat enosi sendi,
penyempitan celah sendi, subluksasi dan akhirnya ankilosis sendi.

Osteoarthritis

1. Gambaran laboratorik

OA umumnya bukan merupakan penyakit inflamasi sistemik , sehingga


gambaran laboratoniknya dalam batas normal. Laju endap darah tidak pernah
eningkat, cairan sendinya menunjukkan gambaran yang normal.
2. Gambaran radiologi

Gambar 7: Gambaran radiologi osteoartritis. Dipetik dari: buku Radiologi.

Perubahan radiologik pada OA lebih menunjukkan adanya perubahan


degenenatif yang meliputi pembentukan osteofit pada tepi sendi, sklerosis
tulang subkondral, pembentukan kista dan penyempitan celah sendi.

Arthritis gout (pirai)

1. Gambaran laboratorik
a) Pemeriksaan serum asam urat
- Umumnya meningkat diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5- 7 mg/dl dan pada perempuan
2,6- 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas normal disebut hiperurisemia.
b) Pemeriksaan angka leukosit
- Angka leukosit meningkat sehingga 20.000/mm3 selama serangan akut.
Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu
5000- 10.000/mm3.
c) Pemeriksan urin specimen 24 jam.
- Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi
asam urat. Jumlah normal seseorang mengekskresikan 250- 750 mg/24 jam
asam urat di dalam urin. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan
gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.
d) Analisis aspirasi cairan sendi.
- Cairan sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah
tofi menggunakan jarum Kristal urat yang tajam.

2. Gambaran radiologi

Gambar 8: gambaran radiologis gout. Dipetik dari: buku Radiologi.

Perubahan radiologis terjadi setelah bertahun- tahun timbulnya gejala.


Terdapat predileksi pada senti metatarsalphalang I, walaupun pergelangan
kaki, lutut, siku, dan sendi lainnya terlibat. Film polos memperlihatkan efusi
dan pembengkakan sendi. Erosi juga terjadi, dan hal ini cenderung
menimbulkan penampakan ‘punched out’, yang berada terpisah dari
permukaan artikular. Densitas tulang tidak mengalami perubahan. Selain itu,
tofi juga dapat dilihat. Tofi mengandungi natrium urat dan terdeposit pada
tulang, jaringan lunak, dan sekitar sendi. Kalsifikasi pada tofi juga dapat
ditemukan, dan tofi interaoseus dapat membesar hingga menyebabkan
destruksi sendi.

Artritis septik

1. Gambaran laboratorik
a) Pemeriksaan darah tepi
- Terjadi peningkatan lekosit dengan predominanneutrofil segmental,
peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini tidak
spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam diagnosis
khususnya pada kecurigaan artritis septik pada sendi. Kultur darah
memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus.
b) Pemeriksaan cairan sendi
- Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap artritis
septik, bila sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan bahu maka gunakan
alat pemandu radiologi. Cairan sendi tampak keruh, atau purulen, leukosit
cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3 predominan PMN, sering mencapai
75%-80%. Pada penderita dengan malignansi, mendapatkan terapi
kortikosteroid, dan pemakai obat suntik sering dengan leukosit kurang dari
30.000 sel/mm3. Leukosit cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga
terjadi pada inflamasi akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya
seperti artritis rheumatoid. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan cairan
sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk mencari
adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga tidak
menyingkirkan adanya artritis
septik yang terjadi bersamaan.

2. Gambaran radiologi

Pada pemeriksaan radiologi pada hari pertama biasanya menunjukkan


gambaran normal atau adanya kelainan sendi yang mendasari. Penemuan awal
berupa pembengkakan kapsul sendi dan jaringan lunak sendi yang terkena,
pergeseran bantalan lemak, dan pelebaran ruang sendi. Osteoporosis
periartikular terjadi pada minggu pertama artritis septik. Dalam 7 sampai 14
hari, penyempitan ruang sendi difus dan erosi karena destruksi artilago. Pada
stadium lanjut yang tidak mendapatkan terapi adekuat, gambaran radiologi
nampak destruksi sendi, osteomyelitis, ankilosis, kalsifikasi jaringan
periartikular, atau hilangnya tulang subkondral diikuti dengan sklerosis
reaktif. Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan adanya kelainan baik intra
maupun ekstra artikular yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi.
Sangat sensitive untuk mendeteksi adanya efusi sendi minimal (1-2 mL),
termasuk sendi-sendi yang dalam seperti pada sendi panggul. Cairan sinovial
yang hiperekoik dan penebalan kapsul sendi merupakan gambaran
karakteristik arthritis septik. Pemeriksaan lain yang digunakan pada arthritis
septik dimana sendi sulit dievaluasi secara klinik atau untuk menentukan
luasnya tulang dan jaringanmengalami infeksi yaitu mengunakan CT, MRI ,
atau radio nuklead.
2.4 ETIOLOGI

Arthritis reumatoid

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti. Akan tetapi
faktor genetik seperti produk kompleks histokompatibilitas utam kelas II (HLA-
DR) khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif, infeksi, faktor hormonal dan
heat shock protein ikut berperan dalam tumbuhnya penyakit dan pola mortalitas
penyakit ini.

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab RA. Agen infeksius
yang diduga merupakan penyebab RA antara lain adalah bakteri, mikoplasma,
dan virus. Dugaan ini timbul karena umumnya onset penyakit ini mendadak dan
timbul disertai gambaran inflamasi yang mencolok.

Kecenderungan wanita untuk menderita RA dan sering dijumpai remisi pada


wanita yang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan
hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Selain itu
yang diduga juga merupakan penyebab RA ialah heat shock protein (HSP) yang
dibentuk sebgai respon terhadap stress.

2.5 PATHOGENESIS

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan


sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzimenzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Lamanya rheumatoid
arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan
tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama
dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi
progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan
terjadi vaskulitis yang difus.

RA mempunyai kelainan primer pada sinovia..Pada RA perubahan patologik yang


menonjol adalah inflamasi sinovia (sinovitis). Penyebab sinovitis ini belum
diketahui dengan pasti, tetapi faktor imunologik sangat berperan.

Akibat sinovitis akan terjadi keadaan:

1) Dilepaskannya berbagai macam komponen destruktif akibat proses inflamasi


ke dalam rongga sendi yang dapat mengakibatkan kerusakan rawan sendi.

2) Terjadi hiperplasi jaringan granulasi akibat sinovitis, Sehingga menebal dan


membentuk pannus. Pannus ini sangat destruktif, akan menyebabkan pula
kerusakan rawan sendi. Akibat kedua keadaan tadi maka gejala inflamasi sendi
akan mendominasi perjalanan penyakit, penyakit sangat progresif dan dalam
waktu singkat sudah terjadi deformitas sendi.

2.6 PROGNOSIS

Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi,


bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar
50 – 70% pasien artritis rheumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk.
Golongan ini umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa
arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung,
gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnyamereka
memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami
peradangan, dengan manifestasi ekstraartikular, dan tingkat pendidikan yang
rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan
tulang yang luas terjada dalam dua tahun pertama.

2.7 PENATALAKSANAAN

Sebenarnya pninsip penatalaksanaan semua penyakit sendi hampir sama yaitu


meliputi:

1) Proteksi sendi

2) Diet

3) Medikamentosa

4) Rehabilitasi

5) Pembedahan

6) Psikoterapi

Dengan demikian penatalaksanaan reumatoid arthritis, osteoarthritis, arthritis gout


(pirai), dan artritis septic prinsipnya sama pula, hanya ada kekhususan tertentu.

Penggunaan medikamentosa pada penyakit reumatik (rheumatoid arthritis) dapat


dibagi dalam:

1. Obat analgetik

2. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

3. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD)

4. Kortikosteroid sistemik dan suntikan intra-artikuler.

Prinsip penggunaan analgetik terhadap RA adalah, obat ini berguna untuk


menekan nyeri dan inflamasi, tetapi tidak dapat menghentikan perjalanan
penyakit RA,jadi lebih bersifat simptomatik. Walaupun demikian obat ini masih
diperlukan karena dapat mengurangi keluhan penderita sehingga tetap dapat
melakukan aktifitas sehari-hari. Penderita RA umumnya lebih sering dan lebih
banyak menggunakan obat ini karena keluhan inflamasi sendinya lebih menonjol,
dengan demikian efek samping juga lebih sering dijumpai. Hingga saat ini
DMARD baru ditemukan untuk penderita RA. DMARD dapat menekan
perjalanan penyakit RA sampai tahap remisi, penderita selama beberapa waktu
dapat bebas dari keluhan inflamasi sendi tanpa menggunakan obat analgetik atau
OAINS, DMARD membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 6 bulan, agar
dapat mencapai efek yang diharapkan, oleh karena itu pada tahap awal kombinasi
DMARD dengan OAINS sangat dianjurkan. DMARD yang sering digunakan
untuk RA ialah Hidroksiklorokuin, Garam emas, D-pennicilamin, salazopirin dan
obat imunosupresif.

Pada RA, kortikosteroid sistemik ternyata tidak dapat menghentikan progresifitas


penyakit, sehingga penggunaannya sebaiknya dibatasi, hanya bersifat
simptomatik saja. Penggunaan kortikosteroid hanya pada kasus berat, yang tidak
responsif dengan OAINS dan yang mempunyai kontraindikasi mutlak dengan
OAINS. Pada kasus berat yang ditandai dengan demam tinggi, anemia, berat
badan menurun dengan cepat, neuropati, vaskulitis, perikarditis, pleuritis, skieritis
dan sindrom Felty biasanya diberikan dosis tinggi, yang segera diturunkan
bertahap bila gejala berkurang. Pada penderita yang tidak responsif dengan
OAINS, maka dosis yang diberikan biasanya dosis rendah : metilprednisolon 5-
7,5 mg/hari. Suntikan kortikosteroid intraartikuler dapat dipertimbangkan pada
penderita RA yang pada 1-2 sendinya masih tetap meradang, pemberian tidak
boleh terlalu sering dan hati-hati pada sendi penopang berat badan.
2.8 KELUHAN-KELUHAN NYERI SENDI

Keluhan- keluhan ini sangat menepati keluhan pada seorang penderita rheumatoid
arthritis. Tetapi ada beberapa keluhan yang mirip dengan arthritis- arthritis yang
lain. sebagai contohnya adalah, kaku pada pagi hari. Kekakuan sebegini terdapat
juga pada penderita osteoarthritis. Di mana pasien mengalami kekakuan di
beberapa sendi yang nyeri. Namun begitu, kekakuan yang terasa hanya selama
tidak kurang dari 20 minit.

Selain itu, keluhan terasa nyeri pada sendi adalah keluhan yang umum bagi
penderita arthritis. Hal ini karena nyeri sebegini bisa ditemui pada penderita,
arthritis gout, arthritis septic dan juga pada sistemik lupus erythematosus. Namun
begitu, untuk membedakan antara jenis arthritis ini, keluhan sampingan atau
tambahan perlu didapatkan agar diagnose dapat ditegakkan. Selain itu, anamnesis
dalam menanyakan lokasi nyeri juga harus dilakukan agar diagnose yang tepat
dan benar dapat dibuat.

Diagnose juga dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fisik dan


penunjang. Dan setiap arthritis ini mempunyai gejala yang khusus atau tersendiri.
Sebagai contoh, pada pemeriksaan fisik osteoarthritis, didengarkan bunyi
krepitasi saat pasien menggerakkan lututnya. Hal ini karena, terjadi mikrofraktur
pada tulang, dan ini menyebabkan pergeseran terjadi sehingga menghasilkan
bunyi krepitasi.

Bengkak pada sendi juga merupakan gejala umum pada semua jenis arthritis.
Namun, ianya dapat dibedakan dengan lokasi terjadinya pembengkakkan dan
apakah pembengkakkannya itu mengalami kemerahan dan terasa panas. Ini semua
harus diteliti dalam rencana untuk menegakkan diagnose. Sebagai contoh,
bengkak juga bisa ditemukan pada penderita arthritis gout. Namun begitu,
bengkaknya itu, sering kali terjadi pada ibu jari atau metatarsalphalang I dan ini
disertakan dengan terasa hangat dan kemerahan.
Sebagaimana halnya dengan penyakit reumatik pada umumnya, maka keluhan
penderita pada penyakit- penyakit artritis tersebut meliputi nyeri sendi, kaku
sendi, bengkak sendi dan gangguan fungsi. Pada OA nyeri biasanya dangkal
(dull-pain), penderita mengeluh linu dan pegal; sedangkan pada RA nyeri terasa
lebih tajam dan berat (sharp-pain).Penderita RA biasanya lebih cepat pergi ke
dokter karena nyerinya yang lebih hebat, sedangkan penderita OA biasanya
terlebih dahulu berusaha mengobati sendiri misalnya dengan jamu, diurut atau
makan obat bebas. Pada OA nyeri paling berat pada malam hari, pada pagi hari
masih nyeri tetapi lebih ringan dan membaik pada siang hari. Pada RA nyeri
paling dirasakan pada pagi hari disertai kaku sendi, membaik pada siang hari dan
sedikit lebih berat pada malam hari. Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat,
lebih terasa pada pagi hari dan berkurang setelah digerak-gerakkan, kaku pagi
hari (morning stiffness) pada RA terasa lebih berat dan umumnya berlangsung
dalam waktu yang lama (lebih dari 1 jam), sedangkan pada OA berlangsung
ringan dan singkat, umumnya kurang dari 30 menit. Bengkak sendi dapat terjadi
pada kedua penyakit, tetapi pada RA biasanya lebih menonjol akibat
pembengkakan jaringan lunak (soft tissue swelling) dan sinovitis, sedangkan pada
OA terjadi bila ada inflamasi (akibat pelepasan serpihan rawan sendi ke rongga
sendi) atau akibat efusi sendi. Gangguan fungsi terjadi akibat inflamasi atau
akibat deformitas sendi yang dapat terjadi pada kedua penyakit. Keluhan sistemik
seperti demam, malas, kelelahan, kelemahan otot dan penurunan berat badan
hanya dijumpai pada penderita RA.

Diagnosis yang akurat didapatkan dari anamnesis detail yang mengarah pada
kelainan yang spesifik serta pemeriksaan fisis yang didukung dengan pemeriksaan
pendukung berupa analisis cairan sinovial, radiografi, atau kadang diperlukan
biopsi sinovial. Adanya serangan sebelumnya dapat menandakan artritis gout atau
kelainan sendi noninfektif lain. Pasien dengan artritis akibat kristal umumnya
akan mengeluh riwayat episode serangan yang rekuren dan dapat sembuh sendiri.
Perlu diingat bahwa gout jauh lebih sering terjadi dibanding pseudogout, serangan
pada gout dapat sembuh sendiri, serangan pada artritis infektif akan terus
memburuk jika tidak diberi terapi, dan osteoartritis dipengaruhi aktivitas fisik.

Artritis septic poliartikular, yang khasnya melibatkan dua atau tiga sendi terjadi
pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan dengan artritis reumatoid. Bila
terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid maka perlu dipikirkan
kemungkinan artritis septik.

Selain status generalis, pemeriksaan fisis yang paling penting pada kelainan sendi
ialah status lokalis pada daerah yang terkena. Pendekatan mendasar pada
pemeriksaan fisis ialah membedakan artritis dari kondisi inflamasi lain di daerah
sekitar sendi, misalnya selulitis dan bursitis. Artritis yang sebenarnya ditandai
dengan adanya pembengkakan dan kemerahan di sekitar sendi, ROM yang
terbatas karena nyeri baik pada keadaan gerakan aktif maupun pasif. Keterbatasan
ROM akibat nyeri yang terjadi hanya pada gerakan aktif lebih menandakan
adanya kelainan jaringan lunak di sekitarnya, misalnya bursitis, daripada artritis.

Mengingat predileksi sendi yang terserang juga sangat berguna untuk


menegakkan diagnosis. Gout sangat sering timbul di MTP I (podagra), lutut,
tumit, atau pertengahan telapak kaki. Pseudogout sering pada sendi-sendi besar,
misalnya lutut, meski dapat juga mengenai pergelangan tangan atau MTP I
(karena itu dinamakan pseudogout; menyerupai gout). Pada artritis gonokok,
sering terjadi arthralgia migrans (berpindah-pindah) serta tenosinovitis pada
daerah pergelangan dan telapak tangan, disertai lesi kulit berupa pustul, kemudian
memburuk menjadi monoartritis purulen, memburuk lagi menjadi poliartritis.
Sedangkan artritis infektif (selain gonokok) umumnya menyerang persendian
dengan beban besar, misalnya lutut dan pinggul.
2.9 INTERVENSI LAIN YANG DAPAT DILAKUKAN SENDIRI

Beberapa management nyeri yang dapat dilakukan dengan terapi fisik adalah,
splinting, aplikasi bungkusan dingin dan panas, paraffin wax dips, obat-obatan
anti peradangan, terapi pembedahan (Rifham, 2010).

Salah satu managemen nyeri yang dapat dilkaukan secara mandi adalah terapi
panas. Terapi panas ini dapat menggunakan kompres hangat. Kompres tersebut
dapat memberikan efek fisiologis dengan meningkatkan relaksasi otot pergerakan
sendi (Rifham, 2010). Kompres hangat bersuhu 40,5-43 C akan diberikan pada
daerah sendi yang mengalami nyeri selama 20 menit, menurut intervensi
keperawatan yang sering dilakukan selama 3 hari dan diberikan pada pukul 06.00-
07.00 pagi dan 17.00-18.00 sore (Rahayu, 2009).

Perubahan yang terjadi setelah dilakukan tindakan kompres hangat menunjukkan


adanya pengaruh terhadap rasa nyeri persendian pada lanjur usia. Hasil penelitian
ini sesuai pada pasien asam urat, dimana dalam penelitian ini menyebutkan
terdapat perbedaan rerata skala nyeri sebelum pemberian kompres hangat dan
setelah pemberian komprrs hangat. Dapat disimpulkan terdapat pengaruh kompres
hangat terhadap perubahan nyeri sendi pada pasien asam urat (Antoro, 2008).

Proses vasodilatasi yang terjadi pada saat pemberian kompres hangat dapat
melebarkan pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan aliran darah pada
badian yang nyeri. Komres hangat jyga dapat meningkatkan relaksasi otot serta
mengurangi nyeri akibat spasme dan kekakuan (Potter & Perry, 2005).

Pada saat dilakukan kompres hangat, intensitas nyeri sendi yang dirasakan akan
berkurang. Hal ini disebabkan karena adanya impuls-impuls yang menekan rasa
nyeri, sehingga rasa nyeri dapat berkurang. Impuls tersebut adalah suhu hangat
yang diberikan serta mengenai bagian yang terasa nyeri. Respon local terhadap
panas terjadi melalui stimulasi ujung syaraf yang berada di dalam kulit. Stimulasi
tersebut akan mengirimkan impuls dari perifer ke hipotalamus. Jika perubahan
tersebut terjadi terus menerus melalui jalur sensai suhu maka penerimaan dan
persepsi terhadap stimulus akan dirubah (Potter & Perry, 2005)
BAB III

APLIKASI INTERVENSI KEPERAWATAN


BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN


DAFTAR PUSTAKA

1. Pradip R. 2007. Radiologi. Ed ke- 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. h. 191- 221.


2. Sudoyo AW, Setiohadi B. 2005 Ilmu Penyakit Dalam: Surjana IN, penyunting.
Artritis Reumatoid. Jakarta : EGC.
3. Sudoyo AW, Setiohadi B. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Dalam: Soeroso J, Isbagio
H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R, penyunting. Osteoartritis. Jakarta : FKUI.
4. Yatim F. 2006. Penyakit tulang dan persendian (artritis atau artralgia). Ed. 1.
Jakarta : Pustaka Populer Obor.
5. Wilson LM. 2005. Ganguan Muskuloskeletal dan jaringan Ikat. Dalam: Carter
MA, penyunting.Artritis Reumatoid. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 2017, pukul 12.00 :
http://www.arthritis.org/facts.php
7. Diunduh pada tanggal 21 Oktober 12.30 :
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20darya_7.pdf
8. Diunduh pada tanggal 22 Oktober, pukul 7.30 pagi:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=1016

Anda mungkin juga menyukai