Anda di halaman 1dari 112

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
TIM PENYUSUN DOKUMEN RENCANA KEBUTUHAN SDM KESEHATAN TAHUN 2020 vii

KATA PENGANTAR viii


SAMBUTAN KEPALA BADAN PPSDMK ix
PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1
Tujuan 5
Sasaran 6
Manfaat 7
Institusi 7
Wilayah 7
Definisi Operasional 8

ANALISA PENYUSUNAN DOKUMEN 9

Sumber Data 9
Pengumpulan Data 9
Pengolahan Data 10
Analisis Data 10
Keterbatasan 11

KONDISI TENAGA KESEHATAN 12

Keadaan Tenaga Kesehatan 12


Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) 13
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) 17
Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Pemerintah 23
Rumah Sakit Non Pemerintah 24
ii

Tenaga Teregistrasi 26
Tenaga Kesehatan Teregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 27
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) 34

Pendayagunaan Tenaga Kesehatan di Dalam Negeri 43


Nusantara Sehat 43
Pendayagunaan Dokter Spesialis 48

Pendayagunaan SDMK Ke Luar Negeri 51


Lulusan Program Studi Kesehatan 54

RENCANA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN 57

PERKIRAAN KEBUTUHAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) -


PUSKESMAS 57
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas 57
Persentase Jumlah Puskesmas Berdasarkan Kecukupan Tenaga 63
Kecukupan Tenaga di Puskesmas sesuai Rencana Strategis 2020-2024 73
Persentase puskesmas tanpa dokter 73
Persentase puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan sesuai standar 74

PERKIRAAN KEBUTUHAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT RUJUKAN/ LANJUT (FKRTL) –


RUMAH SAKIT 74
Persentase Jumlah RS Berdasarkan Kecukupan Spesialis 4 Dasar dan 3
Penunjang 80
Kecukupan Tenaga di RS sesuai Rencana Strategis 2020 – 2024 89
RENCANA PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA DI
LUAR NEGERI - ANALISA PELUANG PASAR KERJA 90

KESIMPULAN DAN SARAN 98

KESIMPULAN 98
SARAN 101
iii

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas Tahun 2019 12
Tabel 2. Jumlah Tenaga di Puskesmas sesuai Jenis Perawatannya Tahun 2019 13
Tabel 3. Jumlah Puskesmas dan Tenaga Kesehatan Puskesmas 14
Tabel 4. Persentase Puskesmas yang Tidak/Belum Memiliki Tenaga Kesehatan 15
Tabel 5. Jenis dan Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Kepemilikan/Penyelenggara 2017
- 2019 18
Tabel 6. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit 19
Tabel 7. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang 20
Tabel 8. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang 23
Tabel 9. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang 25
Tabel 10. Proyeksi Target Rasio Tenaga Kesehatan Tahun 2014 – 2025 27
Tabel 11. Perbandingan Jumlah Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Spesialis Teregistrasi KKI 31
Tabel 12. Jumlah Tenaga Perawat, Bidan, Tenaga Kesehatan Masyarakat, 41
Tabel 13. Jumlah Peserta dan Lokasi Nusantara Sehat Team-Based (NST) 45
Tabel 14. Jumlah Peserta Nusantara Sehat Team-Based 2015-2018 per Profesi 46
Tabel 15. Jumlah Peserta dan Lokasi Nusantara Sehat Individu (NSI) 47
Tabel 16. Jumlah Peserta Nusantara Sehat Individu (NSI) Menurut Jenis Profesi 48
Tabel 17. Jumlah Penempatan Dokter Spesialis Menurut Kategori/ Status Peserta dan Jenis
Spesialisasi Tahun 2017-2019 50
Tabel 18. Penempatan Tenaga Kesehatan Indonesia ke Jepang dalam kerangka IJEPA 53
Tabel 19. Jumlah Lulusan Tenaga Kesehatan Menurut Jenis dan Jenjang 54
Tabel 20. Perkiraan Keadaan, Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Tenaga 57
Tabel 21. Kebutuhan Tenaga Dokter, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan di Puskesmas 58
Tabel 22. Kebutuhan Tenaga Kefarmasian, Tenaga Kesehatan Masyarakat, Tenaga Gizi,
Tenaga Kesehatan Lingkungan, dan Ahli Teknologi Laboratorium Medik di
Puskesmas sesuai Kebutuhan Standar Tahun 2019 59
Tabel 23. Persentase Puskesmas Sesuai Standar Ketenagaan 64
Tabel 24. Persentase Puskesmas Lebih dari Standar Ketenagaan 65
Tabel 25. Persentase Puskesmas Kurang dari Standar Ketengaan 67
Tabel 26. Keadaan, Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit
Tahun 2019 75
Tabel 27. Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Spesialis Anak, Obstetri-Ginekolog, Penyakit
Dalam, dan Bedah per Provinsi Tahun 2019 76
Tabel 28. Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Spesialis Anestei, Radiologi, dan Patologi
Klinik per Provinsi Tahun 2019 77
iv

Tabel 29. Persentase RS Persentase RS Sesuai Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar
dan 3 penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019 81
Tabel 30. Persentase RS Lebih dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar dan 3
penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019 82
Tabel 31. Persentase RS Kurang dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar dan 3
penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019 84
Tabel 32. Data Peluang Kerja SDM Kesehatan Indonesia di Luar Negeri 91
v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Provinsi dengan Persentase Puskesmas Tanpa Dokter Tahun 2018-2019 17
Gambar 2. Rasio Jumlah Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang dengan Jumlah RS 22
Gambar 3. Ratio Dokter Spesialis Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019 28
Gambar 4. Rasio Dokter Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019 29
Gambar 5. Rasio Dokter Gigi Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019 30
Gambar 6. Ratio Tingkat Pendayagunaan Dokter Spesialis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Rumah Sakit) 33
Gambar 7. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Perawat Teregistrasi Tahun 2017-2019 34
Gambar 8. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Bidan Teregistrasi Tahun 2017-2019 35
Gambar 9. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Kesehatan Masyarakat Teregistrasi Tahun 2017-
2019 36
Gambar 10. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Gizi Teregistrasi Tahun 2017-2019 37
Gambar 11. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitarian)
Teregistrasi Tahun 2017-2019 38
Gambar 12. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Keteknisian Medis Teregistrasi 39
Gambar 13. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Keterapisan Fisik Teregistrasi 40
Gambar 14. Peta Penempatan TKKI di Luar Negeri Tahun 2014-2018 52
Gambar 15. Persentase Puskesmas Sesuai Standar Ketenagaan 63
Gambar 16. Persentase Puskesmas Lebih dari Standar Ketenagaan 65
Gambar 17. Persentase Puskesmas Kurang dari Standar Ketenagaan 66
Gambar 18. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Dokter Kurang Dari Standar dan Jumlah
Kekurangannya Tahun 2019 69
Gambar 19. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Dokter Gigi Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 69
Gambar 20. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Perawat Kurang Dari Standar dan Jumlah
Kekurangannya Tahun 2019 70
Gambar 21.Persentase Puskesmas dengan Jumlah Bidan Kurang Dari Standar dan Jumlah
Kekurangannya Tahun 2019 70
Gambar 22. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Farmasi Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 71
Gambar 23. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat Kurang
Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 71
Gambar 24. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Kesehatan Lingkungan Kurang
Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 72
vi

Gambar 25. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Gizi Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 72
Gambar 26. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Ahli Teknologi Lab Medik Kurang
Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 73
Gambar 27. Persentase Puskesmas Sesuai Standar Per Provinsi 74
Gambar 28. Persentase RS Sesuai Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar dan 3
penunjang) Tahun 2017-2019 80
Gambar 29. Persentase RS Lebih dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar dan 3
penunjang) Tahun 2017-2019 82
Gambar 30. Persentase RS Kurang dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar dan
3 penunjang) Tahun 2017-2019 84
Gambar 31. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Anak Kurang dari Standar
Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 86
Gambar 32. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Obstetri-Ginekologi
Kurang dari Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 86
Gambar 33. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Kurang
dari Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 87
Gambar 34. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Bedah Kurang dari Standar
Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 87
Gambar 35. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Anestesi Kurang dari Standar
Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 88
Gambar 36. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Radiologi Kurang dari Standar
Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 88
Gambar 37. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Patologi Klinik Kurang dari
Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019 89
Gambar 38. Peta Ketersediaan Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang 89
Gambar 39. Persentase RS Kelas C Milik Pemda Yang Memiliki Dokter Spesialis 4
Dasar 90
vii

TIM PENYUSUN DOKUMEN RENCANA


KEBUTUHAN SDM KESEHATAN TAHUN
2020
Pengarah
dr. Kirana Pritasari, MQIH
dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS

Penyusun
dr. Nurrahmiati, MKM
dr. Indriya Purnamasari, MARS
Dwiasih Kartika Ningrum, SKM
Hani’ Annadoroh, SKM, MKM
Bety, SKM, M.Si (Han)

Kontributor
dr. Mawari Edy, M.Epid
Anna Kurniati, SKM, MA
Zakaria, SKM, MKM

“A dream without a PLAN is just a wish”


-Antoine de Saint-Exupéry-

Tim Pendukung
Khairunnisah, SKM, MKM
Simanjuntak Agustina, SKM, MKM
dr. Maria Siska Mudina
Hamzah Miftahul Huda, S,T
Doni, S.Kom
viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan Tahun 2020 telah
tersusun.

Kita menyadari bahwa hal yang utama dan krusial dari perencanaan kebutuhan tidak
hanya ada pada “hulu” ketika perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan itu dilakukan,
namun juga pada “hilir” yaitu ketika perencanaan kebutuhan selesai disusun dan
kemudian dapat dimanfaatkan secara luas oleh semua pihak (stakeholder) yang
membutuhkan dan berkepentingan dalam proses manajemen SDM Kesehatan. Oleh
karena itu dokumen ini hadir untuk menggambarkan peta ketersediaan, sebaran dan
kebutuhan SDM Kesehatan agar mampu menjawab kebutuhan SDM Kesehatan dalam
rangka mendukung pelaksanaan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, serta
sebagai bahan pertimbangan bagi seluruh stakeholder yang berkepentingan dalam
pengambilan keputusan dan/atau penetapan kebijakan terkait manajemen SDM
Kesehatan.

Tentunya banyak pihak yang telah berperan dalam penyusunan dokumen ini. Untuk
itu, kami menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ungkapan terima kasih atas
semua bentuk kontribusi yang diberikan. Kami menyadari dokumen ini masih
membutuhkan masukan dari berbagai pihak terkait khususnya pengguna (user)
dokumen ini, oleh karena itu saran perbaikan sangat kami harapkan guna
penyempurnaan lebih lanjut.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, September 2020


Kepala Pusat Perencanaan
dan Pendayagunaan SDM Kesehatan

Maxi Rein Rondonuwu


ix

SAMBUTAN KEPALA BADAN


PPSDMK

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas izin- Nya Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan Tahun 2020 dapat
diterbitkan. Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sumber Daya Manusia
Kesehatan (SDM Kesehatan) merupakan merupakan salah satu sumber daya
yang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan kesehatan. Dalam rangka
menjamin ketersediaan SDM Kesehatan tersebut perlu disusun peta sebaran
keberadaan dan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dengan membandingkan antara kebutuhan dengan
persediaan sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki, untuk selanjutnya
dapat disusun rencana pengadaan dan pemenuhan dengan berbagai inovasi.

Isu penting yang masih terjadi saat ini adalah maldistribusi, dimana jumlah, jenis,
dan mutu SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan secara merata. Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai
upaya untuk mengatasi permasalah tersebut, seperti adanya Penugasan Khusus
Residen, Penugasan Khusus Nusantara Sehat, serta Wajib Kerja Dokter Spesialis
(WKDS) yang kemudian menjadi Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS). Dalam
hal ini perencanaan SDM Kesehatan yang terstruktur dan sistematis berlandaskan
kepada kebutuhan SDM Kesehatan dalam rangka pemenuhan dan pemerataan
pelayanan kesehatan menjadi sangat strategis.

Idealnya, penyusunan perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan dilakukan


secara berjenjang, dimulai dari unit terkecil (fasilitas kesehatan) dengan
melibatkan Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
pemangku kepentingan dari lintas sektor di setiap tingkatan administrasi. Daerah
x

sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan harus didorong agar mampu


menyusun perencanaan kebutuhan SDMK dengan baik dan benar serta mampu
menyediakan data yang akurat. Apabila data tersebut dapat disediakan secara
periodik yang diikuti dengan upaya sistematis untuk mengkoordinasikan semua
bahan menjadi suatu dokumen perencanaan yang holistik, maka akan
menghasilkan suatu bentuk evidence based terkait kebutuhan SDM Kesehatan
yang dapat digunakan dalam proses manajemen SDM Kesehatan.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dokumen ini, dan
semoga dokumen ini dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam proses
manajemen SDM Kesehatan di Indonesia, khususnya di tahun 2020.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta,September 2020
Plt. Kepala Badan PPSDM Kesehatan

Kirana Pritasari
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan upaya untuk meningkatkan seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses
pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan
tujuan nasional. Kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan nasional,
mengingat sektor kesehatan memiliki peran strategis dalam membentuk sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan merupakan bagian yang integral
dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan
perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pembangunan
kesehatan mencakup enam hal pokok, yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak, meningkatnya pengendalian penyakit, meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
perbatasan, meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Kesehatan, terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta
meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Dewasa ini, pelaksanaan pembangunan kesehatan menemui tantangan yang tidak
ringan. Berbagai permasalahan kesehatan yang semakin kompleks baik di tataran
nasional maupun global, menuntut berbagai upaya kesehatan yang komprehensif dan
terpadu dalam mengatasinya. SDM Kesehatan merupakan aktor dan faktor utama yang
berperan amat vital guna menjamin keterlaksanaan berbagai upaya kesehatan dalam
kerangka pembangunan kesehatan demi terwujudnya Indonesia Sehat. Oleh karena itu,
keberhasilan pembangunan kesehatan sangat tergantung dari keberhasilan mengelola
SDM Kesehatan. Pengelolaan SDM Kesehatan selalu harus berawal dari perencanaan
SDM Kesehatan.
2

Perencanaan SDM Kesehatan yang baik harus mampu mempertemukan rencana


organisasi dengan kebutuhan tenaga dan memetakan secara akurat kompetensi yang
diperlukan untuk membangun dan mencapai tujuan organisasi (the right man on the
right place). Dalam perencanaan SDM Kesehatan terdapat 2 faktor yang disandingkan
dan dibandingkan untuk memperoleh SDM Kesehatan dengan kuantitas dan
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan. Faktor tersebut adalah ketersediaan dan
proyeksi kebutuhan. Ketersediaan adalah stok SDM Kesehatan yang ada/dimiliki saat ini,
sementara proyeksi kebutuhan adalah upaya untuk melihat kebutuhan SDM Kesehatan
di masa mendatang. Menurut pengalaman selama ini, antara proyeksi dengan
kebutuhan SDM Kesehatan jarang sekali terjadi kecocokan, mengingat pergerakan SDM
Kesehatan yang demikian dinamis. Dinamika SDM Kesehatan ini terjadi oleh karena
ketersediaan SDM Kesehatan sangat mudah berubah (volatile), dimana keberadaan
SDM Kesehatan bergerak sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi lingkungan
strategis, serta tentunya aspek manusia yang sangat sensitif.
Dalam perencanaan SDM Kesehatan saat ini, terdapat berbagai isu strategis yang turut
mempengaruhi proses dan hasil perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan. Pada
rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020 – 2024 telah diidentifikasi berbagai isu strategis yang akan menjadi tantangan bagi
pembangunan kesehatan dan berdampak terhadap upaya perencanaan dan
pemenuhan SDM Kesehatan di Indonesia. Transisi demografi dan epidemiologi, dimana
beban penyakit tidak menular (non communicable disease) semakin meningkat, namun
di sisi lain tingkat kejadian penyakit menular pun masih memprihatinkan, tentu menjadi
pekerjaan rumah yang menunggu untuk diselesaikan, mengingat hal tersebut menjadi
penyebab utama kematian dan tentu berdampak signifikan terhadap kualitas hidup
masyarakat. Adanya perubahan iklim yang mempengaruhi pola penyakit, serta
bencana alam yang seolah dekat dengan kehidupan keseharian masyarakat Indonesia
membutuhkan kewaspadaan dini dan langkah-langkah antisipatif dari Pemerintah baik
Pusat maupun Daerah untuk mencegah dampak yang ditimbulkannya.
Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi yang demikian pesat telah
membawa dimensi baru dalam kehidupan manusia di seluruh penjuru dunia, termasuk
dalam hal ini manusia Indonesia. Kemajuan teknologi informasi ini telah merambah
seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama aspek sosial ekonomi, dan turut
mempengaruhi gaya hidup dan cara pandang masyarakat terhadap kesehatan yang
tentu berdampak pada status kesehatan masyarakat. Namun di sisi lain, pemanfaatan
3

teknologi di bidang kesehatan juga berkembang dengan sangat baik dimana hal
tersebut turut membantu meningkatkan mutu layanan kesehatan.
Bebagai komitmen internasional yang turut diratifikasi oleh Pemerintah, tentu
menimbulkan konsekuensi untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan.
Menyusul berakhirnya era Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development
Goals/MDGs), pada September 2015 lahir komitmen baru berskala global yang dikenal
sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals
(SDGs) , dengan 17 indikator target yang harus dicapai, dimana selalu ada unsur
kesehatan terhubung dalam setiap indikator target. Keberhasilan Indonesia dalam
mencapai SDGs sangat tergantung kepada tiga hal utama yaitu percepatan,
pembiayaan dan inklusi. Oleh karena itu, peran SDM Kesehatan yang mampu
menterjemahkan berbagai indikator target tersebut menjadi upaya dan langkah konkrit
sangat diperlukan, sehingga target-target tersebut dapat dicapai.
Isu yang sangat penting tentu berkenaan dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
dimana pada tahun 2019 ini diharapkan sudah mencapai Cakupan Kepesertaan
Semesta atau Universal Health Coverage (UHC). Dalam kaitan JKN dan pencapaian
UHC, peran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sebagai penyelenggara upaya
promotif preventif sangat vital karena merupakan gate keeper yang diharapkan mampu
menekan angka rujukan sehingga beban di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut
(FKRTL) tidak terlalu berat. Tingginya beban FKRTL ini berpotensi menyebabkan
kegagalan program JKN. Untuk itu, kekurangan SDM Kesehatan di FKTP harus dapat
dipenuhi, dan tentu diperlukan perencanaan SDM Kesehatan yang adekuat sebagai
dasar bagi upaya pemenuhan SDM Kesehatan tersebut. Sejatinya, ketercapaian UHC
bukan hanya didasarkan kepada cakupan kepesertaan namun juga mutu dan keluaran
serta dampak yang dihasilkan dari proses pelayanan kesehatan.
Selama hampir dua dasawarsa kebijakan otonomi daerah diberlakukan, terdapat
perbedaan signifikan pada upaya pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan, yang semula
terpusat (sentralisasi) dan menjadi kewenangan mutlak Pemerintah Pusat, bergeser
menjadi desentralisasi dimana kewenangan Pemerintah Daerah demikian besar dalam
mengelola SDM Kesehatan di wilayahnya. Di satu sisi, kebijakan desentralisasi khususnya
pada sektor kesehatan diharapkan dapat memacu daerah untuk lebih berkembang
dengan pelimpahan kewenangan yang besar dalam pelaksanaan dan pemerataan
pembangunan kesehatan di wilayahnya, termasuk dalam mengelola SDM
Kesehatannya secara mandiri; sementara di sisi lain, kebijakan desentralisasi sektor
kesehatan justru menyebabkan daerah kesulitan dalam mengelola SDM Kesehatan di
4

wilayahnya, terutama dalam hal perencanaan kebutuhan dan pemenuhan SDM


Kesehatan dikarenakan berbagai faktor yang berpengaruh antara lain kemampuan
fiskal daerah.
Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan menjadi hal krusial yang harus dilakukan
dengan cermat agar jumlah dan jenis SDM Kesehatan yang dibutuhkan dapat
tergambar dengan jelas dan akurat. Keberhasilan perencanaan SDM Kesehatan sangat
tergantung kepada ketepatan dan kecermatan dalam mengidentifikasi jenis dan
menghitung jumlah SDM Kesehatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan peta
kebutuhan SDM Kesehatan yang mampu menjawab tantangan tersebut. Perencanaan
kebutuhan SDM Kesehatan harus dilakukan oleh setiap organisasi kesehatan, pada
setiap tingkatan administrasi Pemerintahan, mulai dari tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) hingga tingkat Pusat di Kementerian Kesehatan sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pedoman
Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan. Setiap Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan seluruh Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Bidang Kesehatan baik di Kabupaten/Kota maupun di Provinsi sudah seharusnya
memiliki perencanaan kebutuhan yang baik dan akurat. Hasil perencanaan kebutuhan
SDM Kesehatan ini yang kemudian menjadi dasar dalam upaya pemenuhan dan
pemerataan SDM Kesehatan di setiap organisasi dan wilayah tersebut.
Peran Pemerintah Daerah mutlak diperlukan dalam menyusun rencana kebutuhan SDM
Kesehatan di daerahnya. Kerjasama lintas sektor yang harmonis sangat menentukan
keberhasilan penyusunan rencana kebutuhan tersebut. Dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diikuti
dengan terbitnya Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan
Mutu Pelayanan Dasar Pada SPM Bidang Kesehatan, telah ditetapkan jenis dan mutu
pelayanan dasar yang harus dipenuhi oleh daerah serta strategi dalam pemenuhan dan
penerapan SPM tersebut, termasuk standar menyangkut jumlah dan kualitas SDM
Kesehatan merupakan salah satu komponen standar utama yang harus dipenuhi dalam
SPM. Pemerintah daerah berkewajiban memenuhi seluruh standar pelayanan dasar
pada SPM bidang kesehatan, tanpa terkecuali. Pemenuhan SPM menjadi indikator
keberhasilan kinerja Pemerintah, sehingga ketercapaian SPM wajib 100% sebagai bukti
pemenuhan komitmen Pemerintah Daerah terhadap hak masyarakatnya. Diharapkan
melalui pemenuhan SPM tersebut, Pemerintah Daerah pun memiliki komitmen kuat
dalam menyusun rencana serta memenuhi kebutuhan SDM Kesehatan di daerahnya.
5

Hasil perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan perlu dituangkan dalam sebuah


dokumen ilmiah yang mampu menggambarkan peta kebutuhan SDM Kesehatan secara
akurat. Untuk itu, diperlukan Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan yang
menyajikan data keadaan dan distribusi SDM Kesehatan, data hasil perhitungan
kebutuhan SDM Kesehatan beserta analisis terhadap seluruh data tersebut. Dokumen
tersebut sudah seharusnya memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam
upaya pemenuhan SDM Kesehatan. Akurasi data dan ketajaman analisis menjadi kunci
yang akan menentukan sejauh mana kebermanfaatan dokumen tersebut. Penyusunan
dokumen rencana kebutuhan SDM Kesehatan perlu dilakukan secara periodik dan
berkesinambungan. Kehadiran Dokumen Rencana Kebutuhan Tahun 2020 ini
diharapkan dapat menyentuh sasaran yang tepat dan dimanfaatkan dengan tepat
pula oleh semua pengampu kepentingan (stakeholder) terkait dalam menetapkan
kuota produksi tenaga kesehatan dan kuota formasi dalam pemenuhan tenaga
kesehatan, serta dalam upaya peningkatan mutu dan pengembangan karir SDM
Kesehatan.

Tujuan
Secara umum, dokumen ini bertujuan untuk memberikan gambaran situasi ketersediaan
SDM Kesehatan yang mencakup distribusi jumlah dan jenis SDM Kesehatan pada tahun
2019, serta perkiraan kebutuhan kebutuhan SDM Kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan di Indonesia pada tahun 2020. Keberadaan dokumen ini juga memiliki tujuan
khusus yang spesifik, yaitu untuk:
1. Memberikan gambaran ketersediaan yang mecakup distribusi menurut jenis dan
jumlah SDM Kesehatan, serta perkiraan kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan
standar ketenagaan minimal untuk fasilitas pelayanan kesehatan;
2. Memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam berbagai upaya
pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan antara lain melalui mekanisme rekrutmen
calon Aparatur Sipil Negara (ASN) baik Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), rekrutmen tenaga kesehatan
penugasan khusus serta rekrutmen tenaga kontrak lainnya.
3. Memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemerataan
atau redistribusi SDM Kesehatan dari fasyankes yang kelebihan tenaga ke fasyankes
yang kekurangan tenaga, baik melalui mekanisme mutasi ASN ataupun melalui
transfer tenaga kontrak lainnya dalam satu wilayah administratif;
6

4. Memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan


mutu dan pengembangan kompetensi SDM Kesehatan, baik melalui pendidikan
berkelanjutan maupun pelatihan;
5. Memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
pengembangan karir SDM Kesehatan, baik melalui mekanisme promosi jabatan dari
jabatan pelaksana ke jabatan struktural (jabatan administratif) maupun melalui
mekanisme alih profesi misalnya dari jabatan pelaksana ke jabatan fungsional
tertentu;
6. Memberikan rekomendasi dan menjadi acuan kepada Institusi Pendidikan Tenaga
Kesehatan dalam penyesuaian kapasitas pendidikan tenaga kesehatan, misalnya
dalam rekrutmen calon mahasiswa untuk program studi tertentu yang produksinya
sudah berlebih.

Sasaran
Sasaran dokumen ini meliputi instansi yang berkaitan erat dengan upaya perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan,
seperti:
1. Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mencakup :
- Instansi Kesehatan meliputi Dinas Kesehatan, RS Umum Daerah, Puskesmas.
- Instansi Non Kesehatan meliputi Dinas Pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah
(BKD)/Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Daerah, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan instansi lainnya.
2. Kementerian Kesehatan mencakup seluruh unit terkait didalamnya.
3. Para pengampu kepentingan tingkat nasional mencakup Kementerian / Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, mencakup Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Perencanaan
dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Kepegawaian Negara (BKN),
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia,
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan lembaga lainnya.
4. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)
5. Pihak swasta lainnya yang berkepentingan terhadap upaya perencanaan dan
pendayagunaan SDM Kesehatan, termasuk organisasi profesi dokter, organisasi
profesi kesehatan lain, kolegium kedokteran dan kolegium tenaga kesehatan, serta
lembaga swadaya masyarakat lainnya.
7

Manfaat
Kehadiran Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan 2020 sebagai dokumen
rencana kebutuhan tahunan ini tentu memiliki banyak manfaat yang berkenaan
langsung dengan upaya perbaikan tata kelola dan manajemen SDM Kesehatan secara
menyeluruh, khususnya pada periode tahun berjalan. Dokumen rencana kebutuhan
SDM Kesehatan dapat dimanfaatkan oleh :

Institusi
Bagi institusi, dokumen rencana kebutuhan bermanfaat sebagai :
1. Bahan rekomendasi untuk penataan/penyempurnaan struktur organisasi
2. Bahan masukan dalam melakukan penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja
unit
3. Bahan masukan dalam penyempurnaan sistem dan prosedur kerja
4. Bahan rekomendasi bagi peningkatan kinerja kelembagaan
5. Bahan masukan dalam penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan
6. Bahan rekomendasi dalam penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil
sesuai dengan beban kerja organisasi
7. Bahan masukan dalam penetapan kebijakan strategis dalam rangka
pendayagunaan SDM Kesehatan
8. Bahan masukan dalam penetapan kebijakanm strategis dalam upaya peningkatan
mutu SDM Kesehatan

Wilayah
Bagi suatu wilayah, dokumen rencana kebutuhan bermanfaat sebagai bahan masukan,
pertimbangan dan/atau rekomendasi dalam pengelolaan atau manajemen SDM
Kesehatan yang komprehensif, meliputi :
1. Perencanaan pemenuhan atau distribusi SDM Kesehatan
2. Perencanaan pemerataan atau re-distribusi SDM Kesehatan
3. Perencanaan kapasitas produksi SDM Kesehatan
4. Pemetaan kekuatan/potensi SDM Kesehatan antar wilayah
5. Penetapan kebijakan pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan SDM
Kesehatan
6. Evaluasi kebijakan pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan SDM
Kesehatan
8

Definisi Operasional
Dibawah ini, terdapat definisi operasional beberapa istilah yang digunakan dalam narasi
Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan 2020 :
1. SDM Kesehatan (Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah seseorang yang
bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan;
2. Jumlah tenaga kesehatan adalah jumlah total tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit atau puskesmas pada 31 Desember 2018 dan tercatat pada Sistem
Informasi SDM Kesehatan (SI-SDMK);
3. Jenis tenaga kesehatan adalah jenis tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
atau puskesmas pada tanggal 31 Desember 2018 dan tercatat pada Sistem Informasi
SDM Kesehatan (SI SDMK) sesuai dengan standar ketenagaan yang berlaku;
4. Standar ketenagaan minimal adalah jumlah dan jenis tenaga kesehatan minimal
yang harus ada di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan peraturan menteri
kesehatan;
5. Kelebihan tenaga kesehatan adalah kelebihan jumlah tenaga kesehatan di suatu
fasilitas pelayanan kesehatan jika dibandingkan dengan standar ketenagaan
minimal yang berlaku;
Kekurangan tenaga kesehatan adalah kekurangan kekurangan jumlah tenaga
kesehatan di suatu fasilitas pelayanan kesehatan jika dibandingkan dengan standar
ketenagaan minimal yang berlaku.
9

ANALISA PENYUSUNAN DOKUMEN

Sumber Data
Dokumen rencana kebutuhan SDM Kesehatan merupakan dokumentasi berbasis data,
dimana data dasar yang digunakan untuk menghitung kebutuhan SDM Kesehatan
adalah data keberadaan atau ketersediaan SDM Kesehatan. Penyusunan Dokumen
Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan 2020 ini menggunakan data ketersediaan SDM
Kesehatan per 31 Agustus 2019 yang merupakan data sekunder, meliputi:
1. Data jenis tenaga kesehatan dan jumlah untuk setiap jenis tenaga kesehatan di
Puskesmas dan Rumah Sakit (RS) yang diperoleh dari Sub Bagian Data dan Informasi
pada Sekretariat Badan PPSDM Kesehatan;
2. Data jenis tenaga medis dan jumlah untuk setiap jenis tenaga medis teregistrasi yang
diperoleh dari Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia (KKI);
3. Data jenis tenaga kesehatan non medis dan jumlah untuk setiap jenis tenaga
kesehatan non medis yang teregistrasi yang diperoleh dari Sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia (KTKI);
4. Data jenis tenaga kesehatan dan jumlah untuk setiap jenis tenaga kesehatan warga
negara Indonesia (TK WNI) yang diperoleh dari Pusat Perencanaan dan
Pendayagunaan SDM Kesehatan;
5. Data jumlah penempatan peserta Nusantara Sehat (NS ) yang diperoleh dari Pusat
Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan;
6. Data jumlah penempatan peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dan
Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) yang diperoleh dari Pusat Perencanaan
dan Pendayagunaan SDM Kesehatan.

Pengumpulan Data
Dalam menyusun Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan 2020 ini, pengumpulan
data dilakukan melalui pengambilan data sekunder, dan telaah dokumen terkait.
10

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode :
1. Standar Ketenagaan Minimal merujuk kepda regulasi yang berlaku terkait jumlah dan
jenis tenaga kesehatan
- Standar Ketenagaan Minimal berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, yaitu membandingkan
data jumlah keberadaan atau ketersediaan untuk setiap tenaga kesehatan di
Puskesmas dengan standar jumlah tenaga yang seharusnya tersedia berdasarkan
Permenkes diatas.
- Standar Ketenagaan Minimal berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS, yaitu
membandingkan data jumlah keberadaan atau ketersediaan untuk setiap
tenaga kesehatan di RS (sesuai kelas RS) dengan standar jumlah tenaga yang
seharusnya tersedia berdasarkan Permenkes diatas.
2. Proyeksi Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Populasi, dimana jumlah
keberadaan/ketersediaan tenaga kesehatan untuk setiap jenisnya dibandingkan
dengan jumlah penduduk, untuk melihat rasio masing-masing jenis tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk.

Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi:
1. Penggabungan/kompilasi data ketersediaan tenaga kesehatan per jenis tenaga
kesehatan dari berbagai sumber sebagaimana telah disebutkan diatas;
2. Penggabungan/kompilasi data ketersediaan tenaga kesehatan per jenis tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik Puskesmas dan RS, dari seluruh
provinsi di Indonesia;
3. Identifikasi standar ketenagaan minimal per jenis tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan, baik Puskesmas maupun RS (sesuai kelas RS);
4. Perhitungan kebutuhan per jenis tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan,
baik Puskesmas dan RS, berdasarkan standar ketenagaan minimal;
5. Penyajian data hasil perhitungan kebutuhan per jenis tenaga kesehatan, secara
menyeluruh (kebutuhan nasional) dan per provinsi (kebutuhan wilayah);
6. Pembahasan/analisis data hasil perhitungan kebutuhan per jenis tenaga kesehatan,
secara menyeluruh (kebutuhan nasional) dan per provinsi (kebutuhan wilayah).
11

Keterbatasan
Dalam penyusunan dokumen rencana kebutuhan tenaga kesehatan ini, terdapat
beberapa hal yang menjadi keterbatasan, yaitu:
1. Analisis data ketersediaan dan perkiraan kebutuhan SDMK baru mencakup tenaga
kesehatan dan belum termasuk asisten tenaga kesehatan atau tenaga penunjang
lainnya dikarenakan keterbatasan sumber data;
2. Analisis data ketersediaan dan perkiraan kebutuhan SDMK baru mencakup tenaga
kesehatan yang bekerja di Puskesmas, RS Umum Daerah dan fasilitas kesehatan
Pemerintah, belum menyentuh tenaga kesehatan yang bekerja pada fasilitas
kesehatan swasta (privat), padahal jumlah fasilitas kesehatan swasta lebih besar
ketimbang milik Pemerintah dan terus bertumbuh. Situasi ini pun disebabkan oleh
keterbatasan sumber data, sehingga jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang ada
di klinik merupakan estimasi, karena data riil belum bisa didapatkan;
3. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan untuk saat ini masih menggunakan
perhitungan berdasarkan standar ketenagaan minimal (SKM) Puskesmas dan RS,
belum berdasarkan analisis beban kerja;
4. Data yang digunakan tidak bersifat real time, namun menggunakan batas
pengambilan data (cut off) per Agustus 2019.
12

KONDISI TENAGA KESEHATAN

Keadaan Tenaga Kesehatan


Perhitungan pemenuhan kebutuhan SDM kesehatan diperlukan data supply tenaga
kesehatan yang dapat dilihat dari jumlah lulusan program studi kesehatan, tenaga
kesehatan yang teregistrasi, serta tenaga kesehatan yang bekerja di sektor kesehatan
(puskesmas, RS, klinik, dan jenis fasilitas kesehatan swasta lainnya).
Pada Dokumen Rencana Kebutuhan SDM Kesehatan 2020 ini, data tenaga kesehatan
yang dipotret adalah tenaga kesehatan yang bekerja pada fasilitas atau instansi
kesehatan milik Pemerintah, belum mencakup tenaga kesehatan yang bekerja di klinik
dan jenis fasilitas kesehatan swasta lainnya. Dalam dokumen ini akan disajikan data
ketersediaan tenaga kesehatan yang bekerja di RS dan Puskesmas seluruh Indonesia
sebagaimana terdapat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas Tahun 2019
KETERSEDIAAN
NO TENAGA KESEHATAN TOTAL
Rumah Sakit Puskesmas
1 Spesialis Anak 6.213 Na 6.213
2 Spesialis Obgyn 7.067 Na 7.067
3 Spesialis Penyakit Dalam 6.296 Na 6.296
4 Spesialis Bedah 4.535 Na 4.535
5 Spesialis Radiologi 3.224 Na 3.224
6 Spesialis Rehab Medik 1.410 Na 1.410
7 Spesialis Anestesi 4.301 Na 4.301
8 Spesialis Pat Klinik 2.274 Na 2.274
9 Spesialis Pat Anatomi 896 Na 896
10 Spesialis Jantung & PD 1.753 Na 1.753
11 Spesialis Mata 2.977 Na 2.977
12 Spesialis THT 2.462 Na 2.462
13 Spesialis Jiwa 1.413 Na 1.413
14 Spesialis Saraf 3.135 Na 3.135
15 Spesialis Paru 1.907 Na 1.907
16 Dokter Umum 30.584 21.249 51.833
17 Dokter Gigi 5.548 8.000 13.548
18 Drg Spesialis 3.473 Na 3.473
19 Perawat 241.066 128.945 370.011
20 Bidan 57.617 165.688 223.305
21 Apoteker 37.455 53.468
16.013
22 Tng Teknis Farmasi 25.436 25.436
23 Ahli Lab Medik 15.164 10.088 25.252
24 Kesehatan Masyarakat 3.894 17.790 21.684
25 Sanitarian 3.346 11.758 15.104
26 Tenaga Gizi 8.927 12.950 21.877
Total 482.373 392.481 874.854
13

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)


Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui berbagai upaya kesehatan yang
integral dan komprehensif, dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif,
tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Terlebih pada era JKN ini, upaya
promotif dan preventif menjadi fokus utama dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena
itu kehadiran FKTP berperan vital bagi terselenggaranya upaya kesehatan berbasis
promotif dan preventif. FKTP menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat peserta JKN sebagai gate keeper, dimana FKTP menjalankan fungsi sebagai
sarana kontak pertama (first contact) bagi pasien, dalam mekanisme pelayanan
dengan sistem rujukan berjenjang.
Peran FKTP sangat krusial dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan dengan
menitik-beratkan pada pencegahan dan penanganan awal sehingga mampu
menekan angka rujukan dan mengurangi beban FKRTL. Keberhasilan pelaksanaan JKN
sangat bergantung pada keberhasilan pengelolaan pelayanan di FKTP. Oleh karena itu,
optimalisasi peran FKTP harus menjadi perhatian khusus. Optimalisasi peran FKTP sangat
erat kaitannya dengan ketersediaan SDM Kesehatan di FKTP. Apabila di FKTP tersedia
tenaga kesehatan dengan jenis dan jumlah yang adekuat, maka FKTP dapat didorong
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai peran dan fungsinya.
Dalam dokumen ini, akan disajikan data ketersediaan tenaga kesehatan di FKTP yang
difokuskan pada data ketenagaan di Puskesmas, meliputi 9 (sembilan) jenis tenaga
kesehatan minimal yang harus tersedia di Puskesmas berdasarkan Permenkes Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas. Hingga Agustus 2019, terdapat 10.032 Puskesmas di
seluruh Indonesia, yang terdiri dari 6.604 Puskesmas Non-Rawat Inap dan 3.428 Puskesmas
Rawat Inap, dengan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Tenaga di Puskesmas sesuai Jenis Perawatannya Tahun 2019


Non Rawat Inap Rawat Inap
Jumlah Tenaga Total
6.604 3.428
Dokter 12.832 8.417 21.249
Dokter Gigi 5.106 2.894 8.000
Perawat 70.278 58.667 128.945
Bidan 97.305 68.383 165.688
Tenaga Kefarmasian 9.778 6.235 16.013
Tenaga Kesehatan Masyarakat 10.966 6.824 17.790
Tenaga Kesehatan Lingkungan 7.294 4.464 11.758
Tenaga Gizi 7.753 5.197 12.950
Ahli Teknologi Laboratorium Medik 5.722 4.366 10.088
TOTAL 227.034 165.447 392.481
14

Tabel diatas menunjukkan bahwa bidan dan perawat merupakan 2 jenis tenaga
kesehatan dengan jumlah terbesar di Puskesmas, sehingga pelaksanaan pelayanan
kesehatan di Puskesmas, baik Puskesmas Rawat Inap maupun Puskesmas Non Rawat
Inap paling banyak dilakukan oleh tenaga perawat dan bidan.
Berikutnya, akan disajikan data jumlah Puskesmas beserta sebaran/keberadaan tenaga
kesehatan yang bekerja di seluruh Puskesmas pada 34 Provinsi di Indonesia.

Tabel 3. Jumlah Puskesmas dan Tenaga Kesehatan Puskesmas


menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2019
PUSKESMAS KEADAAN

Kefarmasian

Masyarakat

Tenaga Gizi
Rawat Inap

Lingkungan
Non Rawat

Dokter Gigi

Total

Kesehatan

Kesehatan

Lab Medik
Teknologi
Perawat

Tenaga

Tenaga

Tenaga
Jumlah

Dokter

PROVINSI Jumlah

Bidan
Inap

Ahli
Nakes

Aceh 146 208 354 819 279 5.192 9.270 562 1.178 626 443 330 18.699
Sumatera
167 423 590 1.659 622 8.189 16.958 860 1.351 502 720 482 31.343
Utara
Sumatera
91 187 278 561 323 2.637 5.095 470 353 330 398 341 10.508
Barat
Riau 84 149 233 753 316 3.648 5.111 446 452 186 246 279 11.437
Jambi 71 135 206 363 141 2.527 3.673 329 338 274 214 246 8.105
Sumatera
94 244 338 610 174 6.570 10.434 645 1.066 521 416 397 20.833
Selatan
Bengkulu 46 133 179 246 78 2.065 3.114 208 594 158 207 156 6.826
Lampung 115 193 308 736 136 4.796 7.596 385 575 418 323 340 15.305
Kep.
Bangka 21 43 64 196 64 1.178 947 177 171 101 140 116 3.090
Belitung
Kep. Riau 33 56 89 325 98 1.255 1.317 173 113 126 95 91 3.593
DKI Jakarta 28 309 337 1.794 503 2.068 1.981 813 97 345 385 328 8.314
Jawa Barat 180 904 1.084 2.421 895 11.254 16.271 1.782 1.486 982 1.023 926 37.040
Jawa
320 559 879 1.958 753 9.363 15.548 1.541 1.200 1.079 1.101 1.020 33.563
Tengah
DI
43 78 121 431 179 994 981 283 183 161 198 213 3.623
Yogyakarta
Jawa Timur 521 446 967 2.178 1.072 15.437 16.386 1.432 1.037 876 1.167 1.171 40.756
Banten 59 183 242 647 308 2.526 4.108 335 338 197 209 156 8.824
Bali 35 85 120 462 276 1.758 2.450 228 136 245 181 127 5.863
Nusa
Tenggara 115 55 170 375 122 3.773 3.302 309 292 383 447 308 9.311
Barat
Nusa
Tenggara 138 238 376 337 110 5.016 4.418 457 555 544 557 418 12.412
Timur
Kalimantan
95 150 245 334 80 3.343 2.926 332 317 350 369 278 8.329
Barat
Kalimantan
74 129 203 285 75 3.385 2.743 321 255 175 312 208 7.759
Tengah
Kalimantan
46 190 236 426 142 2.736 3.540 478 372 362 570 338 8.964
Selatan
Kalimantan
98 87 185 453 180 2.503 2.293 400 328 205 190 248 6.800
Timur
Kalimantan
31 25 56 101 37 1.003 757 123 123 63 66 60 2.333
Utara
15

Sulawesi
93 104 197 477 64 2.386 1.331 229 248 333 258 41 5.367
Utara
Sulawesi
78 126 204 237 96 3.424 4.025 443 921 355 263 135 9.899
Tengah
Sulawesi
230 231 461 848 502 6.851 8.211 895 1.271 696 745 489 20.508
Selatan
Sulawesi
80 205 285 331 132 3.275 3.519 444 938 352 564 189 9.744
Tenggara
Gorontalo 25 68 93 121 46 988 1.064 171 377 151 265 47 3.230
Sulawesi
44 51 95 142 70 935 1.021 164 178 111 131 101 2.853
Barat
Maluku 64 147 211 122 24 1.984 1.034 83 193 199 222 24 3.885
Maluku
30 109 139 122 38 1.117 1.501 141 362 92 179 105 3.657
Utara
Papua
42 102 144 102 23 1.698 932 111 124 63 102 85 3.240
Barat
Papua 91 252 343 277 42 3.071 1.831 243 268 197 244 295 6.468
INDONESIA 3.428 6.604 10.032 21.249 8.000 128.945 165.688 16.013 17.790 11.758 12.950 10.088 392.481

Tabel diatas menunjukkan bahwa Pulau Jawa mendominasi jumlah Puskesmas dan
jumlah tenaga kesehatan, dimana 36% dari total keseluruhan Puskesmas berada di Pulau
Jawa. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan tiga provinsi dengan jumlah
Puskesmas dan jumlah tenaga kesehatan terbanyak. Situasi ini berbanding terbalik
dengan beberapa provinsi di wilayah timur Indonesia yang jumlah Puskesmas dan
tenaga kesehatannya masih kurang. Disini terlihat jelas bahwa terdapat disparitas antar
provinsi yang signifikan menyangkut jumlah Puskesmas dan tenaga kesehatan Puskesmas
yang menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pelayanan kesehatan.
Hingga pertengahan tahun 2019, masih terdapat Puskesmas yang tidak memiliki tenaga
kesehatan tertentu. Puskesmas yang tidak atau belum memiliki tenaga kesehatan akan
diuraikan persentasenya menurut jenis tenaga kesehatan yang tidak dimiliki per provinsi,
sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.

Tabel 4. Persentase Puskesmas yang Tidak/ Belum Memiliki Tenaga Kesehatan


Menurut Jenis Tertentu di 34 Provinsi Tahun 2019

Ahli
Tenaga Kes
Dokter Dokter Kesehatan Tenaga Teknologi
Provinsi Perawat Bidan Kefarma- Masya-
Umum Gigi Lingkungan Gizi Lab
sian rakat
Medik
Aceh 6,8% 35,6% 0,3% 0,3% 24,6% 15,0% 30,2% 26,8% 40,4%
Sumatera Utara 9,7% 37,1% 2,5% 0,5% 26,4% 21,5% 46,1% 32,9% 47,1%
Sumatera Barat 6,8% 13,7% 0,4% 0,0% 9,7% 29,1% 14,7% 8,6% 14,0%
Riau 4,3% 15,5% 0,0% 0,0% 13,7% 17,6% 43,3% 25,8% 22,3%
Jambi 8,3% 37,9% 0,0% 0,0% 11,2% 17,5% 19,9% 27,7% 24,3%
Sumatera Selatan 13,0% 55,6% 1,5% 0,3% 24,6% 15,7% 21,9% 28,7% 37,9%
Bengkulu 16,2% 60,9% 0,6% 0,0% 26,3% 3,4% 34,1% 20,7% 39,1%
Lampung 4,9% 67,2% 0,0% 0,0% 26,6% 23,7% 22,1% 29,9% 26,0%
Kep. Bangka Belitung 1,6% 18,8% 0,0% 0,0% 0,0% 1,6% 6,3% 0,0% 4,7%
Kep. Riau 7,9% 24,7% 1,1% 1,1% 9,0% 31,5% 18,0% 27,0% 21,3%
DKI Jakarta 0,9% 5,3% 0,3% 0,3% 0,9% 85,8% 26,1% 20,8% 76,0%
Jawa Barat 2,9% 35,2% 0,1% 0,1% 15,0% 24,9% 25,6% 23,2% 36,6%
16

Jawa Tengah 3,1% 23,0% 0,2% 0,5% 6,6% 18,4% 12,1% 7,5% 14,6%
DI Yogyakarta 0,0% 4,1% 0,0% 0,0% 1,7% 12,4% 4,1% 2,5% 3,3%
Jawa Timur 2,4% 15,1% 0,1% 0,0% 13,9% 35,7% 25,5% 13,8% 15,6%
Banten 3,7% 22,3% 0,4% 1,2% 19,4% 34,7% 30,2% 28,1% 47,9%
Bali 0,8% 1,7% 0,0% 0,0% 12,5% 39,2% 4,2% 12,5% 25,0%
Nusa Tenggara Barat 5,3% 34,1% 0,6% 0,0% 13,5% 20,6% 3,5% 2,9% 12,9%
Nusa Tenggara Timur 36,4% 73,4% 1,9% 1,9% 29,3% 26,9% 20,7% 21,8% 31,6%
Kalimantan Barat 13,9% 68,6% 2,9% 6,9% 19,6% 28,2% 14,7% 17,6% 25,7%
Kalimantan Tengah 18,2% 68,5% 1,0% 1,5% 12,3% 27,6% 37,4% 5,9% 27,1%
Kalimantan Selatan 8,1% 42,4% 0,0% 0,4% 3,8% 18,6% 8,5% 3,0% 8,1%
Kalimantan Timur 9,2% 25,9% 0,0% 0,0% 4,3% 25,9% 20,0% 24,3% 11,4%
Kalimantan Utara 14,3% 48,2% 0,0% 1,8% 7,1% 5,4% 25,0% 14,3% 21,4%
Sulawesi Utara 14,7% 71,6% 0,0% 6,1% 31,5% 36,0% 16,2% 16,8% 81,2%
Sulawesi Tengah 24,0% 56,9% 1,5% 2,0% 12,7% 8,8% 22,1% 23,0% 48,0%
Sulawesi Selatan 6,9% 20,0% 0,0% 0,0% 15,4% 10,0% 18,0% 13,2% 30,4%
Sulawesi Tenggara 24,9% 56,5% 0,4% 0,7% 22,1% 17,9% 28,4% 16,5% 55,1%
Gorontalo 16,1% 50,5% 0,0% 0,0% 1,1% 2,2% 8,6% 4,3% 55,9%
Sulawesi Barat 18,9% 36,8% 0,0% 0,0% 6,3% 12,6% 14,7% 9,5% 14,7%
Maluku 57,3% 88,6% 0,9% 5,7% 69,7% 50,2% 46,4% 38,4% 88,6%
Maluku Utara 40,3% 74,1% 0,7% 0,0% 32,4% 14,4% 48,9% 23,0% 45,3%
Papua Barat 62,5% 90,3% 9,0% 11,8% 65,3% 66,0% 65,3% 54,2% 71,5%
Papua 53,9% 88,9% 8,7% 22,4% 63,8% 60,1% 65,6% 64,1% 59,2%
INDONESIA 12,4% 39,6% 1,0% 1,7% 19,2% 26,9% 25,9% 20,9% 34,2%

Berdasarkan tabel 4 diatas, terlihat jelas bahwa terdapat


Puskesmas yang belum memiliki
dokter turun menjadi 12,4 % 2 jenis tenaga kesehatan yang sulit dipenuhi oleh
Puskesmas, yaitu dokter gigi dan ahli teknologi
laboratorium medik (ATLM). Data diatas menunjukkan ada sekitar 39,6% Puskesmas yang
tidak atau belum memiliki dokter gigi, sementara Puskesmas yang tidak atau belum
memiliki tenaga ATLM mencapai 34,2%. Provinsi Maluku, Papua Barat dan Papua
merupakan 3 provinsi dengan persentase Puskesmas tanpa tenaga kesehatan tertinggi.
Selanjutnya akan disajikan data persentase Puskesmas di 34 Provinsi yang tidak atau
belum memiliki tenaga dokter pada 2018 dan 2019 dalam bentuk grafik sebagaimana
tertera pada gambar 1.
17

Gambar 1. Provinsi dengan Persentase Puskesmas Tanpa Dokter Tahun 2018-2019

Pada tahun 2018, terlihat bahwa provinsi dengan persentase Puskesmas tanpa dokter
tertinggi adalah Maluku, Papua Barat dan Papua. Pada tahun 2019, terdapat penurunan
persentase Puskesmas tanpa dokter di Provinsi Maluku, namun di Provinsi Papua Barat
dan Papua justru terdapat peningkatan persentase Puskesmas tanpa dokter. Trend positif
terjadi pada beberapa provinsi yaitu Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan,
Sumatera Barat, Lampung, dan Jawa Barat, dimana terjadi penurunan persentase
Puskesmas tanpa dokter yang relatif signifikan pada tahun 2019. Demikian pula di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terjadi perubahan yang sangat bermakna, dimana
pada tahun 2018 DIY masih memiliki Puskesmas tanpa dokter, namun pada 2019 tidak
ada satu Puskesmas pun di DIY yang tidak memiliki dokter.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)


Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) merupakan upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat
jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan
khusus. Pelayanan rujukan dapat dilakukan pada Klinik Spesialis, RS Umum, dan RS Khusus.
Peran FKRTL sangat penting dalam upaya mewujudkan Indonesia Sehat. Ketersediaan
sumber daya yang adekuat merupakan salah satu kunci keberhasilan FKRTL. Sumber
daya utama yang harus menjadi fokus perhatian pada FKRTL tentunya adalah SDM
Kesehatan. Pemenuhan SDM Kesehatan di FKRTL bukan hanya menyangkut jenis dan
jumlah yang harus sesuai standar, namun juga penempatan dan pemanfaatan SDM
Kesehatan harus sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kompetensinya.
18

Sejak terbitnya Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS,
standar jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang harus tersedia di RS Umum merujuk
kepada standar ketenagaan minimal yang tercantum dalam Permenkes tersebut. Ketika
penyusunan dokumen ini masuk dalam tahap finalisasi, terbitlah regulasi baru yaitu
Permenkes Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS yang merupakan
revisi dari Permenkes Nomor 56 Tahun 2014. Selain pengaturan standar ketenagaan di RS
Umum, Permenkes baru ini mengatur pula mengenai standar ketenagaan di RS Khusus,
meskipun jumlah RS Umum tidak sebanyak RS Khusus. Namun kemudian Permenkes ini
ditunda pemberlakukannya hingga batas waktu yang tidak ditentukan, sehingga
standar ketenagaan RS Umum masih merujuk kepada Permenkes Nomor 56 Tahun 2014.
Menurut kepemilikannya, RS dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu Rumah Sakit Publik dan
Rumah Sakit Privat. Hingga Agustus 2019, jumlah RS yang tercatat dalam Sistem Informasi
RS (SIRS) Online Kementerian Kesehatan mencapai 2.845 RS terdiri dari 996 RS Publik atau
sekitar 35% dari total keseluruhan RS, dan 1.849 RS Privat atau sekitar 64,9% dari total
keseluruhan RS.
Berikut ini akan disajikan data jenis dan jumlah RS menurut kepemilikannya pada 3 tahun
terakhir yaitu 2017 hingga 2019.sebagaimana tergambar dalam tabel berikut.

Tabel 5. Jenis dan Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut


Kepemilikan/Penyelenggara 2017 - 2019
JENIS RS PEMILIK/PENYELENGGARA 2017 2018 2019
Kementerian Lain 18 19 21
Kementerian Kesehatan 33 33 33
Pemerintah Kabupaten 508 518 544
Publik
Pemerintah Kota 84 89 92
Pemerintah Provinsi 136 140 142
TNI/POLRI 171 164 164
BUMN 59 50 39
Privat Swasta 1.156 1.203 1.265
Swasta Non Profit 611 564 545
JUMLAH RS 2.776 2.780 2.845
Sumber: SIRS Online Kementerian Kesehatan, Agustus 2019

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari tahun 2017 ke 2018 dan dari 2018 ke 2019 terjadi
peningkatan jumlah total RS rata-rata 1 %. Pertumbuhan signifikan terjadi pada RS Publik
milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Mutu pelayanan kesehatan di RS sangat bergantung dari kesediaan tenaga kesehatan
RS. Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa jumlah dan jenis SDM Kesehatan RS
19

harus mengacu kepada standar jenis dan jumlah tenaga yang tertera dalam Permenkes
Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Adapun jenis tenaga
minimal yang harus tersedia di RS dikelompokkan/diklasifikasikan menjadi tenaga medis,
tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan lain dan tenaga non
kesehatan.
Dibawah ini disajikan data jenis dan jumlah tenaga di RS berdasarkan
pengelompokkan/klasifikasi tenaga menurut kepemilikan atau penyelenggara RS
hingga pertengahan tahun 2019, sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Jenis dan Jumlah Tenaga Rumah Sakit


Berdasarkan Kelompok/ Klasifikasi Tenaga Menurut Kepemilikan/ Penyelenggaranya
Tahun 2019
RS Privat/
RS Publik/
Non Total Jumlah
No Kelompok Tenaga Kesehatan Pemerintah
Pemerintah Nakes
(996 RS)
(1.849 RS)
1 Spesialis Anak 2.106 4.107 6.213
2 Spesialis Obgyn 2.283 4.784 7.067
3 Spesialis Penyakit Dalam 2.515 3.781 6.296
4 Spesialis Bedah 1.765 2.770 4.535
5 Spesialis Anestesi 1.482 2.819 4.301
6 Spesialis Radiologi 1.226 1.998 3.224
7 Spesialis Rehab Medik 562 848 1.410
8 Spesialis Pat Klinik 1.098 1.176 2.274
9 Spesialis Pat Anatomi 480 416 896
Tenaga medis
10 Spesialis Jantung & PD 639 1.114 1.753
11 Spesialis Mata 1.079 1.898 2.977
12 Spesialis THT 897 1.565 2.462
13 Spesialis Jiwa 767 646 1.413
14 Spesialis Saraf 1.145 1.990 3.135
15 Spesialis Paru 756 1.151 1.907
16 Dr Umum 802 1.134 1.936
17 Dr Gigi 616 1.271 1.887
18 Drg Spesialis 314 701 1.015
Tenaga
19 Perawat 187 46
keperawatan 233
Tenaga
20 Bidan 13.831 16.753
kebidanan 30.584
21 Tenaga Apoteker 2.380 3.168 5.548
22 kefarmasian Tng Teknis Farmasi 1.256 2.217 3.473
Tenaga
23 Ahli Lab Medik 139.028 102.038
biomedik 241.066
Tenaga
24 kesehatan Kesehatan Masyarakat 32.294 25.323
masyarakat 57.617
Tenaga
25 kesehatan Sanitarian 18.656 18.799
lingkungan 37.455
26 Tenaga gizi Tenaga Gizi 12.149 13.287 25.436
Jumlah 240.313 215.800 456.113
20

Mencermati tabel diatas, terlihat bahwa dari jumlah total keseluruhan tenaga yang
bekerja di RS, maka jumlah tenaga yang bekerja pada RS Publik atau RS Pemerintah
ternyata melebihi jumlah tenaga yang bekerja pada RS Privat atau RS Non Pemerintah,
meskipun jumlah RS Publik atau RS Pemerintah lebih banyak ketimbang RS Privat atau RS
Non Pemerintah.
Di RS, baik RS Publik maupun RS Privat, keberadaan dokter spesialis sangat penting dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan spesialistik. Fungsi RS sebagai FKRTL akan
dapat terselenggara apabila dokter spesialis tersedia sesuai standar yang tertera pada
Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan RS.
Selanjutnya, akan ditampilkan data sebaran dokter spesialis yang bekerja pada RS Publik
atau RS Pemerintah dan RS Privat atau RS Non Pemerintah di 34 Provinsi hingga
pertengahan 2019, meliputi dokter spesialis 4 dasar dan dokter spesialis 3 penunjang.
Dokter spesialis 4 dasar terdiri atas dokter spesialis anak (Sp.A), dokter spesialis obstetric
ginekologi (Sp.OG), dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD), dan dokter spesialis bedah
(Sp.B). Sementara, dokter spesialis 3 penunjang terdiri atas dokter spesialis anestesi
(Sp.An), dokter spesisalis radiologi (Sp.Rad), dan dokter spesialis patologi klinik (Sp.PK).
Tabel 7. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang
di 34 Provinsi Tahun 2019
Sp
Sp Sp Jumlah
Provinsi Jml RS Sp Anak Sp OG Sp PD Sp Bedah Patologi
Anestesi Radiologi dr Spesalis
Klinik
Aceh 68 157 137 178 115 93 54 62 796
Sumatera
78 140 154 152 147 104 60 70 827
Barat
Sumatera
216 449 528 481 326 241 140 191 2.356
Utara
Riau 71 164 183 149 111 98 60 48 813
Jambi 41 65 92 90 71 54 32 31 435
Sumatera
84 167 206 189 139 89 79 44 913
Selatan
Bengkulu 23 30 43 56 40 20 12 18 219
Lampung 78 124 167 124 104 95 92 55 761
Kep Bangka
25 38 43 38 33 18 21 16 207
Belitung
Kep. Riau 33 59 68 58 50 46 40 24 345
Jawa Tengah 296 613 650 748 532 528 386 238 3.695
DKI Jakarta 190 787 894 675 342 513 398 226 3.835
Jawa Barat 354 1003 1039 856 610 643 520 308 4.979
DI Yogyakarta 84 151 141 175 132 112 108 78 897
Jawa Timur 383 759 901 788 584 554 428 314 4.328
Banten 113 352 405 266 199 240 165 109 1.736
Nusa
Tenggara 37 66 90 80 63 45 34 20 398
Barat
Bali 68 200 247 199 153 175 97 51 1.122
Nusa
Tenggara 52 59 81 76 74 50 23 28 391
Timur
21

Kalimantan
50 85 102 75 66 52 51 23 454
Barat
Kalimantan
26 36 45 41 34 28 24 21 229
Tengah
Kalimantan
45 73 91 95 61 54 49 38 461
Selatan
Kalimantan
54 103 129 94 65 81 61 33 566
Timur
Kalimantan
10 18 16 13 13 9 8 8 85
Utara
Sulawesi Utara 47 96 95 122 66 62 30 17 488
Sulawesi
38 48 51 56 46 32 23 22 278
Tengah
Sulawesi
106 190 250 204 158 144 142 104 1.192
Selatan
Sulawesi
36 42 46 45 38 32 23 15 241
Tenggara
Gorontalo 14 27 20 35 21 15 11 11 140
Sulawesi Barat 12 17 16 14 20 8 8 6 89
Maluku 29 16 27 28 28 15 9 7 130
Maluku Utara 21 15 30 26 23 10 9 8 121
Papua Barat 19 23 24 22 16 12 6 4 107
Papua 44 41 56 48 55 29 21 26 276
Indonesia 2845 6213 7067 6296 4535 4301 3224 2274 33.910

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sebaran dokter spesialis terbesar berada di
wilayah barat Indonesia, yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera; sementara sebaran terkecil
berada di wilayah timur Indonesia, khususnya di
Jumlah spesialis 4 dasar dan 3 wilayah Maluku dan Papua. Persentase distribusi
penunjang di Pulau Jawa
sebesar 57,4% dari keseluruhan dokter spesialis 4 dasar dan 3 penunjang yang
jumlah dengan spesalisasi tertinggi terdapat di Pulau Jawa yakni sekitar 57,4%;
yang sama di Indonesia
Sumatera 22,6%, Sulawesi 7,2%, Bali-Nusa Tenggara
5,6%, Kalimantan 5,3%, dan Maluku-Papua 1,9%.
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan 5 provinsi di
Pulau Jawa yang mendominasi keberadaan dokter spesialis ; sementara Sumatera Utara,
Sumatera Barat dan Sumatera Selatan merupakan 3 provinsi di Pulau Sumatera yang
memiliki dokter spesialis dengan jumlah terbesar, selain Riau dan Lampung. Situasi
tersebut berbanding terbalik dengan Provinsi Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara,
Papua Barat dan Papua yang menjadi 5 provinsi dengan jumlah dokter spesialis terkecil,
yang menggambarkan betapa kelima provinsi tersebut masih sangat kekurangan
tenaga doktet spesialis. Gambaran distribusi dokter spesialis diatas menunjukkan bahwa
keberadaan dokter spesialis didominasi oleh provinsi-provinsi yang memiliki atau dekat
dengan institusi pendidikan atau dalam hal ini fakultas kedokteran penyelenggara
Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Namun di sisi lain, ada fakta menarik yang perlu dicermati. Ada salah satu provinsi di
Pulau Kalimantan yang memiliki dokter spesialis dalam jumlah yang cukup besar, yaitu
22

Provinsi Kalimantan Timur. Fakta ini cenderung menjadi anomali, mengingat meskipun
Kalimantan Timurnmempunyai fakultas kedokteran namun sejauh ini belum
menyelenggarakan PPDS dan posisinya cukup jauh dengan fakultas kedokteran
penyelenggara PPDS. Situasi ini yang kemudian perlu dikaji dan menjadi bahan diskusi
lebih lanjut.
Dari sisi jenis dokter spesialis, dokter spesialis obstetri dan ginekologi adalah dokter spesialis
dasar dengan jumlah terbanyak; sementara dokter spesialis anestesi merupakan dokter
spesialis penunjang yang jumlahnya paling banyak, meskipun faktanya secara jumlah
masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di seluruh wilayah
Indonesia.
Dibawah ini disajikan data rasio jumlah dokter spesialis 4 dasar dan 3 penunjang dengan
jumlah RS di 34 provinsi dalam bentuk diagram batang atau bar-chart.

Gambar 2. Rasio Jumlah Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang dengan Jumlah RS
di Indonesia Tahun 2019

Berdasarkan grafik diatas, rasio dokter spesialis dengan jumlah RS tertinggi berada di
Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali, yang melebihi rata-rata
rasio jumlah dokter spesialis dan jumlah RS di Indonesia. Sebenarnya, fakta ini tentu amat
logis, mengingat jumlah penduduk atau populasi di kelima provinsi tersebut sangat besar,
dimana sebagian penduduk Indonesia bermukim di kota-kota besar di provinsi tersebut.
Jumlah penduduk yang besar dan terus bertumbuh, umumnya diikuti oleh pertumbuhan
fasilitas pelayanan kesehatan, baik FKTP maupun FKRTL. Dengan meningkatnya jumlah
23

FKRTL, tentu kebutuhan akan dokter spesialis terus meningkat. Oleh karena itu
peningkatan populasi di suatu daerah umumnya disertai dengan peningkatan jenis dan
jumlah fasilitas di wilayah tersebut, termasuk juga fasilitas kesehatan, sehingga terjadi
pula peningkatan kebutuhan akan tenaga kesehatan.

Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Pemerintah


RS Pemerintah dalam dokumen ini adalah RS yang dikelola oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah (Pemda). RS yang dikelola Pemerintah Pusat kerap disebut RS Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Vertikal diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan,
Kementerian/Lembaga lain, serta TNI/POLRI. Adapun RS yang dikelola Pemerintah
Daerah (Pemda) adalah RS milik Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, RS milik Pemerintah dikenal pula sebagai RS Publik.
Pada sub bab ini akan diuraikan data mengenai tenaga dokter spesialis yang bekerja di
RS Pemerintah atau RS Publik.
Tabel dibawah ini menggambarkan keberadaan tenaga dokter spesialis 4 dasar dan 3
penunjang yang bekerja pada RS Pemerintah di 34 Provinsi, tanpa membedakan RS
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Tabel 8. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang


pada RS Pemerintah di 34 Provinsi Tahun 2019
Sp Sp Sp Sp Sp Pat. Jumlah
PROVINSI Jml RS Sp OG Sp PD
Anak Bedah Anestesi Radiologi Klinik dr Spesalis
Aceh 32 86 75 100 65 50 35 43 454
Sumatera Utara 50 176 198 200 110 76 52 92 904
Sumatera Barat 32 64 66 81 74 46 39 39 409
Riau 24 60 65 54 45 25 27 20 296
Jambi 17 27 47 48 42 22 15 16 217
Sumatera Selatan 40 62 73 95 63 38 30 22 383
Bengkulu 17 18 26 39 23 14 7 15 142
Lampung 20 31 52 43 36 29 32 21 244
Kep. Bangka
12 17 20 17 16 8 11 10
Belitung 99
Kep. Riau 16 23 29 28 24 19 23 12 158
DKI Jakarta 56 249 209 264 103 143 125 105 1.198
Jawa Barat 70 168 183 198 132 134 117 99 1.031
Jawa Tengah 76 186 186 238 173 159 126 109 1.177
DI Yogyakarta 14 37 31 42 31 22 32 35 230
Jawa Timur 101 232 268 288 199 175 166 131 1.459
Banten 15 39 47 47 33 49 32 22 269
Bali 22 71 70 73 57 68 34 21 394
Nusa Tenggara
19 35 47 48 34 21 18 14
Barat 217
Nusa Tenggara
29 33 49 47 46 31 13 19
Timur 238
Kalimantan Barat 27 45 47 43 43 25 30 15 248
24

Kalimantan
20 27 34 33 28 21 17 18
Tengah 178
Kalimantan
22 38 47 54 37 32 21 26
Selatan 255
Kalimantan Timur 25 49 49 52 30 40 32 22 274
Kalimantan Utara 9 14 13 12 10 7 6 8 70
Sulawesi Utara 27 53 51 64 43 39 16 11 277
Sulawesi Tengah 27 33 32 39 33 25 18 19 199
Sulawesi Selatan 50 92 104 103 80 72 81 69 601
Sulawesi
21 30 34 32 28 22 18 13
Tenggara 177
Gorontalo 10 18 14 24 16 11 10 8 101
Sulawesi Barat 8 16 14 12 18 8 7 6 81
Maluku 22 15 21 23 22 12 7 6 106
Maluku Utara 16 12 23 20 15 8 8 8 94
Papua Barat 14 18 18 16 13 9 5 3 82
Papua 36 32 41 38 43 22 16 21 213
INDONESIA 996 2106 2283 2515 1765 1482 1226 1098 12.475

Berdasarkan tabel diatas, total RS Pemerintah atau RS Publik mencapai 996. Diantara
dokter spesialis 4 dasar, yang paling banyak bekerja pada RS Pemerintah di Indonesia
adalah dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD), sementara yang paling sedikit adalah
dokter spesialis bedah (Sp.B). Berdasarkan perhitungan rasio jumlah dokter spesialis 4
dasar dibandingkan dengan jumlah RS Pemerintah di Indonesia secara keseluruhan,
tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara dan Bali.
Pada dokter spesialis 3 penunjang, dokter spesialis anestesi (Sp.An) merupakan dokter
spesialis penunjang yang paling banyak bekerja pada RS Pemerintah di Indonesia,
meskipun kenyataan di lapangan jumlah dokter spesialis anestesi masih sangat terbatas ;
sementara dokter spesialis penunjang yang jumlahnya paling sedikit adalah dokter
spesialis patologi klinik (Sp.PK). Adapun secara rasio jumlah dokter spesialis penunjang
dengan jumlah RS Pemerintah di Indonesia, rasio tertinggi berada di Provinsi, DKI Jakarta,
Banten, DI Yogyakarta, dan Bali.

Rumah Sakit Non Pemerintah


RS Non Pemerintah adalah RS yang dikelola oleh institusi/lembaga diluar Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah. Dengan kata lain, RS Non Pemerintah merupakan RS
yang dikelola institusi/lembaga swasta. RS Non Pemerintah dikenal pula dengan istilah RS
Privat. Pada sub bab ini akan diuraikan data mengenai tenaga dokter spesialis yang
bekerja di RS Non Pemerintah atau RS Privat.
Tabel dibawah ini menggambarkan keberadaan tenaga dokter spesialis 4 dasar dan 3
penunjang yang bekerja pada RS Non Pemerintah atau RS Privat di 34 Provinsi.
25

Tabel 9. Sebaran Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang


pada RS Non Pemerintah di 34 Provinsi Tahun 2019
Sp Sp Sp Pat. Jumlah dr
PROVINSI Jml RS Sp Anak Sp OG Sp PD Sp Bedah
Anestesi Radiologi Klinik Spesialis
Aceh 36 71 62 78 50 43 19 19 342
Sumatera Utara 166 273 330 281 216 165 88 99 1.452
Sumatera Barat 46 76 88 71 73 58 21 31 418
Riau 47 104 118 95 66 73 33 28 517
Jambi 24 38 45 42 29 32 17 15 218
Sumatera
44 105 133 94 76 51 49 22
Selatan 530
Bengkulu 6 12 17 17 17 6 5 3 77
Lampung 58 93 115 81 68 66 60 34 517
Kep. Bangka
13 21 23 21 17 10 10 6
Belitung 108
Kep. Riau 17 36 39 30 26 27 17 12 187
DKI Jakarta 134 538 685 411 239 370 273 121 2.637
Jawa Barat 284 835 856 658 478 509 403 209 3.948
Jawa Tengah 220 427 464 510 359 369 260 129 2.518
DI Yogyakarta 70 114 110 133 101 90 76 43 667
Jawa Timur 282 527 633 500 385 379 262 183 2.869
Banten 98 313 358 219 166 191 133 87 1.467
Bali 46 129 177 126 96 107 63 30 728
Nusa Tenggara
18 31 43 32 29 24 16 6
Barat 181
Nusa Tenggara
23 26 32 29 28 19 10 9
Timur 153
Kalimantan
23 40 55 32 23 27 21 8
Barat 206
Kalimantan
6 9 11 8 6 7 7 3
Tengah 51
Kalimantan
23 35 44 41 24 22 28 12
Selatan 206
Kalimantan Timur 29 54 80 42 35 41 29 11 292
Kalimantan
1 4 3 1 3 2 2 0
Utara 15
Sulawesi Utara 20 43 44 58 23 23 14 6 211
Sulawesi Tengah 11 15 19 17 13 7 5 3 79
Sulawesi Selatan 56 98 146 101 78 72 61 35 591
Sulawesi
15 12 12 13 10 10 5 2
Tenggara 64
Gorontalo 4 9 6 11 5 4 1 3 39
Sulawesi Barat 4 1 2 2 2 0 1 0 8
Maluku 7 1 6 5 6 3 2 1 24
Maluku Utara 5 3 7 6 8 2 1 0 27
Papua Barat 5 5 6 6 3 3 1 1 25
Papua 8 9 15 10 12 7 5 5 63
INDONESIA 1849 4107 4784 3781 2770 2819 1998 1176 21.435

Berdasarkan tabel diatas, total RS Non Pemerintah atau RS Privat mencapai 1849.
Diantara dokter spesialis 4 dasar, yang paling banyak bekerja pada RS Non Pemerintah
di Indonesia adalah dokter spesialis obstetri ginekologi (Sp.OG), sementara yang paling
sedikit adalah dokter spesialis bedah (Sp.B). Jika dihitung berdasarkan rasio, jumlah
dokter spesialis 4 dasar pada RS Non Pemerintah, tertinggi di provinsi DKI Jakarta, Banten,
26

Sumatera Utara dan Bali. Hal ini serupa dengan hasil peringkat ratio tertinggi di RS
Pemerintah.
Sama halnya dengan pada RS Pemerintah, dokter spesialis anestesi (Sp.An) di RS non-
pemerintah merupakan dokter spesialis penunjang yang paling banyak, meskipun
kenyataan di lapangan jumlah dokter spesialis anestesi masih sangat terbatas;
sementara dokter spesialis penunjang yang jumlahnya paling sedikit adalah dokter
spesialis patologi klinik (Sp.PK). Adapun secara rasio jumlah dokter spesialis penunjang
pada RS Non Pemerintah di Indonesia, rasio tertinggi berada di Provinsi, DKI Jakarta,
Banten, DI Yogyakarta, dan Bali.

Tenaga Teregistrasi
Menurut Permenkes Nomor 161 Tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, tenaga
kesehatan yang teregistrasi adalah tenaga kesehatan yang tercatat secara resmi, telah
memiliki sertifikat kompetensi dan memiliki kualifikasi tertentu lainnya, serta diakui secara
hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya. Dapat dikatakan,
bahwa tenaga kesehatan teregistrasi adalah tenaga kesehatan yang sudah memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR). Registrasi tenaga kesehatan bertujuan untuk menjamin
kualitas tenaga kesehatan, dan mutlak diperlukan guna memastikan kesiapan tenaga
kesehatan untuk didayagunakan sesuai dengan kompetensinya. Jumlah dan rasio
tenaga kesehatan teregistrasi dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan
kewajiban registrasi dan peningkatan kebutuhan tenaga kesehatan dalam pelayanan,
baik di FKTP maupun FKRTL, baik pada institusi kesehatan milik pemerintah maupun
swasta.
Berikutnya, akan dipaparkan jumlah tenaga kesehatan teregistrasi, meliputi tenaga
dokter, dokter gigi dan dokter spesialis yang telah tercatat pada Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) serta tenaga kesehatan lainnya yang telah tercatat pada Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia (KTKI). Kemudian berdasarkan jumlah tersebut, dilakukan
penghitungan rasio tenaga kesehatan dalam 100.000 penduduk. Hasil perhitungan rasio
ini merupakan realisasi/capaian rasio yang dapat dibandingkan dengan proyeksi rasio
sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Kepmenkokesra) Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan (RPTK) 2011 – 2025.
27

Pada tabel dibawah ini, akan disajikan data proyeksi target rasio tenaga kesehatan dari
tahun 2014 hingga tahun 2025 merujuk RPTK 2011 – 2025, dengan fokus pada tahun 2019
dan tahun 2020.

Tabel 10. Proyeksi Target Rasio Tenaga Kesehatan Tahun 2014 – 2025
Sesuai Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK) 2011 - 2025

PROYEKSI TARGET RASIO

ASISTEN APOTEKER

KETEKNISAN MEDIS
DOKTER SPESIALIS

KETERAPIAN FISIK
PERAWAT GIGI
DOKTER GIGI

TENAGA GIZI
SANITARIAN
APOTEKER
PERAWAT
DOKTER

KESMAS
BIDAN
TAHUN

2014 10,0 40,0 12,0 158,0 100,0 15,0 9,0 18,0 13,0 15,0 10,0 4,0 14,0
2015 10,2 41,0 12,2 162,4 104,0 15,6 9,6 19,2 13,4 15,6 10,8 4,2 14,4
2016 10,4 42,0 12,4 166,8 108,0 16,2 10,2 20,4 13,8 16,2 11,6 4,4 14,8
2017 10,6 43,0 12,6 171,2 112,0 16,8 10,8 21,6 14,2 16,8 12,4 4,6 15,2
2018 10,8 44,0 12,8 175,6 116,0 17,4 11,4 22,8 14,6 17,4 13,2 4,8 15,6
2019 11,0 45,0 13,0 180,0 120,0 18,0 12,0 24,0 15,0 18,0 14,0 5,0 16,0
2020 11,2 45,8 13,2 183,3 121,7 18,5 12,5 25,0 15,5 18,3 14,7 5,2 16,3
2021 11,3 46,7 13,3 186,7 123,3 19,0 13,0 26,0 16,0 18,7 15,3 5,3 16,7
2022 11,5 47,5 13,5 190,0 125,0 19,5 13,5 27,0 16,5 19,0 16,0 5,5 17,0
2023 11,7 48,3 13,7 193,3 126,7 20,0 14,0 28,0 17,0 19,3 16,7 5,7 17,3
2024 11,8 49,2 13,8 196,7 128,3 20,5 14,5 29,0 17,5 19,7 17,3 5,8 17,7
2025 12,0 50,0 14,0 200,0 130,0 21,0 15,0 30,0 18,0 20,0 18,0 6,0 18,0

Tenaga Kesehatan Teregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)


Pada sub judul ini akan disajikan data rasio tenaga kesehatan yang teregistrasi pada KKI
terhadap 100 ribu penduduk. Tenaga kesehatan dimaksud meliputi tenaga dokter
spesialis, dokter dan dokter gigi sebagaimana tergambar dalam 3 diagram batang
berikut.
28

Gambar 3. Ratio Dokter Spesialis Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019

Diagram batang pada gambar 3 diatas memperlihatkan data rasio dokter spesialis
teregistrasi pada KKI terhadap 100 ribu penduduk dalam 3 tahun terakhir (2017 – 2019)
yang disajikan menurut pengelompokkan pulau-pulau besar di Indonesia. Rasio dokter
spesialis per 100 ribu penduduk tertinggi terdapat di Pulau Jawa, sementara rasio
terendah terdapat di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Gambar diatas juga
menunjukkan trend kenaikan rasio dokter spesialis per 100 ribu penduduk dari tahun 2017
ke tahun 2018, kemudian dari tahun 2018 ke tahun 2019. Keenam kelompok pulau
mengalami kenaikan rasio dokter spesialis. Proyeksi target rasio dokter spesialis terhadap
100 ribu penduduk pada tahun 2019 pada RPTK 2011 – 2025 adalah 11,0 per 100 ribu
penduduk. Apabila mencermati proyeksi target rasio tersebut, maka capaian rasio di
Pulau Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi pada tahun 2019 dan 2020
telah melampaui target, meskipun fakta di lapangan menunjukkan bahwa pulau-pulau
tersebut pun masih kekurangan dan membutuhkan dokter spesialis dalam jumlah yang
tidak sedikit. Demikian pula apabila disandingkan dengan proyeksi target rasio tahun
2020 yaitu 11,2 per 100 ribu penduduk, maka rasio dokter spesialis terhadap 100 ribu
penduduk di keempat kelompok pulau tersebut masih lebih tinggi.
Berikutnya, akan disajikan data rasio dokter (dokter umum) yang teregistrasi pada KKI
dalam 100 ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.
29

Gambar 4. Rasio Dokter Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019

Gambar diagram batang diatas menunjukkan bahwa rasio dokter terhadap 100 ribu
penduduk yang tinggi dalam 3 tahun terakhir (2017 – 2019) masih didominasi oleh 3
kelompok pulau yaitu Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara. Untuk tahun 2019,
capaian rasio dokter di ketiga kelompok pulau tersebut melebih proyeksi target rasio
sebagaimana tercantum dalam RPTK 2011 – 2025 yaitu 45,0 per 100 ribu penduduk.
Demikian pula apabila dibandingkan dengan target rasio tahun 2020 yaitu 45,2 per 100
ribu penduduk, maka capaian rasio dokter di ketiga kelompok pulau tersebut sudah jauh
melebihi target. Di Pulau Sulawesi, rasio dokter terhadap 100 ribu penduduk sebenarnya
sudah hampir mendekati target meskipun masih kurang ; sementara di kelompok pulau
Kalimantan, Maluku dan Papua rasio masih sangat rendah, belum mencapai target rasio
yang diharapkan.
Sama halnya dengan rasio dokter spesialis, terdapat peningkatan rasio dokter dalam 100
ribu penduduk dari tahun 2017 ke tahun 2018, kemudian dari tahun 2018 ke tahun 2019.
Tingkat kenaikan rasio pada keenam kelompok pulau relatif sama, tidak ada satupun
kelompok pulau yang mengalami kenaikan rasio sangat tinggi.
Selanjutnya, akan disajikan data rasio dokter gigi yang teregistrasi pada KKI dalam 100
ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.
30

Gambar 5. Rasio Dokter Gigi Teregistrasi per 100 ribu Penduduk Tahun 2017 – 2019

Gambar diagram batang diatas menunjukkan bahwa keberadaan dokter gigi


menumpuk di Pulau Jawa. Terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara tingkat
capaian rasio dokter gigi terhadap 100 ribu penduduk di Pulau Jawa dengan kelima
kelompok pulau lainnya. Untuk tahun 2019, capaian rasio dokter gigi di Pulau Jawa
melebihi proyeksi target rasio sebagaimana tercantum dalam RPTK 2011 – 2025 yaitu 13,0
per 100 ribu penduduk. Demikian pula jika dibandingkan dengan target rasio dokter gigi
tahun 2020 yaitu 13,2 per 100 ribu penduduk, maka capaian rasio dokter gigi di Pulau
Jawa sudah jauh melampaui target. Data menunjukkan bahwa hanya Pulau Jawa, Bali
dan Nusa Tenggara yang memiliki rasio dokter gigi diatas proyeksi target rasio, sementara
rasio dokter gigi di keempat kelompok pulau lainnya masih rendah, dibawah target yang
ditetapkan.
Gambar diatas juga memperlihatkan adanya peningkatan rasio dokter gigi dalam 100
ribu penduduk dari tahun 2017 ke tahun 2018, dan kemudian dari 2018 ke 2019 meskipun
peningkatannya tidak signifikan. Situasi ini terjadi pada seluruh kelompok pulau, bahkan
untuk kelompok pulau Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, rasio dokter gigi cenderung
stagnan.

Mencermati data rasio dokter spesialis, dokter dan dokter gigi terhadap 100 ribu
penduduk sebagaimana diuraikan diatas, terlihat bahwa masih terjadi disparitas yang
sangat bermakna antara rasio dokter spesialis, dokter dan dokter gigi di Pulau Jawa,
Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara di regional barat dengan rasio di Pulau Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Papua yang termasuk dalam regional Tengah dan Timur.
31

Hal menarik yang tidak kalah penting untuk digali adalah seberapa besar jumlah dokter
spesialis, dokter dan dokter gigi teregistrasi pada KKI yang benar-benar bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan. Seyogyanya, registrasi menjadi indikasi potensi jumlah dokter
spesialis, dokter dan dokter gigi yang siap didayagunakan. Namun, fakta di lapangan
menunjukkan tidak semua dokter spesialis, dokter dan dokter gigi yang teregistrasi
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dibawah ini akan disajikan data perbandingan jumlah dokter, dokter gigi dan dokter
spesialis teregistrasi pada KKI dengan jumlah dokter, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
yang bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan di 34 Provinsi seluruh Indonesia.

Tabel 11. Perbandingan Jumlah Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Spesialis Teregistrasi KKI
dan Jumlah Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Spesialis pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di 34 Provinsi Tahun 2019
Dokter Dokter Gigi Dokter Spesialis
Δ tidak Δ tidak Δ tidak
Provinsi Fasyan- Fasyan- Fasyan-
KKI terserap KKI terserap KKI terserap
kes kes kes
(%) (%) (%)
Aceh 3.727 1.727 53,66% 634 406 35,96% 707 1.208 -70,86%
Sumatera Utara 10.802 3.586 66,80% 2.019 922 54,33% 2.591 3.826 -47,66%
Sumatera Barat 3.385 1.376 59,35% 987 451 54,31% 972 1.437 -47,84%
Riau 4.150 1.519 63,40% 855 473 44,68% 766 1.300 -69,71%
Jambi 1.835 857 53,30% 283 229 19,08% 313 681 -117,57%
Sumatera Selatan 3.603 1.432 60,26% 619 314 49,27% 1.069 1.450 -35,64%
Bengkulu 923 457 50,49% 143 132 7,69% 152 299 -96,71%
Lampung 2.783 1.485 46,64% 296 211 28,72% 501 1.118 -123,15%
Kep. Bangka
507 478 5,72% 119 104 12,61% 141 312 -121,28%
Belitung
Kep. Riau 1.138 628 44,82% 277 149 46,21% 304 545 -79,28%
DKI Jakarta 19.191 4.775 75,12% 5.808 1.132 80,51% 8.539 7.428 13,01%
Jawa Barat 21.395 6.607 69,12% 4.892 1.782 63,57% 5.878 8.635 -46,90%
Jawa Tengah 12.806 5.182 59,53% 2.257 1.264 44,00% 4.070 6.354 -56,12%
DI Yogyakarta 4.103 1.279 68,83% 1.062 350 67,04% 1.748 1.671 4,41%
Jawa Timur 16.338 5.708 65,06% 4.801 1.747 63,61% 6.314 8.206 -29,97%
Banten 6.881 2.166 68,52% 1.995 594 70,23% 1.776 3.036 -70,95%
Bali 4.312 1.325 69,27% 1.115 476 57,31% 1.582 1.985 -25,47%
Nusa Tenggara
1.397 837 40,09% 228 168 26,32% 297 646 -117,51%
Barat
Nusa Tenggara
962 809 15,90% 220 157 28,64% 191 506 -164,92%
Timur
Kalimantan Barat 1.391 828 40,47% 229 149 34,93% 315 672 -113,33%
Kalimantan
843 567 32,74% 137 119 13,14% 199 365 -83,42%
Tengah
Kalimantan
1.457 831 42,96% 350 238 32,00% 457 763 -66,96%
Selatan
Kalimantan Timur 2.095 1.054 49,69% 507 277 45,36% 631 963 -52,61%
Kalimantan Utara 263 212 19,39% 77 51 33,77% 82 135 -64,63%
Sulawesi Utara 2.884 996 65,46% 275 123 55,27% 625 722 -15,52%
Sulawesi Tengah 949 623 34,35% 155 148 4,52% 206 437 -112,14%
Sulawesi Selatan 5.008 1.833 63,40% 1.519 798 47,47% 1.899 2.101 -10,64%
Sulawesi Tenggara 692 638 7,80% 225 192 14,67% 169 344 -103,55%
Gorontalo 323 296 8,36% 53 67 -26,42% 105 212 -101,90%
Sulawesi Barat 163 268 -64,42% 77 95 -23,38% 54 136 -151,85%
32

Maluku 514 298 42,02% 82 42 48,78% 97 194 -100,00%


Maluku Utara 263 260 1,14% 50 57 -14,00% 57 163 -185,96%
Papua Barat 331 238 28,10% 51 42 17,65% 72 142 -97,22%
Papua 1.077 658 38,90% 121 89 26,45% 213 415 -94,84%
INDONESIA 138.491 51.833 62,57% 32.518 13.548 58,34% 43.092 58.407 -35,54%

Berdasarkan data yang tersaji pada tabel diatas, terlihat bahwa terdapat selisih yang
sangat bermakna antara jumlah dokter, dokter gigi dan dokter spesialis yang teregistrasi
pada KKI dengan jumlah yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada tenaga dokter, sebagian besar dokter yang teregistrasi tidak bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan (puskesmas dan RS), dimana selisihnya mencapai 62,57%. Provinsi
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara menempati 5
provinsi teratas dengan selisih jumlah dokter yang teregistrasi dengan jumlah dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan mencapai lebih dari 65%.
Fakta yang tidak jauh berbeda terlihat pada tenaga dokter gigi, dimana jumlah dokter
gigi yang teregistrasi lebih besar dibandingkan dengan jumlah dokter gigi yang bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan, dengan selisih mencapai 58,34%. Provinsi DKI Jakarta
dan Banten merupakan 5 provinsi dengan selisih jumlah dokter gigi yang teregistrasi
dengan jumlah dokter gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tertinggi, yaitu mencapai
lebih dari 70%.
Sementara itu, situasi berbeda justru terjadi pada tenaga dokter spesialis. Data
menunjukkan bahwa jumlah dokter gigi yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
justru lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah dokter gigi yang teregistrasi, dengan
selisih -35,54%, atau dengan kata lain hal ini menunjukkan dokter spesalis memiliki
peluang yang sangat kecil untuk bekerja di luar sector kesehatan.
Mencermati data diatas, terlihat bahwa secara umum pendayagunaan dokter dan
dokter gigi belum optimal, atau bisa jadi hal ini mengindikasikan masih rendahnya
kemampuan faskes menyerap tenaga kesehatan. Persentase selisih antara spesialis yang
bekerja di RS dengan tenaga teregistrasi, memiliki persentase positif yang
mengindikasikan pendayagunaan dokter spesialis cukup tinggi pada rumah sakit umum
ataupun swasta, pun hal ini belum mencatat praktik mandiri yang dibuka oleh dokter
spesialis yang teregistrasi.
Berdasarkan tabel tersebut masih terdapat selisih yang tinggi antara teregistrasi dengan
yang berada di faskes, hal ini bisa jadi disebabkan:
1. Pencatatan dokter dan dokter gigi di faskes ataupun praktik mandiri belum 100%;
2. Bagi tenaga dokter dan dokter gigi yang teregistrasi di KKI sedang melaksanakan
pendidikan spesialis sehingga tidak tercatat di fasilitas pelayanan kesehatan;
33

3. Tenaga dokter tidak bekerja sesuai fungsi melayani kesehatan kesehatan ataupun
tidak bekerja di sec tor kesehatan (cth. Management);
4. Masih banyak tenaga kesehatan yang bekerja di sektor swasta dan kementerian lain
yang belum tercatat;
5. Registrasi tenaga kesehatan tidak selalu mengindikasikan tenaga kesehatan tersebut
bekerja di provinsi yang sama;
6. Dokter spesialis yang bekerja di RS kemungkinan tercatat lebih dari satu kali karena
bekerja lebih dari satu RS;
7. Tenaga dokter dan dokter gigi tidak bekerja.

Gambar 6. Ratio Tingkat Pendayagunaan Dokter Spesialis di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan (Rumah Sakit)

Rasio tingkat pendayagunaan dokter spesialis merujuk kepada perbandingan jumlah


dokter spesialis teregistrasi dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan tempat ia
bekerja/berpraktik di suatu wilayah tertentu. Pada diagram diatas dapat dilihat bahwa
rata-rata tingkat pendayagunaan dokter spesialis pada fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia berada pada rasio 1,4 setara dengan Provinsi Sumatera Selatan. Adapun rasio
tingkat pendayagunaan dokter spesialis pada fasilitas pelayanan kesehatan, tertinggi
berada pada Provinsi Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Barat yaitu
mencapai kisaran 2,5 hingga 2,7. Sementara tingkat pendayagunaan dokter spesialis
pada fasilitas pelayanan kesehatan, terrendah berada pada Provinsi DKI Jakarta, DI
Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Makna dari data diatas adalah jika di Maluku Utara,
NTT dan Sulawesi Barat seorang dokter spesialis terregistrasi bisa bekerja pada lebih dari
1 atau bahkan 3 fasilitas pelayanan kesehatan, maka tidak demikian halnya dengan di
34

DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan, dimana seorang dokter spesialis
umumnya bisa bekerja hanya pada 1 fasilitas pelayanan kesehatan.

Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI)


Pada sub judul ini akan disajikan data rasio tenaga kesehatan yang terregistrasi pada
KTKI terhadap 100 ribu penduduk dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (2017 – 2019) yang
disajikan menurut pengelompokkan pulau-pulau besar di Indonesia tanpa menyebutkan
provinsi. Tenaga kesehatan dimaksud meliputi perawat, bidan, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga keteknisian medik dan
tenaga keterapian fisik, dimana jenis tenaga kesehatan inilah yang termasuk dalam
standar jenis tenaga kesehatan minimal yang harus tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan, terutama di FKTP, selain dokter, dokter gigi, tenaga farmasi dan tenaga ahli
teknologi laboratorium medik (ATLM). Adapun untuk tenaga dokter dan dokter gigi telah
diuraikan pada sub judul sebelumnya, sementara untuk tenaga farmasi dan ATLM belum
dapat disajikan sehubungan dengan keterbatasan data.
Selanjutnya, akan disajikan data rasio masing-masing tenaga kesehatan tersebut yang
telah terregistrasi pada KTKI terhadap 100 ribu penduduk.

Gambar 7. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Perawat Teregistrasi Tahun 2017-2019

Diagram batang pada gambar 7 diatas memperlihatkan data rasio perawat terregistrasi
pada KTKI terhadap 100 ribu penduduk dalam 3 tahun terakhir (2017 – 2019). Rasio
perawat per 100 ribu penduduk tertinggi terdapat di Pulau Sulawesi diikuti Kepulauan
Maluku dan Pulau Papua, sementara rasio terendah justru terdapat di Pulau Jawa.
Gambar diatas juga menunjukkan trend kenaikan rasio perawat per 100 ribu penduduk
dari tahun 2017 ke tahun 2018, kemudian dari tahun 2018 ke tahun 2019. Keenam
35

kelompok pulau mengalami kenaikan rasio perawat yang cukup signifikan, terutama
Maluku dan Papua dalam 2 tahun terakhir angka kenaikan rasio sangat signifikan,
meskipun fakta di lapangan menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut pun masih
kekurangan dan membutuhkan perawat dalam jumlah yang tidak sedikit.
Proyeksi target rasio perawat terhadap 100 ribu penduduk pada RPTK 2011 – 2025 untuk
tahun 2019 adalah 180,0 per 100 ribu penduduk dan untuk tahun 2020 adalah 183,3 per
100 ribu penduduk. Apabila mencermati proyeksi target rasio tersebut, maka capaian
rasio pada keenam kelompok pulau di Indonesia sudah sangat jauh melampaui target.
Dengan kata lain rasio perawat di seluruh pulau di Indonesia sudah sangat berlebih,
meskipun data yang disajikan tidak merujuk data per provinsi. Kemungkinan perbedaan
data apabila disajikan menurut provinsi dapat saja terjadi mengingat kendala utama
dalam pemenuhan tenaga kesehatan adalah ketidakseimbangan distribusi antar
wilayah, termasuk distribusi perawat.
Berikutnya, akan disajikan data rasio bidan yang terregistrasi pada KTKI dalam 100 ribu
penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.

Gambar 8. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Bidan Teregistrasi Tahun 2017-2019

Gambar diagram batang diatas menunjukkan bahwa rasio bidan terhadap 100 ribu
penduduk yang tinggi dalam 3 tahun terakhir (2017 – 2019) di keenam kelompok pulau
sudah sangat tinggi, dengan dominasi pada 2 kelompok pulau yaitu Sumatera dan
Sulawesi. Untuk tahun 2019, capaian rasio bidan di keenam kelompok pulau tersebut
melebih proyeksi target rasio bidan sebagaimana tercantum dalam RPTK 2011 – 2025
yaitu 120,0 per 100 ribu penduduk. Demikian pula apabila dibandingkan dengan target
rasio tahun 2020 yaitu 121,7 per 100 ribu penduduk, maka capaian rasio bidan di keenam
kelompok pulau tersebut sudah jauh melebihi target. Dapat dikatakan bahwa rasio
36

perawat di seluruh pulau di Indonesia sudah sangat berlebih, meskipun data yang
disajikan tidak merujuk data per provinsi. Kemungkinan perbedaan data apabila
disajikan menurut provinsi dapat saja terjadi mengingat kendala utama dalam
pemenuhan tenaga kesehatan adalah ketidakseimbangan distribusi antar wilayah,
termasuk distribusi bidan. Fakta di lapangan pun menunjukkan masih terdapat wilayah-
wilayah tertentu yang kekurangan perawat.
Sama halnya dengan rasio perawat, terdapat peningkatan rasio bidan dalam 100 ribu
penduduk dari tahun 2017 ke tahun 2018, kemudian dari tahun 2018 ke tahun 2019.
Tingkat kenaikan rasio pada keenam kelompok pulau relatif sama, namun terlihat ada
kenaikan cukup bermakna pada rasio bidan di Maluku dan Papua dari tahun 2017 ke
tahun 2018.
Berikutnya, akan disajikan data rasio tenaga kesehatan masyarakat yang terregistrasi
pada KTKI dalam 100 ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.

Gambar 9. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Kesehatan Masyarakat Teregistrasi
Tahun 2017-2019

Sebagaimana diketahui, untuk tahun 2019, target rasio tenaga kesehatan masyarakat
per 100 ribu penduduk menurut RPTK 2011 – 2025 adalah 15,0, sementara untuk tahun
2020 adalah 15,5. Jika capaian rasio tenaga kesehatan masyarakat terregistrasi dalam
100 ribu penduduk tahun 2019 yang tercantum dalam tabel diatas dibandingkan
dengan target rasio tenaga kesehatan pada 2019 dan 2020, maka dapat dikatakan
bahwa rasio tenaga kesehatan masyarakat pada keenam (seluruh) kelompok pulau di
Indonesia telah melebihi target yang ditetapkan.
Rasio tertinggi tenaga kesehatan masyarakat berbanding 100 ribu penduduk berada di
Sulawesi, diikuti oleh Maluku dan Papua. Adapun rasio tenaga kesehatan masyarakat
37

terendah terdapat pada Pulau Jawa serta Bali dan Nusa Tenggara yang berada pada
angka 21,2 per 100 ribu penduduk. Terlihat pula ada kenaikan rasio tenaga kesehatan
masyarakat per 100 ribu yang konsisten di seluruh kelompok pulau dalam 2 tahun terakhir
yaitu dari tahun 2017 ke tahun 2018 dan dari tahun 2018 ke tahun 2019.
Berikutnya, akan disajikan data rasio tenaga gizi yang terregistrasi pada KTKI dalam 100
ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.

Gambar 10. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Gizi Teregistrasi Tahun 2017-2019

Sebagaimana tercantum dalam RPTK 2011 – 2025, target rasio tenaga gizi per 100 ribu
penduduk untuk tahun 2019 adalah 14,0, dan untuk tahun 2020 adalah 14,7. Sementara
itu, capaian rasio tenaga gizi terhadap 100 ribu penduduk pada keenam kelompok
pulau di Indonesia untuk tahun 2019 sudah lebih dari 20,0. Makna dari data ini adalah
rasio tenaga gizi pada seluruh pulau di Indonesia sudah melampaui proyeksi target rasio
yang ditetapkan. Sulawesi, Maluku dan Papua adalah 2 kelompok pulau dengan rasio
paling tinggi apabila dibandingkan dengan 4 kelompok pulau lainnya. Jawa dan
Kalimantan merupakan pulau dengan rasio tenaga gizi paling rendah, namun rasionya
pun sudah melebihi target.
Jika merujuk data diatas, seyogyanya seluruh wilayah Indonesia, terutama di Sulawesi,
Maluku dan Papua yang memiliki rasio tertinggi, tidak lagi kesulitan memperoleh tenaga
gizi sehingga permasalahan gizi pun dapat diminimalisasi. Namun faktanya, kedua
kelompok pulau tersebut juga pulau lainnya masih kekurangan tenaga gizi. Terlihat pula
ada kenaikan rasio tenaga gizi per 100 ribu penduduk yang konsisten di hampir seluruh
kelompok pulau dalam 2 tahun terakhir yaitu dari tahun 2017 ke tahun 2018 dan dari
tahun 2018 ke tahun 2019, kecuali di Maluku dan Papua. Ada data menarik terkait rasio
tenaga gizi di Maluku dan Papua yang terkesan fluktuatif. Jika dari tahun 2017 ke tahun
38

2018 terdapat kenaikan rasio yang signifikan, namun dari tahun 2018 ke tahun 2019 justru
terjadi penurunan rasio. Belum diketahui fakta yang menyertai data tersebut.
Berikutnya, akan disajikan data rasio tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian) yang
terregistrasi pada KTKI dalam 100 ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.

Gambar 11. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Kesehatan Lingkungan (Sanitarian)
Teregistrasi Tahun 2017-2019

Dalam RPTK 2011 – 2025, target rasio tenaga sanitarian per 100 ribu penduduk untuk tahun
2019 adalah 18,0, dan untuk tahun 2020 adalah 18,3. Sementara itu, capaian rasio
tenaga sanitarian terhadap 100 ribu penduduk pada keenam kelompok pulau di
Indonesia untuk tahun 2019 dan 2020 sangat berbeda. Hanya 3 kelompok pulau yang
mempunyai rasio tenaga sanitarian lebih dari 20,0 per 100 ribu penduduk yaitu Sumatera,
Sulawesi, Maluku dan Papua. Sementara ketiga kelompok pulau lainnya yaitu Jawa,
Kalimantan, serta Bali dan Nusa Tenggara bahkan masih berada dibawah angka rasio
yang ditargetkan.
Meskipun tidak terlalu signifikan, terlihat pula ada kenaikan rasio tenaga sanitarian per
100 ribu penduduk yang konsisten di hampir seluruh kelompok pulau dalam 2 tahun
terakhir yaitu dari tahun 2017 ke tahun 2018 dan dari tahun 2018 ke tahun 2019, kecuali
di Maluku dan Papua. Terjadi fluktuasi rasio tenaga sanitarian di Maluku dan Papua. Jika
dari tahun 2017 ke tahun 2018 terdapat kenaikan rasio yang signifikan, namun dari tahun
2018 ke tahun 2019 justru terjadi penurunan rasio tenaga sanitarian per 100 ribu penduduk
di Maluku dan Papua.
Selanjutnya, akan disajikan data rasio tenaga keteknisian medik yang terregistrasi pada
KTKI dalam 100 ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.
39

Gambar 12. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Keteknisian Medis Teregistrasi
Tahun 2017-2019

Merujuk RPTK 2011 – 2025, target rasio tenaga keteknisian medik per 100 ribu penduduk
untuk tahun 2019 adalah 16,0 per 100 ribu penduduk, dan untuk tahun 2020 adalah 16,3
per 100 ribu penduduk. Berdasarkan data pada tabel diatas, untuk tahun 2019, hampir
seluruh kelompok pulau sudah mencapai target rasio tenaga keteknisian medik
terhadap 100 ribu penduduk yang ditetapkan, kecuali Maluku dan Papua yang rasio
tenaga keteknisian mediknya masih rendah dibawah target yaitu 11,7 per 100 ribu
penduduk.
Meskipun tidak terlalu signifikan, terlihat pula ada kenaikan rasio tenaga keteknisian
medik per 100 ribu penduduk pada hampir seluruh kelompok pulau dalam 2 tahun
terakhir yaitu dari tahun 2017 ke tahun 2018 dan dari tahun 2018 ke tahun 2019. Namun,
khusus di Maluku dan Papua justru terjadi perbedaan, dimana dari tahun 2017 ke tahun
2018 terdapat kenaikan rasio yang cukup bermakna, sementara dari tahun 2018 ke
tahun 2019 justru terjadi penurunan rasio tenaga keteknisian medik per 100 ribu
penduduk.
Dibawah ini, akan disajikan data rasio tenaga keterapian fisik yang terregistrasi pada KTKI
dalam 100 ribu penduduk dari tahun 2017 hingga 2019.
40

Gambar 13. Ratio Per 100 ribu Penduduk Tenaga Keterapisan Fisik Teregistrasi
Tahun 2017-2019

Berdasarkan RPTK 2011 – 2025, target rasio tenaga keterapian fisik per 100 ribu penduduk
untuk tahun 2019 adalah 5,0 per 100 ribu penduduk, dan untuk tahun 2020 adalah 5,2
per 100 ribu penduduk. Dari tabel diatas terlihat bahwa untuk tahun 2019, terdapat 4
kelompok pulau yang sudah mencapai target rasio tenaga keterapian fisik terhadap 100
ribu penduduk yang ditetapkan, yaitu Jawa, Sumatera, Sulawesi serta Bali dan Nusa
Tenggara. Adapun 2 kelompok pulau lainnya yaitu Kalimantan, Maluku dan Papua, rasio
tenaga keterapian fisiknya masih dibawah target. Rasio tenaga keterapian fisik per 100
ribu penduduk tertinggi berada di Jawa, terendah di Maluku dan Papua. Terdapat pula
kenaikan rasio tenaga keterapian fisik per 100 ribu penduduk cukup signifikan pada
seluruh kelompok pulau dalam 2 tahun terakhir yaitu dari tahun 2017 ke tahun 2018 dan
dari tahun 2018 ke tahun 2019.

Mencermati data rasio perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,
tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian), tenaga keteknisian medik dan tenaga
keterapian fisik terhadap 100 ribu penduduk sebagaimana diuraikan diatas, terlihat
bahwa terdapat perbedaan bermakna terkait perhitungan rasio ketujuh jenis tenaga
tersebut di Pulau Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara yang termasuk dalam regional
barat dengan rasio di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua yang termasuk
dalam regional Tengah dan Timur. Terdapat fakta menarik yang perlu dikaji lebih lanjut,
adalah bahwa rasio tertinggi untuk 5 jenis tenaga (perawat, bidan, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi dan sanitarian) justru dimiliki oleh kelompok pulau di regional
41

Tengah dan Timur, yaitu dalam hal ini Sulawesi serta Maluku dan Papua. Sementara Jawa
hanya mendominasi rasio tenaga keteknisian medik dan tenaga keterapian fisik. Situasi
ini berbanding terbalik dengan tenaga dokter, dokter gigi dan dokter spesialis, dimana
rasio tertinggi berada pada kelompok pulau di regional Barat dan Tengah.
Hal menarik yang tidak kalah penting untuk digali adalah seberapa besar jumlah
perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, sanitarian, tenaga
keteknisian medik dan tenaga keterapian fisik terregistrasi pada KTKI yang benar-benar
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Seyogyanya, registrasi menjadi indikasi potensi
jumlah tenaga kesehatan yang siap didayagunakan. Namun, fakta di lapangan
menunjukkan tidak semua kesehatan yang terregistrasi bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Dibawah ini hanya akan disajikan data perbandingan jumlah kelima jenis tenaga
kesehatan (perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, dan sanitarian)
terregistrasi pada KTKI dengan jumlah mereka yang bekerja pada fasilitas pelayanan
kesehatan di 34 Provinsi seluruh Indonesia. Sementara untuk tenaga keteknisian medik
dan keterapian fisik belum dapat disajikan data perbandingan tersebut sehubungan
keterbatasan pencatatan.

Berikut disajikan tabel data tenaga perawat, bidan, kesehatan masyarakat, gizi, dan
kesehatan lingkungan teregistrasi di KKI dibandingkan dengan yang bekerja di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

Tabel 12. Jumlah Tenaga Perawat, Bidan, Tenaga Kesehatan Masyarakat,


Tenaga Gizi, dan Sanitarian Terregistrasi KTKI dengan Jumlah yang Berada pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan di 34 Provinsi Tahun 2019

Kesehatan Kesehatan
Perawat Bidan Gizi
Masyarakat Lingkungan
No Provinsi
Fasyan- Fasyan- Fasyan Fasyan- Fasyan-
KTKI KTKI KTKI KTKI KTKI
kes kes kes kes kes
1 Aceh 29.554 13.536 37.934 13.367 4.079 1.717 1.402 945 1.427 473
Sumatera
2 38.010 19.937 63.864 18.409 2.117 1.516 1.945 669 995 752
Utara
Sumatera
3 19.611 7.687 22.544 6.346 1.779 584 1.806 393 651 406
Barat
4 Riau 18.243 8.827 27.548 7.342 1.971 676 762 275 36 291
5 Jambi 11.540 7.439 9.706 6.139 643 563 633 522 1.046 276
Sumatera
6 21.571 14.109 24.384 12.106 2.114 1.343 1.267 702 1.714 406
Selatan
7 Bengkulu 7.626 4.076 8.576 4.201 1.075 968 928 231 415 197
8 Lampung 15.644 11.866 19.574 12.770 293 795 755 699 1.472 376
Kep. Bangka
9 4.597 10.777 2.748 7.503 229 913 380 596 149 684
Belitung
10 Kep. Riau 6.042 3.820 5.307 2.050 417 258 204 161 469 122
42

11 DKI Jakarta 46.158 22.471 24.855 4.256 953 593 2.818 475 1.555 554
12 Jawa Barat 62.768 43.839 57.518 22.184 1.610 1.882 2.674 1.290 1.350 1.070
Jawa
13 88.095 44.578 74.135 21.608 3.785 1.438 5.125 1.420 2.678 972
Tengah
DI
14 16.775 6.132 10.103 1.747 2.256 230 2.015 283 1.482 220
Yogyakarta
15 Jawa Timur 41.286 43.954 39.217 22.546 3.276 1.790 1.578 1.383 1.597 1.313
16 Banten 16.127 11.296 19.734 5.567 315 706 582 317 329 268
17 Bali 12.925 7.867 9.062 4.281 373 294 1.118 404 373 206
Nusa
18 Tenggara 11.153 7.625 9.409 4.487 638 495 1.209 501 619 484
Barat
Nusa
19 Tenggara 11.771 9.916 7.760 6.723 1.325 783 1.234 774 1.107 684
Timur
Kalimantan
20 14.065 8.814 8.327 4.930 905 447 1.180 497 989 461
Barat
Kalimantan
21 9.526 6.184 7.394 3.828 177 353 943 239 175 349
Tengah
Kalimantan
22 12.316 6.711 11.211 4.702 1.494 446 1.105 466 898 584
Selatan
Kalimantan
23 11.280 8.031 7.096 3.835 1.099 514 544 322 437 304
Timur
Kalimantan
24 1.278 2.169 832 1.050 215 155 21 95 46 77
Utara
Sulawesi
25 10.768 6.495 2.724 1.786 1.283 404 738 483 889 308
Utara
Sulawesi
26 7.847 8.423 5.360 5.868 2.423 1.345 310 562 350 289
Tengah
Sulawesi
27 52.383 17.868 47.685 10.900 8.686 1.958 2.738 967 2.181 846
Selatan
Sulawesi
28 12.092 5.630 9.657 4.931 3.873 1.302 1.484 469 1.086 577
Tenggara
29 Gorontalo 2.942 2.375 2.822 1.774 1.241 581 1.036 228 205 356
Sulawesi
30 5.430 2.788 4.534 2.333 300 287 156 176 180 205
Barat
31 Maluku 5.861 4.260 2.622 1.701 631 317 913 356 386 317
Maluku
32 2.989 2.845 2.321 2.294 1.300 623 476 160 73 270
Utara
33 Papua Barat 3.630 3.176 1.421 1.237 169 295 328 151 49 160
34 Papua 7.453 7.268 2.936 2.686 1.094 551 614 373 418 299
INDONESIA 639.356 392.789 590.920 237.487 54.138 27.122 41.021 17.584 27.826 15.156

Berdasarkan tabel diatas, terdapat perbedaan atau selisih yang demikian besar antara
jumlah tenaga kesehatan (perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi,
dan sanitarian) yang terregistrasi pada KTKI dengan jumlah tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Tentunya, hal ini akan mempengaruhi nilai persentase antara
tenaga kesehatan terregistrasi dengan tenaga kesehatan yang didayagunakan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan dokter, dokter gigi dan dokter
spesislis, adanya selisih nilai yang siginifikan ini dapat disebabkan antara lain karena :
1. Cakupan pencatatan tenaga kesehatan terregistrasi di fasilitas pelayanan kesehatan
masih belum maksimal, belum mencapai 100%;
43

2. Terdapat tenaga kesehatan terregistrasi yang tengah melanjutkan pendidikan ke


jenjang S-1, Profesi dan S-2, sehingga tidak tercatat pada fasilitas pelayanan
kesehatan;
3. Terdapat tenaga kesehatan yang bekerja di institusi/organisasi kesehatan atau
fasilitas pelayanan kesehatan, namun tidak bekerja berdasarkan kompetensi yang
dimiliki sebagai pemberi pelayanan kesehatan sesuai tugas dan fungsi profesinya,
melainkan sebagai tenaga teknis yang melaksanakan tugas administratif atau
menduduki jabatan struktural tertentu dalam organisasi;
4. Terdapat tenaga kesehatan yang bekerja pada sektor diluar sektor kesehatan;
5. Cakupan pencatatan tenaga kesehatan terregistrasi yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan swasta, dan fasilitas pelayanan kesehatan milik
Kementerian/Lembaga lainnya termasuk milik TNI/POLRI masih belum maksimal,
belum 100%;
6. Registrasi tenaga kesehatan masih sebatas merujuk kepada domisili/tempat tinggal,
sementara sebagian mereka tidak selalu bekerja/berpraktik pada fasilitas pelayanan
kesehatan di Kabupaten/Kota yang sama dengan domisilinya, sehingga pencatatan
berpotensi bias dan tidak akurat;
7. Tenaga kesehatan terregistrasi yang tidak bekerja karena berbagai faktor lainnya.

Pendayagunaan Tenaga Kesehatan di Dalam Negeri


Nusantara Sehat
Kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI periode 2015 – 2019 mengarah kepada
penguatan pelayanan kesehatan primer sebagai fokus prioritas. Prioritas ini didasari oleh
permasalahan kesehatan yang mendesak seperti angka kematian ibu dan bayi yang
masih tinggi, angka gizi buruk yang menyebabkan stunting, serta angka harapan hidup
manusia Indonesia. Keseluruhan permasalah tersebut sangat ditentukan oleh kualitas
pelayanan primer. Penguatan pelayanan kesehatan primer mencakup tiga aspek
utama yaitu fisik dalam bentuk pembenahan infrastruktur, sarana dalam bentuk
pembenahan fasilitas, dan sumber daya manusia dalam bentuk penguatan tenaga
kesehatan.
Penguatan tenaga kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam mendorong
keterlaksanaan pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan terstandar.
Sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan FKTP sebelumnya, fasilitas pelayanan
kesehatan primer (dikenal dengan FKTP) harus memiliki tenaga kesehatan dalam jumlah,
jenis dan kualifikasi pendidkan yang adekuat, paling sedikit mengacu kepada standar
44

minimal ketenagaan Puskesmas sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang


Puskesmas.
Program Nusantara Sehat (NS) merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
dicanangkan oleh Kemenkes RI sebagai bagian dari upaya penguatan tenaga
kesehatan Puskesmas guna menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan primer
dalam mewujudkan cita-cita pembangunan kesehatan. Program NS dirancang untuk
mendukung pencapaian Nawa Cita Presiden RI, dengan berupaya meningkatkan akses
seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah-wilayah yang selama ini termasuk wilayah
marginal (pinggiran negeri) terhadap pelayanan kesehatan primer yang berkualitas
melalui pemenuhan dan penguatan tenaga kesehatan Puskesmas. Penguatan
pelayanan kesehatan primer adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dengan titik berat pada
upaya promotif preventif dalam bentuk antara lain pendidikan kesehatan, konseling
serta skrining (penapisan). Pendayagunaan tenaga kesehatan di Puskesmas melalui
mekanisme Penugasan Khusus Nusantara Sehat (NS) mempunyai syarat antara lain
Puskesmas belum memiliki minimal 5 jenis tenaga kesehatan sesuai standar.
Program NS bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan primer melalui
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar di daerah terpencil,
perbatasan dan kepulauan (DTPK) serta daerah bermasalah kesehatan (DBK) juga
mempunyai tujuan menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan, menggerakkan
pemberdayaan masyarakat dan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
terintegrasi serta meningkatkan retensi tenaga kesehatan yang bertugas di DTPK.
Penugasan khusus tenaga kesehatan NS ini digalakkan juga dalam rangka turut
mendukung pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-
PK).
Program ini merupakan program lintas unit utama di Kemenkes dengan fokus tidak hanya
pada kegiatan yang bersifat kuratif, namun lebih mengedepankan kegiatan yang
bersifat promotif dan preventif untuk mengamankan kesehatan masyarakat (public
health) dari daerah yang paling membutuhkan sesuai dengan Nawa Cita. Program ini
terdiri dari Nusantara Sehat Berbasis Tim (Team Based/NST) dan Nusantara Sehat Individu
(NSI), dengan masa penugasan selama 2 tahun.
Sejak awal program berjalan pada tahun 2015 hingga saat ini, telah banyak tenaga
kesehatan dari 9 jenis tenaga yang ditempatkan di Puskesmas-puskesmas DTPK dan DBK.
Sejauh ini, jumlah peminat NS cukup besar, baik NST maupun NSI. Umumnya, para tenaga
kesehatan peminat NST termotivasi mengikuti program ini karena merasa lebih aman dan
45

nyaman ditempatkan pada Puskesmas di lokasi yang jauh dari tempat asal mereka
apabila bersama dengan teman sesama tenaga kesehatan dalam sebuah tim.
Sementara peminat NSI termotivasi untuk ditempatkan pada Puskesmas di suatu lokasi
yang jauh dari domisili asal mereka, karena umumnya keberadaan mereka adalah untuk
melengkapi formasi tenaga kesehatan sesuai kebutuha, sehingga mereka tidak bekerja
sendiri.
Dibawah ini akan disajikan data jumlah peserta dan jumlah lokasi penempatan
Nusantara Sehat Berbasis Tim (NST) sejak awal program bergulir tahun 2015 hingga
Agustus 2019.

Tabel 13. Jumlah Peserta dan Lokasi Nusantara Sehat Team-Based (NST)
Tahun 2015-2019

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Tahun Batch
Peserta Puskesmas Kabupaten Provinsi
Batch 1 * 142 20 19 9
2015
Batch 2 * 552 100 46 14
Batch 3 * 194 38 25 16
2016 Batch 4 * 272 46 23 14
Batch 5 * 262 47 25 15
Batch 6 * 347 60 40 18
2017 Batch 7 * 347 60 33 19
Batch 8 370 68 33 13
Batch 9 315 60 31 16
2018 Batch 10 316 56 31 14
Batch 11 263 40 24 12
Batch 12 282 50 25 14
2019
Batch 13 402 70 38 15
TOTAL 4064

* NS Tim batch 1 – 7 sudah kembali dari penugasan


** Termasuk yang mendapat penempatan kembali (lebih dari satu kali)

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sejak tahun 2015 hingga pertengahan Agustus
2019, terdapat 4064 orang tenaga kesehatan (tanpa membedakan jenis tenaga) yang
mengikuti NST dan ditempatkan di Puskesmas-puskesmas DTPK dan DBK yang tersebar di
berbagai kabupaten seluruh Indonesia. Untuk data Puskesmas dan Kabupaten dalam
tabel tidak dijumlahkan mengingat data diatas mencakup pula Puskesmas dan
Kabupaten yang telah memperoleh penempatan tenaga kesehatan NST lebih dari 1 kali.
Selanjutnya, akan ditampilkan data jumlah peserta penempatan NST berdasarkan jenis
profesi mulai tahun 2015 hingga Agustus 2019.
46

Tabel 14. Jumlah Peserta Nusantara Sehat Team-Based 2015-2018 per Profesi
Tahun 2015-2019
Profesi 2015 2016 2017 2018 2019 Total
Dokter Umum 16 28 26 17 21 108
Dokter Gigi 1 45 28 15 6 95
Perawat 97 116 179 128 110 630
Bidan 118 134 181 142 110 685
Tenaga Farmasi 48 92 127 138 77 482
Tenaga Kesehatan
Masyarakat 115 77 128 115 87 522
Tenaga Kesehatan
Lingkungan 113 78 136 109 61 497
Tenaga Gizi 103 102 128 128 114 575
Ahli Teknologi Laboratorium
Medik 83 56 131 102 98 470
Total 694 728 1.064 894 684 4.064

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa sejak awal Program NS bergulir pada tahun
2015 hingga Agustus 2019, tenaga bidan menempati posisi teratas dari segi jumlah
peserta NST yaitu mencapai 685 orang, diikuti berturut-turut oleh perawat, tenaga gizi,
tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian), tenaga
farmasi, tenaga ATLM, dokter umum dan dokter gigi. Dokter gigi menempati posisi
terbawah dari segi jumlah peserta, dimana dalam kurun waktu 4 tahun terakhir total
hanya 95 orang dokter gigi yang berpartisipasi dalam NST.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, penempatan Nusantara Sehat (NS) tidak
terbatas hanya NS berbasis tim atau team based (NST) saja, namun terdapat pula NS
yang ditempatkan secara individual (NSI) yang penempatannya baru mulai pada tahun
2017.
Akan halnya NST, penempatan tenaga kesehatan NSI pun diperuntukkan bagi
Puskesmas yang masih kekurangan tenaga kesehatan, terutama Puskesmas yang belum
memiliki minimal 5 (lima) jenis tenaga kesehatan. Dibawah ini akan disajikan data jumlah
peserta dan jumlah lokasi penempatan Nusantara Sehat Individu (NSI) sejak awal
program bergulir tahun 2015 hingga Agustus 2019.
47

Tabel 15. Jumlah Peserta dan Lokasi Nusantara Sehat Individu (NSI)
Tahun 2017-2019
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah TOTAL
Tahun Batch
Peserta Puskesmas Kabupaten Provinsi PESERTA
I 621 266 73 10
II 339 220 62 10
2017 1.663
III 355 157 70 19
IV 348 228 94 27
V 30 24 9 5
VI 38 20 5 1
VII 44 31 21 13
VIII 778 307 67 21
2018 2.334
IX 314 222 70 23
X 483 245 74 23
XI 29 6 2 1
XII 618 305 88 26
XIII 345 181 64 25
XIV 215 125 45 17
XV 438 245 71 26
XVI 50 26 11 10 2.469
2019
XVII 267 161 56 21
XVIII 226 184 63 21
XIX 394 219 65 24
XX 534 303 75 26 6.466
*) Jumlah peserta, Puskesmas maupun Kabupaten tidak dijumlahkan pada tiap batch, namun
diakumulasi hingga akhir pelaksanaan batch, mengingat data lokasi diatas mencakup pula
peserta yang ditempatkan lebih dari 1 kali (perpanjangan masa penugasan) serta Puskesmas
yang mendapat penempatan kembali (lebih dari satu kali)

Mencermati tabel diatas, terlihat bahwa total tenaga kesehatan peserta NSI yang sudah
ditempatkan jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan total tenaga kesehatan
NST, meskipun pelaksanaan penempatan NST jauh lebh awal daripada penempatan NSI.
Perlu dipahami pula, bahwa upaya menempatkan tenaga kesehatan dalam bentuk tim
ke suatu wilayah tertentu bukan hal yang mudah, terlebih apabila lokasi penempatan
adalah wilayah DTPK atau DBK, dimana tidak banyak tenaga kesehatan yang berminat
mendaftar ke wilayah tersebut secara bersamaan.
Selanjutnya, akan ditampilkan data jumlah peserta penempatan NSI berdasarkan jenis
profesi mulai tahun 2017 hingga Agustus 2019.
48

Tabel 16. Jumlah Peserta Nusantara Sehat Individu (NSI) Menurut Jenis Profesi
Tahun 2017-2019

Dokter Gigi

Masyaraka
Kesehatan

Kesehatan
Lingkunga

Laboratori
um Medik

Teknologi
Perawat

Tenaga

Tenaga

Tenaga

Tenaga
Farmasi
Dokter
Umum

Bidan

Ahli
Gizi
TAHUN BATCH TOTAL

n
t
I 28 22 154 138 90 85 26 44 34 621
II 13 39 16 40 13 51 103 64 339
2017 III 20 15 58 77 7 45 30 67 36 355
IV 5 6 46 7 50 47 59 77 51 348
V 1 3 2 7 4 11 2 30
VI 1 4 11 4 8 5 3 2 38
VII 3 3 5 1 3 8 4 17 44
VIII 32 32 149 99 104 104 73 114 71 778
2018 IX 32 29 9 7 53 9 30 95 50 314
X 28 18 1 179 51 54 31 67 54 483
XI 3 2 6 4 4 4 4 2 29
XII 21 17 224 27 83 20 72 89 65 618
XIII 27 10 108 43 42 7 26 39 43 345
XIV 5 7 83 20 15 25 17 25 18 215
XV 48 25 56 51 33 18 48 82 77 438
XVI 9 5 20 5 3 3 4 1 50
2019
XVII 21 11 38 40 28 27 30 36 36 267
XVIII 51 25 8 5 30 7 38 62 226
XIX 27 14 72 7 53 26 61 71 63 394
XX 46 25 59 60 87 49 58 77 73 534
TOTAL 420 306 1119 778 782 547 643 1050 821 6466

Merujuk data pada tabel diatas, terlihat bahwa sejak awal pelaksanaan NSI pada tahun
2017 hingga Agustus 2019, perawat merupakan tenaga kesehatan NSI terbanyak yang
ditempatkan yaitu mencapai 1119 orang, diikuti berturut-turut oleh tenaga gizi, tenaga
ATLM, tenaga farmasi, bidan, tenaga kesehatan lingkungan (sanitarian), tenaga
kesehatan masyarakat, dokter umum dan dokter gigi. Sebagaimana NST, dokter gigi
merupakan tenaga kesehatan yang paling sedikit berpartisipasi dalam NSI, dimana
dalam kurun waktu penempatan NSI 2 tahun terakhir total hanya terdapat 306 orang
dokter gigi yang ditempatkan.

Pendayagunaan Dokter Spesialis


Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) merupakan program pemenuhan dan
pemerataan tenaga dokter spesialis pada Rumah Sakit milik Pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah. Program PGDS ini awalnya benama Wajib Kerja
Dokter Spesialis (WKDS) mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang
49

Wajib Kerja Dokter Spesialis. Namun seiring perubahan regulasi, maka perlu penyesuaian
nomenklatur sebagai wujud implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019
tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis. Dapat dikatakan bahwa PGDS merupakan
program terusan dari WKDS yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas melalui pemenuhan dan
pemerataan dokter spesialis, terutama pada RS DTPK dan daerah tidak diminati lainnya.
Namun, memang terdapat perubahan mendasar dari regulasi WKDS menjadi PGDS,
dimana ketika masih menggunakan nomenklatur WKDS, penempatan dokter spesialis
bersifat wajib (mandatory) ; sementara dengan nomenklatur baru yaitu PGDS,
penempatan dokter spesialis sudah tidak lagi bersifat wajib.
Upaya pemenuhan dan pemerataan dokter spesislis melalui PGDS selaras dengan
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan untuk menjamin keberlangsungan
pelayanan kesehatan spesialistik dengan menghadirkan dokter spesialis 4 dasar dan 1
penunjang pada RS Pemerintah, khususnya di DTPK dan daerah tidak diminati lainnya.
Sasaran PGDS adalah setiap dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter
spesialis, baik dari perguruan tinggi di dalam negeri maupun di luar negeri yang bersedia
ditempatkan pada RS Pemerintah di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan peta
kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Untuk tahap awal, peserta PGDS diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program
dokter spesialis obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit
dalam, serta spesialis anestesi dan terapi intensif. Ke depan, akan diupayakan untuk
penambahan jenis spesialis penunjang agar manfaat PGDS dapat lebih dirasakan oleh
pihak RS guna memberikan pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu bagi
masyarakat. Terdapat 5 kategori RS penempatan PGDS, yaitu RS Umum Daerah (RSUD)
di DTPK, RS Rujukan Regional, RS Rujukan Provinsi, RS Pusat termasuk RS TNI/POLRI serta RS
Pemda lainnya. Sementara itu, menurut regulasi terbaru, peserta PGDS dapat terdiri atas :
1. Dokter spesialis penerima bantuan biaya pendidikan secara langsung (PBBPL), dokter
spesialis yang ketika menempuh PPDS, memperoleh bantuan biaya pendidikan
secara langsung, baik dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan atau
Kementerian/Lembaga lain maupun dari Pemerintah Daerah. Disebut pula penerima
beasiswa tugas belajar (tubel). Penempatannya menyesuaikan daerah/unit asal
yang memberikan rekomendasi/usulan/bantuan biaya ketika akan menempuh
Program Pendidikan Ddokter Spesialis (PPDS), dengan masa penempatan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (mengikuti
regulasi tugas belajar).
50

2. Dokter spesialis penerima bantuan biaya pendidikaan secara tidak langsung ASN
(PBBPTL ASN), penempatannya menyesuaikan daerah/unit tempat yang
bersangkutan mengabdi sebagai ASN, dengan masa penempatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (mengikuti regulasi ASN).
3. Dokter spesialis penerima bantuan biaya pendidikan secara tidak langsung non-ASN
(PBBPTL non-ASN), yang ditempatkan oleh Kementerian Kesehatan selama 12 bulan
dan diberikan tunjangan/insentif dengan besaran sesuai dengan kategori RS lokasi
penempatan.
Dibawah ini, akan disajikan data penempatan dokter spesialis melalui WKDS/PGDS
menurut kategori/status peserta dan jenis spesialisasi, sejak awal pelaksanaan WKDS
tahun 2017 hingga saat ini sudah berubah nomenklatur menjadi PGDS.

Tabel 17. Jumlah Penempatan Dokter Spesialis Menurut Kategori/ Status Peserta dan
Jenis Spesialisasi Tahun 2017-2019
Mandiri Tubel
Ilmu Bedah

Ilmu Bedah
Ginekologi

Ginekologi
Kesehatan

Kesehatan
Obstetri &

Obstetri &
Penyakit

Penyakit
Anestesi

Anestesi
Dalam

Dalam
ANGKATAN Total
Anak

Anak
Ilmu

Ilmu

Ilmu

Ilmu
I 11 8 8 9 4 10 10 9 2
II 20 13 9 11 19 22 2 4 8 8
2017

III 21 55 26 4 19 14 35 21 4 19 871
IV 20 7 11 16 13 11 10 11 15 11
V 48 54 40 26 37 31 42 25 23 15
VI 37 23 36 29 18 16 17 30 16 7
VII 19 16 18 9 10 12 9 15 4 6
VIII 32 51 24 29 23 24 19 16 17 8
2018

1170
IX 18 33 29 6 4 5 17 22 6 7
X 26 29 22 34 27 10 16 9 27 16
XI 29 42 39 18 10 16 14 15 18 16
XII 34 25 49 28 16 22 18 18 37 12
2019

453
I* 15 20 17 4 8 13 33 37 29 18
Total 319 379 328 222 213 200 242 233 213 145 2494
*) Penempatan doker spesialis menggunakan mekanisme PGDS

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dokter spesialis obstetri ginekologi
merupakan dokter spesialis dengan jumlah terbanyak yang berpartisipasi dalam
program penempatan dokter spesialis sejak awal pelaksanaan program ini, baik ketika
masih menggunakan nomenklatur WKDS (mulai April 2017 hingga Februari 2019), maupun
51

ketika sudah menggunakan nomenklatur PGDS yaitu mulai September 2019. Selanjutnya,
dokter spesialis terbanyak yang mengikuti WKDS/PGDS secara berurutan adalah dokter
spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis bedah dan dokter spesialis
anestesi.
Data diatas pun menunjukkan adanya penurunan yang sangat signifikan terkait jumlah
dokter spesialis yang ditempatkan pada periode penempatan PGDS, jika dibandingkan
dengan jumlah dokter spesialis yang ditempatkan pada periode penempatan WKDS.
Situasi ini merupakan dampak perubahan regulasi, dimana semula penempatan dokter
spesialis ini bersifat wajib (mandatory) dengan nama WKDS, mengacu Peraturan Presiden
Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis, menjadi tidak lagi bersifat wajib
dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan
Dokter Spesialis. Dapat dikatakan bahwa dengan Pendayagunaan Dokter Spesialis
(PGDS), penempatan dokter spesialis sangat tergantung kepada minat dan motivasi
dokter spesialis untuk bersedia didayagunakan pada RS Pemerintah di seluruh wilayah
Indonesia berdasarkan peta kebutuhan dokter spesialis yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan RI sesuai usulan daerah.

Pendayagunaan SDMK Ke Luar Negeri


Pelaksanaan pendayagunaan SDM Kesehatan Luar Negeri dilakukan melalui beberapa
mekanisme yaitu :
1. Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara yang menjadi
tujuan pendayagunaan tenaga kesehatan atau Government to Government (G to
G),
2. Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Perusahaan Swasta yang diberi
kewenangan secara resmi oleh Pemerintah negara yang akan menjadi tujuan
pendayagunaan tenaga kesehatan Indonesia atau Government to Private (G to P),
3. Kerjasama antara 2 Perusahaan Swasta dari masing-masing negara yang diberi
kewenangan secara resmi oleh Pemerintah masing-masing negara tersebut untuk
mendayagunakan tenaga kesehatan Indonesia atau dikenal dengan Private to
Private (P to P)
Penempatan tenaga kerja kesehatan di luar negeri bertujuan untuk mendayagunakan
tenaga kesehatan secara optimal, guna melaksanakan upaya kesehatan dalam rangka
alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Peluang tenaga kesehatan Indonesia bekerja di
luar negeri sangat terbuka, karena dari segi kompetensi, tenaga kesehatan Indonesia
52

sebenarnya sudah memiliki kompetensi yang adekuat, meskipun masih perlu dukungan
pola pendayagunaan yang terstruktur dan sistematis agar memiliki daya saing yang
tinggi. Tenaga kesehatan Indonesia yang didayagunakan di luar negeri merupakan
bagian yang integral dari tenaga kerja Indonesia yang profesional.
Dibawah ini disajikan peta wilayah penempatan tenaga kerja kesehatan Indonesia (TKKI)
di luar negeri yang tersebar di berbagai negara di seluruh dunia sejak tahun 2014 hingga
tahun 2018.
Gambar 14. Peta Penempatan TKKI di Luar Negeri Tahun 2014-2018

Pemerintah Indonesia telah melakukan proses mekanisme G to G dengan Pemerintah


Jepang dalam kerangka IJEPA untuk pendayagunaan tenaga perawat. Penempatan
perawat Indonesia ke Jepang memiliki masa kontrak selama 3 tahun dan diberi
kesempatan untuk mengikuti Ujian Nasional Kangoshi sebanyak 3 kali ; sementara untuk
tenaga careworker memiliki masa kontrak 4 tahun dan diberi kesempatan untuk
mengikuti Ujian Nasional Kaigofukushishi sebanyak 1 kali. Bagi perawat dan careworker
yang telah lulus ujian nasional, dapat bekerja di Jepang dalam masa waktu yang tidak
terbatas pada fasilitas kesehatan yang sama ataupun pindah ke fasilitas kesehatan
lainnya di Jepang. Bagi perawat yang tidak lulus ujian nasional harus kembali ke
Indonesia, setelah masa kontrak kerja selesai. Penempatan tenaga perawat ke Jepang
telah dimulai sejak tahun 2018, sebagaimana yang tercantum dalam tabel berikut.
53

Tabel 18. Penempatan Tenaga Kesehatan Indonesia ke Jepang dalam kerangka IJEPA
Tahun 2008 – 2018

NURSE CAREWORKER
BATCH TAHUN TOTAL
L P L P
1 2008 30 74 48 56 208
2 2009 27 146 33 156 362
3 2010 5 34 25 52 116
4 2011 11 36 14 44 105
5 2012 6 23 23 49 101
6 2013 12 36 42 66 156
7 2014 18 23 39 107 187
8 2015 30 36 70 142 278
9 2016 27 19 74 159 279
10 2017 7 22 94 201 324
11 2018 11 20 110 188 329
L/P 174 479 579 1.213 2.445
TOTAL 653 1.792 2.445

Dalam rangka memperluas pasar kerja bagi tenaga kesehatan Indonesia di luar negeri,
Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan (Pusren-gun) SDM Kesehatan telah melakukan
penjajakan kerjasama dengan beberapa negara di kawasan Timur Tengah seperti Qatar
dan Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Dalam kunjungan kerja Kementerian Kesehatan RI ke
Qatar pada bulan Mei 2018, sesuai dengan agreed minutes antara Kementerian
Kesehatan RI dan Kementerian Kesehatan Qatar menyatakan bahwa Qatar tertarik
untuk melakukan rekrutmen bagi 100 orang tenaga perawat Indonesia yang telah
memenuhi persyaratan untuk dapat bekerja di Qatar. Saat ini tersedia tenaga perawat
Indonesia yang telah lulus uji Prometrik Qatar, dan siap untuk ditempatkan di Qatar.
Namun, belum dapat dilakukan karena terkendala belum adanya Implementing
Arrangement on Recruitment of Health Personnels antara RI – Qatar.
Dalam kunjungan delegasi KSA pada pertemuan Joint Working Group on Health antara
Kemenkes RI dan Kemenkes KSA pada tanggal 17 hingga 18 Desember 2018, pihak KSA
telah menyampaikan demand letter bagi tenaga consultant physicians sebanyak 350
orang serta Registered Nurses with Bachelor Degree sebanyak 2000 orang Indonesia agar
dapat bekerja di KSA. Dalam agreed minutes juga disampaikan bahwa kedua belah
pihak sepakat membuat pilot project dengan menempatkan 100 orang tenaga perawat
Indonesia ke Saudi Arabia setelah penandatangan IA.
Badan PPSDM Kesehatan terus berupaya untuk memperluas pasar kerja bagi tenaga
kesehatan Indonesia. Salah satunya menjalin kerjasama G to P dengan Fukuoka
Prefecture Medical Association (FPMA). Nota Kesepahaman atau Memmorandum of
54

Understanding (MoU) antara Badan PPSDM Kesehatan dengan FPMA telah


ditandatangani pada kunjungan kerja delegasi Badan PPSDM Kesehatan ke Jepang
pada tanggal 15 hingga 20 Februari 2019.
Mekanisme kerjasama tersebut adalah FPMA akan memberikan pelatihan intensif di
Indonesia selama 1 – 3 bulan serta menfasilitasi peserta mengikuti Ujian Keperawatan
meliputi Ujian Registered Nurse dan Ujian Licensed Assistant Nurse. Apabila tenaga
keperawatan mampu lulus dalam rangkaian ujian tersebut, maka FPMA dapat
memfasilitasi mereka untuk bekerja pada RS atau klinik yang berada dibawah koordinasi
FPMA.

Lulusan Program Studi Kesehatan


Lulusan tenaga kesehatan merupakan komponen produksi atau supply SDM Kesehatan
utama yang harus diperhatikan dalam upaya pemenuhan kebutuhan SDM Kesehatan
di Indonesia. Lulusan tenaga kesehatan yang dimaksud disini adalah tenaga kesehatan
yang baru lulus (fresh graduate) program studi kesehatan dari berbagai institusi
pendidikan kesehatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Data yang dapat disajikan
pada dokumen ini adalah data lulusan baru tenaga kesehatan tanpa membedakan
status institusi penyelenggara pendidikan tinggi, apakah termasuk institusi pendidikan
milik Pemerintah (negeri) atau institusi pendidikan milik Non Pemerintah (swasta). Berikut
akan ditampilkan data jumlah lulusan baru tenaga kesehatan berdasarkan jenis dan
jenjang pendidikan dari berbagai program studi kesehatan pada seluruh institusi
pendidikan kesehatan di Indonesia yang tercatat mulai tahun 2014 – 2018.

Tabel 19. Jumlah Lulusan Tenaga Kesehatan Menurut Jenis dan Jenjang
Tahun 2014-2018
Jenis Tenaga Jenjang 2014 2015 2016 2017 2018
Dokter dan Dokter
Sp-1 2.594
Gigi Spesialis - Sub
Spesialis Sp-2 81
S1 11.370
Profesi 9.280
Kedokteran
S2 n.a. n.a. n.a. n.a. 801
S3 279
S1 2.773
Profesi 1.675
Kedokteran Gigi
S2 34
S3 8
55

D3 4.419 4.564 4.803 4.564


Tenaga Farmasi n.a.
S1 6.248 5.700 5.600 4.632
D3 1.727 2.070 3.757 3.757 1.968
D4 105 113 669 876 934
Tenaga Gizi S1 1.320 1.364 2.951 1.625
S2 n.a. 136
n.a. n.a. n.a.
S3 9
D3 58.116 51.797 82.296 51.797 34.464
D4 9.475 9.614 16.341 6.463 12.185
Tenaga Kebidanan S1 128 150 292 92 214
Profesi 78 76 92 104
n.a.
S2 n.a. n.a. n.a. 324
D3 35.440 31.370 57.496 31.370 26.327
D4 465 112 350 1.087 1.131
S1 29.086 26.924 47.514 13.974 29.014
Tenaga
S2 16.426 20.686 38.455 13.402 908
Keperawatan
Profesi 27.439
Sp-1 n.a. n.a. n.a. n.a. 88
S3 7
D3 1.356 1.442 3.094 1.442 1.488
Tenaga Kesehatan
D4 59 15 368 435 482
Lingkungan
S1 64 36 102 n.a. 60
D3 434 696 976 696 619
D4 59 262 253 n.a. 287
Tenaga Kesehatan
S1 11.768 11.606 20.845 6.789 13.129
Masyarakat
S2 3.625
n.a. n.a. n.a. n.a.
S3 76
D3 24 34 38 38 48
Tenaga Kesehatan
D4 n.a. n.a. 15 71 n.a.
Tradisional
S1 20 14 n.a. n.a. 12
D3 2.357 2.563 4.217 4.217 9.509
Tenaga Keteknisian
D4 106 80 131 1.111
Medis n.a.
S1 19 37 181 29
D3 902 1.056 2.229 2.229 1.121
Tenaga Keterapian D4 276 204 295 302 404
Fisik S1 304 445 789 563
n.a.
Profesi n.a. n.a. n.a. 167
D3 6.205 5.692 10.949 10.949 1.101
Tenaga Teknik Bio
D4 195 271 813 719 455
Medika
S1 18 31 26 n.a. 48
TOTAL 187.199 179.024 305.937 159.901 200.106
Sumber: Pusdiknakes, 2017 – PD DIKTI, 2018

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2014 –
2018), tenaga kesehatan dengan jumlah lulusan baru terbesar setiap tahunnya adalah
bidan dengan jenjang Diploma-III (D-3), diikuti oleh tenaga perawat. Sementara itu,
tenaga kesehatan tradisional dan kesehatan lingkungan merupakan 2 jenis tenaga
kesehatan dengan jumlah lulusan baru terendah.
Fakta menarik disini adalah bahwa sebenarnya apabila merujuk pada data kebutuhan
bidan dan perawat menurut standar ketenagaan minimal, jumlah bidan dan perawat
56

sebenarnya sudah melebihi standar ; namun dari sisi jumlah produksi atau supply tenaga
bidan dan perawat tersebut masih saja tinggi bahkan merupakan yang tertinggi. Hal ini
yang perlu dikaji lebih dalam, agar jumlah dan kualitas produksi/lulusan baru tenaga
bidan dan perawat ini dapat terkendali. Terlebih lagi pada era yang akan datang
dimana upaya kesehatan lebih mengarah kepada upaya promotif-preventif, maka
kebutuhan akan tenaga kesehatan promotif-preventif menjadi sangat esensial. Tenaga
promotif dan preventif meliputi tenaga farmasi, tenaga gizi, sanitarian, tenaga
kesehatan masyarakat dan tenaga ATLM.
57

RENCANA KEBUTUHAN TENAGA


KESEHATAN

PERKIRAAN KEBUTUHAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA


(FKTP) - PUSKESMAS
Kebutuhan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Jumlah Puskesmas di Indonesia saat ini tercatat sebanyak 10.032, dengan jumlah tenaga
sebanyak 392.481 orang. Perhitungan kebutuhan tenaga di Puskesmas menggunakan
metode standar minimal mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Puskesmas dengan membedakan jenis puskesmas rawat inap dan non rawat
inap, namun belum dibedakan berdasarkan wilayah perkotaan, pedesaan,
terpencil/sangat terpencil. Berikut tabel yang menyajikan data ketersediaan, standar
kebutuhan minimal, kelebihan dan kekurangan tenaga kesehatan di Puskesmas.

Tabel 20. Perkiraan Keadaan, Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Tenaga


di Puskesmas per Jenis Profesi Tahun 2019

Jumlah Tenaga Kesehatan

NO TENAGA KESEHATAN Standar


Keadaan Kebutuhan Kelebihan Kurang
Minimal

1 Dokter Umum 21.249 13.460 10.233 2.444


2 Dokter Gigi 8.000 10.032 1.945 3.977
3 Perawat 128.945 60.444 72.914 4.413
4 Bidan 165.688 50.412 118.048 2.772
5 Tenaga Kefarmasian 16.013 10.032 7.909 1.928
6 Tenaga Kesehatan Masyarakat 17.790 10.032 10.452 2.694
7 Tenaga Kesehatan Lingkungan 11.758 10.032 4.327 2.601
8 Tenaga Gizi 12.950 13.460 3.525 4.035
9 Ahli Teknologi Laboratorium Medik 10.088 10.032 3.488 3.432
TOTAL 392.481 187.936 232.841 28.296

Pada tabel tersebut terdapat perhitungan jumlah kekurangan tenaga Kesehatan di


puskesmas yang kemudian diakumulasikan di tingkat nasional. Terdapat kekurangan
berdasarkan standar minimal sebanyak 28.296 tenaga dengan kelebihan sebanyak
232.841. Tingkat kekurangan tenaga terbesar terlihat pada jenis tenaga perawat, namun
tenaga perawat juga merupakan tenaga dengan kelebihan terbesar kedua, setelah
58

bidan. Apabila dibandingkan antara kekurangan dengan kelebihan tenaga, maka


tenaga kesehatan yang harus ditangani dengan serius adalah dokter gigi, tenaga gizi,
dan ATLM. Berikut disajikan hasil perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan
standar ketenagaan minimal per provinsi.

Tabel 21. Kebutuhan Tenaga Dokter, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan di Puskesmas
sesuai Standar Ketenagaan Minimal Tahun 2019

PUSKESMAS Dokter Dokter Gigi Perawat Bidan

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan
Non Rawat
Perawatan

PROVINSI
Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan
Keadaan

Keadaan

Keadaan

Keadaan
Inap

Aceh 146 208 819 384 65 279 51 126 5.192 3.157 173 9.270 7.481 65
Sumatera
167 423 1.659 1.003 101 622 251 219 8.189 5.048 310 16.958 14.141 44
Utara
Sumatera
91 187 561 235 43 323 83 38 2.637 1.086 112 5.095 3.719 9
Barat
Riau 84 149 753 461 25 316 119 36 3.648 2.269 38 5.111 3.929 2
Jambi 71 135 363 132 46 141 13 78 2.527 1.341 57 3.673 2.644 8
Sumatera
94 244 610 253 75 174 24 188 6.570 4.674 76 10.434 8.822 22
Selatan
Bengkulu 46 133 246 68 47 78 8 109 2.065 1.076 44 3.114 2.262 2
Lampung 115 193 736 344 31 136 35 207 4.796 2.946 35 7.596 6.027 8
Kep.
Bangka 21 43 196 114 3 64 12 12 1.178 795 - 947 628 -
Belitung
Kep. Riau 33 56 325 218 15 98 31 22 1.255 736 25 1.317 876 14
DKI Jakarta 28 309 1.794 1.433 4 503 184 18 2.068 954 655 1.981 961 412
Jawa Barat 180 904 2.421 1.228 71 895 193 382 11.254 5.699 405 16.271 11.456 61
Jawa
320 559 1.958 839 80 753 76 202 9.363 4.260 252 15.548 11.175 103
Tengah
DI
43 78 431 268 1 179 63 5 994 289 29 981 396 28
Yogyakarta
Jawa Timur 521 446 2.178 850 160 251 146 15.437 9.124 85 16.386 10.981 26
1.072
Banten 59 183 647 362 16 308 120 54 2.526 1.232 93 4.108 2.980 17
Bali 35 85 462 310 3 276 158 2 1.758 1.057 4 2.450 1.865 -
Nusa
Tenggara 115 55 375 132 42 122 10 58 3.773 2.608 30 3.302 2.292 15
Barat
Nusa
Tenggara 138 238 337 67 244 110 10 276 5.016 2.914 192 4.418 2.639 139
Timur
Kalimantan
95 150 334 79 85 80 3 168 3.343 1.977 144 2.926 1.785 124
Barat
Kalimantan
74 129 285 97 89 75 11 139 3.385 2.198 50 2.743 1.765 56
Tengah
Kalimantan
46 190 426 179 35 142 6 100 2.736 1.445 27 3.540 2.472 14
Selatan
59

Kalimantan
98 87 453 225 55 180 43 48 2.503 1.357 73 2.293 1.308 49
Timur
Kalimantan
31 25 101 35 21 37 8 27 1.003 635 5 757 453 13
Utara
Sulawesi
93 104 477 262 75 64 8 141 2.386 1.201 79 1.331 474 210
Utara
Sulawesi
78 126 237 57 102 96 8 116 3.424 2.232 62 4.025 2.998 23
Tengah
Sulawesi
230 231 848 264 107 502 133 92 6.851 3.974 118 8.211 5.731 54
Selatan
Sulawesi
80 205 331 81 115 132 8 161 3.275 1.777 167 3.519 2.193 54
Tenggara
Gorontalo 25 68 121 28 25 46 - 47 988 465 17 1.064 620 3
Sulawesi
44 51 142 40 37 70 10 35 935 371 43 1.021 520 11
Barat
Maluku 64 147 122 20 173 24 - 187 1.984 911 174 1.034 328 330
Maluku
30 109 122 31 78 38 2 103 1.117 420 88 1.501 872 17
Utara
Papua
42 102 102 40 124 23 9 130 1.698 1.058 206 932 453 223
Barat
Papua 91 252 277 94 251 42 4 305 3.071 1.628 545 1.831 802 616
TOTAL 3.428 6.604 21.249 10.233 2.444 8.000 1.945 3.977 128.945 72.914 4.413 165.688 118.048 2.772

Tabel 22. Kebutuhan Tenaga Kefarmasian, Tenaga Kesehatan Masyarakat, Tenaga


Gizi, Tenaga Kesehatan Lingkungan, dan Ahli Teknologi Laboratorium Medik di
Puskesmas sesuai Kebutuhan Standar Tahun 2019

Tenaga Tenaga Ahli Teknologi


PUSKES- Tenaga
Kesehatan Kesehatan Tenaga Gizi Laboratorium
MAS Kefarmasian
Masyarakat Lingkungan Medik

PROVINSI
Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan
Rawat Inap

Non Rawat

Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan
Keadaan

Keadaan

Keadaan

Keadaan

Keadaan
Inap

Aceh 562 295 87 1.178 877 53 626 379 107 443 117 174 330 119 143 562 295
Sumatera Utara 860 426 156 1.351 888 127 502 184 272 720 269 306 482 170 278 860 426
Sumatera Barat 470 219 27 353 156 81 330 93 41 398 95 66 341 102 39 470 219
Riau 446 245 32 452 260 41 186 54 101 246 46 117 279 98 52 446 245
Jambi 329 146 23 338 168 36 274 109 41 214 37 100 246 90 50 329 146
Sumatera Selatan 645 390 83 1.066 781 53 521 257 74 416 138 154 397 187 128 645 390
Bengkulu 208 76 47 594 421 6 158 40 61 207 50 68 156 47 70 208 76
Lampung 385 159 82 575 340 73 418 178 68 323 65 165 340 112 80 385 159
Kep. Bangka Belitung 177 113 - 171 108 1 101 41 4 140 59 4 116 55 3 177 113
Kep. Riau 173 92 8 113 52 28 126 53 16 95 18 45 91 21 19 173 92
DKI Jakarta 813 479 3 97 49 289 345 96 88 385 91 71 328 247 256 813 479
Jawa Barat 1.782 861 163 1.486 672 270 982 175 277 1.023 143 384 926 239 397 1.782 861
Jawa Tengah 1.541 720 58 1.200 483 162 1.079 306 106 1.101 137 235 1.020 269 128 1.541 720
DI Yogyakarta 283 164 2 183 77 15 161 45 5 198 54 20 213 96 4 283 164
Jawa Timur 1.432 599 134 1.037 415 345 876 156 247 1.167 159 480 1.171 355 151 1.432 599
Banten 335 140 47 338 180 84 197 28 73 209 24 116 156 30 116 335 140
Bali 228 123 15 136 63 47 245 130 5 181 52 26 127 37 30 228 123
60

Nusa Tenggara Barat 309 162 23 292 157 35 383 219 6 447 187 25 308 160 22 309 162
Nusa Tenggara Timur 457 191 110 555 280 101 544 246 78 557 207 164 418 161 119 457 191
Kalimantan Barat 332 135 48 317 141 69 350 141 36 369 114 85 278 96 63 332 135
Kalimantan Tengah 321 143 25 255 108 56 175 48 76 312 81 46 208 60 55 321 143
Kalimantan Selatan 478 251 9 372 180 44 362 146 20 570 302 14 338 121 19 478 251
Kalimantan Timur 400 223 8 328 191 48 205 57 37 190 30 123 248 84 21 400 223
Kalimantan Utara 123 71 4 123 70 3 63 21 14 66 8 29 60 16 12 123 71
Sulawesi Utara 229 94 62 248 122 71 333 168 32 258 53 85 41 4 160 229 94
Sulawesi Tengah 443 265 26 921 735 18 355 196 45 263 62 81 135 29 98 443 265
Sulawesi Selatan 895 505 71 1.271 856 46 696 318 83 745 225 171 489 168 140 895 505
Sulawesi Tenggara 444 222 63 938 704 51 352 148 81 564 267 68 189 61 157 444 222
Gorontalo 171 79 1 377 286 2 151 66 8 265 156 9 47 6 52 171 79
Sulawesi Barat 164 75 6 178 95 12 111 30 14 131 28 36 101 20 14 164 75
Maluku 83 19 147 193 88 106 199 86 98 222 67 120 24 - 187 83 19
Maluku Utara 141 47 45 362 243 20 92 21 68 179 59 49 105 29 63 141 47
Papua Barat 111 61 94 124 75 95 63 13 94 102 25 109 85 44 103 111 61
Papua 243 119 219 268 131 206 197 79 225 244 100 290 295 155 203 243 119
TOTAL 16.013 7.909 1.928 17.790 10.452 2.694 11.758 4.327 2.601 12.950 3.525 4.035 10.088 3.488 3.432 16.013 7.909

Sesuai hasil perhitungan antara selisih standar minimal dan kondisi tenaga yang ada,
secara agregat tidak ada kekurangan tenaga yang berarti. Namun apabila dilakukan
analisa lebih lanjut maka didapatkan hasil analisa sebagai berikut:
1. Dokter
Jumlah kekurangan dokter dengan menghitung kesesuaian standar per puskemas
kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 2.444, turun sebanyak
12,7% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Papua, NTT, Sulawesi
Selatan, Jawa Timur, dan Maluku.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter di
puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pemenuhan dokter yaitu Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua dan
Maluku Utara.
2. Dokter Gigi
Jumlah kekurangan dokter gigi dengan menghitung kesesuaian standar per
puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 4.561, turun
sebanyak 12,8% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Jawa Barat,
Papua, NTT, Sumatera Utara, dan Lampung.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
gigi di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pemenuhan dokter gigi yaitu Maluku, Gorontalo, Papua, Kalimantan Barat, dan
Maluku Utara.
61

3. Perawat
Jumlah kekurangan tenaga perawat dengan menghitung kesesuaian standar per
puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 4.413 atau
turun 19,8% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di DKI Jakarta, Jawa
Barat, Sumatera Utara, Papua, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
perawat di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan tenaga yaitu Papua, Maluku Utara, Papua Barat, Maluku, dan
Sulawesi Barat.
4. Bidan
Jumlah kekurangan tenaga bidan dengan menghitung kesesuaian standar per
puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 2772 atau
turun sebanyak 20,9% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Papua,
DKI Jakarta, Maluku, Papua Barat, dan Sulawesi Utara.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
bidan di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan tenaga yaitu Maluku, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Utara.
5. Tenaga Kefarmasian
Jumlah kekurangan tenaga kefarmasian dengan menghitung kesesuaian standar per
puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 1.198 atau
turun sebanyak 16,1% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Papua,
Jawa Barat, Sumatera Utara, Maluku, dan Jawa Timur.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
kefarmasian di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan tenaga yaitu Maluku, Papua, Papua Barat, Maluku Utara, dan
Sulawesi Utara.
6. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Jumlah kekurangan tenaga kesehatan masyarakat dengan menghitung kesesuaian
standar per puskemas kemudian dihitung secara nasional, didapat kekurangan
sebanyak 2.694, angka ini naik 14,9% dari tahun sebelumnya. Jumlah kekurangan
terbesar ada di Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
kesehatan masyarakat di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam pemenuhan tenaga yaitu Papua, Papua Barat, Maluku,
Jawa Timur, dan Sulawesi Utara.
62

7. Tenaga Kesehatan Lingkungan


Jumlah kekurangan tenaga kesehatan lingkungan dengan menghitung kesesuaian
standar per puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak
2.601, turun 3,4% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Jawa Timur,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
kesehatan lingkungan di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam pemenuhan tenaga yaitu Papua Barat, Maluku Utara,
Papua, Banten, dan Riau.
8. Tenaga Gizi
Jumlah kekurangan tenaga gizi dengan menghitung kesesuaian standar per
puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak 4.035 atau
turun sebanyak 10,7%. Didapatkan kekurangan terbesar ada di Jawa Timur, Jawa
Barat, Sumatera Utara, Papua, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
gizi di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pemenuhan tenaga yaitu Banten, Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara,
Jawa Timur, dan Papua.
9. Ahli Teknologi Laboratorium Medik
Jumlah kekurangan tenaga ahli teknologi lab medik dengan menghitung kesesuaian
standar per puskemas kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah sebanyak
3.432 atau hanya turun 2,1% dari tahun sebelumnya. Didapatkan kekurangan
terbesar ada di Jawa Barat, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Papua, dan Maluku.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan tenaga
ahli teknologi lab medik di puskesmas, beberapa provinsi yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam pemenuhan tenaga yaitu Maluku, Sulawesi Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Kelebihan tenaga diartikan sebagai tenaga yang telah berlebih berdasarkan jenisnya
sesuai standar per fasyankes. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal:
1. Jumlah penduduk di puskesmas tertentu cukup banyak sehingga dibutuhkan jumlah
tenaga melebihi standar ketenagaan;
2. Adanya program kesehatan yang mengharuskan adanya pelayanan “luar
gedung”, sehingga membutuhkan lebih banyak tenaga di puskesmas tersebut demi
kelancaran pelayanan kesehatan;
63

3. Menumpuknya tenaga kesehatan di puskesmas tertentu yang terletak di daerah


urban dan masih kurangnya tenaga di daerah rural, menunjukkan masih rendahnya
retensi tenaga kesehatan di Indonesia;
4. Belum diterapkannya redistribusi tenaga kesehatan sesuai perencanaan kebutuhan
oleh pemerintah daerah setempat.
5. Adanya pergeseran lokasi pelayanan bagi pasien yang berada di kota besar dalam
pelayanan kesehatan, terutama dalam lab-diagnostic, lebih memilih untuk dilakukan
di RS atau lab klinik swasta. Sehingga kekurangan tenaga ahli teknologi lab medik di
DKI Jakarta, bisa jadi tidak berdasarkan kondisi kekurangan yang sebenarnya.

Persentase Jumlah Puskesmas Berdasarkan Kecukupan Tenaga


Berdasarkan kesesuaian standar, terdapat tiga kategori yaitu puskesmas yang sudah
memiliki tenaga sesuai standar, lebih dari standar, dan kurang dari standar. Berikut akan
disampaikan persentase puskesmas sesuai, lebih dari, dan kurang dari standar.

Gambar 15. Persentase Puskesmas Sesuai Standar Ketenagaan


Tahun 2017-2019
64

Tabel 23. Persentase Puskesmas Sesuai Standar Ketenagaan


Tahun 2018 – 2019

Tenaga Tenaga
Dokter Tenaga Tenaga Ahli Tek
Dokter Perawat Bidan Kesehatan Kesehatan
Gigi Kefarmasian Gizi Lab Medik
Masy Lingk
Provinsi
2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019
Aceh 30% 24% 34% 51% 4% 5% 3% 3% 40% 31% 22% 23% 37% 35% 40% 34% 40% 36%
Sumatera Utara 26% 24% 31% 36% 5% 5% 2% 2% 30% 34% 25% 26% 32% 36% 26% 29% 26% 33%
Sumatera Barat 40% 37% 62% 64% 11% 13% 1% 1% 49% 42% 40% 36% 55% 56% 51% 50% 55% 57%
Riau 18% 16% 53% 50% 2% 5% 2% 3% 30% 28% 34% 29% 43% 41% 42% 41% 41% 46%
Jambi 32% 36% 37% 56% 4% 7% 2% 3% 39% 45% 38% 37% 40% 43% 43% 41% 39% 45%
Sumatera Selatan 40% 35% 32% 38% 3% 2% 1% 1% 28% 21% 21% 16% 40% 35% 37% 38% 37% 26%
Bengkulu 46% 42% 23% 35% 3% 6% 1% 1% 43% 41% 16% 13% 45% 49% 40% 43% 43% 41%
Lampung 22% 33% 12% 23% 1% 4% 0% 0% 19% 40% 17% 27% 21% 36% 27% 37% 21% 45%
Kep. Bangka Belitung 0% 27% 0% 66% 0% 0% 0% 0% 2% 2% 2% 22% 2% 42% 2% 22% 3% 31%
Kep. Riau 20% 11% 32% 48% 0% 4% 1% 1% 44% 26% 35% 36% 35% 38% 46% 43% 64% 56%
DKI Jakarta 22% 14% 76% 76% 6% 6% 11% 10% 79% 77% 6% 5% 51% 61% 56% 66% 7% 10%
Jawa Barat 36% 28% 46% 51% 9% 10% 4% 5% 39% 37% 33% 38% 58% 60% 48% 56% 39% 46%
Jawa Tengah 38% 30% 62% 69% 12% 8% 2% 1% 53% 38% 48% 43% 66% 58% 55% 60% 65% 59%
DI Yogyakarta 20% 10% 69% 55% 20% 23% 5% 3% 46% 23% 49% 42% 77% 68% 55% 51% 44% 40%
Jawa Timur 43% 39% 65% 63% 6% 5% 2% 2% 49% 45% 51% 43% 66% 61% 41% 43% 55% 55%
Banten 38% 22% 40% 40% 11% 13% 5% 3% 37% 37% 32% 28% 56% 60% 42% 49% 37% 42%
Bali 9% 8% 27% 28% 3% 2% 0% 0% 32% 27% 34% 32% 42% 41% 52% 47% 47% 47%
Nusa Tenggara Barat 32% 37% 55% 61% 1% 1% 2% 3% 40% 31% 29% 29% 24% 29% 24% 27% 30% 29%
Nusa Tenggara Timur 37% 35% 25% 24% 3% 4% 4% 6% 40% 37% 39% 34% 39% 38% 36% 32% 45% 39%
Kalimantan Barat 45% 44% 28% 30% 2% 2% 5% 4% 41% 41% 42% 36% 48% 45% 37% 35% 42% 41%
Kalimantan Tengah 33% 35% 27% 27% 1% 2% 1% 1% 46% 41% 42% 37% 50% 42% 43% 48% 47% 48%
Kalimantan Selatan 44% 40% 55% 55% 4% 3% 4% 2% 45% 40% 35% 38% 49% 45% 28% 24% 55% 53%
Kalimantan Timur 23% 26% 46% 55% 2% 3% 4% 5% 26% 29% 32% 21% 59% 52% 45% 38% 58% 52%
Kalimantan Utara 34% 39% 43% 38% 0% 5% 2% 2% 13% 20% 25% 25% 48% 43% 36% 43% 48% 54%
Sulawesi Utara 20% 18% 17% 24% 6% 4% 8% 10% 38% 37% 36% 27% 29% 30% 30% 41% 16% 17%
Sulawesi Tengah 38% 38% 32% 39% 2% 0% 2% 0% 31% 25% 10% 8% 32% 32% 35% 42% 37% 41%
Sulawesi Selatan 35% 43% 49% 57% 8% 5% 6% 7% 44% 26% 28% 26% 43% 39% 37% 40% 45% 43%
Sulawesi Tenggara 36% 46% 33% 41% 8% 4% 6% 7% 41% 40% 23% 18% 36% 40% 27% 31% 36% 31%
Gorontalo 44% 51% 35% 49% 3% 10% 1% 1% 45% 41% 16% 18% 35% 49% 11% 14% 38% 38%
Sulawesi Barat 25% 43% 33% 54% 4% 8% 3% 8% 45% 39% 32% 41% 54% 61% 24% 43% 59% 68%
Maluku 26% 24% 11% 11% 9% 15% 12% 10% 35% 24% 31% 27% 33% 28% 25% 32% 27% 11%
Maluku Utara 27% 33% 9% 24% 13% 9% 2% 5% 54% 42% 22% 25% 46% 38% 43% 40% 39% 36%
Papua Barat 32% 18% 9% 6% 8% 6% 8% 10% 39% 17% 35% 19% 33% 26% 39% 28% 35% 12%
Papua 25% 25% 8% 10% 6% 6% 7% 9% 23% 21% 22% 22% 25% 22% 19% 14% 22% 19%
INDONESIA 33% 31% 41% 46% 6% 6% 4% 4% 41% 36% 32% 30% 47% 46% 39% 42% 41% 41%

Berdasarkan grafik diatas, terjadi peningkatan jumlah puskesmas sesuai standar pada
dokter gigi, tenaga gizi, dan ahli teknologi lab medik. Peningkatan jumlah puskesmas
sesuai standar untuk dokter gigi terbesar yaitu pada provinsi Kep. Bangka Belitung,
Maluku Utara, Lampung, Sulawesi Barat, dan Jambi. Sedangkan untuk tenaga gizi,
peningkatan terbesar puskesmas sesuai standar ada di provinsi Kep. Bangka Belitung,
Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Lampung, dan Maluku.
65

Gambar 16. Persentase Puskesmas Lebih dari Standar Ketenagaan


Tahun 2017-2019

Tabel 24. Persentase Puskesmas Lebih dari Standar Ketenagaan


Tahun 2018 – 2019

Tenaga Tenaga
Dokter Tenaga Tenaga Ahli Tek
Dokter Perawat Bidan Kesehatan Kesehatan
Gigi Kefarmasian Gizi Lab Medik
Masy Lingk
Provinsi
2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019
Aceh 54% 9% 81% 93% 39% 66% 39% 19% 32% 60% 13% 79% 90% 44% 62% 35% 24% 23%
Sumatera Utara 49% 21% 69% 82% 28% 43% 15% 20% 15% 61% 27% 77% 95% 39% 53% 18% 27% 20%
Sumatera Barat 38% 20% 65% 97% 44% 30% 22% 20% 29% 48% 22% 65% 96% 48% 35% 29% 28% 29%
Riau 71% 26% 94% 94% 53% 51% 18% 16% 31% 73% 35% 88% 96% 58% 54% 15% 17% 31%
Jambi 48% 16% 84% 96% 47% 49% 43% 17% 40% 43% 6% 78% 96% 44% 45% 37% 16% 31%
Sumatera Selatan 33% 4% 90% 96% 47% 63% 39% 21% 28% 44% 6% 91% 96% 54% 69% 43% 25% 36%
Bengkulu 30% 7% 81% 97% 24% 77% 16% 19% 23% 33% 4% 85% 98% 32% 83% 17% 23% 20%
Lampung 62% 21% 87% 92% 44% 48% 49% 21% 43% 57% 9% 91% 99% 33% 50% 42% 18% 29%
Kep. Bangka Belitung 98% 75% 100% 100% 98% 81% 89% 97% 91% 70% 16% 100% 100% 98% 77% 52% 72% 64%
Kep. Riau 67% 35% 88% 98% 41% 28% 42% 12% 14% 74% 27% 84% 93% 65% 33% 44% 17% 22%
DKI Jakarta 77% 17% 17% 24% 19% 5% 12% 9% 13% 85% 19% 17% 21% 22% 9% 13% 13% 14%
Jawa Barat 50% 9% 68% 89% 36% 27% 10% 7% 14% 66% 14% 71% 92% 48% 37% 14% 12% 17%
Jawa Tengah 50% 6% 72% 93% 36% 27% 15% 6% 22% 61% 8% 77% 93% 56% 39% 30% 15% 26%
DI Yogyakarta 79% 26% 59% 80% 52% 32% 19% 26% 55% 89% 40% 61% 83% 75% 45% 28% 33% 56%
Jawa Timur 40% 19% 88% 97% 31% 19% 9% 10% 27% 45% 21% 91% 97% 41% 21% 13% 14% 29%
Banten 49% 31% 67% 89% 25% 25% 8% 3% 7% 71% 38% 71% 95% 43% 38% 10% 8% 10%
Bali 89% 71% 95% 100% 50% 33% 55% 24% 26% 89% 70% 96% 100% 61% 29% 55% 34% 28%
Nusa Tenggara Barat 41% 9% 90% 93% 45% 53% 72% 63% 57% 42% 5% 94% 92% 55% 50% 67% 60% 58%
Nusa Tenggara Timur 15% 2% 81% 86% 40% 40% 49% 36% 32% 13% 3% 79% 82% 34% 40% 41% 32% 29%
Kalimantan Barat 30% 5% 86% 89% 44% 38% 42% 40% 37% 25% 1% 79% 81% 39% 36% 40% 36% 33%
Kalimantan Tengah 30% 3% 98% 96% 35% 33% 20% 36% 27% 28% 5% 93% 91% 46% 35% 20% 31% 25%
Kalimantan Selatan 44% 4% 91% 95% 51% 43% 42% 66% 38% 47% 3% 93% 96% 56% 43% 46% 71% 39%
Kalimantan Timur 64% 31% 86% 84% 70% 47% 30% 18% 37% 49% 19% 83% 83% 66% 53% 28% 11% 36%
Kalimantan Utara 41% 13% 91% 86% 79% 63% 32% 18% 36% 30% 14% 89% 89% 73% 70% 32% 13% 25%
Sulawesi Utara 49% 2% 75% 52% 23% 32% 52% 26% 4% 53% 4% 81% 59% 31% 37% 53% 23% 2%
Sulawesi Tengah 21% 10% 88% 94% 58% 78% 47% 24% 14% 20% 4% 90% 97% 62% 83% 46% 25% 11%
Sulawesi Selatan 28% 22% 76% 79% 41% 54% 39% 26% 26% 36% 23% 83% 85% 58% 64% 43% 29% 26%
Sulawesi Tenggara 17% 7% 66% 81% 27% 54% 38% 44% 13% 18% 3% 72% 83% 38% 65% 32% 47% 14%
66

Gorontalo 34% 5% 87% 98% 44% 83% 55% 87% 11% 25% 0% 82% 96% 58% 80% 42% 76% 6%
Sulawesi Barat 33% 13% 87% 94% 41% 53% 32% 42% 21% 25% 9% 73% 85% 55% 46% 24% 22% 17%
Maluku 10% 2% 72% 43% 9% 22% 33% 37% 1% 9% 0% 54% 31% 7% 23% 25% 19% 0%
Maluku Utara 28% 4% 69% 82% 24% 60% 19% 42% 16% 17% 1% 63% 87% 26% 60% 13% 28% 19%
Papua Barat 11% 1% 66% 41% 13% 19% 15% 12% 11% 12% 3% 57% 41% 17% 15% 8% 9% 17%
Papua 15% 1% 57% 35% 13% 22% 15% 12% 18% 12% 1% 48% 36% 15% 18% 13% 14% 22%
INDONESIA 43% 13% 76% 84% 36% 38% 26% 21% 24% 48% 14% 77% 85% 45% 43% 28% 23% 24%

Berdasarkan grafik tersebut, terjadi peningkatan jumlah puskesmas lebih dari standar
untuk semua tenaga, namun yang cukup signifikan yaitu pada tenaga kefarmasian,
tenaga gizi, dan ahli teknologi laboratorium medik.
Peningkatan jumlah puskesmas lebih standar untuk tenaga kefarmasian terbesar pada
provinsi Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Banten, Jawa Barat,dan
Sulawesi Tenggara. Peningkatan jumlah puskesmas lebih standar untuk tenaga gizi
terbesar pada provinsi Bengkulu, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi
Selatan. Sedangkan untuk tenaga ahli teknologi laboratorium medik peningkatan
signifikan terjadi di provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Jambi, Maluku, dan Lampung.

Gambar 17. Persentase Puskesmas Kurang dari Standar Ketenagaan


Tahun 2017-2019
67

Tabel 25. Persentase Puskesmas Kurang dari Standar Ketengaan


Tahun 2018 - 2019
Tenaga Tenaga
Dokter Tenaga Tenaga Ahli Tek
Dokter Perawat Bidan Kesehatan Kesehatan
Gigi Kefarmasian Gizi Lab Medik
Masy Lingk
Provinsi

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019
Aceh 16% 16% 57% 36% 15% 16% 4% 7% 21% 25% 12% 15% 24% 30% 41% 42% 28% 40%
Sumatera Utara 25% 15% 48% 37% 26% 17% 15% 3% 42% 26% 32% 22% 54% 46% 54% 44% 58% 47%
Sumatera Barat 22% 15% 18% 14% 24% 22% 1% 2% 7% 10% 30% 29% 22% 15% 29% 22% 16% 14%
Riau 11% 10% 22% 15% 5% 7% 4% 1% 16% 14% 14% 18% 39% 43% 42% 42% 28% 22%
Jambi 20% 21% 46% 38% 12% 15% 2% 1% 14% 11% 13% 17% 18% 20% 40% 43% 21% 24%
Sumatera Selatan 27% 21% 64% 56% 7% 7% 3% 2% 24% 25% 16% 16% 20% 22% 42% 38% 35% 38%
Bengkulu 24% 25% 70% 61% 16% 9% 2% 1% 33% 26% 7% 3% 39% 34% 41% 34% 33% 39%
Lampung 16% 9% 67% 67% 11% 5% 8% 1% 37% 27% 35% 24% 30% 22% 52% 45% 36% 26%
Kep. Bangka Belitung 2% 3% 25% 19% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 17% 2% 9% 6% 2% 6% 6% 5%
Kep. Riau 13% 15% 33% 25% 12% 11% 1% 6% 15% 9% 36% 31% 22% 18% 42% 40% 22% 21%
DKI Jakarta 1% 1% 6% 5% 77% 77% 65% 69% 2% 1% 89% 86% 37% 26% 34% 21% 80% 76%
Jawa Barat 14% 6% 45% 35% 23% 20% 7% 3% 25% 15% 40% 25% 32% 26% 45% 32% 47% 37%
Jawa Tengah 13% 8% 32% 23% 17% 15% 5% 5% 11% 7% 25% 18% 19% 12% 39% 25% 14% 15%
DI Yogyakarta 2% 1% 5% 4% 21% 16% 15% 14% 2% 2% 19% 12% 4% 4% 20% 16% 2% 3%
Jawa Timur 18% 16% 16% 15% 6% 5% 1% 1% 20% 14% 30% 36% 25% 26% 49% 43% 19% 16%
Banten 13% 7% 29% 22% 22% 16% 6% 2% 38% 19% 43% 35% 37% 30% 55% 43% 57% 48%
Bali 2% 3% 3% 2% 3% 3% 0% 0% 18% 13% 33% 39% 3% 4% 24% 19% 28% 25%
Nusa Tenggara Barat 28% 21% 36% 34% 10% 5% 5% 5% 15% 14% 18% 21% 5% 4% 13% 13% 13% 13%
Nusa Tenggara Timur 48% 52% 73% 73% 15% 17% 10% 12% 20% 29% 21% 27% 13% 21% 28% 36% 23% 32%
Kalimantan Barat 24% 30% 67% 69% 12% 19% 5% 15% 14% 20% 20% 28% 10% 15% 22% 29% 20% 26%
Kalimantan Tengah 38% 37% 71% 68% 2% 5% 3% 7% 20% 12% 26% 28% 30% 37% 22% 21% 27% 27%
Kalimantan Selatan 12% 13% 41% 42% 5% 4% 1% 2% 3% 4% 21% 19% 9% 8% 6% 5% 7% 8%
Kalimantan Timur 13% 24% 24% 26% 12% 14% 12% 12% 3% 4% 21% 26% 11% 20% 37% 51% 5% 11%
Kalimantan Utara 25% 30% 45% 48% 9% 5% 13% 9% 9% 7% 13% 5% 20% 25% 46% 45% 16% 21%
Sulawesi Utara 31% 29% 81% 72% 20% 15% 41% 31% 40% 31% 31% 36% 19% 16% 44% 36% 80% 81%
Sulawesi Tengah 41% 42% 59% 57% 11% 10% 5% 3% 12% 13% 12% 9% 22% 22% 42% 34% 49% 48%
Sulawesi Selatan 36% 20% 29% 20% 16% 12% 15% 8% 15% 15% 18% 10% 18% 18% 37% 31% 29% 30%
Sulawesi Tenggara 47% 36% 61% 56% 27% 24% 12% 10% 32% 22% 24% 18% 26% 28% 29% 22% 52% 55%
Gorontalo 22% 25% 59% 51% 10% 9% 1% 3% 11% 1% 1% 2% 10% 9% 2% 10% 52% 56%
Sulawesi Barat 42% 32% 55% 37% 8% 19% 3% 6% 14% 6% 16% 13% 15% 15% 34% 35% 20% 15%
Maluku 64% 67% 87% 89% 19% 32% 45% 59% 56% 70% 47% 50% 33% 46% 39% 48% 71% 89%
Maluku Utara 46% 50% 87% 74% 18% 29% 16% 8% 22% 32% 17% 14% 34% 49% 16% 32% 46% 45%
Papua Barat 56% 70% 90% 90% 25% 38% 51% 49% 49% 65% 46% 66% 52% 65% 49% 63% 54% 72%
Papua 60% 63% 90% 89% 37% 45% 57% 55% 64% 64% 55% 60% 60% 66% 69% 72% 59% 59%
INDONESIA 24% 21% 46% 40% 18% 17% 13% 11% 23% 19% 29% 27% 27% 26% 40% 35% 35% 34%

Berdasarkan grafik tersebut, terjadi penurunan jumlah


78,74 % puskesmas di puskesmas kurang dari standar untuk semua jenis tenaga,
Indonesia masih
dalam kondisi tenaga namun yang cukup signifikan ada pada tenaga bidan,
kurang dari standar tenaga kefarmasian, dan dokter. Sedangkan puskesmas
yang kurang dari standar dengan penurunan terendah
berada pada dokter gigi, ahli teknologi laboratorium medik, dan tenaga gizi.
Berikut akan dijabarkan persentase puskesmas kurang dari standar ketenagaan per jenis
tenaga kesehatan.
68

 Dokter : Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Sulawesi Tengah.


 Dokter gigi : Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Banten, Sumatera Barat
 Perawat : Sulawesi Tenggara, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Banten
 Bidan : Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur
 Tenaga kefarmasian : Sulawesi Barat, Gorontalo, Banten, Sulawesi Selatan
 Tenaga kesehatan masyarakat : Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Banten
 Tenaga kesehatan lingkungan : Gorontalo, Sumatera Barat, Banten, Sulawesi
Utara
 Tenaga gizi : Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Banten, Kalimantan Timur
 Ahli teknologi laboratorium medik : Gorontalo, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Sulawesi Tenggara

Berdasarkan ketiga kategori diatas dapat disimpulkan bahwa bagi puskesmas sesuai
standar dan lebih dari standar, peningkatan jumlah hampir terjadi pada semua jenis
tenaga. Namun, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, masih terdapat jenis
tenaga yang peningkatannya berada di bawah rata-rata; terutama pada dokter gigi,
tenaga gizi, ahli teknologi laboratorium medik, dan tenaga kesehatan masyarakat. Hal
ini mengindikaskan bahwa ketiga tenaga tersebut, harus menjadi perhatian dalam
upaya pemenuhan tenaga kesehatan untuk bisa ditempatkan di puskesmas yang belum
memiliki tenaga ataupun kurang dari standar.

Berikut disampaikan tampilan secara spasial jumlah puskesmas yang kekurangan dan
jumlah kekurangan tenaga per jenis tenaga kesehatan yang harus ada di puskesmas
berdasarkan Permenkes 75 Tahun 2014.
Tampilan spasial berikut menunjukkan persentase kekurangan dengan range warna,
semakin tinggi persentase, semakin gelap warna yang ditampilkan. Sementara itu untuk
jumlah kekurangan tenaga ditujukkan dengan angka dalam ukuran lingkaran sesuai
dengan jumlahnya.
69

Gambar 18. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Dokter Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


dokter tertinggi, terdapat di Papua Barat dan Maluku. Namun jumlah kekurangan
terbesar berada di Papua. Dapat dilhat pada peta tersebut bahwa semakin ke arah
timur Indonesia, jumlah puskesmas kurang dari standar persentasenya semakin tinggi.

Gambar 19. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Dokter Gigi Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


dokter gigi jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi, terdapat di
Papua Barat, Papua, dan Maluku. Namun jumlah kebutuhan terbesar berada di Papua.
70

Gambar 20. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Perawat Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


perawat jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi, terdapat di DKI
Jakarta, Papua, dan Papua Barat. Namun jumlah kebutuhan terbesar berada di DKI
Jakarta, Papua, dan Jawa Barat.

Gambar 21.Persentase Puskesmas dengan Jumlah Bidan Kurang Dari Standar dan
Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


bidan jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi, terdapat di DKI
Jakarta, Maluku, dan Papua; begitu pula kebutuhan tenaga nya
71

Gambar 22. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Farmasi Kurang Dari Standar
dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


farmasi jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi, terdapat di Maluku,
Papua Barat, dan Papua. Namun kebutuhan tenaga terbanyak ada pada provinsi
Papua, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

Gambar 23. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat


Kurang Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


kesehatan masyarakat jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi,
terdapat di Papua Barat, Papua, dan Maluku. Namun kebutuhan tenaga terbanyak ada
pada provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
72

Gambar 24. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Kesehatan Lingkungan


Kurang Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga


kesehatan lingkungan jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi,
terdapat di Papua Barat, Papua, Maluku Utara, dan Maluku. Namun kebutuhan tenaga
terbanyak ada pada provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Papua.

Gambar 25. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Gizi Kurang Dari Standar
dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga gizi
jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi, terdapat di Papua Barat,
Papua, dan Kalimantan Timur. Namun kebutuhan tenaga terbanyak ada pada provinsi
Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Papua.
73

Gambar 26. Persentase Puskesmas dengan Jumlah Tenaga Ahli Teknologi Lab Medik
Kurang Dari Standar dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Berdasarkan peta tersebut, persentase puskesmas yang memiliki kekurangan tenaga ahli
teknologi lab medik jika dibandingkan dengan standar minimal tenaga tertinggi,
terdapat di Maluku, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta. Namun kebutuhan tenaga
terbanyak ada pada provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta.

Secara umum dapat dilihat bahwa persebaran puskesmas kurang dari standar di
Indonesia, bervariasi. Namun bagi beberapa tenaga kesehatan, puskesmas dengan
tenaga kurang dari standar, semakin ke Timur Indonesia, menunjukkan persentase yang
makin tinggi. Ini cukup menjelaskan pembangunan tenaga kesehatan masih terdapat
disparitas antar provinsi di Indonesia.

Kecukupan Tenaga di Puskesmas sesuai Rencana Strategis 2020-2024


Sesuai dengan draft Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024 dalam
mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing; pada sasaran
Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan
semestaterdapat indicator yang berkaitan erat dengan kecukupan tenaga di
Puskesmas, yaitu :
1. Persentase puskesmas Tanpa Dokter
2. Persentase puskesmas yang memiliki Tenaga Kesehatan Sesuai Standar

Persentase puskesmas tanpa dokter


Pada indikator pertama terkait dengan puskesmas yaitu puskesmas tanpa dokter telah
dibahas pada halaman 16-17. Tahun 2018 puskesmas tanpa dokter sebesar 15,1% dan
pada tahun 2019 berada pada angka 12,4%
74

Persentase puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan sesuai standar


Pada indikator kedua yaitu puskesmas yang memiliki tenaga sesuai standar ketenagaan
per provinsi dapat dilihat dalam grafik berikut.

Gambar 27. Persentase Puskesmas yang telah memenuhi Standar Ketenagaan Per
Provinsi Tahun 2018 – 2019

Pada grafik tersebut terjadi kenaikan persentase puskesmas sesuai standar dari tahun
sebelumnya. Dapat dilihat perubahan di beberapa provinsi yang memiliki kenaikan
signifikan berada pada provinsi Sulawesi Utara, Jawa Barat, Papua Barat, Jawa Tengah,
dan Maluku Utara. Secara nasional, persentase puskesmas sesuai standar tahun 2019 naik
sebanyak 20,1% dari tahun 2018, yaitu sebanyak 2.133 puskesmas atau sebesar 21,3% dari
total puskesmas.

PERKIRAAN KEBUTUHAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT RUJUKAN/


LANJUT (FKRTL) – RUMAH SAKIT
Perhitungan kebutuhan Tenaga di RS selama ini dihitung berdasarkan pola minimal
seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi RS Umum dan perhitungan kebutuhan tenaga di RS khusus, menggunakan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit. Namun saat ini telah terbit Peraturan Menteri Kesehatan 30 Tahun 2019 Tentang
Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit. Sementara itu, dalam dokumen ini masih belum
menggunakan aturan permenkes tersebut, karena masih dalam tahap kajian dalam
menghitung Kebutuhan tenaga nya.
75

Berikut akan digambarkan tentang kebutuhan dan kesenjangan tenaga kesehatan di RS


tahun 2019. Perhitungan pada tabel ini menghitung kekurangan ataupun kelebihan SDM
Kesehatan di tiap RS dan kemudian dihitung agregat perhitungan secara nasional
dengan membandingkan antara ketersediaan dan standar kebutuhan tenaga
kesehatan.

Tabel 26. Keadaan, Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di


Rumah Sakit Tahun 2019

TENAGA KESEHATAN KEADAAN STANDAR KELEBIHAN KEKURANGAN


Spesialis Anak 6.213 4.677 2.357 821
Spesialis Obgyn 7.067 4.684 3.122 739
Spesialis Penyakit Dalam 6.296 4.730 2.319 753
Spesialis Bedah 4.535 4.713 950 1.128
Spesialis Radiologi 3.224 2.355 1.487 618
Spesialis Rehab Medik 1.410 985 846 421
Spesialis Anestesi 4.301 3.224 1.853 776
Spesialis Pat Klinik 2.274 2.014 714 454
Spesialis Pat Anatomi 896 919 424 447
Spesialis Jantung & PD 1.753 514 1.328 89
Spesialis Mata 2.977 759 2.382 164
Spesialis THT 2.462 495 2.032 65
Spesialis Jiwa 1.413 649 880 116
Spesialis Saraf 3.135 548 2.645 58
Spesialis Paru 1.907 524 1.466 83
Dr Umum 30.584 18.202 13.893 1.511
Dr Gigi 5.548 4.447 2.118 1.017
Drg Spesialis 3.473 2.709 1.789 1.025
Perawat 241.066 151.271 110.455 20.660
Bidan 57.617 26.695 35.517 4.595
Apoteker 37.455 17.185 22.942 2.672
Tng Teknis Farmasi 25.436 23.323 9.939 7.826
Ahli Lab Medik 15.164 3.484 12.727 1.047
Kesehatan Masyarakat 3.894 4.274 2.811 3.191
Sanitarian 3.346 4.337 1.502 2.493
Tenaga Gizi 8.927 5.647 4.998 1.718
Tenaga Biomedik 14.267 318 14.057 108
Total 496.640 293.682 257.553 54.595

Pada tabel tersebut terdapat perhitungan jumlah kekurangan tenaga Kesehatan di RS


yang kemudian diakumulasikan di tingkat nasional. Perhitungan ini belum memisahkan
antara RS Pemerintah (publik) dan RS Non-Pemerintah (privat).
76

Berdasarkan perhitungan dengan standar Kebutuhan minimal, terdapat kekurangan


tenaga kesehatan sebanyak 54.595 yang terdiri dari namun juga terdapat kelebihan
tenaga sebanyak 257.553. Kekurangan pada dokter spesialis jenis 4 dasar dan 3
penunjang sebanyak 5.289 atau naik sebanyak 11,5%, dengan kekurangan terbesar
pada jenis spesialisasi bedah.
Pada kondisi adanya kelebihan jenis tenaga spesialis, dapat diasumsikankan hal ini
disebabkan beberapa hal :
1. Jumlah penduduk di RS tertentu cukup banyak sehingga dibutuhkan jumlah
spesialisasi melebihi standar ketenagaan;
2. Menumpuknya spesialis di RS tertentu yang terletak di daerah urban;
3. Diperbolehkannya dokter memiliki 3 (tiga) lokasi praktik dan hal ini tercatat di
dalam SIRS (bukan pencatatan cacah);
4. Terpenuhinya determinan yang menjadi dasar peningkatan retensi dokter
spesialis.

Tabel 27. Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Spesialis Anak, Obstetri-Ginekolog,


Penyakit Dalam, dan Bedah per Provinsi Tahun 2019
Spesialis Penyakit
Spesialis Anak Spesialis Obgyn Spesialis Bedah
Dalam
JML
Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan
Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan
Keadaan

Keadaan

Keadaan

Keadaan
PROVINSI RUMAH
SAKIT

Aceh 68 157 51 14 137 37 19 178 64 5 115 23 27


Sumatera Utara 216 449 178 91 528 245 79 481 189 74 326 64 101
Sumatera Barat 78 140 50 18 154 66 20 152 60 20 147 54 17
Riau 71 164 63 12 183 81 10 149 56 20 111 26 27
Jambi 41 65 15 19 92 35 12 90 31 11 71 15 13
Sumatera Selatan 84 167 59 21 206 100 21 189 84 24 139 42 31
Bengkulu 23 30 6 14 43 16 11 56 23 6 40 11 9
Lampung 78 124 33 26 167 60 11 124 33 28 104 18 32
Kep. Bangka Belitung 25 38 5 6 43 11 7 38 11 13 33 7 13
Kep. Riau 33 59 10 10 68 17 8 58 8 9 50 4 13
DKI Jakarta 190 787 463 43 894 563 44 675 347 49 342 65 92
Jawa Barat 354 1.003 442 67 1.039 477 64 856 299 74 610 106 124
Jawa Tengah 296 613 212 60 650 250 60 748 318 37 532 138 86
DI Yogyakarta 84 151 57 17 141 54 28 175 75 18 132 39 22
Jawa Timur 383 759 229 62 901 363 55 788 265 76 584 106 118
Banten 113 352 175 27 405 216 16 266 83 23 199 33 41
Bali 68 200 92 12 247 138 12 199 85 8 153 48 18
Nusa Tenggara Barat 37 66 25 14 90 44 9 80 32 8 63 21 13
Nusa Tenggara Timur 52 59 8 30 81 19 19 76 16 21 74 14 21
Kalimantan Barat 50 85 21 16 102 32 10 75 14 21 66 10 24
Kalimantan Tengah 26 36 5 16 45 8 10 41 6 12 34 5 18
Kalimantan Selatan 45 73 14 20 91 33 21 95 29 14 61 9 29
Kalimantan Timur 54 103 34 17 129 59 15 94 34 26 65 15 35
Kalimantan Utara 10 18 6 4 16 5 5 13 2 5 13 3 6
Sulawesi Utara 47 96 32 15 95 33 17 122 53 11 66 14 27
Sulawesi Tengah 38 48 4 22 51 8 23 56 7 17 46 2 22
77

Sulawesi Selatan 106 190 45 45 250 104 43 204 51 33 158 21 52


Sulawesi Tenggara 36 42 6 17 46 8 15 45 7 16 38 6 21
Gorontalo 14 27 8 5 20 4 8 35 14 3 21 4 7
Sulawesi Barat 12 17 2 5 16 1 5 14 1 7 20 4 4
Maluku 29 16 - 27 27 5 21 28 5 21 28 7 22
Maluku Utara 21 15 1 15 30 7 6 26 6 9 23 5 11
Papua Barat 19 23 3 7 24 4 7 22 2 7 16 1 12
Papua 44 41 3 27 56 19 28 48 9 27 55 10 20
INDONESIA 2.845 6.213 2.357 821 7.067 3.122 739 6.296 2.319 753 4.535 950 1.128

Tabel 28. Kebutuhan, Kelebihan dan Kekurangan Spesialis Anestei, Radiologi, dan
Patologi Klinik per Provinsi Tahun 2019
Spesialis Patologi
Spesialis Anestesi Spesialis Radiologi
Klinik
JML

Kekurangan

Kekurangan

Kekurangan
Kelebihan

Kelebihan

Kelebihan
Keadaan

Keadaan

Keadaan
PROVINSI RUMAH
SAKIT

Aceh 68 93 30 16 54 17 17 62 20 9
Sumatera Utara 216 241 88 82 140 29 63 191 59 32
Sumatera Barat 78 104 53 27 60 26 27 70 34 5
Riau 71 98 39 19 60 22 16 48 13 10
Jambi 41 54 23 13 32 9 11 31 7 6
Sumatera Selatan 84 89 34 38 79 38 21 44 11 14
Bengkulu 23 20 7 13 12 3 9 18 4 3
Lampung 78 95 24 9 92 47 18 55 17 7
KepulauanBangka Belitung 25 18 2 10 21 6 4 16 4 4
Kep. Riau 33 46 17 10 40 18 9 24 5 7
DKI Jakarta 190 513 300 37 398 221 37 226 78 56
Jawa Barat 354 643 292 62 520 233 49 308 76 60
Jawa Tengah 296 528 253 57 386 215 38 238 85 28
DI Yogyakarta 84 112 43 21 108 69 17 78 41 9
Jawa Timur 383 554 192 70 428 215 82 314 129 43
Banten 113 240 124 17 165 62 24 109 30 18
Bali 68 175 111 14 97 43 9 51 8 15
Nusa Tenggara Barat 37 45 16 9 34 15 5 20 3 4
Nusa Tenggara Timur 52 50 17 23 23 7 16 28 6 9
Kalimantan Barat 50 52 17 18 51 20 10 23 1 13
Kalimantan Tengah 26 28 5 6 24 9 8 21 5 6
Kalimantan Selatan 45 54 20 18 49 25 18 38 11 9
Kalimantan Timur 54 81 36 16 61 30 13 33 7 8
Kalimantan Utara 10 9 3 5 8 2 - 8 2 -
Sulawesi Utara 47 62 27 17 30 10 17 17 2 19
Sulawesi Tengah 38 32 6 18 23 5 15 22 3 9
Sulawesi Selatan 106 144 49 30 142 63 29 104 33 15
Sulawesi Tenggara 36 32 11 17 23 8 4 15 2 6
Gorontalo 14 15 4 6 11 3 3 11 4 3
Sulawesi Barat 12 8 1 7 8 1 2 6 1 3
Maluku 29 15 1 19 9 5 12 7 1 10
Maluku Utara 21 10 1 15 9 3 3 8 2 3
Papua Barat 19 12 - 9 6 2 4 4 1 5
Papua 44 29 7 28 21 6 8 26 9 6
INDONESIA 2845 4.301 1.853 776 3.224 1.487 618 2.274 714 454
78

Sesuai hasil perhitungan antara selisih standar minimal dan kondisi tenaga yang ada,
secara agregat tidak ada kekurangan tenaga yang berarti. Namun apabila dilakukan
analisa lebih lanjut maka didapatkan hasil analisa sebagai berikut :
1. Spesialis Anak
Jumlah kekurangan dokter spesialis anak dengan menghitung kesesuaian standar per
RS kemudian dihitung secara nasional sebanyak 821, meningkat 16,8% dari tahun lalu.
Didapatkan kekurangan terbesar ada di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur,
Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
Spesialis Anak di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
pemenuhan dokter spesialis anak yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua, Sulawesi
Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
2. Spesialis Obstetri-Ginekologi
Jumlah kekurangan dokter spesialis obstetri-ginekologi dengan menghitung
kesesuaian standar per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total
kekurangan sebanyak 739, meningkat 26,0% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan
terbesar ada di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI
Jakarta.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis obgyn di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan dokter spesialis obgyn yaitu Sulawesi Barat, Maluku, Sulawesi
Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara.
3. Spesialis Penyakit Dalam
Jumlah kekurangan dokter spesialis peny dalam dengan menghitung kesesuaian
standar per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total kekurangan
sebanyak 753, meningkat 12,2% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada
di Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis peny dalam di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan dokter spesialis penyakit dalam yaitu Sulawesi Barat, Maluku,
Papua Barat, Papua, dan Kalimantan Utara.
79

4. Spesialis Bedah
Jumlah kekurangan dokter spesialis bedah dengan menghitung kesesuaian standar
per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total kekurangan
sebanyak 1128, meningkat 11,5% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar
ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis bedah di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan dokter spesialis bedah yaitu Papua Barat, Sulawesi Tengah,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Kep. Riau.
5. Spesialis Anestesi
Jumlah kekurangan dokter spesialis anestesi dengan menghitung kesesuaian standar
per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total kekurangan
sebanyak 776, meningkat 28,0% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada
di Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis anestesi di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan dokter spesialis anestesi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat,
Sulawesi Barat, dan Kep. Bangka Belitung.
6. Spesialis Radiologi
Jumlah kekurangan dokter spesialis radiologi dengan menghitung kesesuaian standar
per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total kekurangan
sebanyak 618, meningkat 5,5% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada
di Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis rsdiologi di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian khusus
dalam pemenuhan dokter spesialis radiologi yaitu Sulawesi Tengah, Bengkulu, Maluku,
Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Utara.
7. Spesialis Patologi Klinik
Jumlah kekurangan dokter spesialis patologi klinik dengan menghitung kesesuaian
standar per RS kemudian dihitung secara nasional, dengan jumlah total kekurangan
sebanyak 454, turun 40,3% dari tahun lalu. Didapatkan kekurangan terbesar ada di
Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, danJawa Tengah.
Ketika dilakukan perhitungan membandingkan kekurangan dan kelebihan dokter
spesialis patologi klinik di RS, beberapa provinsi yang perlu mendapat perhatian
80

khusus dalam pemenuhan dokter spesialis patologi klinik yaitu Kalimantan Barat,
Maluku, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Sulawesi Tengah.

Kekurangan dan kelebihan dokter spesialis dapat disebabkan beberapa hal :


1. Jumlah penduduk di RS tertentu cukup banyak sehingga dibutuhkan jumlah
spesialisasi melebihi standar ketenagaan;
2. Menumpuknya spesialis di RS tertentu yang terletak di daerah urban;
3. Diperbolehkannya dokter memiliki 3 (tiga) lokasi praktik dan hal ini tercatat di
dalam SIRS (bukan pencatatan cacah);
4. Komitmen pemda dalam memberikan apresiasi bagi dokter spesialis untuk
meningkatkan retensi di daerah tersebut dan turut membantu redistribusi dokter
spesialis;
5. Terjadi peningkatan kelas di beberapa RS, terutama kelas B, C, dan D yang
meningkat jumlahnya 4-10%; namun hal ini tidak diimbangi dengan distribusi
dokter spesialis dengan merata.

Persentase Jumlah RS Berdasarkan Kecukupan Spesialis 4 Dasar dan


3 Penunjang

Berdasarkan kesesuaian standar, terdapat tiga kategori yaitu RS yang sudah memiliki
tenaga sesuai standar, lebih dari standar, dan kurang dari standar. Berikut akan
disampaikan persentase RS sesuai, lebih dari, dan kurang dari standar.

Gambar 28. Persentase RS Sesuai Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar
dan 3 penunjang) Tahun 2017-2019
81

Tabel 29. Persentase RS Persentase RS Sesuai Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi
(4 dasar dan 3 penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019
Spesialis Spesialis
Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis
Penyakit Patologi
Anak Obgyn Bedah Anestesi Radiologi
Dalam Klinik
PROVINSI

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2019
Aceh 41% 44% 36% 41% 31% 37% 40% 43% 47% 46% 44% 57% 59% 59%
Sumatera Utara 42% 38% 36% 35% 49% 37% 46% 45% 49% 44% 64% 61% 62% 70%
Sumatera Barat 44% 33% 35% 33% 35% 31% 33% 33% 47% 36% 43% 49% 60% 56%
Riau 44% 41% 37% 31% 45% 32% 45% 38% 44% 46% 55% 54% 67% 69%
Jambi 55% 37% 40% 37% 53% 37% 45% 49% 58% 34% 55% 54% 60% 68%
Sumatera
43% 43% 32% 27% 36% 26% 39% 36% 50% 33% 49% 54% 66% 74%
Selatan
Bengkulu 26% 30% 17% 22% 43% 43% 35% 48% 39% 35% 52% 57% 65% 74%
Lampung 45% 45% 47% 36% 50% 41% 47% 44% 68% 68% 47% 45% 74% 73%
Kep. Bangka
41% 60% 23% 36% 55% 28% 36% 28% 64% 56% 64% 64% 64% 68%
Belitung
Kep. Riau 40% 55% 26% 42% 46% 55% 51% 52% 49% 30% 69% 52% 71% 67%
DKI Jakarta 30% 28% 19% 22% 27% 26% 39% 45% 26% 26% 42% 35% 48% 49%
Jawa Barat 34% 37% 29% 34% 38% 39% 46% 46% 40% 41% 49% 48% 61% 66%
Jawa Tengah 52% 44% 39% 36% 42% 38% 52% 46% 46% 38% 40% 40% 67% 67%
DI Yogyakarta 45% 46% 48% 43% 41% 29% 50% 43% 51% 49% 38% 36% 63% 56%
Jawa Timur 46% 51% 42% 39% 46% 42% 50% 51% 55% 55% 40% 41% 63% 60%
Banten 31% 19% 22% 20% 43% 39% 49% 46% 34% 32% 57% 49% 60% 59%
Bali 31% 28% 27% 28% 31% 31% 47% 43% 18% 16% 55% 56% 55% 66%
Nusa Tenggara
56% 41% 35% 22% 38% 38% 47% 38% 50% 49% 62% 54% 76% 84%
Barat
Nusa Tenggara
34% 40% 38% 48% 38% 40% 36% 37% 46% 38% 62% 60% 66% 71%
Timur
Kalimantan Barat 46% 44% 56% 50% 52% 36% 46% 38% 48% 44% 54% 54% 65% 72%
Kalimantan
43% 35% 52% 38% 43% 38% 52% 27% 57% 62% 61% 58% 61% 58%
Tengah
Kalimantan
40% 47% 40% 31% 43% 47% 36% 36% 43% 38% 50% 38% 52% 60%
Selatan
Kalimantan Timur 41% 54% 35% 33% 25% 28% 22% 26% 35% 41% 43% 44% 76% 74%
Kalimantan
30% 40% 30% 20% 30% 40% 20% 30% 30% 20% 70% 90% 70% 90%
Utara
Sulawesi Utara 30% 40% 39% 30% 37% 32% 41% 30% 39% 34% 46% 53% 46% 62%
Sulawesi Tengah 32% 39% 32% 32% 38% 45% 44% 42% 47% 42% 65% 47% 71% 68%
Sulawesi Selatan 45% 41% 38% 28% 46% 42% 42% 48% 53% 44% 58% 41% 58% 61%
Sulawesi
41% 39% 47% 39% 47% 47% 32% 31% 41% 31% 71% 67% 71% 81%
Tenggara
Gorontalo 36% 21% 43% 29% 21% 29% 36% 29% 50% 43% 43% 57% 50% 50%
Sulawesi Barat 50% 42% 17% 50% 50% 42% 50% 42% 25% 33% 50% 75% 75% 75%
Maluku 36% 28% 43% 31% 43% 28% 32% 21% 36% 34% 46% 55% 61% 69%
Maluku Utara 35% 33% 55% 48% 55% 33% 45% 33% 45% 24% 50% 76% 85% 76%
Papua Barat 56% 47% 50% 42% 39% 53% 44% 37% 56% 53% 78% 79% 78% 74%
Papua 53% 36% 35% 23% 40% 32% 42% 41% 42% 20% 81% 73% 67% 70%
INDONESIA 41% 40% 36% 34% 41% 37% 45% 43% 45% 41% 50% 48% 62% 65%
82

Berdasarkan grafik dan table tersebut, terjadi peningkatan jumlah RS sesuai standar
ketenagaan yaitu untuk spesialis patologi klinik, namun untuk jenis spesialis lainnya terjadi
penurunan. Penurunan persentase RS sesuai standar ketenagaan tertinggi terdapat
pada jenis spesialis penyakit dalam dan bedah.

Penurunan RS sesuai standar terbanyak pada jenis spesialis penyakit dalam, terbanyak
pada provinsi Kep. Bangka Belitung. Maluku Utara, Maluku, DI Yogyakarta, dan
Kalimantan Barat. Penurunan RS sesuai standar terbanyak pada jenis spesialis bedah,
terbanyak pada provinsi Kalimantan Tengah, Maluku, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan
Kep. Bangka Belitung.

Gambar 29. Persentase RS Lebih dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar
dan 3 penunjang) Tahun 2017-2019

Tabel 30. Persentase RS Lebih dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar
dan 3 penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019

Spesialis Spesialis
Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis
Penyakit Patologi
Anak Obgyn Bedah Anestesi Radiologi
Dalam Klinik
Provinsi
2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

Aceh 40% 38% 40% 32% 47% 56% 24% 26% 27% 31% 19% 18% 17% 28%
Sumatera Utara 32% 26% 42% 35% 25% 33% 20% 17% 21% 20% 11% 11% 15% 15%
Sumatera Barat 35% 44% 44% 42% 39% 44% 36% 45% 20% 29% 13% 17% 21% 37%
Riau 44% 44% 55% 55% 40% 39% 27% 27% 32% 27% 21% 24% 11% 17%
Jambi 25% 22% 45% 37% 38% 39% 33% 22% 30% 34% 25% 20% 23% 17%
Sumatera Selatan 43% 33% 57% 48% 53% 48% 35% 29% 28% 23% 24% 23% 9% 12%
Bengkulu 30% 22% 52% 39% 35% 35% 22% 22% 26% 17% 13% 13% 9% 13%
Lampung 30% 24% 46% 50% 25% 23% 17% 15% 22% 21% 32% 32% 17% 18%
Kep. Bangka Belitung 32% 20% 55% 40% 23% 24% 27% 24% 18% 8% 27% 20% 23% 16%
Kep. Riau 29% 18% 51% 36% 17% 18% 11% 12% 29% 39% 3% 21% 14% 12%
DKI Jakarta 56% 58% 66% 64% 54% 55% 29% 21% 55% 58% 43% 48% 22% 24%
83

Jawa Barat 54% 46% 60% 50% 47% 42% 29% 24% 50% 42% 39% 38% 17% 17%
Jawa Tengah 38% 38% 52% 45% 52% 51% 34% 33% 48% 43% 51% 48% 20% 24%
DI Yogyakarta 43% 35% 33% 25% 48% 51% 32% 32% 32% 27% 50% 44% 23% 33%
Jawa Timur 39% 33% 49% 47% 36% 38% 23% 21% 33% 28% 40% 37% 20% 30%
Banten 61% 58% 69% 66% 40% 42% 21% 22% 53% 54% 29% 31% 21% 26%
Bali 52% 56% 61% 57% 58% 57% 35% 34% 68% 63% 31% 32% 11% 12%
Nusa Tenggara Barat 24% 27% 56% 57% 35% 43% 32% 30% 41% 30% 21% 32% 12% 5%
Nusa Tenggara Timur 8% 10% 18% 17% 12% 19% 20% 25% 16% 19% 10% 13% 10% 12%
Kalimantan Barat 31% 26% 35% 32% 27% 24% 25% 16% 25% 22% 21% 26% 4% 2%
Kalimantan Tengah 4% 15% 13% 27% 13% 19% 0% 15% 9% 15% 13% 12% 17% 19%
Kalimantan Selatan 40% 20% 50% 36% 40% 29% 26% 16% 36% 24% 26% 24% 24% 22%
Kalimantan Timur 29% 22% 49% 43% 41% 31% 25% 17% 37% 31% 27% 31% 8% 11%
Kalimantan Utara 10% 20% 10% 30% 10% 20% 20% 20% 20% 30% 10% 10% 10% 10%
Sulawesi Utara 41% 30% 35% 36% 41% 47% 22% 19% 30% 32% 20% 15% 9% 4%
Sulawesi Tengah 18% 11% 29% 13% 18% 16% 15% 5% 18% 11% 9% 13% 3% 8%
Sulawesi Selatan 22% 20% 40% 40% 28% 30% 22% 15% 32% 28% 25% 32% 25% 25%
Sulawesi Tenggara 15% 17% 24% 22% 9% 11% 15% 14% 21% 22% 12% 22% 6% 6%
Gorontalo 21% 43% 29% 21% 43% 50% 14% 21% 29% 21% 29% 21% 21% 29%
Sulawesi Barat 8% 17% 8% 8% 8% 8% 25% 25% 17% 8% 17% 8% 0% 8%
Maluku 0% 0% 4% 7% 7% 14% 11% 17% 11% 3% 29% 17% 4% 3%
Maluku Utara 15% 5% 15% 24% 20% 29% 15% 14% 0% 5% 30% 14% 0% 10%
Papua Barat 28% 16% 22% 21% 28% 11% 28% 5% 6% 0% 11% 11% 11% 5%
Papua 2% 5% 14% 18% 7% 9% 14% 16% 7% 16% 5% 14% 9% 16%
INDONESIA 38% 34% 48% 43% 38% 39% 26% 23% 36% 33% 31% 31% 17% 20%

Berdasarkan grafik tersebut, terjadi penurunan persentase jumlah RS lebih dari standar,
namun yang cukup signifikan ada pada spesialis bedah, anak, dan obgyn. Namun
kontras terlihat adanya peningkatan RS dengan tenaga spesialis penyakit dalam, karena
persentase RS sesuai standar pada spesialisas penyakit dalam justru meningkat. Ketika
dianalisa lebih lanjut, RS yang memiliki spesialis penyakit dalam cenderung memiliki
jumlah dokter spesialis lebih dari standar ketimbang sesuai ataupun kurang. Hal ini perlu
dianalisa lebih lanjut, agar penempatan dokter spesialis tetap berdasarkan pada asaz
pemerataan pelayanan kesehatan yang berkeadilan.

Penurunan persentase jumlah RS lebih standar pada spesialis bedah terbesar pada
provinsi Papua Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Timur. Penurunan persentase jumlah RS lebih standar pada spesialis anak
terbesar pada provinsi Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Tengah,
dan Kep. Bangka Belitung. Penurunan persentase jumlah RS lebih standar pada spesialis
obgyn terbesar pada provinsi Sulawesi Tengah, Kep. Riau, Kalimantan Selatan, Kep.
Bangka Belitung, dan Gorontalo.
84

Gambar 30. Persentase RS Kurang dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4
dasar dan 3 penunjang) Tahun 2017-2019

Tabel 31. Persentase RS Kurang dari Standar Ketenagaan per Jenis Spesialisasi (4 dasar
dan 3 penunjang) dan per Provinsi Tahun 2018-2019

Spesialis Spesialis
Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis Spesialis
Penyakit Patologi
Anak Obgyn Bedah Anestesi Radiologi
Dalam Klinik
Provinsi
2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018

2018

2019

2018

2019

2018

2019

2018
Aceh 19% 18% 24% 26% 21% 7% 36% 31% 26% 24% 37% 25% 24% 13%
Sumatera Utara 26% 36% 22% 30% 26% 30% 35% 38% 30% 36% 25% 28% 23% 14%
Sumatera Barat 21% 23% 21% 24% 27% 26% 31% 22% 33% 35% 44% 35% 19% 6%
Riau 12% 15% 8% 14% 15% 28% 27% 35% 25% 27% 25% 23% 22% 14%
Jambi 20% 41% 15% 27% 10% 24% 23% 29% 13% 32% 20% 27% 18% 15%
Sumatera Selatan 14% 24% 11% 25% 11% 26% 26% 36% 22% 44% 27% 24% 24% 14%
Bengkulu 43% 48% 30% 39% 22% 22% 43% 30% 35% 48% 35% 30% 26% 13%
Lampung 25% 31% 7% 14% 25% 36% 36% 41% 9% 12% 21% 23% 9% 9%
Kep. Bangka Belitung 27% 20% 23% 24% 23% 48% 36% 48% 18% 36% 9% 16% 14% 16%
Kep. Riau 31% 27% 23% 21% 37% 27% 37% 36% 23% 30% 29% 27% 14% 21%
DKI Jakarta 15% 13% 16% 14% 20% 19% 33% 34% 19% 15% 16% 17% 31% 27%
Jawa Barat 13% 17% 10% 16% 15% 19% 25% 30% 10% 18% 12% 14% 22% 16%
Jawa Tengah 11% 18% 9% 19% 6% 11% 13% 21% 6% 19% 9% 13% 13% 9%
DI Yogyakarta 12% 19% 20% 32% 11% 20% 18% 25% 17% 24% 12% 20% 13% 11%
Jawa Timur 16% 15% 8% 13% 18% 20% 27% 28% 12% 17% 20% 21% 17% 11%
Banten 8% 22% 9% 13% 17% 19% 31% 32% 13% 14% 14% 20% 19% 15%
Bali 18% 16% 11% 15% 11% 12% 18% 24% 15% 21% 15% 12% 34% 22%
Nusa Tenggara Barat 21% 32% 9% 22% 26% 19% 21% 32% 9% 22% 18% 14% 12% 11%
Nusa Tenggara Timur 58% 50% 44% 35% 50% 40% 44% 38% 38% 42% 28% 27% 24% 17%
Kalimantan Barat 23% 30% 8% 18% 21% 40% 29% 46% 27% 34% 25% 20% 31% 26%
Kalimantan Tengah 52% 50% 35% 35% 43% 42% 48% 58% 35% 23% 26% 31% 22% 23%
Kalimantan Selatan 19% 33% 10% 33% 17% 24% 38% 49% 21% 38% 24% 38% 24% 18%
Kalimantan Timur 29% 24% 16% 24% 33% 41% 53% 57% 27% 28% 29% 24% 16% 15%
Kalimantan Utara 60% 40% 60% 50% 60% 40% 60% 50% 50% 50% 20% 0% 20% 0%
Sulawesi Utara 28% 30% 26% 34% 22% 21% 37% 51% 30% 34% 35% 32% 46% 34%
Sulawesi Tengah 50% 50% 38% 55% 44% 39% 41% 53% 35% 47% 26% 39% 26% 24%
85

Sulawesi Selatan 33% 40% 23% 32% 25% 28% 37% 37% 15% 27% 17% 27% 18% 14%
Sulawesi Tenggara 44% 44% 29% 39% 44% 42% 53% 56% 38% 47% 18% 11% 24% 14%
Gorontalo 43% 36% 29% 50% 36% 21% 50% 50% 21% 36% 29% 21% 29% 21%
Sulawesi Barat 42% 42% 75% 42% 42% 50% 25% 33% 58% 58% 33% 17% 25% 17%
Maluku 64% 72% 54% 62% 50% 59% 57% 62% 54% 62% 25% 28% 36% 28%
Maluku Utara 50% 62% 30% 29% 25% 38% 40% 52% 55% 71% 20% 10% 15% 14%
Papua Barat 17% 37% 28% 37% 33% 37% 28% 58% 39% 47% 11% 11% 11% 21%
Papua 44% 59% 51% 59% 53% 59% 44% 43% 51% 64% 14% 14% 23% 14%
INDONESIA 21% 25% 16% 23% 21% 24% 30% 34% 19% 26% 20% 21% 21% 15%

Berdasarkan grafik dan tabel tersebut, terjadi penurunan


63,6% RS di Indonesia jumlah RS kurang dari standar pada jenis spesialisasi 4 dasar
masih memiliki kondisi
tenaga kurang dari dan anestesi, namun yang cukup signifikan ada pada
standar untuk 4 spesialis spesialis anestesi, bedah, dan obgyn. Berikut akan
dasar dan 3 penunjang
dijabarkan provinsi dengan penurunan RS kurang dari
standar tertinggi per jenis spesialisasi.
 Spesialis Anak : Banten, Papua Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Selatan
 Spesialis Obgyn : Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan,
Kalimantan Barat, Lampung
 Spesialis Peny Dalam : Jambi, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan
Barat, Jawa Tengah
 Spesialis Bedah : Papua Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara
Barat, Sumatera Selatan
 Spesialis Anestesi : Jawa Tengah, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan,
Kep. Bangka Belitung
 Spesialis Radiologi : Kep. Bangka Belitung, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah
 Spesialis Patologi Klinik : Papua Barat, Kep. Riau, Kep. Bangka Belitung, Kalimantan
Tengah

Dari ketiga kategori diatas dapat disimpulkan bahwa RS sesuai standar dan lebih dari
standar, penurunan hampir terjadi pada semua jenis spesialisasi. Namun masih ada
beberapa jenis spesialisasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam redistribusi tenaga
spesialis yaitu spesialis anestesi, bedah, obgyn, dan anak.
86

Berikut disampaikan tampilan secara spasial jumlah RS yang kekurangan tenaga jenis
spesialis tertentu dan jumlah kekurangannya dengan membandungkan antara RS publik
dan privat.

Gambar 31. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Anak Kurang dari
Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis anak kurang dari
standar, tertinggi pada RS public.
Berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan
untuk di intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis anak, yaitu di provinsi Maluku,
Maluku Utara, Papua, dan Bengkulu.

Gambar 32. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Obstetri-Ginekologi
Kurang dari Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis obgyn kurang dari
standar, tertinggi pada RS public, namun hal ini berbanding terbalik pada provinsi
Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara dengan kekurangan dokter spesialis obgyn
berada pada RS privat.
Berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan
di intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis obgyn, yaitu di provinsi Papua, Maluku,
Sulawesi Tengah, Bengkulu, dan Kalimantan Utara.
87

Gambar 33. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Kurang dari Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis penyakit dalam
kurang dari standar, terlihat berimbang.
Berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan
di intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis obgyn, yaitu di provinsi Maluku, Papua,
NTT, dan Sulawesi Tengah.

Gambar 34. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Bedah Kurang dari
Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis penyakit bedah
kurang dari standar, terlihat lebih banyak pada RS Public untuk provinsi tertentu seperti di
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, danPapua Barat. Sehingga penempatan dokter
spesialis bedah di provinsi tersebut harus di evaluasi pelaksanaannya dan perlu ditangani
dengan serius agar pemerataan pelayanan spesialistik bedah di RS public dapat diakses
dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Provinsi tersebut.
Berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan
intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis bedah yaitu Kalimantan Timur, Maluku,
Maluku Utara, Kalimantan Tengah, dan Papua Barat.
88

Gambar 35. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Anestesi Kurang dari
Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis penyakit anestesi
kurang dari standar, terlihat lebih banyak pada RS Public terutama Papua, Sumatera,
dan Kalimantan.
Namun berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu
diproritaskan untuk di intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis anestesi yaitu
Papua, Maluku Utara, Maluku, dan Sumatera Selatan.

Gambar 36. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Radiologi Kurang dari
Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis radiologi kurang
dari standar, terlihat lebih banyak pada RS privat namun hal ini tidak berlaku di provinsi
NTT. Hal ini bisa jadi dikarenakan belum adanya regulasi mengikat yang mengatur
pendayagunaan bagi dokter spesialis radiologi untuk didayagunakan di RS public/ RS
Pemerintah.
Berdasarkan densitas dan jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan
di intervensi dengan pemenuhan dokter spesialis radiologi yaitu Maluku, Kalimantan
Selatan, Aceh, Jambi, dan Bengkulu.
89

Gambar 37. Persentase RS Publik dan Privat dengan Dokter Sp Patologi Klinik Kurang
dari Standar Ketenagaan dan Jumlah Kekurangannya Tahun 2019

Public Privat

Berdasarkan peta tersebut, dapat terlihat kondisi RS dengan spesialis patologi klinik
kurang dari standar, terlihat lebih banyak pada RS public. Berdasarkan densitas dan
jumlah kekurangan di RS public, maka yang perlu diproritaskan di intervensi dengan
pemenuhan dokter spesialis patologi klinik yaitu Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan
Maluku.

Kecukupan Tenaga di RS sesuai Rencana Strategis 2020 – 2024


Renstra di RS dengan Indikator tersedianya dokter spesialis 4 dasar dan 3 penunjang di
RS Kelas C.
Gambar 38. Peta Ketersediaan Dokter Spesialis 4 Dasar dan 3 Penunjang
di RS Pemerintah Kelas C Tahun 2019

Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa kondisi RS Pemerintah kelas C masih banyak
yang belum tercukupinya jumlah tenaga spesialistik, terutama untuk spesialisasi dasar
dan 3 penunjang. Saat ini secara nasional jumlah persentase adalah RS kelas C yang
memiliki dokter spesialis 7 spesialis sebesar 57,8%, angka ini turun dari tahun sebelumnya
sebesar -4%.
90

Ketika di analisa lebih lanjut, persentase penurunan disumbang oleh penurunan


persentase RS kelas C milik Pemda dari tahun 2018 ke 2019 pada jenis spesialis obgyn (-
7,4%), spesialis anestesi-terapi intensif (-7,0%), spesialis anak (-6,6%), spesialis bedah (-
5,7%), spesialis penyakit dalam (-3,2%), dan spesialis radiologi (-1,5%).

Gambar 39. Persentase RS Kelas C Milik Pemda Yang Memiliki Dokter Spesialis 4 Dasar
dan 3 Penunjang Tahun 2018-2019

RENCANA PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA


INDONESIA DI LUAR NEGERI - ANALISA PELUANG PASAR KERJA

Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menyerap SDM
Kesehatan Indonesia. Dampak dari perekonomian global menyebabkan tenaga kerja
memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi pendidikannya
asalkan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kementerian Kesehatan dalam hal ini
berupaya mencegah hal tersebut dapat terjadi dengan mencari peluang kerja yang
sesuai bagi SDM kesehatan Indonesia. Selain pendayagunaan SDM kesehatan di dalam
negeri, pendayagunaan SDM kesehatan di luar negeri merupakan salah satu kebijakan
alternatif yang dapat diambil oleh SDM kesehatan dengan beberapa pertimbangan.
Pendayagunaan SDM kesehatan ke luar negeri hanya dapat dilaksanakan setelah
kebutuhan di dalam negeri terpenuhi. Dengan kata lain hanya dapat dilakukan untuk
jenis tenaga kesehatan dengan status surplus, hal tersebut sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam Global Code of Practice on the International Recruitment of Health
Personnels.
Saat ini pendayagunaan SDMK Indonesia ke luar negeri masih didominasi oleh tenaga
perawat sebagai tenaga kesehatan terbanyak di Indonesia. Pendayagunaan tenaga
91

kesehatan Indonesia ke luar negeri dilakukan dalam rangka membuka peluang kerja
bagi SDM Kesehatan Indonesia dan dalam rangka transfer of knowledge. Oleh karena
itu, tenaga kesehatan Indonesia yang telah bekerja di luar negeri, diharapkan dapat
kembali ke Indonesia dan menularkan pengetahuan yang telah diperoleh setelah
bekerja di luar negeri.

Tabel 32. Data Peluang Kerja SDM Kesehatan Indonesia di Luar Negeri

No Negara Jenis Persyaratan Ket


1 Amerika Caregiver  Diutamakan mempunyai
Serikat kualifikasi sebagai perawat di
(Negara Indonesia.
Bagian  Mampu berkomunikasi
Houston) dengan bahasa Inggris
 Memiliki kemampuan fisik
mengangkat beban
sekurangnya 25lb (± 12 kg )
 Persyaratan lainnya sesuai
Kebutuhan
2 Amerika Perawat  Perawat harus tersertifikasi Perkiraan kebutuhan
Serikat tersertifikasi (registered nurse) sampai tahun 2020
(RN)  Lulus tes I: ujian sertifikasi awal sebanyak 800.000
Commision on Graduates of orang
Foreign Nursing School
(CGFNS) di AS dan Inggris
 Lulus tes/ujian II: sertifikasi
National Council Licensure
Examination for Registered
Nurse (NCLEX-RN) yang
diadakan oleh Dewan
Nasional Keperawatan
Amerika Serikat (National
Council of State Boards of
Nursing/ NCSBN). Sudah ada
cabang Pusat Ujian NCLEX-
RN di India, Hongkong,
Filipina dan Taiwan.
 Minimal lulusan S-1
Keperawatan
 Toefl min 560
 Memenuhi credential dan
certification (sesuai yang
dipersyaratkan)
92

No Negara Jenis Persyaratan Ket


 Perawat dengan
pengalaman dan spesialisasi
(bedah, neonatal, critical
care nursing, dll)
3 Jerman Perawat  Mengikuti proses seleksi yang Perkiraan kebutuhan
dilakukan phak Jerman. sampai tahun 2025
 Mengikuti interview untuk sebanyak 150.000
menguji kepribadian, orang. Gaji
keterampilan dan sebelum
kemampuan bahasa. penyetaraan
 Mengikuti kursus bahasa € 1.900 dan setelah
sampai tingkat B1, kursus penyetaraan
keperawatan dan orientasi € 2.300
yang diselenggarakan pihak
Jerman

4 Belanda Perawat  Memiliki keterampilan teknis Perkiraan kebutuhan


dan Care  Memiliki kemampuan Bahasa sampai tahun 2022
staff Belanda sebanyak 125.000
 Lulus uji kompetensi di orang
Belanda

5 Mesir Perawat  Memiliki sertifikat (Wadi El Neel


keperawatan Hospital), Mesir
 Lulus dari Akper (minimal)
 Memiliki sertifikat Basic Life
Support (BLS)
 Memiliki kemampuan dasar
terkait teknologi informasi
(mengirim email,
mengoperasikan Ms Excel,
Power Point dan Words.
 Mampu bekerja dalam tim
dan lancar berbahasa Inggris
lisan maupun tulisan
 Memiliki pengalaman
minimal 4 tahun di bidang
keperawatan tersier
 Diutamakan memiliki sertifikat
Advanced Cardiac Life
Support (ACLS),
berpengalaman menangani
pasien transplantasi ginjal/
hati, pernah bekerja di Timur
93

No Negara Jenis Persyaratan Ket


Tengah dan mampu
berbahasa Arab
 Untuk perawat di ruang
rawat inap: memiliki
pengalaman 2 tahun di unit
multi-spesialisasi pasien
dewasa, berpengalaman di
daycare, penanganan bayi
dan anak-anak, serta
penanganan paska kelahiran
 Untuk perawat critical care:
pengalaman minimal 3 tahun
di unit critical care sesuai
bidang yang dilamar,
berpengalaman menangani
haemodialisis, pasien bayi
dan anak-anak di ICU
6 Kuwait Perawat  Min S1 + Ners
 Pengalaman kerja minimal 2-
3 tahun di RS
7 Saudi Consultant  Konsultan dengan 5 tahun  Dibutuhkan 350
Arabia Physician pengalaman kerja (dari dokter konsultan
tahun kelulusan pendidikan)  Gaji SAR 18.000-
 Lulus uji seleksi 35.000/
bulan(disesuaikan
dengan lama
tahun pengalaman
kerja setelah
pendidikan
 Tunjangan
transportasi SAR 500
 Tunjangan
perumahan
sebanyak 3 kali gaji
/tahun (tidak
melebihi SAR
50.000)
 Gaji bebas pajak
 Gaji akan
diputuskan pada
saat interview dan
sebelum
penandatanganan
kontrak
94

No Negara Jenis Persyaratan Ket



Nurse  Perempuan  Dibutuhkan 2000
 Pendidikan Ners tergistrasi perawat
(DIV atau S1 Keperawatan +  Gaji SAR 2415-5040
Ners) (tergantung lama
 Memiliki sertifikat IELTS : ≥ 5 pengalaman kerja)
 Lulus Saudi Commission  Transportasi SAR
Health Certification (SCHC) 400 / bulan
Prometric-RN  Tunjangan
 Pengalaman kerja minimal 2 perumahan
tahun sebanyak 3 bulan
gaji/tahun
 Gaji bebas pajak
 Penentuan gaji
akan diputuskan
pada saat
interview dan
sebelum
penandatanganan
kontrak
8 Qatar Registered  S1+Ners, Diploma 3, Sertifikasi Sertifikasi Prometrik.
General Prometrik Rekrutmen pada
Nurse  Pengalaman kerja 2 tahun di Institusi Kesehatan
bidang klinis (setelah di Qatar : Hamad
teregistrasi) atau Medical Corporation
 Pengalaman kerja 3 tahun (Rumah Sakit
setelah teregistrasi sebagai Pemerintah), Al
perawat general atau Ahli,
sebagai lulusan luar negeri Al Emadi, Al Khor,
(associate degree in nursing) Doha Clinic
Hospital (Swasta),
serta Primary Health
Care
Clinical  Memenuhi persyaratan
Nurse General Nurse
Specialist  Lulusan pendidikan master
keperawatan, minimal 1
tahun setelah lulus dari intitusi
pendidikan terakreditasi atau
 Master keperawatan dengan
3 tahunpengalaman setelah
teregistrasi sebagai perawat
 Untuk Perawat pendidik
apabila tidak lulusan master
95

No Negara Jenis Persyaratan Ket


keperawatan maka wajib
memiliki pengalaman klinik
selama 5 tahun setelah
teregistrasi sebagai perawat
dan 2 tahun pengalaman
sebagai perawat pendidik.
General  Lulusan pendidikan
Scope kedokteran dari institusi
Physician pendidikan terakreditasi.
 Harus lulus ujian kompetensi
 5 tahun pengalaman klinik
Specialist 5 tahun pengalaman klinik
sebagai spesialis
9 Bahrain Dokter,  Memperoleh izin praktek dari  BD (Bahrain Dinar)
Dokter gigi, Otoritas Regulator Kesehatan 200-250 setara
perawat Nasional (National Health dengan 7-8,75 juta)
Regulatory/NHRA) ditambah fasilitas
 Biaya pendaftaran aplikasi akomodasi,
senilai BD 20 (sekitar transportasi ke
Rp700.000) tempat kerja serta
 Ujian pemerolehan izin tiket Indonesia-
dengan biaya BD 40-100 Bahrain (PP)
(sekitar Rp 1.400.000 -
3.500.000)
 Ujian dikecualikan bagi :
 peserta dengan kualifikasi
pendidikan lebih tinggi (min.
Master degree)
 Warga Negara Bahrain/
peserta yang sudah
tergabung dalam GCC (Gulf
Cooperation Council) yaitu
Uni Emirat Arab, Oman,
Qatar, Kuwait, Yaman, Saudi
Arabia, Bahrain).
 Dokter pengalaman 10
tahun, dokter gigi
pengalaman 10 tahun,
Farmasi pengalaman 7 tahun,
Perawat pengalaman 5
tahun, Optometrist
pengalaman 3 tahun
10 Oman Nurse,  Minimum bachelor degree  Sertifikasi khusus
Dokter dari pemerintah
96

No Negara Jenis Persyaratan Ket


 Menguasai Bahasa Arab Oman (Oman
dan/atau Inggris Medical Specialty
 Sertifikasi keahlian dari Board/OMSB)
negara masing2  Seluruh tenaga
 Lulus Prometrik – RN kerja kesehatan
harus menempuh
ujian dengan
passing grade
tertentu dan
menyiapkan
dokumen-
dokumen
menggunakan jasa
dan lembaga
internasional
seperti Prometric
dan Dataflow
 Kontrak 2 tahun,
akomodasi,makan,
transportasi lokal,
asuransi kesehatan
dan tiket.
11 Abu Dhabi Nurse  Lulus HAAD-RN (Health
Authority Abu Dhabi-
Registered Nurse)
12 Jepang Kangoshi  Berusia maksimal sampai  Mekanisme
(perawat) dengan 35 tahun penempatan G to
 Pendidikan serendah- G
rendahnya d3 keperawatan  Kontrak kerja 3
atau d4 keperawatan atau tahun
telah lulus s1 keperawatan  Gaji antara
ditambah profesi ners ¥ 100.000 sd
 Pengalaman kerja 2 tahun, ¥ 200.000 plus uang
terhitung mulai tanggal terbit lembur, tunjangan
STR dan bonus
 Melampirkan foto copy ijasah  Cuti tahunan dan
pendidikan dan transkrip nilai libur hari nasional
dalam bahasa indonesia dan
bahasa inggris dilegalisir
dengan cap basah atau
embose
 Melampirkan foto copy Surat
Tanda Registrasi (STR) dari
kemkes/MTKI dalam bahasa
97

No Negara Jenis Persyaratan Ket


indonesia dan bahasa inggris
dilegalisir dengan cap basah
atau embose
 Melampirkan surat
keterangan pengalaman
kerja atau surat keterangan
kerja sebagai perawat
sekurang – kurangnya 2 tahun
Kaigofu  Berusia maksimal sampai  Mekanisme
kushisi dengan 35 tahun penempatan G to
(perawat  Pendidikan serendah- G
lansia) rendahnya d3 keperawatan  Kontrak kerja 4
 Melampirkan foto copy ijasah tahun
pendidikan dan transkrip nilai  Gaji antara
dalam bahasa indonesia dan ¥ 100.000 sd
bahasa inggris dilegalisir ¥ 200.000 plus uang
dengan cap basah atau lembur, tunjangan
embose dan bonus
 Melampirkan foto copy surat  Cuti tahunan dan
tanda registrasi (str) dari libur hari nasional
kemkes/mtki dalam bahasa
indonesia dan bahasa inggris
dilegalisir dengan cap basah
atau embose
13 Singapura Perawat Memiliki kemampuan dan
Lansia keterampilan merawat lansia
Sumber : Kemlu (2016-2017), BNP2TKI (2018), Kemenkes (2018)
98

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap situasi ketersediaan tenaga kesehatan dan
perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan, dapat disimpulkan hal-hal berikut :
1. Secara persentase terlihat bahwa tenaga kesehatan yang berada di Pulau Jawa
mendominasi sekitar 48,6% dari total tenaga kesehatan teregistrasi. Hal ini selaras
dengan jumlah populasi dimana Pulau Jawa memiliki 56% penduduk dari total
populasi penduduk Indonesia. Khusus untuk tenaga dokter dan dokter gigi, terdapat
selisih antara jumlah dokter dan dokter gigi teregistrasi dengan jumlah dokter dan
dokter gigi yang bekerja/didayagunakan pada fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu
sebesar 62 – 70%. Selisih tersebut sangat bermakna, dimana dapat diasumsikan
bahwa hal ini disebabkan belum optimalnya pendayagunaan tenaga dokter dan
dokter gigi pada fasilitas pelayanan kesehatan baik di FKTP (Puskesmas) dan FKRTL
(RS). Situasi ini sebenarnya merupakan sebuah peluang bagi optimalisasi
pendayagunaan tenaga kesehatan di FKTP dan FKRTL, yang tentunya masih belum
memiliki jenis tenaga kesehatan dimaksud;

2. Berdasarkan hasil perhitungan rasio jumlah tenaga kesehatan Indonesia yang


teregistrasi terhadap 100 ribu penduduk, maka hampir semua jenis tenaga
kesehatan telah mencapai target rasio yang ditetapkan dalam Rencana
Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK) 2011 – 2025. Terdapat 2 jenis tenaga
kesehatan yang belum mencapai target rasio yaitu dokter gigi dan tenaga
kesehatan lingkungan (sanitarian). Selain itu, rasio tenaga kesehatan pun
mengalami kenaikan yang cukup signikan dari tahun 2017 – 2019 untuk semua
kelompok pulau di Indonesia. Terkait perhitungan rasio tenaga kesehatan, terlihat
adanya disparitas cukup bermakna antar kelompok pulau di Indonesia, dimana
rasio tenaga kesehatan teregistrasi per 100.000 penduduk masih terkonsentrasi di
Pulau Jawa dan Sumatera, meskipun untuk tenaga perawat dan bidan justru
didominasi oleh Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua;
99

3. Ditinjau secara nasional, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dibandingkan


dengan standar kebutuhan minimal (SKM), maka masih terdapat kekurangan untuk
dokter gigi dan tenaga gizi. Sekalipun ada upaya pemerataan (redistribus) dari
wilayah yang kelebihan tenaga ke wilayah yang kekurangan tenaga, akan masih
terdapat kekurangan dokter gigi sebanyak 2.032 orang dan tenaga gizi sebanyak
510 orang;

4. Secara nasional masih terdapat puskesmas yang tidak/belum memiliki tenaga


kesehatan tertentu. Jumlah puskesmas tanpa tenaga kesehatan tertentu
mengalami penurunan sebesar 2,3% - 59%, dengan rata-rata penurunan sekitar
20,4% dari tahun 2018 ke tahun 2019. Persentase puskesmas tanpa tenaga
kesehatan tertentu tahun 2019 sebagai berikut :
- Puskesmas tanpa dokter 12,4% (turun sebanyak 17,9% dari tahun 2018)
- Puskesmas tanpa dokter gigi 39,6% (turun sebanyak 11,9% dari tahun 2018)
- Puskesmas tanpa perawat 1,0% (turun sebanyak 59,7% dari tahun 2018)
- Puskesmas tanpa bidan 1,7% (turun sebanyak 50,7% dari tahun 2018)
- Puskesmas tenaga kefarmasian 19,2% (turun sebanyak 16,1% dari tahun 2018)
- Puskesmas tanpa tenaga kesehatan masyatakat 26,9% (turun sebanyak 9% dari
tahun 2018)
- Puskesmas tanpa tenaga kesehatan lingkungan 25,9% (turun sebanyak 3,6% dari
tahun 2018)
- Puskesmas tanpa tenaga gizi 20,9% (turun sebanyak 12,7% dari tahun 2018)
- Puskeasmas tanpa ahli teknologi laboratorium medik 34,2% (turun sebanyak 2,3%
dari tahun 2018)

5. Terdapat 78,74% puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan kurang dari standar
ketenagaan minimal (SKM). Selain itu, terdapat peningkatan jumlah puskesmas
yang jumlah tenaga kesehatannya sesuai standar, meskipun tidak signiikan,
sehingga perlu dilakukan optimalisasi penyerapan/pendayagunaan tenaga
kesehatan tertentu pada puskesmas, terutama untuk dokter gigi, tenaga gizi,
tenaga ATLM, dan tenaga kesehatan masyarakat;
100

6. Jika ditinjau dari perbandingan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas dengan


jumlah penduduk dan luas wilayah, maka Papua, Papua Barat dan Kalimantan
Utara menjadi provinsi prioritas yang memerlukan intervensi terkait pendayagunaan
tenaga kesehatan di Puskesmas. Namun, jika ditinjau berdasarkan persentase
puskesmas yang masih memiliki tenaga kesehatan kurang dari standar, maka
Maluku, Papua Barat, Papua, dan Nusa Tenggara Timur adalah 4 provinsi yang
menjadi prioritas untuk diintervensi terkait pendayagunaan tenaga kesehatan;

7. Jika ditinjau dari tingkat pendayagunaan dokter spesialis teregistrasi berdasarkan


data KKI, maka setiap dokter spesialis rata-rata bekerja/didayagunakan pada
sekitar 1,4 RS. Hal ini mengindikasikan rata-rata dokter spesialis berpraktik pada 1-2
RS. Tingkat pendayagunaan dokter spesialis terendah berada di DKI Jakarta dan DI
Yogyakarta, sedangkan tingkat pendayagunaan tertinggi berada di Maluku Utara,
Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat;

8. Sebesar 63,6% RS di Indonesia berada dalam kondisi tenaga dokter spesialis 4 dasar
(spesialis anak, obgyn, penyakit dalam, dan bedah) dan 3 penunjang (anestesi,
radiologi, dan patologi klinik), kurang dari standar. Secara nasional persentase RS
kelas C yang memiliki dokter spesialis 4 dasar dan 3 penunjang spesialis sesuai
standar pada tahun 2019 adalah sebesar 57,8%, dimana angka ini turun sebesar 4%
dibandingkan dengan tahun 2018;

9. Penggunaan metode perhitungan berdasarkan standar ketenagaan minimal pada


fasilitas pelayanan kesehatan sangat bersifat umum, karena datanya berupa data
agregat sehingga hasil analisis kebutuhan jumlah tenaga yang diindikasikan
dengan oversupply atau undersupply tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi
nyata di masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan.
101

SARAN
1. Perlu penataan kembali penempatan dokter spesialis pada RS milik pemerintah,
terutama untuk dokter spesialis anak, obstetri ginekologi, penyakit dalam, bedah,
anestesi, patologi klinik, dan radiologi;

2. Optimalisasi program Pendayagunaan Dokter Spesialis, agar RS Pemerintah Kelas C


dapat menjadi prioritas penempatan dokter spesialis, terutama dalam
pemenuhan/pemerataan dokter spesialis obstetric ginekologi, anestesi, anak,
bedah, dan penyakit dalam serta spesialis radiologi jika memungkinkan untuk
dilaksanakan;

3. Perlu dilakuan kajian kebijakan re-distribusi tenaga kesehatan untuk


mengakomodiasi kebutuhan pelayanan kesehatan dan menentukan determinan
yang mempengaruhi peningkatan retensi tenaga kesehatan, terutama di daerah
3T (tertinggal, terluar, terdepan) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK). Hal ini
dimaksudkan untuk membantu daerah untuk mengidentifikasi hal yang dapat
meningkatkan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), mengingat program
pemenuhan/pendayagunaan tenaga kesehatan oleh pemerintah pusat tidak
selalu dapat dilakukan terus-menerus;

4. Peningkatan kolaborasi antara Pusat dan Daerah dalam melakukan pemerataan


tenaga kesehatan dan peningkatan kualitas SDM Kesehatan yang siap guna, serta
peningkatan kapasitas daerah dalam rekrutmen tenaga kesehatan secara mandiri
dan berkesinambungan;

5. Perlu adanya pembenahan dalam system pendidikan nasional dimana diperlukan


materi nasionalisme atau cinta tanah air dalam kurikulum selama pendidikan
tenaga kesehatan. Hal ini sebagai langkah awal terutama untuk menumbuhkan
rasa bangga, jiwa korsa, dan rasa memiliki sebagai bagian dari Warga Negara
Indonesia dalam tahap pre-service agar tenaga kesehatan yang kembali atau
didayagunakan di daerah, tingkat retensi/ ketahanan untuk bekerja lebih tinggi;

6. Mengoptimalkan jumlah lulusan, terutama untuk tenaga promotive-preventif


(tenaga gizi, ahli teknologi lab medik, tenaga kesehatan lingkungan, dan tenaga
kefarmasian), mengingat target renstra 2020-2024 adalah pembangunan sumber
daya manusia berkualitas. Tenaga tersebut diharapkan dapat mengkolaborasi dan
mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam proses pembangunan;
102

7. Penertiban pencatatan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga kesehatan di wilayah
kabupaten/kota yang dapat diakses oleh provinsi dan pemerintah pusat;

8. Peningkatan pemenuhan sarana-prasarana serta penyediaan obat, untuk


pelayanan dokter gigi di puskesmas, sehingga pemenuhan/ pendayagunaan, serta
pemerataan tenaga dokter gigi di puskesmas dapat dilakukan;

9. Perlu dilakukan perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan yang termasuk dalam


rumpun keteknisian medis, biomedik, dan keterapisan fisik; yang sebetulnya sangat
dibutuhkan dalam menunjang dan memelihara alat kesehatan yang berada di
fasilitas pelayanan kesehatan dan menunjang pelayanan kesehatan yang
berkualitas, hingga saat ini standar tenaga belum secara spesifik mengatur jumlah
ketenagaan standar;

10. Perlu keterlibatan seluruh pihak terkait baik di tingkat Pusat maupun Daerah tanpa
terkecuali, dalam pengelolaan SDM Kesehatan, terutama dalam upaya
perencanaan dan pendayagunaan SDM Kesehatan secara komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai