Anda di halaman 1dari 107

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, R. And Taylor,S. J. 1975. Introduction to Qualitative Research Methode.

Newyork : John Willey and Sons

Dewi, Heristina. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan : Studi Kultura,

Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State

Universitity Press.

Hornbostel, Erich M. Von And curt sach. 1961. Clasifikation of Musical

Instrument. Translate from original German by Antonie Banes and Klaus

P. Wachsman.

Khasima, Susumu. Asia Performing Art

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Umum.

Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Illionis : North-western

University Press.

Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The

Free Press of Glencoe.

Skripsi Martahan S.G. Sitohang O30707002 Medan L Perubahan dan Kontinuitas

Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk Limbong, kecamtan harian,

Kabupaten Samosir

94
Skripsi Jeperson Valerius Silalahi/ 030707016/ L/ Biografi Guntur Sitohang

sebagai Pemusik dan Pembuat Alat Musik Batak Toba/

Skripsi Beri Pana Sitepu 070707012 L/ Kajian Organologi Kulcapi Pada

Masyarakat Karo Buatan Bapak Fauzi Ginting

Skripsi Jackry Octora Tobing 100707027 L/ Kajian Organologi Alat Musik

Gambus Buatan Bapak Syahrial Felani

www.wikipedia.com

95
Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel adalah dua ahli organologi alat

musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman, yang telah mengembangkan

satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat- alat musik. Sistem

penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber

penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya

Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar,

yaitu:

a. Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang

direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola.

b. Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara.

Sebagai contoh adalah suling, terompet, atau saksofon.

c. Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah

membrane atau kulit. Contoh adalah gendang dan drum.

d. Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari

alat musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi.

Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan

Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci

berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis

harpa; (4) jenis lute; dan (5) jenis siter. 9

Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada hasapi dapat

digolongkan kedalam jenis chordophone, maka penulis akan melihat dari fisik alat

musik tersebut, sehingga hasapi tersebut diklasifikasikan menjadi:

9
Skripsi Jackry Tobing tentang Kajian Organolog Gambus

29
1. Chordophone, one or more strings are stretched between fixed points

Kordopon yang memiliki satu senar atau lebih yang direnggangkan antara

dua bidang batas yang sudah ditentukan.

2. Composite chordophone, a string bearer and a resonator are organically

united and can not be separted without destroying the instrument.

Kordopon gabungan yang memiliki sebuah tempat senar dan sebuah

resonator yang secara organologis disatukan dan tidak dapat dipisahkan

tanpa merusak alat musiknya.

3. Lutes, yaitu rancangan senarnya paralel ataupun sejajar dengan kotak

suaranya.

4. Handle lute, yaitu lute yang dipegang. Hasapi ini dimainkan dengan

menggunakan tangan.

5. Long neck lute, yaitu lute yang berleher. Secara fisik hasapi ini memiliki

leher panjang, dimana leher sebagai papan jari (finger board) dengan letak

senarnya sejajar dengan kotak resonatornya.

6. Plucked instrument, yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik

dan secara teknis dipetik dengan menggunakan jari tangan kanan dan

terkadang menggunakan claver.

7. Fretless, yaitu alat musik hasapi ini tidak memiliki batas pemisah pada

papan jari penghasil nadanya (fret). 10

3.2 Konstruksi Hasapi

10
ibid

30
Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada Hasapi

buatan Guntur Sitohang. Instrumen ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai

fungsi masing-masing, antara lain sebagai berikut.

1
2

6
5

31
7

Gambar-1. Konstruksi Hasapi


(Dokumentasi Penulis, 2015)

Keterangan:

1. Kepala (ulu) Hasapi adalah bagian paling atas tempat kupingan Hasapi.

Bentuk kepala biasanya ukiran kepala ayam atau patung.

2. Kupingan (pinggol) Hasapi adalah bagian untuk pengatur nada senar

Hasapi yang memiliki 2 senar.

3. Leher (rungkung) Hasapi adalah bagian yang digunakan untuk memainkan

nada Hasapi ( finger board ).

4. Perut (butuha) merupakan bagian tempat beradanya lubang resonator.

5. Lubang suara/ resonator berfungsi menghasilkan suara dari petikan hasapi.

6. Pusat (pusok) merupakan penyangga senar bagian bawah.

7. Ekor (ihur) merupakan tempat sanggahan tangan dalam memainkan

hasapi.

3.3 Ukuran Bagian-bagian Hasapi

Menurut Guntur Sitohang, hasapi Batak Toba pada umumnya tidak

memiliki standar ukuran yang tetap, melainkan tergantung pada pembuatnya.

Menurut penjelasan Guntur Sitohang, zaman dahulu ukuran hasapi "distandarkan"

dengan ukuran jengkal. Karena tidak adanya kesamaan panjang jengkal pada

setiap tukang, maka saat ini kita dapat menemukan hasapi dengan bermacam-

32
macam ukuran. Ukuran dan bagian-bagian hasapi yang penulis paparkan berikut

ini adalah sesuai dengan ukuran hasapi buatan Guntur Sitohang.

70 cm

Gambar-2.
Ukuran Panjang Hasapi
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.1 Bagian Kepala

10 cm

3 cm

Gambar- 3.
Ukuran Bagian

33
Kepala hasapi
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.2 Bagian Leher

25 cm

5,5 cm 3 cm

Gambar-4.
Ukuran Bagian Leher
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.2 Bagian Perut

28 cm

10 cm

34
Gambar 5:
Ukuran Bagian Perut
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.3 Bagian Ekor

35
4 cm

3,5 cm

Gambar 6 :
Ukuran Bagian Ekor
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4 Teknik Pembuatan Hasapi

Pembuatan hasapi seluruhnya dilakukan dengan buatan tangan (hand

made), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya perkembangan

teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan beberapa peralatan

mesin untuk membantu meringankan dalam proses pembuatannya agar lebih cepat

dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai

bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan hasapi tersebut.

36
3.4.1 Bahan baku yang digunakan

3.4.1.1 Bahan pembuat badan hasapi

Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat badan hasapi.

Menurut Guntur Sitohang kayu jior menjadi kayu yang menjadi pilihan utama

untuk membuat hasapi karena daya tahan maupun suaranya menghasilkan kualitas

yang bagus. Kelebihan kayunya menurut beliau kuat dan tidak mudah retak

ketika kering dan hasilnya tidak menimbulkan serabut serabut di permukaan

(berbulu). Kayu jior diperoleh dengan cara memesan/membeli kepada orang yang

biasa menjual kayu. Biasanya kayu yang dipesan sudah mempunyai ukuran untuk

membuat hasapi.

Gambar 7 :
Batang Kayu jior
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.1.2 Bahan pembuat setelan (tuning peg)

37
Bahan ini terbuat dari kayu nangka dan dibentuk seperti kupingan gitar.

Alat ini berfungsi untuk menyetel tinggi rendahnya nada hasapi. Alasan

dipilihnya kayu nangka yang berbeda dengan kayu badan hasapi karena untuk

membuat kupingan tidak boleh sama dengan badan, selain itu kayu nangka juga

termasuk kayu yang keras sehingga tidak mudah rusak.

Gambar 8 :
Kupingan (Setelan)
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.1.3 Bahan Pembuat Senar

Dahulu menggunakan tali riman. Namun karena tali riman terbuat dari

ijuk pohon aren dan sangat mudah putus kemudian digantilah dengan

menggunakan tali rem sepeda. Tetapi di masa sekarang sudah menggunakan senar

gitar yaitu senar satu gitar.

38
Gambar 9 :
Senar gitar untuk Hasapi
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.1.4 Bahan pembuat alat pemetik (pick)

Bahan ini terbuat dari tanduk kerbau yang berfungsi untuk mempermudah

memetik senar pada hasapi.

Gambar 10 :
Pick
(Dokumentasi: Penulis, 2015)
3.4.1.5 Bahan Pembuat Tutup Perut

39
Bahan ini terbuat dari kayu ingul. Alasan kenapa harus berbeda dengan

kayu badan hasapi adalah agar suara yang dihasilkan lebih nyaring dan bagus.

Gambar 11 :
Kayu ingul
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2. Bahan tambahan

3.4.2.1 Lem

Lem ini berfungsi sebagai alat perekat, yang akan menempelkan bahan

penutup pada permukaan bagian depan hasapi. Lem yang banyak dipakai ialah

lem setan atau alteco.

40
Gambar 12 :
Lem
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2.2 Kaca

Kaca yang digunakan adalah kaca yang biasa. Alasan digunakannya kaca

adalah mempermudah dalam permainan hasapi tersebut (biar licin). Ukuran tebal

kaca yang digunakan adalah 2 mm.

41
Gambar 13 :
Kaca
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2.3 Minyak makan

Minyak makan digunakan pada tahap finishing yang diolesi pada seluruh

bagian hasapi agar mendapatkan warna yang bagus. Minyak yang digunakan

harus minyak yang baru.

Gambar 14:
Minyak makan
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

42
3.4.2.4 Karet ban dalam

Karet ini digunakan sebagai pengikat dalam merekatkan tutup perut bagian

depan hasapi.

Gambar 15:
Karet Ban
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2.5 Paku

Paku digunakan untuk menyangga senar pada bagian atas dan bawah.

Ukuran paku yang digunakan adalah 7 mm.

Gambar 16
paku
(Dokumentasi: Penulis, 2015)

43
3.4.2.6 Kain

Kain ini digunakan untuk mengolesi minyak makan di seluruh permukaan

bagian hasapi. Kain tersebut berukuran secukupnya saja.

Gambar 17
Kain
( dokumentasi penulis, 2015 )

3.5 Peralatan Yang Digunakan

3.5.1 Pahat

Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk

melubangi resonator.

44
Gambar 18
Pahat
( Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.2 Gergaji

Gergaji ini digunakan untuk memotong bagian bagian hasapi yang akan

dibentuk sebagai bentuk dasar. Terdapat dua jenis gergaji yang digunakan yaitu:

gergaji besar dan gergaji kecil.

Gambar 19
Gergaji besar
( Dokumentasi penulis, 2015 )

45
Gambar 20
Gergaji kecil
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.5. 3 Ketam

Ketam berfungsi untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan

permukaan kayu. Dengan menggunakan ketam, proses untuk membentuk,

meratakan, dan menghaluskan akan lebih mudah dalam pengerjaannya.

Gambar 21
Ketam
(Dokumentasi Penulis, 2015)

46
3.5.4 Penggaris dan Meteran

Untuk mengukur bagian bagian hasapi sehingga sesuai dengan

kerangkanya, maka digunakan rol meteran. Rol yang digunakan adalah rol yang

berukuran 50 cm dan meteran yang digunakan berukuran 5 m, ataupun

disesuaikan dengan ukuran hasapi yang akan dibuat.

Gambar 22
Penggaris
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 23

47
meteran
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.5 Bor Listrik

Dahulu sebelum ada bor listrik masih menggunakan peralatan sederhana

yaitu pisau kecil yang tajam dan runcing. Seiring perkembangan zaman, Guntur

Sitohang sudah menggunakan bor listrik yang digunakan untuk membuat lubang

pada bagian kepala sebagai tempat kupingan hasapi, dengan menyesuaikan

diameter dan ukuran mata bor yang digunakan.

Gambar 24
Bor Listrik
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5. 6 Beliung

Beliung digunakan untuk tahap awal proses perapian pola dasar dan

pengkerokan lubang resonator/perut hasapi. Dalam hal ini beliung yang digunakan

haruslah tajam agar mempermudah dalam pengerjaannya sehingga mendapatkan

hasil yang maksimal.

48
Gambar 25
Beliung
( Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.7 Pisau

Pisau berfungsi untuk memahat bagian kepala dan merapikan bentuk

bantalan senar serta ekor hasapi. Pisau ini juga digunakan untuk melobangi lobang

resonator dibagian belakang hasapi. Pisau ini dalam bahasa batak dinamakan

balati. Pisau ini juga harus memiliki ujung yang runcing dan tajam.

49
Gambar 26
Pisau
(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.10 Kikir

Alat ini digunakan untuk mengorek bagian-bagian kecil dari hasapi yang

sulit dijangkau menggunakan pahat.

Gambar 27
Kikir
( Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.11 Sigirik

50
Alat ini digunakan untuk melobangi tempat benang pengikat pick yang

berada di lobang resonator dibagian belakang.

Gam
bar
28
Sigiri
k
( Dokumentasi Penulis, 2015)
3.5.13 Martil kayu/attuk-attuk
Digunakan untuk membantu dalam memahat maupun melobangi bagian

hasapi. Dipilihnya martil kayu adalah bahannya yang ringan karena dalam proses

memahat ataupun melobangi hasapi tidak diperlukan tenaga yang kuat untuk

memukul pahat tersebut. Alat ini terbuat dari kayu jior yang sudah dibentuk

sedemikian rupa sehingga lebih mudah dan nyaman digunakan.

Gambar 29
Martil Kayu
( Dokumentasi Penulis, 2015)

51
3.5.14 Telenan (sangkalan)
Digunakan sebagai tumpuan dalam proses pembuatan hasapi (sebagai
alas), karena dibutuhkan alas/tumpuan yang rata agar memudahkan dalam proses
pengerjaan hasapi tersebut.

Gambar 30
Telenan
( Dokumentasi Penulis, 2015)
3.5.15 Kampak
Kampak ini digunakan pada awal proses pembentukan pola hasapi yang

telah dibuat. Alat digunakan untuk mempermudah dalam pemotongan kayu yang

permukaannya masih kasar.

52
Gambar 31
Kampak
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.5.16 Kertas pasir


Alat digunakan dalam proses penghalusan permukaan hasapi sehingga

mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini kertas pasir yang digunakan

adalah yang sedang, tidak halus dan tidak kasar.

53
Gambar 32
Kertas pasir
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.5.17 Pensil
Pensil ini digunakan pada awal proses pengerjaan yaitu pembentukan pola
dasar untuk mempermudah dalam pemotongan pola.

Gambar 33
Pensil
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6 Proses Pembuatan


Dalam pembuatan hasapi tersebut setelah bahan-bahan sudah tersedia

semua maka selanjutnya adalah proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai

54
desain kerangka konstruksi pada hasapi. Penulis memberi informasi berdasarkan

bentuk dan ukuran sebuah hasapi yang beliau buat. Biasanya hasapi beliau

memiliki ukuran panjang 70 cm. yang terbagi kedalam ukuran, seperti ukuran

kepala mempunyai panjang 26 cm, panjang leher 35 cm, panjang badan 29 cm,

panjang ekor 9 cm.

Proses pembuatan hasapi dilakukan secara manual dan di bantu dengan

menggunakan mesin, dari proses pembentukan kasar pada hasapi, proses

pemahatan pada lubang resonator, hingga proses penghalusan.

Tabel-1

Tahapan Pengerjaan Dalam Pembuatan Hasapi

NO TAHAPAN BAGIAN
PENGERJAAN PENGERJAAN



1 Tahap I Pemilihan kayu


Perendaman kayu di air


Penjemuran kayu
Pembentukan Pola Dasar


2
Tahap II Proses Pembuatan Lubang


Resonator


Proses Merapikan Lubang


Proses memahat bagian kepala
Proses pemasangan kaca pada
bagian leher



3 Proses Membuat Kupingan
Memasang Penutup Bagain Perut
Tahap III

55


4 Proses penghalusan


Proses pemasangan senar
Tahap IV Proses pengolesan minyak pada
seluruh badan hasapi

3.6.1 Tahap pertama

3.6.1.1 Pemilihan kayu

Guntur Sitohang sangat memperhatikan kualitas kayu tersebut. Alasan

dipilihnya kayu jior karena ketahanan kayu yang dapat bertahan hingga puluhan

tahun walaupun terkena air. Selain itu kayu tersebut tidak mudah dimakan rayap.

Beliau sudah memesan beberapa potong kayu kepada tukang penebang kayu

sehingga tidak repot lagi dalam menebangnya.

Pohon jior adalah nama jenis pohon penghasil kayu keras yang termasuk

suku fabaceae ( leguminosae, polong-polongan). Pohon yang memiliki tinggi 2-

20 m dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50 cm. Pepagan

(kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda, percabangan

melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Pohon jior sering ditanam

dalam sistem pertanaman campuran (agroforesti), baik sebagai tanaman setia,

tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini kerap ditanam sebagai penaung di

perkebunan teh, kopi atau kakao. Akan tetapi perakarannya yang luas dapat

berpotensi sebagai pesaing tanaman utama dalam perolehan unsur hara dan air.

56
Kayu jior termasuk ke dalam kayu keras dan cukup berat sehingga sering

digunakan dalam pembuatan jembatan dan tiang bangunan. Inilah alasan mengapa

dipilihnya kayu jior sebagai bahan pembuatan hasapi.

Gambar 34
Pohon Jior (Juhar)
( Dokumentasi penulis, 2015 )

57
Gambar 35
Kayu jior
( Dokumentasi penulis, 2015)

3.6.1.2 Perendaman kayu di air

Hal ini bertujuan untuk mendapatkan suara yang nyaring pada hasapi.

Karena semakin lama kayu direndam dalam air, maka semakin bagus juga suara

yang akan dihasilkan. Dalam proses ini kayu direndam di dalam air selama enam

hari untuk mendapatkan tingkat kebasahan tertentu dan untuk mempermudah

dalam proses pengerjaannya. Karena jika dalam keadaan kering, kayu ini sangat

keras dan sulit untuk dibentuk.

58
Gambar 36
Proses perendaman kayu di air
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.1.3 Penjemuran Kayu

Setelah kayu direndam, selanjutnya kayu dijemur setengah kering. Dalam

hal ini kayu dijemur selama setengah hari. Alasan kayu dijemur setengah kering

agar memudahkan dalam proses pengerjaan. Karena jenis kayu jior sangat keras

apabila dalam keadaan kering.

59
Gambar 37
Penjemuran kayu
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.1.4 Pembentukan pola dasar

Setelah dijemur kemudian dibentuk pola dasar hasapi agar memudahkan

dalam pembuatan bagian-bagian hasapi. Pembuatan pola dasar dilakukan dengan

membuat patron menggunakan pensil dan penggaris sesuai dengan ukuran yang

sudah ditetapkan. Setelah itu memotong kayu menggunakan kampak sesuai

dengan patron yang telah dibuat.

60
Gambar 38 Gambar 39
Pemotongan kayu Bentuk pola bagian belakang
( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 40
Bentuk pola bagian depan
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.2 Tahap kedua

3.6.2.1 Proses pembuatan lobang resonator

Dalam proses ini, pembuatan lobang resonator dilakukan dalam keadaan

kayu setengah kering agar memudahkan dalam prosesnya. Lobang ini terdapat

pada bagian depan perut hasapi. Pada proses ini harus teliti dalam menentukan

ukuran panjang dan lebar lobang serta kedalaman lobang agar tidak tembus ke

bagian belakang hasapi. Dalam pembuatan lobang menggunakan pahat, beliung,

61
martil kayu. Pembentukan lobang ini berdasarkan ukuran yang sudah ditentukan

sebelumnya.

Gambar 41
Proses membuat lobang resonator
( Dokumentasi penulis, 2015 )

62
Gambar 42
Lobang resonator yang telah terbentuk
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.2.2 Proses merapikan lobang

Setelah lobang resonator dibuat proses selanjutnya adalah merapikan

lobang resonator tersebut. Ketelitian dalam proses ini sangat diperlukan agar

ketebalan sisi kanan dan kiri lobang sama agar mendapatkan hasil yang

memuaskan. Proses ini dilakukan beliung, pahat dan martil kayu.

63
Gambar 43
Proses merapikan lobang
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 44
Lobang yang sudah rapi
( Dokumentasi penulis, 2015 )

64
3.6.2.3 Proses memahat bagian kepala

Selanjutnya proses yang dilakukan adalah memahat bagian kepala. Pada

bagian ini dipilih pahatan kepala ayam (manuk-manuk). Pada proses ini memiliki

tingkat kesulitan tersendiri. Pemahatan bagian kepala ini menggunakan pisau yang

runcing dan tajam agar serta martil kayu untuk memudahkan pengerjaannya dan

dapat membentuk siku yang diinginkan.

Gambar 45
Proses memahat bagian kepala
( Dokumentasi penulis, 2015 )

65
Gambar 46
Bentuk kepala yang selesai dipahat
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.2.4 Proses pemasangan kaca pada bagian leher

Dalam proses ini terlebih dahulu membuat dudukan/bantalan tempat kaca

menggunakan pisau, kikir dan martil kayu. Untuk menentukan panjang, lebar

serta kedalaman tempat kaca, harus disesuaikan dengan ukuran kaca yang telah

tersedia. Kaca yang tersedia memiliki ukuran dua sisi yang berbeda, yaitu : satu

sisi yang ditempatkan dekat kepala hasapi memiliki lebar 1,7 cm, sedangkan di

sisi yang satu lagi memiliki lebar 2,5 cm. Sedangkan untuk panjang berukuran

13,5 cm serta memiliki tebal 2 mm.

Dahulu bahan yang digunakan dalam membuat freed hasapi adalah tanduk kerbau

yang bertujuan agar mempermudah dalam memainkan hasapi (biar licin). Namun,

karena sulitnya mendapatkan tanduk kerbau dan mahalnya biaya untuk

66
medapatkannya maka digantilah dengan menggunakan kaca. Selain mudah

mendapatkan bahan ini, harganya juga relatif murah. Dalam proses ini digunakan

lem setan untuk merekatkan kaca pada dudukannya.

Gambar 47
Tempat dudukan kaca
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 48
Proses merekatkan menggunakan lem
( Dokumentasi penulis, 2015 )

67
Gambar 50
Kaca sudah terpasang
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.3 Tahap Ketiga

3.6.3.1 Proses membuat kupingan

Bahan yang digunakan dalam membuat kupingan tidak boleh sama dengan

bahan badan hasapi. Bahan yang digunakan adalah kayu nangka. Bentuk kupingan

ini mirip dengan kupingan gitar yang berfungsi dalam menyetel tinggi rendahnya

nada hasapi. Untuk membuat lobang kupingan digunakan bor listrik. Namun

untuk membuat kupingan digunakan beliung, pisau dan sigirik. Bahan untuk

membuat kupingan adalah kayu nangka.

68
Gambar 51 Gambar 52
Proses melobangi tempat kupingan Lobang kupingan
( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 53
Kupingan sudah terpasang
( Dokumentasi penulis, 2015 )

69
3.6.3.2 Memasang penutup bagian perut

Awalnya kayu yang akan dijadikan sebagai penutup dipotong dan

dibentuk menggunakan beliung dan pisau sesuai dengan lobang resonator yang

telah dibuat sebelumnya. Kemudian setelah didapat bentuk yang sesuai, tutup

diketam agar mendapat ketebalan yang sesuai dengan yang diperlukan/ harus rata

dengan badan hasapi. Dalam proses ini kayu yang digunakan tidak boleh sama

dengan badan hasapi. Hal itu dilakukan agar memperoleh suara yang bagus dari

hasapi tersebut. Dalam hal ini kayu yang digunakan adalah kayu ingul. Dalam

proses ini juga dilakukan pembuatan bantalan senar. Tutup direkatkan ke badan

hasapi menggunakan lem dan diikat dengan karet ban sampai benar-benar lengket.

Setelah itu kemudian dibentuklah pusat hasapi sebagai bantalan senar hasapi yang

dibentuk sedemikian rupa. Setelah pusat terbentuk, maka direkatkanlah paku kecil

sebagai ganjalan di bagian pusat hasapi yang bertujuan memperkokoh bantalan

senar (agar tidak mengikis bagian kayu). Bagian pusat/bantalan ini haruslah

senyawa dengan tutup agar dapat bertahan lama/ tidak gampang lepas. Kemudian

dibagian atas (antara kepala dan leher) dibuat juga paku agar kayu tidak terkikis

oleh senar hasapi. Dalam proses ini juga dilakukan proses pembuatan pick dan

melobangi lobang resonator dibagian belakang yang menggunakan pisau dan

martil kayu.

70
Gambar 54
Proses membentuk tutup lobang resonator
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 55
Bentuk tutup yang sudah jadi dibentuk
( Dokumentasi penulis, 2015 )

71
Gambar 56
Proses membentuk pusat/ bantalan
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 57
Paku pada bagian pusat/bantalan
( Dokumentasi penulis, 2015 )

72
Gambar 58
Paku pada bagian atas (antara leher dan kepala)
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 59
Lobang resonator di bagian belakang
( Dokumentasi penulis, 2015 )

73
Gambar 60
Proses pembuatan pick
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 61
Pick selesai dibentuk
( Dokumentasi penulis, 2015 )

74
3.6.4 Tahap ke empat

3.6.4.1 Proses penghalusan

Dalam Proses ini dilakukan penghalusan di setiap bagian hasapi dengan

mengunakan kertas pasir dengan jenis sedang (tidak halus, tidak kasar). Hal ini

dilakukan agar setiap bagian permukaan menjadi halus.

Gambar 62
Proses penghalusan menggunakan kertas pasir
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.4.2 Proses pemasangan senar

Hasapi memiliki dua senar. Senar yang digunakan adalah senar gitar.

Awalnya senar dimasukkan melalui pusat hasapi yang telah dilobangi. Kemudian

senar ditarik ke arah atas tempat kupingan dan dimasukkan ke dalam kupingan

yang telah diberi lobang. Kemudian sisa senar dililitkan dibagian kupingan.

Proses ini sama dengan proses pemasangan senar pada gitar. Dalam proses ini

juga dilakukan penyetelan nada dasar hasapi yaitu senar 1= mi sedangkan senar

2= do. Nada inilah yang menjadi patokan dalam penyetelan hasapi.

75
Gambar 63
Proses memasang senar di kupingan
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 64
Proses penarikan senar ke kupingan hasapi
( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.4.3 Proses pengolesan minyak pada seluruh bagian hasapi

Setelah senar dipasang dan distel, maka tahap selanjutnya adalah proses

pengolesan minyak pada seluruh permukan luar hasapi. Dari kepala sampai ekor

76
tidak luput diolesi minyak. Dalam proses pengolesan minyak dilakukan

menggunakan kain. Hal ini dilakukan agar warna hasapinya semakin menarik.

Selain itu pengolesan minyak bertujuan untuk menghindari dimakan rayap dan

membuat kayu menjadi bagus lagi dalam waktu yang lama.

Gamb
ar 65

Gambar 66
foto sebelum diolesi minyak Proses pengolesan minyak

77
( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 67 Gambar 68
Setelah diolesi minyak Hasapi telah selesai
( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

78
BAB IV

KAJIAN FUNGSIONAL HASAPI

Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari hasapi. Penulis akan

membahas proses belajar, posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian,

perawatan, nada yang dihasilkan, eksistensi, fungsi, dan nilai ekonomi pada alat

musik hasapi.

4.1 Proses Belajar

Menurut Guntur Sitohang proses yang harus dilakuan sebelum

memainkan hasapi adalah dengan cara melihat permainan, mendengarkan

permainan, menghafalkan bunyi instrument, yang kemudian menirukan apa yang

dilihat, didengarkan, dan dihafalkan yang terdapat dalam gondang hasapi.

Menurut beliau, awal mula belajar hasapi adalah melihat orang bermain

hasapi dan kemudian tertarik untuk mempelajarimya. Tetapi beliau memiliki

beberapa tahap dalam proses pembelajarannya yakni teknik dasar, teknik bermain

melodi dan teknik pengembangan melodi. Teknik dasar untuk bermain hasapi

sebelum selanjutnya bermain dengan nada yang dihasilkan hasapi adalah posisi

jari tangan kiri menekan senar sedangkan tangan kanan memainkan kedua senar

hasapi dengan menggunakan pick (piltik).

Setelah teknik dasar sudah dapat dilakukan, maka tahapan selanjutnya

adalah teknik menghasilkan nada. Nada-nada yang dihasilkan oleh sebuah hasapi

didapatkan dengan cara menekan senar pada papan jari (finger board) yang dalam

79
bahasa batak dinamakan latak. Hanya saja untuk alat musik hasapi tidak memiliki

freet seperti yang ada pada alat musik gitar, jadi si pemain harus

memperhitungkan jarak senar yang ditekan untuk menghasilkan nada lainnnya.

Tahapan ini adalah tahapan yang membutuhkan waktu relatif lama bagi seorang

pelajar, apalagi orang tersebut sebagai pemula.

Setelah mengetahui letak dari masing-masing nada, maka selanjutnya

proses latihan sangat dibutuhkan untuk memperlancar jari si pemain dalam

memainkan seluruh nada yang dihasilkan oleh hasapi. Proses belajar yang

dilakukan oleh beliau agar mempelancar gerak jari, dibutuhkan teknik penjarian

(fingering) dengan tangga nada yang ada pada hasapi. Proses ini agar si pemain

nantinya mudah untuk mengingat dimana letak–letak nada pada saat memainkan

sebuah lagu. Alat musik hasapi juga memiliki tangga nada Mayor dan Minor sama

halnya dengan alat musik petik pada gitar, namun harus dengan merubah steman

hasapi.

Setelah pemain sudah mengenal tangga nada ataupun nada-nada yang

terdapat pada hasapi, tahap selanjutnya adalah menghafal lagu dan

mengaplikasikannya kedalam permainan hasapi. Pada proses ini dibutuhkan

penghayatan lagu, agar repertoar yang dimainkan sesuai dengan tuntutan lagu.

Dalam hal ini pengambilan nada pada hasapi adalah nada do (memetik

senar dua tanpa menekan) dan mi (memetik senar satu tanpa menekan). Untuk

mendapatkan nada yang semakin tinggi maka titik senar yang ditekan jari semakin

mendekati pusat senar dan untuk mendapatkan nada yang semakin rendah maka

titik senar yang ditekan jari semakin mendekati kepala hasapi.

80
Hasapi tidak memiliki pembatas nada (fret) pada papan jarinya, sehingga

ketepatan dalam menekan senar hasapi lebih ditekankan menggunakan perasaan

(feeling). Kemampuan feeling tersebut didapatkan dari kebiasaan memainkan dan

mengenali hasapi secara baik.

6 5 4 2
3 1

Gambar 69
Jarak nada pada senar satu
( Dokumentasi penulis, 2015 )
Keterangan :
1. E-F = 4 cm

2. F-G = 3 cm

3. G-A = 3 cm

4. A-B = 3 cm

5. B-C = 3 cm

6. C-D = 4 cm

81
6
5
4 3 2 1

Gambar 70
Jarak nada pada senar dua
( Dokumentasi penulis, 2015 )

Keterangan :

1. C-D = 4 cm

2. D-E = 4 cm

3. E-F = 3 cm

4. F-G = 3 cm

5. G-A = 3 cm

6. A-B = 3 cm

82
Foto 71
Penulis sedang memperhatikan Guntur Sitohang bermain hasapi
( Dokumentasi penulis, 2015 )

4.2 Posisi Memainkan Hasapi

Hasapi diletakan sejajar dengan badan, tangan kiri di posisikan di leher

hasapi, jari (kecuali ibu jari) menekan senar leher hasapi pada bagian depan.

Sedangkan ibu jari menekan leher bagian belakang sekaligus menyangga hasapi

agar tetap pada posisi yang nyaman untuk dimainkan. Tangan kanan diletakkan di

perut hasapi dan siku tangan kanan dibagian bawah ekor hasapi untuk menyangga.

Jari telunjuk dan ibu jari memegang piltik/pick (sejenis alat bantu yang berfungsi

untuk memetik senar hasapi) sedangkan jari yang lain diposisikan di bawah badan

hasapi (lihat gambar 70).

83
Foto
72
Guntur Sitohang sedang bermain hasapi
( Dokumentasi penulis, 2015 )

4.3 Teknik Memainkan Hasapi

Untuk memainkan hasapi diperlukan teknik yang tepat agar si pemain bisa

menghasilkan bunyi yang diinginkan dengan baik. Teknik memainkan hasapi

tidak jauh berbeda dengan bermain gitar pada umumnya yaitu jari kiri (telunjuk,

tengah, manis, kelingking) menekan senar untuk memainkan melodi dan jari

kanan (telunjuk dan ibu jari memegang pick,) untuk memetik senar. Selain itu

juga ada tekhnik dalam membuat suara seperti fibra. Teknik ini dilakukan dengan

cara menggoyangkan bagian lobang resonator dibagian belakang hasapi dengan

perut. Karena dalam teknik bermain hasapi yang benar, lobang resonator belakang

ditempelkan ke perut si pemain. Hal ini dilakukan agar dapat melakukan teknik

membuat fibra pada hasapi.

4.4 Penyajian Hasapi Yang Baik

Menurut Guntur Sitohang, permainan hasapi yang baik tidak hanya

kemampuan teknis si pemain dan penghafalan lagu, tetapi penghayatan ataupun

84
naluri musical si pemain juga sangat penting. Apabila perasaan si pemain

membawakan lagu dengan penghayatan sesuai tema dan kontekstual lagu, maka

semakin sempurnalah rasa yang dituangkan dalam lagu tersebut. Faktor

instrument hasapi yang digunakan cukup berpengaruh dalam penyajian

permainan, semakin baik kualitas instrument hasapi yang digunakan, maka faktor

tersebut sangat mendukung dalam permainan hasapi yang baik.

4.5 Perawatan Hasapi

Perawatan hasapi tidaklah memerlukan cara yang khusus. Cukup

menyimpan hasapi ditempat yang kering agar suara tetap nyaring (tidak sengau).

Selain itu, hasapi tidak bersentuhan langsung dengan sinar matahari agar suara

tidak menjadi “cempreng”. Ketika hasapi tidak dipakai lagi, kendorkan kedua

senar. Cara ini berfungsi agar bantalan senar hasapi tidak cepat rusak dan leher

hasapi tidak menjadi baling atau melengkung.

4.6 Nada Yang Dihasilkan Hasapi

Nada yang akan penulis uraikan merupakan penjelasan berdasarkan

informasi yang penulisa dapat dari Bapak Guntur Sitohang.

Senar 1 adalah nada do (not apa saja)

Senar 2 nada nada mi (not apa saja)

Penyeteman nada pada setiap senar hasapi adalah :

open string

do senar 2
mi senar 1

85
Dalam hal ini juga ada cara menghasilkan nada variasi yang dinamakan manggotil

(seperti mencubit senar menggunakan jari kelingking). Biasanya hal ini dilakukan

oleh para pemain yang sudah handal. Cara ini memberikan kesan nada-nada yang

dimainkan menjadi lebih enak didengar.

4.7 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah jangkauan nada dari nada terendah sampai nada

tertinggi dalam satu lagu. Untuk mengetahui nada-nada yang dihasilkan hasapi

buatan Guntur Sitohang, penulis akan menyertakan materi lagu yang hasil

transkripsinya dapat dilihat dalam bentuk visual di bawah ini. Lagu yang

dimaksud adalah repetoar lagu Sibunga Jambu?. Alasan penulis memilih lagu ini

adalah karena lagu ini sering dimainkan oleh pemain hasapi pemula dan

merupakan lagu tradisi yang sangat dikenal oleh para pemusik tradisional Batak

Toba.

Berikut adalah hasil transkripsi lagu Sibunga Jambu yang penulis

kerjakan dengan dibantu oleh Mario Sinaga.

86
87
4.8 Fungsi Musik Hasapi

Dalam menuliskan fungsi hasapi, maka penulis mengacu pada teori Alan

P. Merriam, yaitu: “...use then refers to the situation in which is employed in

human action: function concern the reason for its employment and particulary the

brodader purpose which is serves...” (1964:210).

Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan)

menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu

digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitikberatkan pada alasan

penggunaan atau menyangkut tujuan pemakain musik itu mampu memenuhi

kebutuhan manusia itu sendiri. Penulis juga menuliskan beberapa fungsi hasapi

sebagai tujuan dan akibat yang timbul dari penggunaan yang telah disebutkan di

atas, maka dapat ditelusuri melalui fungsi-fungsi antara lain sebagai berikut.

Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) musik paling sedikit memiliki

10 fungsi yaitu :

1. Fungsi Pengungkapan Emosional

2. Fungsi Penghayatan Estetis

3. Fungsi Hiburan

4. Fungsi Komunikasi

5. Fungsi Perlambangan

6. Fungsi Reaksi Jasmani

7. Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial

8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan

9. Fungsi kesinambungan budaya

88
10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat

Berdasarkan pendapat Merriam di atas, pada saat dimainkan, hasapi

memiliki fungsi antara lain:

4.8.1 Fungsi pengungkapan emosional

Dalam hal ini hasapi dapat dimainkan sebagai ungkapan isi hati si pemain.

Misalnya jika keadaan hati si pemain sedang sedih, dapat memainkan hasapi

dengan lagu yang sedih.

4.8.1 Fungsi penghayatan estetis

Dalam bermain hasapi juga dapat menggambarkan tentang sebuah

keindahan pemandangan ataupun tempat.

4.8.3 Fungsi hiburan

Fungsi ini memiliki arti sebagai media hiburan yang dapat disajikan

kepada wisatawan. Misalnya dengan memainkan lagu-lagu populer Batak Toba

ataupun lagu-lagu yang lain.

4.8.4 Fungsi komunikasi

Menurut Guntur Sitohang pada zaman dahulu jika seorang pemuda

menyukai seorang gadis, si pemuda dapat mengungkapkan isi hatinya kepada si

gadis melalui permainan hasapi dengan membawakan lagu tentang percintaan

sebagai sarana komunikasi kepada lawan jenisnya.

89
4.8.5 Fungsi perlambangan

4.8.6 Fungsi reaksi jasmani

Melalui permainan hasapi kita dapat mengajak orang yang mendengarkan

untuk ikut dalam suasana lagu yang dimainkan. Misalnya mengajak orang yang

mendengarkan untuk berjoget dengan memainkan lagu yang berhubungan dengan

berjoget.

4.8.7 Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial

Menurut Guntur Sitohang, orangtua dulu bisa memberi nasehat kepada

anaknya dalam bentuk permainan hasapi. Dengan memainkan lagu yang berisikan

podah/ nasehat. Misalnya si anak mau merantau, orangtua akan memberi nasehat

tidak hanya dengan kata-kata melainkan dengan permainan hasapi.

4.8.8 Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan

Dalam kepercayaan parmalim, hasapi dapat digunakan dalam sebuah ritual

yang sakral. Misalnya dalam ritual mangokkal holi (memindahkan tulang belulang

orang yang sudah meninggal).

4.8.9 Fungsi kesinambungan budaya

4.8.10 Fungsi pengintegrasian masyarakat

90
4.9 Nilai Ekonomi Pada Hasapi

Menurut penulis hasapi juga memiliki nilai ekonomi bagi setiap

pembuat/pengerajinnya. Walau bukan sebagai mata pencaharian utama namun

membuat hasapi dapat membantu sedikit banyaknya dalam kebutuhan ekonomi si

pembuat hasapi. Disamping untuk tetap melestarikan alat musik tradisional Batak

Toba, para pengerajin juga dapat memperoleh keuntungan baik secara materil dan

dikenal oleh orang lain bahkan dapat diekspos ke berbagai media. Walaupun

pekerjaan ini tidak menjanjikan dari segi materi, namun dapat memberi dampak

yang positif yaitu tetap menjaga agar kelestarian dari hasapi tersebut dan

menjadikan generasi-generasi yang baru dalam membuat hasapi.

91
BAB V

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka diambil

beberapa kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang penulis lakukan..

5.1 Kesimpulan

Peranan Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam

sistem musikal di setiap etnis di dunia ini. Berdasarkan Curt Sachs dan Hornbostel

pengklasifikasian, alat musik hasapi dapat diklasifikasikan kedalam yaitu alat

musik yang sumber bunyi utama berasal dari senar atau dawai. Instrumen ini juga

disebut sebaga chordophone dan disebut sebagai long neck lute yang terbuat kayu

yaitu alat musik yang mempunyai leher yang panjang. Terdapat lubang resonator

yang ditutup dengan kayu ingul. Tujuan dari pengklasifikasian alat musik

tersebut untuk mempermudah permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik

tersebut. Hasapi Batak Toba tersebut adalah salah satu alat musik yang menjadi

ciri khas masyarakat Batak Toba. Di Sumatera Utara juga banyak terdapat

pengerajin hasapi khususnya di daerah Kabupaten Samosir, namun dalam hal ini

penulis hanya mengacu pada kajian organologi hasapi buatan Guntur Sitohang di

desa Turpuk Limbong kecamatan Harian kabupaten Samosir.

Dalam proses pembuatan hasapi, Guntur Sitohang masih menggunakan

tenaga dan kemampuan keahlian yang beliau punya. Mulai dari pemilihan bahan

baku utama yaitu kayu jior yang digunakan dalam pembuatan gambus tersebut,

beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan hasapi

92
yang beliau kerjakan dengan teliti dan penuh kesabaran. Beliau mempunyai kiat –

kiat tersendiri dalam membuat sebuah hasapi.

Dalam proses belajar, seorang peminat yang ingin belajar hasapi dapat

bermain dengan memainkan teknik dasar hasapi seperti yang dijelaskan

sebelumnya, dan untuk menguasai teknik cepat dalam memainkan melodi, dengan

cara memainkan tangga nada secara berulang-ulang. Agar jari-jari yang digunakan

cepat dalam mengambil posisi pemindahan misalnya, dari senar satu kesenar

berikutnya dan dari tangga nada awal ke tangga nada berikutnya.

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun

bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen

pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara.

Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun

saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian hasapi

agar semakin maraknya industry musik tradisional Batak Toba. Pemasaran dan

management yang jelas agar hasapi yang dihasilkan bisa terus berkesinambungan

khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan kesenian tradisonal

secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau karnaval Budaya

Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk

lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan

kelestarian budaya kita Indonesia.

93
BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN

BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

Pada bab II ini penulis akan membahas gambaran umum lokasi penelitian

dan biografi singkat Guntur Sitohang. Namun sebelum membahas topik tersebut,

akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul

orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2.1 Asal Usul Orang Batak

Kata “Batak” tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan

salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara. Etnis Batak

terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan

Batak Toba. 6 Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah

wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara. Secara

admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan

sistem pemerintahan empat tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten,

wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni

Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir

ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten

Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. Wilayah kediaman masyarakat

Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak

Lainnya.

6
Wikipedia.com

15
2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon.

Pada masa pra Kristen masyarakat Batak Toba belum menganut

kepercayaan polytheisme atau hasipelebeguon. Hasipelebeguon adalah

kepercayaan kepada dewa- dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba

seperti, Batara Guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh

nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral

(Vergouwen 1986:79). Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak

Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa

manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Secara

fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud

kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu

Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran,

tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai

dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi

manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu

kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55) Pada

masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu : Banua

ginjang (benua atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua

tonga (benua tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian

bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat

kediaman Ompu Mulajadi Nabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal

bagi sahala, debata na tolu, dewa- dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon

16
1964:17). Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai

kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi

yakni: tondi, sahala, dan begu. Sesuatu yang sentral dalam praktek

hasipelebeguon adalah apa yang dikenal dengan tondi secara (harafiah berarti

“roh” atau “jiwa”) yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal,

tumbuh-tumbuhan dan hewan (Vergouwen 1986:82). Tondi merupakan kekuatan

dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari Mulajadi Nabolon baik yang hidup

dan yang sudah mati (Tobing, 1956:97-98). Sahala adalah kekuatan tondi yakni

kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau

talenta (Lumbantobing 1992:21). Sahala pada orang Batak Toba percaya bahwa

orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahala kepada

orang lain (pedersen1970:29-30). Begu adalah arwah atau roh orang meninggal

yang mendiami suatu tempat, begu dibagi dua yaitu, begu yang jahat

dan begu yang baik.

Praktek hasipelebeguon ini adalah penyembahan berhala boleh saja patung

buatan tangan manusia yang dipercayai berhakekat illahi. Berhala itu juga boleh

begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker,

gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah,

diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantra-mantra (Sianipar, 1989).

Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan

tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor

2.1.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

17
Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya

dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu

diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan

adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem

kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu berlandaskan dalihan na tolu yang

secara harafiah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “tungku yang tiga”.

Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang

berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu

(dongan sabutuha) dan boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi

Nabolon dengan menurunkan kepada dewa yang tiga yakni: Batara Guru sebagai

simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata

Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76) Hula-hula merupakan

kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini

dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang

diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga

lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari

pihak hula- hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan

yang sederajat. Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang

sama. Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula,

manat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara

harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan

dengan dongan tubu,

18
kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi

dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi

dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena

dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan

restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dan

mensukseskan acara tersebut. Biasanya dongan tubu ini, menjadi tempat

berdiskusi, dan menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam satu

acara adat disebut dengan dongan saulaon (teman bekerja). Tidak kalah

pentingnya juga peranan boru dalam satu perayaan acara adat istiadat pada

masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung-jawab

dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Misalnya,

mempersiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara,

dan menyediakan konsumsi selama jalannya upacara (marhobas). Dapat

disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang

kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan

boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya,

setiap orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga

kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan

tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat

dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

19
2.2 Sejarah Singkat dan Letak Geografis desa Turpuk Limbong

Pada awalnya wilayah desa Turpuk Limbong, dibangun pada sekitar tahun

1700, oleh seorang marga Limbong yang berasal dari Desa Limbong Sagala yang

berjarak sekitar 8-9 km dari desa tersebut. Lahan yang subur, dan masih kosong

membuat si Limbong tertarik untuk membuka lahan perladangan (manombang)

sekaligus membuka wilayah perkampungan baru. Namun karena masih sendiri

berdiam di wilayah itu Limbong merasa kesepian, sehingga mengundang

beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan orang-orang sekitar desa Limbong

Sagala. Adapun yang bersedia menerima undangannya adalah marga Malau,

marga Sihotang dan marga Sagala. Sesuai dengan kesepakatan, mereka membagi

batas-batas wilayah (turpuk), sehingga munculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk

Malau, Turpuk Sagala, dan Turpuk Sihotang. Khususnya, untuk desa Turpuk

Limbong. 7

Desa Turpuk Limbong termasuk ke dalam wilayah pemerintahan

Kabupaten Samosir. Kecamatan Harian Boho, terdiri dari tujuh dusun (lumban),

yaitu Lumban Simanampang, Lumban Gambiri, Lumban Habeahan,

Lumban Simardali-dali, Lumban Sitio-tio, Lumban Pandiangan, dan

Lumban Upagordang, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Partungkoan.

Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Janji Martahan.

Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Limbong Sagala

Di sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba.

7
Wawancara dengan Guntur Sitohang, Nopember 2014 di Desa Turpuk Limbong.

20
Luas keseluruhan desa Turpuk Limbong mencapai 8,75 Km. Wilayah ini terdiri

dari, 56 ha lahan persawahan, tanah kering 80 ha, pekarangan 8 ha, dan 371 ha

lahan bebas. Lahan bebas yang dimaksud yaitu pegunungan yang mengelilingi

desa.

Desa Turpuk Limbong ini didiami sekitar 116 kepala keluarga. Dengan

perincian, jumlah penduduk Desa Turpuk Limbong, sekitar 658 jiwa. Laki-laki

317 jiwa dan wanita 341 jiwa. Infrastruktur yang dapat ditemukan di daerah ini

terdapat satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), satu unit Pos

Pelayanan Terpadu (Posyandu), satu unit Kantor Kepala Desa, satu unit Gereja

HKBP, satu unit Gereja Katolik dan satu unit Sekolah Dasar (SD). Salah satu

keistimewaan desa Turpuk Limbong, yaitu desa ini merupakan salah satu desa

tertua di kecamatan Harian Boho. 8

2.3 Pengertian Biografi

Wikipedia.org/Biografi mengatakan, dalam disiplin sejarah, biografi dapat

didefinisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi

dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan

yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah biografi singkat hanya

memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya

dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan

mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja

dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

8
ibid

21
Sebuah biografi biasanya menganalisis dan menerangkan kejadian-

kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan

membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan

yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita

atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal

dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal

akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya

terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya. Namun demikian

biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal

saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah

meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih

hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur

tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa

dewasa, namun ada juaga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-

topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung, bahan

utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, kliping atau

Koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku,

refrensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi tertentu.

22
2.4 Biografi Singkat Guntur Sitohang

Guntur Sitohang lahir 19 desember 1936 di desa Urat Kabupaten Samosir

dari pasangan B. Sitohang dan S. Simbolon. Ia merupakan anak bungsu dari tujuh

orang bersaudara diantara lima anak perempuan dan dua anak laki-laki. Seperti

pada umumnya masyarakat Batak Toba di Samosir, di masa hidupnya orang tua

Guntur Sitohang bekerja sebagai petani dan mengajar di Sekolah Dasar Negeri

yang ada di komplek perumahan tempat beliau berdomisili.

2.4.1 Masa kecil

Guntur Sitohang menghabiskan masa kecilnya di desa Urat dan Harian

Boho Kabupaten Samosir. Sedikit berbeda dari saudara-saudaranya yang

tergolong rajin dalam membantu orang tuanya dalam mencari nafkah, Guntur

Sitohang lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain. Menurut

pengakuannya, hal itu terjadi karena posisisnya sebagai anak bungsu sehingga

mendapat lebih kebebasan dari saudara-saudaranya yang lain. Keadaan tersebut

membuatnya lebih leluasa bermain musik dengan teman-temannya.

2.4.2 Pendidikan

Pada tahun 1948 Sekolah Dasar (SD) masih bernama Sekolah Rakyat

(SR). Hal ini justru terbilang unik sebab di tahun itu untuk pertama kalinya

mendaftarkan diri memulai sekolah di Sekolah Rakyat 6 Harian Boho. Sementara

usia nya pada saat itu sudah memasuki sebelas tahun. Di tahun kedua setelah

duduk di bangku kelas dua, nama sekolah rakyat berganti menjadi Sekolah Dasar

(SD) .

23
Enam tahun menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar , Guntur

Sitohang melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Biasa (SGB) di kecamatan

Harian Boho. Sekolah Guru Biasa merupakan sekolah kejuruan yang berada satu

tingkat diatas Sekolah Dasar, dimana pada masa itu lulusan SGB dapat menjadi

tenaga pengajar di Sekolah Dasar.

2.4.2 Latar belakang keluarga

Guntur Sitohang menikah pada tahun 1964 dengan Tiamsah Habeahan

yang merupakan teman sekolahnya sejak Sekolah Guru Biasa. Pasangan ini

memiliki 11 anak yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 6 orang perempuan ,

ditambah satu orang anak perempuan yang merupakan anak angkat.

Anak pertama adalah seorang wanita yang bernama Megawati Sitohang

yang lahir pada tahun 1964 berdomisili, di Jambi pekerjaan ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhir tamat SMA. Anak ke dua beliau bernama Baktiar Sitohang

yang lahir pada tahun 1966. Namun pada usia 42 tahun mengalami sakit dan

akhirnya meninggal. Pendidikan terakhir adalah SMA. Anak ke tiga bernama

Lasnur Maya Sitohang yang lahir pada tahun 1968, berdomisili di Jakarta.

Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir SMA. Anak ke

empat bernama Martogi Sitohang yang lahir pada tahun 1970. berdomisili di

Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional Batak Toba yang cukup terkenal.

Pendidikan terakhir S-1 dari Universitas Sumatera Utara Departemen

Etnomusikologi. Anak ke lima bernama Junihar Sitohang lahir pada tahun 1972,

berdomisili di Medan. Anak ini memiliki bakat lengkap yang diwariskan ayahnya

sebagai pemusik dan pembuat alat musik. Pendidikan terakhir adalah SMA. Anak

24
ke enam bernama Rumonang Sitohang yang lahir pada tahun 1976 berdomisili di

Medan dan pendidikan terkhirnya adalah tamatan SMA. Yang berikutnya adalah

Hardoni Sitohang yang merupakan anak ke tujuh yang lahir pada tahun 1978

berdomisili di Medan, pendidikan terakhir Sarjana Seni dari Universitas Negeri

Medan. Hardoni Sitohang juga telah banyak berkarya dengan mengkolaborasikan

alat musik tradisional Batak Toba dengan alat musik Barat. Anak ke delapan

bernama Naldy Sitohang yang lahir pada tahun 1980 berdomisili di Jakarta,

pekerjaan pengusaha cafe, pendidikan terakhir Sarjana Hukum dari Universitas

Riau. Anak ke sembilan bernama Senida Sitohang yang lahir pada tahun 1982

berdomisili di Pangururan, pekerjaan ibu rumah tangga. Kemudian anak

kesepuluh bernama Martahan Sitohang yang lahir pada tahun 1984 berdomisili di

Medan pekerjaan sebagai pemusik tradisional Batak Toba. Pendidikan terakhir S-

1 dari Universitas Sumatera Utara Departemen Etnomusikologi. Anak bungsu

bernama Elfrida Sitohang yang lahir pada tahun 1987 berdomisili di Desa Turpuk

Limbong, pekerjaan ibu rumah tangga dan telah menyelesaikan perkuliahannya di

Institut Pertanian Bogor (d3).

Keseluruhan anak beliau mendukung penuh kegiatan orang tua mereka.

Mereka sering membantu ayahnya dalam mengerjakan pembuatan alat musik

tradisional Batak Toba. Sejak kecil anak-anak dari Guntur Sitohang tidak pernah

dimanjakan dan dibiasakan hidup mandiri dan juga diajarkan bermain alat musik

tradisional Batak Toba. Sebagai orang Kristen, Guntur Sitohang selalu membawa

anak-anaknya ke gereja setiap minggunya.

2.4.3 Latar belakang kemampuan membuat alat musik Batak Toba

25
Sebagai pemusik Batak Toba yang cukup diakui, Guntur Sitohang

mempunyai proses belajar yang cukup panjang. Hal ini terjadi karena disamping

sebagai pemusik beliau juga dikenal sebagai pembuat alat musik. Pembelajaran

tersebut mencakup proses mengenal, melatih diri hingga berkarya tidak hanya

dalam bermain alat musik, namun juga membuat alat musik.

Awal mula beliau mengenal alat musik Batak Toba adalah dimulai pada

masa kanak-kanak. Salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang

yaitu Mangumbang Sitohang adalah salah seorang pemain musik Opera Batak.

Dari sinilah awal mula Guntur Sitohang mencuri kesempatan memainkan alat

musik berdasarkan yang dilihatnya. Seiring perjalanan Guntur Sitohang dalam

bermain alat musik, beliau mulai mencoba membuat alat musik. Dalam hal ini alat

musik pertama yang dibuat adalah sarune etek. Hal ini dikarenakan karena pada

awalnya setiap pertunjukan beliau lebih sering memainkan alat musik sarune etek

ketimbang alat musik Batak Toba lainnya.

Guntur Sitohang tidak memiliki guru yang mengajarnya dalam membuat

alat musik melainkan belajar sendiri. Beliau mencoba membuatnya dengan cara

memperhatikan alat musik yang sudah ada sebagai pedoman dalam

pembuatannya. Setelah proses membuat alat musik sarune etek berhasil,

kemudian beliau mencoba membuat alat musik lainnya seperti sulim, hasapi,

garantung, taganing. Awalnya alat musik yang dibuatnya hanya dipakai orang

dekat ataupun grup Opera Batak dimana beliau juga sebagai anggota didalamnya.

Namun tanpa disadari kualitas dari alat musik yang dibuatnya tergolong

baik dan tahan lama. Hingga akhirnya permintaan untuk hasil karyanya mulai

26
berdatangan dari beberapa grup musik Batak Toba di beberapa daerah di luar

Samosir. Pada umumnya para pemusik tersebut mendapat informasi dari mulut ke

mulut tentang kualitas yang baik dari hasil karya Guntur Sitohang.

Sampai saat ini Guntur Sitohang masih aktif dalam membuat alat musik

namun tidak seaktif dulu. Disamping usianya yang semakin tua, kondisi kesehatan

beliau juga menjadi salah satu faktor yang menjadi penghalang dalam membuat

alat musik tradisional Batak Toba.

2.4.4 Alat musik Batak Toba yang dikuasai

Pada awal belajar bermain alat musik, Guntur Sitohang belajar bermain

garantung. Beliau belajar bermain garantung dari apa yang dilihatnya karena

belum mempunyai guru yang mengajarinya bermain garantung. Melihat bakat dan

kemauan belajar yang tinggi dari Guntur Sitohang, bapatua nya menghadiahkan

sebuah garantung asl-asaln yang belum beraturan.

Dukungan inilah yang dimanfaatkan Guntur untuk belajar lebih giat lagi.

Walaupun belajar secara otodidak, seiring berjalannya waktu beliau semakin

mahir memainkan alat musiknya. Bukan hanya garantung saja, bahkan alat musik

lainnya seperti sulim, hasapi dan sarune etek.

Hingga saat ini beliau sudah menguasai seluruh alat musik Batak Toba.

Mulai dari garantung, sulim, hasapi, sarune etek, sarune bolon, taganing, sordam,

tulila, saga-saga dan lain-lain. Bahkan dalam hampir setiap ada acara kebudayaan

Batak Toba yang diadakan pemerintah pusat maupun daerah, beliau selalu

diundang untuk bermain alat musik. Hal inilah yang membuat beliau diberi

27
julukan sebagai guru kesenian, karena selain mahir bermain dan membuat alat

musik, beliau juga pandai mengajar koor (paduan suara). Disamping itu beliau

juga ditunjuk sebagai penilik kebudayaan yang bertugas untuk melihat dan

mengontrol kebudayaan sampai beliau pensiun.

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS HASAPI

3. 1 Klasifikasi Hasapi

28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batak Toba merupakan salah satu etnik (suku) besar di Indonesia. Suku

Batak Toba yang sebagian besar berdomisili di pulau Sumatera tepatnya di

Sumatera Utara sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Menurut cerita, suku

Batak Toba berasal dari daerah yang dinamakan sianjur mula-mula yang berada

disekitar daerah Pangururan Kabupaten Samosir. Konon cerita nenek moyang

terdahulu dari sanalah asal muasal suku Batak Toba menyebar ke pulau lain,

seperti pulau Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi bahkan hampir ke seluruh

pelosok Indonesia. 1

Dalam kebudayaan Batak Toba dikenal dua jenis ensambel musik yang

sering digunakan dalam upacara adat maupun dalam pertunjukkan yaitu: gondang

sabangunan dan gondang hasapi. Didalam ensambel gondang sabangunan terdiri

dari beberapa instrumen musik diantaranya: sarune bolon, taganing, gordang,

ogung, dan hesek. Gondang sabangunan biasanya dimainkan di halaman atau di

luar rumah. Sedangkan Gondang Hasapi terdiri dari beberapa instrumen musik,

yaitu: hasapi ende, hasapi doal, garantung, sulim, sarune etek, dan hesek.

Biasanya Gondang Hasapi dimainkan di dalam rumah.

Dalam suatu kebudayaan pastilah ditemui unsur kesenian, yang

didukung oleh musik dan tari, yang fungsinya adalah sebagai media pendukung

terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud

1
Hasil wawancara dengan Bapak Guntur Sitohang pada tanggal 6 oktober 2014

1
gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,

interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lain-

lainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara

di sisi lain, musik juga dibangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari : metrum

atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat,

sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga

berhubungan dengan seni tari yang diiringinya.

Di dalam ensambel musik Gondang Hasapi ada terdapat instrumen musik

yang bernama hasapi yang termasuk dalam klasifikasi alat musik kordofon 2.

Hasapi bersama dengan instrumen lainnya sering sekali dipergunakan pada

upacara ritual, upacara adat maupun pertunjukan kesenian musik Batak Toba

Dalam ensambel gondang hasapi, terdapat dua jenis hasapi yaitu hasapi ende dan

hasapi doal. Hasapi ende berfungsi sebagai pembawa melodi sedangkan hasapi

doal berfungsi sebagai pembawa ritem.

Secara fungsional, hasapi memiliki peran yang penting dalam ensambel

gondang hasapi yaitu sebagai pembawa melodi dan ritem (pembawa ritem

konstan). Berikutnya, tulisan ini akan berfokus pada organologis hasapi Batak

Toba.

Secara fisik hasapi terdiri dari kepala (ulu), kupingan (pinggol), leher

(rungkung), perut (butuha/boltok), pusat (pusok), dan ekor (ihur). Hasapi terbuat

dari bahan kayu, seperti; jior (juhat), pinasa (nangka), atau ingul. Dalam tulisan

ini bahan yang dipakai untuk hasapi adalah kayu jior. Jrnis kayu ini banyak

2
Kordofon merupakan klasifikasi alat musik yang menghasilkan suara melalui senar atau
dawai yang dipetik maupun digesek.

2
tumbuh didaerah Samosir. Dahulu kayu jior digunakan sebagai bahan dasar untuk

membuat rumah adat Batak Toba. Kayu ini memiliki kualitas yang bagus karena

walaupun direndam dalam air dalam jangka waktu yang lama, kayu ini tidak akan

mudah busuk. Namun bahan untuk pembuatan tutup perut bagian depan hasapi

harus berbeda dengan badan hasapi agar suara lebih bagus dan nyaring.

Sedangkan untuk membuat kupingan menggunakan kayu nangka.

Dalam proses pembuatannya, pertama sekali yang dilakukann adalah

memilih kayu, kemudian kayu tersebut dipotong berbentuk persegi panjang.

Kemudian membentuk bentuk baku yaitu bagian leher dan perut. Dilanjutkan

dengan melobangi perut depan dan belakang. Selanjutnya membuat ukiran kepala

serta melobangi bagian leher untuk tempat kaca (dibagian gred). Proses

berikutnya melobangi bagian kepala untuk tempat kupingan dan membuat

penutup perut bagian depan. Setelah semua selesai dilanjutkan dengan

pemasangan senar dan diakhiri dengan mengolesi seluruh bagian hasapi dengan

minyak makan.

Hasapi memiliki dua kupingan (steam) di bagian kepala yang berfungsi

untuk mengencangkan dan mengendorkan senar sesuai nada yang diinginkan.

Memiliki dua buah senar yaitu tali gitar (tali satu). Namun dahulu hasapi belum

menggunakan tali gitar melainkan tali riman 3. Karena sering putus, kemudian

diganti menggunakan kawat tipis dan sekarang hasapi sudah menggunakan tali

gitar. Hasapi juga memiliki satu lobang resonator suara yang berada dibagian

3
Tali riman merupakan ijuk dari pohon aren.

3
perut belakang. Dibagian kepala terdapat juga ukiran patung kepala manusia atau

kepala ayam.

Hingga saat ini alat musik tersebut masih mempunyai peranan penting

dalam kebudayaan Batak Toba. Walaupun di masa sekarang penggunaan

ensambel gondang sabangunan dan gondang hasapi pada upacara adat Batak

Toba sudah mulai jarang ditemui dikarenakan masuknya keyboard, namun alat

musik tersebut masih tetap memiliki peranan penting didalam masyarakat Batak

Toba. Sejauh pengetahuan penulis, pembuat hasapi ada di beberapa tempat di

Kabupaten Samosir, diantarnya di Tomok, Ambarita, Harian Boho dan

Nainggolan. Namun dari sekian tempat pembuat hasapi, penulis lebih tertarik

untuk meneliti pembuatan hasapi di daerah Harian Boho oleh Bapak Guntur

Sitohang. Selain karena beliau adalah salah satu seniman Batok Toba yang masih

eksis hingga saat ini, beliau juga merupakam guru kesenian untuk kabupaten

Tapanuli Utara dan kabupaten Samosir.

Akhirnya pada tanggal 6 oktober 2014 penulis berkunjung kerumah Bapak

Guntur Sitohang yang berada di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian

Kabupaten Samosir yang kebetulan beliau sedang sibuk membuat taganing.

Setelah berbincang-bincang dan mengatakan kepada beliau maksud kedatangan

penulis adalah untuk mengkaji organologis hasapi buatan beliau dalam keperluan

penyusunan skripsi, beliau menyambut niat baik penulis dan bersedia menjadi

narasumber serta mempraktekkan secara langsung proses pembuatan hasapi.

Dari hasil wawancara saya dengan Bapak Guntur Sitohang, proses

pembuatan hasapi dikerjakan dengan cara manual, melalui keuletan tangan serta

4
peralatan yang sederhana seperti: pisau, parang, pahat, martil, kertas pasir, paku

serta chinshaw (gergaji mesin) untuk mempermudah dalam memotong dan

membelah kayu.

Satu hal yang membuat penulis tertarik untuk meneliti pembuatan hasapi

buatan Bapak Guntur Sitohang adalah kualitas yang bagus serta ketelitian dalam

proses pengerjaannya. Mulai dari pemilihan kayu sampai tekhnik pembuatannya

sangat diperhatikan. Itulah sebabnya hasapi buatan beliau banyak diminati oleh

para pemain musik tradisional Batak Toba. 4 Tidak hanya membuat hasapi saja,

beliau juga salah satu pembuat uning-uningan Batak Toba yang masih aktif

sampai saat ini. Bahkan dalam pembuatan instrumen musik lainnya, beliau sangat

memperhatikan kualitas bahan baku sampai proses pembuatannya. Sudah banyak

instrumen musik buatan beliau dibeli oleh orang-orang dari luar pulau Sumatera

bahkan sampai ke Belanda, Jerman, dan Amerika. Sampai saat ini beliau memiliki

beberapa alat musik tradisional buatannya sendiri yang sudah berusia sekitar 30

tahun dan semuanya masih dalam keadaan bagus. (sumber: hasil wawancara

dengan Guntur Sitohang dan melihat langsung hasapi yang sudah berumur 30

tahun).

Hingga saat ini Bapak Guntur Sitohang sudah membuat ratusan instrumen

musik Batak Toba, diantaranya: Hasapi, Taganing, Garantung, Sarune, Sordam,

Saga-saga, Suling,Tulila. Walaupun di usianya yang hampir memasuki 78 tahun,

beliau tetap melakoni pekerjaannya dalam membuat alat musik tradisional Batak

4
Hasil wawancara dengan Tongam Sirait dan beberapa pargoci di Tomok pada tanggal
12 nopember 2014

5
Toba. Hal ini dilakukannya bukan semata-mata untuk mendapatkan uang tapi hal

ini dilakukannya agar alat musik tradisional Batak Toba ini tidak punah.

Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti,

mengkaji serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: Studi

Organologi Hasapi Batak Toba oleh Bapak Guntut Sitohang.

1.2. Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka permasalahan

dalam penulisan ini adalah sebahai berikut :

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan hasapi buatan Bapak Guntur

Sitohang.

2. Bagaimana fungsi alat musik hasapi dalam ensambel gondang hasapi dan

dalam masyarakat Batak Toba

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian hasapi adalah :

1. Untuk mengkaji proses dan teknik pembuatan hasapi oleh Bapak Guntur

Sitohang di desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

2. Untuk mengkaji fungsi alat musik hasapi

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

6
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah refrensi tentanghasapi Batak

Toba di Departemen Etnomusikologi

2. Sebagai bahan refrensi dan perbandingan untuk penelitian yang relevan

berikutnya

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang dipelajari dan diperoleh

penulis selama masa bangku perkuliahan.

4. Bahan motivasi bagi setiap pembaca terutama generasi muda masyarakat

Batak Toba untuk tetap menjaga dan melestarikan musik tradisional.

5. Untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana di Departemen

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah penggambaran atas image sebelumnya dengan meletakkan

perbedaannya (Schopenhauer 1992)., Konsep dapat diartikan sebagai sebuah

gambaran tentang sesuatu yang akan dilakukan ataupun dikerjakan. Dalam

penulisan skripsi ini juga harus menggunakan konsep agar semua isi tulisan sesuai

dengan yang diharapkan.

Konsep yang digunakan adalah studi organologi sesuai dengan konsep

yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang

digunakan berhubungan dengan alat musik. Dalam hal ini observasi dan

pengamatan mengenai organologi dimana organologi merupakan sebuah ilmu

yang mempelajari tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak

hanya berbicara tentang sejarah dan instrumen musik itu sendiri tetapi juga harus

7
mencakup hal yang tidak kalah pentingnya seperti teknik memainkan, fungsi

secara musik, hiasan (yang dibedakan dari kontruksi) dan berbagai pendekatan

tentang sosial budaya yang bisa disebut juga “ilmu pengetahuan” musik itu sendiri

(Hood, 1982:124).

Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa studi organologi hasapi oleh

Bapak Guntur Sitohang di desa Turpuk Limbong merupakan penelitian secara

mendalam mengenai proses pembuatan instrumen hasapi, cara memainkan dan

fungsi dari hasapi tersebut.

Hasapi merupakan sebuah alat musik individu maupun ensambel.

Dikatakan sebagai alat musik individu karena dapat digunakan sendiri sebagai

sarana untuk menghibur diri. Dikatakan juga sebagai ensambel karena merupakan

pembawa melodi dalam ensambel uning-uningan. Hasapi terbuat dari kayu jior,

kayu nangka yang sudah tua dan kemudian dibentuk menyerupai gitar, bagian

belakang hasapi dikerok tapi tidak sampai tembus kebagian depan kemudian

ditutup dengan menggunakan papan tipis sehingga berfungsi sebagai kotak

resonansi suara. Pada bagian ujung dibuat dua lubang sebagai tempat kupingan

(penyetelan senar) dan dibagian perut dibuat bantalan sebagai ganjalan untuk

senar. Dulunya senar hasapi dibuat dari ijuk riman, namun belakangan ini sudah

mulai menggunakan kawat baja ataupun tali gitar. Pada bagian kepala diukir

patung menyerupai kepala manusia (laki-laki) atau kepala ayam jago. Hasapi

memiliki dua senar yang diregang dari kepala hingga ekor melewati leher dan

perut (long neck lute). Hasapi dimainkan dengar cara dipetik seperti gitar dan

termasuk dalam klasifikasi alat musik kordofon yaitu yang menghasilkan suara

8
melalui senar yang dipetik ataupun digesek. Untuk menentukan tinggi rendahnya

nada, senar dapat dikencangkan dan dikendorkan dengan alat putar (kupingan)

yang ada dikepala hasapi tersebut.

1.4.2 Teori

Teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan

sistematik dalam gejala sosial yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari

ilmu (tool of science). Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-

keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25).

Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong, yang mempunyai

peranan sebagai: (a) orientasi utama dari ilmu, (b) konseptualisasi dan klasifikasi,

(c) meringkas fakta, (d) memprediksi faktafakta, dan (e) memperjelas celah

kosong. 5

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas tentang organologi alat musik

hasapi Batak Toba yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu

Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art, 1978:74), yaitu dua

pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni teori

struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik,

pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen,

ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai.

Di sisi lain, secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk

memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode,

5
Skripsi Beri Pana Sitepu tentang kajian organologi kulcapi

9
memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya

dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

Mengenai klasifikasi alat musik hasapi dalam tulisan ini penulis mengacu

pada teori yang di kemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu:

”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama

bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: idiofon,

penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, aerofon,

penggetar utama bunyinya adalah udara, membranofon, penggetar utama

bunyinya adalah kulit atau membran, kordofon, penggetar utama bunyinya adalah

senar atau dawai.

Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi

telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi

kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang

biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu

pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala

atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,

metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan

masalah teoretis perlu pula dicatat.

Merriam mengatakan salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi

tentang peralatan musik yang dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah

kebudayaan (musikal). Hal ini dipertegas lagi dengan pendapat bahwa kajian

etnomusikologi bukan hanya dari aspek yang berhubungan dengan bunyi musikal,

aspek sosial, konteks budaya psikologis dan estetika melainkan juga paling sedikit

10
ada enam aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu diantaranya adalah materi

kebudayaan musikal (1964:45).

Bagian ini merupakan lahan dalam penelitian ilmu organologi yang

merupakan bagian dari Etnomusikologi itu sendiri. Pembahasan bidang ilmu ini

meliputi semua aspek yang berkaitan dengan alat musik, seperti bentuk dan

ukuran fisiknya, bahan dan metode pembuatan, cara memainkannya, nada dan

wilayah nada yang dihasilkan serta aspek sosial budaya yang berkaitan. Karena

organologi tidak hanya membahas teknik memainkan, fungsi musikal, dekorasi

fisik melainkan termasuk di dalamnya sejarah dan deskripsi alat musik tersebut.

(Hood 1982;124).

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah mengemukakakan secara teknis tentang strategi

yang digunakan dalam penelitian kebudayaan. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang

terdapat dalam pembuatan alat musik hasapi buatan Bapak Guntur Sitohang

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan

ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan sistem wawancara

(interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan

maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (observation) dan

penggunaan catatan harian (Djarwanto, 1984:25). Dalam melakukan penelitian,

penulis menggunakan tiga tahap yaitu : (1) studi kepustakaan; (2) kerja lapangan;

dan (3) kerja laboratorium.

11
1.5.1 Studi kepustakaan

Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi

kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan

ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan

objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk

mendukung penulisan skripsi ini. Adapun tulisan yang mendukung dalam

penulisan ini adalah skripsi tentang studi organologi kulcapi (karo) oleh Beri Pana

Sitepu, skripsi analisis gaya permainan hasapi Sarikawan Sitohang oleh Daniel

Limbong.

1.5.2 Kerja lapangan

Dalam hal ini, penulis langsung terjun ke lapangan yaitu ke kediaman

Bapak Guntur Sitohang yang berada di desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian,

Kabupaten Samosir. Di lokasi penelitian penulis melakukan tiga hal yang telah

diketahui sebelumnya, yaitu: observasi, wawancara serta pemotretan

(pengambilan gambar). Penulis juga melakukan wawancara bebas serta

wawancara secara mendalam kepada informan sesuai dengan pertanyaan-

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Walaupun dalam wawancara

terdapat hal-hal baru yang menjadi bahan pertanyaan yang dianggap penting

dalam pengumpulan data. Hal itu dilakukan agar memperoleh keterangan dan data

yang lengkap dan akurat untuk mendukung proses penelitian ini.

12
1.5.3 Wawancara

Proses wawancara yang dilakukan penulis beracuan pada metode

wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara

berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara

sambil lalu (casual interview).

Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang

akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari

satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu

wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan

topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk

mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau

keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara

penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk blackberry sebagai alat

rekam, sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital

merk Canon, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh

informan.

1.5.4 Kerja laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses

dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan

sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti

kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.

13
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian

berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).

1.5.5 Lokasi penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah di tempat tinggal Bapak Guntur

Sitohang yang berada di Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten

Samosir pada tanggal 5 – 8 Nopember 2014. Daerah ini terdapat di dekat

Pangururan dan masih berada dalam Kawasan Tele. Daerah ini juga berada persis

di pinggiran Danau Toba. Alasan dipilihnya tempat penelitian ini karena ketelitian

dalam proses pembuatan hasapi yang berbeda dari tempat lain. Karena di tempat

lain ada beberapa pembuat hasapi yang tidak terlalu memikirkan kualitas dari

bahan baku serta proses pembuatannya yang tergolong kurang rapi.

14
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba Oleh

Bapak Guntur Sitohang”

Hasapi merupakan salah satu alat musik tradisional Batak Toba yang

termasuk ke dalam klasifikasi kordofon yaitu yang menghasilkan bunyi melalui

senar/dawai yang dipetik ataupun digesek. Hasapi memiliki 2 (dua) senar yang

menggunakan senar gitar?. Alat musik ini memiliki peran sebagai pembawa

melodi, bahannya terbuat dari kayu jior (kayu juhar) atau kayu jenis lainnya spt,

nangka, ingul, dan lain-lain.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui secara terperinci

proses dan teknik pembuatan hasapi, cara memainkan serta fungsinya. Metode

yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa penelitian ke

lapangan serta terlibat langsung dalam proses pembuatan hasapi dan melakukan

wawancara kepada narasumber serta melakukan perekaman yang dianggap

penting untuk mempermudah dalam mengingat hasil wawancara.

Dengan menggunakan teori organologi, etnomusikologi dan antropologi

maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasapi adalah alat musik petik

yang bersifat melodis dan ritmis.

3i
STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN GUNTUR
SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN
BOHO KABUPATEN SAMOSIR
Skripsi Sarjana
Dikerjakan

O
L
E
H

Gideon Simaremare
NIM: 100707016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2015

1
STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN BAPAK
GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN
HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR

Skripsi Sarjana
Dikerjakan
O
L
E
H

GIDEON SIMAREMARE
NIM: 100707016

Disetujui Oleh:
Pembimbing I Pembibing II

Drs. Torang Naiborhu,M.Hum Drs. Irwansyah,M.A


NIP 196308141990031004 NIP196212211997031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2015

2
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba Oleh

Bapak Guntur Sitohang”

Hasapi merupakan salah satu alat musik tradisional Batak Toba yang

termasuk ke dalam klasifikasi kordofon yaitu yang menghasilkan bunyi melalui

senar/dawai yang dipetik ataupun digesek. Hasapi memiliki 2 (dua) senar yang

menggunakan senar gitar?. Alat musik ini memiliki peran sebagai pembawa

melodi, bahannya terbuat dari kayu jior (kayu juhar) atau kayu jenis lainnya spt,

nangka, ingul, dan lain-lain.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui secara terperinci

proses dan teknik pembuatan hasapi, cara memainkan serta fungsinya. Metode

yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa penelitian ke

lapangan serta terlibat langsung dalam proses pembuatan hasapi dan melakukan

wawancara kepada narasumber serta melakukan perekaman yang dianggap

penting untuk mempermudah dalam mengingat hasil wawancara.

Dengan menggunakan teori organologi, etnomusikologi dan antropologi

maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasapi adalah alat musik petik

yang bersifat melodis dan ritmis.

3i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

atas rahmat dan berkatNya yang tidak pernah berhenti sampai saat ini kepada

seluruh umat manusia. Penulis sangat berterimakasih kepada Tuhan atas

perlindungan, berkat, pertolongan, kesehatan, kekuatan yang masih diberikan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih karena

Engkau telah memberikan hikmat dan kebijaksaan kepada saya sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba oleh Bapak

Guntur Sitohang”. Tujuan diajukannya skripsi ini adalah sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari banyak hambatan

yang penulis rasakan. Kejenuhan yang menimbulkan rasa bosan sempat

menghinggapi penulis, namun berkat orang-orang terdekat penulis yang selalu

memberi semangat kepada penulis sehingga penulis tetap semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mempersembahkan skripsi ini dan

mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua saya yang sangat saya

sayangi, Ayahanda Larham Simaremare dan Ibunda Hotlan Pakpahan. Saya

mengucapkan banyak terimakasih buat cinta dan kasih sayang yang tidak pernah

putus-putusnya yang telah kalian berikan kepada saya hingga sampai saat ini.

ii4
Saya tidak akan pernah ada sampai saat ini tanpa kasih sayang kalian.Terimakasih

buat semangat, nasihat, serta motivasi yang selalu kalian berikan kepada saya.

Bahkan doa yang selalu kalian panjatkan kepada Tuhan yang dapat menguatkan

saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dukungan daya dan dana yang

telah kalian berikan hingga saya dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi saya ini.

Sungguh besar pengorbanan kalian kepada saya sampai saat ini yang belum bisa

saya balas semuanya. Semoga Tuhan selalu memberkati dan memberikan

kesehatan serta umur yang panjang kepada kalian.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak

Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan

Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Torang Naiborhu,M.Hum dosen

pembimbing I saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta

pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan

selalu membalas semua kebaikan yang bapak berikan.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Irwansyah,M. dosen pembimbing II

yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan

yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.

5
iii
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, selaku

dosen pembimbing akademik penulis selama perkuliahan, terimakasih atas

bimbingan dan motivasi yang bapak berikan.

Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly

Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony

Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa,

SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si.,

Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup

bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya

ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian.

Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya

aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan

membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Guntur Sitohang dan

keluarga yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta

bersedia menjadi informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung

penulisan skripsi ini, dan kepada Bapak Tumbur Simbolon yang telah

memberikan banyak informasi dan saran yang membangun selama penulis

melakukan penelitian.

Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman sata gereja saya yang

selalu memberikan nasihat-nasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis

iv6
semakin semangat dalam pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam

suka maupun duka.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Angel Hutapea yang selalu

memberi saya semangat dan yang membantu dalam penulisan skripsi ini sehingga

membuat penulis semakin termotivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010, Dani Pardede,

Yoseni Turnip, Luhut Simarmata, Roman Hutagalung dan teman-teman yang lain

yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup

penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak

terlupakan bagi penulis. Terimakasih teman-teman.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi.

v7
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan ............................................................................................. 7
1.3.2 Manfaat ........................................................................................... 7
1.4 Konsep dan Teori yang digunakan.............................................................. 8
1.4.1 Konsep yang digunakan .................................................................. 8
1.4.2 Teori yang digunakan...................................................................... 10
1.5 Metode Penelitian ....................................................................................... 12
1.5.1 Studi Kepustakaan........................................................................... 13
1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ......................................................... 13
1.5.3 Wawancara ...................................................................................... 14
1.5.4 Kerja Laboratorium ......................................................................... 14
1.5.5 Lokasi Penelitian ............................................................................. 15

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN


BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG................................. .......16
2.1 Asal Usul Orang Batak ............................................................................... 16
2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon. ............. 17
2.1.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ................................... 19
2.2 Sejarah Singkat dan Letak Geografis desa Turpuk Limbong ..................... 21
2.3 Pengertian Biografi ..................................................................................... 22
2.4 Biografi Singkat Guntur Sitohang............................................................... 24
2.4.1 Masa kecil .......................................................................................... 24

8
vi
2.4.2 Pendidikan .......................................................................................... 24
2.4.3 Keluarga belakang keluarga ............................................................... 25
2.4.4 Latar belakang kemampuan membuat alat musik Batak
iiiiiiiiiiiToba..................................................................... ....................27
2.4.5 Alat musik Batak Toba yang dikuasai .............................................. 28

BAB III Kajian Organologi Hasapi ............................................................................. 30

3.1 Klasifikasi Haapi ......................................................................................... 44


3.2 Sejarah Singkat Hasapi ............................................................................... 46
3.3 Konstruksi Hasapi ....................................................................................... 48
3.4 Ukuran Bagian – bagian Hasapi...................................................................... 49
3.4.1 Bagian Kepala ....................................................................................... 50
3.4.2 Bagian Leher ......................................................................................... 51
3.4.3 Bagian Perut .......................................................................................... 51
3.4.4 Bagian Ekor........................................................................................... 52
3.4.5 Jarak Senar ............................................................................................ 52
3.5 Teknik Pembuatan Hasapi ............................................................................. 53
3.5.1 Teknik Pembuatan Hasapi...................................................................... 53
3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan Hasapi ................................................... 53
3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Hasapi .................................................... 54
3.5.1.3 Bahan Pembuat Setelan .............................................................. 56
3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar ................................................................ 56
3.5.1.5 Bahan Pembuat Pick .................................................................. 57
3.5.2 Bahan Tambahan ................................................................................... 57
3.5.2.1 Lem Kayu ................................................................................... 57
3.5.2.2 Melamin dan Thiner ................................................................... 58
3.5.2.3 Cat Pilox ..................................................................................... 58
3.6 Peralatan yang Digunakan ............................................................................ 59
3.6.1 Senso Atau Gergaji Mesin ................................................................. 59
3.6.2 Pahat ................................................................................................... 59
3.6.3 Gergaji ................................................................................................ 60

9
vii
3.6.4 Ketam ................................................................................................. 60
3.6.5 Amplas ................................................................................................ 61
3.6.6 Palu Kayu ............................................................................................ 61
3.6.7 Penggaris Dan Meteran ...................................................................... 62
3.6.8 Gerinda Listrik .................................................................................... 62
3.6.9 Bor Listrik ........................................................................................... 63
3.6.10 Gergaji Besi....................................................................................... 63
3.6.11 Kampak ............................................................................................. 64
3.6.12 Pisau Dan Spidol ............................................................................... 64
3.6.13 Mal/Maltras ....................................................................................... 65
3.6 14 Kuas .................................................................................................. 65
3.7 Proses Pembuatan ......................................................................................... 66
3.7.1 Tahap I ................................................................................................ 67
3.7.1.1 Pemilihan Pohon ..................................................................... 67
3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar ........................................................ 69
3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola ......................................................... 70
3.7.2 Tahap II .............................................................................................. 71
3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar ..................................................... 71
3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator ..................................... 74
3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang ....................................................... 75
3.7.2.4 Proses Pengikisan .................................................................... 77
3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup ........................................................ 78
3.7.3 Tahap III .............................................................................................. 80
3.7.3.1 Proses Pembuatan Lubang pada bagian kepala dan
ekor...................................................................................................................................... 80
3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, Leher, Dan Kepala ........... 81
3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan ......................................... 83
3.7.4 Tahap IV ............................................................................................ 85
3.7.4.1 Proses Pendempulan ................................................................ 85
3.7.4.2 Proses Pengecatan .................................................................... 86
3.7.4.3 ProsesPembuatan Lubang Suara .............................................. 87

10
viii
3.7.4.4 Tahap Akhir ................................................................................ 88

BAB IV Kajian Fungsional Hasapi .............................................................................. 91


4.1 Proses Belajar .............................................................................................. 91
4.2 Posisi Tubuh Dalam Memainkan Hasapi .................................................... 95
4.3 Teknik Memainkan Hasapi.......................................................................... 97
4.4 Penyajian Gambus Yang Baik ..................................................................... 97
4.5 Perawatan Hasapi ........................................................................................ 97
4.6 Nada Yang Dihasilkan Hasapi..................................................................... 98
4.7 Wilayah Nada .............................................................................................. 98
4.8 Ekstensi Alat Musik Hasapi di Samosir ...................................................... 101
4.9 Fungsi Musik Hasapi ................................................................................... 105
4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional....................................................... !06
4.9.2 Fungsi Hiburan .................................................................................. 107
4.9.3 Fungsi Per lambangan ........................................................................ 107
4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya ......................................................... 107
4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani ....................................................................... 108
4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis ................................................................ 108
4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat musik Hasapi........................................................ 108

BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 110

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 110


5.2 Saran ............................................................................................................ 111

11
ix

Anda mungkin juga menyukai