BAB VI
PEMBAHASAN
50% responden pada penelitan ini berusia dibawah 40 tahun. Pada usia ini kader
berada pada tingkat produktifitas dan kemapanan yang baik sehingga kader
tidak ada persyaratan usia tertentu untuk dipilh menjadi kader, tetapi sebaiknya
pemilihan kader harus berada pada usia produktif. Sedangkan untuk jenis
kelamin perempuan, sebenarnya juga tidak ada syarat khusus jenis kelamin untuk
menjadi kader tetapi karena tugas-tugas atau kegiatan yang dikerjakan bertempat
di posyandu, maka secara umum lebih banyak perempuan yang bersedia menjadi
sisanya adalah lulusan SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. Berdasarkan himbauan
wajib belajar 9 tahun, terdapat kurang dari 29,4 % kader yang memenuhi
Jika dilihat dari latar belakang pekerjaan, pekerjaan yang paling banyak
adalah sebagai ibu rumah tangga. Salah satu syarat untuk menjadi kader
kesehatan adalah mempunyai waktu luang, seorang ibu rumah tangga diyakini
tentang isi materi yang ingin diketahui dari subyek penelitian atau responden,
pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat tersebut diatas
cukup, sedangkan 12 orang (35,3%) lainnya memiliki pengetahuan baik. Hal ini
yang menyatakan bahwa pengetahauan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
2018). Selain itu, hal ini juga sesuai dengan penelitian dari Raharjo, menyatakan
yang di teliti, peningkatan pengetahuan mereka mencapai angka rata rata yaitu
pasien terduga TB paru oleh kader desa Sumberejo yang hanya mencapai 8,8% (3
jiwa) dari total kader yang terlibat dalam penyuluhan. Nilai tersebut tidak
(p-value = 0,098) terhadap penemuan pasien terduga TB paru oleh kader dengan
pasien terduga TB paru oleh kader bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
pelatihan yang singkat. Bagi para kader kesehatan masyarakat yang bekerja di
pedesaan, lama pelatihan yang mereka butuhkan adalah selama 6 (enam) hingga 8
(delapan) minggu dan bisa lebih lama lagi dari yang telah diperkirakan. Hal ini
Paru tidak akan efektif jika hanya dilakukan satu kali, hal ini dibuktikan dengan
evaluasi jangka panjang selama penelitian bahwa terjadinya angka temuan kasus
(Pratiwi, 2017).
kader 50% (17 orang) berpendidikan Sekolah Dasar. Hal ini dapat mempengaruhi
akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh
pula penerimaan informasi yang diterima (Kemenkes RI, 2011). Hal ini juga
didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan Sugiyono, tentang hubungan
merupakan faktor internal kader itu sendiri Hal ini disebabkan karena kader
belum beranggapan bahwa penemuan suspek TB Paru adalah tugasnya yang harus
daerahnya. Fokus kegiatan kader selama ini hanya pada pelaksanaan Posyandu
dan terkait dengan kesehatan bayi dan balita, sehingga kader beranggapan bahwa
tugas untuk menemukan pasien terduga TB Paru hanya sambilan saja. Kondisi ini
suspek yang ada disekitarnya. Hal ini didukung oleh penelitian Raharjo, bahwa
pengaruh yang kuat terhadap perilaku dan semangat kerja seseorang (Raharjo,
2015).