Anda di halaman 1dari 42

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2008).

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Umur

Cara berpikir logis berkembang secara bertahap. Menurut

Santrock, (2007), kemampuan kognitif seseorang berdasarkan usia

dapat dikategorikan dalam periode bayi, anak, remaja, dewasa dan

lanjut usia. Masing-masing periode memberikan dampak pada cara

berpikir individu dalam merespon stimulus yang diberikan sehingga

berdampak pada pengetahuan yang terbentuk.

2) Tingkat Pendidikan

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang

berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,

perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik,

dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2008), pendidikan kesehatan pada hakikatnya


7

adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan

kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan

harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok

atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang

lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya

pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan

perilaku sasaran. Untuk mencapai tujuan pendidikan yakni perubahan-

perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu proses

pendidikan, materi, pendidik dan alat bantu dalam proses pendidikan.

3) Media Massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah dan lain-lain, mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-

pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan pengetahuan dan

opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap

hal tersebut. (Azwar, 2005).


8

2.1.1.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif terdiri

dari 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)
Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.


2. Memahami (comprehension)
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.
3. Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).


4. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.


5. Sintesis (syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau terhadap suatu materi atau obyek. (Notoatmodjo, 2008).

2.1.1.4 Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diketahui dari subyek
9

penelitian atau responden, pengetahuan yang ingin kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2008).

Pengukuran pengetahuan menggunakan skala ordinal yang

dikategorikan dalam bentuk tingkatan. Sedangkan pengelompokkan

pengetahuan dikategorikan baik bila skor lebih dari atau sama dengan

80%, cukup bila skor 61% - 79% dan kurang bila skor dibawah atau

sama dengan 60% (Notoatmodjo, 2008).

2.1.2 Tuberkulosis

2.1.2.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes, 2016).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan

melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk

dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh

orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008).

2.1.2.2 Etiologi Tuberkulosis

Etiologi penyakit Tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium

Tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:

M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dan lain

sebagainya. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri Mycobacterium selain M. tuberculosis yang bisa

menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT


10

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa

mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB (Kemenkes,

2016)

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun

1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret

1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari

Tuberkulosis (Widoyono, 2008).

Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa antara lain

adalah sebagai berikut berbentuk batang dengan panjang 1-1o mikron,

lebar 0,2-0,6 mikron, bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan

metode Ziehl Neelsen, berbentuk batang berwarna merah dalam

pemeriksaan dibawah mikroskop, memerlukan media khusus untuk

biakan, antara lain Lowenstein Jensen, tahan terhadap suhu rendah

sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama pada suhu

antara 4°C sampai minus 70°C, kuman sangat peka terhadap panas,

sinar matahri dan sinar ultra violet. Paparan langsung terhadap sinar

ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa

menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu

kurang lebih 1 minggu. Kuman bersifat dorman (Kemenkes, 2016).

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-

10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan

alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam

di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun


11

tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun

1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari

kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam

(Widoyono, 2008).

2.1.2.3 Penularan Tuberkulosis

a. Sumber Penularan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang

mengandung uman TB dalam dahanya. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei/percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang

menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius.

Sekali bentuk yang menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang

mengandung kuman sebanyak 0-3500 M. tuberculosis. Sedangkan

kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500-1.000.000 M.

tuberculosis.

b. Perjalanan Alamiah TB pada Manusia

Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapam

tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan

meninggal dunia, sebagai berikut:

1) Paparan

Peluang peningkatan paparan terkait dengan jumlah kasus

menular di masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat


12

daya tular dahak sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan,

kedekatan kontak dengan sumber penularan, lamanya waktu kontak

dengan sumber penularan.

2) Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu

setelah infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja uman

tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suaru saat dapat aktif

kembali tergantung dari daya tahan tubuh manusia. Penyebaran

melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum

penyembuhan lesi.

3) Faktor Resiko

Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari

konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup, lamanya waktu sejak

terinfeksi, usia sesorang yang terinfeksi, tingkat daya tahan tubuh

seseorang. Seserorang dengan daya tahan tubuh yang rendah

diantaranya infeksi HIV AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan

memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB). Pada seseorang

dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang dengan

HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan dengan orang

yang tidak terinfeksi HIV, dengan demikian penularan TB di

masyarakat akan meningkat pula.

4) Meninggal Dunia

Faktor risiko kematian karena TB antara lain terjadi pada

pasien dengan keterlambatan diagnosis, pengobatan tidak adekuat,


13

adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit penyerta,

pada pasien TB tanpa pengobatan 50% diantaranya akan meninggal

dan risiko ini meningkat pula pada pasien dengan HIV positif. Begitu

pula pada ODHA, 25% kematian disebabkan oleh TB.

2.1.2.4 Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan

bersarang di jaringan paru sehingga akan membentuk suatu sarang

pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang

primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).

Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di

hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan

limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks

primer ini akan mengalami salah satu keadaan sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya (biasanya bronkus lobus

medius sehingga menyebabkan epituberkulosis)


14

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya atau tertelan

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak

terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan

keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis

tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat

menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan

penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma ) atau

 Meninggal.

Tuberkulosis Post-Primer

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun

kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun.

Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam

yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis

menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama

menjadi problem kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber


15

penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang

umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik

kecil. Selanjutnya sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu

jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan

cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses

penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan

membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang

tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan

menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan

kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju

keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan

menjadi tebal (kavitas sklerotik). Nasib kaviti ini :

a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik

baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan

seperti yang disebutkan diatas.

b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan

disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan

menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan

menjadi kavitas lagi


16

c. Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut

open healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan

membungkus diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir

sebagai kavitas yang terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan

seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 2.1 Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan

perjalanan penyembuhannya (Amin Z & Bahar S, 2006)

2.1.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis

Selain dari pengelompokkan pasien sesuai definisi tersebut

diatas, pasien juga diklasifikasikan menurut:

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

1. Tuberkulosis Paru

Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. Milier

TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.


17

Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB

ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru (Kemenkes,

2016).

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya pleura,

kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan

tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediatinum)

datau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang

mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru

(Kemenkes, 2016).

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1. Pasien baru TB : pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (<28 dosis).

2. Pasien yang pernah diobati TB : pasien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28 dosis) (Kemenkes,

2016).

Pasien ini selanjutnya diklasifikan berdasarkan hasil

pengobatan TB terakhir, yaitu:

a. Pasien kambuh : pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

berdasarkan hasil saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar

kambuh atau karena reinfeksi).


18

b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal : pasien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terkahir.

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up).

d. Lain-lain : pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui (Kemenkes, 2016).

3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

Adalah pasien TB yang tidak termasuk dalam kelompok 1 atau

2 (Kemenkes, 2016).

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji M. tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:

1. Mono resistan (TB MR) : M. tb resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama saja.

2. Poli resistan (TB PR) : M. tb terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin ® secara bersamaan.

3. Multi drug resisten (TB MDR) : M. tb terhadap isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resistan

OAT lini pertama lainnya.

4. Extensive drug resistan (TB XDR) : Tb MDR yang sekaligus juga

M. tb resistan terhadap salah satu OAT golongan florokuinolon dan

minimal salah satu OAT lini kedua jenis suntikan (Kinamisin,

Kapreomisin dan Amikasin).


19

5. Resistan Rifampisin (TB RR) : M. tb terhadap rifampisin dengan

atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeketksi

menggunakan metode genotip (tes cepat molekular) atau tanpa

resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode

genotip (tes cepat molekular) atau metode fenotip (konvensional)

(Kemenkes, 2016).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

1. Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah

pasien TB dengan:

a. Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,

atau

b. Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

2. Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan

a. Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau

b. Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.

3. Pasien TB dengan HIV tidak diketahui : pasien TB tanpa ada bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan (Kemenkes,

2016).

2.1.2.6 Diagnosis Tuberkulosis

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lainnya (Kemenkes, 2016).

Anamnesa
20

Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci

berdasarkan keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala

dan tanda TB yang meliputi gejala utama pasien TB paru berupa batuk

selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala

tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,

badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan (Kemenkes, 2016).

Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan

merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus

selalu selama 2 minggu atau lebih (Kemenkes, 2016).

Gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru

selain TB seperti bronkiektasis, bronkitis ronis, asma, kanker paru dan

lain-lain. mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,

maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut

diatas, dianggap sebagai seorang terduga pasien TB yang perlu

dilakukan pemeriksaan dahak (Kemenkes, 2016).

Selain gejala tersebut, perlu dipertimbanhkan pemeriksaan

pada orang dengan faktor risiko, seperti: kontak erat dengan pasien

TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah umuh, daerah

pengungsian dan orang yang bkerja dengan bahan kimia yang berisiko

menimbulkan paparan infeksi paru (Kemenkes, 2016).

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Bakteriologis
21

1. Pemeriksaan dahak mikoskopis langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan

diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan menulai

keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan

diagnosis dilakukan degan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang

dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (S-P):

- S (sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes,

- P (pagi) : dahak ditampung pada pagi segera setelah pasien

bangun tidur (Kemenkes, 2016).

2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekular dengan metode Xpert

MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,

namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan

(Kemenkes, 2016).

3. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat

(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacterium Gworth

Indicator Tube) untuk identifikasi M. tuberculosis (Kemenkes,

2016).

b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Pemeriksaan foto thorax

2. Pemeriksaan histopatologi PA untuk kasus TB ekstraparu

(Kemenkes, 2016).
22

c. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

resistensi M. tuberculosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut

harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan

mutu/Qualitu Assurance (QA), dan mendapatkan setifikat nasional

maupun internasional (Kemenkes, 2016).

2.1.2.7 Penatalaksanaan Tuberkulosis

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

 Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi.
 Diberikan dalam dosis yang tepat
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.


 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi

dalam 2 tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai

pengobatan yang adekuat untuk mencegah kekambuhan (Kemenkes,

2016).

Tahapan pengobatan TB:

1) Tahap Awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Pengobatan harus diberikan

selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan

tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah

pengobatan selama 2 mminggu pertama (Kemenkes, 2016).

2) Tahap Lanjutan
23

Pengobatan tahap lanjuan berguna untuk membunuh sisa-sisa

kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten

sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan

(Kemenkes, 2016).

Tabel 2.1 OAT Lini Pertama


Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi
hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu Syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
gout arthritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan keseimbangan
dan pendengaran, renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopenia
Etambutol (E) Bakterio-statik Gangguan penglihatan, buta warna, neuriti perifer.
Tabel 2.2 Pengelompokan OAT Lini Kedua
Grup Golongan Jenis Obat
A Florokuinolon - Levofloksasin
- Moksifloksasin
- Gatifloksasin
B OAT suntik lini - Kanamisin
kedua - Amikasin
- Kapreomisin
- Streptomisin
C OAT oral lini - Etionamid/Protionamid
kedua - sikloserin/Terizidon
- Clofazimin
- Linezolid
D D1 OAT lini - pirazinamid
pertama - etambutol
- Isoniazid dosis tinggi
D2 OAT baru - Bedaquiline
- delamanid
- pretonamid
24

D3 OAT tambahan - Asam para aminosalisilat


- Imipenem salisilat
- Meropenem
- Amokailin
- Amoksilin Klavulanat
- Thioasetazon
Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program.
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada
kondisi tertentu dan tidak diediakan leh program.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (Kemenkes, 2016):

a) Kategori 1: 2(HRZE) 4(HR)3 atau 2(HRZE) 4(HR)

b) Kategori 2: 2(HRZE)S/(RZE)/5(HR)4E3 atau

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E

c) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/ 4-10HR

d) Paduan OAT untuk pasien TB resisten obat: terdiri dari OAT lini

ke-2 yaitu, kanamisin, kapreomisin, levofoksasin, etionamide,

sikloserin, moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, clofazimin, linezolid,

delamanid dan obat TB baru lainnya serta obat lini-1, yaitu

pirazinamid dan etambutol (Kemenkes, 2016).

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam

bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-

KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien (Kemenkes, 2016).

Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari

kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet (Kemenkes, 2016).


25

Paduan OAT KDT Lini Pertama yang digunakan di Indonesia

dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten

(diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang

telah direkomendaikan (Kemenkes, 2016).

Tabel 2.3 Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa

Dosis rekomendasi
Harian 3 kali per minggu
Obat Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)
Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)
Streptomisin (S) 15 (12-18) 15 (12-18)

1) Kategori-1:

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis

b) Pasien TB paru terdiagnosa klinis

c) Pasien TB ekstra paru

d) Dosis harian (2(HRZE)/4(HR))

2) Kategori-2

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang

pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:

1) Pasien kambuh

2) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori-1

sebelumnya

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up).
26

4) Dosis harian {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}

Tabel 2.4 Dosis Panduan Kategori-2


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan Setiap hari Setiap Hari
(Kg) RHZE (150/75/400/275)+S RHE (150/75/275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT + 500mg 2 tab 4KDT 2 tablet
Streptomisin inj
38-54 3 tab 4KDT + 750mg 3 tab 4KDT 3 tablet
Streptomisin inj
55-70 4 tab 4KDT + 1000mg 4 tab 4KDT 4 tablet
Streptomisin inj
≥71 5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 4KDT 5 tablet
Streptomisin inj

2.1.2.8 Program Tuberkulosis di Indonesia

Penanggulangan tuberkulosis diselenggarakan melalui kegiatan

promosi kesehatan, surveilans TB, pengendalian faktor risiko,

penemuan dan penanganan kasus TB, pemberian kekebalan, dan

pemberian obat pencegahan.

1. Strategi dan Kebijakan

Strategi

Strategi penanggulangan TB dalam pencapaian dalam

pencapaian eliminasi nasional meliputi:

a. Penguatan kepemimpinan program TB di kabupaten/kota

Penguatan kepemimpinan program TB dapat dilakukan dengan

promosi : advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial, regulasi dan

peningatan pembiayaan serta koordinasi dan sinergi program.

b. Peningkatan akses layanan TB yang bermutu


27

Peningkatan akses layanan TB yang bermutu dapat diwujudkan

dengan peningkatan jejaring layanan TB melalui PPM (public-

private mix), penemuan aktif berbasis keluarga dan masyrakat,

peningkatan kolaborasi layanan melalui TB-HIV, TB-DM, MTBS,

PAL, dan lain sebagainya, inovasi diagnosis TB sesuai dengan

alat/saran diagnosti baru, kepatuhan dan kelangsungan pengobatan

pasien atau case holding, dan bekerja sama dengan asuransi

kesehatan dalam rangka cakupan layanan semesta (health universal

coverage).

c. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko diberikan strategi promosi

lingkungan dan hidup sehat, penerapan pencegahan dan

pengendalian infeksi TB, pengobatan pencegahan dan imunisasi

TB, memaksimalan penemuan TB secara dini, mempertahankan

cakupan dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.

d. Peningkatan kemitraan TB melalui Forum Koordinasi TB

Peningkatan kemitraan TB dapat dilakukan melalui forum

koordinasi TB di pusat dan di daerah.

e. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB

Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan

TB dapat dilakukan melalui peningkatan partisipasi pasien, mantan

pasien, keluarga dan masyarakat, perlibatan peran masyarakat

dalam promosi, penemuan kasus dan dukungan pengobatan TB


28

serta pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB di upaya

kesehatan berbasis keluarga dan masyarakat.

f. Penguatan manajemen program (health system strenghtening)

Penguatan manajemen program (health system strenghtening)

dapat melalui penguatan di sektor SDM, logistik, regulasi dan

pembiayaan, sistem informasi, termasuk mandatory notification,

penelitian dan pengembangan inovasi program.

Kebijakan

Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas

desentralisasi dalam karangka otonomi daerah dengan Kabupaten/kota

sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan

sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana) (Kemenkes, 2016).

Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan

pedoman standar nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan

kebijakan global untuk penanggulangan TB (Kemenkes, 2016).

Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB

dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

(FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik dan Dokter Praktik Mandiri

(DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)

yang meliputi: Rumah Sakit Pemerintah, non pemerintah dan Swasta,

Rumah Sakit Paru, Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan

oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma (Kemenkes, 2016).


29

Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB

tidak dipisahkan dari kelurga, masyarakat dan pekerjaannya. Pasien

memiliki hak dan kewajiban sebagiaman individu yang menjadi

subyek dalam penanggulangan TB. Penanggulangan TB dilaksanakan

melalui penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor

pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat melalui Forum

Koordinasi TB (Kemenkes, 2016).

Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan

untuk memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan

nasional. Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif,

oroaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel. Penguatan

Kepemimpinan Program ditujukan untuk meningkatkan komitmen

pemerintah daerah dan pusat terhadap keberlangsungan program dan

pencapaian target strategi global penanggulangan TB yaitu eliminasi

TB tahun 2035 (Kemenkes, 2016).

2. Program Penemuan Pasien Terduga Tuberkulosis

Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien melalui

serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien

TB, pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan,

menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit serta tipe

pasien TB. Setelah diagnosis ditetapkan dilanjutkan pengobatan yang

adekuat sampai sembuh, sehingga tidak menularkan penyakitnya

kepada orang lain.


30

Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan

sadar akan keluhan dan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan

dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten untuk melakukan

pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut.

Strategi Penemuan

Strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif,

intensif, aktif dan masif. Upaya penemuan pasien TB harus didukung

dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua terduga TB dapat

ditemukan secara dini.

1. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif intensif di fasilitas

kesehatan dengan jejaring layanan TB melalui Public-private mix

(PPM) dan kolaborasi berupa kegiatan TB-HIV, TB-DM, TB-Gizi,

pendekatan praktis kesehatan paru (PAL = Practical Approach to

Lung health), Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),

Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS).

2. Penemuan pasien TB secara aktif dan atau masif berbasis keluarga

dan masyarakat, dapat dibantu oleh kader dari posyandu, pos TB

desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Kegiatan ini dapat

berupa:

o Investigasi kontak pada paling sedikit 10-15 orang kontak erat

dengan pasien.

o Penemuan di tempat khusus : Lapas/rutan, tempat kerja,

asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo.


31

o Penemuan di populasi berisiko : tempat penampungan

pengungsi, daerah kumuh.

3. Indikator Program TB

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagi

alat ukur kinerja dan kemajuan progam (marker of progress). Dalam

menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB

digunakan beberapa indikator yaitu indikator dampak, indikator utama

dan indikator operasional.

Indikator Dampak

Merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan

dampak atau manfaat kegiatan penanggulangan TB. Indikator ini aan

diukur dan dianalisa di tingat pusat secara berkala. Yang termasuk

indikator dampak adalah angka prevalensi TB, angka insidensi Tb, dan

angka mortalitas TB

Indikator Utama

Indikator utama digunakan menilai pencapaian strategi

nasional penanggulangn TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan

Pusat. Adapun indikatornya adalah :

1. Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR)

yang diobati

2. Anga notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR)

yang diobati per 100.000 penduduk.

3. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB pada semua kasus

4. Cakupan penemuan kasus resistan obat


32

5. Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat

6. Presentase pasien TB yang mengetahui status HIV

Indikator Operasional

Indikator ini merupakan indikator pendukung untuk

tercapainya indikator dampak dan utama dalam keberhasilan Program

Penanggulangn TB baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan

Pusat.

2.1.3 Konsep Kader Kesehatan

2.1.3.1 Definisi Kader Kesehatan

Kader adalah istilah umum yang dipergunakan untuk tenaga-

tenaga yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat dan

bekerja bersama masyarakat dan untuk masyarakat secara sukarela

(Mantra, 2004). Kader kesehatan adalah seorang yang karena

kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih dan atau ditunjuk

untuk memimpin pengembangan kesehatan disuatu tempat atau desa

(Depkes, 2008).

Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang

dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah

kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam

hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian

pelayanan kesehatan (Rahaju, 2005).

Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar

belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka


33

untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana (Rahaju,

2005).

2.1.3.2 Kondisi Kerja Kader Kesehatan

Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap

masyarakat setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh

pusat-pusat pelayanan kesehatan. Diharapkan mereka dapat

melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh para pembimbing dalam

jalinan kerja dari sebuah tim kesehatan (Rahaju, 2005).

Para kader kesehatan masyarakat itu mungkin saja bekerja

secara full-time atau part-time (bekerja penuh atau hanya memberikan

sebagian dari waktunya) di bidang pelayanan kesehatan, mereka itu

tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh masyarakat

setempat atau oleh Pusat Kesehatan Masyarakat. Seperti contoh yang

terdapat di kecamatan Wajak Kabupaten Malang, para kader kesehatan

masyarakat tidak dibayar dengan bentuk uang (Rahaju, 2005).

2.1.3.3 Syarat Menjadi Kader Kesehatan

Syarat agar bisa menjadi kader kesehatan adalah :

1. Setiap warga desa setempat laki-laki maupun perempuan yang bisa

membaca dan menulis huruf latin


2. Mempunyai waktu luang
3. Memiliki kemampuan dan mau bekerja sukarela dan tulus ikhlas

(Rahaju, 2005).

2.1.3.4 Peran Kader Kesehatan

Seperti yang sudah dijelaskan, buku ini sejak semula tidak

dibuat secara khusus untuk satu Negara (The Community Health


34

Worker adalah terbitan WHO dan berbahasa Inggris) karena itulah

didalamnya juga tidak dijelaskan tentang tugas-tugas yang harus

dilaksanakan seorang kader kesehatan masyarakat ini, akan amat

bervariasi dan berbeda-beda pula antara satu tempat di banding tempat

lainnya atau antara satu negara dibandingkan negara lainnya (Rahaju,

2005).

Tugas-tugas mereka itu akan meliputi pelayanan kesehatan dan

pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu

seyogyanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah

diajarkan pada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang

keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak dapat diharapkan

mampu menyelesaikan semua masalah-masalah yang dihadapinya,

namun benar-benar diharapkan bahwa mereka akan mampu

menyelasaikan masalah-masalah umum yang terjadi di masyarakat dan

amat mendesak untuk diselesaikan (Rahaju, 2005).

Kiranya perlu ditekankan bahwa para kader kesehatan

masyarakat itu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup,

namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari

sebuah sistem kesehatan karena itulah mereka harus dibina, dituntun

serta didukung oleh para pembimbing yang lebih terampil dan

berpengalaman. Mereka harus mampu mengetahui tentang kapan dan

dimana memperoleh petunjuk, mereka juga harus mampu merujuk dan

mencari bantuan bagi seorang penderita yang benar-benar sedang

menderita atau mencarikan pengobatan bagi seorang penderita yang


35

cara-cara penanganannya dan pengobatannya di luar kemampuannya

(Rahaju, 2005).

Dalam buku ini seringkali diperlihatkan tentang seorang kader

kesehatan masyarakat yang diperintahkan untuk mencari saran-saran

dari seorang pembimbingnya atau pimpinannya atau malahan

mengirimkan penderita ke Puskesmas atau rumah sakit, hal ini benar-

benar memperlihatkan bahwa seorang kader kesehatan masyarakat

tidak dapat melakukan semuanya secara sendirian. Tentang hal ini

tidak pernah dapat ditekankan bahwa mutu pelayanan yang diberikan

oleh seorang kader kesehatan itu tergantung pada keterampilan dan

dedikasi dari masing-masing individu, namun juga tergantung pada

mutu pelatihan yang pernah didapatnya, pengamatan terhadap

ketrampilan mereka di lapangan maupun dukungan kepercayaan yang

diberikan kepada mereka, jaringan komunikasi yang diberikan kepada

mereka,jaringan komunikasi yang baik (melalui pos, alat angkutan,

absensi, undangan dan sebagainya), namun juga tergantung pada

sistem yang memungkinkan dilakukannya rujukan penderita, misalnya

ke Puskesmas, ke rumah sakit, ke Poliklinik swasta dan lain-lainnya

(Rahaju, 2005).

2.1.3.5 Pelatihan Kader

Hal ini tergantung pada tugas-tugas mereka, masalah yang

dihadapinya, tingkat pembangunan yang sudah dicapai oleh

masyarakat setempat serta tingkat pendidikan terakhir mereka. Bagi

para kader kesehatan masyarakat yang bekerja di pedesaan, mungkin


36

saja lama pelatihan yang mereka butuhkan adalah selama 6 (enam)

hingga 8 (delapan) minggu, tetapi mungkin saja akan lebih lama lagi

dari yang telah diperkirakan. Tentu saja pelatihan itu harus amat

praktis dan seyogyanya juga dilakukan di wilayah pelayanan kesehatan

itu diberikan serta tempat dimana mereka bertempat tinggal dan akan

bekerja. Bila dimungkinkan, seyogyanya para pembimbing memegang

peranan utama dalam program pelatihan yang diselenggarakan ini

(Rahaju, 2005).

Selanjutnya program-program pengawasan atau pengamatan

yang dilakukan harus meliputi pengadaan pendidikan lanjutan, latihan

di tempat atau latihan di tengah-tengah masyarakat, latihan

keterampilan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau di

tempat-tempat lainnya lagi (Rahaju, 2005).

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, para peneliti merujuk dari beberapa penelitian

terdahulu. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Megawati, dkk (2018)

tentang edukasi TB paru pengetahuan sikap kader posyandu melalui

permainan simulasi monopoli di Puskesmas Bangkir Kabupaten Tolitoli.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan

rancangan One Group time Series. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa

pengetahuan dan sikap kader posyandu meningkat setelah mendapatkan

intervensi permainan simulasi monopoli TB (Megawati, 2018).

Penelitian dari Raharjo, dkk (2015) tentang pengaruh pemberian

penyuluhan dan fresh money terhadap cakupan suspek TB Paru oleh kader
37

kesehatan kecamatan Bantur, merupakan penelitian kuasi eksperimental

dengan desain cross sectional, pre-post test control group design. Pada

penelitian ini didapatkan hasil bahwa dengan memberikan penyuluhan tentang

TB paru dapat meningkatkan pengetahuan kader tentang TB paru dan dengan

pemberian pengetahuan dan freshmoney dapat meningkatkan cakupan suspek

TB paru di kecamatan Bantur (Raharjo, 2015).

Penelitian lainnya yaitu menurut Ni Putu Sumartini (2014) tentang

penguatan peran kader kesehatan dalam penemuan kasus Tuberkulosis (TB)

BTA positif melalui edukasi dengan pedekatan Theory of Planned Behaviour

(TPB) di wilayah kerja Cakranegara dan Mataram, kota Mataram

menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan jenis penelitan

pretest posttest grup design. Penelitian ini dianalisis menggunakan statistik

non parametris dengan uji wiloxon signed rank test untuk melihat perbedaan

peran kader kesehatan dalam penemuan kasus TB hasil pre test dan post test

pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol . Uji Mann Whitney U test

untuk melihat perbedaan peran kader kesahatan dalam penemuan kasus TB

hasil post test pada kelompok perlakuan dan kelompok kotrol. Serta, Uji hi-

suare dan isher exact test untuk melihat hubungan antara karakteristik

responden (umur, pendidikan, masa kerja dan elatihan TB/DOTS) dengan

peran responden dalam penemuan kasus TB. Dalam penelitian ini diperoleh

hasil bahwa umur, masa kerja dan pelatihan TB/DOTS kader kesehatan

memiliki hubungan yang signifikan dengan peran kader kesehatan dalam

penemuan kasus TB di puskesmas. Selain itu, juga didapatkan hasil pula

bahwa edukasi dengan Theory of planned behavior terbukti berpengaruh


38

terhadap peran kader kesehatan dalam meningkatkan penemuan kasus TB

(Sumartini, 2014).

2.3 Data Demografi Wilayah Puskesmas Pagak

2.3.1 Data Umum

Gambaran Geografis

a. Batas wilayah kerja :


39

- Utara : Kec. Kepanjen dan Kec. Sumber Pucung

- Barat : Kec. Kalipare

- Selatan : Wilayah Kerja PKM Sumbermanjing Kulon

- Timur : Kec. Bantur dan Kec. Gondang Legi

b. Karakteristik Daerah

Wilayah kerja Puskesmas Pagak mencakup 4 desa yaitu

Desa Gampingan, Desa Tlogorejo, Desa Sumberejo dan Desa

Pagak dimana mayoritas penduduknya bermatapencaharian

sebagai petani tebu karena sebagian besar tanahnya tandus

sehingga lebih cocok untuk ditanami tebu. Sebagian

penduduknya juga menjadi pegawai negeri, baik sebagai pegawai

pemerintahan daerah/kantor, guru dan sebagainya. Agama

mayoritas adalah Islam, diikuti dengan Kristen dan Hindu.

Perilaku masyarakat wilayah kerja puskesmas Pagak mengenai

kesehatan sebagian sudah mengerti, terutama di desa Pagak

Krajan mayoritas penduduknya terdiri dari pegawai negeri serta

pendidikan cukup tinggi. Sedangkan di desa Sumbenongko


40

penduduknya masih rawan kesehatan di samping jarak desa yang

jauh dan transportasi yang sulit juga dari sektor pendidikian yang

masih kurang karena umumnya hanya lulusan SMP. Di desa

Pagak pusat ekonomi terutama pada hari Kliwon, dimana

kebanyakan pedagang berasal dari luar wilayah Pagak,

sedangkan untuk Desa Tlogorejo dan Desa Sumberejo hanya

mengandalkan jualan keliling atau warung karena tidak

mempunyai pasar sebagai pusat perekonomiannya.

c. Transportasi :

- Jarak antara Puskesmas dengan Ibu Kota Kabupaten Malang :

30 km, ditempuh dalam waktu ± 30 menit

- Jarak antara Puskesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten

Malang : 30 km, ditempuh dalam waktu ± 30 menit

- Jarak antara Puskesmas Pagak dengan ibukota kecamatan :

500 m, ditempuh dalam waktu ± 5 menit

- Jarak PKM Induk dengan Pustu Gampingan : 5 km, ditempuh

dalam waktu ± 20 menit

- Jarak PKM Induk dengan Pustu Tlogorejo : 6 km, ditempuh

dalam waktu ± 15 menit

- Jarak PKM Induk dengan Ponkesdes Sumberejo : 3 km,

ditempuh dalam waktu ± 10 menit

- Jarak PKM Induk dengan Ponkesdes Pagak : 5 km, ditempuh

dalam waktu ± 15 menit


41

- Sarana transportasi dari desa ke desa lainnya dengan

kendaraan roda 4 maupun roda 2, berupa mobil/ motor

sewaan, umum maupun pribadi.

2.3.2 Data Kependudukan


Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja Puskesmas Pagak Tahun 2017
Desa Laki-Laki Perempuan
Gampingan 3.420 3.530
Tlogorejo 3.028 3.126
Sumberejo 3.649 3.767
Pagak 4.529 4.677

Pada tabel 2.5 dapat diketahui bahwa di Desa Gampingan jumlah

penduduk laki-laki sejumlah 3.420 orang sedangkan perempuan sejumlah

3.530 orang, untuk Desa Tlogorejo jumlah penduduk laki-laki sejumlah

3.028 orang sedangkan perempuan sejumlah 3.126 orang, untuk Desa

Sumberejo jumlah penduduk laki-laki sejumlah 3.649 orang sedangkan

perempuan sejumlah 3.767 orang, untuk wilayah Desa Pagak jumlah

penduduk laki-laki sejumlah 4.529 orang sedangkan perempuan sejumlah

4.677 orang. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Pagak didominasi oleh kaum perempuan.

Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia di wilayah Kerja


Puskesmas Pagak Tahun 2017
Kelompok Usia Laki-Laki Perempuan
0-4 tahun 1.087 1.121
5-9 tahun 1.121 1.156
10-14 tahun 1.803 1.861
15-19 tahun 1.184 1.204
20-24 tahun 1.073 1.112
25-29 tahun 1.175 1.310
30-34 tahun 1.030 1.164
35-39 tahun 923 956
40-44 tahun 726 757
45-49 tahun 917 949
50-54 tahun 913 944
55-60 tahun 688 789
65-70 tahun 550 1.072
≥70 tahun 564 118
42

Jumlah 14.636 15.100

Pada tabel 2.6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

berdasarkan kelompok usia yang sedikit terdapat pada kelompok usia

lanjut yaitu diatas 70 tahun sejumlah 255 orang untuk laki-laki dan 264

orang untuk perempuan.

Tabel 2.7 Distribusi Jumlah Penduduk Per-Desa di Wilayah Kerja


Puskesmas Pagak Tahun 2017
Desa Penduduk KK RW RT
Pagak 9.206 2.754 19 68
Sumberejo 7.416 2.227 10 55
Gampingan 6.950 2.020 3 22
Tlogorejo 6.154 1.860 9 28
Jumlah 29.723 8.861 41 173

Pada tabel 2.7 diatas dapat diketahui bahwa lingkungan kerja

Puskesmas Pagak meliputi 4 desa, 41 RW, 173 RT, dengan jumlah KK

sebesar 8.861 KK dan total jumlah penduduk sebanyak 29.723 jiwa.Desa

yang paling padat penduduknya adalah Desa Pagak dengan jumlah

penduduk sebanyak 9.206 jiwa dan Desa yang paling sedikit jumlah

penduduknya adalah Desa Tlogorejo dengan jumlah penduduknya

sebanyak 6.154 jiwa

2.3.3 Data Khusus

2.3.3.1 Data Fasilitas Umum

a. Sarana Pendidikan

• Jumlah sekolah

- Taman Kanak-kanak : 10

- SD dan sederajat / MI : 14 / 5

- SMP dan sederajat / MTS : 3 / 2

- SMA dan sederajat / MA : 2 / -


43

• Jumlah murid

- Taman Kanak-kanak :

- SD dan sederajat / MI : 2773

- SMP dan sederajat / MTS : 489

- SMA dan sederajat / MA : 115

b. LSM : -

c. Sarana Umum

Tabel 2.8 Distribusi Jumlah Sarana Umum di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak
Tahun 2017
Desa Warung Kantin Pasar Surau Masjid Ponpes MCK
makan Sekolah Umum
Gampingan 5 1 1 2 4 1 1
Tlogorejo 0 1 0 3 3 0 0
Sumberejo 4 0 0 3 3 3 0
Pagak 5 1 1 3 6 0 0
Jumlah 14 3 2 11 16 4 1

Pada tabel 2.8 dapat diketahui bahwa jumlah sarana umum

warung makan diwilayah kerja Puskesmas pagak ada 14 warung makan.

Hampir semua desa memiliki warung makan, hanya Desa Tlogorejo saja

yang tidak memiliki warung makan. Demikian halnya dengan kantin

sekolah dimana hanya di Desa Sumberejo saja yang tidak memiliki kantin

sekolah. Untuk distribusi Surau dan Masjid di semua desa sudah memiliki

Surau dan Masjid sehingga mempermudah masyarakat untuk melakukan

ibadah sedangkan untun Ponpes hanya ada di Desa Gampingan dan Desa

Sumberejo saja. Untuk sarana MCK umum hanya terdapat di Desa

Gampingan saja desa lain belum memiliki MCK umum.

2.3.3.2 Data Sarana Kesehatan

Tabel 2.9 Distribusi Jumlah Institusi Pelayanan Kesehatan di


Wilayah Kerja Puskesmas PagakTahun 2017
44

Praktek Praktek BPS


Dokter/ Perawat
Desa Pusling Pustu Poskedes Dokter
gigi
Gampingan 0 1 1 0 2 2
Tlogorejo 0 1 1 0 0 0
Sumberejo 0 0 1 0 0 0
Pagak 1 0 1 0 0 0
Jumlah 1 2 4 0 2 2

Tabel 2.9 mendeskripsikan bahwa sarana pelayanan kesehatan di

wilayah UPT Puskesmas Pagak selain Puskesmas sendiri, sudah cukup

banyak jumlahnya sehingga memudahkan masyarakat menjangkau

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Meskipun demikian, kesulitan

yang tetap dihadapi masyarakat adalah keterjangkauan dalam hal retribusi

pelayanan kesehatan itu sendiri terutama yang di luar pelayanan

Puskesmas.

2.3.3.3 Data Tenaga Kerja Puskesmas

Tabel 2.10 Komposisi Pegawai Per Golongan di Lingkungan Puskesmas


Pagak Tahun 2017
Golongan Jumlah ( Org )
Golongan III 7
Golongan II 7
Golongan I 0
Bidan Desa PTT 4
Honorer Pemkab. 3
Sukwan 3
Perawat Ponkesdes 4
Tenaga Kontrak Puskesmas 14
Jumlah 42

Sedangkan menurut jenis pendidikan, tenaga di lingkungan

Puskesmas Pagak adalah sebagai berikut :

Tabel 2.11Jumlah pegawai Menurut JenisPendidikan di Lingkungan


Puskesmas Pagak Tahun 2017
Jenis Tenaga Kesehatan Unit Kerja Pemerintah
Puskesmas Polindes/Pustu Jumlah
/Ponkesdes
MEDIS
Dokter Spesialis 0 0 0
45

Dokter 2 0 2
Dokter Gigi 1 0 1
KEPERAWATAN
Sarjana Keperawatan 0 0 0
Akper 8 4 12
SPK 0 0 0
Akbid 8 4 12
P2B/ Bidan 0 0 0
Aknes 0 0 0
AKG 0 0 0
KEFARMASIAN
Asisten Apoteker 1 0 1
Analis Farmasi 0 0 0
SAA/ SMF 0 0 0
GIZI
Sarjana/ D IV Gizi 0 0 0
AKZI 1 0 1
SPAG 0 0 0
Kesehatan Lingkungan
Sanitarian 1 0 1
KETERAPIAN MEDIS
Analis Kesehatan 1 0 1
REKAM MEDIK
Rekam Medik 1 0 1
NON MEDIS
Sarjana 2 0 2
SMA sederajat 5 0 5
SLTP 3 0 3
Jumlah 34 8 42

Berdasarkan tabel 2.10 dan tabel 2.11 menunjukkan bahwa

sumber daya manusia di Puskesmas Pagak masih kurang dalam

memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, sehingga ada

beberapa program dan kegiatan yang dikerjakan tidak sesuai dengan

tupoksinya.

2.3.3.4 Data Kader Kesehatan

Tabel 2.12 Jumlah Kader Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Tahun 2018
DESA POSYANDU TAMAN POSYANDU DESA SIAGA POSKESTREN SAKA
BALITA POSYANDU LANSIA BHAKTI
HUSADA
POS KADER POSKADER POS KADER POS KADER POS KADER POS KADER
PAGAK 13 65 1 15 1 4 1 5 0 0 0 0
SUMBEREJO 9 45 1 15 1 4 1 5 1 5 0 0
GAMPINGAN 7 35 1 15 1 4 1 5 0 0 1 5
TLOGOREJO 5 25 1 15 1 4 1 5 0 0 0 0
JUMLAH 14 170 4 60 4 16 4 20 1 5 1 5
46

Berdasarkan tabel 2.12 menunjukkan bahwa jumlah kader di

Desa Sumberejo ada sebanyak 45 orang untuk posyandu balita, 15 orang

untuk taman posyandu, 5 orang untuk desa siaga, 5 orang untuk

poskestren.

2.3.3.5 Program Kesehatan TB

Program-program TB yang saat ini berjalan di Puskesmas Pagak

menurut RPK Tahunan TB 2018, antara lain:

1. Penyuluhan TB

Program ini bertujuan untuk menambah pengetahuan masyarakat

tentang pengertian, penyebab, gejala, pencegahan, dan penanganan TB.

Pelaksanaan program ini dilakukan 4 kali dalam satu tahun yaitu pada

bulan Maret, Juni, September, dan Desember.

2. Penjaringan pasien terduga TB di Puskesmas

Program ini bertujuan untuk menemukan pasien terduga TB.

Pelaksanaan program ini dilakukan setiap hari di puskesmas.

3. Pemeriksaan kontak serumah penderita TB

Program ini bertujuan untuk mendeteksi adanya penularan ke

anggota keluarga serumah penderita TB. Pelaksanaan program ini

dilakukan setiap ada penderita baru TB.

4. Pemeriksaan kontak anak pada penderita TB BTA (+)

Program ini bertujuan untuk mendeteksi adanya penularan ke

anak yang tinggal serumah dengan penderita TB BTA (+). Pelaksanaan

program ini dilakukan setiap ada penderita TB paru BTA (+).

5. Kunjungan rumah TB mangkir


47

Program ini bertujuan untuk mencegah terjadinya DO (Droup

Out). Pelaksanaan program ini dilakukan setiap ada penderita mangkir.

6. Pelayanan pasien pindah berobat

Program ini bertujuan untuk melanjutkan pengobatan penderita ke

tempat lain yang sesuai domisili. Pelaksanaan program ini dilakukan

setiap ada pasien pindah.

7. Rujukan TB MDR

Program ini bertujuan untuk mendeteksi adanya terduga TB

MDR. Pelaksanaan program ini dilakukan setiap ada pasien terduga

MDR.

8. Pencatatan dan pelaporan

Program ini bertujuan agar semua kegiatan tercatat dan

terlaporkan, seperti penyuluhan TB, penjaringan pasien terduga TB,

pelayanan penderita TB, Pemeriksaan kontak se rumah, kunjungan rumah

TB mangkir, rujukan pindah penderita, dan pencatatan serta pelaporan.

Pelaksanaan program ini dilakukan setiap bulan.

9. Validasi data TB

Program ini bertujuan untuk mencocokan antara laporan dengan

data yg masuk SITT. Pelaksanaan program ini dilakukan 4 kali dalam

satu tahun yaitu pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober.

10. Monitoring

Program ini bertujuan untuk pencatatan dan pelaporan bulanan,

analisa masalah, RTL, dan TL. Pelaksanaan program ini dilakukan setiap

bulan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Aspirin Dita
    Aspirin Dita
    Dokumen17 halaman
    Aspirin Dita
    Mita Anggraini AngeLaugh
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab II - Tinjauan Pustaka
    Bab II - Tinjauan Pustaka
    Dokumen42 halaman
    Bab II - Tinjauan Pustaka
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • PPT Jourrnal Reading
    PPT Jourrnal Reading
    Dokumen18 halaman
    PPT Jourrnal Reading
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Dokumen3 halaman
    Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Hahahaha
    Hahahaha
    Dokumen6 halaman
    Hahahaha
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Semoga
    Semoga
    Dokumen16 halaman
    Semoga
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Lampiran - Data Upaya Penemuan Responden
    Lampiran - Data Upaya Penemuan Responden
    Dokumen2 halaman
    Lampiran - Data Upaya Penemuan Responden
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Induksi Dan Akselerasi Persalinan
    Induksi Dan Akselerasi Persalinan
    Dokumen19 halaman
    Induksi Dan Akselerasi Persalinan
    Fariz Maulana
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen1 halaman
    Bab 3
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    riani
    Belum ada peringkat
  • Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Dokumen3 halaman
    Lampiran - Output Hasil Penelitian SPSS
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Lampiran - SAP TB
    Lampiran - SAP TB
    Dokumen6 halaman
    Lampiran - SAP TB
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    riani
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Shofiyyatunnisa' Ws
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Multiple Sklerosis
    Multiple Sklerosis
    Dokumen25 halaman
    Multiple Sklerosis
    Iko R. Novrationi - covet
    100% (1)
  • Vandy Dan Raden Epilepsi Post Stroke
    Vandy Dan Raden Epilepsi Post Stroke
    Dokumen2 halaman
    Vandy Dan Raden Epilepsi Post Stroke
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen29 halaman
    Daftar Isi
    Iko R. Novrationi - covet
    Belum ada peringkat