TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) merupakan salah satu golongan
obat non-steroid anti-inflamation drug (NSAID) dalam derivate asam salisilat.
Aspirin adalah OAINS yang menunjukkan efek analgesic, anpiretik dan
antiinlamasi. Aspirin memiliki gugus asetil yang dapat menghambat enzim
sikloogsinenase bersifar irreversible, sementara OAINS lainnya menghambat
enzim siklooksigenase seara kompetitif dan reversible.2 Aspirin memiliki sifat
fisiko-kimia dan rumus kimia obat berikut :3
3
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit
dan prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara
irreversible enzim siklooksigenase (akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk
kembali oleh sel endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena
aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan
pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi
trombosit.1
Absorpsi
Aspirin cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan segera dihidrolisis
menjadi asam salisilat, dengan kadar puncak asam salisilat dalam plasma tercapai
dalam 1‐2 jam. Sediaan tablet salut selaput menunjukkan kecepatan absorpsi yang
bervariasi, dimana konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 4‐6 jam
setelah pemberian, namun onset ini dapat tertunda sampai 8‐12 jam pada dosis
tinggi. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh bentuk sediaan, ada tidaknya
makanan dalam lambung, tingkat keasaman lambung, dan faktor fisiologis
lainnya.
Distribusi
Di dalam sirkulasi, sebanyak 80‐90% salisilat terikat dengan protein
plasma, terutama albumin. Salisilat ini dapat didistribusikan ke hamper seluruh
cairan tubuh dan jaringan, serta mudah melalui sawar darah plasenta sehingga
dapat masuk ke dalam sirkulasi darah janin Pada dosis rendah (konsentrasi dalam
plasma <10mg/dL), 90% salisilat terikat oleh albumin, sedangkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi(>40mg/dl), hanya 75% salisilat yang terikat oleh
albumin.1
Metabolisme
Aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat di dalam system gastrointestinal
dan sirkulasi darah (dengan waktu paruh aspirin 15 menit). Dalam bentuk asam
salisilat, waktu paruh dalam plasma dalam dosis terapetik menjadi 2‐4,5 jam,
namun dalam dosis yang berlebihan (overdosis) waktu ini dapat lebih panjang,
antara 18 sampai 36 jam. Jadi dapat dikatakan bahwa waktu paruh asam salisilat
4
ini terkait dengan dosis. Semakin tinggi dosis aspirin yang diminum, maka waktu
paruh asam salisilat juga semakin panjang. Pada pemberian aspirin dosis tinggi,
jalur metabolisme asam salisilat menjadi jenuh, akibatnya kadar asam salisilat
dalam plasma meningkat tidak sebanding dengan dosis aspirin yang diberikan.
Karena aspirin segera dihidrolisis sebagai salisilat di dalam tubuh, maka salisilat
inilah yang bertanggungjawab terhadap terjadinya intoksikasi. 3
Kira‐kira 80% asam salisilat dosis kecil akan dimetabolisir di hepar,
dikonjugasikan dengan glisin membentuk asam salisilurat, dan dengan asam
glukoronat membentuk asam salisil glukoronat, dan salisil fenolat glukoronat.
Sebagian kecil dihidroksilasi menjadi asam gentisat. Metabolisme salisilat ini
dapat mengalami saturasi (kejenuhan). Pada orang dewasa normal, saturasi
kinetika salisilat terjadi pada pemberian aspirin dosis 1‐2g. Apabila kapasitas
metabolism ini terlampaui, maka akan menyebabkan waktu paruh asam salisilat
dalam plasma semakin tinggi dan meningkatkan risiko timbulnya efek samping.
Kinetika saturasi salisilat inilah yang berperan besar dalam kasus ‐ kasus
intoksikasi salisilat.1
Eliminasi
Penghapusan asam salisilat mengikuti orde nol farmakokinetik; (yaitu,
tingkat eliminasi obat adalah konstan dalam kaitannya dengan konsentrasi
plasma). Ekskresi ginjal obat berubah tergantung pada pH urin. Sebagai PH urin
naik di atas 6,5, pembersihan ginjal salisilat bebas meningkat dari <5% sampai>
80%. Alkalinisasi urin adalah konsep kunci dalam pengelolaan overdosis salisilat.
Setelah dosis terapi, masing-masing sekitar 10% ditemukan diekskresikan dalam
urin sebagai asam salisilat, 75% asam sebagai salicyluric, 10% dan 5% sebagai
fenolik dan asil glucuronides.
Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68 %.
Waktu paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal bergantung pada
pH. Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi dosis, makin rendah ikatan
protein plasma.1
5
OAINS bekerja di perifer dengan cara menghambat sintesa prostaglandin
yang merupakan mediator yang berperan pada inflamasi, nyeri, demam melalui
penghambatan enzim siklooksigenase. Enzim siklooksigenase dibutuhkan untuk
mensintesa prostaglandin E2, suatu nosiseptik perifer. Produksi prostaglandin
tergantung dari pelepasan asam arakhidonat akibat fosfolipase A2 pada membran
sel fosfolipid. Prostaglandin tidak secara langsung menyebabkan nyeri.
Keberadaan prostaglandin menyebabkan sensitivitas bradikinin dan substansi
nyeri lain meningkat. Selanjutnya pada tahap modulasi dimana stimulasi menuju
sumsum tulang belakang ke cabang terminal lainnya, akan terjadi sekresi
substansi P dan menyebabkan vasodilatasi. Substansi P ini akan menstimulasi sel
mast untuk mensekresi histamin, serotonin dan trombosit.3
Efektivitas penggunaan aspirin adalah berdasarkan kemampuannya
menghambat enzim siklooksigenase (cyclooxygenase/COX), yang mengkatalisis
perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, prostaglandin E2, dan
tromboksan A2. Aspirin hanya bekerja pada enzim siklooksigenase, tidak pada
enzim lipooksigenase, sehingga tidak menghambat pembentukan lekotrien. Tidak
seperti OAINS lainnya yang menghambat enzim secara kompetitif sehingga
bersifat reversibel, aspirin menghambat enzim COX secara ireversibel. Hal ini
disebabkan karena aspirin menyebabkan asetilasi residu serin pada gugus karbon
terminal dari enzim COX, sehingga untuk memproduk rostanoid baru
memerlukan sintesis enzim COX baru. Hal ini penting karena terkait dengan efek
aspirin, dimana durasi efek sangat bergantung pada kecepatan turn over enzim
siklooksigenase1,3
Mekanisme kerja aspirin terutama adalah penghambatan sintesis
prostaglandin E2 dan tromboksan A2. Akibat penghambatan ini, maka ada tiga
aksi utama dari aspirin, yaitu:
(1) antiinflamasi, karena penurunan sintesis prostaglandin proinflamasi,
(2) analgesik, karena penurunan prostaglandin E2 akan menyebabkan
penurunan sensitisasi akhiran saraf nosiseptif terhadap mediator
proinflamasi, dan
(3) antipiretik,karena penurunan prostaglandin E2 yang bertanggungjawab
terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di hipotalamus
6
Aspirin menghambat sintesis platelet melalui asetilasi enzim COX dalam
platelet secara ireversibel. Karena platelet tidak mempunyai nukleus, maka selama
hidupnya platelet tidak mampu membentuk enzim COX ini. Akibatnya sintesis
tromboksan A2 (TXA2) yang berperan besar dalam agregasi trombosit terhambat.
Penggunaan aspirin dosis rendah regular (81mg/hari) mampu menghambat lebih
dari 95% sintesis TXA 2 sehingga penggunaan rutin tidak memerlukan
monitoring1,5
Molekul Prostaglandin I 2 (PGI2) yang bersifat sebagai anti agregasi
trombosit diproduksi oleh endothelium pembuluh darah sistemik. Sel‐sel endotel
ini mempunyai nucleus sehingga mampu mensintesis ulang enzim COX. Hal
inilah yang dapat menjelaskan mengapa aspirin dosis rendah dalam jangka
panjang mampu mencegah serangan infark miokard melalui penghambatan
terhadap TXA 2 namun tidak terlalu berpengaruh terhadap PGI 2. Selain melalui
penghambatan terhadap COX, aspirin juga mampu mengasetilasi enzim Nitric
Oxide Synthase‐3 (NOS‐3) yang akan meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO)
dimana Nitric Oxide diketahui bersifat sebagai inhibitor aktivasi platelet.
7
trombositopenia. Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat ulkus atau
dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan pemberian warfarin 3
8
Aspirin pada dosis lebih memiliki efek samping seperti hepatotoksik,
ruam, perdarahan saluran cerna dan toksisitas ginjal dapat terjadi namun jarang
ditemukan. Efek samping utamanya yaitu terjadi gangguan pada lambung. Aspirin
adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada pH lambung tidak terlarut
sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung dengan mukosa lambung.
Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung bahkan sampai timbul perdarahan
pada lambung. Gejala yang timbul akibat perusakan sel mukosa lambung oleh
pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum, rasa seperti terbakar, mual dan
muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan
cairan volume besar untuk mengurangi gangguan saluran cerna. Penggunaan
dengan antasid atau antagonis H2 juga dapat mengurangi efek tersebut. Pada ibu
hamil aspirin dapat membahayakan jantung bayi yang belum lahir, dan juga dapat
mengurangi berat badan lahir atau memiliki efek berbahaya lainnya.5
Keracunan aspirin dapat terjadi jika obat ini dipakai dengan kombinasi,
dalam dosis yang tidak pantas, atau selama periode waktu yang lama. Hal ini
terutama mungkin terjadi pada orang tua dengan masalah kesehatan kronis.
Overdosis kronis terjadi jika dosis harian normal aspirin menumpuk dalam
tubuh dari waktu ke waktu dan menyebabkan gejala. Hal ini mungkin terjadi jika
ginjal tidak bekerja dengan benar atau ketika pasien mengalami dehidrasi.
Gejala Keracunan Akut Gejala Keracunan Kronis
Perut tidak enak dan sakit perut Kelelahan
Mual Sedikit demam
Muntah - dapat menyebabkan Kebingungan
Kolaps
tukak lambung atau iritasi perut
Denyut jantung yang cepat
yang dikenal sebagai gastritis Napas cepat tak terkendali
(hiperventilasi)
9
Pengobatan keadaan toksisitas dipengaruhi pada jumlah aspirin, waktu
menelannya, dan kondisi pasien secara keseluruhan. Pengobatan yang dapat
diberikan diantaranya :
cairan untuk memperbaiki dehidrasi dan kelainan asam-basa
Activated charcoal untuk menyerap aspirin dalam perut
Pencahar menyebabkan gerakan usus yang membantu menghilangkan
aspirin dan arang dari tubuh
Bilas lambung mungkin bermanfaat, kecuali kontraindikasi, hingga 60
menit setelah konsumsi aspirin.
Obat lain dapat diberikan melalui pembuluh darah, termasuk garam kalium
dan natrium bikarbonat, yang membantu tubuh menghilangkan aspirin yang
telah dicerna.
Jika overdosis sangat parah, dapat dilakukan hal sebagai berikut:5
hemodialisis mungkin diperlukan untuk menghilangkan aspirin dari darah.
Menempatkan tabung pernapasan (intubasi) dan membantu pernapasan
dengan ventilator untuk orang yang gelisah, koma, yang tidak bisa
melindungi saluran udara mereka sendiri
Penempatan kateter ke dalam kandung kemih untuk memantau pengeluaran
urin dan sering memeriksa keasaman (pH) dari urin
Pemberian obat lainnya yang mungkin diperlukan untuk mengobati agitasi,
kejang atau komplikasi lain dari keracunan aspirin
10