Anda di halaman 1dari 49

PERCOBAAN I

TEOREMA SAMPLING NYQUIST DAN ANALISIS TIME FREQUENCY

1.1 Tujuan
Setelah melaksanakan percobaan ini praktikan mampu:
1. Memahami fungsi dasar teorema sampling Nyquist.
2. Memahami analisis time frequency dari Audio.
3. Mengaplikasikan proses Transformasi Fourier Waktu Pendek.
4. Mengaplikasikan Vocoder Fasa.

1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Laptop atau Personal Computer
2. Software MATLAB 2014a

1.3 Dasar Teori


1.3.1 Pengertian Sampling
Pada proses ini terjadi suatu pencuplikan dari bentukan sinyal analog.
Pencuplikan dilakukan pada bagian-bagian sinyal analog. Ini dilakukan dengan
sinyal-sinyal sample. Bentukan sinyal sample dapat dilihat pada gambar diatas.
Ada suatu aturan tertentu dari sinyal ini. Teori Shannon menyatakan
frekuensi sinyal ini paling sedikit adalah 2 kali frekuensi sinyal yang akan di
sampling (sinyal analog). Ini adalah batas minimum dari frekuensi sample agar
nantinya cuplikan yang diambil menunjukkan bentukan sinyal yang asli (analog).
Lebih besar tentunya lebih baik, karena cuplikan akan lebih menggambarkan sinyal
yang asli. Setelah dilakukan proses ini maka terbentuklah suatu sinyal analog-
diskrit yang bentuknya menyerupai aslinya namun hanya diambil diskrit-diskrit
saja.
1.3.2 Efek Aliasing
Efek Aliasing terjadi ketika proses sampling menggunakan frekuensi
sampling kurang dari dua kali frekuensi sinyal (dibawah frekuensi Nyquist). Seperti
ditunjukan pada Gambar 1.1, terdapat 7 frekuensi dalam 1 plot dengan frekuensi
sampling yang sama yaitu 20 Hz. Pada frekuensi sinyal 10 Hz, hasil sinyal sampling
berupa garis lurus, karena menggunakan frekuensi sampling = 2 kali frekuensi 10
Hz. Jika sinyal tersebut di sampling pada frekuensi, misalnya 15 Hz, maka akan
terjadi aliasing sebesar :
Frekuensi aliasing = frekuensi sampling Nyquist – frekuensi sampling 15Hz
= 20Hz – 15Hz = 5Hz…………………….……………..(1.1)
Teorema Nyquist – Efek Aliasing (f = 20 Hz)

Gambar 1.1 Efek Aliasing

Efek aliasing menyebabkan sinyal yang direkonstruksi menjadi berbeda


dengan sinyal aslinya. Seperti ditunjukan pada Gambar 1.7, akibat aliasing, citra
rekonstruksi akan memiliki efek distorsi atau artifak.

Gambar 1.2 Contoh Aliasing


1.3.3 Transformasi Fourier
Transformasi Fourier merupakan suatu proses yang banyak digunakan
untuk memindahkan domain dari suatu fungsi atau obyek ke dalam domain
frekuensi. Di dalam pengolahan citra digital, transformasi fourier digunakan untuk
mengubah domain spasial pada citra menjadi domain frekuensi. Analisa-analisa
dalam domain frekuensi banyak digunakan seperti filtering. Dengan menggunakan
transformasi fourier, sinyal atau citra dapat dilihat sebagai suatu obyek dalam
domain frekuensi. Salah satu bentuk transformasi fourier adalah STFT (Short-Time
Fourier Transform) atau Transformasi Fourier Waktu Pendek.
STFT adalah transformasi Fourier yang dilakukan pada sinyal pendek
(short time signal), dengan tujuan untuk membedakan frekuensi dan phase
sinusoidal pada setiap sinyal short-time yang berubah setiap waktu. Secara
sederhana pada kasus sinyal yang kontinyu, transformasi dilakukan dengan
mengalikan setiap sinyal short-time terhadap fungsi window dalam perioda waktu
tertentu.
Transformasi Fourier akan menghasilkan short-time spectrum sinyal yang
didapat dari setiap window yang berjalan pada fungsi waktu, dan hasilnya akan
direpresentasikan ke dalam matrik 2 dimensi yang menyatakan transformasi sinyal
tiap window. Secara matematis dapat di formulasikan dengan :
𝑆𝑇𝐹𝑇𝑥 (𝑡, 𝑓 ) = ∫ 𝑥(𝜏)𝑔(𝜏 − 𝑡)𝑒 −𝑗2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝜏………………....(1.2)
Dimana x(t) adalah sinyal input dan g(t) adalah fungsi window. Adapun
fungsi windowing yang umum digunakan adalah seperti Hanning Window,
Hamming Window, Gausian Window, Balckaman dan sebagainya. Jadi inti dari
transformasi Fourier adalah perkalian sinyal x(t) dengan fungsi windownya g(t-t).
1.4 Langkah Percobaan
1.4.1 Teorema SamplingNyquistdan Efek AliasingPada Waveform
1. Buka M-file Matlab di D:PrakPSM\Percobaan1\Nyquist_aliasdemo.m
2. Pada script tersebut, perhatikan variable frekuensi sample frequency
samp_freq dan frekuensi dari gelombang sinus freq
close all
clear tt_sf
samples = 10000; %jumlah sample
samp_freq = 20 %frekuensi sample
nyq = samp_freq/2 %Batas frekuensi Nyquist sample
samp_time = samples/samp_freq; %waktu sampling
freq = 4 %frekuensi gelombang sinus
t = [0:samples-1]; %jumlah waktu sample
tt = t/10000; %Setiap titik adalah 0.1 mdetik,di
plot menjadi 1 detik
size(tt);
sint = sin(tt);
radfreq = freq*(2*pi)/1;
sint2 = sin(radfreq*tt); % Frekuensi radial adalah
radfreq, sedangkan Hz adalah radfreq/(2*pi)
plot(tt, sint2, 'k')
title('radfreq plot')
pause(1)

if nyq - freq < 0 alias = nyq - abs(nyq-freq), end


cnt = 1;
for ii = 1:samp_time:samples
tt_sf(cnt) = ii/samples;
cnt=cnt+1;
end

if ii < samples tt_sf(cnt) = samples/10000; end


sint3 = sin(radfreq*tt_sf);
hold on
tt_sf_sze = size(tt_sf,2)

plot(tt_sf, sint3, 'r')


figure, plot(tt_sf, sint3, 'r.'), hold on, plot(tt, sint2,
'k')
Koding program 1.1 Demo Program Nyquist_aliasdemo.m

3. Variasikan nilai samp_freq dan freq, dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Atur frekuensi gelombang sinus dibawah batas Nyquist.
2. Atur frekuensi gelombang sinus sama dengan batas Nyquist.
3. Atur frekuensi gelombang sinus menjadi diatas batas Nyquist.
4. Atur frekuensi gelombang sinus menjadi setengah batas Nyquist.
5. Atur frekuensi gelombang sinus sama dengan sample frequency.
6. Semua ketentuan diatas, amati efek yang ditimbulkan dan simpan hasil
grafik yang dihasilkan oleh simulasi.
7. Buat analisa hasil terhadap luaran sinyal sampling yang dihasilkan oleh
setiap ketentuan diatas.

1.4.2 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing Pada Audio


1. Buka M-file Matlab di D:PrakPSM\Percobaan1\Nyquist_aliasaudio
demo.m.
2. Pada percobaan ini, input-an yang digunakan adalah sinyal Audio. Tahapan
percobaan adalah identik dengan percobaan di 1.4.1.
3. Ikuti langkah b sampai dengan d. Catat dan simpan hasil hasil luaran
simulasi
4. Tugas:
1. Buat analisa hasil terhadap luaran sinyal sampling yang dihasilkan oleh
setiap ketentuan diatas.
2. Berikan kesimpulan dampak Aliasing pada sinyal dasar (wavefoem) dan
pada Audio setelah proses sampling dilakukan.
close all
clear tt_sf
samples = 22050; %jumlah sample
samp_freq = 22050; %frekuensi sample
nyq = samp_freq/2 %Batas Nyquist frekuensi sample
samp_time = samples/samp_freq; %waktu sampling
freq = 22050 %frekuensi gelombang sinus
t = [0:samples-1]; %jumlah waktu sample
tt = t/10000; %Setiap titik adalah 0.1 mdetik,di plot
menjadi 1 detik

size(tt);
sint = sin(tt);
radfreq = freq*(2*pi)/1;
sint2 = sin(radfreq*tt); % Frekuensi radial adalah
radfreq, sedangkan Hz adalah radfreq/(2*pi)

plot(sint2(1:100), 'k')
title('radfreq plot')
%play sample sint2
p = Audioplayer(sint2, samp_freq);
play(p, [1 samples]);
pause(1)
disp('Doing Sampling:');
if nyq - freq < 0 alias = nyq - abs(nyq-freq), end
cnt = 1;
for ii = 1:samp_time:samples
tt_sf(cnt) = ii/samples;
cnt=cnt+1;
end
if ii < samples tt_sf(cnt) = 1; end
sint3 = sin(radfreq*tt_sf);
hold on
tt_sf_sze = size(tt_sf,2)

figure
plot(sint3(1:100), 'r')

p = Audioplayer(sint3, nyq);
play(p, [1 tt_sf_sze]);

%figure, plot (sint3(1:100), 'r.'), hold on,


plot(sint2(1:100), 'k')
Koding Program 1.2 Demo Program Nyquist_aliasdemo.m

1.4.3 Analisis Time-Frequency


1. Transformasi Fourier Waktu Pendek (Short Time Fourier Transform,
STFT):
a. Buka M-file Matlab di D:Prak PSM\Percobaan1\ Fourier\stft.m dan
stft_Spectogram.m
b. Mengamati luaran spektogram:
1. Pada scrift stft.m, set nilai FFT(f) = 256, Window (w) = 256, dan
ukuran offset (h) adalah 256/4.
2. Jalankan script stft_Spectogram .m, amati dan simpan hasil
Spectogram .
3. Selanjutnya, ubahlah nilai FFT size (f) = 512, ukuran window = 512,
dan ukuran offset (h) = 512/4.
4. Jalankan script stft_Spectogram .m, amati dan simpan hasil
Spectogram
5. Tugas:
Buat analisa pengaruh ukuran FFT(f) terhadap luaran spektogram.
% function stft.m
function D = stft(x, f, w, h, sr)

if nargin < 2; f = 256; end


if nargin < 3; w = f; end
if nargin < 4; h = 0; end
if nargin < 5; sr = 8000; end
% expect x as a row
if size(x,1) > 1
x = x';
end

s = length(x);

if length(w) == 1
if w == 0
% special case: rectangular window
win = ones(1,f);
else
if rem(w, 2) == 0 % force window to be odd-len
w = w + 1;
end
halflen = (w-1)/2;
halff = f/2; % midpoint of win
halfwin = 0.5 * ( 1 + cos( pi *
0:halflen)/halflen));
win = zeros(1, f);
acthalflen = min(halff, halflen);
win((halff+1):(halff+acthalflen)) =
halfwin(1:acthalflen);
win((halff+1):-1:(halff-acthalflen+2)) =
halfwin(1:acthalflen);
end
else
win = w;
end

w = length(win);
% now can set default hop
if h == 0
h = floor(w/2);
end
c = 1;

% pre-allocate output array


d = zeros((1+f/2),1+fix((s-f)/h));

for b = 0:h:(s-f)
u = win.*x((b+1):(b+f));
t = fft(u);
d(:,c) = t(1:(1+f/2))';
c = c+1;
end;

% If no output arguments, plot a spectrogram


if nargout == 0
tt = [0:size(d,2)]*h/sr;
ff = [0:size(d,1)]*sr/f;
imagesc(tt,ff,20*log10(abs(d)));
axis('xy');
xlabel('time / sec');
ylabel('freq / Hz')
% leave output variable D undefined
else
% Otherwise, no plot, but return STFT
D = d;
End
Koding Program 1.3 Demo Program stft.m

% stft_Spectogram .m

load handel; % Get some Audio

% stft parameters (can vary)


n = 512;
nhop = n/4;
Y = stft(y,n,n,nhop);

% Make Spectrogram
specy = abs(Y)/n;

% set left-hand coordinate origin


imshow(flipud(255*specy));
colormap(hsv); %color display
Koding Program 1.4 Demo Program stft_Spectogram .m

%istft.m
function x = istft(d, ftsize, w, h)

s = size(d);
%if s(1) != (ftsize/2)+1
% error('number of rows should be fftsize/2+1')
%end

cols = s(2);
xlen = ftsize + (cols-1)*h;
x = zeros(1,xlen);

if length(w) == 1
if w == 0
% special case: rectangular window
win = ones(1,ftsize);
else
if rem(w, 2) == 0 % force window to be odd-len
w = w + 1;
end
halflen = (w-1)/2;
halff = ftsize/2;
halfwin = 0.5 * ( 1 + cos( pi *
(0:halflen)/halflen));
win = zeros(1, ftsize);
acthalflen = min(halff, halflen);
win((halff+1):(halff+acthalflen)) =
halfwin(1:acthalflen);
win((halff+1):-1:(halff-acthalflen+2)) =
halfwin(1:acthalflen);
% 2009-01-06: Make stft-istft loop be identity
win = 2/3*win;
end
else
win = w;
w = length(win);
end

for b = 0:h:(h*(cols-1))
ft = d(:,1+b/h)';
ft = [ft, conj(ft([((ftsize/2)):-1:2]))];
px = real(ifft(ft));
x((b+1):(b+ftsize)) =
x((b+1):(b+ftsize))+px.*win;
end;
Koding program 1.5 Demo Program istft.m

c. Mengamati perbedaan Rectangular dan Hann-windowed STFTs.


1. Untuk Hann-windowed STFT, set Window (w) = 256
2. Untuk Rectangular STFT, set Window (w) = 0
3. Tugas :
Amati dan jelaskan perbedaan antara Rectangulardan Hann-
windowed STFT.
d. Lakukan beberapa perubahan blok sederhana dari STFT menggunakan
koding stft_Spectogram _edit.m sebagai berikut.
1. Potong seri dari blok rectangularhorizontal dan amati (plot dan suara
yang dihasilkan) resultant Spectogram dan bentuk gelombang inverse
STFT. Plot dan jalankan gelombang residual dari perbedaan
gelombang yang asli dan yang dimodifikasi.
2. Potong seri dari blok rectangular vertikal dan lakukan analisis seperti
diatas.
close all, clear all;

load handel; % Get some Audio


figure(1)
plot(y);
title('Orignal Wav, Y');
% stft parameters (can vary)
n = 1024;
nhop = n/4;
Y = stft(y,n,n,nhop);

% Edit example cut a chunk out of Horizontal Blocks


Yedit = Y;
Yedit(100:400,:) = 0;

figure(2)
imshow(255*abs(Yedit)/n)
colormap('hsv')
title('Edited Xedit Spectrogram')

% Remake sound
yedit = istft(Yedit,n,n, nhop);
sound(y,Fs)
sound(yedit,Fs)

figure(3)
plot(yedit)
title('Xedit')

figure(4)

plot(yedit(1:length(yedit)) - y(1:length(yedit))')
title('Xedit residual')
% Play residual
sound(yedit(1:length(yedit)) -
y(1:length(yedit))',Fs);

% Edit example cut a chunk out of Vertikal Blocks


Yedit = Y;
Yedit(:, 150:250) = 0;

figure(5)
imshow(255*abs(Yedit)/n)
colormap('hsv')
title('Edited Yedit Spectrogram')

% Remake sound
yedit = istft(Yedit,n,n, nhop);
sound(y,Fs);
sound(yedit,Fs)

figure(6)
plot(yedit)
title('Yedit')

figure(7)
plot(yedit(1:length(yedit)) - y(1:length(yedit))')
title('Yedit residual')

% Play residual
sound(yedit(1:length(yedit)) - y(1:length(yedit))',
Fs);
Koding Program 1.6 Demo Program stft_Spectogram _edit.m

2. Vocoder Fasa:
Buka M-file Matlab di D:Prak PSM\Percobaan1\ Fourier\ pvoc_speed.m
a. Perubahan Tempo : Ubah kecepatan Audio dengan:
1. Kecepatan satu setengah lebih pelan.
2. Kecepatan satu setengah lebih cepat.
3. Tiga kali lebih cepat.
4. Tugas:
Amati dan analisis kualiatas suara ketika kecepatan Audio
% Get some Audio
load handel;

% Half Speed
yslow =pvoc(y,.5,1024);
% Compare original and resynthesis
sound(y,Fs);
sound(yslow,Fs);

% Twice as Fast
yfast =pvoc(y,2,1024);
% Compare original and resynthesis
sound(y,Fs);
sound(yfast,Fs);
Koding Program 1.7 Demo Program pvoc_speed.m

b. Pergeseran Pitch dengan merujuk ke interval meantone dan contoh kode


pada pvoc_pitch.m. Ubah picth dari Audiodengan:
1. Satu oktaf naik dari pitch asli.
2. Satu oktaf turun dari pitch asli.
3. Audio bergeser sejauh lima.
4. Buatlah tiga bagian harmoni dari Audio asli (bagian 1), Audio bergeser
sejauh lima (bagian 2), dan Audio bergeser sejauh satu oktaf (bagian
3).
5. Tugas:
Amati dan jelaskan kualitas sauara akibat pergeseran Pitch
% Get some Audio
load handel;

% Pitch up a Fifth
ypvoc =pvoc(y, 0.66666);
ypitch = resample(ypvoc,2,3); % NB: 0.666 = 2/3
sound(y,Fs);
sound(ypitch, Fs);
sound(y(1:length(ypitch)) + ypitch, Fs);

% Pitch up an octave
ypvoc =pvoc(y, 0.5);
ypitch = resample(ypvoc,1,2);
sound(y,Fs);
sound(ypitch, Fs);
sound(y(1:length(ypitch)) + ypitch, Fs);

% Pitch down an octave


ypvoc =pvoc(y, 2);

ypitch = resample(ypvoc,2,1);
sound(y,Fs);
sound(ypitch, Fs);
sound(y + ypitch(1:length(y)), Fs);
Koding program 1.8 Demo program pvoc_pitch.m
1.5 Gambar dan Data Hasil Percobaan
1.5.1 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing
1.5.1.1 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing Pada Waveform
1. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Dibawah Batas
Nyquist.

Gambar 1.3 Grafik Sinyal Informasi 8 Hz yang Tersampling

Gambar 1.4 Grafik Titik Sinyal Informasi 8 Hz yang Tersampling


2. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan
Batas Nyquist

Gambar 1.5 Grafik Sinyal Informasi 10 Hz yang Tersampling

Gambar 1.6 Grafik Titik Sinyal Informasi 10 Hz yang Tersampling


3. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Diatas Batas
Nyquist

Gambar 1.7 Grafik Sinyal Informasi 13 Hz yang Tersampling

Gambar 1.8 Grafik Titik Sinyal Informasi 13 Hz yang Tersampling


4. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Menjadi
Setengah Batas Nyquist

Gambar 1.9 Grafik Sinyal Informasi 5 Hz yang Tersampling

Gambar 1.10 Grafik Titik Sinyal Informasi 5 Hz yang Tersampling


5. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan
Sample Frequency

Gambar 1.11 Grafik Sinyal Informasi 20 Hz yang Tersampling

Gambar 1.12 Grafik Titik Sinyal Informasi 20 Hz yang Tersampling


1.5.1.2 Teorema SamplingNyquistdan Efek AliasingPada Audio
1. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Dibawah Batas
Nyquist

Gambar 1.13 Grafik Sinyal Audio 10000 Hz

Gambar 1.14 Grafik Sinyal Audio Tersampling 10000 Hz


2. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan
Batas Nyquist

Gambar 1.15 Grafik Sinyal Audio 11025 Hz

Gambar 1.16 Grafik Sinyal Audio Tersampling 11025 Hz


3. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Menjadi Diatas
Batas Nyquist

Gambar 1.17 Grafik Sinyal Audio 13000 Hz

Gambar 1.18 Grafik Sinyal Audio Tersampling 13000 Hz


4. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Menjadi
Setengah Batas Nyquist

Gambar 1.19 Grafik Sinyal Audio 5512 Hz

Gambar 1.20 Grafik Sinyal Audio Tersampling 5512 Hz


5. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan
Sample Frequency

Gambar 1.21 Grafik Sinyal Audio 22050 Hz

Gambar 1.22 Grafik Sinyal Audio Tersampling 2205


1.5.2 Analisis Time-Frequency
1.5.2.1 Spectogram
1. Window = 256

Gambar 1.23 Spectogram dengan f=256, w=256, ukuran offset (h) adalah 256/4

2. Window = 512

Gambar 1.24 Spectogram dengan f=512, w=512, ukuran offset (h) adalah 512/4

3. Hann-Windowed

Gambar 1.25 Spectogram Hann-windowed (w)=256


4. Rectangural
Pada kondisi ini tidak mengeluarkan spectrogram karena window dari
inputan adalah 0 (nol), jadi tidak ada acuan rentang yang akan di ukur.
5. Pemotongan Blok Secara Vertikal

Gambar 1.26 Grafik Sinyal Audio Asli

Gambar 1.27 Spectogram Pemotongan Blok Vertikal


Gambar 1.28 Grafik Pemotongan Blok Vertikal

Gambar 1.29 Grafik Residual Pemotongan Blok Vertikal


6. Pemotongan Blok Horizontal

Gambar 1.30 Spectogram Pemotongan Blok Horizontal


Gambar 1.31 Grafik Pemotongan Blok Horizontal

Gambar 1.32 Grafik Residual Pemotongan Blok Horizontal


1.6 Analisa Hasil Percobaan
1.6.1 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing Pada Waveform
Berdasarkan teknik Sampling Nyquist, untuk mendapatkan sinyal
sampling yang bebas kesalahan (Aliasing), maka frekuensi sinyal sample paling
sedikit adalah 2 kali frekuensi sinyal. Efek Aliasing yaitu suatu efek yang akan
terjadi jika kita melakukan pencuplikan dengan frekuensi pencuplikan dibawah dari
ketentuan Nyquist. Frekuensi Aliasing ini dapat dihitung dengan mengurangkan
frekuensi sample dengan frekuensi sinyal yang disampling. Pada kondisi ini
memakai koding program 1.1 dengan nama “Nyquist_aliasdemo.m” di mana pada
frekuensi informasi di atur naik dan turunnya sehingga di dapat perbedaan.

1.6.1.1 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing Pada Waveform


1. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Dibawah Batas
Nyquist
Frekuensi sinyal informasi yang di gunakan pada kondisi ini di bawah
batas Nyquist yaitu 8 Hz. Dimana batas Nyquist ini adalah 10 Hz. Maka dengan kata
lain frekuensi sinyal informasi lebih kecil dari sampel frekuensi ini dapat di lihat
pada gambar 1.33 sebagai berikut:

Gambar 1.33 Grafik Sinyal Informasi 8 Hz yang Tersampling


Gambar 1.34 Grafik Titik Sinyal Informasi 8 Hz yang Tersampling

Keluaran dari hasil sampling frekuensi sinyal informasi di atas dapat di


lihat pada gambar 1.33 dan gambar 1.34. Pada gambar 1.34 terlihat titik-titik hasil
keluaran (titik merah) dari sampling frekuensi sinyal informasi yaitu 8 Hz. Agar
grafik tersebut bisa terlihat jelas dari frekuensi sinyal informasi di batas ketentuan
Nyquist yaitu 10 Hz. Maka terlihat tidak terlalu jauh bedanya dari sinyal informasi
batas Nyquist. Jika frekuensi sinyal informasi 8 Hz maka besar frekuensi sampling
sebesar 16 Hz agar tidak terjadi Aliasing.

2. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan


Batas Nyquist
Frekuensi sinyal informasi yang di gunakan pada kondisi ini sama dengan
batas ketentuan Nyquist yaitu 10 Hz. Maka dengan kata lain frekuensi sinyal
informasi lebih kecil dari sampel frekuensi ini dapat dilihat pada gambar 1.35
sebagai berikut:
Gambar 1.35 Grafik Sinyal Informasi 10 Hz yang Tersampling

Gambar 1.36 Grafik Titik Sinyal Informasi 10 Hz yang Tersampling

Keluaran dari hasil sampling frekuensi sinyal informasi di atas dapat di


lihat pada gambar 1.35 dan gambar 1.36. Pada gambar 1.36 terlihat titik-titik hasil
keluaran (titik merah) dari sampling frekuensi sinyal informasi yaitu 10 Hz. Agar
grafik tersebut bisa terlihat jelas dari frekuensi sinyal informasi di batas ketentuan
Nyquistyaitu 10 Hz. Maka terlihat dari gambar bahwa hasilnya berupa garis
lengkung mirip menyerupai garis lurus karena frekuensi sinyal informasi sama
dengan frekuensi di batas ketentuan Nyquist. Jika frekuensi sinyal informasi 10 Hz
maka besar frekuensi sampling sebesar 20 Hz agar tidak terjadi Aliasing.

3. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Diatas Batas


Nyquist
Frekuensi sinyal informasi yang di gunakan pada kondisi ini di atas batas
Nyquist yaitu 13 Hz. Dimana batas Nyquist ini adalah 10 Hz. Maka dengan kata lain
frekuensi sinyal informasi lebih kecil dari sampel frekuensi ini dapat di lihat pada
gambar 1.37 sebagai berikut:

Gambar 1.37 Grafik Sinyal Informasi 13 Hz yang Tersampling

Gambar 1.38 Grafik Titik Sinyal Informasi 13 Hz yang Tersampling


Keluaran dari hasil sampling frekuensi sinyal informasi di atas dapat di
lihat pada gambar 1.37 dan gambar 1.38. Pada gambar 1.38 terlihat titik-titik hasil
keluaran (titik merah) dari sampling frekuensi sinyal informasi yaitu 13 Hz. Agar
grafik tersebut bisa terlihat jelas dari frekuensi sinyal informasi di batas ketentuan
Nyquist yaitu 10 Hz. Maka terlihat tidak terlalu jauh bedanya dari sinyal informasi
batas Nyquist. Jika frekuensi sinyal informasi 13 Hz maka besar frekuensi sampling
sebesar 26 Hz agar tidak terjadi Aliasing.

4. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Menjadi


Setengah Batas Nyquist
Frekuensi sinyal informasi yang di gunakan pada kondisi ini di setengah
batas Nyquist yaitu 5 Hz. Dimana batas Nyquist ini adalah 10 Hz. Maka dengan kata
lain frekuensi sinyal informasi lebih kecil dari sampel frekuensi ini dapat di lihat
pada gambar 1.39 sebagai berikut:

Gambar 1.39 Grafik Sinyal Informasi 5 Hz yang Tersampling


Gambar 1.40 Grafik Titik Sinyal Informasi 5 Hz yang Tersampling

Keluaran dari hasil sampling frekuensi sinyal informasi di atas dapat di


lihat pada gambar 1.39 dan gambar 1.40. Pada gambar 1.40 terlihat titik-titik hasil
keluaran (titik merah) dari sampling frekuensi sinyal informasi yaitu 5 Hz. Agar
grafik tersebut bisa terlihat jelas dari frekuensi sinyal informasi di batas ketentuan
Nyquist yaitu 10 Hz. Maka terlihat gelombang semakin renggang dan titik-titik
frekuensinya mengikuti sinyal informasi batas ketentuan Nyquist. Jika frekuensi
sinyal informasi 5 Hz maka besar frekuensi sampling sebesar 10 Hz agar tidak
terjadi Aliasing.

5. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan


Sample Frequency
Frekuensi sinyal informasi yang di gunakan pada kondisi ini sama dengan
sampel frekuensi yaitu 20 Hz. Maka dengan kata lain frekuensi sinyal informasi
sama dengan sampel frekuensi dan lebih besar dari batas Nyquist ini dapat di lihat
pada gambar 1.41 sebagai berikut:
Gambar 1.41 Grafik Sinyal Informasi 20 Hz yang Tersampling

Gambar 1.42 Grafik Titik Sinyal Informasi 20 Hz yang Tersampling

Keluaran dari hasil sampling frekuensi sinyal informasi di atas dapat di


lihat pada gambar 1.41 dan 1.42. Pada gambar 1.42 terlihat titik-titik hasil keluaran
(titik merah) dari sampling frekuensi sinyal informasi yaitu 20 Hz. Agar grafik
tersebut bisa terlihat jelas dari frekuensi sinyal informasi di batas ketentuan Nyquist
yaitu 10 Hz. Maka terlihat dari gambar bahwa hasilnya berupa garis lurus karena
hasil dari frekuensi Aliasing nya 0 Hz. Di lihat dari teori bahwa jika frekuensi
informasi 2 kali lebih besar dari batas Nyquist maka tidak terjadi Aliasing.

1.6.1.2 Teorema Sampling Nyquist dan Efek Aliasing Pada Audio


Berdasarkan koding program 1.2 yaitu “Nyquist_aliasAudiodemo.m”
dengan menggunakan frekuensi sampel 22050 Hz, berdasarkan teori dari Nyquist
maka batas ketentuan idealnya yaitu 11025 (dapat di lihat pada koding program 1.2
bagian “nyq”). Dimana dengan menambahkan masukkan berupa Audio pada
frekuensi sinyal informasi dan frekuensi sinyal hasil sampling pada saat proses
sampling di lakukan. Dengan penambahan masukkan Audio ini maka dapat lebih
memudahkan untuk membedakan hasil sampling dari frekuensi sinyal informasi
dan pengaruh frekuensi dari batas ketentuan Nyquist terhadap frekuensi sinyal
informasi pada proses sampling. Di dapatkan bahwa batas ideal terhadap batas
Nyquist di atas adalah 5512,5 Hz, apabila melebihi dari itu maka sinyal informasi
akan mengalami efek Aliasing yang dapat di lihat pada gambar di bawah ini.

1. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Dibawah Batas


Nyquist
Pada kondisi ini frekuensi sinyal informasi adalah 10000 Hz di mana
frekuensi ini di bawah batas ketentuan Nyquist. Di mana outputAudio ini
menunjukkan hasil intonasi yang tinggi yang dapat di tunjukkan pada gambar 1.43
sebagai berikut:
Gambar 1.43 Grafik Sinyal Audio 10000 Hz

Gambar 1.44 Grafik Sinyal Audio Tersampling 10000 Hz

Pada gambar 1.44 hasil sinyal Audio tersampling ini menunjukkan hasil
intonasi yang lebih tinggi dari sinyal frekuensi informasi.

2. Frekuensi Gelombang Sinus (Frekuensi Sinyal Informasi) Sama Dengan


Batas Nyquist
Pada kondisi ini frekuensi sinyal informasi adalah 11025 Hz, frekuensi ini
sama dengan batas ketentuan Nyquist. Di mana output Audio ini menunjukkan tidak
menghasilkan suara karena tidak adanya perbedaan frekuensi antara frekuensi
sinyal informasi dan frekuensi batas Nyquist yang dapat di tunjukkan pada gambar
1.45 sebagai berikut:

Gambar 1.45 Grafik Sinyal Audio 11025 Hz

Gambar 1.46 Grafik Sinyal Audio Tersampling11025 Hz

Pada gambar 1.46 menunjukkan hasil output darisinyal Audio tersampling


yang memiliki frekuensi 11025 Hz yang memiliki nada intonasi yang lebih rendah
dari frekuensi sinyal informasi di bawah batas Nyquist.

3. Frekuensi gelombang sinus (frekuensi sinyal informasi) menjadi diatas


batas Nyquist
Pada kondisi ini frekuensi sinyal informasi adalah 13000Hz di mana
frekuensi ini di atas batas ketentuan Nyquist. Di mana outputAudio ini menunjukkan
hasil intonasi yang tinggi yang dapat di tunjukkan pada gambar 1.47.

Gambar 1.47 Grafik Sinyal Audio 13000Hz

Gambar 1.48 Grafik Sinyal Audio Tersampling 13000Hz

Pada gambar 1.48 hasil sinyal Audio tersampling ini menunjukkan hasil
intonasi yang lebih rendah dari sinyal frekuensi informasi, karena mengalami efek
Aliasingpada proses samplingnya. Yang mengahasilkan efekAliasingpada
frekuensi sinyal informasi 13000Hz untuk batas Nyquist 11025 Hz sebesar 9050
Hz.
4. Frekuensi gelombang sinus (frekuensi sinyal informasi) setengah batas
Nyquist
Pada kondisi ini frekuensi sinyal informasi adalah 5512Hz di mana
frekuensi ini di setengah batas ketentuan Nyquist. Di mana outputAudio ini
menunjukkan hasil intonasi yang tinggi dari frekuensi sinyal informasi yang ada di
atas dapat di tunjukkan pada gambar 1.49 sebagai berikut:

Gambar 1.49 Grafik Sinyal Audio 5512 Hz

Gambar 1.50 Grafik Sinyal Audio Tersampling 5512 Hz

Pada gambar 1.50 hasil sinyal Audio tersampling ini menunjukkan hasil
intonasi yang lebih rendah dari sinyal frekuensi informasi yang ada sebelumnya,
karena mengalami efek Aliasing pada proses samplingnya.
5. Frekuensi gelombang sinus (frekuensi sinyal informasi) sama dengan
sample frequency
Pada kondisi ini frekuensi sinyal informasi adalah 22050 Hz di mana
frekuensi ini sama dengan frekuensi sample. Di mana output Audio ini
menunjukkan hasil intonasi yang lebih rendah dari frekuensi sinyal informasi yang
ada di atas. Gambar frekuensi sinyal informasi dapat di tunjukkan pada gambar 1.53
sebagai berikut:

Gambar 1.51 Grafik Sinyal Audio 22050Hz

Gambar 1.52 Grafik Sinyal Audio Tersampling22050Hz

Pada gambar 1.52 menunjukkan hasil output sinyal informasi yang


tersampling dengan frekuensi 22050 Hz yang tidak menghasilkan nada suara sama
sekali.
1.6.2 Analisa Time-Frequency
Transformasi Fourier merupakan suatu proses yang banyak digunakan
untuk memindahkan domain dari suatu fungsi atau objek ke dalam domain
frekuensi. Pada percobaan ini menggunakan koding program 1.3 sampai 1.6 yang
memakai STFT (Short TimeFourierTransform) atau Transformasi Fourier Waktu
Pendek. STFT adalah transformasi Fourier yang dilakukan pada sinyal pendek
(short time signal), dengan tujuan untuk membedakan frekuensi dan phase
sinusoidal pada setiap sinyal short time yang berubah setiap waktu. Secara
sederhana pada kasus sinyal yang kontinyu, transformasi dilakukan dengan
mengalikan setiap sinyal short-time terhadap fungsi window dalam perioda waktu
tertentu.

1.6.2.1 Spectogram
Pada kondisi ini hasil dari koding program “stft.m” dan “stft_Spectogram
.m” menghasilkan output berupa Spectogram yaitu pada FFT size (f), window(w),
dan offset (h) yang berbeda yang juga terdapat pada perbedaan nilai window untuk
kondisi hann-windowed dan kondisi rectangular. Kedua gambar tersebut berbeda
pada inputan dan hasil Spectogramnya, dimana hasil spectrogram pada gambar
1.54 lebih besar di banding gambar 1.53 karena lebar windowdari gambar 1.55 2
kali lebih besar dari gambar 1.53. Namunhasil warnanya sama yang menghasilkan
perbedaan frekuensi berdasarkan satuan waktu. Perbedaan frekuensi ini di sebut
juga dengan trade-off, dalam satu windowspectogram terdapat enam kali trade-off
dalam waktu yang berbeda.

1. Window = 256
Pada gambar 1.53 menunjukkan FFT size (f) = 256, window(w) = 256, dan
offset (h) = 256/4. Gambar tersebut menunjukkan hasil warnanya sama yang
menghasilkan perbedaan frekuensi berdasarkan satuan waktu. Perbedaan frekuensi
ini di sebut juga dengan trade-off, dalam satu windowsepctogram terdapat enam
kali trade-off dalam waktu yang berbeda.
Gambar 1.53 Spectogram dengan f=256, w=256, ukuran offset (h) adalah 256/4

2. Window = 512
Pada gambar 1.54 menunjukkan FFT size (f) = 512, window(w) = 512, dan
offset (h) = 512/4. Gambar tersebut menunjukkan hasil warnanya sama yang
menghasilkan perbedaan frekuensi berdasarkan satuan waktu. Perbedaan frekuensi
ini di sebut juga dengan trade-off, dalam satu windowsepctogram terdapat enam
kali trade-off dalam waktu yang berbeda.

Gambar 1.54 Spectogram dengan f=512, w=512, ukuran offset (h) adalah 512/4

3. Hann-Windowed
Pada kondisi ini menggunakan koding program 1.3 “stft.m” dimana hanya
window yang di ubah. Hann-windowed menggunakan windows (w) sebesar 256
(sama dengan besar FFT size (f)) dapat di tunjukkan pada gambar 1.57. Pada
gambar 1.55 menunjukkan hasil yang sama dimana perubahan nilai window dari
kondisi hann-windowed tidak mempengaruhi hasil spectrogram.
Gambar 1.55 Spectogram Hann-windowed (w)=256

4. Rectangular
Rectangular menggunakan windows (w) sebesar 0 (nol). Karena window
adalah 0 (nol) maka rentang parameter yang di ukur tidak ada. Itulah yang
menyebabkan hasil spectrogram tidak nampak.

5. Pemotongan Blok Vertikal


Pada kondisi ini menggunakan koding program 1.6 “stft_Spectogram
_edit.m”. Lebar window yang sudah di tentukan yaitu 1024 dengan pemotongan
blok horizontal dari blok ke-100 sampai blok ke-400 dan pemotongan blok vertikal
dari blok ke-150 sampai blok ke-250. Yang menghasilkan spectrogram hasil
pemotonganblok, grafik hasil pemotongan blok, dan grafik residual dari
pemotongan blok. Berikut pada gambar 1.56 menunjukkan grafik sinyal audio asli
(infomasi).

Gambar 1.56 Grafik Sinyal Audio Asli


Pada gambar 1.57 menunjukkan hasil pemotongan blok vertikal dari segi
spectrogram dari blok ke-150 sampai blok ke-250. Dilihat pada gambar di bagian
samping kanan berwarna merah polos itu karena efek pemotongan blok vertikal
tersebut, yang tadinya blok tersebut mulanya berwarna bervariasi. Suara yang
dihasilkan pun lebih rendah dari suara aslinya karena ada hilangnya blok.

Gambar 1.57 Spectogram Pemotongan Blok Vertikal

Pada gambar 1.58 menunjukkan grafik hasil pemotongan blok vertikal,


mengakibatkan hilangnya beberapa informasi yang di perlihatkan oleh gambar
tersebut berupa garis lurus. Sehingga amplitudo menjadi rendah dari amplitudo
sinyal informasi asli pada gambar 1.58.

Gambar 1.58 Grafik Pemotongan Blok Vertikal


Pada gambar 1.59 menunjukkan grafik residual hasil dari pemotongan
blok vertikal dengan menghasilkan suara yang lebih tinggi dari suara aslinya.
Memiliki suara yang sama dari suara aslinya namun dari awal sampai tengah
terputus-putus, lalu ada suara sedikit dan sampai akhir terputus-putus.

Gambar 1.59 Grafik Residual Pemotongan Blok Vertikal

6. Pemotongan Blok Horizontal


Pada gambar 1.60 menunjukkan hasil pemotongan blok horizontal dari
segi spectrogram dari blok ke-100 sampai blok ke-400. Dilihat pada gambar di
bagian tengah berwarna merah polos itu karena efek pemotongan blok horizontal
tersebut, yang tadinya blok tersebut mulanya berwarna bervariasi. Suara yang
dihasilkan pun lebih rendah dari suara aslinya karena ada hilangnya blok.
Gambar 1.60 Spectogram Pemotongan Blok Horizontal
Pada gambar 1.61 menunjukkan grafik hasil pemotongan blok horizontal,
mengakibatkan hilangnya beberapa informasi yang di perlihatkan oleh gambar.
Sehingga amplitudo menjadi rendah dari amplitudo sinyal informasi asli pada
gambar 1.58.

Gambar 1.61 Grafik Pemotongan Blok Horizontal

Pada gambar 1.62 menunjukkan grafik residual hasil dari pemotongan


blok horizontal dengan menghasilkan suara yang lebih tinggi dari suara aslinya.

Gambar 1.62 Grafik Residual Pemotongan Blok Horizontal


1.6.3 Perubahan Tempo Suara
Pada kondisi ini menggunakan koding program 1.7 demo program
“pvoc_speed.m”dimana parameter yang di ubah adalah tempo suara yang terdiri
dari satu setengah kali lebih lambat, satu setengah kali lebih cepat, dan tiga kali
lebih cepat. Adapun kondisi Audio normal memiliki durasi selama 8.28 detik.
Berdasarkan perubahannya dari koding program bagian “yslow = pvoc (y.5,1024)”;
menjadi “yslow = pvoc (y,0.5,1024)”; yang artinya suara asli di perlambat 1.5 kali
dan memerlukan durasi waktu selama 59.33 detik. Selanjutnya perubahannya dari
koding program bagian “yfast = pvoc (y.5,1024)”; menjadi “yfast = pvoc
(y,1.5,1024)”; yang artinya suara asli di percepat 1.5 kali dan memerlukan durasi
waktu selama 6 detik. Yang terakhir suara akan di percepat temponya 3 kali lebih
cepat maka akan memerlukan durasi waktu selama 3 detik.

1.6.4 Perubahan Pitch Suara


Pada kondisi ini menggunakan koding program 1.8 demo program
“pvoc_pitch.m” dimana parameter yang di ubah adalah berupa pergeseran Audio
sejauh 5, Audio naik 1 oktaf, dan Audio turun 1 oktaf. Jadi dari setiap parameter
yang di ubah terdapat suara residual yang di keluarkan. Pada suara aslinya terdengar
bulat, dan jernih tidak ada gangguan. Ketika mengalami kondisi pergeseran sejauh
5 nada dari nada aslinya maka hasil suaranya terdengar memiliki intonasi yang lebih
tinggi dan tidak terdengar bulat. Kemudian suara residualnya menjadi lebih tinggi
dari suara pergeseran sejauh 5 nada. Pada kondisi di naikkai 1 oktaf maka suaranya
menjadi lebih tinggi namun suara residualnya menhasilkan suara tinggi yang tidak
melebihi suara yang di naikkan 1 oktaf. Lalu kondisi di turunkan 1 oktaf maka hasil
suara sangar rendah dan suara residualnya hamper mirip dengan suara aslinya.
1.7 Simpulan
Berdasarkan data dan analisa hasil percobaan yang telah di lakukan maka
di dapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Sebuah inputan frekuensi sinyal informasi dengan batas Nyquist dimana
dari setengah sampel frekuensi yang ada. Apabila frekuensi sinyal
informasi lebih besar dari frekuensi sinyal batas Nyquist maka akan terjadi
efek aliasing. Untuk mendapatkan sinyal sampling yang bebas aliasing
maka frekuensi sinyal sample paling sedikit 2 kali frekuensi sinyal
informasi.
2. Pada sebuah gelombang sinus dengan tambahan audio memiliki sampel
frekuensi 22050 Hz dengan batas Nyquist sebesar 11025 Hz untuk
frekuensi sinyal informasi 13000 Hz untuk batas Nyquist 11025 Hz
mengalami efek aliasing sebesar 9050 Hz. Jadi untuk mendapatkan sinyal
yang bebas dari aliasing maka sinyal sampling harus lebih besar 2 kali dari
sinyal (diatas frekuensi nyquist).
3. Spectrogram untuk kondisi hann-windowed, rectangular, window (w) =
256, dan window (w) = 512 hasilnya sama yaitu terjadi kondisi trade-off
yaitu 6 kali dengan setiap waktu yang berbeda.
4. Pada kondisi pemotongan blok rectangular baik secara vertikal dengan
rentang ke-150 sampai 250 dan horizontal pada nilai blok ke-100 sampai
ke-400 dari blok asli 1024 yang menghasilkan perubahan suara dan
gelombang output. Yang menyebabkan spectrogram di potong secara
horizontal dan vertikal, dan gelombang residual yang terputus-putus
menghasilkan suara yang jelek rendah atau tinggi dari suara aslinya.
5. Pada kondisi suara yang mempercepat tempo yang terdiri dari satu
setengah kali lebih lambat, satu setengah kali lebih cepat, tiga kali lebih
cepat, dan pitch audio sejauh 5, audio naik 1 oktaf, dan audio turun 1 oktaf
yang akan mengubah struktur tersebut seperti melambat, mempercepat,
intonasi lebih tinggi dan juga intonasi lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai