Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TUGAS HIV DAN AIDS

”PENCEGAHAN HIV-AIDS”

OLEH

KELOMPOK 7

NAMA ANGGOTA :

1. DEWA AYU PUTU SANTRIANI DEWI 17.321.2660


2. GUSTI AYU PUTU WAHYU SARTIKA 17.321.2665
3. LUH PUTU DIAN SURYANINGSIH 17.321.2678
4. PUTU INDAH SASMITHA 17.321.2708
5. NI KADEK CANDRA AYU SETYAWATI 17.321.2682

TAHUN AJARAN 2018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah ini

dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan

dari pihak yang telah berkonstribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun

pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengaturan dan pengalaman bagi

para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar

menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih banyak

kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................1


1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Promosi Kesehatan...................................................................................................2


2.1.1 Strategi Bina Usada......................................................................................2

2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat ..........................................................................3

2.1.3 Advokasi ......................................................................................................4

2.1.4 Kemitraan .....................................................................................................5

2.1.5 Pelayanan Kesehatan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan .....................5

2.2 Imunisasi yang diberikan untuk HIV dan AIDS .......................................................6

2.3 Healt Care Follow Up ..............................................................................................9

2.3.1 Rekomendasi Rencana Tindak Lanjut .........................................................9

2.3.2 Penanggulangan Penyakit AIDS ................................................................14

2.3.3 Monitoring dan Evaluasi ............................................................................16

2.4 Tata Laksana Pemberian ARV...............................................................................18

2.4.1 Terapi Antiretrovoral Pada Populasi Khusus ............................................18

3
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpuilan ...........................................................................................................24

3.2 Saran ......................................................................................................................24

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... iv

4
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat di
dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani, atau cairan
vagina dan Air Susu Ibu (ASI). Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
melemahkan kemampuan tubuh kita untuk melawan segala penyakit yang datang. Sedangkan
AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala
penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang
mengidap AIDS amat mudah tertular berbagai macam penyakit. Hal itu terjadi karena sistem
kekebalan di dalam tubuh menurun.

Berdasarkan data tersebut diketahui penyebaran penyakit HIV dan AIDS sudah sangat
mengkhawatirkan maka perlu dilakukan penanggulangan penyakit HIV/AIDS secara terpadu dan
terintegrasi oleh semua pihak. Penanggulangan HIV/AIDS adalah segala upaya yang meliputi
pelayanan promotif, preventif, diagnosis, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit
agar wabah tidak meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh
penyakit HIV/AIDS tersebut. Penanggulangan HIV/AIDS harus dilakukan secara komprehensif
dan berkesinambungan. Kegiatan penanggulangan HIV/AIDS terdiri atas promosi kesehatan,
pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penerapan Promosi Kesehatan, wellness dalam mencegah HIV/AIDS?


2. Bagaimanakah penerapan Imunisasi dalam mencegah HIV/AIDS ?
3. Apakah yang dimaksud dengan Healthcare Follow Up ?
4. Apakah yang dimaksud dengan Antiretroviral Therapy ?

1. 3 Tujuan Penulisan

1. Agar Mahasiswa mengerti cara pencegahan HIV/AIDS dengan baik dan benar.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan


komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta diskriminasi.
Promosi kesehatan diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana, pemberdayaan, kemitraan dan
peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya serta didukung kebijakan publik dan
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan terlatih. Sasaran promosi kesehatan
meliputi pembuat kebijakan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud diutamakan pada populasi sasaran (populasi yang menjadi sasaran
program) dan populasi kunci (pengguna napza suntik; Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung
maupun tidak langsung; pelanggan/pasangan seks WPS; gay, waria, dan Laki pelanggan/pasangan
Seks dengan sesama Laki (LSL); dan warga binaan lapas/rutan).

Penerapan promosi kesehatan yang terintegrasi telah mulai dilakukan dengan


diterbitkannya SKB 5 Menteri tahun 2012 tentang Peningkatan Pengetahuan Komprehensif HIV
dan AIDS pada penduduk usia 15 sampai dengan 24 tahun. Selain langkah tersebut untuk lebih
tepatnya dampak promosi kesehatan pada penanggulangan HIV dan AIDS perlu dikembangkan
integrasi ketersediaan data kasus mulai dari pusat sampai ke daerah agar populasi kunci menjadi
lebih terarah dan kegiatan promosi kesehatan tepat sasaran. Tak kalah pentingnya adalah
penguatan pemberdayaan masyarakat dalam promosi kesehatan terintegrasi dengan melibatkan
masyarakat termasuk unsur perguruan tinggi untuk lebih mengedepankan isu promosi kesehatan
penanggulangan HIV/AIDS melalui penelitian dan sebagai bahan ajar dan bagi pelaku media baik
media cetak dan media elektronik sebagai media KIE terhadap HIV/AIDS serta mengoptimalkan
penggunaan media sosial (facebook, twitter, Line, WhatsApp, dll) sebagai media kampanye KIE
penyakit HIV/AIDS.

2.1.1 Strategi Bina Usada


Strategi bina suasana sebagai upaya menciptakan opini dan atau mengkondisikan
lingkungan sosial, baik fisik maupun non fisik agar mampu mendorong individu,

6
keluarga dan kelompok untuk mau melakukan perilaku pencegahan dan berperan
serta dalam pengendalian HIV dan AIDS. Kegiatan Bina suasana antara lain melalui.
(1) Kampanye Media Massa, strategi ini dengan menggunakan media massa
sebagai penyampaian pesan KIE HIV dan AIDS. Media yang bisa digunakan
adalah media yang diterbitkan secara luas (TV, Koran, majalah, Radio) dan
ditargetkan untuk populasi kunci seperti penduduk kelompok umur 15 – 24
tahun.
(2) Kampanye Media yang terfokus, strategi ini digunakan untuk populasi
tertentu yang berada di wilayah tertentu dengan jenis media tertentu/terfokus.
Media yang bisa digunakan adalah website informasi kesehatan dan media
jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, SMS, WhatsApp, Hotline, Gateway.
(3) Pengembangan Kapasitas, ditujukan ditujukan bagi staf pelaksana program
HIV dan AIDS serta pelaksana promosi kesehatan di tingkat kabupaten/kota
sampai tingkat lapangan sebagai ujung tombak pelaksanaan program.
Pelaksanaan strategi ini akan menggunakan cara: orientasi, pelatihan,
magang, diskusi, seminar, lokakarya, dll. Mengintegrasikan sumber daya
manusia untuk penanggulangan HIV dan AIDS perlu sekali mengingat
sumber daya manusia ini memiliki peran yang sangat strategis untuk
memastikan pelayanan kesehatan bisa diakses dan dimanfaatkan oleh mereka
yang membutuhkan.

2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat

Unsur pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam promosi kesehatan


penanggulangan HIV dan AIDS sebagai upaya menumbuhkan kesadaran,
kemauan, kemampuan masyarakat dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui :

(1) Intervensi Berbasis Sekolah, merupakan strategi utama dan langsung


kepada penduduk usia 15-24 tahun yang masih di bersekolah atau
kuliah. Intervensi jenis ini akan dilakukan oleh lembaga pelaksana mitra
yang profesional dengan cara tatap muka, baik secara individual

7
maupun kelompok kecil dan besar. Lembaga ini akan bekerja
menggunakan dan memanfaatkan infrastruktur yang telah ada.
Pelaksanaan strategi dalam intervensi ini dilakukan langsung di
lingkungan sekolah memanfaatkan kegiatan intra dan ekstrakurikuler.
Contoh : kegiatan UKS, Saka Bakti Husada, Kemah Bakti Mahasiswa.
Kegiatan ini diharapkan akan menjadikan sekolah atau kampus
perguruan tinggi menjadi Sekolah/Kampus Promosi Kesehatan.
(2) Intervensi Berbasis Luar Sekolah (Tempat Kerja, Komunitas dan
Tempat Nongkrong), Strategi ini dilakukan bagi penduduk usia 15-24
tahun yang tidak bersekolah atau mereka yang bersekolah tetapi lebih
strategis disasar di luar sekolah. Penduduk kategori ini termasuk:
mereka yang ada di tempat kerja, mal, warnet, kafe, bioskop, tempat-
tempat ibadah, jalanan, dll. Strategi ini akan dijalankan oleh lembaga
pelaksana mitra yang profesional yang bertugas melakukan kegiatan
sehari-hari dengan cara kontak langsung kepada sasaran secara
individual maupun kelompok kecil dan besar. Contoh Lembaga yang
bisa melakukan kegiatan ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Pemerintah Daerah/Komisi Penanggulanangan AIDS Daerah
(KPAD), dan atau Kelompok masyarakat yang terlatih dengan Media
KIE HIV/AIDS.

2.1.3 Advokasi

Advokasi dilakukan sebagai bentuk penguatan kebijakan terhadap promosi


kesehatan HIV dan AIDS. Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis
dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari para pengambil
keputusan dan pihak-pihak yang terkait (stakeholders) dalam pengendalian HIV
dan AIDS.

Perlu rasanya dilakukan keselarasan regulasi secara nasional dengan


regulasi tingkat daerah agar memudahkan implementasi kebijakan bagi pemangku
kepentingan untuk melakukan program promosi kesehatan. Strategi advokasi bisa

8
dilakukan dengan melakukan sosialisasi kebijakan yang terkait dengan
penanggulangan HIV/AIDS, dan penguatan kebijakan pada pemangku kebijakan di
pemerintahan. Advokasi memungkinkan untuk memasukkan kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan daerah dan RPJMD agar
tercapainya promosi kesehatan penanggulangan HIV dan AIDS dalam lingkup
pemerintah daerah yang melibatkan antar Satuan Organisasi Perangkat Daerah
(SOPD) yang terkait.

2.1.4 Kemitraan

Strategi kemitraan dilakukan untuk mendukung upaya advokasi, bina


suasana dan pemberdayaan masyarakat. Kemitraan yang dibangun terutama
kemitraan di tingkat lapangan dengan organisasi kemasyarakatan/lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang pengendalian HIV dan AIDS, kelompok
profesi, media massa dan swasta/dunia usaha. Strategi promosi kesehatan dalam
penanggulangan HIV dan AIDS yang terdiri dari unsur advokasi, bina suasana,
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan merupakan satu kesatuan yang akan
mendukung program promosi kesehatan satu sama lain.

Kegiatan promosi kesehatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS


diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat. Penyelenggaraan kegiatan tersebut
dilakukan dalam bentuk layanan komprehensif dan berkesinambungan yang
merupakan upaya yang meliputi semua bentuk layanan HIV dan AIDS yang
dilakukan secara paripurna mulai dari rumah, masyarakat sampai ke fasilitas
pelayanan kesehatan.

2.1.5 Pelayanan Kesehatan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan


maupun program promosi kesehatan lainnya. Promosi kesehatan tersebut meliputi:

(1) Iklan layanan masyarakat.

9
(2) Kampanye penggunaan kondom pada setiap hubungan seks berisiko penularan
penyakit.
(3) Promosi kesehatan bagi remaja dan dewasa muda.
(4) Peningkatan kapasitas dalam promosi pencegahan penyalahgunaan napza dan
penularan HIV kepada tenaga kesehatan, tenaga non kesehatan yang terlatih.
(5) Program promosi kesehatan lainnya.

Promosi kesehatan yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan diutamakan


pada pelayanan :

 Kesehatan peduli remaja.


 Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana.
 Pemeriksaan asuhan antenatal.
 Infeksi menular seksual.
 Rehabilitasi napza

Promosi Kesehatan yang terintegrasi dilakukan oleh semua pihak baik intansi
pemerintah secara vertikal sampai ke pemerintah daerah kabupaten/kota dan
komponen masyarakat. Contoh : integrasi promosi kesehatan adalah membudayakan
KIE pada semua lembaga terhadap kliennya dan dilakukan pelatihan petugas KIE
tersebut secara tepat oleh pihak-pihak yang berkompeten.

2.2 Imunisasi yang diberikan untuk penderita HIV dan AIDS.

Jika anda terinfeksi oleh HIV atau menderita AIDS, maka anda membutuhkan
pertahanan lebih terhadap berbagai infeksi seperti flu akibat penurunan sistem kekebalan
tubuh anda yang membuat anda sulit melawan berbagai infeksi.

Vaksin atau imunisasi dapat membantu tubuh anda mempertahan dirinya dari
berbagai infeksi. Akan tetapi, bila anda menderita HIV/AIDS, maka efek imunisasi yang
anda alami dapat berbeda dengan efek imunisasi pada orang lain yang tidak menderita
HIV/AIDS.
Tidak semua vaksin aman diberikan pada penderita HIV/AIDS. Vaksin yang dibuat dari

10
virus hidup yang dilemahkan dapat menyebabkan penderita HIV/AIDS mengalami infeksi
ringan. Penderita HIV/AIDS hanya dapat menerima vaksin tertentu yang tidak lagi
mengandung virus, atau bakteri yang hidup di dalamnya,

Efek Samping Vaksin Siapapun dapat mengalami beberapa efek samping vaksin di bawah
ini, baik anda menderita HIV/AIDS ataupun tidak. Beberapa efek samping tersebut adalah:

 Nyeri, kemerahan, atau pembengkakan pada bekas tempat suntikan vaksin


 Badan terasa lemah dan merasa lelah disertai mual

Bila anda menderita HIV/AIDS, maka terdapat beberapa efek samping tambahan saat anda
menerima vaksin yaitu :

 Vaksin dapat meningkatkan jumlah HIV di dalam tubuh anda


 Vaksin mungkin tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya bila kadar CD4 (salah satu
jenis sel darah putih) anda terlalu rendah. Mengkonsumsi obat antiretrovirus kuat
sebelum pemberian vaksin mungkin dapat membantu bila kadar CD4 anda rendah
 Vaksin yang berisi virus hidup yang telah dilemahkan dapat membuat anda mengalami
infeksi yang seharusnya dicegah melalui pemberian vaksin tersebut. Oleh karena itu,
anda sebaiknya menghindari menerima vaksin berisi virus hidup seperti cacar air atau
flu. Selain itu, hindarilah kontak dekat dengan seseorang yang baru saja menerima
vaksin berisi virus hidup tersebut selama 2-3 minggu. Vaksin MMR (measles, mumps,
dan rubella) merupakan satu-satunya vaksin berisi virus hidup yang kadangkala masih
boleh diberikan pada penderita HIV/AIDS. Akan tetapi, hindari vaksin MMR bila
kadar CD4 anda kurang dari 200, mengalami gejala HIV, dan mengalami gejala AIDS.

1. Vaksin yang Diperlukan Oleh Penderita HIV

Bagi seluruh orang dewasa dengan HIV positif, Hepatitis B (HBV)


Vaksin hepatitis B diberikan dalam 3 kali suntikan dalam waktu 6 bulan. Vaksin tidak
diberikan bila anda sedang menderita hepatitis atau bila anda masih memiliki kekebalan
terhadap virus hepatitis B. Lakukanlah pemeriksaan darah untuk memeriksa kekebalan
setelah anda menerima 3 kali suntikan vaksin hepatitis B. Jika kadar kekebalan anda

11
terlalu rendah, maka anda mungkin membutuhkan pemeriksaan lainnya. Vaksin ini
efektif selama sekitar 10 tahun.

2. MMR (Measles, Mumps, Rubela)

Vaksin MMR diberikan melalui 1 atau 2x suntikan, anda tidak perlu menerima
vaksin ini bila anda lahir sebelum tahun 1957, vaksin MMR merupakan satu-
satunya vaksin yang mengandung virus hidup yang boleh diberikan kepada
penderita, HIV positif akan tetap, tetapi hanya bila jumlah CD4 anda lebih dari 200.

3. Pneumonia

Vaksin pneumonia ini dapat diberikan melalui 1 atau 2 kali suntikan. Lakukanlah
vaksinasi ini segera setelah anda terdiagnosa HIV, kecuali bila anda telah menerima
vaksin ini dalam waktu 5 tahun terakhir vaksin ini akan efektif dalam waktu 2-3
minggu setelah pemberian. Bila anda menerima vaksin saat jumlah CD4 anda
kurang dari 200 maka ulangi pemberiannya setelah jumlah CD4 anda mencapai
200. Ulangi pemberian vaksin setiap 5 tahun.

4. DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus) atau DT (Difteria dan Tetanus)

Vaksin DT atau DPT diberikan melalui satu suntikan dan diulang setiap 10 tahun.
Pemberian vaksin dilakukan segera setelah anda mengalami luka seperti luka
terbuka yang lebar yang harus dijahit.

5. Hanya bagi beberapa orang dewasa dengan HIV positif Hepatitis A (HAV).

Vaksin hepatitis A diberikan dalam 2 suntik dalam waktu 6 bulan, pemberiann


vaksin ini dianjurkan pada,

 Pekerja di bidang kesehatan


 Pria yang berhubungan seksual dengan pria
 Pengguna obat yang diberikan melalui suntikan
 Penderita penyakit hati kronik

12
 Penderita hemophilia
 Orang yang berpergian ke Negara tertentu.

Vaksin ini efektif selama setidaknya 20 tahun.

6. Kombinasi Hepatitis A dan B

Diberikan melalui 3 suntikan dalam waktu 1 tahun. Vaksin ini diberikan pada
orang yang memerlukan vaksin hepatitis A dan B.

7. Meningitis Bakterial (Haemophilus Influenza tipe B)

Vaksin ini diberikan melalui 1 suntikan. Berkonsultasilah terlebih dahulu


dengan dokter anda sebelum menerima vaksin ini.

8. Meningitis Bacterial (Meningococcal)

Vaksin ini diberikan melalui 1 suntikan. Direkomendasikan bagi mahasiswa,


pelajar, anggota militer, dan orang yang berpergian ke negara tertentu.

2.3 Healt Care Follow Up

2.3.1 Rekomendasi Rencana Tindak Lanjut

Rekomendasi untuk rencana aksi untuk kebutuhan masyarakat harus dilihat


sebagai bagian dari Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014. Berikut ini
adalah beberapa butir pelengkap SRAN dari perspektif masyarakat. Pemilihan
prioritas geografis akan mengikuti apa yang ada dalam SRAN, dan fokus intervensi
adalah untuk mencegah sebanyak mungkin populasi kunci terinfeksi HIV dalam
rangka menekan epidemi HIV pada akhir tahun 2014. Pemilihan dilakukan
berdasarkan tingkat epidemi dengan mempertimbangkan perkiraan jumlah populasi
kunci, beban HIV dan AIDS, juga dukungan dari pemerintah lokal.

1. Meningkatkan layanan di tingkat lokal

13
Jika kebijakan yang menghambat mutu layanan untuk masyarakat dikarenakan
oleh upaya penegakan hukum, maka mengubah hukum adalah salah satu cara
untuk membuat hukum tidak lagi menghambat. Namun demikian, mengubah
hukum akan memakan waktu lebih lama daripada masa pelaksanaan RAN ini.
Oleh sebab itu, fokus dari rekomendasi adalah advokasi intensif kepada sektor-
sektor yang sudah bekerja dengan masyarakat, terutama mereka yang rentan
terinfeksi HIV dan AIDS untuk memaksimalkan pelaksanaan programnya.
Sementara itu upaya mengadovasi perubahan hukum tetap berjalan.
Adapun, sektor yang diharapkan dapat mengoptimalkan cakupan dan mutu
program, serta koordinasi antar sektor adalah, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Sosial, Kemnakertrans, Kemdikbud, Kementerian agama,
Kemeneg PP&PA, dan lainya. Koordinasi untuk harmonisasi program melalui
partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan adalah dalam :
a. mengembangkan dan melaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi
b. memperbaharui status pelaksanaan program melalui masukan dari
informasi strategis. Upaya ini membutuhkan keterlibatan seluruh pemangku
kepentingan terkait, termasuk mitra internasional dan nasional yang
diharapkan dapat memasukkan kegiatan bantuan teknis ini dalam agenda
mereka.
Pembelajaran dari praktek yang baik di lapangan, menunjukkan bahwa kita
selalu bisa bekerja dengan orang-orang di tingkat lokal, khususnya pada era
desentralisasi ini. Dimulai dari program-program yang sudah ada di Puskesmas,
kemudian meningkatkan keterkaitan antar berbagai program tersebut dengan
bantuan petugas puskesmas. Hal ini karena kita perlu memperhatikan
keberlangsungan program, termasuk orang-orang yang mengerjakan maupun
memastikan dukungan institusinya. Beberapa Puskesmas yang sudah
menjalankan program-program yang berbeda, seperti PKPR, Harm Reduction,
dan pengobatan IMS ternyat mampu mengelola dengan baik, secara vertikal
maupun horizontal, sehingga mampu menyediakan fasilitas, layanan dan
kebutuhan pelengkap yang dibutuhkan oleh pasien. Dengan menggunakan
teknik ini, terutama pada populasi kunci masyarakat, atau masyarakat yang

14
melakukan hubungan seks sebelum menikah, menggunakan obat terlarang, atau
memiliki masalah ketergantungan, Puskesmas dapat menyediakan akses
layanannya. Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana staff Puskesmas
mengatasi tantangan ini, yang ternyata cukup bervariasi antar Puskesmas,
diperlukan sebuah proses dokumentasi pembelajaran praktek yang baik pada
area pembelajaran yang berbeda sebagai bagian dari cara memperoleh
informasi strategis untuk meningkatkan akses masyarakat.
2. Mengintegrasikan program masyarakat pada program yang sudah ada
Penjangkauan seluruh populasi kunci masyarakat adalah strategi utama
untuk menghentikan epidemi, untuk mencegah sebanyak mungkin infeksi HIV
baru diantara mereka, dan pada gilirannya, pada pasangan seksual mereka dan
bayi. Masyarakat sudah menjadi bagian dari program secara keseluruhan, tetapi
jelas membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan semua masyarakat
dapat akses ke program. Hanya dengan memberikan perhatian pada kebutuhan
masyarakat, khususnya mereka yang karena perilakunya menjadi lebih berisiko
terinfeksi HIV dibandingkan rekan yang lebih tua. Dengan demikian, kita bisa
menekan prevalensi HIV pada masyarakat agar tetap lebih rendah dari yang
lebih tua, pada masing-masing populasi. Berjalannya program yang efektif
untuk mencegah infeksi baru pada masyarakat, atau “pendatang” baru dari
kalangan pekerja seks dan penasun, merupakan sebuah tanda yang baik bahwa
secara keseluruhan program berhasil mengendalikan epidemi ini.
Mengintegrasikan program masyarakat ke dalam program yang sudah ada
artinya:
a) Secara sistematis, melatih pendidik sebaya masyarakat dari populasi
kunci (pekerja seks, penasun, LSL)
b) Mendorong pelaksana program untuk mengembangkan program yang
spesifik masyarakat, seperti memfasilitasi masyarakat untuk
mendapatkan akses pendidikan dan berada di lingkungan yang lebih
baik sebagai anak yang haknya perlu dilindungi
c) Memfasilitasi populasi kunci masyarakat untuk secara aktif terlibat
dalam forum masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional maupun

15
regional sebagai salah satu cara untuk menarik lebih banyak orang
memahami perspektif masyarakat, memobilisasi sumber-sumber daya,
dan memberdayakan peran mereka dalam memberikan kontribusi yang
lebih berarti bagi penurunan epidemi
d) Mengembangkan jaringan sosial untuk masyarakat dan berbagi
informasi yang jujur dan benar tentang seksualitas dan hak kesehatan
reproduksi.
Juga sangat penting mengembangkan kemitraan antar sektor pemerintah dan
non pemerintah, termasuk sektor swasta, untuk penanggulangan masalah
masyarakat yang lebih baik. Kelompok kerja masyarakat dibutuhkan di setiap
Kota/Kabupaten dengan Komisi Penanggulangan Aids Kabupaten/Kota
sebagai pemimpin. Tujuan dari kelompok kerja masyarakat adalah
a. memastikan setiap masyarakat di jangkau oleh program yang efektif, dalam
sekolah, luar sekolah, di jalanan dan masyarakat rentan lainnya
b. memastikan masyarakat berisiko mendapatkan akses terhadap layanan
kesehatan
c. memfasilitasi pengembangan atau penguatan forum masyarakat dalam isu
kesehatan reproduksi dan haknya serta HIV dan AIDS.
3. Meningkatkan informasi strategis
Ketersediaan informasi strategis adalah salah satu prasyarat dalam
pelaksanaan program yang efektif. Hal ini ditekankan dengan jelas dalam
SRAN. Informasi strategis secara spesifik dibutuhkan untuk memastikan
program masyarakat terintegrasi dengan program yang sudah ada, adalah untuk
:
a. meningkatkan jaminan mutu
b. memastikan analisis data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan usia di
tingkat nasional, termasuk yang mendukung laporan kemajuan MDGs
c. mendorong para peneliti untuk mengembangkan proposal penelitian
yang bermutu

16
d. memastikan monitoring dan evaluasi dilaksanakan di tingkat lokal
untuk mendorong para pelaksana program membuat penyesuaian dalam
pemberian layanan sesegera mungkin.
Sehubungan dengan sistem jaminan kualitas untuk intervensi, sangat
penting mengembangkan instrumen yang mudah digunakan oleh
masyarakat dan sektor swasta sebagai pelengkap untuk instrumen yang
sudah dipakai di sektor pemerintah melalui dukungan dari LSM
internasional (Seperti HCPI, FHI, UN Families) dan juga termasuk
dukungan pengawasan pada pelaksana program. Untuk mendukung usaha
ini, kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil perlu
di dorong oleh Komisi Penanggulangan AIDS di semua tingkatan.
Di tingkat lokal, sangat penting memastikan tingkat propinsi memiliki
kapasitas melaksanakan pemetaan dan memperkirakan jumlah masyarakat
berisiko – idealnya juga dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota. Akan lebih
bermanfaat Jika kegiatan ini ini bisa dilaksanakan dengan menggunakan
anggaran daerah.
4. Meningkatkan keberlanjutan program
Rekomendasi yang disebutkan dalam bagian ini, sekali lagi, adalah
pelengkap dari SRAN dan dokumen lain untuk memastikan keberlanjutan
program. Program masyarakat dilihat oleh banyak pengambil kebijakan sebagai
investasi strategis. Hal ini merupakan sebuah keuntungan dalam mengadvokasi
yang bertujuan untuk perencanaan dan penganggaran, khususnya pada
anggaran pemerintah.
Mengacu pada situasi keuangan global untuk HIV dan AIDS yang
cendrung terus turun, serta upaya sistematis untuk meningkatkan anggaran
domestik pada tingkat nasional dan daerah harus berjalan, rekomendasi untuk
bagian ini adalah membuat daftar program HIV untuk masyarakat di tingkat
lokal, yang dilengkapi dengan anggaran pada setiap program yang ditawarkan,
kepada pengambil kebijakan dalam siklus anggaran pemerintah. Hal ini sejalan
dengan exit strategy yang diajukan kepada tingkat daerah untuk secara bertahap
menurunkan dukungan Global Fund kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota.

17
Untuk mendukung rekomendasi diatas, diperlukan keterlibatan yang
proaktif dari pelaksana program remaja, kepada mitra-mitra yang ada,
khususnya kementerian, termasuk dinas-dinas di provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksana program perlu menyediakan informasi lengkap yang dibutuhkan
dinas-dinas agar program masyarakat yang ditawarkan adalah bagian dari
mandat masing-masing dinas untuk mengendalikan epidemi HIV dan AIDS.
Sektor swasta, sampai sekarang, adalah sumber potensial untuk
mendukung program masyarakat terkait HIV dan AIDS. Koordinasi erat serta
pemberian informasi komprehensif kepada perusahaan sangat penting.
Informasi yang dimaksud adalah, tentang dampak dari pembangunan pada
masyarakat dan epidemi secara keseluruhan. Informasi akan lebih bermakna
bila disesuaikan dengan bentuk pembangunan/usaha perusahaan ini, misalnya
pertambangan, konstruksi, perkebunan, transportasi dan lainnya. Dalam
melakukan hal ini, sektor pemerintah terkait harus mengambil peran sebagai
pemimpin.
2.3.2 Penanggulangan Penyakit AIDS
Hingga saat ini telah banyak organisasi baik yang didirikan oleh sekelompok
masyarakat maupun pemerintah sebagai wujud kepedulian terhadap ODHA dan wabah
penyakit ini, terdapat beberapa cara penanggulangan penyakit AIDS bagi masyarakat yang
sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud cara melawan HIV AIDS.
1. Pemberian Penyuluhan Penyakit HIV/AIDS
Penanggulangan penyakit AIDS yang pertama yaitu dapat berupa memberikan
penyuluhan mengenai apa penyakit HIV itu sebenarnya dan bagaimana sebenarnya
cara yang dapat menularkan virus pada tubuh yang sehat. Kegiatan Penyuluhan ini
dapat dijadikan sebagai sebuah edukasi yang diberikan baik kepada masyarakat
maupun diberikan kepada siswa di sekolah yang mana harus menekankan kepada
mereka bahwa sebenarnya penyakit menular ini dapat dicegah dengan cara pencegahan
AIDS walaupun mereka berteman dengan dengan ODHA dalam kehidupan sehari-hari.
Penyuluhan yang dilakukan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu pelajaran
penting bagi masyarakat agar mampu untuk menghindari dan mengurangi kegiatan
yang dapat memperbesar resiko dan dapat sebagai cara pencegahan HIV AIDS.

18
2. Fasilitas pengobatan Narkoba
Fasilitas pengobatan yang menunjang sebagai salah satu pengobatan pecandu narkoba
dapat juga sebagai salah satu bentuk dari penanggulangan AIDS. Selain Seks bebas,
penggunaan jarum suntik pada pemakaian narkoba marak terjadi pada masyarakat
sehingga virus HIV dapat dengan mudah dan cepat menyebar dari satu tubuh yang telah
terinfeksi ke tubuh pecandu lainnya. Para pecandu narkoba akan berusaha memebuhi
asupan obat untuk dikonsumsi setiap hari bagaimanapun caranya, karena dorongan
kuat inilah yang dapat membuat pacandu tersebut tidak peduli lagi bagaimana cara ia
mendapatkan dan mengkonsumsi obat terlarang tersebut. Dengan ketersedianya
fasilitas yang dapat menunjang pengobatan narkoba maka diharapkan dapat
mengurangi penularan virus melalui alat suntik dan dapat lebih memerhatikan cara
menghindari virus HIV melalui narkoba.
3. Melakukan serangkaian tes HIV
Tes HIV merupakan bentuk penanggulangan penyakit AIDS lainnya, serangkaian
pemeriksaan kesehatan ini dapat dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja. Pada ibu
hamil ada baiknya pada saat memasuki tahap awal kehamilan untuk melakukan
pengecekan dan tes HIV sebagai standar perawatan selama masa kehamilan
sebagai cara pencegahan agar tidak tertular HIV pada janin yang dikandungnya.
Penularan virus HIV dapat juga ditularkan melalui tubuh ibu yang sedang hamil kepada
janin dalam kandungannya karena terdapat beberapa cara penularan seperti melalui
darah dan cairan ketuban yang dapat menularkan HIV. Cara ini juga dapat membantu
tubuh ibu yang positif HIV agar sesegera mungkin melakukan terap zidovudine atau
ZDV sebagai salah satu cara pencegahan penularan HIV melalui uterus dan perinatal.
Tiga cara penanggulangan penyakit AIDS di atas merupakan sebagian cara yang ada
kini telah dilakukan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna mengantisipasi
penularan virus HIV. Memiliki pola hidup yang sehat merupakan dasar keberhasilan
dari gagasan penanggulangan yang ada saat ini, menghindari sumber virus HIV baik
melalui kontak darah dan alat suntik bukan berarti menjauhi ODHA dalam kehidupan
bersosialisasi.

19
2.3.3 Monitoring dan evaluasi
Berdasarkan Strategi dan Rencana Aksi Nasional, kegiatan bagi masyarakat adalah
sebagai berikut:
1. Pemetaan

2. Komunikasi perubahan perilaku

3. Mobilisasi sosial

4. Advokasi

5. Menyediakan akses layanan, dukungan dan pengobatan yang ramah

6. Lingkungan yang mendukung

Sasaran yang harus di capai pada 2014 :


1. Tercapainya 95% masyarakat populasi umum yang memiliki pengetahuan
komprehensif tentang HIV&AIDS.
2. Tercapainya 80% masyarakat berisiko yang terjangkau oleh program
pencegahan yang efektif
3. Tercapainya 60% penggunaan kondom pada setiap hubungan seks tidak aman
dan penggunaan alat suntik steril di kalangan masyarakat berisiko
4. Tersedianya pelayanan komprehensif dan terintegrasi serta ramah
5. Meningkatnya permintaan atas informasi dan pelayanan terkait dengan
kesehatan reproduksi terutama IMS, HIV&AIDS, KTD dan aborsi aman dari
masyarakat
6. Semua ODHA masyarakat yang memenuhi syarat dapat menerima ARV,
pengobatan, perawatan dan dukungan yang manusiawi, profesional dan tanpa
diskriminasi, serta didukung oleh sistem rujukan dan pembinaan serta
pengawasan yang memadai
7. Semua ODHA masyarakat dan orang-orang yang terdampak oleh HIV dan
AIDS terutama masyarakat mempunyai akses terhadap dukungan sosial dan
ekonomi dan perlindungan hukum

20
8. Terciptanya lingkungan yang mendukung dan memberdayakan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi, melindungi diri dari eksploitasi seksual,
mengalami KTD dan aborsi tidak aman, risiko berkonflik dengan hukum
9. Meningkatnya pemenuhan kewajiban masyarakat sebagai bentuk tanggung
jawab warga negara
10. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola program HIV&AIDS
yang ramah
11. Meningkatnya komitmen pemerintah (kebijakan dan penganggaran bersumber
dari dalam negeri untuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS masyarakat
secara berkesinambungan).

Pedoman M&E pelaksanaan SRAN 2010-2014, khusunya untuk


penduduk, dikembangkan sebagai bagian dari Dokumen Rencana M&E
Nasional, sebagai panduan dalam pengumpulan dan pengolahan data menjadi
informasi strategis yang dapat bermanfaat untuk perencanaan, pengambilan
keputusan dan pengembangan kebijakan. Informasi yang diperoleh akan secara
sistematis di integrasikan pada sistem monev nasional. Hal ini untuk
memungkinkan para pemangku kepentingan saling berkoordinasi dan
melakukan harmonisasi upaya penanggulangan AIDS pada penduduk maupun
penduduk dewasa.

2.4 Tata Laksana Pemberian ARV


Saat Memulai Terapi ARV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila
tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk
menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum.
Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARVpada ODHA dewasa.
1. Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah
didasarkan pada penilaian klinis.

21
2. Tersedia pemeriksaan CD4

Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang
Dewasa, 2011, Kementrian Kesehatan RI 2012, Jakarta

2.4.1 TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA POPULASI KHUSUS


Terdapat beberapa
kelompok dan keadaan
khusus yang memerlukan
suatu perhatian khusus ketika
akan memulai terapi
antiretroviral. Kelompok
khusus tersebut antara lain
kelompok perempuan hamil;
kelompok pecandu NAPZA
suntik dan yang
menggunakan Metadon.
Sementara keadaan khusus yang perlu diperhatikan adalah keadaan Koinfeksi HIV
dengan TB dan Koinfeksi HIV dengan Hepatitis B dan C.
1. Terapi ARV untuk ibu hamil
Terapi antiretroviral/ARV/HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy) dalam
program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission – PPIA = Pencegahan
Penularan Ibu ke Anak) adalah penggunaan obat antiretroviral jangka panjang

22
(seumur hidup) untuk mengobati perempuan hamil HIV positif dan me ncegah
penularan HIV dari ibu ke anak Pemberian obat antiretroviral dalam program
PMTCT/PPIA ditujukan pada keadaan seperti terpapar berikut ini.

2. Terapi ARV untuk Ko-infeksi HIV/Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C (HCV)


Hepatitis merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui darah (blood
borne disease) dan merupakan salah satu penyakit ko - infeksi pada HIV khususnya
hepatitis B & C. Infeksi hepatitis C sering dijumpai sebagai ko-infeksi pada ODHA
pengguna NAPZA suntik. Infeksi hepatitis B dan hepatitis C tidak mempengaruhi
progresivitas penyakit HIV, namun infeksi HIV akan mempercepat progresivitas
penyakit hepatitis B dan C dan mempercepat terjadinya end stage liver
disease(ESLD)
a. Terapi ARV untuk koinfeksi hepatitis B
 Hepatitis B dan HIV mempunyai beberapa kemiripan karakter, di
antaranya adalah merupakan blood - borne disease, membutuhkan
pengobatan seumur hidup, mudah terjadi resisten terutama jika
digunakan monoterapi dan menggunakan obat yang sama yaitu
Tenofovir, lamivudine dan emtricitabine. Entecavir, obat anti hepatits B
mempunyai efek anti retroviral pada HIV juga akantetapi tidak
digunakan dalam pengobatan HIV.
 Perlu diwaspadai timbulnya flare pada pasien ko-infeksi HIV/Hep B
jika pengobatan HIV yang menggunakan TDF/3TC dihentikan karena
alasan apapun.
 Mulai ART pada semua individu dengan ko-infeksi HIV/HBV yang
memerlukan terapi untuk infeksi HBV-nya (hepatitis kronik aktif),
tanpa memandang jumlah CD4 atau stadium klinisnya. Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia (PPHI) merekomendasikan memulai terapi
hepatitis B pada infeksi hepatitis B kronik aktif jika terdapat:
peningkatan SGOT/SGPT lebih dari 2 kali selama 6 bulan dengan
HBeAg positif atau HBV DNA positif.

23
 Adanya rekomendasi tersebut mendorong untuk dilakukan diagnosis
HBV pada HIV dan terapi yang efektif untuk ko-infeksi HIV/HBV
 Gunakan paduan
antiretroviral yang
mengandung aktivitas
terhadap HBV dan
HIV, yaitu TDF + 3TC
atau FTC untuk
peningkatan respon
VL HBV dan
penurunan
perkembangan HBV
yang resistensi obat
3. Terapi ARV untuk Ko-infeksi Tuberkulosis
Terapi ARV diketahui dapat menurunkan laju TB sampai sebesar 90% pada
tingkat individu dan sampai sekitar 60% pada tingkat populasi, dan
menurunkan rekurensi TB sebesar 50%. Rekomendasi terapi ARV pada Ko-
Infeksi Tuberkulosis :
 Mulai terapi ARV pada semua individu HIV dengan TB aktif,
berapapun jumlah CD4.
 Gunakan EFV sebagai pilihan NNRTI pada pasien yang memulai terapi
ARV selama dalam terapi TB.
 Mulai terapi ARV sesegera mungkin setelah terapi TB dapat ditoleransi.
Secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu.
Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menurunkan angka kematian ko-infeksi
TB-HIV, potensi menurunkan transmisi bila semua pasien HIV memulai terapi
ARV lebih cepat, dan meningkatkan kualitas hidup, menurunkan kekambuhan TB
dan meningkatkan manajemen TB pada pasien ko-infeksi TB- HIV.

24
4. Terapi ARV pada Pengguna NAPZA suntik
Kriteria klinis dan imunologis untuk pemberian terapi ARV pada pasien dengan
ketergantungan NAPZA tidak berbeda dengan rekomendasi umum. Pengguna NAPZA
suntik yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan terapi ARV harus pula dijamin
dapat menjangkau obat. Perhatian khusus untuk populasi tersebut adalah berhubungan
dengan gaya hidup yang tidak menentu sepanjang hidupnya sehingga dapat
mempengaruhi kepatuhan terapinya. Selain itu perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
interaksi antara terapi ARV dengan zat-zat yang mereka gunakan seperti misalnya
Metadon. Dianjurkan pengembangan suatu program yang memadukan perawatan
ketergantungan obat (termasuk terapi substitusi) dengan HIV sehingga pasien terpantau
dengan lebih baik. Penggunaan paduan ARV dengan dosis sekali sehari masih dalam
penelitian untuk diterapkan sehingga bisa untuk mempermudah terapi.
5. Terapi ARV untuk individu dengan penggunaan Metadon
Pemberian metadon bersamaan dengan EFV, NVP atau RTV untuk ODHA dengan
riwayat NAPZA suntik berakibat menurunnya kadar metadon dalam darah dan tanda-
tanda ketagihan opiat. Pemantauan tanda ketagihan harus dilakukan dan dosis metadon
perlu dinaikkan ke tingkat yang sesuai untuk mengurangi gejala ketagihan tersebut.
Sangat direkomendasi untuk memulai terapi ARV tanpa harus menghentikan metadon
dan sebaliknya
Paduanyang direkomendasi adalah AZT atau TDF + 3TC + EFV atau NVP
ARV bukan merupakan kontraindikasi pada penasun (pengguna napza suntik) yang
masih menggunakan NAPZA atau sedang dalam terapi rumatan Metadon
Keputusan memberikan terapi ARV pada penasun yang masih aktif menggunakan
NAPZA ditentukan oleh tim medis dengan mempertimbangkan kepatuhan
Perlunya memperhatikan (kemungkinan) interaksi obat antara ARV, Metadon dan obat
lain yang digunakan, sehingga dosis metadon kadang perlu dinaikkan.
6. Terapi ARV pada keadaan Nefropati yang berhubungan dengan HIV (HIV-associated
nephropathy = HIVAN)
 HIVAN biasanya ditemukan pada stadium lanjut infeksi HIV dan bisa
ditemukan pada berapapun jumlah CD4
 Semua pasien HIV dengan proteinuria perlu dicurigai sebagai HIVAN

25
 HIVAN hanya dapat didiagnosis berdasarkan biopsi ginjal
 Paduan yang dianjurkan adalah AZT + 3TC + EFV atau NVP
 Tenofovir (TDF) mempunyai efek samping pada fungsi ginjal, maka tidak
digunakan bila pasien dalam keadaan gangguan fungsi ginjal
 Sangat direkomendasi untuk memulai terapi ARV pada kasus HIVAN tanpa
memandang CD4

26
BAB III
PENUTUP

3. 1 Simpulan

Penyebaran AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah ada disekitar
kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat
ini belum bisa dicegah dengan vaksin. HIV merupakan penyakit yang sangat berbahaya, maka dari
itu kita harus waspada terhadap virus tersebut. Sebaiknya kita tidak melakukan hal-hal yang dapat
menularkan penyakit tersebut. Ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati.

3. 2 Saran
Agar kita semua terhindar dari AIDS, maka kita harus berhati-hati memilih pasangan
hidup, jangan sampai kita menikah dengan pasangan yang mengicap HIV / AIDS, karena selain
dapat menular kepada diri kita sendiri juga dapat menular kepada janin dalam kandungan kita. Kita
juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik secara bergantian dan tranfusi darah dengan
darah yang sudah terpapar HIV.

27
Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan. 2011. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovial pada
orang Dewasa. Tersedia Pada https://angsamerah.com. Diakses Pada Tanggal 22
September 2018.

Infokes. 2016. Promosi kesehatan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Tersedia Pada
https://infokes.com. Diakses Pada Tanggal 22 September 2018.

Webbly. 2015. Remaja Final. Tersedia Pada https://fokusmuda.com. Diakses Pada Tanggal 22
September 2018

28

Anda mungkin juga menyukai