A. Pendahuluan
Era globalisasi dan moderenisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindari oleh manusia dan negara-negara di dunia dalam berbagai aspek
kehidupanny.1 Di dalam era globalisasi dan modernisasi selalu bersentuhan
dengan teknologi dan informasi yang tidak dapat dihindari dan sangat cepat
berkembang. Teknologi adalah aplikasi dari pengetahuan yang terorganisasi
kepada tugas-tugas praktis dengan melalui sistem-sistem yang tertata dan mesin-
mesin.2 Arti lainnya adalah tugas-tugas “tradisional” telah berganti dengan era
moderinisasi global dalam masyarakat luas sebagaimana yang dikatakan
Hutington modernisasi merupakan suatu poses perubahan ketika masyarakat yang
sedang memperbarui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik
yang dimiliki masyarakat modern.3 Artinya, jika ada manusia atau suatu negara di
dunia yang menolaknya maka sama artinya dengan mengucilkan diri dari
masyarakat modern dan dunia International serta menempatkan dirinya menjadi
“behind the times”, “tidak up-to-date”, “tertinggal” atau “ketinggalan zaman”.
1
Robby Darwis Nasution, “Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi
Terhadap Eksistenasi Budaya Lokal”, Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Opini Publik 21, No. 1,
(Juni 2017)., hal 32.
2
Daniel Nuhamara, Dkk, Pendidikan Agama Kristen Di Perguruan Tinggi, (Bandung:
Bina Media Informasi), 2007, 105.
3
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
Dan Poskolonial, (Jakarta: Rajagrafindo Persada) , 2012, 81.
Heraclitus seorang filsuf Yunani ribuan tahun yang lalu sudah mencatatkan
pemikirannya yaitu, “The only thing that is constant is change!”4 tidak heran
banyak para ilmuan juga mendeskripsikan perubahan dengan berbagai konsep
pemikirannya seperti teori evolusi punctuated eguilibrium yang dikenal di bidang
biologi dipakai untuk menjelaskan sebuah inovasi besar yang disruptif.5
Ini merupakan definisi model yang menjelaskan “periode perubahan
bertubi-tubi yang terputus melalui dobrakan teknologi yang sama sekali baru”.
Maksudnya, ketika dunia usaha berjalan menapaki jalan yang terjal menuju suatu
tujuan yang sudah disediakan sebagaimana mestinya dan ketika sudah mencapai
puncak tujuan dengan keletihan yang tinggi tiba-tiba perubahan terjadi di segala
sektor, undang-undang berubah, peraturan berubah, cara berpikir berubah, dan
sebagainya maka timbulah kekacauan dan banyak yang ingin tinggal pada
situasinya. Ada juga yang kembali ke peraturan lama, itulah punctuated
eguilibrium. Semua orang saling menyalahkan dan ketakutan sehingga banyak
perguruan tinggi dan sekolah-sekolah harus mengambil alternatif dalam dunia
pendidikan saat mengahadapi The Great Shifting akibat teknologi digital saat ini.6
Prof. Clayton M. Christensen, pakar bisnis dari Harvard Business School,
menjelaskan gangguan atau kerusakan pasar bisnis di era disrupsi mendorong
pembangunan produk atau layanan tidak terduga pasar sebelumnya dengan
dampak menciptakan konsumen yang bervariasi dan harga yang murah.7 Era
disrupsi menimbulkan peristiwa shifthing sehingga efek psikologis berdampak
signifikan pada produktivitas pasar dunia. Artinya, peradaban revolusi industri
memasuki peradaban digital di semua sektor dari musik, film, perdagangan,
periklanan, politik, dan pendidikan mengalami transformasi ke dalam platform
digital.
Sebagai contoh kecil dalam masyarakat kita yang memakai media sosial
facebook pada tahun 2010 ketika memasuki tahun 2019 semua terlihat usang oleh
karena hadirnya berbagai media lainnya seperti path, instragram, whatsapp. Apa
yang terlihat modern ternyata dapat terlihat tradisional, misalkan dunia kini telah
memasuki “revolusi industri 4.0” (akan dijelaskan selanjutnya) yang sekarang
didengungkan oleh sebagian negara untuk meningkatkan peformanya khususnya
di Indonesia ternyata di belahan lain dunia telah memasuki RI 5.0 seperti Jepang
dan sebagian negara Eropa. Jadi, industri 4.0 adalah produk kemajuan ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat dengan daya inovasi dan teknologi tinggi
sehingga mengecilkan arti tapal batas politik dan geografi menurut Martin Wolf.8
Maksudnya, ada sifat “ingin lebih tahu” dalam diri manusia untuk lebih bebas,
lebih maju, lebih mampu berhubungan dengan satu dan lainnya di situasi yang
berbeda sehingga, kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi
4
Agung Laksamana, Public Relations in the Age of Disruption: 17 Pengakuan
Professional PR & Kunci Sukses Membangun Karier pada Era Disrupsi (Jakarta: Mizan Digital
Publishing, 2018)., hal 10.
5
Rhenald Kasali. The Great Shifting Series On Disruption. Lebih Baik Pegang Kendali
daripada di Kuasai (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018)., hal viii.
6
Rhenald Kasali. Ibid., hal ix.
7
(sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Inovasi_disruptif).
8
Martin Wolf . Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004)., Hal
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya sehingga pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial budaya,
ekonomi, agama, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-
nilai (etika), pemikiran, dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks
global dan lokal.
Di dalam konteks keagamaan sejak lama disinggung tentang perubahan.
Perubahan dibutuhkan di setiap hidup manusia untuk dipikirkan sebagaimana
Rasul Paulus katakan dalam Roma 12: 2 “…berubahlah oleh pembaruan budimu”
kalimat aslinya (Yun) “alla metamorphoō ho anakainō sis ton humō n nous” yang
artinya: tetapi berubahlah oleh pembaruan pikiranmu. ISV menulis: but
continually be transformed by the renewing of your minds. Kata metamorphoō
untuk kata “berubahlah”, kemudian membentuk kata metamorfosis dalam ilmu
Biologi, yaitu perubahan bentuk dari ulat menjadi kupu-kupu. Dalam perubahan
setiap menusia sudah pasti bersentuhan dengan sifat-sifat atau perilaku manusia
mengahadapi teknologi yang entitasnya bermuara pada masyarakat sosial.
Dari penjelasan di atas sebagai mahasiswa yang tengah berhadapan
dengan proses belajar tentunya tidak dapat lagi menghindari era Revolusi Industri
4.0 yang mengedepankan belajar berbasis teknologi dan informasi terintegrasi
dalam nilai-nilai sosial masyarakat yang perlu disikapi oleh mahasiswa
bedasarkan nilai-nilai kristiani (etika Kristen).
B. Eksistensi Teknologi
Munculnya teknologi sama tuanya dengan hadirnya manusia di dunia.
Pada waktu Adam dan Hawa jatuh dalam dosa Alkitab mencatat mereka membuat
pakaian dari daun pohon ara untuk menutupi tubuh mereka yang telanjang
(Kejadian 3: 7), dari sinilah teknologi secara sederhana muncul dan berkembang.
Perkembangan selanjutnya oleh Yabal, Tubal, dan Tubal-Kain memulai industri
dan teknologi yang mereka kuasai seperti kemah, ternak, kesenian, dan
pertukangan (Kejadian 4: 20-22). Setelah itu sejarah mencatat bangsa-bangsa di
dunia mulai mengembangkan teknologinya sampai pada zaman aufklarung (abad
ke-17 dan 18) saat filsafat semangkin kritis oleh mazab rasionalisme dan
positivisme berlanjut pada era Revolusi Industri 4.0 sekarang ini.
1. Sejarah Singkat Revolusi Industri di Belahan Dunia
Dalam berbagai literature KBBI, revolusi industri memiliki benang merah
yaitu dari perubahan yang bersifat sangat cepat disebut “revolusi” dan berbagai
pelaksanaan proses produksi sebagai “industri”, yang menjadikan perubahan
signifikan dalam implementasi proses produksi ketika proses pekerjaan dilakukan
oleh manusia telah berganti mesin serta menjadikan barang produksi memiliki
nilai tambah (value added) yang komersial.9 Maksudnya, mesin industri tidak lagi
dikuasai manusia sepenuhnya melainkan menggunakan Programmable Logic
Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis computer.10 Maka dampaknya
dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini terlihat dalam
9
Nurdianita Fona., Pengembangan Revolusi Industri 4.0 Dalam Berbagai Bidang
(Jakarta: Guepedia Publisher, 2019)., Hlm., 9.
10
Nurdianita Fona, 2019, Ibid., Hlm. 13.
interprestasi perubahan sosial, kebudayaan, politik, moneter, pendidikan, sistem,
dan sebagainya secara cepat dalam masyarakat.11
Fredrich Engels dan Louis Auguste di pertengahan abad ke-19 memprakarsai
revolusi industri menjadi sebuah trend dalam masyarakat modern.12 European
Parliamentary Research Service yang dijelaskan Davies dalam kajiannya
menyampaikan bahwa revolusi industri telah terjadi empat kali .13
Dunia telah memasuki era baru sebagai dampak globalisasi yang diuraikan
dalam The Fourth Industrial Revolution yang menyatakan bahwa dunia telah
mengalami empat tahapan revolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada
abad ke 18 sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2)
Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang
membuat biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada
sekitar tahun 1970-an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri
4.0 sendiri terjadi pada sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan
internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia
dan mesin .14
16
Adit Kusnandar, Jurnal Https://Osf.Io/6hsz7/Download/?Format=Pdf (Diakses Tgl 2 Agustus
2019 Pkl 15.30 Wib)., Hlm. 2.
17
Ibid., 37.
18
“Revolusi Industri 1.0-4.0,” (31 Maret 2018), Di Akses 22 Juni 2018, Https://Ivoox.Id/Revolusi-
Industri-Dari-1-0-Hingga-4-0/.
19
Santoso A.Z, Para Penggerak Revolusi, (Jakarta: Penerbit Laksana, 2017)., Hlm. 38.
20
Nurdianita Fona, Ibid., Hal 13
21
Hoedi Prasetyo & Wahyudi Soetopo, “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
Perkembangan Riset,” Hal 17.
otomatisasi berbasis komputer dan robot. Maksudnya, sektor industri tidak
dikendalikan oleh manusia melainkan didominasi komputerisasi. Beberapa
kemajuan dalam Revolusi Industri 3.0 adalah, teknologi komputer, akses internet,
peralatan elektronik smartphone, inovasi sistem perangkat lunak, inovasi dan
pengembangan sumber energi baru.22 Alih-alih mengatakan era digital dalam RI
3.0 mengusung sisi kekinian (real time). Maksudnya, RI 3.0 mengubah pola relasi
dan komunikasi masyarakat kontemporer. Yang dimaksud adalah pengurangan
tenaga kerja manusia tidak terelakkan.23 Sudah jelas dampak penemuan ini sangat
signifikan bagi lapangan pekerjaan.
22
Adit Kusnandar, Ibid, Hlm 1.
23
Https://Ivoox.Id/Revolusi-Industri-Dari-1-0-Hingga-4-0/ Di Akses 22 Juni 2018.
24
Nurdianita Fona, Ibid., Hlm. 14.
25
Hoedi Prasetyo & Wahyudi Sutopo, Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
Perkembangan Riset. Https://Ejournal.Undip.Ac.Id/Index.Php/Jgti/Article/Viewfile/18369/12865,
(Diakses Tgl 2 Agustus 2019 Pkl: 11:28 Wib)., Hlm. 19
Indonesia .26 Sumber didapat dari survei kepada 5.900 sampel dengan margin of
error 1,28 persen, sementara data lapangan diambil selama periode Maret hingga
14 April 2019,27 sebagaimana yang terlihat dalam gambar di bawah ini.
Survei lain dari APJII tahun 2018 saja menunjukan bahwa pengguna
internet hampir semua didominasi generasi “milenial”, Gen “Z” dan “Alpha”
sebagai pengguna terbanyak. Generasi ini adalah generasi yang lahir di bawah
pengaruh teknologi sehingga dapat terlihat dari perilaku yang dominan yaitu,
ketergantungan dengan teknologi sangat kuat misalnya, dari tahun 2016 APJII
menyebutkan konten yang paling banyak digunakan adalah onlineshop, bisnis dll.
Terbukanya komunikasi dan informasi dunia luar sering mempunyai
dampak yang luas, bisa positif atau negatif. Tidak heran dijumpai berbagai
penyimpangan atau pelanggaran etika (nilai-nilai) misalnya, dalam perilaku
penyimpangan sering terjadi dalam penggunaan internet seperti cybersex dan
cyber-affair, sexting dan pornografi, cyberstalking dan cyberbullying, hal lainnya
adalah judi di internet, ini merupakan suatu penyimpangan dalam bentuk
kecanduan dalam dunia maya yang dihadapi generasi milenial ke atas. Sudah pasti
masalah perilaku sangat berhubungan dengan nilai-nilai yang dianutnya ketika
teknologi menjadi entitas, maka manusia memiliki identitas ganda. Artinya,
kehidupannya jadi berbeda antara dunia nyata dan duni maya. 29 Tidak heran
Indonesia merupakan incaran kejahatan dunia di dunia maya (cyber Crime) yang
telah dijelaskan dalam acara Indonesia Cyber Crime Summit bertempat di Institut
Teknologi Bandung (ITB), Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia yang
26
APJII, Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018 (2018), Adobe PDF ebook
27
Erwin Prima., Tempo.co. https://tekno.tempo.co/read/1205948/survei-apjii-pengguna-
internet-indonesia-capai-171-juta-jiwa/full&view=ok (diakses tgl 10 Agustus 2019, pkl. 22:30
wib)., hal 1.
28
APJII, Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018 (2018), Adobe PDF e-book, hal 3; &
Marcel Rombe Baan (Editor) Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB,
https://stei.itb.ac.id/id/blog/2017/06/19/sejak-kapan-masyarakat-indonesia-nikmati-internet/
(diakses tgl 10 Agustus 2019 pkl. 23:22 wib)., 1.
29
David Alinurdin. Etika Kristen dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan menurut Perspektif
Alkitab, (Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan, 2018 ojs.seabs.ac.id)., hlm. 94-96.
paling banyak mendapatkan serangan di dunia maya pada 2014 dan tentu akan
mengalami peningkatan di tahun 2019 ini.30
30
David Alinurdin. Ibid., hlm. 94.
31
APJII, Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2018 (2018), Adobe PDF e-book, hal 3; & Marcel
Rombe Baan (Editor) Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB,
https://stei.itb.ac.id/id/blog/2017/06/19/sejak-kapan-masyarakat-indonesia-nikmati-internet/
(diakses tgl 10 Agustus 2019 pkl. 23:22 wib)., 1.
penemuan di bidang bioteknologi yang dapat membantu manusia dalam obat-
obatan dll.
32
Raymond R. Tjandrawinata, Industri 4.0: revolusi industri abad ini dan pengaruhnya pada
bidang kesehatan dan bioteknologi Raymond R. Tjandrawinata.
https://www.researchgate.net/.../293695551_Industri_40_revolusi_industri_abad_ini_. (diakses
tgl 3 Agustus 2019, pkl. 18:07 wib), hlm. 5.
33
Fifi Julfiati, Implementasi Usaha-Usaha Kesejahteraan Sosial Di Era Digital Revolusi Industri
4.0 http://www.jurnal-eresha.ac.id/index.php/esit/article/view/90. (diakses tgl 3 Agustus 2019
pkl. 19:25 wib)., 10.
34
Venti Eka Satya. Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Info-Singkat-X-9-I-P3DI-Mei-
2018-249.pdf (diakses tgl 3 Agustus 2019 pkl, 12:44 wib)., hlm. 2.
35
Muhamad Ngafifi, “Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial
Budaya” Jurnal Pembangunan Dan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi 2, No. 1, (2014), 39.
kekeluargaan berganti sikap individualisme, egosentrisme dan adanya
ketidakharmonisan dalam keluarga.
3) Teknologi digunakan untuk hal-hal yang negatif. Contohnya: adanya
kecanduan bermain internet, gadget dan game, media sosial digunakan
untuk berita hoax, ujaran kebencian dan radikalisme, perselingkuhan,
penipuan, human trafficking, pencurian kata sandi, "cyber bullying", dan
pencurian data, dan lain-lain.
36
Misi Gereja di Era Disruption Oleh Gatut Priyowidodo. http://repository.
petra.ac.id/17908/1/Publikasi1_06016_3923.pdf (diakses tgl 8 Agustus 2019 pkl, 19:55).,
hlm.2.
37
Aryanto Budiono. Prudensia. Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Volume 1, No 2, (Sekolah
Tinggi Theologia Baptis Jakarta, Desember 2018)., hlm. 8.
b. Dampak Negatif bagi Agama
Memasuki era Revolusi Industri 4.0 maka setiap perguruan tinggi harus
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yaitu, dapat menguasai
teknologi dan informasi, serta mengembangkan keilmuannya secara aktif, kreatif,
inovatif, adaptif. Tidak itu saja bahwa perguruan tinggi juga harus menyiapkan
perangkat sistem yang bekerja dalam mendukung proses kinerja dosen,
mahasiswa serta tenaga kependidikan. Hal tersebut disampaikan pemerintah
Indonesia dalam hal ini Belmawa-Ristekdikti pada Rakernas 2018 lalu bahwa
memasuki era RI 4.0 perguruan tinggi perlu mengembangkan literasi baru yaitu
data, teknologi, dan sumber daya manusia untuk dimamfaatkan dan mengolah
data untuk diterapkan ke dalam teknologi. Selanjutnya diingatkan bahwa
Universitas perlu mencari metode agar dapat mengembangkan kapasitas kognitif
mahasiswa: higher order mental skills, berpikir kritis dan sistematik, agar dapat
betahan di era RI 4.0.38
Perguruan tinggi di Indonesia sudah harus melek mata bahwa revolusi
industri 4.0 membutuhkan kesiapan dalam menghadapi tantangan internal dan
eksternal, baik skala nasional maupun internasional sehingga dapat menghasilkan
luaran (mahasiwa dan lulusan) yang berkualitas dalam daya saing pasar yang
kompetitif.
38
Dirjend Belmawa. https://belmawa.ristekdikti.go.id/2018/01/17/era-revolusi-industri-4-0-perlu-
persiapkan-literasi-data-teknologi-dan-sumber-daya-manusia/ (diakses tgl 17 Agustus 2019 pkl
14.00 wib).,
2) Dosen dapat mengembangkan pembelajaran yang lebih aktif, inovatif,
kreatif dengan menggunakan internet of things (IoT), yang dapat
mengkoneksi setiap instrumen pembelajaran satu sama lainnya secara
virtual yang menunjang kinerja operasional dan evaluasi program (output).
3) Bagi dosen, mahasiswa dan alumni dapat mempromosikan hasil karyanya
baik berupa jurnal, prosiding, e-book dll, untuk mendapatkan tanggapan
dari media sosial. Hasilnya dapat dijadikan indikator keberhasilan serta
mengevaluasi mutu perguruan tinggi.
4) Revolusi Industri 4.0 membuka peluang belajar e-learning bagi siapa saja
khususnya mahasiswa oleh karena ketersediaan informasi yang melimpah
dan sangat memberikan mafaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan di
perguruan tinggi yaitu dengan menggunakan format baru dalam proses
pembelajaran mulai dari face to face, blended learning, maupun full online
learning.
5) Lulusan perguruan tinggi (alumni) atau mahasiswa dapat membangun jiwa
kewirausahaan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan
memanfaatkan peluang yang muncul dari Revolusi Industri 4.0.
1) Tidak kreatif dan kehilangan daya usaha. Dosen dan mahsiwa dalam
mengerjakan tugas ilmiah banyak yang memakai metode “copy paste”,
maksudnya cukup mencari di internet lalu meng-copy paste karya orang
lain.
2) Kecanduan games. Games dalam internet sangat digemari oleh siapa saja
bahkan sampai ke perguruan tinggi. Waktu bekerja dan belajar habis
dipakai untuk bermain games sehingga kehilangan daya kerja (kinerja).
3) Media sosial dapat mengubah diri seorang mahasiswa menjadi antisosial
saat aktivitas sosialnya hanya di dunia maya tidak langsung face to face
sehingga dalam masyarakat nyata menjadi tertutup.
4) Mahasiswa memiliki kecendrungan “malas belajar” oleh karena
dimanjakan dengan berbagai akses teknologi sehingga lebih banyak
waktunya bermain di dunia maya (internetan) untuk kesenangan semata.
5) Terjadinya pelanggaran moral dan asusila. Mahasiswa mengakses video-
video pornografi, kekerasan, dan radikalisme. Berbagai media masa
mewartakan kasus radikalisme masuk ke perguruan tinggi dan kekerasan
akibat konten-konten media yang dapat diakses dengan mudah.
6) Perguruan Tinggi tidak menutup kemungkinan menjadi cyber university,
oleh karena bebasnya informasi yang diakses. Maksudnya, kejahatan
dapat terjadi dalam dunia maya seperti spamming dan pelanggaran hak
cipta, walware, juga serangan DoS dll.
6. Teknologi dalam Etika Kristen
7. Kesimpulan
Sebagai mahasiswa Kristen dalam menyikapi Revolusi Industri 4.0
“harus” memiliki kearifan lokal. Hal tersebut berkaitan dengan pola pikir,
pandangan, atau falsafah hidup, visi, dan arah tindakan bedasarkan pengalaman
untuk melewati masalah-masalah kedewasaan sikap dan peka memandang
berbagai fenomena.40 Dari penjelasan tersebut ada yang perlu menjadi acuan
yaitu visi dan arah tindakan serta kedewasaan dalam bertindak. Maksudnya,
mahasiswa adalah generasi yang tidak hanya hidup dengan teknologi saja, namun
ada nilai-nilai yang perlu dikembangkan agar tidak tercabut dari akar budaya dan
falsafah serta agama pada waktu menggunakan teknologi. Untuk itu, perlunya
inovasi bedasarkan kearifan lokal yang disesuaikan dengan sosial masyarakat
yang memberikan manfaat serta peningkatan sumber daya manusia dan
kesejahteraan serta, “takut akan Tuhan”. Amsal 1: 7 berkata: “Takut akan Tuhan
adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan“. Artinya, teknologi yang ada dalam ilmu pengetahuan harus digunakan
dengan benar untuk memuliakan Tuhan. Dan teknologi adalah sebagai sarana
untuk mendewasakan iman mahasiswa. Kedewasan iman mahasiswa dan
moralitas dapat terjadi jika mahasiswa memahami literasi iman, “Segala tulisan
yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran”. (2 Tim. 3: 16). Di sinilah nilai-nilai tersebut menyadarkan kita
bahwa teknologi tidak membawa manusia pada kesempurnaan hidup melainkan
“pengetahuan akan Allah”, yaitu “sampai kita semua telah mencapai kesatuan
iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan
tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” (Ef. 4: 13).
39
Jujun S. Suriasumantri. Iman dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakikat
Ilmu ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001)., hlm. 4.
40
Sebuah Bunga Rampai. Inovasi Teknologi Informasi Untuk Kemajuan Bangsa; Fakultas
Teknologi Informasi Universitas Kristen Duta Wacana (Yogyakarta: Andi Ofset, 2016)., 16.