Anda di halaman 1dari 11

TEKNOLOGI DAN DIGITALISASI DAKWAH

(Pergeseran Sarana dan Media Dakwah Era Milenial)

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Dakwah

Dosen Pengampu: Muhammad Hamsah, S.Pd.I., M.Pd.

Disusun Oleh:

Nur Istiani (43020170062)

Muhammad Ilham S (43020170069)

Khamud

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH (MD)

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)

SALATIGA

2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman dari waktu ke
waktu saluran atau media dakwah juga mengalami perkembangan. Pada
masa lalu selain media lisan, kita mengenal media kentongan sebelum umat
manusia mengenal tulis baca, lalu media tulisan, media elektronik dan
sekarang media sosial atau dalam istilah shu- Chen Tsai, komunikasi yang
dimediasi oleh komputer semacam internet dan media sosial yakni media
yang berbasis jaringan luas.
Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan “digitalis dakwah”
tidak hanya bermakna “yutubisasi dakwah” sebagaimana umum dipahami
atau bagaimana memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kemajuan dakwah. Dalam makalah ini penyusun akan membahas mengenai
pergeseran pemikiran terkait teknologi dakwah, yaitu: (1) Dari teologi ke
teknologi merupakan telaah pergeseran orientasi dari langit ke bumi; (2) Dari
era industri ke era informasi, merupakan tahni’ah terhadap datangnya era
baru yaitu era digital;(3) Dari zoon logon echon ke homo digitalis,
merupakan kajian tentang pergeseran eksistensi manusia dan perannya di
ruang-ruag publik;(4) Dari teknologi ke eskatologi merupakan kilas balik
bagaimana teknologi dikonstruksi sebagai alat untuk melapangkan jalan
menuju kemuliaan diakhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pergeseran pemikiran dari teologi ke teknologi?
2. Bagaimana pergeseran pemikiran dari Industri ke Informasi?
3. Bagaimana pergeseran pemikiran dari zoon logon echon ke homo
digitalis?
4. Bagaimana pergeseran pemikiran dari teknologi ke eskatologi?
PEMBAHASAN

A. Dari Teologi ke Teknologi


Disadari bahwa Islam tak hanya bermakna agama dalam arti religi,
tetapi sebuah sistem hidup, manhaj hayah, atau meminjam istilah HAR Gibb,
sistem peradaban yang lengkap.1 Ini memang keistimewaan Islam sebagai
agama terakhir, penyempurna agama-agama terdahulu. “Islam itu akidah dan
syariah” tulis Mahmud Syaltut, Syekh al Azhar ketika itu.
Studi Islam, demikian Harun, harus belajar semua disiplin ilmu,
bukan hanya ilmu-ilmu keislaman tetapi juga sains modern. Inilah pemikiran
yang antara lain mendasari atau menjadi salah satu pertimbangan
pengembangan (trasformasi) IAIN menjadi UIN seperti yang ada sekarang
ini. Perlu ditambahkan disini bahwa islam juga mendorong kemajuan sains
dan teknologi atau biasa disingkat iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Presiden BJ Habibie, sebagai tokoh islam paling terkemuka dalam bidang
ini, pernah mempopulerkan istilah imtak (iman takwa) dan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi). Seperti sudah umum dipahami, umat islam agar
tidak tertinggal dari umat-umat lain, didorong agar meningkatkan
penguasaan iptek. Dalam pemikiran Presiden ke-3 RI itu, kemajuan dan
kemuliaan Islam pada masa sekarang dan mendatang, amat sangat ditentukan
oleh penguasaan umat terhadap integrasi imtak dan iptek itu. Jadi, disini ada
pergeseran dari imtak (teologi) ke iptek (teknologi). Namun pergeseran ini
tidak dalam arti meninggalkan atau memisahkan tetapi justru dalam
kerangka integrasi keduanya untuk kemajuan Islam.
Meskipun demikian, pada kenyataannya orientasi berpikir dan
bertindak umat, setidak-tidaknya menurut pengamatan Amin Abdullah,
belum banyak neranjak dari pola pemikiran normatif, tekstual, dan
dokterinal, sehingga umat Islam perlu didorong agae mengembangkan

1
A.Ilyas Ismail. True Islam;Moral, Intelektual, Spiritual. 2013 (Jakarta : Mitra Wcana
Media) hlm 1-7
pemikiran baru yang tak hanya filosofis kan tetapi juga dapat menyejarah.
Dalam era ini (teologi ke teknologi) sebuah orientasi pemikiran yang
diharapkan dapat mendekatkan umat dengan teknologi dan
mengkapitalisasikannya untuk Islam dan kemanusiaan secara umum dan
kemajuan dakwah secara lebih khusus.
B. Dari Industri ke Informasi
Di era informasi ini, seperti dikatakan Sarita Nayyar, Managing
Director, Forum Ekonomi Dunia, World Economic Forum (WEF), diseluruh
dunia orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mempergunakan
komputer, laptop, smartphone, dibanding aktivitas atau pekerjaan yang lain.
Kenyataan ini menandai munculnya era baru yang oleh Nayyar disebut “ Era
ketersambungan manusia sejagat”. Ini tentu berimplikasi terhadap
bagaimana kita saling berhubungan satu dengan yang lain, juga bagaimana
kita belajar dan bekerja dengan cara-cara yang baru amat impactful.2
Pada era ini sedang terjadi apa yang dinamakan revolusi industri ke
empat (bisa disebut revolusi 4.0) dimana media, industri hiburan dan
informasi merupakan hal paling pokok dari transformasi ini. Seperti umum
diketahui, industri ini menyediakan alat-alat digital berbagai layanan dan
aplikasi, juga konten yang menghubungkan kita kapan pun dan dimana pun.
“Tidak ada orang perusahaan atau pemerintahan yang bisa acuh tak acuh
kepada implikasi penggunaan media digital yang semakin marak diindustri
maupun masyarakat akhir-akhir ini.3
Akibatnya struktur kehidupan manusia berubah. Mereka berinteraksi
dan saling tersambung satu dengan yang lain melalui berbagai cara yang
amat mudah. Dengan begitu sensibilitas dan psikologi mereka juga berubah,
karena koneksi online dalam jaringan menghilangkan (menembus) batas-
batas pribadi dan profesional. Sekarang ini rasa harus akan informasi yang
langsung (actual) telah mendorong orang untuk melakukan koneksi online.
2
Sarita Nayyar. Digital Media and society: Implikations in a Hyperconnected Era. 2016
(USA: World Economic Forum) hlm 3
3
Ibid. hlm 4
Maka menjdi penting memikirkan bagaimana kita dapat memperbesar sisi
positif dari penggunaan media yang semakin pesat, serta menyadari
bagaimana cara mencegah paling tidak meminimalisasi sedari awal dampak
yang tidak dikehendaki. Era informasi digital adalah era baru dimana
komunikasi menjadi sesuatu yang niscaya.
Dalam bukunya Lucian, The Digital Economy, Promis and Peril in
the age of networked intelligence, Don Tapscott, seorang pemerhati
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Amerika Serikat
menyatakan bahwa perkembangan ekonomi dunia sedang mengalami
perubahan dari dinamika masyarakat industri yang berbasis pada baja,
kendaraan dan jalan raya ke arah dinamika masyarakat ekonomi baru yang
dibentuk oleh silicon, komputer dan jaringan.
Dipastikan bahwa pada masa depan, teknik digital akan banyak
digunakan, selain karena lebih murah, juga lebih berkualitas, bahkan semua
akan serba digital dan inilah abad sigital atau revolusi digital. Era digital
memberi kemudahan dalam akses data, mencari informasi, mengolah,
mengirimkan dan menerima data. Komunikasi bisa dilakukan tidak hanya
face to face seperti pada masa lalu, tetapi dapat dilakukan secara virtual
melalui jaringan intenet. Inilah fase dimana terjadi apa yang dinamakan
ledakan data yang memunculkan kosa kata baru, data besar. Data besar ini
bisa dikelola untuk berbagai kepentingan hidup baik pendidikan, ekonomi,
perdagangan dan bahan politik.
C. Dari Zoon Logon Echon ke Homo Digitalis
Pada masa lalu, sejak Aristoteles, manusia lebih dikenal sebagai
makhluk rasional yang pandai berpikir dan bertutur kata, Zoon Logon echon.
4
Sedangkan pada era digital saat ini, eksistensi manusia tak hanya ditentukan
oleh pemikirannya semata, tetapi juga oleh kekuatan lain bernama teknologi.
Sebut saja internet. Kemajuan teknologi dan penetrasi internet dalam

4
A. Ilyas Ismail. Menggagas Paradigma Baru Dakwah Era Milenial. 2018 (Jakarta:
Prenada Media) hal 192
kehidupan saat ini telah mendorong lahirnya manusia baru bernama, “Homo
Digitalis”.5 Ia hidup dan memiliki kedekatan dengan teknologi. Ia sangat
bergantung pada teknologi. Kemajuan untuk mengenal dan meneliti sumber,
Source atau pengirim sender, secara cermat dan akurat. Pasalnya sebelum
sebuah informasi selesai dibaca sudah datang lagi berita atau informasi
bertubi-tubi bagaikan gelombang yang amat dahsyat. Hal ini karena era
digital memungkinkan setiap orang menjadi agen bahkan “trendsetter”,
pencetus berita atau informasi yang mencuat ke permukaan dan menjadi
perhatian publik. Era digital berbeda dengan era sebelumnya membangunapa
yang disebut massa aktif. Pada masa lalu, pemberitaan lebih terpusat pada
agen tunggal yang dikendalikan dan dikuasai oleh media. Sekarang
keadaannya berbeda. Setiap orang yang melek internet dapat dan
memungkinkan ia menjadi agen pemberitaan, bahkan “trendsetter”. Dengan
cepat ia dapat merespons, memproduksi, dan menyebarkan berita apapun
yang ia kehendaki keseluruh jagat. Inilah suasana yang kemudian
menyebabkan timbulnya apa yang disebut ledakan data digital.
Konsep ruang dan waktu pun berubah atau mengalami pergeseran
makna. Waktu mengalami pengerutan, begitu juga dengan ruang. Ruang
dalam arti teritorial tak ada lagi. Kini ruang dan waktu menjadi liminal,
selalu dalam ambang batas yang relatif terkendali. Manusia digitalis bisa
bergerak lebih bebas dari satu waktu kewaktu yang lain, dari masa kini
kemasa lalu melalui substitusi artifisial yang diciptakannya sendiri. Ia juga
bisa berpindah dari ruang tertentu, ruang yang relijius keruang lainnya,
ruang penuh maksiat seperti pornografi, hanya dalam hitungan detik saja.
Selain wilayah darat, laut dan udara, kita memiliki ruang publik baru,
bernama cyberspace yang diterjemahkan dengan dunia maya. Semula
cyberspace hanyalah dunia imajiner, tetapi kini bisa dihadirkan sebagai
sebuah dunia.

5
Ibid. hlm 192
Diruang cyber, manusia adigitalis memiliki kebebasan hampir tak
terkendali. Ia bebas memproduksi informasi, mengolah dan mengirimkannya
keseluruh jagat melalui media sosial.6 Di sinilah persoalan timbul dalam
berbagai bentuk dan raganya. Sebut saja misalnya yang paling umum dan
lumrah, yaitu berita bohong, hoax, berita palsu, fake news, fitnah dan ujaran
kebencian, hate speech dan segala bentuk provokasi yang berpotensi
memecah belah bangsa. Medsos seperti kita saksikan belakangan ini
cenderung anarkis, konfliktual dan menciptakan permusuhan ditengah-
tengan masyarakat. Perushaan-perusahaan raksasa yang memiliki aplikasi
medsos seperti tidak mau tahu dan tidak perduli terhadap moralitas dalam
bermedia. Tampaknya, yang penting bagi mereka adalah keuntungan
finansial. Konflik sosial dan politik justru sengaja diciptakan untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap media dan demi meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan media.
Persoalan yang harus direspons diera digital sekarang dimana
masyarakat mendapatka akses yang sehalus-halusnya untuk memproduksi,
mengolah dan menyebarkan berita keseluruh jagat raya secara bebas. Jika
keadaan ini dibiarkan maka manusia akan kembali kezaman purbakala dan
tanpa mengenal hukum dan aturan, selain hukum rimba, di mana masing-
masing orang bisa berbuat sekehendaknya dan yang kuat menindas dan
memangsa saudaranya sendir yang lemah. Keadaan ini ibarat manusia bar
bar, sebelum manusia mengenal aturan atau pemerintahan atau negara,
seperti dibayangkan Thomas Hobes dalam gaya monumentalnya, The
Laviatan.7 Pemerintah/negara, kalangan perguruan tinggi, agama dan
institusi keagamaan, serta kelompok masyarakat, civil society, mesti
bertindak cepat agar homo digitalis tidak berubah menjadu homo barbaris

6
Ibid. hlm 196
7
Ibid. hlm 197
atau meminjam istilah F.Budi Hardiman, menjadi homo brutalis yang sangat
kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan.8
D. Dari Teknologi ke Eskatologi

Teknologi mungkin di masa depan akan menguasai ndunia, bahkan sekarang pun dunia
sudah mulai dikuasai oleh teknologi dimana teknologi akan membuat semua manusia
bergantung dengan teknologi dan dengan teknologi itu akan membuat manusia lalai.
Seperti salah satu contohnya ketika manusia sudah ketergantungan dengan teknologi
zaman sekarang yaitu handpone yang bisa digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh,
tapi dengan adanya handpone itu manusia menjadi tidak memperdulikan lagi
silaturahmi karena sudah bisa berkomunikasi jarak jauh dengan handpone, secara tidak
langsung handpone bisa merenggangkan tali silaturahmi yang sebelumnya erat menjadi
renggang karena adanya handpone yang bisa berkomunikasi jarak jauh dan tidak harus
bersilaturahmi ke lokasinya, karena itu membuat manusia lebih tertutup dan menuju
zaman ahir.

Eskatologi sendiri adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh
umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman). Dalam mistisisme,
ungkapan ini merujuk secara metaforis kepada akhir dari realitas biasa, dan kesatuan
kembali dengan Yang Ilahi. Dalam banyak agama tradisional, konsep ini diajarkan
sebagai kejadian sesungguhnya pada masa depan yang dinubuatkan dalam kitab suci
atau cerita rakyat. Dalam pengertian yang lebih luas, eskatologi dapat mencakup
konsep-konsep terkait seperti, misalnya Era Mesianik atau Mesias, akhir zaman, dan
hari-hari terakhir.

8
Ibid. hlm
PENUTUP

Simpulan

Pergeseran pemikiran terkait teknologi dakwah, yaitu: Pertama, dari


teologi ke teknologi merupakan telaah pergeseran orientasi dari langit ke bumi.
Pergeseran ini tidak dalam arti meninggalkan atau memisahkan tetapi justru
dalam kerangka integrasi keduanya (teologi dan teknologi) untuk kemajuan
Islam. Kedua, dari era industri ke era informasi, merupakan tahni’ah terhadap
datangnya era baru yaitu era digital. Pada era ini sedang terjadi apa yang
dinamakan revolusi industri ke empat (bisa disebut revolusi 4.0) dimana media,
industri hiburan dan informasi merupakan hal paling pokok dari transformasi ini.
Seperti umum diketahui, industri ini menyediakan alat-alat digital berbagai
layanan dan aplikasi, juga konten yang menghubungkan kita kapan pun dan
dimana pun. “Tidak ada orang perusahaan atau pemerintahan yang bisa acuh tak
acuh kepada implikasi penggunaan media digital yang semakin marak diindustri
maupun masyarakat

Ketiga, dari zoon logon echon ke homo digitalis, merupakan kajian


tentang pergeseran eksistensi manusia dan perannya di ruang-ruang publik, era
ini, eksistensi manusia tak hanya ditentukan oleh pemikirannya semata, tetapi
juga oleh kekuatan lain bernama teknologi. Manusia adigitalis memiliki
kebebasan hampir tak terkendali. Ia bebas memproduksi informasi, mengolah
dan mengirimkannya keseluruh jagat melalui media sosial. (4) Dari teknologi
ke eskatologi merupakan kilas balik bagaimana teknologi dikonstruksi
sebagai alat untuk melapangkan jalan menuju kemuliaan diakhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Ilyas. 2013. True Islam;Moral, Intelektual, Spiritual (Jakarta : Mitra


Wcana Media)
Ismail, Ilyas. 2018. Menggagas Paradigma Baru Dakwah Era Milenial.
(Jakarta: Prenada Media)
Nayyar, Sarita. 2016. Digital Media and society: Implikations in a
Hyperconnected Era. (USA: World Economic Forum)
Achtemeier, P. J., Harper & Row, P., & Society of Biblical Literature, Harper's
Bible Dictionary, San Francisco: HarperCollins Publishers, 1985, ISBN, s.v.
"eschatology"

Anda mungkin juga menyukai