Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH

“SANITARY LANDFILL”
Dosen Pengampu: Iwan Suryadi, SKM, M.Kes

KELOMPOK 6
(Kelas B)

1. Ajeng Wahyu Trisna Waty (R0218006)


2. Andika (R0218010)
3. Denny Anwar Ramadhan (R0218032)
4. Finisa Putri Maharuta (R0218048)
5. Isna Tasya Salsabilla (R0218060)
6. Julia Aisyah Nur (R0218064)
7. Ria Hesti Utami (R0218098)
8. Sherina Chafiidhiya R (R0218106)
9. Thalita Salsabila Luklunirahara (R0218116)

PROGRAM STUDI D4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2019
i
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................... 2
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................................ 2
1.4 MANFAAT ........................................................................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
2.1 DEFINISI SANITARY LANDFILL ............................................................................................. 3
2.2 REGULASI TERKAIT SANITARY LANDFILL ...................................................................... 4
2.3 SYARAT DAN KRITERIA ........................................................................................................... 5
2.4 STUDI KASUS DAN EVALUASI PENERAPAN ....................................................................... 7
BAB III......................................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................................... 9
3.1 SIMPULAN ..................................................................................................................................... 9
3.2 SARAN ............................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan suatu kota umumnya mengikuti pesatnya perkembangan
jumlah penduduk, baik dari faktor alami seperti kelahiran dan kematian maupun
dari perpindahan ke suatu kota. Pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan
kota akan meningkatkan aktivitas di perkotaan. Pembangunan dari berbagai
sektor pun akan semakin pesat. Pembangunan yang pesat seringkali menghasilkan
dampak yang negatif terhadap lingkungan karena tidak di dukung oleh kesadaran
dalam melestarikan lingkungan dalam kegiatan pembangunan (Fathiras, 2011)
Bertambahnya jumlah penduduk serta berkembangnya aktivitas masyarakat,
menimbulkan dampak meningkatnya sampah, baik secara jumlah maupun
variasinya. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup, produksi sampah
dalam satu hari yang dihasilkan setiap individu mencapai 2,5 liter.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang selaras dengan maraknya
pembangunan akan memberikan dampak pada lingkungan yang semestinya harus
tetap diperhatikan terutama dalam hal pembuangan sampah. Tantangan dari
bertambahnya volume sampah setiap tahunnya menjadi kewajiban tersendiri yang
harus direalisasikan demi keberlangsungan pembangunan berkelajutan.
Salah satu teknik dalam pengolahan sampah maupun limbah yaitu dengan
sistem sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan cara pembuangan sampah
pada suatu daerah tertentu dengan memadatkan sampah dan ditutup dengan tanah
setiap harinya dengan sedemikian rupa (INSWA, 2013). Teknik ini biasanya
belokasi jauh dari pemukiman warga untuk menghindari masalah sosial
dikarenakan bau dari pembusukan sampah dan menghindari penyebaran bibit
penyakit yang berasal dari TPA.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasar latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah regulasi terkait pengadaan sanitary landfill?
2. Bagaimanakah kriteria dan prasayarat sanitary landfill?

1.3 TUJUAN

Berdasar rumusan masalah diatas, maka diperoleh tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui regulasi terkait pengadaan sanitary landfill.

2. Untuk mengetahui kriteria dan prasyrat sanitary landfill.

1.4 MANFAAT

Berdasar tujuan diatas, maka diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Mahasiswa dapat memahami manajemen pengelolaan dan penanganan limbah


secara komprehensif.

2. Mahasiswa mampu memahami implementasi terkait regulasi tentang


pengadaan sanitary landfill.

3. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terkait sanitary landfill yang sudah ada
untuk perbaikan dimasa mendatang.

4. Menjadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah terkait


pentingnya pengadaan dan pemeliharaan sanitary landfill.

5. Sebagai wawasan bagi masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya terkait pengelolaan limbah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI SANITARY LANDFILL


Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara
sehat dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk
menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis
demi lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada dialam terbuka
(Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
 Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak
dapat menyingkirkan seluruh limbah.
 Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani
lebih lanjut.
 Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara
kimia, atau sulit untuk dibakar.

Sesuai UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sistem sanitary


landfill ini merupakan salah satu sistem pengolahan sampah terkontrol dengan
sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang di Tempat Pemprosesan Akhir (TPA)
kemudian sampah dipadatkan dengan buldozer dan selanjutnya ditutup tanah.

Metode Sanitary landfill (Piled Sanitary Land), adalah sistem pembuangan


limbah yang dilakukan dengan menimbun limbah dan dipadatkan, kemudian
ditutup dengan tanah sebagai penutup. Pekerjaan pelapisan penutup tanah
dilakukan setiap hari pada akhir jam operasional, prosesnya dilakukan secara
bertahap hingga tahap ke 4 dalam hal teknik operasional proses pengelolaan
limbah.
Sanitary landfill yaitu menimbun sampah di tanah yang berlekuk untuk
ditutup dengan lapisan tanah. Penimbunan ini dilakukan secara berulang-ulang
seperti kue lapis yang terdiri atas penimbunan sampah yang ditutup tanah. Tanah
yang semula berlekuk menjadi rata oleh sanitary landfill sehingga harga tanahnya
bisa naik berlipat-lipat karena bisa dipakai untuk berbagai keperluan, seperti
tempat sarana olahraga, tanaman hijau dan lain-lain. Pengelolaan sampah pun
tumbuh menjadi sentra keuntungan. Yang penting harus dijaga agar sampah tidak
merusak lingkungan, merembes dan mencemari air tanah.
Ini merupakan salah satu metode pengolahan sampah terkontrol dengan sistem
sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),
kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya ditutup tanah. Bila
tempat pembuangan sudah mencapai kapasitas maksimum dan setelah semua
kegiatan operasi selesai maka lapisan tanah terakhir adalah 2 ft (60 cm) atau lebih.
Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat tersebut
dilengkapi system saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah cair
sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai atau ke
lingkungan. Di sanitary landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan
gas hasil aktivitas penguraian sampah.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill, yaitu :

3
a. Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.
b. Memerlukan lahan yang luas.
c. Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan.
d. Aspek social harus mendapat perhatian.
e. Harus dipersiapkan instalasi drainase dan system pengumpulan gas.
f. Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan
zat-zat beracun).
g. Memerlukan pemantauan yang terus-menerus

Masalah- masalah lain yang mungkin dapat timbul akibat landfill yang tidak
terkontrol adalah sebagai berikut :
a. Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan untuk
tujuan lain.
b. Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat mencemari
sumber air.
c. Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-zat
atau polutan sampah.
d. Penyumbatan badan air.
e. Merupakan tempat yang menarik bagi berbagai binatang (tikus, anjing liar).
f. Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar
penyakit.
g. Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam
tumpukan sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan
tekanan tertentu.

2.2 REGULASI TERKAIT SANITARY LANDFILL


1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008
Pasal 44, bahwa paling lambat pada tahun 2013 setiap pemerintah daerah/kota
sudah memiliki TPA yang representatif dan memenuhi kaidah teknis maupun
lingkungan. Peraturan terkait persampahan ini masih jalan ditempat dan masih
banyak permasalahan pengelolaan sampah di daerah/kota di Indonesia,
sehingga diperlukan suatu kajian komprehensif sebagai pemicu sekaligus dasar
yang kuat bagi pelaksanaan implementasi teknologi sanitary landfill.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 81 tahun 2012 tentang


Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga
Pasal 22 Ayat (1)
 Huruf a
Metode lahan urug terkendali (controlled landfill) yaitu metode pengurugan
di areal pengurugan sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan
tanah penutup sekurang- kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini
merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu menerapkan
metode lahan urug saniter (sanitary landfill).
 Huruf b
Yang dimaksud dengan lahan urug saniter (sanitary landfill) yaitu sarana
pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara
4
sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan sampah pada area
pengurugan, serta penutupan sampah setiap hari.

3. Menteri Pekerjaan Umum No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasarana


dan Sarana Persampahan Dalam Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;

4. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala


Bappenas No.4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pedoman


Pengelolaan Sampah.
2.3 SYARAT DAN KRITERIA
Berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA, TPA
dengan sistem pengurukan (sanitary landfill) kawasannya dibagi menjadi zona
penyangga, zona budi daya terbatas, dan zona budi daya, serta memiliki beberapa
ketentuan lain sebagai berikut:
A. Ketentuan Umum
1. Pembagian Zona Sekitar TPA, kawasan sekitar TPA dibagi menjadi :
a. Zona penyangga;
b. Zona budi daya terbatas.
2. Penentuan Jarak Zona
a. Zona penyangga : diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada
jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan
SanitaryLandfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian
lingkungan yang dilaksanakan di TPA.
b. Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona
penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak
TPA yang berupa:
 Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya
yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari;
 Bahaya ledakan gas metan;
 Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat; dan
 Lain-lain.

B. Ketentuan Teknis
Pada TPA baru atau yang direncanakan :
1. Zona Penyangga
 Zona penyangga sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan
Pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan Sistem
Controlled Landfill dan Sanitary Landfill dengan jarak 0 – 500 meter.
Pemanfaatan lahannya ditentukan sebagai berikut:
a) 0 – 100 meter : diharuskan berupa sabuk hijau; dan
5
b) 101 – 500 meter : pertanian non pangan dan hutan.
 Ketentuan pemanfaatan ruang:
a. Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan
tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan
tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama
tanaman yang dapat menyerap bau; dan
b) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m.
b. Pemrosesan sampah utama on situ.
c. Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi
pembakaran (incenerator) bersama unit pengelolaan limbahnya.
d. Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona
penyangga.
2. Zona Budi Daya
Pola ruang dalam zona budi daya ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah yang berlaku, RDTR dan peraturan zonasi yang telah ditetapkan untuk
kawasan bersangkutan.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yaitu Lembaga Pemerintah


Non-Kementerian yang berada dibawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi. Pada Annual Report 2014 Bab IV, memuat “Desain dan
Rekomendasi TPA Sanitary Landfill Kabupaten/Kota” sebagai berikut:
Pemilihan Lokasi:
1. Aksebilitas
Akses jalan menuju ke fasilitas landfill harus dibuat khusus untuk meminimalkan
potensi erosi dan perubahan sistem drainase. Pengembangan dan operasional
landfill dapat menimbulkan lalu lintas kendaraan yang cukup siginfikan.
Pertimbangan akses jalan harus dikonsultasikan dengan Dinas Perhubungan dan
instansi terkait lainnya.

2. Pertimbangan Jumlah Curah Hujan


Besarnya curah hujan berkaitan dengan tingkat kesulitan penyediaan sarana TPA sampah
yaitu parit pembuangan air larian, kolam pengumpul leachate dan instalasi
pengolahannya. Semakin tinggi curah hujan semakin tinggi pula tingkat kesulitannya dan
memerlukan rekayasa teknologi. Jumlah hujan yang semakin rendah, maka semakin baik
untuk dijadikan lokasi TPA.

3. Pertimbangan Temperatur dan Arah Angin


Arah angin yang tidak menuju ke lokasi permukiman, untuk mencegah paparan
kepada masyarakat. Temperatur yang panas dan angin dapat menyebabkan debu
dan putaran angin serta berpotensi menjadi pemicu terjadinya kebakaran.

4. Pertimbangan Kestabilan Tanah


Lokasi TPA harus pada area yang stabil dan bebas dari patahan serta longsor.
Daerah yang rentan terhadap gerakan tanah merupakan daerah yang tidak layak

6
bagi lokasi TPA, karena akan menimbulkan bencana baik terhadap infrastruktur
maupun memicu penyebaran pencemaran terhadap lingkungan sekitar.

5. Pertimbangan Area Aliran Air


Jika lokasi TPA dekat dengan aliran air maka meningkatkan resiko pencemaran
air. Dampak yang mungkin terjadi adalah pencemaran air untuk air minum atau
perikanan.

6. Syarat Geologi dalam Pemilihan Lokasi


SNI nomor 03-3241-1994 tentang kriteria penentuan lokasi TPA menyebutkan
beberapa aspek geologi yang dikaji adalah batuan penyusun dan kerawanan
bencana. Batuan penyusun akan menentukan kondisi struktur wilayah dan
penyerapan air. Sedangkan kondisi kerawanan bencana terkait dengan pergerakan
lempeng, aktivitas vulkanik dan bahkan kerawanan bencana longsor.

2.4 STUDI KASUS DAN EVALUASI PENERAPAN


LPA SAMPAH SANITARY LANDFILL DI KOTAMADYA PADANG
Daerah digunakan adalah daerah dengan topografi bergelombang dengan Janis tanah
podzolik merah kuning yang mempunyai kandungan fiat tinggi serta homogen
sehingga penyaringan larutan akan lebih baik daripada jenis tanah yang banyak
mengandung pasir. Sistem sanitary landfill di daerah ini masih tergolong sederhana
karena pada lapisan bawah dari LPA Sampah belum dibuat lapisan kedap air.
Pelaksanaan sistem sanitary landfill tanpa lapisan kedap akan menimbulkan suatu
masalah yaitu sampah yang tertimbun di LPA akan mengalami proses akumulasi dan
degradasi (pemecahan). Hasil-hasil degradasi tersebut akan tersebar ke dalam tanah
di sekitarnya melalui infiltrasi dan perkolasi.
Kualitas air kolam penampung air cucian (leachate) LPA sampah sanitary landfil Air
dingin dari hasil analisis sifat fisika dan kimia kualitasnya cukup rendah, jika
dibandingkan dengan parameter Baku Mutu Air Limbah Kep-51/ MENLH/10/1991.
Berdasarkan analisis sifat fisika dapat diketahui parameter yang melampaui baku
mutu adalah kekeruhan untuk semua jarak, sedangkan parameter bau metampaui
baku mutu untuk jarak 300 m dan 600 m dari LPA Sampah. Untuk parameter suhu
masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Berdasarkan analisis sifat kimia
parameter yang melampaui baku mutu adalah pH, NH3, dan SO4 untuk semua jarak,
parameter KMnO4 untuk jarak 300 m dan 600 m dari LPA Sampah, sedangkan N03
dan NO2 tidak melampaui baku mutu. Kandungan bakteriologi di daerah peneiltian
cukup tinggi.

7
Evaluasi

Permasalahan sampah hingga kini masih menjadi masalah yang cukup sulit untuk
ditangani. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlah produksi sampah pun ikut
meningkat. Di Indonesia, sudah menggunakan 2 sistem penanganan di Tempat
Pembuangan Sampah Akhir. Salah satunya yaitu sanitary landfill yang ada di
Kotamadya Padang. Dari studi kasus tersebut,menurut kami sistem sanitary landfill
yang digunakan berjalan dengan baik. Penanganan sampah dapat teratasi dan
memberikan lapangan kerja baru bagi penduduk disekitar. Namun masih harus terus
dilakukan pemantauan secara berkala agar tidak timbul efek yang merugikan baik
bagi warga sekitar maupun lingkungan dikemudian hari.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara
sehat dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk
menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis
demi lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada dialam terbuka. Pada
prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
 Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah.
 Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih
lanjut.
 Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia,
atau sulit untuk dibakar.

Berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA, TPA
dengan sistem pengurukan (sanitary landfill) kawasannya dibagi menjadi zona
penyangga, zona budi daya terbatas, dan zona budi daya.

Terdapat beberapa regulasi yang terkait dengan sanitary landfill, antara lain:
1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Pasal 44
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga
3. Menteri Pekerjaan Umum No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasarana dan
Sarana Persampahan Dalam Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;
4. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
No.4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah.

3.2 SARAN
Permasalahan sampah hingga kini masih menjadi masalah yang cukup sulit
untuk ditangani. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlah produksi sampah
pun ikut meningkat. Di Indonesia, sudah menggunakan 2 sistem penanganan di
Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Salah satunya yaitu sanitary landfill yang ada di
Kotamadya Padang. Dari studi kasus yang kami dapatkan, sistem sanitary landfill
yang digunakan dalam kasus tersebut berjalan dengan baik. Penanganan sampah
dapat teratasi dan memberikan lapangan kerja baru bagi penduduk disekitar. Namun
masih harus terus dilakukan pemantauan secara berkala agar tidak timbul efek yang
merugikan baik bagi warga sekitar maupun lingkungan dikemudian hari.

9
DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2014. “Desain dan Rekomendasi TPA Sanitary Landfill Kabupaten/Kota”


tersedia di
http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAnnualReport2014/Bab4-Di
sainDanRekomendasiTPASanitaryLandfill.pdf : diakses pada 7 Oktober
2019
Damanhuri, E. 2001. Minimisasi Sampah Terangkut dan Optimasi TPA. Dalam
Workshop Sehari tentang Pengolahan Sampah di Kawasan Metropolitan,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Eka Wahyuni. 2015. Makalah Sanitary Landfill. Dikutip dari
http://newblogekawahyuni.blogspot.com/. : diakses pada tanggal 8
Oktober 2019
http://repository.unpas.ac.id/28401/2/11-BAB%202%20TINJAUAN%20PUSTAKA.
pdf : diakses pada tanggal 7 Oktober 2019
https://kppip.go.id/peraturan/pp/148.-Peraturan-Pemerintah-Nomor-81-Tahun-2012-te
ntang-Pengelolaan-Sampah-Rumah-Tangga-dan-Sampah-Sejenis-Sampa
h-Rumah-Tangga_2 : diakses pada tanggal 8 Oktober 2019
https://ekon.go.id/ekliping/download/493/127/ekssum-kajian-kebijakan-slf-2013.pdf
SNI 03-3241-1994 : diakses pada tanggal 8 Oktober 2019
http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=78891&lokasi=lokal : diakses pada tanggal 8
Oktober 2019
Khuzzaman, U., Rahmaya, H., & Neolaka, A. (2013). Pengelolaan Sampah dengan
Modifikasi Sanitary Landfill. Jurnal Menara Jurusan Teknik Sipil FT
UNJ, 8(1), 40.
Nazhary, R., & Warih, K. (2014). Studi Perencanaan TPA Masukau dengan Sistem
Sanitary Landfill di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Jurnal
Media Teknik Sipil, 12(1), 71.

10

Anda mungkin juga menyukai