Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 6

Anggota :
Ajeng Wahyu Trisna Waty (R0218006)
Andika (R0218010)
Denny Anwar Ramadhan (R0218032)
Finisa Putri Maharuta (R0218048)
Isna Tasya Salsabilla (R0218060)
Julia Aisyah Nur (R0218064)
Ria Hesti Utami (R0218098)
Sherina Chafiidhiya R (R0218106)
Thalita Salsabila Luklunirahara (R0218116)
BAHAN DISKUSI :

Studi
Evaluasi
Kasus

Syarat
Overview dan
Kriteria

Definisi Regulasi
What’s Indonesia
Problems?
What We’re
Gonna Do? Any
solution?
Definisi
 Menurut Tchobanoglous, et al., (1993) sanitary landfill sebagai sistem
penimbunan sampah secara sehat dimana sampah dibuang di tempat yang
rendah atau parit yang digali untuk menampung sampah, lalu sampah
ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa
sehingga sampah tidak berada dialam terbuka.

 Menurut UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sistem sanitary


landfill merupakan salah satu sistem pengolahan sampah terkontrol dengan
sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang di Tempat Pemprosesan Akhir (TPA)
kemudian sampah dipadatkan dengan buldozer dan selanjutnya ditutup tanah.

Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:


 Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah.
 Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu
 Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis
REGULASI
1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008
Pasal 44, bahwa paling lambat pada tahun 2013 setiap pemerintah daerah/kota
sudah memiliki TPA yang representatif dan memenuhi kaidah teknis maupun lingkungan. Peraturan
terkait persampahan ini masih jalan ditempat dan masih banyak permasalahan pengelolaan
sampah di daerah/kota di Indonesia, sehingga diperlukan suatu kajian komprehensif sebagai
pemicu sekaligus dasar yang kuat bagi pelaksanaan implementasi teknologi sanitary landfill.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan


Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Pasal 22 Ayat (1)


Huruf a
Metode lahan urug terkendali (controlled landfill) yaitu metode pengurugan di areal pengurugan
sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup sekurang- kurangnya
setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu
menerapkan metode lahan urug saniter (sanitary landfill).
Huruf b
Yang dimaksud dengan lahan urug saniter (sanitary landfill) yaitu sarana pengurugan sampah ke
lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan, serta penutupan sampah setiap hari.
3. Menteri Pekerjaan Umum No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasarana
dan Sarana Persampahan Dalam Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga;

4. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala


Bappenas No.4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pedoman


Pengelolaan Sampah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill,
yaitu :
 Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.
 Memerlukan lahan yang luas.
 Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan.
 Aspek sosial harus mendapat perhatian.
 Harus dipersiapkan instalasi drainase dan system pengumpulan gas.
 Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat
beracun).
 Memerlukan pemantauan yang terus-menerus.
Masalah- masalah lain yang mungkin dapat timbul akibat landfill yang tidak
terkontrol adalah sebagai berikut :

 Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan untuk
tujuan lain.
 Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat mencemari
sumber air.
 Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-zat
atau polutan sampah.
 Penyumbatan badan air.
 Merupakan tempat yang menarik bagi berbagai binatang (tikus, anjing liar).
 Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar
penyakit.
 Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam
tumpukan sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan
tekanan tertentu.
SYARAT DAN KRITERIA

Berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA, TPA
dengan sistem pengurukan (sanitary landfill) kawasannya dibagi menjadi
zona penyangga, zona budi daya terbatas, dan zona budi daya, serta
memiliki beberapa ketentuan lain sebagai berikut:

A. Ketentuan Umum

 Zona penyangga : diukur mulai dari batas terluar tapak TPA sampai pada jarak tertentu sesuai
dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem
Controlled Landfill dan SanitaryLandfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian lingkungan
yang dilaksanakan di TPA.
 Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona penyangga sampai pada jarak
yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang berupa:
 Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya yang dipakai penduduk untuk
kehidupan sehari-hari;
 Bahaya ledakan gas metan;
 Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat; dan
 Lain-lain.
B. Ketentuan Teknis
1. Zona Penyangga
Zona penyangga sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
dengan Sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill dengan jarak 0 – 500 meter. Pemanfaatan lahannya
ditentukan sebagai berikut:
a.) 0 – 100 meter : diharuskan berupa sabuk hijau; dan
b.) 101 – 500 meter : pertanian non pangan dan hutan.
Ketentuan pemanfaatan ruang:
a. ) Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama
tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut:
b.) Jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun
terutama tanaman yang dapat menyerap bau; dan
c.) Kerapatan pohon adalah minimum 5 m.
d.) Pemrosesan sampah utama on situ.
e.) Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, atau instalasi pembakaran (incenerator) bersama unit
pengelolaan limbahnya.
f.) Kegiatan budi daya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga.
2. Zona Budi Daya
Pola ruang dalam zona budi daya ditentukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang berlaku, RDTR
dan peraturan zonasi yang telah ditetapkan untuk kawasan bersangkutan.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yaitu Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang berada
dibawah koordinasi KEMENRISTEKDIKTI. Pada Annual Report 2014 Bab IV, memuat “Desain dan Rekomendasi TPA
Sanitary Landfill Kabupaten/Kota” sebagai berikut:

Pemilihan Lokasi:
 Aksebilitas
Akses jalan menuju ke fasilitas landfill harus dibuat khusus untuk meminimalkan potensi erosi dan perubahan sistem drainase.
 Pertimbangan Jumlah Curah Hujan
Besarnya curah hujan berkaitan dengan tingkat kesulitan penyediaan sarana TPA sampah yaitu parit pembuangan air larian, kolam
pengumpul leachate dan instalasi pengolahannya.
 Pertimbangan Temperatur dan Arah Angin
Arah angin yang tidak menuju ke lokasi permukiman, untuk mencegah paparan kepada masyarakat. Temperatur yang panas dan
angin dapat menyebabkan debu dan putaran angin serta berpotensi menjadi pemicu terjadinya kebakaran.
 Pertimbangan Kestabilan Tanah
Lokasi TPA harus pada area yang stabil dan bebas dari patahan serta longsor.
 Pertimbangan Area Aliran Air
Jika lokasi TPA dekat dengan aliran air maka meningkatkan resiko pencemaran air.
 Syarat Geologi dalam Pemilihan Lokasi
SNI nomor 03-3241-1994 tentang kriteria penentuan lokasi TPA menyebutkan beberapa aspek geologi yang dikaji adalah batuan
penyusun dan kerawanan bencana. Batuan penyusun akan menentukan kondisi struktur wilayah dan penyerapan air. Sedangkan
kondisi kerawanan bencana terkait dengan pergerakan lempeng, aktivitas vulkanik dan bahkan kerawanan bencana longsor.
STUDI KASUS DAN EVALUASI PENERAPAN

LPA SAMPAH SANITARY LANDFILL DI KOTAMADYA PADANG

Daerah digunakan adalah daerah dengan topografi bergelombang dengan Janis tanah podzolik
merah kuning yang mempunyai kandungan fiat tinggi serta homogen sehingga penyaringan larutan
akan lebih baik daripada jenis tanah yang banyak mengandung pasir. Sistem sanitary landfill di daerah
ini masih tergolong sederhana karena pada lapisan bawah dari LPA Sampah belum dibuat lapisan
kedap air.
Pelaksanaan sistem sanitary landfill tanpa lapisan kedap akan menimbulkan suatu masalah yaitu
sampah yang tertimbun di LPA akan mengalami proses akumulasi dan degradasi (pemecahan). Hasil-
hasil degradasi tersebut akan tersebar ke dalam tanah di sekitarnya melalui infiltrasi dan perkolasi.
Kualitas air kolam penampung air cucian (leachate) LPA sampah sanitary landfil Air dingin dari hasil
analisis sifat fisika dan kimia kualitasnya cukup rendah, jika dibandingkan dengan parameter Baku Mutu
Air Limbah Kep-51/ MENLH/10/1991.
Berdasarkan analisis sifat fisika dapat diketahui parameter yang melampaui baku mutu adalah
kekeruhan untuk semua jarak, sedangkan parameter bau metampaui baku mutu untuk jarak 300 m
dan 600 m dari LPA Sampah. Untuk parameter suhu masih di bawah ambang batas yang
diperbolehkan. Berdasarkan analisis sifat kimia parameter yang melampaui baku mutu adalah pH, NH3,
dan SO4 untuk semua jarak, parameter KMnO4 untuk jarak 300 m dan 600 m dari LPA Sampah,
sedangkan N03 dan NO2 tidak melampaui baku mutu. Kandungan bakteriologi di daerah peneiltian
cukup tinggi.
Evaluasi
Permasalahan sampah hingga kini masih menjadi masalah yang
cukup sulit untuk ditangani. Seiring dengan pertumbuhan penduduk,
jumlah produksi sampah pun ikut meningkat. Di Indonesia, sudah
menggunakan 2 sistem penanganan di Tempat Pembuangan
Sampah Akhir. Salah satunya yaitu sanitary landfill yang ada di
Kotamadya Padang. Dari studi kasus tersebut,menurut kami sistem
sanitary landfill yang digunakan berjalan dengan baik. Penanganan
sampah dapat teratasi dan memberikan lapangan kerja baru bagi
penduduk disekitar. Namun masih harus terus dilakukan pemantauan
secara berkala agar tidak timbul efek yang merugikan baik bagi
warga sekitar maupun lingkungan dikemudian hari.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai