Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH BIOKIMIA

“ KESETIMBANGAN ASAM BASA”

KESETIMBANGAN ASAM BASA


Kesetimbangan asam basa adalah homeostatis dari kadar ion hidrogen
+
(H ) pada cairan-cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam
metabolisme normal. Meskipun banyak terbentuk asam sebagai hasil dari
metabolisme, namun H+ cairan tubuh tetap rendah. Kadar H+ normal dari
darah arteri adalah 0,00000004 (4x10-8) mEq/L atau sekitar 1/1.000.000m
kadar Na+. Meskipun kadarnya rendah, H+ yang stabil perlu dipertahankan
agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi mempunyai
efek yang penting terhadap aktivitas enzim seluler. Karena efek terhadap
enzim seluler inilah maka perubahan dari H+ yang relatif kecil dapat
berpengaruh besar dalam hidup seseorang. Sebelum membahas lebih jauh
tentang kesetimbangan asam basa, maka kita akan membahas teori asam-
basa menurut beberapa ahli terlebih dahulu.
a. Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) menegmukakan bahwa asam
mengandung unsur oksigen. Unsur tersebut diaanggap sebagai pentu
sifat-sifat asam.
b. Sir Humphry Davy (1778-1829) mengemukakan bahwa asam hidrogen
klorida tidak mengandung unsur oksigen dan menimbulkan bahwa
unsur hidrogenlah yang merupakan unsur dasar setiap asam.
c. Joseph Louis Gay-Lussac (1778-1850) menyimpulkan bahwa asam
adalah zat yang dapat menetralkan alkali dan kedua golongan senyawa
itu hanya dapat didefinisikan dalam kaitan satu dengan yang lain.
d. Svante August Arrhenius (1859-1927) menurutnya asam adalah zat
yang dalam air melepaskan ion H+. Dengan kata lain pembawa sifat
asam adalah ion H+. Asam Arrhenius dapat dirumuskan sebagai HxZ
dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut :
HxZ(aq)  xH+(aq) + Zx-(aq)
Basa menurut Arrhenius adalah senyawa yang dalam air dapat
menghasilkan ion hidroksida (OH-). Jadi pembawa sifat basa adalah
OH- yang dapat dirumuskan sebagai M(OH)x dalam air mengion
sebagai berikut :

M(OH)x(aq)  Mx+(aq) + xOH-(aq)

Ginjal merupakan alat pengatur keseimbangan asam basa utama dalam sistem
ekskresi. Dalam hal ini ginjal akan memilih ion yang harus dikeluarkan dan yang
harus dipertahankan didalam tubuh. Makanan mempengaruhi ph urin. Makanan
yang menghasilkan abu asam cenderung menghasilkan urin yang lebih asam.
Klor, sulfur, dan fosfor dalam larutan air membentuk asam, oleh karena itu
menghasilkan urin yang bersifat asam. Unsur-unsur yang membentuk asam ini
terutama terdapat dalam bahan makanan sumber protein, seperti daging, ayam,
ikan, dan telur serta dalam serealia utuh. Sebaliknya, makanan yang menghasilkan
abu basa cenderung mengurangi tingkat keasaman urin. Unsur mineral yang
bersifat basa dalam larutan adalah kalsium, natrium, dan magnesium. Unsur-unsur
ini terutama terdapat dalam kacang-kacangan, sayuran dan buah.

A. PH

Bagaimana kita menyatakan tingkat keasaman suatu zat?

Seorang ahli kimia dari Denmark Sorensen (1868-1939) memiliki ide cermelang
mengajukan konsep pH untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. PH adalah
log negatif dari konsentrasi ion hidrogen, atau lebih tepat lagi dari aktivitas ion
hidrogen. Nilai pH yang rendah sesuai dengan konsentrasi H + yang tinggi, dan
nilai pH yang tinggi sesuai dengan konsentrasi H+ yang rendah. Asam merupakan
donor proton dan basa merupakan aseptor proton.

Prinsip biologi yang fundanmental menyatakan bahwa ketetapan (constancy)


lingkingan internal tubuh harus dipertahankan dalam batas-batas yang relatif
sempit jika kesehatan hendak dijaga. Prinsip ini berlaku untuk distribusi air secara
menyeluruh didalam tubuh dan juga untuk pemeliharaan (maintenanc) pH serta
konsentrasi berbagai elektrolit didalam tubuh.duapertiga dari jumlah total air
tubuh merupakan cairan intraseluler (ICF) dan sisanya adalah cairan ekstraseluler
(ECF) dengan kurang lebih 25% dari ECF tersebut berada dalam plasma darah.
Pengaturan keseimbangan air merupakan hal yang rumit karena bergantung pada
mekanisme hipotalamus dalam mengendalikan rasa haus sekresi hormon
antideuretik (ADH) dan aktivitas ginjal.

B. Larutan Penyangga (Buffer)


Beberapa jenis elektrolit dan protein dalam cairan tubuh bertindak sebagai buffer
dalam melingungi tubuh terhadap kemungkinan perubahan dalam pH dengan cara
menetralisasi asam atau basa bersangkutan. Sistem buffer tubuh merupakan lini
pertahanan pertama terhadap perubahan keseimbangan asam basa cairan tubuh.

Darah mampu mepertahankan pH karena adanya buffer sehingga konstan.Buffer


ini banyak ditemukan di dalam plasma darah dan sel darah merah. Buffer utama
didalam plasma darah adalah buffer sodium sedangkan dalam sel darah ada pada
buffer potassium.

Buffer di dalam darah terdiri dari 3 macam buffer, yaitu

1. Buffer Bicarbonat

Sistem buffer bikarbonat di dalam sel darah merah terdiri dari asam
karbonat dan kalium bikarbonat. Sistem buffer bikarbonat di dalam plasma
darah terdiri dari asam karbonat dan sodium bikarbonat. Sebenarnya
buffer bicarbonat dalam darah mengandung H2CO3 dan HCO3- bersama
dengan ion Na+ dan K+ berperan sebagai ion penonton. Buffer bicarbonat
menjadi pemeran penting di dalam mengatur pH

2. Buffer fosfat

Buffer fosfat mempunyai peranan penting di dalam sel dan urin. Buffer
fosfat mengandung campuran dari K2HPO4 dan KH2PO4 yang mana
memiliki fungsi seperti buffer bicarbonat dalam menetralisir kelebihan
asam dan basa.

3. Buffer Protein

Buffer protein memiliki peranan yang tidak kalah penting seperti buffer
bikarbonat ataupun buffer fosfat. Buffer protein termasuk hemoglobin dan
oxyhemoglobin

C. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

Gangguan pada keseimbangan asam-basa adalah masalah klinis yang sering


dijumpai, dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan nyawa. Bab ini
mengulas empat gangguan asam basa primer asidosis metabolic, alkalosis
metabolic, asidosis respiratorik, dan alkalosis respiratorik. Asidosis lebih banyak
terjadi daripada alkolisis karena produksi metabolism tubuh pada saat proses
pencernaan umumnya bersifat asam
a. Asidosis Metabolik

asidosis metabolic (kekurangan HCO3-) adalah gangguan sistemik yang ditandai


dengan penurunan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi
penurunan pH ( peningkatan [H⁺]). HCO3- ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35.
Kompensasi pernafasan akan segera dimulai untuk menurunkan PaCO 2 melalui
hiperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi secara akut.

b. Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolic (kelebihan HCO3-) adalah gangguan sistemik yang ditandai


dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi
peningkatan pH (penurunan dari [H⁺]). HCO3- ECF adalah 26 mEq/L dan pH 7,45.
Alkalosis metabolic sering disertai berkurangnya volume ECF dan hypokalemia.
Kompensasi pernafasan berupa peningkatan PaCO2 dengan hipoventilasi, akan
tetapi tingkat hipoventilasi adalah terbatas karena pernafasan terus berjalan oleh
dorongan hipoksia.

c. Asidosis Respiratori

Asidosis respiratorik (kelebihan Asam Karbonat) ditandai dengan peningkatan


primer dari PaCO2 (hiperkapnea) , sehingga terjadi penurunan pH: PaCO 2> 45
mmHg dan pH > 7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO 3-
serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronik. Hipoksemia
(PaO2 rendah ) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam
udara ruangan.

d. Alkalosis respiratorik

Alkalosis respiratorik ( Kekurangan Asam Karbonat) adalah penurunan primer


dari PaCO2 (hipokapnea) sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 < 35 mmHg dan
pH> 7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi [H ⁺] dengan akibat lebih
sedikit absorbsi HCO3-. Penurunan HCO3- serum berbeda-beda, tergantung apakah
keadaannya akut atau kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia

Purba, Michael. 2007. Kimia Untuk SMA Kelas XI Semester 2. Jakarta: Erlangga.

Sachkheim, George I. dan Dennis D. Lehman. 1998. Chemistry For The Health
Sciences. New Jersey: Upper Saddle River.

Murray,Robert K.dkk.1995.Biokimia: Harper Edisi ke-22. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai