Anda di halaman 1dari 268

PENGOLAHAN CITRA PENGINDERAAN JAUH

MENGGUNAKAN ENVI 5.1 dan ENVI Lidar

(TEORI DAN PRAKTEK)

OLEH :
ARDIANSYAH

___________________________________________________________
1
PENGOLAHAN CITRA PENGINDERAAN JAUH
MENGGUNAKAN ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR

Penyusun : Ardiansyah
Penerbit : PT. LABSIG INDERAJA ISLIM
Alamat : Epicentrum Walk South 529 A, Jl. HR. Rasuna Said
Kuningan, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi,
Jakarta Selatan
Cetakan Pertama : Februari 2015
ISBN : 978-602-71527-0-0

Copyright@2015 pada penerbit LABSIG INDERAJA Jakarta.

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini


dalam bentuk apapun, termasuk fotokopi tanpa izin tertulis dari penerbit.

____________________________________________________________
2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan dengan memanjatkan rasa syukur yang
sebesar-besarnya, akhirnya tercapailah sudah salah satu obsesi penulis. Tujuan
buku ini disusun adalah penulis ingin berpartisipasi dalam memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan negeri khususnya dibidang penginderaan jauh
melalui media buku. Penulis berkeinginan, bidang penginderaan jauh dalam
negeri harus terus berkembang mengingat betapa luas negeri ini serta
pentingnya suatu informasi spasial sebagai data dalam suatu analisis
perencanaan. Saat ini, melakukan pengolahan data citra satelit tidak sesulit masa
lalu. Kini teknologi semakin canggih dan murah, dimana dalam sisi hardware,
laptop dan pc dengan spesifikasi standar pun dapat mengolah data citra satelit.
Selain itu, beberapa citra satelit dapat diakses dengan mudah secara online dan
gratis. Oleh karena itu, kini pengolahan data satelit, tidaklah perlu harus
dilakukan didalam laboratorium komputer.

Target buku ini adalah mereka yang masih awam di bidang penginderaan jauh
dan berkeinginan untuk mendalaminya dalam sisi teknis. Buku ini dirancang
dengan sedemikian detail, sehingga bagi para pembaca yang memang tidak
bergerak dibidang penginderaan jauh, dapat memahami serta mengikuti
langkah-langkahnya dengan sangat mudah. Buku ini lebih menjelaskan
mengenai langkah-langkah pengolahan citra satelit secara teknis, sedangkan
teori yang berada didalamnya tidak terlalu lengkap, oleh karena itu penulis
menyarankan agar para pembaca juga menambah wawasan dan informasi
melalui pustaka-pustaka lainnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi buku
ini masih jauh dari sempurna. oleh karena itu penulis mengharapkan saran
perbaikan dari para pembaca. Akhir kata, penulis memiliki harapan agar semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga para pembaca.

Bogor, September 2014

Penulis

___________________________________________________________
i
DAFTAR ISI
1. DASAR REMOTE SENSING 1
1.1. Gelombang Elektromagnetik 2
1.2. Sensor dan Band pada Citra 6
1.3. Resolusi dalam Penginderaan Jauh 8
2. INTERFACE ENVI 5.1 10
2.1. Memulai ENVI 10
2.2. Membuka Data 11
2.3. Tools Navigasi dalam ENVI 15
2.4. Layer Stacking 16
2.5. Edit ENVI Header 20
3. PIXEL VALUE PADA CITRA 25
3.1. Identifikasi Nilai Piksel (Pixel Value) 26
3.2. Komposit RGB 33
3.3. Z Profile Citra Multiband 39
3.4. Statistik Citra 42
3.5. Mosaic Citra 47
4. PREPROCESSING (LANDSAT) 59
4.1. Kalibrasi Radiometrik 59
4.1.1. Konversi DN OLI menjadi reflektan lapisan
atas atmosfer (TOA Reflectance) 61
4.1.2. Konversi DN OLI menjadi radians
lapisan atas atmosfer (TOA Radiance) 68
4.2. Koreksi Radiometrik 78
4.2.1. TOA reflektan terkoreksi sudut matahari (Sun angle
correction) 78
4.2.2. Dark Piksel Correction 83
4.2.3. Koreksi Awan Tipis 89
4.3. Koreksi Gometrik 96
5. MEMOTONG CITRA 114
5.1. Resize data dengan cara menggambar rectangle 114
5.2. Memotong menggunakan data raster 117
5.3. Memotong menggunakan ROI dari vektor polygon 120

____________________________________________________________
ii
6. PENAJAMAN CITRA 127
6.1. Penajaman Spasial (Pansharpening) 127
6.2. Penajaman Spektral 132
7. KLASIFIKASI CITRA 138
7.1. Klasifikasi Supervised 140
7.2. Klasifikasi Unsupervised 160
7.2.1. Metode K-Means 168
7.2.2. Metode ISODATA 172
7.2.3. Reklasifikasi 175
7.3. Post Processing (Majority/Minority Analysis) 182
8. UJI AKURASI HASIL KLASIFIKASI 187
9. EXPORT RASTER (CLASS IMAGE) TO VEKTOR 198
10. APLIKASI BAND MATH 202
10.1. Aplikasi NDVI 202
10.2. Identifikasi Suhu Permukaan Darat 208
11. LIDAR 218
12. PENGOLAHAN DATA LIDAR 225
12.1. Membuka ENVI LiDAR 226
12.2. Membuat Project Baru 228
12.3. Pengenalan Tools Dasar ENVI LiDAR 231
12.4. Mendefinisikan DTM dan DSM 237
13. FEATURE EXTRACTION DATA LIDAR 244
13.1. Obyek Pohon 246
13.2. Obyek Bangunan 250
13.3. Obyek Line (Kabel) 254
13.4. Konversi Kedalam Data GIS 256

DAFTAR PUSTAKA 260

___________________________________________________________
iii
BAB 1.
DASAR REMOTE SENSING

Penginderaan jauh adalah ilmu dalam mendapatkan dan mengumpulkan


informasi mengenai suatu obyek tanpa menyentuh atau berkontak fisik
langsung dengan obyek tersebut. Selain itu, penginderaan jauh juga
didefinisikan sebagai suatu seni dalam mengolah dan menafsirkan citra untuk
mendapatkan suatu informasi. Informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah
informasi obyek, area atau gejala (fenomena) yang terdapat di muka bumi.
Prinsip dasar pengambilan data dalam remote sensing adalah sensor yang
dibawa oleh wahana (satelit, pesawat, pesawat tanpa awak) merekam
interakasi antara gelombang elektromagnetik dengan obyek di muka bumi.

Dalam Sistem Informasi Geografis (SIG), data penginderaan jauh sangat


berperan penting dalam menyediakan informasi spasial. Pemetaan ekstra-
terestris dengan memanfaatkan data penginderaan jauh memiliki banyak
kelebihan dibandingkan pemetaan terestrial dengan alat ukur seperti theodolith
dan GPS Geodetik. Kelebihan tersebut diantaranya:
1. Waktu pengerjaan pemetaan untuk cakupan area yang luas lebih
singkat.
2. Tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit.
3. Mampu mengidentfikasi area yang sulit untuk dijangkau.
4. Mampu menyajikan peta secara 3 dimensi.
5. Mampu menyajikan kenampakan visual muka bumi secara time
series.
6. Biaya lebih murah.
Sedangkan kelemahannya adalah dalam pemetaan skala detail, presisi atau
akurasi tidak selalu baik, tergantung dari tingkat ketajaman citra (resolusi
spasial) yang digunakan.

Tak hanya digunakan untuk memetakan obyek-obyek muka bumi,


penginderaan jauh dapat mengungkap fenomena-fenomena bumi yang tidak
bisa ditangkap oleh mata manusia secara langsung. Seperti contoh, dengan
menggunakan algoritma tertentu, citra satelit mampu menghasilkan sebaran
nilai suhu permukaan secara spasial di suatu wilayah, membedakan tanaman
yang terkena penyakit dan tanaman sehat dalam suatu kawasan pertanian,

___________________________________________________________
1
mengidentifikasi sebaran nilai penurunan muka tanah di suatu area secara time
series, dll.

Saat ini, melakukan proses pengolahan citra satelit sudah semakin mudah.
Komputer serta laptop yang tersedia kini telah memiliki spesifikasi yang
cukup tinggi untuk mampu mengolah data citra satelit. Selain itu, beberapa
citra satelit juga tersedia secara gratis, seperti Landsat, Modis, dan NOAA.
Sedangkan apabila membutuhkan citra reslusi tinggi, kita dapat
memaanfaatkan aplikasi google maps atau google earth yang menyediakan
citra-citra resolusi tinggi secara time series. Dengan kata lain, mengolah citra
satelit kini tidak sesulit dulu yang harus dilakukan didalam lab dengan
peralatan komputer yang mahal. Kini anda dapat melakukannya di rumah
dengan menggunakan laptop atau PC sebagai hardware dan koneksi internet
untuk mendownload perangkat lunak serta untuk mengakses data satelit.
Dalam buku ini, anda akan belajar bagaimana cara mengolah data citra
penginderaan jauh, khususnya data Landsat 8. Sebelum melakukan proses
pengolahannya, sebaiknya anda memahami terlebih dahulu mengenai dasar-
dasar remote sensing yang diulas pada sub-bab berikut ini.

1.1. Gelombang Elektromagnetik


Terdapat 2 mekanisme atau tipe penginderaan jauh berdasarkan sumber energi
yang digunakan, yakni penginderaan jauh aktif dan penginderaan jauh pasif.

Pasif Aktif
Gambar 1.1 Jenis sensor berdasarkan sumber energinya.
(Canadian Center of Remote Sensing, 1986)

 Penginderaan Jauh Pasif memanfaatkan energi alami seperti matahari


atau bulan sebagai sumber energinya. Matahari memancarkan gelombang
elektromagnetik ke bumi, lalu gelombang eletromagnetik berinteraksi

____________________________________________________________
2
dengan obyek. Kemudian hasil interaksi tersebut direkam oleh sensor
penginderaan jauh dan menghasilkan gambar atau foto atau citra.
 Berbeda dengan sistem pasif, penginderaan jauh aktif menggunakan
sensor buatan dalam memancarkan gelombang elektromagnetik,
kemudian interaksi gelombang dari muka bumi direkam kembali oleh
sensornya.

Energi elektromagnetik dapat dimodelkan sebagai gelombang, dimana


memiliki 2 bidang, yakni bidang listrik atau Electric (E) dan bidang Magnetic
(M) yang membentuk sudut saling tegak lurus. Kedua bidang tersebut (baik
bidang E dan M) merambat melalui ruang hampa udara dengan kecepatan
cahaya sebesar 299,790,000 m/s atau 3.108 m/s. Gelombang elektromagnetik
memiliki panjang, atau biasa diistilahkan sebagai panjang gelombang
(wavelength), dimana panjang gelombang ini didefinisikan sebagai jarak
antara 2 puncak gelombang. Panjang gelombang ini diukur dalam satuan meter
(m) dengan sistem pemangkatannya, misalkan nano dan mikro.

Gambar 1.2. Model gelombang energi elektromagnetik

Sedangkan jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satuan waktu
diistilahkan sebagai frekuensi. Frekuensi ini memiliki satuan Hertz (Hz) yang
ekuivalen dengan satu siklus per detik. Hubungan antara frekuensi dan panjang
gelombang dapat terlihat pada rumus berikut.

C=λ.v
C = kecepatan cahaya (m/s), λ = panjang gelombang (m), v = frekuensi
(Hz)

frekuensi dipengaruhi oleh kecepatan merambatnya gelombang. Karena


kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan yakni 3.108 m/s, maka
panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang
___________________________________________________________
3
gelombangnya, maka semakin rendah frekuensinya, sebaliknya semakin
pendek suatu gelombang maka semakin tinggi frekuensinya.

Berdasarkan Teori kuantum radiasi elektromagnetik menurut Niels Bohr


(1885-1962) dan Max Planck, energi ditransfer dalam paket diksrit yang
disebut kuanta atau photon. Hubungan antara frekuensi dan energi dinyatakan
dalam teori gelombang dan kuantum adalah:
Q =h.v
=h.c/λ
Q = energi photon (J), h = konstanta Planck’s (6.6262.10-34 J sec), dan v =
frekuensi (Hz)

Gambar 1.3. Panjang gelombang (Wavelength) berbanding terbalik


dengan frekuensi

Bila gelombang elektromagnetik semakin panjang, maka semakin kecil energi


yang dihasilkan, dan berlaku sebaliknya. Spektrum Gamma, merupakan
spektrum yang memiliki energi yang paling besar, sedangkan spektrum mikro
(radar) memiliki energi yang paling kecil.

Dalam skema penginderaan jauh pasif, matahari sebagai sumber energi,


memancarkan gelombang elektromagnetik dengan spektrum yang kontinyu
mulai dari spektrum gamma hingga spektrum mikro.

____________________________________________________________
4
Tabel 1. Jenis spektrum beserta panjang gelombangnya

Spektrum Panjang Gelombang


Sinar Gamma < 0.3 Å

X ray 0.3 Å - 300 Å

Ultraviolet 300 Å – 0.4 µm

Visible 0.4 – 0.7 µm


Near Infrared (NIR) 0.7 – 1.1 µm
1.1 – 1.35 µm,
Short Wave Infrared (SWIR) 1.4 – 1.8 µm,
2 – 2.5 µm
2 – 4 µm,
Mid Wave Infrared (MWIR)
4.5 – 5 µm
8 – 9.5 µm
Thermal Infrared (TIR)
10 – 14 µm
Mikro 1 mm – 1 m
Sumber : Elachi & Zyl, 2006; Schowengerdt, 2007

Namun tidak seluruh spektrum tersebut dimanfaatkan dalam bidang


penginderaan jauh.

Gambar 1.4. Spektrum beserta ukuran gelombangnya


dalam gelombang elektromagnetik.
____________________________________________________________
5
Hal ini disebabkan karena tidak seluruh gelombang elektromagnetik dapat
mencapai permukaan bumi. Atmosfer yang menyelimuti bumi berfungsi
sebagai filter (penyaring) dalam menahan radiasi sinar matahari. Saat
gelombang elektromagnetik matahari mencapai permukaan bumi, terdapat 3
interaksi mendasar yang terjadi di atmosfer, yakni:

- Absorbsi, gelombang diserap.


- Transmisi, gelombang elektromagnetik diteruskan.
- Refleksi, gelombang dipantulkan.

Ketiga interaksi tersebut terjadi akibat keberadaan berbagai jenis gas yang
terdapat di atmosfer seperti oksigen, karbondioksida, nitrogen, hidrogen dan
helium. Molekul-molekul gas tersebut dapat menyerap (absorbsi),
memantulkan (refleksi) serta meneruskan (transmisi) radiasi elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik yang mampu menembus bumi itulah yang dapat
dimanfaatkan di dalam bidang penginderaan jauh, sehingga istilah tersebut
dikenal sebagai jendela atmosfer. Jendela atmosfer didefinisikan sebagai
bagian dari spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan
mencapai permukaan bumi. Berikut adalah gambaran spektrum yang termasuk
kedalam jendela atmosfer beserta gas-gas penghambatnya.

Gambar 1.5. Jendela Atmosfer beserta molekul penghambat di atmosfer

1.2. Sensor dan Band pada Citra

Setiap satelit penginderaan jauh membawa sensor, sensor tersebut berfungsi


untuk merekam data permukaan bumi. Data yang direkam adalah pantulan
gelombang elektromagnetik obyek di muka bumi, reflektan tersebut
diterima/direkam oleh sensor kemudian dikonversi menjadi suatu gambar atau

____________________________________________________________
6
image. Gambaran muka bumi hasil perekaman satelit inilah yang disebut
sebagai data citra satelit.

Band pada citra satelit merupakan saluran pada sensor yang menerima
gelombang elektromagnetik balik pada panjang gelombang tertentu. Panjang
gelombang dimasing-masing saluran band tersebut ditentukan sesuai dengan
aplikasi serta misi dari satelit yang membawa sensor tersebut. Selain itu,
pemilihan interval panjang gelombang juga harus memperhitungkan jendela
atmosfer sehingga gelombang elektromagnetik yang digunakan tidak
terhambat oleh atmosfer.

Tabel 2. Band-band pada Satelit Landsat 7 beserta panjang gelombang dan


aplikasinya.

Saluran/Band Aplikasi
- Tanggap peningkatan penetrasi air.
Band 1 (0,45 - 0,51 µm) - Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah,
vegetasi.
- Mengindera puncak pantulan vegetasi.
Band 2 (0,53 - 0,61 µm) - Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai
kesuburan.
- Memisahkan vegetasi
Band 3 (0,63 – 0,69 µm)
- Klorofil dan kontras vegetasi
- Tanggap biomass vegetasi
Band 4 (0,78 – 0,90 µm)
- Identifikasi dan kontras tanaman, tanah, air
- Menentukan jenis vegetasi dan kandungan
Band 5 (1,55 – 1,75 µm) airnya
- Kelembapan tanah
- Deteksi suhu obyek
Band 6 (10,4 – 12,5 µm) - Analisis gangguan vegetasi
- Kelembapan tanah
- Pemisahan formasi batuan
Band 7 (2,09 – 2,35 µm)
- Analisis bentuk lahan
- Pemetaan planimetrik
- Identifikasi permukiman
Band 8 (0,50 – 0,90 µm)
- Bentang alam dan budaya
- Identifikasi geologi
(Sumber: Landsat Handbook, 1986 dan Program Landsat 7, 1989)

___________________________________________________________
7
1.3. Resolusi dalam Penginderaan Jauh

Dalam penginderaan jauh, ada 4 macam resolusi yang menjadi spesifikasi


suatu citra satelit. Keempat resolusi ini haruslah dipahami oleh sang interpreter
untuk bisa memutuskan citra apa yang harusnya efektif digunakan.

 Resolusi spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat


diidentifikasi pada citra. Setiap sensor pada satelit memiliki spesifikasi
resolusi spasial yang beragam yang menghasilkan tingkat kedetailan foto
citra yang berbeda-beda. Foto satelit merupakan data raster atau data
gambar yang tersusun dari banyak piksel. Ukuran piksel inilah yang
memberikan kedetailan visual dari suatu citra. Suatu obyek dapat
teridentifikasi bila ukurannya lebih besar dari ukuran piksel citra satelit.
Contoh, sebuah mobil yang ukurannya 2 x 3 meter, maka mobil tersebut
tidak dapat teridentifikasi bila menggunakan Satelit Landsat yang ukuran
pikselnya adalah 30 x 30 meter. Namun apabila menggunakan satelit
Pleaides yang memiliki ukuran piksel 0,5 x 0,5 m, maka mobil tersebut
dapat teridentifikasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Citra Landsat
memiliki resolusi spasial 30 meter dimana lebih rendah bila dibandingkan
satelit Pleaides yang memiliki resolusi 0,5 meter.

Gambar 1.6. Contoh visualisasi obyek pada beberapa macam tingkat resolusi
spasial

____________________________________________________________
8
 Resolusi Temporal yakni periode waktu ulang satelit kembali merekam
di area yang sama. Contoh citra satelit yang tergolong memiliki reosolusi
temporal tinggi, yakni NOAA (4 kali dalam sehari), Modis (1 hari),
TRMM (1 hari), dll. Sedangkan citra satelit yang tergolong memiliki
resolusi temporal rendah antara lain ALOS (46 hari), Landsat 8 (31 hari),
SPOT (26 hari), dll. Biasanya citra satelit yang memiliki resolusi
temporal tinggi tersebut adalah satelit yang digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi atmosfer dan cuaca. Hal tersebut tentu
dimaksudkan karena kondisi atmosfer dan cuaca sangat dinamis
perubahannya. Satelit yang memiliki resolusi temporal tinggi umumnya
memiliki resolusi spasial yang sangat rendah.

 Resolusi Radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor dalam


membedakan spektral maupun radiasi suatu obyek. Contoh, citra Landsat
7 memiliki sensor dengan resolusi radiometrik 8 bit, artinya sensor
tersebut dapat membedakan suatu obyek sebanyak 28 = 256 variasi.
Sehingga nilai piksel pada Landsat 7 memiliki interval 0-255. Sedangkan
generasi Landsat selanjutnya yakni Landsat 8 memiliki resolusi
radiometrik 16 bit, artinya sensor Landsat 8 lebih sensitif dalam
membedakan obyek sebanyak 216 = 65536 variasi dibandingkan Landsat
7.

 Resolusi Spektral yakni banyaknya jumlah saluran/band spektral yang


digunakan pada citra. dalam resolusi spektral ini, citra satelit digolongkan
menjadi 2 jenis, yakni citra multispektral dan citra hyperspektral. Citra
multispektral adalah citra satelit yang memiliki jumlah saluran/band
kurang dari 30. Contoh citra multispektral seperti Landsat 8 (11 band),
SPOT 4 dan 5 (4 band), ALOS AVNIR (4 band), dll. Sedangkan citra
hyperspektral adalah satelit yang memiliki jumlah band > 30 pada
sensornya, contohnya adalah citra Modis dan citra Hyperion.

___________________________________________________________
9
BAB 2.
INTERFACE ENVI 5.1

ENVI (The ENVIronment For Visualizing Images) adalah perangkat lunak


pengolah data raster (image) yang dimiliki oleh perusahaan ITT Exelis.
Perangkat lunak ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2005 dan hingga
saat ini ENVI telah meluncurkan berbagai generasi dan versi. ENVI sangat
mudah untuk dipergunakan karena tampilannya yang tidak terlalu rumit atau
kompleks. Pada ENVI versi 5.1 yang merupakan versi terbaru, ENVI memiliki
tampilan full dekstop yang merupakan bentuk pengembangan dari ENVI
sebelumnya (ENVI Classic). Dengan tampilan terbaru ini, anda akan mudah
melakukan navigasi pada citra serta mampu mengintegrasikan data citra
dengan data vektor GIS.

Sebagai suatu software pengolah data citra, ENVI memiliki tools lengkap yang
mampu memenuhi kebutuhan dalam setiap proses pengolahan data citra
penginderaan jauh. Perangkat lunak ini telah didesain dengan sedemikian
rupa, menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penginderaan
jauh, dimana fungsi-fungsi serta algoritma yang digunakan mengikuti
perkembangan metode-metode terbaru. ENVI telah mendukung berbagai
macam format data satelit. Pada software ENVI versi 5.1 atau yang saat ini
adalah versi terbaru, ENVI menyediakan aplikasi khusus untuk pengolahan
data lidar dan data radar.

Software ENVI ini merupakan software berlisensi, dan dapat didownload pada
link berikut (belum terdapat lisensinya):
http://www.exelisvis.com/login.aspx?ReturnUrl=%2fMyAccount%2fDownl
oads.aspx

2.1. Memulai ENVI


Anda dapat memulai perangkat lunak ENVI dengan cara klik icon ENVI
yang terdapat pada dekstop komputer anda seperti gambar di bawah ini.

Atau anda dapat membukanya melalui Start  All Program  ENVI

____________________________________________________________
10
Setelah itu, akan muncul tampilan awal ENVI seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.1. Tampilan pertama ENVI

2.2. Membuka Data

Untuk membuka data didalam software ENVI, langkahnya yakni klik menu
File, lalu pilih open, atau pada iconbar, anda dapat secara langsung meng-

klik ikon open seperti di bawah ini.

Gambar 2.2. Membuka data di Envi

Selanjutnya, carilah file citra satelitnya. Pada praktikum ini, sampel data yang
digunakan adalah data Landsat 8 yang didownload dari situs USGS Glovis.
Berikut adalah tampilan file data Landsat 8. Umumnya, data Landsat ber-
format tiff dengan disertai file metadatanya (*_MTL.txt).

___________________________________________________________
11
Gambar 2.3. File dari raw data Landsat 8
Landsat 8 memiliki 2 sensor, yakni sensor Onboard Operational Land Imager
(OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah 11 band.

Sensor OLI merekam efek pantulan obyek muka bumi dengan menggunakan
gelombang tampak (visible), inframerah dekat (NIR), dan inframerah jauh
(SWIR). Adapun band-band pada Landsat 8 yang termasuk TIRS beserta
spesifikasinya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Spesifikasi Band Landsat 8

Sedangkan sensor TIRS merekam efek radiasi yang dipancarkan obyek di


bumi. Sensor ini menggunakan gelombang inframerah thermal. Adapun band-
band pada Landsat 8 yang termasuk TIRS beserta spesifikasinya adalah
sebagai berikut:

____________________________________________________________
12
Terlihat dari penamaanya, file tiff (image) yang penamaannya diakhiri dengan
“_B1”, adalah image band 1, sedangkan file yang diakhiri dengan “_B2”,
adalah image band 2, dan seterusnya hingga band 11 (“_B11”).

Sedangkan file metadata (.txt) berisi tentang deskripsi dan spesifikasi sebuah
data dalam suatu scene image. Informasi yang terdapat didalamnya meliputi
tanggal perekaman, kondisi perekaman seperti tutupan awan, sudut matahari
dll; serta konstanta kalibrasi radiometrik untuk seluruh band.

Select/klik-lah Band 1 terlebih dahulu, seperti gambar dibawah ini untuk


menginput satu demi satu band ke dalam software ENVI.

Gambar 2.4. Cara menginput data landsat 8

___________________________________________________________
13
Atau anda juga dapat men-select lebih dari satu layer, dengan menahan
tombol CTRL.

Gambar 2.5. Memilih band yang diinputkan

Pilihlah band 1 hingga band 7, lalu klik Open

Maka akan muncul layer band 1, hingga band 7 pada kotak Layer Manager
(kotak sebelah kiri).

Gambar 2.6. Beberapa band yang telah berhasil diinputkan


Cara ini dapat anda lakukan apabila citra satelit yang akan diinput adalah
berformat tiff atau HDR. Format HDR adalah format data raster dari software
ENVI, sedangkan format tiff merupakan format data raster yang sifatnya
generik/umum.

Beberapa data satelit, tidak selalu berformat tiff. Cara untuk membuka
format data yang tidak umum/non-generic adalah dengan cara:
____________________________________________________________
14
Klik menu File  Pilih Open As  kemudian pilih jenis sensor satelitnya.

Gambar 2.7. Cara membuka data dengan format data non - generik
2.3. Tools Navigasi Dalam ENVI
Seperti umumnya perangkat lunak GIS, ENVI selalu memiliki tombol
Navigasi yang digunakan untuk menggeser, memperbesar dan memperkecil
tampilan citra satelit. Berikut ini adalah tombol-tombol navigasi beserta
fungsinya yang terdapat didalam sofware ENVI.

Gambar 2.8. Tools navigasi pada envi

Select : Untuk memilih (select) piksel, biasanya digunakan untuk


mengidentifikasi nilai piksel yang terpilih (ter-selected)
___________________________________________________________
15
Pan : Untuk menggeser citra satelit. Anda juga bisa
menerapkannya di mouse anda tanpa harus menggunakan
ikon ini, yakni dengan menekan tombol scroll pada mouse.

Fly : Sama halnya dengan fungsi pan, namun teknisnya anda


cukup menekan mouse saja untuk

Rotate : Berfungsi untuk memutar rotasi citra.

Zoom : Digunakan untuk memperbesar tampilan citra dengan cara


mengklik tampilan citra/display-nya.

Fixed Zoom in : Untuk memperbesar tampilan citra satelit tanpa


harus klik display-nya

Fixed Zoom out : Untuk memperkecil tampilan citra satelit tanpa harus
klik display-nya.

Zoom to full extent : Untuk menampilkan keseluruhan scenes citra


satelit.

2.4. Layer Stacking


Layer stacking ini adalah proses pembuatan multi-band pada citra, yakni
dengan cara menggabungkan image dari band-band yang terpisah (band 1,
band 2, band 3, dst) menjadi satu file. Output dari proses ini adalah file citra
(format HDR) yang sudah memiliki lebih dari satu band (multi band) dan
bukan lagi dalam single band. Proses ini sangat penting dilakukan untuk
melakukan proses pengolahan citra lebih lanjut semisal proses klasifikasi
digital yang membutuhkan citra multi band.

____________________________________________________________
16
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses layer stacking.

Gambar 2.9. Proses layer stacking

___________________________________________________________
17
Maka akan muncul kotak Layer Stacking Parameters

Untuk menyimpan outputnya, klik Choose.

Gambar 2.10. Proses layer stacking dan menyimpan outputnya


____________________________________________________________
18
*Setiap kali anda melihat tombol choose, artinya anda diminta untuk
menyimpan file output dari suatu proses. Tombol choose ini berfungsi
untuk menyimpan output.

Kemudian, anda bisa menyeting sistem koordinat dari output citranya,


misalkan pilih Geographic untuk koordinat geografis (derajat/menit/detik),
atau tetap menggunakan UTM untuk sistem koordinat terproyeksi (meter).
Jika anda memilih sistem UTM, maka anda harus menyesuaikan zona-nya.
Data yang digunakan adalah wilayah Jabodetabek yang berada di selatan
khatulistiwa, maka zonanya adalah 48 - South (bukan North).

Gambar 2.11. Pengaturan sistem koordinat dari output proses layer stacking

___________________________________________________________
19
Maka hasil proses layer stacking ini muncul didalam kotak Layer Manager
dengan nama layer ALL_BAND

Gambar 2.12. Output dari proses layerstacking


2.5. Edit ENVI Header
Pada langkah ini, kita akan melakukan pengaturan data header dari file citra.
Langkah ini sebenarnya optional, tidak terlalu penting, namun bila dilakukan,
akan mempermudah kita dalam hal proses kedepannya nanti. Langkah yang
akan dilakukan adalah memberikan nama (rename) pada masing-masing band
dan mendefinisikan panjang gelombang dimasing-masing band.
Langkah pertama adalah klik Edit ENVI Header yang terdapat didalam
Toolbox. Kemudian, pilih file citra yang akan diedit, yakni ALL_BAND.

Gambar 2.13. Memulai proses Edit Envi Header

____________________________________________________________
20
Maka, akan muncul kotak seperti di bawah ini. Langkah awal adalah
mengubah nama/rename dari masing-masing band. Langkahnya adalah
sebagai berikut:

Kemudian, ubahlah nama-nama band tersebut.

Jika selesai, klik OK

Gambar 2.14. Pengaturan pada proses edit envi header

___________________________________________________________
21
Selanjutnya adalah mendefinisikan batas panjang gelombang dari masing-
masing band. Langkahnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.15. Pengaturan panjang gelombang untuk setiap band data landsat
Selanjutnya isilah batas panjang gelombang di masing-masing band sesuai
spesifikasinya. Sebagai contoh, karena sampel data menggunakan Landsat 8,
maka isilah/definisikanlah panjang gelombang dimasing-masing band sesuai
spesifikasi berikut ini.
Tabel 2.2. Spesifikasi Band Landsat 8

Sumber : http://landsat.usgs.gov/band_designations_landsat_satellites.php

___________________________________________________________
22
Tabel diatas ini adalah spesifikasi sensor pada Landsat 8 yang diambil dari
situs USGS. Tabel ini menunjukkan panjang gelombang yang diakomodir dari
setiap band-nya. Dengan acuan tabel ini, isilah panjang gelombang
(wavelenght) pada kotak Edit Wavelenght Values, misalkan band 1 diisi
dengan 0,45 (0,43-0,45), kemudian band 2 diisi dengan nilai 0,51 (0,45—
0,51), dst.
Perlu diingat, pengisiannya harus sesuai dengan spesifikasi citranya, sebagai
contoh jika kita menggunakan Landsat 7, maka nilai panjang gelombang di
setiap band-nya tentu akan berbeda dengan Landsat 8. Carilah spesifikasi
panjang gelombang tiap band dari sensor yang anda gunakan di berbagai
macam literatur.

Gambar 2.16. Pendefinisian panjang gelombang di setiap band

___________________________________________________________
23
Setelah semua selesai, maka klik OK.

Setelah selesai melakukan kegiatan ini, tutuplah software ENVI lalu bukalah
kembali software ENVI.

Gambar 2.17. Tahap akhir proses edit envi header

____________________________________________________________
24
BAB 3.
PIXEL VALUE PADA CITRA

Nilai piksel (Digital number) pada citra satelit optis,


merupakan representatif dari tingkat reflektan/radiasi suatu obyek di
permukaan bumi. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1, mengenai skema
reflektan/radiasi proses pengambilan data dalam remote sensing, dimana
satelit merekam tingkat reflektan/radiasi dari obyek di permukaan bumi,
kemudian diterjemahkan sebagai angka-angka. Angka-angka tersebutlah yang
dimaksudkan sebagai nilai piksel (Pixel value) atau digital number. Pixel
Value ini kemudian divisualisasikan menjadi tingkat kecerahan/ derajat
keabuan sehingga terlihat menjadi suatu gambar berona.
Rentang nilai piksel bergantung dari resolusi radiometrik sensor yang
terpasang di setiap citra satelit. Sebagai contoh, Citra Landsat 7, memiliki
resolusi radiometrik 8 bit, dimana rentangnya 28= 256, sehingga nilai
pikselnya adalah dari 0 hingga 255. Sedangkan Landsat 8, memiliki resolusi
radiometrik 16 bit, artinya mampu membedakan obyek sebanyak 216, yakni
65.536 tingkat perbedaan. Hal inilah yang menyebabkan nilai piksel/digital
number pada Landsat 8 memiliki nilai dalam rentang 0 hingga 65.535.

Gambar 3.1. Hubungan nilai digital number dengan derajat keabuan.


___________________________________________________________
25
Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai nilai piksel, anda dapat
melakukan percobaan berikut ini.

3.1. Identifikasi Nilai Piksel (Pixel Value)


Dalam kegiatan ini, anda akan berlatih mengidentifikasi nilai piksel di setiap
obyek pada citra satelit. Langkah awal adalah, bukalah citra yang telah di-layer
stacking (ALL_Band). Berikut adalah langkahnya:

1.Klik icon Open

2.Carilah file ALL_BAND,


pilihlah file yang
berformat HDR

3.Klik Open

Gambar 3.2. Membuka data citra di software Envi

Maka layer ALL_BAND akan muncul, biasanya muncul dalam komposit


RGB true color. (karena langkah sebelumnya telah mendefinisikan panjang
gelombang dimasing-masing band)

____________________________________________________________
26
Gambar 3.3. Tampilan data citra yang telah dibuka di software Envi. _

Kita akan mengidentifikasi nilai piksel citra namun dalam single band terlebih
dahulu. Langkah-langkah untuk menampilkan single band dalam mode
greyscale pada citra yang telah ter-layer stacking adalah sebagai berikut.

4.klik icon data manager

Gambar 3.4. Hubungan nilai digital number dengan derajat keabuan.

___________________________________________________________
27
Tampilkan band 6 dalam mode Greyscale.

5.klik band 6

6.Klik Load
Greyscale

Gambar 3.5. Menampilkan band 6 citra landsat 8

Maka akan tampil layer baru (band 6) pada kotak Layer Manager

Gambar 3.6. Tampilan citra satelit landsat 8 untuk band 6


____________________________________________________________
28
Zoom citra dan carilah obyek laut, lahan terbangun dan awan seperti tampilan
di bawah ini. Kemudian aktifkan cursor value , tool ini berfungsi untuk
mengidentifikasi nilai piksel pada piksel yang kita tunjuk dengan cursor.
Sebaiknya non-aktifkan layer ALL_band terlebih dahulu dengan cara
menghilangkan centang pada layer tersebut agar nilai piksel yang
teridentifikasi hanya di layer band 6 saja.

7. Un-check
layer ALL_Band

8. Klik cursor value


,
9.Arahkan kursor ke
obyek air(laut),
pemukiman, dan awan

10.Kemudian, catatlah
nilai pixel yang terdapat di
kolom, Data : .......

Gambar 3.7. Cara identifikasi piksel pada citra

___________________________________________________________
29
Nilai piksel pada obyek air umumnya rendah, hal ini dikarenakan sifat air yang
mampu menyerap sebagian besar gelombang elektromagnetik dari matahari
dan hanya sedikit yang memantulkannya. Sehingga dapat dikatakan tingkat
reflektan air sangatlah rendah. Hal berbeda dengan pemukiman yang memiliki
tingkat reflektan yang lebih tinggi dibandingkan air. Sehingga, nilai piksel
permukiman lebih tinggi, dan rona piksel permukiman juga lebih terang
dibandingkan rona piksel air yang gelap.

Tingkat reflektan pada air pun sebenarnya dapat berbeda tergantung material
yang terkandung di dalamnya. Kemudian, bila dilihat berdasarkan panjang
gelombang yang merekamnya, nilai spektral air pun berbeda. Misalkan pada
band 6 Landsat 8 (gelombang NIR), air akan terlihat gelap, daratan akan
terlihat terang. Hal ini dikarenakan tingkat reflektan pada panjang gelombang
ini sangat rendah, berbeda bila kita menggunakan band hijau (band 3 pada
Landsat 8) maka obyek air akan tersegmentasi ronanya. Rona yang lebih cerah
adalah air yang mengandung sedimen. Oleh karena itu, dengan menggunakan
algoritma tertentu, kita dapat mengetahui dan mengukur tingkat sedimen
dalam air.

Daratan
Lau
Lau

Sedi
Sedi

t ta
t ta

npa

Laut
men
men
npa

sed
sed

ime
i
me

n
n

Gambar 3.8. Visualisasi Laut pada spektrum Hijau, Merah, dan Inframerah Dekat

____________________________________________________________
30
0

Kurva di bawah ini menunjukkan pergeseran puncak reflektan


berdasarkan kandungan sedimen dalam air. Semakin tinggi kandungan
sedimen, semakin tinggi pula reflektan pada gelombang hijau (500 – 600
nm) dan merah (600 – 700 nm).

Gambar 3.9. Kurva reflektan air berdasarkan kandungan sedimennya

Terapkan langkah yang sama untuk menampilkan band 2 dalam mode


greyscale sehingga telah terdapat 3 layer yang terdapat didalam kotak Layer
Manager.
Gunakan view swipe untuk membandingkan layer band 2 dengan layer band 6

Klik View Swipe

Gambar 3.10. Mode tampilan antar layer pada software Envi


___________________________________________________________
31
Didalam ENVI, terdapat 3 tool yang berfungsi untuk menvisualisasikan
perbandingan antar layer. Ketiga tools tersebut adalah View Blend, View
Flicker, dan View Swipe.

View Blend View Swipe


View Flicker

Gambar 3.11. Mode Tampilan untuk membandingkan visualisasi antar layer

Cobalah ketiga tool tersebut dan bandingkan visualisasi obyek-obyek pada


layer band 2 dan layer band 6.

Bila kita ingin menarik garis pantai, band apa sebaiknya yang digunakan?

Sebaiknya gunakan band yang berada pada panjang gelombang inframerah


dekat (NIR). Pada Landsat 8, panjang gelombang inframerah dekat masuk
dalam range band 6 (0,85 – 0,88 µm). Perhatikanlah perbedaan kenampakan
band 2 dan band 6 pada Landsat 8.

Band 2 Band 6
Gambar 3.12. Visualisasi citra band 2 dan band 6

Kita dapat dengan mudah mengidentifikasi batas danau pada band 6


dibandingkan band 2 yang terlihat gelap secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan karena obyek dimuka bumi memiliki karakteristik reflektan yang
berbeda. Contoh di bawah ini adalah kurva yang menunjukkan pola reflektan
antara vegetasi dan air.
____________________________________________________________
32
Gambar 3.13. Kurva Reflektan Air dan Vegetasi
Sumber : Richards & Jia, 1999
Pada gelombang Hijau (0,4 -0,5 µm), obyek air (water) dan vegetasi memiliki
reflektan yang sama-sama rendah, oleh karena itu, pada band 2 (0,45-0,51 µm)
yang masuk kategori gelombang hijau, baik air maupun daratan akan terlihat
sama-sama gelap.
Sedangkan pada gelombang inframerah dekat (0,7 – 1 µm), terjadi perbedaan
reflektan yang besar, di mana air memiliki reflektan sangat rendah, sedangkan
vegetasi memiliki reflektan yang tinggi. Itulah mengapa pada band 6, rona
vegetasi/daratan terlihat lebih terang, kontras dengan rona air yang sangat
gelap.

3.2. Komposit RGB


Untuk menampilkan citra berwarna atau citra komposit, maka dibutuhkan
minimal 3 layer sekaligus yang digunakan untuk mengisi kanal Red, Green,
dan Blue.
Dalam menampilkan citra satelit didalam bidang Remote Sensing, terdapat 2
jenis komposit, yakni:
1. True Color Composite (Warna sebenarnya)
True Color ini menampilkan kenampakan citra satelit yang sesuai
dengan warna sebenarnya. Dalam membuat komposit warna
sebenarnya ini, kita harus memasukkan band-band sesuai dengan
panjang gelombangnya, misalkan kita tempatkan band merah pada

___________________________________________________________
33
kanal Red, band hijau pada kanal Green, dan band biru pada kanal
Blue.
2. False Color Composite (Warna semu)
False Color merupakan kombinasi RGB yang memberikan
kenampakan warna obyek yang bukan sebenarnya. Biasanya komposit
ini digunakan untuk penajaman visual, dengan menggunakan
komposit yang tepat, maka obyek dapat terlihat lebih jelas dan
kontras.

Berikut adalah cara mengubah tampilan RGB dari layer yang telah ter-layer
stacking.

G
AN
Klik kanan pada layer

D
D b k
All_Band, kemudian pilih

N
G it.
U ne ya

U-
change RGB Bands
H /pe an
N r
AN
LE lis erb
I O nu p
G pe em

Gambar 3.14. Cara menampilkan citra dalam komposit warna (RGB)


U in m
:
ili k

D iz u

Maka akan muncul kotak Change Bands seperti gambar di bawah ini. Klik
IN se ata
m

masing-masing berurutan dari mulai Band 5 (Red), lalu diikuti band 4 (Green),
ai a : ini

D np opy

lalu terakhir band 3 (Blue). Lalu klik OK


N
Em am is

TA i t gc
N isen

IL a
IP in n
C e n m e

Klik secara berurutan:


L

a
l:

1. Band 5 (Red)
AK m g

2. Band 4 (Green)
H ku ran

3. Band 3 (Blue)
do ila
*D

Klik OK

Gambar 3.15. Memilih kombinasi band untuk tampilan komposit


RGB
____________________________________________________________
34
Maka, tampilan citra akan berubah yang semula adalah true color menjadi
false color composite RGB 543.

Gambar 3.16. Tampilan komposit Citra Landsat 8 dalam kombinasi RGB 543

Mata manusia sama halnya dengan sensor dalam satelit. Bedanya, mata
manusia didesain hanya untuk menangkap gelombang tampak (visible),
yakni dalam rentang 0,4 - 0,7 µm. Itulah sebabnya, kenampakan yang dilihat
oleh mata kita sama seperti kenampakan True Color Composite pada citra
satelit.

False color composite biasanya digunakan untuk mempertajam visualisasi


citra. Misalkan dalam membedakan obyek air (sungai, danau, dan laut) dengan
daratan. False Color RGB 653 sangat baik dalam membedakan antara obyek
air dengan obyek daratan dibandingkan True Color RGB 432. Hal ini
disebabkan karena penggunaan band 6, band 5 dan band 3 pada False Color
merupakan band yang memiliki perbedaan (GAP) reflektan yang besar antara
obyek vegetasi (darat) dan laut. Berikut ini adalah grafik reflektan vegetasi
dan air berdasarkan panjang gelombang serta band-band yang terdapat di
Landsat 8.

___________________________________________________________
35
Gambar 3.17. Kurva Reflektan air dan vegetasi beserta panjang gelombang di
band Landsat 8 (Richards & Jia, 1999)
Oleh karena itu, warna air dengan darat akan terlihat kontras seperti gambar
di bawah ini.

___________________________________________________________

True Color (RGB 432) False Color (RGB 653)


Kemudian visualisasi efek topografi sangat baik ditampilkan pada komposit
RGB 563 (Landsat 8).

True Color (RGB 432) False Color (RGB 563)


Gambar 3.18. Beberapa tampilan komposit RGB pada citra Landsat 8
___________________________________________________________
36
Selain itu, anda juga dapat membuat layer komposit baru tanpa harus
mengganti layer komposit yang sudah ada. Berikut adalah langkah-
langkahnya.

1.Klik Data
manager

2. Buatlah komposit RGB 432


(true color composite),
dengan cara klik secara
berurutan mulai dari Band 4,
band 3, dan band 2

3. Lalu klik Load


Data

___________________________________________________________
37
Maka akan muncul layer baru, sebenarnya dengan data yang sama
“ALL_BAND”, namun dalam layer yang berbeda kompositnya.

Maka akan muncul layer


baru dengan komposit
yang berbeda, namun
sebenarnya adalah data
yang sama, yakni data
ALL_BAND

____________________________________________________________
38
3.3. Z Profile Citra Multiband

Anda dapat melihat karakteristik reflektan objek pada citra satelit


berdasarkan panjang gelombang menggunakan tools z profile.

Berikut adalah langkahnya.

1.klik/select layer ALL_Band


dalam komposit RGB 2.Klik icon Spectral

Profile
3.Lalu aktifkan

tools Select

4.Klik-lah salah satu pixel dari


berbagai macam obyek untuk
mengidentifikasi spectral-nya.

Maka akan muncul pola


reflektan dari obyek
tersebut.

___________________________________________________________
39
Gambar disamping adalah contoh pola reflektan
vegetasi, hasil identifikasi menggunakan tools z
profile.
X axis, adalah panjang gelombang, dimana
nilainya diwakili oleh sejumlah band yang
digunakan (Band 1-7), sedangkan
Y axis, adalah pixel value dari pixel yang
dipilih/ter-selected yang mana
merepresentasikan tingkat reflektan.
Terlihat pada grafik tersebut, obyek vegetasi
memiliki reflektan tertinggi pada gelombang
inframerah dekat (0,7-1 µm). Kemudian
reflektan terendah berada pada kisaran
gelombang merah (0,6 – 0,7 µm).
Cobalah, catat pola spektral dari obyek lainnya, seperti lahan basah, lahan
kering, awan, laut dalam, sedimen laut, dll. Kemudian pada obyek yang sama,
bandingkan grafik tersebut dengan kedua grafik reflektan seperti gambar di
bawah ini. Apakah ada kemiripan?

____________________________________________________________
40
Pola reflektan object sebenarnya dapat diukur menggunakan suatu alat yang
bernama spektrometer/spectroradiometers. Alat ini dapat mengukur reflektan
objek pada panjang gelombang tertentu dari sumber energi matahari. Waktu
pengukuran paling optimal adalah sekitar jam 11 pagi hingga jam 2 siang,
karena pada selang waktu tersebut, intensitas gelombang elektromagnetik
matahari sangat tinggi, dengan syarat cuaca tidak mendung.

Obyek diletakkan tepat di depan sensor, lalu sensor diarahkan tepat mengenai
obyek agar pantulannya dapat terekam. Kemudian, alat tersebut tersambung
dengan PC/laptop yang kemudian digunakan untuk menyimpan spectra
library hasil pengukurannya.

Sensor optis

Obyek yang
akan diukur
Gambar 3.7. Spektrometer
Berikut adalah contoh hasil rekaman reflektan vegetasi menggunakan alat
spektometer (kiri), kemudian bandingkan dengan hasil pola reflektan vegetasi
yang diambil pada citra Landsat 8 (kanan) dengan menggunkan z profil.

Pola reflektan vegetasi (spektrometer) pola reflektan vegetasi (satelit)


___________________________________________________________
41
Secara umum, pola reflektan terlihat sama, perbedaannya adalah kurva
reflektan citra satelit (kanan) terlalu kaku, hal ini dikarenakan kurva reflektan
tersebut terbentuk dari 7 band, sehingga penarikan kurva didasari atas nilai
piksel vegetasi dari ketujuh band tersebut. Hal ini tentunya berbeda bila kita
menggunakan satelit hyperspektral yang memiliki 200-an band. Tentu kurva
yang terbentuk akan terlihat mirip layaknya hasil pengukuran menggunakan
spektrometer.

3.4. Statistik Citra


Perhitungan statistik dari citra satelit adalah sangat penting dilakukan terutama
bila kita ingin melihat sebaran distribusi piksel dalam citra satelit, misalkan
bila kita ingin mengetahui nilai piksel minimum dan maximum di masing-
masing band, atau nilai piksel berapa yang memiliki jumlah yang besar di
masing-masing band.

Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka kita bisa memanfaatkan tool


Compute statistik yang terdapat di dalam toolbox. Berikut adalah langkah-
langkahnya:

1.Dalam toolbox, klik


folder Statistic

2.Pilih Compute
Statistik
3.Klik citranya,
misalkan
ALL_BAND

4.Klik OK

____________________________________________________________
42
Maka akan muncul kotak Compute Statistik Parameters seperti gambar
dibawah ini.
Kita dapat memunculkan beberapa informasi seperti nilai Covariance,
dengan cara mencentang kolomnya.

5. Ceklis kolom Basic


Stats, Histogram,
Covariance dan
covariance images

Jika anda ingin menyimpan


hasil kalkulasi statistik, anda
bisa menceklis kolom ini dan
menyimpannya apda direktori
anda.

6. Klik OK
Maka proses akan berjalan.

___________________________________________________________
43
Lalu akan muncul kotak Statistic Results seperti gambar di bawah ini.

Dalam kolom Basic Stats, anda akan mendapatkan nilai min, max, mean dan
standard deviasi nilai piksel dimasing-masing band. Terlihat bahwa nilai
minimum untuk seluruh band adalah 0. Sebenarnya, Nilai 0 tersebut
bukanlah nilai minimum asli dari masing-masing band, nilai tersebut
adalah nilai piksel region luar scenes yang biasanya berwarna hitam.

Pada gambar di samping, Pixel


berwarna hitam yang berada
diluar garis adalah bukan
merupakan bagian dari scene
citra, namun dalam perhitungan
statistik, pixel-pixel bernilai 0
tersebut dilibatkan sehingga
menjadi nilai minimum.

____________________________________________________________
44
Oleh karena itu, untuk mencari nilai minimum sebenarnya dari scene citra,
maka anda harus mencari didalam histogram pada masing-masing band.
Berikut adalah langkahnya:

Klik Select Start 


Histogram Band 1

Nilai Pixel atau DN


(Digital Number)

Jumlah pixel atau


Npts (Number of
points)

Misalkan anda pilih histogram band 1, kemudian ceklah nilai minimum piksel
(DN) dengan melihat dalam kolom jumlah piksel (Npts). DN yang memiliki
npts = 0, maka sebenarnya piksel dengan nilai DN tersebut tidak terdapat di
dalam scenes citra, atau jumlahnya sama dengan 0. Untuk mengetahui nilai
minimum, maka anda harus mencari DN paling rendah hingga tinggi yang
pertama kali memiliki npts lebih dari sama dengan 1 (≥1).

___________________________________________________________
45
Untuk lebih memahaminya, anda dapat melihat penjelasan berikut ini.

Gambar disamping
menunjukkan DN = 8988
merupakan DN minimum
band 1.

Hal ini terlihat karena DN


yang nilainya lebih rendah
DN Npts dari 8988 memilliki npts 0
semua, dan pada DN 8988,
nilai npts = 53,

Artinya, pixel yang memiliki


nilai 8988 terdapat
sebanyak 53 pixel yang
tersebar didalam scenes
citra band 1. DN 8988
adalah DN minimum band
1.

Anda dapat juga melihat distribusi sebaran data melalui kurva. Langkahnya
adalah seperti berikut.

Klik Select Plot Pilih


histogram Band yang
diinginkan, misalka band
1

____________________________________________________________
46
Grafik ini menunjukkan
distribusi pixel citra pada
band 1.
X Axix : Nilai Pixel
Y Axix : jumlah Pixel.
Dari grafik disamping terlihat,
nilai pixel yang mendominasi
terdapat pada rentang
10.000 – 12.500 .

3.5. Mosaic Citra


Mosaic adalah proses menggabungkan 2 atau lebih scenes citra. Proses ini
sangat penting dilakukan apabila wilayah kajian kita terliput 2 atau bahkan 3
scenes citra. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan proses mosaik :
 Scene citra telah mengalami proses registrasi artinya citra-citra
tersebut sudah memiliki koordinat dan posisi yang benar serta
memiliki sistem koordinat yang sama.

___________________________________________________________
47
 Pastikan scene-scene citra yang akan dimosaic memiliki posisi yang
berdampingan.
 Sebaiknya, tanggal perekaman antar scenes yang akan diproses tidak
terlampau jauh lamanya.

Berikut ini akan dicontoh cara melakukan proses mosaik menggunakan data
Landsat 8. Terlihat file di bawah ini adalah 2 scenes yang memiliki path-row
berdampingan, yakni Path 122 Row 64 (LC8122064...), dan Path 122 Row 65
(LC8122065..).

Untuk posisi kedua scene tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini

____________________________________________________________
48
Data Landsat 8 yang diunduh dari situs USGS sudah terigestrasi dan telah
memiliki sistem koordinat. Gambar dibawah ini menunjukkan citra scenes
Landsat 8 (band 8 pankromatik-15 meter) memiliki posisi yang sama dengan
data jaringan jalan dari Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000.

Karena telah memiliki koordinat, maka scenes Citra Landsat dapat secara
langsung diproses mosaik secara otomatis.
Langkah awal, pastikan Citra Landsat untuk kedua scenes tersebut telah
terlayer-stacking, sehingga satu file scene memiliki 7 band (band 1 hingga
7).
Inputlah 2 scenes citra tersebut ke dalam ENVI.

___________________________________________________________
49
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses mosaik:

1.Buka Menu
Mosaicking

2.Klik Seamless Mosaic

____________________________________________________________
50
3. Klik tombol add +

4.Pilih/Select kedua scenes

5.Klik OK
Kemudian, hilangkan piksel terluar yang dapat menutupi scenes lainnya.
Untuk dapat menghilangkan (masking) piksel terluar tersebut, kita harus
mengidentifikasi nilai piksel tersebut.

___________________________________________________________
51
Gunakan tombol cursor value untuk mengidentifikasi piksel terluar di
masing-masing scenes. Bila anda belum melakukan transformasi apapun pada
citra, maka biasanya nilai piksel terluar ini bernilai 0. Contoh di bawah ini,
cara untuk masking atau menghilangkan piksel terluar.

6.Klik kanan, pilih change


Selected Parameters

____________________________________________________________
52
7. Isikan nilai pixel terluar,
misakan = 0.

Lakukan hal yang sama


pada scenes lainnya.

Terlihat dipreview pada display citra, piksel terluar dari kedua scenes akan
hilang dan tidak lagi saling menutup.

___________________________________________________________
53
Dalam struktur Path-Row scenes Landsat, antar scenes yang saling
bersebelahan, pasti memiliki area yang saling tumpang tindih (overlaping).

Contoh gambar di samping


menunjukkan area overlap
(lingkaran merah) antara
scenes path/row 122/64
dengan scenes path/row
122/65.

Setiap scene citra Landsat


direkam pada waktu yang
berbeda, tentu ini akan
menghasilkan kondisi cuaca
yang berbeda. Kita dapat
memilih scenes yang memiliki
kualitas lebih baik di zona
overlap tersebut. Lihatlah dari
persentase tutupan awan
paling rendah di zona overlap
tersebut.

Kemudian, letakkan scenes


yang memiliki kualitas lebih
baik di posisi paling atas.

Dalam kasus berikut, scene path 122 row 64 memiliki kuantitas awan lebih
rendah di zona overlap, maka naikkan posisinya ke layer paling atas (bring
to front).

____________________________________________________________
54
8.Pilih/Select layer path
122 row 64

9.Klik Order, Pilih Bring to


Front

Contoh perbandingan gambar di bawah ini, dimana posisi scene path 122 row
64 berada di atas (gambar kiri) dengan posisinya apabila diletakkan di bawah
(gambar kanan).

___________________________________________________________
55
Kemudian untuk proses penyetaraan warna antara scene yang akan di mosaic,
dapat diaktifkan di tab Color Correction. Penyetaraan histogram dapat dipilih
beradasarkan area yang teroverlap saja, atau seluruh scenes.

10.Klik Tab Color Correction

11.Centang Histogram
Matching, lalu pilih
tipenya.

Kemudian, pilihlah scene acuan ingin digunakan sebagai dasar penyetaraan


warna dan histogram.

12.Klik Tab Main


13.Pilihlah scenes yang
digunakan sebagai acuan
(Reference) dengan cara klik
kanan pada scenes tersebut

____________________________________________________________
56
Langkah terakhir adalah menyimpan output mosaic.

14.Klik Tab Export


15.Klik Browse

16.Simpan dan berinama


output file, misalkan
“MOSAIC”

17.Klik Open
18.Klik Finish

___________________________________________________________
57
Berikut adalah hasil proses mosaik.

____________________________________________________________
58
BAB 4.
PREPROCESING (LANDSAT)

Sebelum citra dianalisis, tahap awal yang harus dilakukan adalah proses
preprocessing. Tahap preprocessing yang dibahas pada bab ini yakni adalah
kalibrasi dan koreksi. Proses kalibrasi lebih kepada transformasi nilai piksel
untuk mendapatkan nilai spektral radian dan reflektan. Citra hasil perekaman
satelit yang masih original atau bersifat data mentah (Raw Data), dimana
piksel-pikselnya masih memiliki nilai digital number (DN) atau nilai piksel
(Pixel Value). Digital number (DN) dalam piksel dapat dikatakan indeks
angka yang merepresentasikan tingkat pantulan gelombang Elektromagnetik
dari obyek dimuka bumi yang diterima/direkam oleh sensor. Sedangkan dalam
visualisasinya, Digital Number merepresentasikan tingkat kecerahan pada
citra. Untuk mendapatkan nilai spektral radian obyek sebenarnya, maka citra
satelit haruslah dikalibrasi.

Tahap selanjutnya adalah koreksi. Proses ini sangat penting dilakukan karena
saat satelit merekam bumi, terjadi distorsi sehingga menurunkan kualitas citra.
Distorsi yang terjadi kecenderungan diakibatkan karena jarak antara satelit
yang berada di ruang angkasa dengan permukaan bumi yang sangat jauh,
sehingga distorsi yang muncul biasanya mempengaruhi radiometrik citra
(kemampuan sensor merekam reflektan obyek muka bumi) yang salah satunya
adalah akibat gangguan atmosfer. Selain itu, dinamika posisi satelit dan juga
pergerakan satelit pada orbitnya mampu memunculkan distorsi yang
mengakibatkan posisi geometris citra yang tidak sesuai dengan posisi yang
sebenarnya. Oleh karena itu, proses preprocessing ini bertujuan untuk
perbaikan/koreksi citra baik secara radiometrik dan juga geometrik.

Selain itu, proses lainnya dalam konteks preprocessing yang dibahas pada bab
ini adalah mosaic dan juga penajaman citra. Kedua proses ini sebenarnya
bukan bertujuan untuk memperbaiki citra akibat distorsi, namun lebih kepada
persiapan awal citra sebelum proses pengolahan digital dilakukan.

4.1. Kalibrasi Radiometrik

Proses kalibrasi ini bersifat optional, artinya tidak selalu harus dilakukan.
Proses kalibrasi ini sangat penting apabila user menginginkan transformasi
___________________________________________________________
59
nilai piksel dalam bentuk nilai spektral radians dan nilai reflektan sebenarnya.
Aplikasi dari penerapan kalibrasi ini misalkan kebutuhan suatu algoritma
dimana input citra harus memiliki nilai piksel dalam satuan nilai spektral
radians, contohnya adalah algoritma yang dikembangkan oleh Budiman
(2005) untuk menghitung kandungan sedimen dalam air:

TSS = A * exp (S * R(0-) kanal merah)


dimana: TSS = total suspended solid (mg/l)
R(0-) = Nilai spektral reflektan pada band merah
A dan S = variabel persamaan

Perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan makna antara spektral radian


dengan reflektan.
Spektral radian adalah jumlah energi/flux yang diradiasikan oleh obyek
dimuka bumi per unit luasan pada sudut tertentu. Nilai dari spektral radian ini
memiliki satuan Watts/m2*srad*µm. Berikut adalah ilustrasinya.

Sumber: Walter-Shea and Biehl 1990

Sedangkan reflektan adalah persentase energi yang dipantulkan obyek dari


total energi yang diterima obyek per satuan luas. Nilai reflektan ini tidak
memiliki satuan dan biasanya diukur berdasarkan persentase (%). Gambar di
bawah ini adalah contoh pola reflektan beberapa macam obyek.

____________________________________________________________
60
Dalam pengolahan data Landsat 8, kedua nilai ini dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
 Reflektan  ρλ' = Mρ*Qcal + Aρ
Dimana : Mp = faktor skala sedangkan Ap = faktor penambah
Dalam menghitung reflektan, tidak semua band dapat digunakan. Band
yang memiliki gelombang thermal (TIRS) tidak dapat dikonversi ke satuan
reflektan, karena band ini hanya merekam radiasi saja.
 Spektral Radian (Radiance)  Lλ = ML*Qcal + AL
Dimana : Mp = faktor skala sedangkan AL = faktor penambah
Band reflektan (OLI) maupun thermal (TIRS) dapat dikonversi kedalam
satuan nilai reflektan radian ini.

4.1.1. Konversi DN OLI Menjadi Reflektan Lapisan Atas Atmosfer


(TOA Reflectance)

Untuk melakukan kalibrasi Landsat 8, anda dapat membaca penggunaan


produk Landsat pada situs resmi USGS.

http://landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_Product.php

Dalam situs tersebut, dijelaskan bagaimana melakukan proses kalibrasi


radiometrik untuk data OLI dan data TIRS. Rumus untuk konversi DN
kedalam nilai reflaktan Top Of Atmosfer (TOA) untuk data OLI adalah
sebagai berikut:

ρλ' = MρQcal + Aρ

___________________________________________________________
61
Dimana:
ρλ' = Reflektan TOA yang belum terkoreksi sudut matahari.
Mρ = faktor skala (Band-specific multiplicative rescaling factor )
Aρ = faktor penambah (Band-specific additive rescaling factor)
Qcal = Nilai piksel (DN)

Untuk nilai faktor Mρ dan Aρ, dapat dilihat pada metadata citra. Dalam file
citra Landsat, selalu tersedia file metadata-nya, dimana metadata ini biasanya
berformat Text (*.txt). Dalam Landsat 8, penamaan file metadata ini selalu
diakhiri dengan “_MTL”. Berikut adalah contoh tampilan metadata dalam
folder hasil unduhan Citra Landsat dari situs GLOVIS USGS.

Bukalah file metadata tersebut, sebaiknya menggunakan Wordpad, agar


susunan format tulisannya memanjang kebawah.

Kemudian, carilah kedua faktor skala tersebut yakni multiplicative rescaling


factor (Mρ ) dan additive rescaling factor (Aρ ).
____________________________________________________________
62
Berikut adalah contohnya:

Terlihat, untuk seluruh Band (band 1 hingga band 9), memiliki nilai faktor Mρ
(0,00002) dan Aρ (-0,1) yang sama, sehingga ini memudahkan dalam hal
penulisan rumus, karena rumus yang digunakan adalah sama untuk seluruh
band (band 1 hingga band 9).

Band 10 dan 11 tidak memiliki nilai faktor Mρ dan Aρ, karena kedua band
tersebut adalah band thermal. Band thermal tidak merekam reflektan obyek
melainkan radiasi obyek, oleh karena itu kedua band tersebut tidak dapat
dikonversi menjadi nilai Reflektan TOA.

Selanjutnya, untuk mengkonversi seluruh nilai piksel menggunakan suatu


rumus, kita dapat memanfaatkan tool bandmath dalam ENVI. Tools ini
___________________________________________________________
63
berfungsi untuk meng-kalkulasi suatu nilai piksel sesuai rumus/algoritma yang
telah ditentukan. Tools bandmath ini dapat anda temukan di toolbox, didalam
folder Band ratio. Selanjutnya, catatlah rumus/algoritma yang akan
digunakan.

ρλ' = (Mρ*Qcal) + Aρ

= (0.00002*DNband 1-7) + (-0.1)

Dalam bandmath, nilai DN disimbolkan dengan huruf B dan diikuti oleh


angka, contoh penulisan yakni B1, B2, B3, ... dst.

Sehingga, penulisan dalam bandmath adalah seperti berikut ini:

(0.00002*B1)-0.1
Untuk penulisan variabel tidak terpengaruhi oleh besar kecilny
a huruf B,
baik penulisan “B1” maupun “b1” tetap bisa diinputkan ke dalam bandmath.

Bukalah software ENVI, kemudian input layer ALL_band.

Lalu, dalam kolom Toolbox, pilih folder band ratio, kemudian double click
Band Math.

.
1.Klik Band Math

____________________________________________________________
64
Kemudian, masukkan rumus berikut ke dalam kolom Enter an Expression.

Band math : (0.00002*b1)-0.1

2.Ketik-lah rumus-nya

3. Klik Add to List

Karena semua rumus dapat diterapkan di seluruh band, maka anda cukup klik
“Map Variabel to Input File”, seperti yang ditunjukkan pada gambar di
bawah ini.

4.Klik variabel B1

5.Klik Map Variable to input File

6.Pilih input file adalah layer


All_band.

7.Klik OK

___________________________________________________________
65
Maka, seluruh band akan ter-selected biru seperti gambar di bawah ini.

8.Klik
Choose

9.Simpan dalam folder yang


diinginkan, berinama output
“TOA_SPEKTRAL”

10.Klik
11.Klik OK Open

Maka akan muncul layer TOA_SPEKTRAL di dalam kotak Layer Manager.

____________________________________________________________
66
Secara visual, tampilan citra terlihat lebih cerah. Namun yang paling penting
adalah nilai piksel telah berubah menjadi nilai reflektan. Ceklah nilai piksel
dari layer “TOA_SPEKTRAL” dengan tools cursor value , kemudian
bandingkan nilai pikselnya dengan layer “ALL_BAND”.

Terlihat pada gambar di atas, nilai piksel pada layer “ALL_BAND” masih
dalam nilai digital mumber, dengan angka ribuan, sedangkan pada layer
TOA_SPEKTRAL, nilai piksel RGB, sudah berubah menjadi reflektan.

4.1.2. Konversi DN OLI Menjadi Radians Lapisan Atas Atmosfer


(TOA Radiance)
Rumus untuk merubah DN menjadi spektral radian (Watts/m2*srad*µm)
adalah sebagai berikut:

Lλ = ML*Qcal + AL
Dimana :
Mp = faktor skala
AL = faktor penambah

Keduan faktor tersebut dapat dilihat pada file metadata citra, di mana dalam
format tulisan metadata tersebut, Mp adalah
“RADIANCE_MULT_BAND_...”, sedangkan AL adalah
“RADIANCE_ADD_BAND_...”.

___________________________________________________________
67
Berikut adalah tampilan metadatanya.

Nilai faktor Mp dan AL tidak memiliki nilai yang sama antar setiap band-nya,
hal ini berbeda dengan faktor skala spektral radian. Oleh karena itu, penulisan
rumus antar band akan berbeda:
Rumus untuk band 1 =(0.0126*b1)-63.02
Rumus untuk band 2 =(0.0129*b2)-64.53
Rumus untuk band 3 = (0.01003*b3)-59.47
Rumus untuk band 4 = (0.01003*b4)-50.15
Rumus untuk band 5 = (0.00613*b5)-30.689
Rumus untuk band 6 = (0.00152*b6)-7.632
Rumus untuk band 7 = (0.0000514*b7)-2.57

Setelah mendapatkan rumusnya, lalu ketik-lah di band math. Dalam


penamaan variabel band, sebaiknya penulisan disesuaikan dengan bandnya,
misalkan “b1” untuk band 1, “b2” untuk band 2, dst agar saat menginput file
band, tidak menyulitkan.

____________________________________________________________
68
1.Klik Band Math

Kemudian, ketiklah rumus untuk setiap band, lalu klik Add to list hingga
seluruh rumus masuk dalam kolom Previous Band Math Expressions.
2.Ketik rumus band 1,
lalu klik Add to list,
hingga rumus tersebut
tersimpan dalam kolom
Previoues Band Math
Expressions

Kemudian, lanjutkan
dengan rumus band 2,
hingga band 7.

Dalam proses konversi ini, data input adalah layer ALL_Band. Nilai piksel
dalam layer inilah yang diubah dari DN menjadi nilai radian
(Watts/m2*srad*µm).
Untuk melakukan proses konversi, tidak bisa secara sekaligus, karena rumus
yang diproses berbeda setiap bandnya, oleh karena proses kalkulasi atau
konversi nilai piksel harus dilakukan satu-persatu.

___________________________________________________________
69
Mulailah dengan band 1 terlebih dahulu, caranya adalah sebagai berikut:

3.Select rumus
untuk band 1

4.Klik ok

5.Pada layer ALL_BAND, select-


lah b1 (band 1) sebagai variabel
inputnya.

6.Klik Choose

7.Simpan dengan
nama
“RADIAN_BAND_1”
8.Klik Open

9.Klik ok
____________________________________________________________
70
Maka layer RADIAN_BAND_1 akan muncul, tentunya dalam kondisi single
layer atau band tunggal. Ceklah nilai piksel pada layer tersebut dengan
menggunakan tools cursor value ,

Lanjutkan-lah dengan melakukan proses untuk band 2.

10.klik kembali
bandmath

11.Klik /Select
untuk rumus
band 2

12.Klik OK

___________________________________________________________
71
13.Klik b2 (band2) di layer
ALL_BAND

14.Klik Choose

15. Simpan file,


misalkan dengan
nama
“RADIAN_BAND_2”

16.Klik Open

17.Klik OK

Lakukanlah hal tersebut hingga band 7, sehingga menghasilkan 7 image


dalam bentuk single layer.

Setelah band 1 hingga band 7 berhasil dikonversi kedalam nilai radian, lalu
gabungkanlah kembali dengan menggunakan tool layer stacking, sehingga
menjadi satu file multilayer atau multiband,

____________________________________________________________
72
18.Dalam toolbox,
buka folder Raster
management 
Layer Stacking

19.Klik Import File,


kemudian inputlah
Radian_band_1
hingga
Radian_band_7

___________________________________________________________
73
20.Klik Reorder Files 21. Urutkan posisi band
dengan cara drag and drop,
kemudian klik OK

22.Klik Choose

23.Simpan, dan berinama


output, misalkan
“ALL_RADIAN_BAND”
Kemudian, klik Open

24.Klik OK

Maka, anda telah mendapatkan layer baru bernama ALL_RADIAN_BAND,


dimana piksel dari seluruh band pada layer tersebut memiliki nilai radian
dalam satuan (Watts/m2*srad*µm).

____________________________________________________________
74
Tampilkan layer pertama kali muncul masih dalam greyscale, maka
tampilkanlah layer tersebut dalam mode RGB.

Klik Data
manager

Carilah layer
ALL_RADIAN_BAND.
Kemudian buatlah
komposit, dengan cara
memilih band-nya.

Klik Load Data

Sehingga tampilan citra akan berubah menjadi berwarna seperti gambar di


bawah ini.

___________________________________________________________
75
Nilai spektral radian dapat dikonversi menjadi nilai suhu permukaan
menggunakan rumus berikut:

Dimana: T = Suhu (Kelvin)


CVR = Nilai radiance pada band thermal
K1 dan K2 = Tetapan
Namun, untuk mengukur suhu suatu obyek, harus menggunakan panjang
gelombang yang tepat. Hal ini sesuai dengan hukum pergeseran Wein,
dimana terdapat hubungan antara panjang gelombang dengan suhu.
k
 max 
T
k = konstanta yang besarnya 2989 mm*K,
T = suhu dengan satuan Kelvin,
 = panjang gelombang dalam satuan µm.
Band thermal inframerah (TIRS) yang berada di kisaran ± 10 µm sangat
tepat digunakan untuk mengukur suhu permukaan bumi yang suhunya
berkisar antara ± 300 K atau 27,5 Celcius.
 = 2989 mm*K / 300 K
= 9,963 µm atau dapat dibulatkan menjadi 10 µm

Sedangkan untuk mengukur suhu yang lebih tinggi, seperti yang dilakukan
Flynn, et al. (2001) yang mendeteksi lava (± 868 Kelvin atau 596 Celcius),
dapat dideteksi dengan menggunakan band inframerah (kisaran ± 1 µm).
Berikut adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara suhu, panjang
gelombang, dan energi (radians spektral) yang dipancarkan.

____________________________________________________________
76
4.2. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik merupakan proses memperbaiki nilai piksel pada citra


satelit akibat kesalahan radiometrik serta untuk meningkatkan visualisasi citra.
Beberapa kesalahan radiometrik yang dapat menggeser nilai
piksel/radiometrik citra antara lain:

1. Kesalahan pada sistem optik kesalahan karena perubahan kekuatan


sinyal.
2. Kesalahan karena gangguan atmosferik.
3. Kesalahan karenan pengaruh sudut elevasi matahari.

4.2.1. TOA reflektan terkoreksi sudut matahari (Sun angle correction)

Sun angle correction, merupakan koreksi yang dilakukan untuk memperbaiki


nilai reflektan yang error akibat posisi matahari. Citra yang diakuisisi pada
musim yang berbeda, akan tampak salah satu kekurangannya yakni iluminasi
matahari.

Oleh karenanya, nilai reflektan pada citra harus dikoreksi dengan sudut elevasi
matahari yang dihitung berdasarkan waktu/musim perekaman data citra.
Adapun rumus dari koreksi sudut matahari ini adalah sebagai berikut:

ρλ' ρλ'
ρλ = Atau
cos(θSZ) sin(θSE)

___________________________________________________________
77
Dimana :
ρλ = Reflektan TOA terkoreksi sudut matahari
ρλ' = Reflektan TOA tanpa korekasi sudut matahari
θSE = Sudut elevasi matahari (Local sun elevation angle).
θSZ = Local solar zenith angle; θSZ = 90° - θSE

Seperti halnya melakukan kalibrasi, proses koreksi ini juga membutuhkan


parameter seperti sudut elevasi matahari dan local solar zenith angle. Nilai
tersebut telah ada dalam file metadata, seperti ditunjukkan pada gambar di
bawah ini.

Bila menggunakan kedua rumus tersebut pun akan menghasilkan hasil yang
sama.

Menggunakan Sudut Matahari Menggunakan Sudut Zenith


Matahari
θSE Sun Elevation = 66,193° θSE Sun Elevation = 66,193°
Sin (66,193°)= 0,9149 θSZ = 90° - θSE
Maka, rumus di bandmath adalah = 90°- 66,193
B1/0.9149 = 23,807°
Cos (23.807°)= 0,9149
Maka, rumus di bandmath adalah
B1/0.9149

____________________________________________________________
78
Rumus ini berlaku untuk seluruh band, dimana band yang digunakan
haruslah piksel yang telah dikonversi kedalam nilai reflektan TOA.

Bukalah data TOA_SPEKTRAL dan data ALL_BAND kedalam ENVI.

Masukkan rumus kedalam Band Math

1.Klik
Bandmath

2.Masukkan
rumus, lalu klik
Add to list

3.klik OK

___________________________________________________________
79
Karena rumus tersebut bisa diterapkan sekaligus untuk seluruh band yang
ada di layer TOA_SPEKTRAL, maka kita bisa gunakan Map Variable to
Input File.

4.Klik Map Variable to Input File

5.Pilih layer TOA_SPEKTRAL

6.Klik OK

____________________________________________________________
80
Simpan output file dengan cara klik tombol Choose.

7.Klik
Choose

8.Simpan output, dan


berinama, misalkan
“TOA_SPECTRAL_SUN
_ANGEL”

9.Klik Open
10.Klik OK
___________________________________________________________
81
Maka, perbedaan apakah yang muncul antara citra yang belum terkoreksi
sudut matahari dengan citra yang telah terkoreksi?

Secara visual, tidak ada perbedaan antara data yang belum dikoreksi dengan
data yang telah dikoreksi. Namun, perbedaan yang nyata terletak pada
perbedaan nilai piksel antara keduannya. Gunakan tool cursor value , lalu
bandingkan nilai piksel antara kedua data tersebut (sebelum dan sesudah
terkoreksi)

____________________________________________________________
82
4.2.2. Dark Piksel Correction

Pada sub-bab ini, metode yang digunakan untuk melakukan koreksi


radiometrik adalah metode dark piksel correction. Prinsip metode ini adalah
memperbaiki nilai radiometrik (Pixel Value) pada citra akibat gangguan
atmosferik. Jika tidak ada atmosfer, obyek berwarna gelap atau biasanya
berupa air dan bayangan awan seharusnya memiliki nilai piksel 0. Apabila
pada obyek-obyek tersebut tidak bernilai 0, maka nilai tersebut adalah bias.

Gambar di atas menunjukkan ilustrasi efek atmosfer yang memantulkan sinar


datang/gelombang elektromagnetik matahari.

Air memiliki karakteristik menyerap gelombang elektromagnetik matahari


dengan sangat kuat, sehingga sensor satelit menerima pantulan air dengan
intensitas kecil, sehingga efek rona piksel air dalam citra akan menjadi gelap
dengan nilai piksel 0. Namun karena obyek air terhalang atmosfer yang
terdapat di atas permukaan bumi, gelombang elektromagnetik dipantulkan
kembali oleh atmosfer dan ditangkap oleh sensor sehingga warna rona akan
lebih terang karena pengaruh pantulan atmosfer (bias atmosfer) atau nilai
piksel air bergeser menjadi lebih tinggi (bukan bernilai 0).

Pergeseran nilai inilah yang disebut sebagai bias akibat efek atmosfer. Nilai
bias ini kemudian digunakan sebagai angka pengurang untuk seluruh piksel
yang terdapat dalam scenes citra di masing-masing band sehingga nilai piksel
akhir yang didapat adalah nilai piksel tanpa efek atmosfer.

___________________________________________________________
83
Rumus dark piksel correction adalah sebagai berikut:

DN terkoreksi = DN – bias (nilai minimum)

Nilai bias didapat dari nilai minimum dimasing-masing band. Nilai minimum
tersebut dapat dilihat pada proses perhitungan statistik citra yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya.

Layer yang digunakan adalah layer yang masih berupa nilai digital number
(layer ALL_BAND). Kemudian hitunglah nilai minimum (bias) di masing-
masing band.

Hasil perhitungan kemudian dicatat seperti contoh di bawah ini:


Band 1 = 9636
Band 2 = 8664
Band 3 = 7392
Band 4 = 6344
Band 5 = 5911
Band 6 = 4883
Band 7 = 4960

____________________________________________________________
84
*kenapa bias pada gelombang tampak lebih besar dibandingkan
gelombang inframerah?

Hal ini disebabkan karena efek pantulan Reyleigh.

Pantulan Ralyleigh terjadi dimana gelombang elektromagnetik


berinteraksi dengan partikel udara yang ukurannya lebih kecil daripada
panjang gelombang yang datang. Contoh partikel yang ada di atmosfer
tersebut antara lain berupa partikel halus debu, molekul nitrogen (NO2)
dan oksigen (O2).

Efek dari pantulan Raylegh adalah berbanding terbalik secara


proporsional dengan panjang gelombang: semakin kecil panjang
gelombang, semakin dipantulkan lebih jauh. Hal sebaliknya terjadi bila
ukuran gelombang besar, maka atmosfer akan menyerapnya (absorbsi).
Hal tersebutlah yang mengakibatkan bias pada gelombang nampak
cenderung lebih tinggi sehingga rona lebih cerah, dibandingkan dengan
gelombang inframerah yang memiliki rona lebih gelap.

___________________________________________________________
85
Proses koreksi dengan metode dark piksel correction ini dapat diterapkan di
software ENVI secara otomatis, yakni dengan cara sebagai berikut.
Bukalah citra yang akan dikoreksi, yakni layer ALL_BAND.

1.Klik folder Radiometric


Correction

2.Pilih Dark Substraction

3.Pilih citra yang akan


dikoreksi,yakni ALL_band

____________________________________________________________
86
Kemudian, isi nilai minimum (bias) pada masing-masing band didalam
kolom Current Subtraction Values.

Maka akan muncul layer baru “RADIOMETRIK” yang merupakan hasil dari
proses koreksi radiometrik. Secara visual memang tidak ada perubahan rona
dengan layer sebelumnya “ALL_BAND”, namun nilai piksel (digital
number) lah yang sebenarnya telah berubah.
Gunakan cursor value untuk mengecek perbandingan nilai piksel dari
layer yang belum dikoreksi (ALL_BAND) dengan layer yang telah dikoreksi
(RADIOMETRIK).

___________________________________________________________
87
Mengapa langit berwarna biru?

Pada siang hari, perjalanan sinar matahari ke bumi melalui atmosfir lebih
dekat. Dalam situasi ini, pantulan Rayleigh menyebabkan scattering langit
lebih terang untuk dilihat dan berwarna biru, ini disebabkan karena panjang
gelombang terpendek yang dapat ditangkap oleh mata manusia adalah
gelombang biru.

Pada saat terbit matahari dan terbenam matahari, cahaya matahari


mengalami perjalanan lebih panjang untuk mencapai permukaan bumi
melalui atmosfir. Sehingga semua panjang gelombang terpendek
dipantulkan, dan hanya panjang gelombang yang lebih panjang yang
mencapai permukaan bumi, sebagai hasilnya langit akan terlihat berwarna
oranye atau merah.

Sedangkan pada malam hari, langit terlihat gelap, hal ini karena ketidak
hadiran partikel dan pantulan pada atmosfer

____________________________________________________________
88
4.2.3. Koreksi Awan Tipis

Sensor optis memiliki sensitifitas tinggi terhadap hambatan atmosfer, salah


satunya adalah awan tipis/kabut (cirrus). Keberadaan awan tipis ini tentu
menjadi kendala, misalkan antara 2 obyek yang sama dapat memiliki nilai
piksel yang berbeda karena faktor keberadaan cirrus ini. Nilai piksel pada
obyek yang terliput awan cirrus akan lebih tinggi dibandingkan obyek yang
sama yang tidak diliputi oleh awan cirrus.

Namun, hal tersebut dapat diminimalisir tentunya dengan keberadaan band


Cirrus di Landsat 8, yakni band 9. Band 9 yang tidak terdapat pada generasi
landsat sebelumnya ini sangat sensitif terhadap awan tipis/kabut. Didalam
scenes band 9, awan cirrus akan terlihat berwarna putih, artinya nilai piksel
tersebut tinggi, sedangkan wilayah yang tidak diliputi oleh awan Cirrus ini
akan berwarna gelap, atau nilai pikselnya rendah.

Tentu dengan melakukan manipulasi nilai piksel, kita dapat meminimalisir


awan cirrus.

Berikut adalah rumus matematis yang dikembangkan oleh penulis untuk


meminimalisir efek awan tipis.

DNtekoreksi = DN – a*(DNcirrus – DN min cirrus)

A = faktor skala (1 atau 1,5)

Penjelasan dari rumus tersebut adalah sebagai berikut:

 Langkah awal adalah melakukan manipulasi pada nilai piksel band


cirrus (band 9), dimana asumsi bahwa obyek yang tidak diliputi oleh

___________________________________________________________
89
awan cirrus haruslah memiliki nilai piksel 0. Nilai piksel terendah
kecenderungan berada diatas 1000, oleh karena itu, nilai piksel harus
dikurangi DN terendah-nya, sehingga nilai terendah menjadi bernilai
0.
 Kemudian, DN piksel pada band 1 hingga 7 dikurangi dengan DN
piksel band 9 yang nilai pikselnya telah termodifikasi. Hasilnya,
nilai piksel band 1-7 yang terliput cirrus akan berkurang, sedangkan
nilai piksel yang tidak terliput awan cirrus tentu akan tetap nilai-nya,
atau berkurang sedikit tergantung faktor skala yang digunakan.

Beberapa metode lain yang bisa anda terapkan adalah melakukan modelling
regresi linear. Namun untuk praktikum kali ini, rumus yang digunakan
adalah rumus matematis sederhana yang sebelumnya telah dijelaskan.

Bukalah citra layer RADIOMETRIK dan layer band 9.

____________________________________________________________
90
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai minimum dari
layer band 9

1.Klik folder Statistic


 pilih Compute
Statistic

2.Pilih Band 9

3.Klik OK

4.Scrool kebawah
untuk dapatkan
DN minimum

5.Catat-lah DN
minimum-nya
6.Tutup tabel
statistik

___________________________________________________________
91
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan nilai minimum dari layer band 9.

Masukkan rumus ke dalam bandmath:


Rumus bandmath : b1-1.5*(b9-4940) dimana a = 1.5

7.Klik Band math

8.Ketik rumusnya,
kemudian klik Add to list

9.Klik OK

Dalam rumus tersebut, b1 adalah piksel-piksel dari band 1 hingga band 7,


sehingga definisikan variabel b1 terlebih dahulu sebagai layer
RADIOMETRIK.

____________________________________________________________
92
Langkahnya adalah sebagai berikut:

10.Definisikan variabel b1 terlebih


dahulu dengan cara klik/select b1

11.Klik Map Variabel to


input Files

12.Klik
RADIOMETRIK

13.Klik OK

___________________________________________________________
93
Kemudian, definisikan variabel b9, yakni layer band 9.

14.Klik/select B9

15.Klik Band 1 pada layer band 9

16.Klik Choose

17.Simpan output, dan


berinama, misalkan
“KOREKSI_CIRRUS”

18.Klik Open
19.Klik OK
Maka, hasilnya akan muncul sebagai layer baru.
____________________________________________________________
94
Perhatikan perbedaan antara layer yang belum terkoreksi, terkoreksi
dengan nilai a=1 dan dengan nilai a=1,5.

Belum terkoreksi terkoreksi, faktor a=1

Terkoreksi, faktor a=1,5

Pada scenes landsat di atas, terlihat bahwa nilai faktor a=1,5 lebih baik dalam
meminimalisir awan cirrus dibandingkan faktor lainnya. Nilai faktor
___________________________________________________________
95
tersebut belum selalu baik dan digunakan untuk seluruh kondisi. Sebagai
contoh apabila awan cirrus berada di wilayah laut, hasil dari algoritma
tersebut terkadang memberikan efek menggelapkan piksel laut yang tertutup
awan cirrus, sehinga ronanya lebih gelap dibandingkan obyek laut sekitarnya
yang tidak tertutup awan cirrus. Sehingga sebaiknya nilai faktor yang
digunakan pada kondisi tersebut adalah nilai faktor yang lebih rendah.

Penggunaan faktor ini tentu akan berbeda bila anda menggunakan scenes
lainnya, karena kualitas hasil ditentukan juga dengan kondisi ketebalan awan
cirrus. Oleh karena itu sangat disarankan untuk mencoba mempergunakan
beberapa nilai faktor, kemudian bandingkan hasilnya, dan pilihlah yang
memberikan kualitas visual paling baik.

4.3. Koreksi Gometrik

Citra satelit merekam obyek muka bumi dan menyajikannya dalam suatu
gambar/foto. Foto tersebut tidak hanya menampilkan gambaran (visual)
obyek, namun juga posisi sebenarnya obyek tersebut di muka bumi. Posisi
yang direkam oleh satelit, tidak selalu akurat. Ketidakakuratan ini terlihat
dari adanya distorsi atau pergeseran lokasi suatu obyek pada citra dari lokasi
sebenarnya dimuka bumi.

Sebagai contoh, daerah yang bergunung akan terlihat datar, atau puncak
gunung yang bergeser (terdistorsi) karena faktor sudut pengambilan gambar
pada obyek yang memiliki ketinggian.

Sumber:http://www.geog.ucsb.edu/~jeff/115a/lectures/geometry_of_aerial_
photographs_notes.html

____________________________________________________________
96
(NASA Earth Observatory images by Robert Simmon, based on the
USGS National Elevation Dataset.)

Oleh karena itu, suatu citra satelit sebelum diproses lebih lanjut harus
melewati tahap koreksi geometrik. Koreksi geometrik ini bertujuan untuk
memperbaiki posisi obyek dalam citra akibat distorsi ke posisi yang
sebenarnya di muka bumi.
Berdasarkan jenisnya, Kesalahan geometri ini terbagi dalam 2 jenis, yakni:

 Kesalahan Sistematis (Systematic Geometric Errors), disebabkan oleh


kesalahan pada sensor. Untuk memperbaikinya diperlukan informasi
sensor dan data ephemeris (metadata) saat pemotretan. Contoh
perubahan bentuk citra akibat kesalahan sistematis adalah sebagai
berikut (Purwadhi, 2001):

___________________________________________________________
97
 Kesalahan Acak (non-systematic geometric errors), disebabkan oleh
orbit,perilaku satelit, efek rotasi bumi, dan efek bentuk muka bumi. Untuk
mengoreksinya diperlukan sebuah proses yang dikenal dengan istilah
image to map rectification. Proses ini memerlukan Titik Kontrol Tanah
(Ground Control Points, GCP) untuk menyesuaikan koordinat piksel
pada citra dengan koordinat objek yang sama di bidang datar peta (bumi).
Contoh perubahan bentuk citra akibat kesalahan acak adalah sebagai
berikut (Purwadhi, 2001):

Apakah Landsat 8 yang didownload dari situs USGS perlu dilakukan


proses koreksi geometrik?

Berdasarkan publikasi yang diambil dari situs USGS, data landsat yang
tersedia untuk diunduh, merupakan produk Standard Terrain
Correction (L1 T) yang telah terkoreksi dan terbebas dari kesalahan
akibat sensor, satelit dan bumi.

Proses yang telah diterapkan pada produk ini adalah koreksi geometrik
dengan menggunakan Titik Kontrol Tanah (GCP). Selain itu, koreksi
terhadap efek topografi juga telah dilakukan dengan memanfaatkan data
digital elevation model (DEM). Akurasi/presisi citra dari produk ini

____________________________________________________________
98
tergantung dari akurasi ground control point serta resolusi dem yang
digunakan.

Sumber : http://landsat.usgs.gov/Landsat_Processing_Details.php

Berdasarkan informasi tersebut, penulis beranggapan bahwa penerapan


koreksi geometrik untuk data landsat ini tidak terlalu diwajibkan. Hal
ini didasari dari hasil pengecekan terhadap data acuan nasional yakni
peta Rupa Bumi (RBI) Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan
Informasi Geospasial (BIG). Hasil pengamatan penulis, secara
geometrik citra landsat 8 tidak memiliki distorsi yang berarti terhadap
data RBI. Distorsi yang muncul pun terlalu kecil, hal tersebut
diakibatkan resolusi landsat 8 yang lebih rendah, namun hal tersebut
sebenarnya tidak terlalu berarti

Dalam praktek ini, akan dibahas mengenai langkah koreksi geometrik


menggunakan ENVI Classic.

ENVI Classic merupakan aplikasi tambahan dari software ENVI dimana


memiliki tampilan ENVI versi terdahulu. Software ENVI generasi sebelum
versi 5, memiliki tampilan seperti ENVI Classic, dimana ciri khasnya yakni
tampilannya hanya terdiri dari kotak yang berisi deretan menubar tanpa
memenuhi seluruh dekstop. Secara umum, fungsi ENVI dengan ENVI
Classic tidak jauh berbeda, memiliki fungsi dan menu yang sama, hanya saja
berbeda dalam segi tampilan. Menurut penulis, melakukan koreksi
geometrik akan terasa lebih mudah dilakukan di ENVI Classic dibandingkan
di ENVI, hal ini dikarenakan dalam pelaksaan koreksi geometrik, citra satelit
didalam ENVI Classic dapat ditampilkan dalam bentuk komposit warna,
serta dapat ditampilkan dalam multi window.

Berikut adalah langkah-langkah melakukan koreksi geometrik di dalam


ENVI Classic.

Bukalah ENVI Classic.

___________________________________________________________
99
Gambar di bawah ini adalah tampilan awal ENVI classic yang berupa kotak
berisi deretan menu

Dalam latihan koreksi geometrik ini, data yang akan dikoreksi adalah data
yang didownload dari google (google imagery). Data tersebut akan dikoreksi
terhadap citra landsat 8, artinya dalam hal ini, landsat 8 digunakan sebagai
referensi karena landsat 8 dianggap sudah memiliki posisi geometrik yang
baik.

Bukalah Citra Landsat 8, dengan cara sebagai berikut.

1.Buka menu File  Pilih Open Imge File

2.Input Citra Landsat 8 yang


telah terlayer stacking.

3.Klik Open

Maka akan muncul kotak Available Bands List. Kotak ini berfungsi untuk
menunjukkan data/layer apa saja yang telah diinputkan. Kemudian,
tampilkan-lah citra tersebut dalam komposit RGB berwarna agar
memudahkan dalam proses interpretsi.

____________________________________________________________
100
Maka akan muncul 1 Display dengan 3 jendela (Image, Scrool, dan Zoom)
yang berisi tampilan citra. Inilah karakteristik tampilan ENVI Classic yang
dapat menampilkan dengan banyak jendela (multi windows).

Langkah selanjutnya adalah menginputkan Citra Google dengan cara yang


sama.

___________________________________________________________
101
Maka akan muncul layer google_imagery yang berformat TIFF. Citra ini
hanya terdiri dari 3 komponen Band, yakni band Red, Green, dan Blue.
Langkah selanjutnya, tampilkan citra tersebut dalam display yang baru.

11.Buatlah kombinasi
sesuai dengan bandnya.

12.Klik Load RGB

Maka, citra google


akan muncul
didalam display 2

____________________________________________________________
102
Koordinat sistem dari citra yang akan di koreksi harus sama dengan
koordinat sistem dari citra referensinya. Untuk mengecek koordinat sistem
dari suatu layer, bukalah Map info seperti yang ditunjukkan pada gambar di
bawah ini.
Terlihat, bahwa
Klik (+) pada Map info di masing-masing layer
koordinat
sistem dari layer
google_imagery
adalah
Mercator,
berbeda dengan
layer All_BAND
yang memiliki
sistem UTM.

Oleh karena itu,


sistem
koordinat layer
google_imagery
harus diubah
menjadi UTM

Berikut adalah langkah-langkah untuk mengubah sistem koordinat.

13.Klik
menu Map

14.Pilih Convert
15.Pilih/select citra Map Projection
yang akan diubah
koodinatnya, yakni
google_imagery

________
16.Klik OK
________________ ___________________________________
103
Kemudian lakukan pengaturan sistem koordinat pada citra google imagery
tersebut agar sesuai dengan sistem koordinat dari layer ALL_BAND.

____________________________________________________________
104
Maka. Display 1 (#1) berisi layer ALL_BAND yang digunakan sebagai
referensi (base), sedangkan Display 2 (#2) berisi layer google_48s yang
akan dikoreksi (warp).

Berikut langkah-langkah untuk melakukan proses koreksi geometrik.

29.Klik menu Map 


Registration  Select
GCPs: image to image

___________________________________________________________
105
30.Base image
berisi citra yang 31.Warp
digunakan sebagai image berisi
referensi, maka citra yang
pilih Display 1 akan
dikoreksi,
maka pilih
32.Klik OK
Display 2

Maka akan muncuk kotak Ground Control Point Selection. Tahap ini adalah
proses pengumpulan titik GCP, dimana titik-titik yang diambil harus
merupakan obyek yang sama pada kedua citra tersebut.

31.Carilah obyek
yang sama di
kedua
display/layers

32.Kemudian
simpan GCP
tersebut dengan
cara klik Add Point

____________________________________________________________
106
33.Ambilah GCP minimal 5 titik dengan 34.RMS error akan
distribusi menyebar di seluruh scenes muncul secara
layer yang dikoreksi. otomatis bila GCP
telah terkumpul
lebih dari 4 titik.
Nilai RMS ini tidak
boleh lebih dari 1.
Apabila nilai RMS >1,
maka hasil koreksi
menjadi kurang
presisi.

35.Klik Show list untuk menampilkan


daftar GCP yang telah dibuat.

___________________________________________________________
107
Setelah GCP terkumpul dengan catatan RMS <1, selanjutnya simpan lah
GCP tersebut dengan cara sebagai berikut.

36.Klik menu
FilePilih Save GCPs
to ASCII

37.Klik Choose

38.Simpan output GCP dan berinama,


misalkan “GCP”

39.Klik Open

40.Klik OK

____________________________________________________________
108
41.Klik menu Options, pilih Warp File

42.Pilih citra yang akan dikoreksi

43.Klik OK

___________________________________________________________
109
44.Pilih metodenya,
misalkan Polynomial

45.Pilih resampling, misalkan


Nearest Neighbor

46.Klik Choose untuk


menyimpan image hasil
koreksi

47.Simpan output citra hasil koreksi, dan


berinama misalkan
“GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK”

48.Klik Open
49.Klik OK

____________________________________________________________
110
Maka didalam kotak Available
Bands List muncul layer
GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK.

Kemudian, tutuplah ENVI Classik,


kemudian bukalah ENVI.

Inputkanlah layer
GOOGLE_KOREKSI_GEOMETRIK,
dan bandingkanlah dengan layer
ALL_BAND untuk melihat presisi
geomterik secara visual.

Koreksi Geometrik

Dalam penentuan titik GCP, obyek yang diambil sebaiknya adalah obyek
yang tidak berubah bentuknya dalam kurun waktu perbedaan perekaman
antara citra yang dijadikan sebagai referensi dengan citra yang akan
dikoreksi. Contoh obyek yang baik diambil sebagai GCP yakni perpotongan
jalan, bangunan besar, dan obyek lainnya selama tidak berubah bentuk
maupun berpindah lokasinya.
Pengambilan GCP juga harus memperhatikan kondisi topografi wilayah
yang diliput. Jumlah GCP pada wilayah yang bergelombang sebaiknya
diambil lebih banyak dibandingkan wilayah yang datar. Hal tersebut
dikarenakan pada wilayah yang memiliki topografi yang tinggi dan berbukit,
kemungkinan distorsi terjadi cukup besar.
Rumus untuk mengestimasi nilai distorsi maksimum yang disebabkan oleh
ketinggian dijabarkan pada rumus berikut:

___________________________________________________________
111
Dimana Lmax = Nilai distorsi maksimum
Hmax = ketinggian maksimum obyek
ξ = Sudut terhadap nadir. (derajat)

Contoh maksimum distorsi yang terjadi pada obyek yang memiliki


ketinggian 639 m dengan menggunakan data hasil perekaman Alos Palsar (ξ
= 34,3°) adalah sebesar 436 m. Berikut contoh ilustrsinya (Hoan, 2010).

Apabila minimal GCP telah ter-input sebanyak 4 titik, maka secara otomatis
nilai RMS akan muncul. Root Mean Square (RMS) error merupakan metode
yang digunakan untuk menguji ketelitian hasil koreksi dari titik-titik GCP
yang telah diambil.
Formulanya adalah sebagai berikut:

x = lintang pada peta y = bujur pada peta


u = raw pada citra v = adalah colom pada citra
Idealnya nilai RMS adalah 0 yang berarti tidak ada kesalahan posisi, tetapi
peluang nilai RMS = 0 adalah sangat sulit, dan biasanya nilai minimum RMS
tidak boleh lebih dari 1. Nilai RMS 1 berarti masih terdapat kesalahan
distorsi sebesar 1 piksel, artinya jika citra Landsat yang dikoreksi berarti
kesalahannya 30 meter (ukuran pikselnya). Jika RMS = 0.5, maka kesalahan
posisi 0.5 x 30 meter = 15 meter.
____________________________________________________________
112
Terdapat metode persamaan geocode yang digunakan untuk proses koreksi
geometrik (Purwadhi, 2009), yakni
a. Tryangulation, digunakan untuk koreksi geometrik data yang mengalami
banyak pergeseran skew dan yaw atau data yang tidak sama ukuran
pikselnya pada satu set data.
b. Polynomial, digunakan untuk koreksi geometrik data citra yang
mengalami pergeseran linear, ukuran piksel sama dalam satu set data
resolusi spatial tinggi dan rendah.
c. Orthorectify, digunakan untuk mengkoreksi citra secara geometris,
berdasarkan ketinggian geografisnya Koreksi geometrik jika tidak
menggunakan Orthorectify, maka puncak gunung akan bergeser letaknya
dari posisi sebenarnya, walaupun sudah dikoreksi secara geometerik.
d. Rotation untuk koreksi geometrik citra karena terjadi pergeseran citra
yang terputar, baik searah jarum jam maupun sebaliknya.

Resampling adalah proses penentuan nilai digital piksel citra setelah


mengalami perubahan posisi hasil koreksi. Nilai piksel ini akan ditentukan
dengan metode matematis yang dihitung dari nilai piksel yang ada
disekitarnya. Ada tiga macam teknik resampling, yaitu nearest neighbour
(tetangga terdekat), bilinear dan cubic convolution. Ketiga teknik tersebut
memiliki metode perhitungan yang berbeda-beda.
Teknik resampling nearest neighbor adalah teknik yang paling sederhana
dimana perhitungannya hanya menggunakan 1 piksel terdekat disekitarnya,
tanpa memperhatikan pergeseran kecil.
Teknik bilinear memerlukan 4 piksel terdekat disekitarnya dan nilai piksel
baru ditentukan oleh hasil rata-rata 4 buah piksel lama yang mengelilinginya.
Sedangkan teknik cubic convolution memerlukan 16 titik di sekitarnya dan
nilai piksel baru ditentukan oleh hasil rata-rata 16 buah piksel lama yang
mengelilinginya.

Akurasi citra output hasil koreksi geometrik tergantung pada:


1) Jumlah titik kontrol yang digunakan,
2) Akurasi koordinat titik kontrol,
3) Letak sebaran titik-titik kontrol pada citra,
4) Jenis persamaan polinomial yang digunakan dan
5) Model resampling yang digunakan.

___________________________________________________________
113
BAB 5.
MEMOTONG CITRA

5.1. Resize data dengan cara menggambar rectangle


Berikut ini akan dijelaskan bagaimana cara memotong citra
dengan menggambar rectangle (kotak) sebagai batas pemotongnya.
Bukalah file citra yang akan dipotong, misalkan data yang telah mengalami
koreksi, yakni data KOREKSI_CIRRUS.

1.Klik folder Raster


Management

2.Pilih Resize
Data

3.Klik/Select citranya

4.Pilih Spatial
Subset

____________________________________________________________
114
Maka akan muncul kotak Select Spatial Subset seperti gambar di bawah ini.

5.Klik menu Image,


6.Tentukan batasnya, untuk menggambar
Drag diujung kotak untuk batasnya
memperbesar/memperkecil,
Drag di tengah kotak untuk
menggeser

7.Klik OK

8.Klik OK

9.Klik OK

___________________________________________________________
115
10.Klik Choose
untuk
menyimpan

11.Simpan output dan


berinama, misalkan
“CROP_RECTANGLE_JA
KARTA”

12.Klik Open

13.Klik OK

Maka hasilnya akan muncul layer baru, yakni layer


CROP_RECTANGLE_JAKARTA dengan cakupan area yang telah ditentukan.

____________________________________________________________
116
5.2. Memotong Menggunakan Data Raster

Apabila terdapat 2 citra yang kita ingin potong dengan cara menggambar
kotak (rectangle), seperti langkah yang sebelumnya, maka hasil potongan
antara kedua citra tersebut belum tentu sama cakupan areanya
(penggambaran batasnya). Cara yang mudah dilakukan, yakni memotong 1
citra terlebih dahulu dengan menggambar rectangle. Lalu hasil potongannya
digunakan sebagai referensi untuk memotong citra berikutnya. Hal ini dapat
menghasilkan 2 potongan citra dengan luas/cakupan yang sama.

Dalam sub-bab ini, Layer citra yang akan dipotong adalah band 8, namun
luas potongannya harus sama persis dengan hasil potongan dari layer
“CROP_RECTANGLE_JAKARTA”. Teknik yang akan digunakan adalah
resize data berdasarkan file citra, atau dalam hal ini layer
“CROP_RECTANGLE_JAKARTA” akan digunakan sebagai referensi
pemotong untuk band 8, sehingga luas/cakupan area hasil cropping akan
sama.

Oleh karena itu, inputlah band 8 dan CROP_RECTANGLE_JAKARTA


kedalam ENVI.

Perlu diketetahui bahwa Band 8 pada Landsat 8 merupakan band


pankromatik dengan resolusi spasial lebih tinggi, yakni 15 meter. Biasanya,
band ini digunakan untuk analisis visual, karena tingkat kedetailan dan
___________________________________________________________
117
ketajaman gambarnya lebih tinggi dibandingkan band 1 hingga band 7 yang
memiliki resolusi 30 meter. Berikut contoh perbandingan antara band 1 -7
dengan band 8.


Band 1 hingga band 7 Band 8

G
AN
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk melakukan proses pemotongan

D
menggunakan file citra sebagai referensinya.

N r k

N
U ne ya

-U
AN t.
1.Buka folder Raster Management,

D bi
H /pe an

G
yang terdapat dalam Toolbox
LE lis erb
I O nu p
G pe em
U in m
:
ilik

D iz u
IN se ata
m
ai a : ini

3.Pilih/select citra
D np opy

2.Pilih Resize
yang akan dipotong,
Em am si

N
TA i t gc
N isen

Data
IL a

yakni band 8
IP in n
C en me
l:
L

a
AK m g
H ku ran
do ila
*D

4.Pilih Spatial Subset

____________________________________________________________
118
5.Pilih File

6.Pilih layer
CROP_RECTANGLE_JAKARTA
sebagai referensi
pemotongnya

7.Klik OK

8.Klik OK

9.Klik Choose
10.Simpan output dan
berinama, misalkan
“CROP_PANKROMATIK
_JAKARTA”

11.Klik Open

12.Klik OK

___________________________________________________________
119
Maka hasil potongan band 8 (pankromatik) akan memiliki cakupan area
yang sama dengan layer yang digunakan sebagai referensinya.

5.3. Memotong Menggunakan ROI dari Vektor Polygon


Dalam sub-bab ini, kita akan mempelajari bagaimana cara memotong citra
Landsat berdasarkan suatu batas area/boundary, misalkan batas administrasi
provinsi, kabupaten, kecamatan, atau batas kawasan hutan yang telah
ditetapkan pemerintah, dll. Pada umumnya, batas administras, atau suatu
kawasan memiliki bentuk yang tidak beraturan. Biasanya, data-data
administrasi ini berupada data vektor hasil deliniasi atau digitasi dari
software GIS khusus pengolah data vektor.
Untuk latihan kali ini, data vektor poligon shapefile DKI Jakarta telah
disiapkan sebagai sampel:

____________________________________________________________
120
Potonglah citra Landsat yang telah di-layer stacking dan terkoreksi
radiometrik dengan vektor poligon administrasi Jakarta, sehingga area data
Landsat yang dimiliki nanti, hanya meliput wilayah DKI Jakarta saja. Data
poligon yang telah disiapkan berformat shapefile ESRI. Poligon ini
dihasilkan dari proses digitasi yang bereferensi dari citra satelit atau peta
batas administrasi yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).

1.Klik Open

2.Carilah lokasi data vektor


shapefilenya.

3.Klik tipe
filenya,shapefile

___________________________________________________________
121
5.Select datanya

6.Klik Open

Maka akan muncul batas administrasi vektor pada map display di ENVI

____________________________________________________________
122
Langkah selanjutnya adalah melakukan konversi data vektor kedalam ROI

7.Klik folder Region


of Interest

8.Klik Vektor to
ROI
9.Select/Klik data
vektor jakarta

10.Klik OK

11.Pilih All record


in a single ROI

12.Klik OK

___________________________________________________________
123
Maka, ROI akan muncul sebagai poligon, seperti gambar di bawah ini.

13.Klik Subset Data from ROIs

14.Pilih file citra yang


akan dipotong

15.Klik OK

____________________________________________________________
124
16.Klik Vektor ROI-nya

17.Klik untuk memilih


Yes

18.Klik Choose

19.Simpan dan berinama


21.Klik OK output, misalkan
“CROP_VEKTOR_JAKARTA”

20.Klik Open

___________________________________________________________
125
Maka hasinya adalah citra akan terpotong seluas wilayah DKI jakarta,
seperti gambar dibawah ini.

____________________________________________________________
126
BAB 6.
PENAJAMAN CITRA

Penajaman citra bertujuan untuk meningkatkan kualitas visual


citra sehingga mempermudah user dalam proses interpretasi. Peningkatan
kualitas visual citra dapat dilihat dari aspek spasial dan aspek spektral.
Dalam aspek spasial, suatu citra dapat ditingkatkan resolusi spasialnya
dengan melakukan proses pansharpen. Pansharpening adalah suatu metode
menggabungkan (fusi) antara citra monochrome/panchromatic (hitam-putih)
yang memiliki resolusi lebih tinggi dengan multispectral (berwarna) yang
memiliki resolusi lebih rendah sehingga menghasilkan citra multispectral
berwarna dengan resolusi yang lebih tinggi.

Sedangkan penajaman spektral atau biasa diistilahkan sebagai spectral


enhancement, didefinisikan sebagai suatu proses memanipulasi kontras pada
citra untuk meningkatkan kualitas visual sehingga informasi yang terdapat
pada citra menjadi lebih mudah teridentifikasi.

Didalam software ENVI, anda dapat dengan mudah melakukan kedua proses
penajaman tersebut, baik spasial maupun spektral. Seluruh tools dengan
berbagai macam metode algoritmanya telah tersedia didalam ENVI. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut serta langkah-langkah untuk melakukan proses
penajaman tersebut.

6.1. Penajaman Spasial (Pansharpening)

Faktor resolusi atau kedetailan citra adalah kunci dalam proses interpretasi
visual. Tentu, usaha interpretasi atau mengenali dan mengidentifikasi suatu
obyek akan menjadi lebih mudah bila citra yang tersedia memiliki resolusi
yang lebih tinggi.

Saat ini, beberapa satelit telah menyediakan citra resolusi tinggi namun tidak
selalu dalam mode multispectral atau berwarna. Beberapa satelit memiliki
band monochrome dan multispektral, contohnya antara lain:

- ALOS dimana sensor PRISM menyediakan citra resolusi 2,5 meter


dengan mode pankromatik (hitam-putih). Sedangkan sensor AVNIR
memiliki citra resolusi 10 m dengan mode multispektral 4 band
(berwarna).
___________________________________________________________
127
- SPOT 6 dimana memiliki 1 band pankromatik (hitam-putih) resolusi 1,5
meter dan 4 band multispektral (berwarna) resolusi 6 meter.
- Geo-eye 1 dimana memiliki 1 band pankromatik (hitam-putih) resolusi
0,41 meter dan 4 band multispektral (berwarna) resolusi 1,65 meter.
- Dan lain-lain.

Data Landsat pun termasuk pada jenis satelit yang menyediakan data
pankromatik dan multispektral. Pada Landsat 8, band pankromatik terdapat
pada band 8 memiliki resolusi 15 meter, lebih tinggi dibandingkan band
multispektral lainnya yang memiliki resolusi 30 m.

Berikut perbedaan tingkat kedetailan antara citra multispektrak (resolusi 30


meter) yang telah dikompositkan menjadi citra berwarna dengan band 8
(resolusi 15 meter).

Band 1 hingga band 7 Band 8

Agar mendapatkan citra multispektral (berwarna) dengan resolusi yang lebih


tinggi, maka perlu melakukan proses pansharpening. Proses ini yakni
menggabungkan citra resolusi rendah berwarna dengan citra pankromatik
resolusi tinggi. Metode fusi ini dikembangkan oleh Dr. Yun Zang dari
Departemen Geodesi dan Geomatika Universitas New Brunswick.
Proses fusi ini dapat juga diterapkan pada citra beda sensor, misalkan antara
SPOT 6 dengan Geo-eye, namun ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan, yakni:
1. Kedua citra yang akan di fuzi (multispektral dan pankromatik) harus
memiliki rasio resolusi sebesar 5:1. Maksudnya adalah bila ingin
melakukan panshapening Landsat multispektral dengan resolusi 30
meter, maka resolusi citra pankromatik yang masih diperbolehkan
tidak boleh lebih kecil dari 6 meter.

____________________________________________________________
128
2. Kedua citra yang akan di fuzi (multispektral dan pankromatik) harus
memiliki geometri yang sama. Oleh karena itu, biasanya kedua citra
beda sensor yang akan difusi harus melalui tahap koreksi geometrik
terlebih dahulu.
3. Tanggal perekaman kedua citra yang akan d fuzi haruslah dalam
tempo yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan agar potensi
perubahan obyek yang terdapat didalam scenes citra tidak terlampau
besar.

Pada sub-bab ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan proses


pansharpening dimana data yang digunakan adalah :

- Citra multispektral yang telah dipotong(cropping)


menggunakan rectangle dengan wilayah cakupan Jakarta.
(nama file = CROP_RECTANGLE_JAKARTA)
- Citra band 8 yang telah dipotong (cropping) menggunakan
file lain (CROP_RECTANGLE_JAKARTA) sebagai
acuan, sehingga cakupannya menjadi sama. (nama file =
CROP_PANKROMATIK_JAKARTA)

Bukalah layer CROP_PANKROMATIK_JAKARTA dan


CROP_RECTANGLE_JAKARTA.

1.klik Open

___________________________________________________________
129
Bila anda ingin melakukan perbandingan secara visual antara layer
pankromatik dan multispektral, anda dapat lakukan proses swipe seperti
contoh di bawah ini.

Swipe

Berikut adalah langkah-langkah melakukan proses pansharpening didalam


software ENVI.

2.Pilih folder
Image
Sharpening

3.Pilih
metodenya,
misalkan
Gram Schmit

4.Pilih citra sebagai resolusi


rendah, yakni
5.Klik OK CROP_RECTANGLE_JAKART
A

____________________________________________________________
130
6.Kemudian pilih citra sebagai
resolusi tingginya, yakni
CROP_PANKROMATIK_JAKARTA

8.Klik icon (...) untuk


7.Klik ok
menyimpan output dari proses
penajaman ini

9.Simpan output, kemudian


berinama, misalkan
“PANSHARPEN_GRAM_SCHMIT”

10.Klik OPEN
___________________________________________________________
131
Berikut perbandingan antara citra multispektral dengan citra hasil
pansharpening :

Sebelum di pansharpening (30 m) Sesudah di pansharpening (15 m)

6.2. Penajaman Spektral

Penajaman spektral merupakan proses memanipulasi kontras pada citra


untuk meningkatkan kualitas visual sehingga informasi yang terdapat pada
citra menjadi lebih mudah teridentifikasi. Terdapat 4 hal bentuk penajaman
yang dapat anda lakukan didalam software ENVI, yakni:

1. Pengaturan Tingkat Kecerahan (Brightness).


2. Pengaturan pelebaran kontras histogram (Color Stretch).
3. Pengaturan Ketajaman texture (Sharpen).

Bukalah citra yang akan digunakan untuk penajaman, misalkan citra yang
merupakan hasil penajaman spasial yakni
PANSHARPEN_GRAM_SCHMIT.

____________________________________________________________
132
Di dalam ENVI, fungsi penajaman telah tersedia di bagian menubar. Anda
dapat memilih beberapa tipe penajaman, kemudian secara otomatis, tampilan
citra akan berubah sesuai dengan jenis penajaman yang digunakan. Jenis
penajaman yang telah tersedia di ENVI meliputi penajaman Linear,
Equalization, Gaussian, Square Root, Logarithmic, dan Optimized Linear.
Jenis-jenis penajaman tersebut memiliki metode perentangan histogram
yang telah disetting secara baku. Namun, anda juga dapat mengatur
histogram secara manual dengan menggeser kurva pada masing-masing
kanal Red, Green, dan Blue sehingga menghasilkan kenampakan visual yang
anda inginkan.

Anda dapat mengatur tingkat kecerahan dan kekontrasan pada citra dengan
langkah sebagai berikut.

Geser, untuk pengaturan Geser, untuk pengaturan


Kecerahan kekontrasan

___________________________________________________________
133
Tipe pelebaran kontras (Stretch) yang terdapat didalam menubar ENVI
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

1.Select Layer yang akan diproses

2.Pilih jenis penajaman.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anda dapat melakukan proses


perentangan histogram secara manual. Berikut adalah contohnya:

3.Pilih Costum

4.Pilih Kanal-nya.
Misalkan Kanal
Merah terlebih
dahulu

Klik

____________________________________________________________
134
Maka anda akan melihat
distribusi histogram kanal
merah, dimana kanal merah
ini diisi dengan band 4 (RGB
432).

Maka, histogram yang


muncul adalah histogram
band 4.
X Asis, adalah DN number
Y Asis adalah jumlah pixel.

Jika anda merentangkannya,


misalkan pada puncak
kedua seperti gambar
disamping, maka tampilan
citra akan berubah.

Pada pixel-pixel yang memiliki nilai DN pada rentang tersebut yang rata-rata
adalah obyek lahan terbangun, akan berubah menjadi lebih berwarna merah.
Hal ini karena pada rentang DN tersebut, kontras histogram merah (RED) di
mampatkan sehingga warna merah menjadi lebih menonjol.

Lanjutkanlah dengan mengatur histogram kanal hijau dan biru. Kemudian


lakukan proses perenggangan dan pemampatan kontras.

___________________________________________________________
135
Dalam melakukan proses penajaman spektal untuk meningkatkan kualitas
visual citra, ada baiknya dimulailah dengan penentuan komposit RGB
terlebih dahulu. Dengan menggunakan Komposit RGB yang tepat, dapat
memberikan visualisasi yang lebih baik. Contoh dalam mendeteksi
mangrove, tampilan RGB 564 (False Color) memberikan visualisasi yang
lebih baik dibandingkan dengan tampilan RGB 432 (True Color) dimana
mangrove lebih kontras berwarna coklat dibandingkan obyek vegetasi lain
di sekitarnya.

RGB 432 (True Color) GB 564 (False Color)

Kemudian, dengan mengunakan filter penajaman seperti Optimized Linear,


warna mangrove lebih kontras lagi dengan berubah menjadi warna merah.

____________________________________________________________
136
Selain itu, anda juga dapat mengatur tingkat ketajaman (sharpen) image
sehingga tekstur citra akan berubah.

Geser, untuk pengaturan


kekontrasan

___________________________________________________________
137
BAB 7.
KLASIFIKASI CITRA

Klasifikasi adalah teknik pengolahan pada citra dengan cara


mengelompokkan piksel-piksel kedalam sejumlah kelas, sehingga setiap
kelas memiliki pola-pola atau distribusi spasial yang unik dan spesifik yang
mencerminkan suatu obyek atau informasi yang bermanfaat sesuai dengan
keperluan (Chein-I Chang dan H.Ren, 2000).
Setiap piksel pada citra memiliki nilai atau yang disebut sebagai Digital
Number (DN) atau nilai piksel (Pixel Value), dimana nilai tersebut
merepresentasikan tingkat reflektan atau radiasi obyek di permukaan bumi.
Setiap obyek di permukaan bumi tentu memiliki karakteristik pantulan
maupun pancaran yang spesifik dan berbeda-beda. Dengan memahami
karakteristik nilai piksel pada suatu obyek maka kita akan mendapatkan
sebaran seluruh obyek tersebut di seluruh scenes citra. Piksel-piksel yang
memiliki kriteria yang sama, akan tergabung dan membentuk satu kelas yang
mencerminkan obyek tersebut. Bila yang diidentifikasi adalah beberapa
kelas obyek, maka seluruh piksel pada citra akan terbagi habis kedalam
beberapa kelas-kelas obyek yang kita inginkan, katakanlah kelas-kelas
tutupan lahan semisal kelas lahan terbangun, kelas badan air, kelas vegetasi,
kelas awan, dll.

Klasifikasi ini bertujuan untuk men-generalkan tampilan citra mentah


(Tampilan RGB) yang terkesan rumit sehingga menghasilkan informasi
spasial dengan tampilan yang mudah untuk diinterpretasi dan dipahami.
Contoh dari kalimat diatas dapat anda pahami dengan membedakan kedua
gambar di bawah ini.

Gambar A Gambar B

____________________________________________________________
138
Dari kedua gambar tersebut, sama-sama memberikan visualisasi
kenampakan tutupan lahan DKI Jakarta. Namun, bila dibandingkan dengan
gambar A, gambar B memberikan tampilan/visualisasi yang lebih mudah
diinterpretasi dan dipahami dalam memberikan informasi tutupan lahan.
Sedangkan pada gambar A, untuk mendapatkan informasi tutupan lahan
maka perlu ada usaha interpretasi terlebih dahulu, tentu ini menjadi lebih
sulit. Perbedaan dari kedua data tersebut, Gambar B merupakan data hasil
klasifikasi dimana seluruh pikselnya telah terklasifikasi menjadi 5
kelas/obyek tutupan lahan. Sedangkan gambar A merupakan data mentah
dimana piksel-piksel belum memiliki atribut apapun.

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), klasifikasi dibagi ke dalam dua jenis
teknik yaitu
a. Klasifikasi Supervised (Terbimbing)
Teknik ini dilakukan dengan prosedur pengambilan sampel
beberapa piksel untuk masing-masing kelas/obyek. Sampel atau
Region Of Interest ini digunakan untuk mendapatkan karakteristik
nilai piksel di masing-masing obyek/kelas. Kemudian seluruh piksel
yang bukan sebagai sampel akan dikelompokkan dengan mengacu
pada karakteristik nilai piksel sampel yang telah diambil dengan
menerapkan perhitungan statistik.
b. Klasifikasi Unsupervised (Tidak Terbimbing)
Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan
pemeriksaan statistik seluruh piksel dan membaginya kedalam
kelas-kelas yang jumlahnya telah ditentukan. Dalam teknik ini,
piksel dikelompokkan bukan atas dasar pengambilan sampel, namun
atas dasar perhitungan statistik citra menggunakan algoritma
klusterisasi. Dalam metode ini diawali dengan penentuan jumlah
kelas (cluster) yang akan dibuat. Kemudian setelah kelas-kelas
tersebut dihasilkan, lalu didefinsikan sesuau dengan obyek yang
ingin diidentifikasi.

Pada bab ini, akan dijelaskan bagaimana langkah-langkah melakukan


klasifikasi dengan menggunakan kedua teknik tersebut.

Sistem penentuan kelas tutupan lahan sebaiknya berpedoman pada


standar nasional nomor 8 tahun 2007. Dalam pedoman SNI tersebut,
kelas-kelas tutupan lahan dibedakan berdasarkan skala data citra yang
digunakan. Standar tersebut berisi klasifkasi penutup lahan pada skala 1:
1.000.000, 1:250.000, 1:50.000, dan 1:25.000.
___________________________________________________________
139
Semakin detail skala peta yang dihasilkan, maka semakin rinci dan
kompleks kelas-kelas tutupan lahannya. Contohnya adalah klasifikasi
obyek sawah yang ditampilkan pada kempat skala berikut:

1:1.000.000 1.250.000 1:50.000 1:25.000


Sawah Sawah Sawah Sawah
Irigsi Irigsi
Sawah Sawah
Tadah Tadah
Hujan Hujan
Sawah Sawah Sawah
Pasang Lebak Lebak
Surut Sawah Sawah
Pasang Pasang
Surut Surut
Penentuan skala pada data citra dapat menggunakan rumus/aturan
Aturan Tobler. Aturan ini menekankan pada ukuran obyek terkecil
yang mampu ditampilkan dalam peta.
Skala peta = Resolusi spasial citra (dalam meter) * 2 * 1000
Bila kita menggunakan citra Landsat, resolusi 30 meter, maka sepadan
dengan skala 1:60.000

7.1. Klasifikasi Supervised


Bukalah data CROP_RECTANGLE_JAKARTA.

____________________________________________________________
140
Kemudian gunakan tools Data Manager untuk menampilkan data tersebut
dalam layer komposit yang berbeda, misalkan komposit False Color RGB
654.

1.Klik Data Manager

2.Pilih komposit False,


misalkan RGB 654

3.Klik Load Data

Sehingga, kini terdapat data CROP_RECTANGLE_JAKARTA yang


ditampilkan dalam 2 layer komposit yang berbeda, satu layer dalam true
color (RGB 432), layer lainnya dalam komposit false color (RGB 654).

___________________________________________________________
141
Rename kedua layer tersebut, agar mempermudah dalam mengenali dan
membedakan antar layer.

4.Klik Kanan  Rename


Item 5.Rename, sebagai
FALSE COLOR

6.Klik Kanan  Rename Item


7.Rename, sebagai
TRUE COLOR

Maka, kedua layer tersebut telah berganti nama sesuai dengan kompositnya.

Kemudian mulai-lah untuk membuat sampel, dengan cara menggambar


poligon pada obyek-obyek kelas tutupan lahan yang telah ditentukan.
Sampel di dalam software ENVI diistilahkan sebagai Region of Interest ,
tools ini terdapat di deretan iconbar.
____________________________________________________________
142
Sebelum mengaktifkan tools ini, anda harus menentukan terlebih dahulu
layer yang akan dijadikan dasar penggambarannya, apakah di layer True
Color atau di layer False Color. Sebagai contoh, misalkan anda ingin
menggambarkan ROI diatas dasar dari layer False Color, maka anda
select/pilih terlebih dahulu layer False Color tersebut hingga ter-blok warna
biru seperti gambar di bawah ini, lalu aktifkan icon ROI.

8.Klik/Select, hingga
terblok warna biru
pada layer tersebut

9.Klik Icon ROI

Maka akan muncul kotak Region of Interest. Dalam hal ini, ROI yang akan
dibuat telah terintegrasi dengan layer False Color. Sedangkan layer True
Color dapat anda gunakan sebagai referensi pembanding untuk mengenali
obyek. Langkah selanjutnya, buatlah kelas-kelas penutupan lahan terlebih

dahulu didalam kotak ROI dengan cara meng-klik New ROI .

___________________________________________________________
143
10.Klik New ROI

11.Rename kelas
pertama, misalkan
“lahan terbangun”

12.Kemudian pilih
warnanya

Maka kelas pertama tadi muncul dalam direktori layer FALSE COLOR.
Langkah selanjutnya, buatlah kelas tutupan lahan lainnya.

13.Klik New ROI lagi

14.Rename Kelas
berikutnya
kemudian pilih
warnanya.

____________________________________________________________
144
15.Klik New ROI

16.Rename Kelas
selanjutnya,
kemudian pilih
warnanya. 18.Rename
Kelasnya,
kemudian
17.Klik kembali
pilih
New ROI
warnanya.

Berikut contoh beberapa kelas ROI yang telah selesai dibuat.

___________________________________________________________
145
Kemudian, mulailah menggambar sampel poligon di masing-masing ROI.
Misalkan dimulai dari kelas lahan terbangun. Carilah obyek lahan terbangun,
semisal pemukiman, industri, perkantoran,dll.

Tampilan Lahan terbangun di True Color (kiri) dan False Color (kanan).
Setelah menemukan target obyek, selanjutnya aktifkan ROI untuk kelas
Lahan Terbangun, lalu gambarlah poligon di area yang akan dijadikan
sampel.
19.Double-Click Kelas
Lahan Terbangun. 20.Klik icon Polygon.

21.Gambarlah sampel poligon


dengan cara menekan klik kiri
pada mouse.

____________________________________________________________
146
22.Deliniasi line polygon
hingga menuju titik awal,
sehingga membentuk garis
yang menyambung, lalu
sambungkan hingga kursor
berbentuk lingkaran

23.Double click, pada pertemuan


garis hingga menjadi poligon utuh

Carilah obyek permukiman lainnya untuk menambah ROI pada kelas Lahan
terbangun, sehingga semua jenis kriteria lahan terbangun terwakili.

Record Count : menunjukkan jumlah poligon


yang telah dibuat dalam suatu kelas ROI

Bila ingin menghapus poligon yang telah di buat,


Gunakan icon  atau  untuk mencari sampel
poligon yang telah dibuat tersebut, kemudian

klik
___________________________________________________________
147
Setelah selesai mengambil ROI untuk kelas lahan terbangun, Lanjutkan lah
dengan membuat poligon-poligon sampel ROI di masing-masing kelas
tutupan lahan lainnya.

Setelah selesai mengumpulkan sampel poligon di seluruh kelas ROI, anda


juga bisa mengecek statistik dari sampel-sampel yang telah anda buat.

Bila Kotak ROI tertutup (close), anda


bisa memunculkan kembali dengan cara
klik icon ROI atau double click pada
kelas ROI yang telah anda buat

24. Pilih menu Options, kemudian


klik Compute Statistics from ROIs
____________________________________________________________
148
25.Aktifkan seluruh kelas ROI,
dengan cara klik Select All items

26.Klik OK

Muncul pertama kali adalah grafik nilai


mean DN di masing-masing sampel. Warna
grafik merepresentasikan kelas poligon, X
axis adalah panjang gelombang, Y axis
adalah nilai mean DN

___________________________________________________________
149
Anda juga dapat
melihat
distribusi pixel
per masing-
masing kelas
ROI. Pertama
tentukan kelas
ROI terlebih
dahulu.

Lalu nilai
statistic dari
sampel kelas
ROI terpilih
akan muncul.

Tutup-lah (close) kotak ROI statistik di atas. Kemudian simpan-lah ROI


yang telah dibuat.

____________________________________________________________
150
27.Klik menu File

28.Pilih Save As

29.Klik Select
All Item

30.Klik icon (...)

Simpan dan berinama


output, misalkan
“ROI_SUPERVISED”

31.Klik Open

32.Klik OK

___________________________________________________________
151
Setelah ROI tersimpan, kemudian mulai-lah untuk melakukan proses
klasifikasi. Caranya adalah sebagai berikut.

33.Bukalah folder
Classification

34.Kemudian pilihlah metode


klasifikasinya, misalkan
36.Klik OK
Maximum Likelihood
35.Select/Pilih
input citra-nya

____________________________________________________________
152
37.Klik Select All Items

38.Klik Choose

39.Simpan output dan


berinama, misalkan
“CLASS_SUPERVISED”

40.Klik Open

41.Klik OK

Maka akan muncul layer baru hasil proses klasifikasi dengan metode
supervised. Warna dari kelas tersebut me-representasi-kan dari obyek
tutupan lahan. Hasil ini muncul dari proses perhitungan statistik dari sampel-
sampel ROI yang telah dibuat. Sampel-sampel ROI dianalsis secara statistik
kemudian diinterpolasi ke seluruh area. Baik-buruknya hasil klasifikasi,
tentu tergantung dari kualitas sampel ROI yang diambil. Apabila sampel

___________________________________________________________
153
tidak representatif, maka kesalahan hasil klasifikasi dapat terjadi. Hal ini
dicontohkan seperti gambar di bawah ini.

Area yang dilingkari warna merah, harusnya merupakan laut (biru). Namun
dari hasil klasifikasi ini terlihat obyek tersebut adalah lahan basah (warna
ungu). Hal ini terjadi karena tidak ada sampel ROI badan air yang dibuat di
area tersebut. Karena ketidak-adaan ROI yang digunakan sebagai acuan,
maka piksel-piksel di area tersebut mengambil kriteria sampel yang lebih
mendekati, yakni sampel lahan basah. Oleh karena itulah, piksel-piksel
tersebut terklasifikasikan menjadi lahan basah.

Untuk dapat memperbaiki hasil klasifikasi, tidak perlu anda lakukan dengan
membuat ROI dari awal. Anda dapat menambahkan atau mengurangi sampel
ROI yang telah anda buat dan simpan. Hasil pembaharuan ROI tersebut,
dapat anda proses kembali sehingga menghasilkan layer klasifikasi yang
baru.

____________________________________________________________
154
Double click pada
kelas ROI yang
ingin diedit .

Kemudian
editlah
sampel ROI,
misalkan
menambahka
n sampel
lebih banyak
lagi.

___________________________________________________________
155
Hasil editing,
bisa anda
simpan dengan
file yang sama
(Save), atau
membuat file
yang baru (Save
As)

Setelah ROI diperbaharui dan disimpan, maka lakukan proses klasifikasi


kembali dengan cara yang sama.

Pilih metodenya, misalkan


Maximum Likelihood

Select/Pilih input
citra-nya

Klik OK

____________________________________________________________
156
Select kelas ROI

Klik Choose, kemudian


simpan output hasil
klasifikasi yang baru, dengan
nama misalkan
“CLASS_SUPERVISED_EDIT”

Klik Open
Klik OK

Setelah hasil dari proses klasifikasi selesai, anda dapat membandingkan hasil
klasifikasi sebelumnya, dengan hasil klasifikasi yang telah mengalami
proses editing pada sampel ROI.

___________________________________________________________
157
Contoh di bawah ini, dengan hanya menambahkan sampel ROI badan air
pada area yang salah, hasilnya terlihat berubah.

Obyek lahan basah


di laut telah hilang

Sebelum di editing Sesudah di editing

Bila anda telah terlanjur menutup ENVI, anda dapat menginputkan kembali
ROI yang telah anda simpan, yakni dengan cara sebagai berikut

Bukalah software ENVI, kemudian input-lah citra


yang ingin diklasifikasikan

Klik icon ROI , untuk


memunculkan kotak ROI

____________________________________________________________
158
Kemudian, carilah file
ROI (xml) yang telah
disimpan sebelumnya.

Pada kotak ROI,


pilih menu File, lalu
pilih Open

Maka, seluruh ROI yang telah


tersimpan akan muncul kembali.

Lalu anda bisa mengeditnya kembali


kemudian melakukan proses
klasifikasi lagi.

___________________________________________________________
159
7.2. Klasifikasi Unsupervised
Sama seperti pada proses klasifikasi sebelumnya (Supervised), anda harus
input datanya terlebih dahulu. Kemudian, buatlah 2 layer dengan komposit
berbeda dari data tersebut.
Bukalah data CROP_RECTANGLE_JAKARTA.

Kemudian gunakan tools Data Manager untuk menampilkan data tersebut


dalam 2 layer komposit yang berbeda, misalkan komposit false color RGB
654.

1.Klik Data Manager

2.Pilih komposit False,


misalkan RGB 654

3.Klik Load Data

____________________________________________________________
160
Sehingga, kini terdapat data CROP_RECTANGLE_JAKARTA, ditampilkan
dalam 2 layer komposit yang berbeda, satu layer dalam True color (RGB
432), layer lainnya dalam komposit False color (RGB 654).

Rename kedua layer tersebut, agar mempermudah dalam mengenali dan


membedakan antar layer.

4.Klik Kanan  Rename Item


5.Rename, sebagai
FALSE COLOR

6.Klik Kanan  Rename Item


7.Rename, sebagai
TRUE COLOR

___________________________________________________________
161
Maka, kedua layer tersebut telah berganti nama sesuai dengan kompositnya.

Prinsip dasar dari klasifikasi unsupervised adalah mengelompokkan


(clustering) piksel-piksel yang memiliki kemiripan spektral kedalam
beberapa kelas. Teknik clustering yang digunakan terdiri dari 2 yakni metode
K-means dan metode ISODATA. Sebelum melakukan proses clusterring,
ada baiknya anda mencoba sedikit percobaan sebagai berikut.

1.Carilah suatu wilayah yang hanya


terdapat obyek lahan terbangun dan
badan air. Kemudian zoom-lah, hingga
display di ENVI hanya menampilkan
kedua obyek tersebut. Pastikan tidak
ada obyek lain selain lahan terbangun
dan badan air (laut).

____________________________________________________________
162
2.Pilih Menu Display  pilih 2D Scatter Plot

3.Maka akan muncul kotak 2D


scatter. Kotak tersebut berisi
sebaran pixel secara 2 dimensi,
karena scater pixel diambil
untuk 2 band saja. 4.pilih lah X band = band 6 (1,65 µm)
Y band = band 5 (0,88 µm)

5.Kemudian digitasi-lah pada batas


yang ditunjukkan. Kemudian akhiri
dengan klik kanan, agar scatter yang
terdapat di area digitasi menjad ter-
blok warna merah.

6.Maka secara otomatis, pixel-pixel yang memiliki


nilai yang ter-representasikan pada scatters yang
terdigit, akan ikut terblok menjadi warna merah.

___________________________________________________________
163
7.Agar warna dibedakkan,
8.Kemudian digit-lah scatter pada
pilihlah warna lain untuk
area yang ditunjukkan pada
pemilihan scatter selanjutnya.
lingkaran di bawah ini. Lalu akhiri
dengan klik kanan.

9.Maka pixel-pixel sisanya akan ter-blok

Dari percobaan di atas, maka kita dapat mengetahui pola scatter lahan
terbangun dan badan air pada band 5 dan band 6 dan mampu mengklusterkan
atau mengelompokkannya.
Band 5
Kluster dari scater pixel lahan
terbangun, memiliki
karakteristik nilai pixel tinggi
pada band 5 maupun band 6

Kluster dari scatter pixel badan


air, memiliki karakteristik nilai
pixel rendah pada band 5 maupun
band 6

Band 6

Pada proses usupervised, proses kluster terjadi secara otomatis


menggunakan algoritma k-means atau isodata. Tahap awal, algoritma akan
menentukan pusat dari masing-masing kelas. Lalu algoritma akan men-
____________________________________________________________
164
segmentasi/memisahkan sehingga terbentuk 2 kluster yang berbeda.
Klasifikasi yang dihasilkan pada proses awal ini masih belum baik, sehingga
perlu proses pengulangan (iterasi).

Pusat kluster badan air

Pusat kluster lahan


terbangun

ITERASI 1

Pada tahap iterasi selanjutnya, pusat kedua kluster ditentukan kembali.


Sehingga proses klusterisasi akan berbeda dengan hasil iterasi sebelumnya

___________________________________________________________
165
ITERASI 2

____________________________________________________________
166
ITERASI 3

Semakin banyak proses iterasi yang dilakukan, proses segmentasi akan


semakin baik dalam memisahkan piksel-piksel yang memiliki karakteristik
berbeda dan menggabungkan (klusterisasi) piksel-piksel yang memiliki
kriteria yang sama.

___________________________________________________________
167
Dalam penerapannya nanti, band yang digunakan tidak hanya berjumlah 2
band, namun dapat dilakukan untuk seluruh band multispektral Landsat 8
(band 1-7). Sehingga karakteristik scatter akan semakin variatif.

7.2.1. Metode K-Means

Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses unsupervised


menggunakan algoritma K-Means.

1.Buka folder
Classification
Unsupervised

2.Pilih metodE K-
means

3.Select/Pilih
citranya
4.Klik OK
____________________________________________________________
168
5.Tentukan banyaknya kelas, misalkan
30 kelas.

Semakin banyak kelas, semakin banyak


objek yang mampu diidentfikasi,

6.Tentukan jumlah proses iterasi,


misalkan 5.
Semakin banyak maksimum iterasi,
semakin baik hasil klasifikasi, namun
akan semakin lama proses loading-nya

7.Klik Choose
untuk menyimpan

8.Simpan output dan


berinama, misalkan
“UNSUPERVISED_JAKART”
A”

9.Klik Open

10.Klik OK

Kemudian tunggulah hingga proses klusterisasi selesai. Dalam klasifikasi


unsupervised ini, semakin besar nilai iterasi yang anda gunakan, maka
proses klasterisasi akan semakin lama.

___________________________________________________________
169
Bila proses telah selesai, maka akan muncul layer class image
(UNSUPERVISED_JAKARTA) yang merupakan hasil dari proses
klasifikasi Unsupervised dengan parameter yang telah ditentukan.

Langkah selanjutnya adalah mendefinisikan obyek dari seluruh (30) kelas


yang terdapat dalam class image tersebut.

Muncul 30 kelas, sesuai paramater


yang telah di tentukan.

Kelas-kelas tersebut, harus


didefinsikan sesuai obyek tutupan
lahan, misalkan lahan terbangun,
badan air, awan, bayangan awan, dll

____________________________________________________________
170
Mulailah mengidentifikasi setiap kelas tersebut dengan membandingkannya
dengan layer True Color dan False Color.

Karena kelas yang dihasilkan banyak, maka


beberapa kelas akan memiliki kesamaan
warna, oleh karena itu, untuk membedakan
kelas-kelas tersebut, gunakan tombol cursor
value

Sebaiknya catatlah didalam note untuk kelas-kelas yang telah diidentifikasi.


Karena kelas yang dihasilkan cukup banyak, maka satu tutupan lahan,
kemungkinan akan memiliki beberapa kelas yang sama. Pada langkah
selanjutnya, akan dijelaskan cara untuk menggabungkan kelas-kelas yang
sama.

___________________________________________________________
171
7.2.2. Metode ISODATA
Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan proses unsupervised
menggunakan algoritma ISODATA.

1.Buka folder
Classification
Unsupervised

2.Pilih metode
ISODATA

3.Select/Pilih
citranya

4.Klik OK

____________________________________________________________
172
5.Tentukan jumlah kelas minimal dan 6.Tentukan jumlah proses iterasi,
maksimal,misalkan min=5 dan misalkan 5.
max=30 kelas. Semakin banyak maksimum iterasi,
Semakin banyak kelas, semakin semakin baik hasil klasifikasi,
banyak objek yang mampu namun akan semakin lama proses
diidentfikasi loading-nya

7.Klik Choose
untuk menyimpan

8.Simpan output dan


berinama, misalkan
“UNSUPERVISED_JAKART”A”

9.Klik Open

10.Klik OK

___________________________________________________________
173
Mulailah mengidentifikasi setiap kelas tersebut dengan membandingkannya
dengan layer True Color dan False Color.

Sebaiknya catatlah didalam note untuk kelas-kelas yang telah diidentifikasi.


Karena kelas yang dihasilkan cukup banyak, maka satu tutupan lahan,
kemungkinan akan memiliki beberapa kelas yang sama. Pada langkah

____________________________________________________________
174
selanjutnya, akan dijelaskan cara untuk menggabungkan kelas-kelas yang
sama.

7.2.3. Reklasifikasi

Hasil klasifikasi dengan menggunakan jumlah kelas yang banyak,


kemungkinan terdapat beberapa kelas yang merupakan obyek yang sama.
Misalkan dari 30 kelas dari hasil klasifikasi ISODATA maupun K-Means;
kelas 28, 29, dan 30 terdefinisi sebagai awan. Maka diakhiri proses nanti,
kelas-kelas yang sama tersebut harus digabung menjadi satu kelas, misalkan
kelas 28 menjadi referensinya, maka kelas 29 dan kelas 30 digabung
(Combine class) kedalam kelas 28. Begitupun juga kelas-kelas yang sama
lainnya harus digabung atau direklasifikasi. Sehingga dari 30 kelas tersebut,
jumlahnya akan berkurang sesuai jumlah kelas tutupan lahan yang ada di
wilayah tersebut.

Langkah ini dilakukan setelah seluruh kelas terdefinisi. Lalu ceklah kelas-
kelas yang sama, kemudian tentukan kelas referensinya.

Misalkan pada contoh diatas, kelas 1 sebagai referensi badan air dengan
anggotanya kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 25 dan kelas 26.

___________________________________________________________
175
Kemudian kelas 4 sebagai referensi kelas lahan basah, dengan anggotanya
kelas 4, kelas 5, kelas 6, kelas 7 dan kelas 8.
Kemudian lakukan hal yang serupa dengan kelas lainya (lahan terbangun,
Vegetasi, Rumput, Lahan Terbuka, Lahan Pertanian Kering, Awan,
Bayangan Awan).

Untuk mempermudah proses penggabungan, rename-lah kelas-kelas


tersebut sesuai dengan jenis obyek tutupan lahannya dengan cara sebagai
berikut.
1.Buka folder Raster Management
 Pilih Edit ENVI Header

2.Pilih/select citra hasil klasfikasi yang ingin di-


rename, misalkan
“UNSUPERVISED_ISODATA_JAKARTA”

Cara ini bisa diterapkan juga untuk hasil klasifikasi


menggunakan metode K-Means

3.Klik OK

____________________________________________________________
176
4.Klik Edit Attributes Pilih
Classification Info

5.Klik OK

6.Klik OK

___________________________________________________________
177
7.Rename masing-masing kelas
sesuai dengan tutupan obyek. Anda
juga dapat mengatur warna-nya.

8.Bila seluruh kelas


telah di-rename, Klik OK

9.Klik OK

Setelah selesai untuk


proses edit header untuk
me-rename kelas, maka
secara otomatis layer
akan hilang. Oleh karena
itu, input-kan kembali
layer tersebut.

____________________________________________________________
178
10.Klik Open

11.Pilih/Select file
citranya

12.Klik Open

Maka layer tersebut akan muncul dengan penamaan kelas yang telah
berubah sesuai dengan obyek tutupan lahan. Apabila saat proses rename
juga melibatkan pengaturan warna kelas, maka hasil dari layer klasifikasi
akan memiliki warna sesuai dengan pengaturannya seperti contoh di bawah
ini.

___________________________________________________________
179
Sedangkan untuk proses penggabungannya (merge), dapat dilihat pada
langkah-langkah berikut ini.

1.Buka Folder ClassificationFolder


Post Classification Kemudian pilih
Combine Classes

2.Select/Pilih Citra yang akan di


reklasifikasi, yakni
UNSUPERVISED_ISODATA_JAKARTA
3.Klik OK

Kemudian, akan muncul kotak Combine Classes Parameters. Pada kotak ini,
anda harus menggabungkan kelas-kelas yang sama dengan cara:
- Output Class = pilih salah satu dari kelas yang sama sebagai
Reference/Ketua Grup.
- Input Class = pilihlah seluruh member/anggota kelas yang sama. Seluruh
kelas pada kolom ini nantinya akan habis terinput.
Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah ilustrasinya:

____________________________________________________________
180
Berikut adalah langkah-langkah untuk menggabungkan kelas, sebagai
contoh awal yakni menggabungkan kelas-kelas badan air.

___________________________________________________________
181
Maka akan muncul layer baru, dimana layer tersebut adalah hasil proses
reklasifikasi yang hanya memiliki sejumlah kelas sesuai jumlah jenis tutupan
lahan yang terdapat di wilayah tersebut.

7.3. Post Processing (Majority/Minority Analysis)


Proses ini adalah untuk memperbaiki visualisasi dari hasil klasifikasi. Hasil
klasifikasi dibuat general atau di smooth-kan dengan cara piksel yang berupa
kelas minoritas akan diminimalisir dan digabung kedalam kelas mayoritas.

____________________________________________________________
182
Bukalah citra yang merupakan hasil klasifikasi.

1.Buka folder Classification


Post Classification  Pilih
Majority/Minority/Analysis

2.Input data, pilihlah citra hasil


klasifkasi yang akan diproses
3.Klik OK

___________________________________________________________
183
4.Pilih kleas yang akan di
smooth-kan

5.Pilih ukuran kernel pixel yang


digunakan untuk proses
smoothing, misalkan 5 x 5

6.Klik Choose

7.Simpan output, dan berinama


sesuai ukuran kernelnya, misalkan
“POST_CLASS_SUPERVISED_3_3M”

8.Klik Open

9.Klik OK

Anda dapat mencoba proses tersebut dengan ukuran kernel yang berbeda
dan bandingkan hasilnya.

Terkadang proses ini hanya untuk memperbaiki tampilan, namun tidak selalu
memperbaiki presisi atau akurasinya. Nilai piksel yang sebenarnya akan

____________________________________________________________
184
diubah sesuai dengan piksel-piksel disekitarnya dalam radius ukuran kernel
yang digunakan. Misalkan ukuran 3 x 3 seperti contoh berikut:

Misalkan terdapat 1 piksel Awan (A) yang berada di tengah-tengah


pemukiman (radius 3 x 3 piksel), maka piksel tersebut akan berubah sesuai
dengan nilai piksel mayoritas di sekitarnya, yakni pemukiman (P). Namun,
apabila piksel tersebut memang benar adanya adalah sebuah awan, maka
dalam konteks ini, proses majority/minority dapat memperkecil akurasi dari
suatu model klasifkasi.

Berikut ini adalah contohperbandingan secara visual antara citra komposit


RGB, citra hasil klasifikasi, dan citra hasil proses mayority/minority dengan
ukuran 3x3 dan 5x5.

___________________________________________________________
185
____________________________________________________________
186
BAB 8.
UJI AKURASI HASIL KLASIFIKASI

Pada bab sebelumnya, telah dibahas mengenai bagaimana melakukan proses


klasifikasi Citra Landsat untuk menghasilkan informasi spasial tutupan
lahan. Informasi spasial tutupan lahan tersebut tentu berguna sebagai data
spasial untuk melakukan analisis lebih lanjut misalkan untuk perencanaan
wilayah, analisis perubahan lahan secara time series, modelling prediksi, dll.
Dalam melakukan suatu analisis, tentu kita sering mendengar istilah
“garbage in garbage out”, yang memiliki arti masuk sampah keluar sampah.
Istilah tersebut bermakna bahwa dalam melakukan proses analisis, apabila
data yang digunakan memiliki kualitas buruk (sampah), walau analisisnya
menggunakan metode secanggih apapun, maka hasilnya tetap saja tidak
berkualitas (sampah). Untuk menghindari ini, suatu data spasial yang
digunakan sebagai input data analisis harus memiliki presisi yang baik dan
validitas yang tinggi.

Hasil klasifikasi citra dapat dikatakan masih bersifat tentatif apabila belum
melakukan tahap proses uji akurasi. Terkadang dalam suatu proses
klasifikasi, baik atau buruknya hasil klasifikasi tergantung dari ketepatan
teknik interpretasi yang digunakan oleh sang interpreter. Uji akurasi dalam
suatu alur proses klasifikasi citra bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kebenaran dari model klasifikasi yang telah dibuat. Data hasil
klasifikasi yang diolah di lab komputer dibandingkan dengan data di
lapangan untuk melihat sejauh mana tingkat kebenaran model klasifikasi
tersebut. Apabila akurasi tinggi maka model klasifikasi dapat dikatakan valid
dan berkualitas sehingga dapat digunakan sebagai data spasial untuk
keperluan analisis lebih lanjut. Sedangkan apabila akurasi model klasifikasi
adalah rendah, maka hasil klasifikasi tersebut tidak layak digunakan sebagai
data spasial untuk keperluan analisis, yang artinya bahwa perlu dilakukan
proses klasifikasi ulang.

Dalam melakukan uji akurasi, maka data lapangan sangat dibutuhkan


sebagai data pembanding. Data lapangan ini didapat dengan cara survei
lapangan (ground check) dengan mendatangi obyek-obyek yang digunakan
sebagai sampel. Pengambilan data sampel tentu harus memiliki metode
tersendiri agar sampel data lapangan dapat merepresentasikan seluruh obyek
___________________________________________________________
187
yang terekam didalam scenes satelit. Alat yang perlu dibawa dalam
melakukan pengambilan sampel adalah GPS dan foto. GPS digunakan
sebagai penentu koordinat, sedangkan foto digunakan untuk pembuktian
secara visual. Hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pengambilan sampel
di lapangan harus sama dengan data satelit yang diklasifikasikan.
Pertanyaan-nya adalah, bagaimana bila data satelit yang diklasifikasi adalah
perekaman terdahulu dan kita ingin menguji akurasinya? Bukankah kita
tidak bisa kembali ke masa lampau untuk melakukan survei lapang? Ada 2
solusi untuk menjawab permasalahan tersebut. Pertama, survei di lapang
dengan melakukan wawancara kepada narasumber yang memiliki
pengetahuan, ingatan serta mental map mengenai kondisi obyek yang
dijadikan sampel pada masa lampau. Kedua, kita dapat mengambil sampel
dengan memanfaatkan citra resolusi tinggi dengan perekaman terdahulu
(archieve).

Saat ini, satelit-satelit penginderaan jauh telah banyak yang menyajikan


kenampakan visual dengan kedetailan atau tingkat resolusi yang tinggi. Citra
resolusi tinggi ini tentu sangat membantu kita dalam upaya interpretasi
obyek dengan sangat mudah. Beberapa citra resolusi tinggi bahkan sampai
menyajikan tingkat kedetailan yang sangat tinggi, misalkan saja satelit
Plaides yang mampu menyajikan citra dengan resolusi 50 cm.

Citra resolusi tinggi

Citra resolusi tinggi dapat dimaanfaatkan sebagai media untuk menggantikan


survei dilapang. Tanpa perlu ke-lapang, tentu anda akan sangat jelas
mengetahui berbagai macam obyek dengan menginterpretasi citra resolusi
tinggi. Perekaman-perekaman terdahulu dari citra satelit resolusi tinggi tentu
____________________________________________________________
188
dapat digunakan untuk mengukur validitas dari model klasifikasi citra pada
tahun yang sama. Selain itu, obyek-obyek yang memiliki medan yang berat
dan sulit dijangkau bila dilakukan survei lapang, dapat diatasi dengan
memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi ini.

Software ENVI memiliki tools yang berfungsi untuk melakukan proses uji
validasi. Data yang diinputkan berupa data raster maupun vektor poligon.
Bab ini akan menjelaskan cara melakukan uji akurasi dimana sampel data
sebagai data lapangan adalah data vektor poligon. Data vektor ini didapat
dari survei serta dari interpretasi citra resolusi tinggi. Didalam lampiran buku
ini, anda dapat mempelajari bagaimana cara membuat vektor poligon
memanfaatkan software Google Earth. Software Google Earth merupakan
software GIS opensource yang mampu menampilkan citra-citra resolusi
tinggi dengan waktu perekaman time series. Dengan memanfaatkan Google
Earth, anda dapat mendeliniasi poligon sampel.
Deliniasi poligon
lahan terbangu
(merah), badan air
(biru) dan rumput
(hijau) yang dijadikan
sampel untuk proses
uji validasi.

___________________________________________________________
189
Langkah pertama adalah bukalah citra hasil klasifikasi yang ingin diuji
akurasinya.

Dalam ENVI, format data vektor yang dapat digunakan sebagai data input
adalah shapefile (*.shp). Oleh karena itu, bila anda melakukan digitasi
didalam Google earth dimana output vektornya berformat kml, maka anda
harus konversi data tersebut kedalam format shapefile. Proses konversi data
vektor dapat dilakukan di software GIS seperti Arc Gis maupun Quantum
GIS.
Inputlah data vektor poligon yang dijadikan sampel untuk melakukan uji
validasi.

1.Klik menu File  Pilih Open

2.Pada kolom tipe format data,


pilihlah Shapefile 3.Carilah file-nya, kemudian
select file tersebut.

4.Klik Open
____________________________________________________________
190
5.Klik file yang ingin
dijadikan ROI.
6.Klik OK

Data vektor poligon yang


digunakan sebagai sampel
memiliki attribute.
Attribute tersebut berisi
informasi kelas tutupan
lahan dimasing-masing
poligon.

Gambar di bawah ini


menunjukkan tabel
attribute, apabila data
vektor shapefile tersebut
dibuka didalam software
ArcGis.

___________________________________________________________
191
Oleh karena itu, untuk mempertahankan informasi kelas
tutupanlahan terebut, pada langkah di bawah ini pilihlah Unique
records of an attributes to separate ROIs.

7.Ceklis, kemudian
pada kolom
Attribute, pilihlah
Field Keterangan.

Maka akan muncul ROI pada


kotak Layer Manager,
8.Klik OK
seperti gambar di bawah ini.

____________________________________________________________
192
Setelah proses konversi vektor poligon menjadi ROI selesai, langkah
selanjutnya adalah melakukan proses pembuatan Confussion Matrix.
Langkahnya adalah sebagai berikut.

9.Buka folder
ClassificationPost
Clasification Pilih Confussion
Matrix Using Ground Truth
ROI

10.Pilih input file


citra hasil klasifikasi

11.Klik OK

___________________________________________________________
193
Selanjutnya akan muncul kotak Match Classes Parameters. Pada kotak ini,
anda harus mencocokkan kelas yang ada didalam Ground Truth ROI dengan
kelas yang terdapat di citra klasifikasi.

12.Pilih kelas yang


sama

13.Klik Add
Combination

Lakukan langkah yang sama untuk 14.Klik OK


seluruh kelas yang terdapat di kolom
Ground Truth ROI hingga seluruh
kelas yang terdapat didalam kolom
tersebut habis terpilih.

15.Ceklis pada kolom


Pixels dan Percent

16.Klik OK

____________________________________________________________
194
Maka akan muncul informasi seperti pada gambar di bawah ini.

Dalam satuan
pixel

Dalam satuan
persen

___________________________________________________________
195
Perhitungan akurasi secara manual adalah sebagai berikut:

Sampel Total
1 2 3 4 5 6
1 480 0 5 0 0 0 485
2 0 52 0 20 0 0 72
Class 3 0 0 313 40 0 0 353
Image 4 0 16 0 126 0 0 142
5 0 0 0 38 342 79 459
6 0 0 38 24 60 359 481
Total 480 68 336 248 402 438 1992
= Piksel error = Piksel benar

Akurasi total menggambarkan nilai kebenaran keseluruhan kenampakan


objek yang benar di peta klasifikasi dengan data lapangan. Pada tabel matriks
di atas, nilai akurasi keseluruhan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
= Total piksel benar/Total keseluruhan piksel
= 1672/1992
= 0,84 atau 84%

Belum ada standar internasional yang menjelaskan mengenai batas akurasi


yang dapat menentukan kevalidan suatu hasil klasifikasi. Berdasarkan
Anderson (1976), dalam proses pemetaan tutupan lahan, akurasi total yang
dapat diterima atau dikatakan valid adalah harus melebihi 85%. Sedangkan
berdasarkan Purwadhi (2001), secara umum, akurasi dari suatu hasil
klasifkasi dikatakan baik apabila memiliki akurasi keseluruhan lebih dari
70%.

Parameter lain untuk menilai tingkat kebenaran hasil klasifikasi adalah


menggunakan metode koefisien Kappa. Nilai koefisien Kappa memiliki
rentang 0 hingga 1, Nilai indeks kappa mempertimbangkan faktor kesalahan
proses klasifikasi, sehingga nilai indeks kappa lebih rendah dari nilai akurasi
total dimana hanya mempertimbangkan data yang benar antara hasil
klasifikasi dan kondisi dilapangan.

____________________________________________________________
196
Kategorian tingkat akurasi berdasarkan nilai Kappa Menurut Landis dan
Koch (1977, dalam Congalton dan Green, 2008), adalah sebagai berikut:
0 – 0,4 = rendah
0,4 – 0,8 = sedang
0,8 – 1 = tinggi

Koeffisien nilai kappa ini mempertimbangkan semua aspek yaitu producer’s


accuracy dan user’s accyracy.
Nilai akurasi produser berfungsi sebagai penilaian secara tematik, yaitu
menunjukkan tingkat kebenaran hasil klasifikasi terhadap kondisi di
lapangan.
Akurasi user menjelaskan mengenai ketelitian hasil klasifikasi terhadap
seluruh obyek yang dapat diidentifikasi. Kedua jenis akurasi tersebut
memberikaninformasi tingkat akurasi di masing-masing kelas.
Perhitungan akurasi produser dan user pada tabel di atas adalah sebagai
berikut:
Producer’s Accuracy :
1 = 480/480 = 100%
2 = 52/68 = 76%
3 = 313/356 =88%
4 = 126/248 = 51%
5 = 342/402 = 85%
6 = 359/438 = 82%

User’s Accuracy:
1 = 480/485 = 99%
2 = 52/72 = 72%
3 = 313/353 =87%
4 = 126/142 = 89%
5 = 342/459 = 74%
6 = 359/481 = 75%

___________________________________________________________
197
BAB 9.
EXPORT RASTER (CLASS IMAGE) TO VEKTOR

Software ENVI memiliki tool yang dapat melakukan proses konversi data
raster menjadi data vektor. Input data raster yang dapat dikonversi haruslah
merupakan citra hasil klasifikasi (class image). Tahapan prosesnya adalah:

Raster (Class image)  Data vektor (evf)  Data vektor (shapefile)

Tahap awal adalah melakukan konversi data Raster menjadi data vektor
dengan format ENVI Vektor Format (evf). EVF ini adalah format data vektor
milik ENVI dan tentu format ini tidak terlalu generik atau umum. Agar data
vektor bisa dibuka di berbagai macam software GIS yang umum digunakan,
maka anda harus meng-konversinya menjadi format shapefile.

Berikut adalah langkah-langkah melakukan proses export raster menjadi


vektor dengan output akhir berformat shapefile.

1.Buka folder vektorPilih


Raster to Vektor

____________________________________________________________
198
2.Pilih/klik citra hasil
klasifikasi yang ingin di
konversi kedalam format
vektor

3.Klik OK

4.Pilih/Select kelas-kelas yang ingin


dieksport kedalam format vektor
5.Klik Choose

6.Simpan output evf, dan


berinama misalkan
“vektor_class”

7.Klik Open

8.Klik OK

___________________________________________________________
199
Tunggulah hingga proses selesai.

Anda dapat mengeksport format evf ini kedalam format shapefile agar data
vektor ini dapat dibuka di software GIS seperti Arcgis atau Quantum GIS.

9.Buka folder
Vector, pilih Classic
EVF to Shapefile

10.Select/Pilih data vektor


evf yang ingin dieksport
menjadi shapefile

11.Klik Open

____________________________________________________________
200
12.Klik Choose

13.Simpan output
shapefile, dan berinama
misalkan
“vektor_class_shapefile”

14.Klik Open

15.Klik Ok

Maka anda dapat membuka output tersebut didalam software Arc Gis
seperti contoh di bawah ini.

___________________________________________________________
201
BAB 10.
APLIKASI BAND MATH

Bab ini akan menjelaskan mengenai cara melakukan transformasi citra atau
aplikasi band ratio. Tahap ini anda akan banyak bermain dengan rumus-
rumus algoritma yang nanti digunakan untuk memanipulasi/transformasi
nilai piksel. Pada contoh di bawah ini, anda akan berlatih menggunakan
beberapa rumus algoritma untuk melakukan transformasi nilai piksel pada
citra sehingga nilai piksel tersebut menghasilkan informasi seperti angka
indeks vegetasi dan nilai suhu permukaan darat.

10.1. Aplikasi NDVI

Indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang memiliki interval tertentu


dimana nilai tersebut merepresentasikan tingkat kehijauan vegetasi. Tingkat
kehijauan suatu vegetasi dipengaruhi oleh kondisi klorofil yang terkandung
didalam tumbuhan. Indeks vegetasi ini sering digunakan untuk
mengindetifikasi umur tanaman, tanaman yang sakit, biomassa, serta
kerapatan vegetasi.

Secara umum, aplikasi penginderaan jauh untuk vegetasi memanfaatkan


gelombang Inframerah dekat dan gelombang merah dalam mengukur tingkat
kehijauan vegetasi. Salah satu ukuran yang sering digunakan adalah metode
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

Mengapa vegetasi terlihat berwarna hijau?

Mata manusia hanya mampu menangkap gelombang visible (gelombang


biru, hijau, merah). Vegetasi memiliki karakteristik memantulkan
gelombang hijau lebih kuat dibandingkan gelombang biru dan merah.
Namun, sebenarnya vegetasi memiliki pantulan tertinggi pada gelombang
inframerah dekat (NIR). Vegetasi mampu memantulkan gelombang NIR
dengan tingkat pantulan 60%, lebih tinggi dibandingkan gelombang hijau
yang hanya dipantulkan sebesar 20% (Jensen, 2000). Namun mata manusia
hanya peka pada gelombang visible, sehingga hanya gelombang hijau saja

____________________________________________________________
202
yang mampu ditangkap oleh mata manusia. Itulah mengapa vegetasi
memiliki warna hijau.

Interaksi gelombang elektromagnetik terhadap vegetasi dipengaruhi oleh


struktur daun, khususnya oleh jaringan mesofil gabus. Keberadaan
jaringan mesofil gabus ini yang mempengaruhi ketebalan daun. Semakin
tebal jaringan daun, maka semakin besar gelombang NIR yang
dipantulkan, hal ini karena terdapat Epiticular lilin didalam jaringan
tersebut yang mampu meningkatkan pantulan NIR sebanyak 5-20%
(Mulroy, 1979).

Secara umum, vegetasi memantulkan 2 jenis Gelombang yakni gelombang


NIR dan Hijau. Sedangkan gelombang merah dan biru diserap karena adanya
faktor keberadaan klorofil.

NDVI merupakan salah satu metode untuk mengukur tingkat kehijauan


vegetasi dengan cara membandingkan spektral antara gelombang NIR
dengan gelombang Merah. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh
klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat (NIR) oleh jaringan
mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang
diterima sensor satelit pada kedua band tersebut akan berbeda.

Rumus NDVI yakni: (NIR - Red) / (NIR + Red)

Dimana:
NIR = Band yang memiliki panjang gelombang Inframerah Dekat.
Red = Band yang memiliki panjang gelombang merah.

___________________________________________________________
203
Dalam sensor OLI pada Landsat 8, NIR adalah band 5 sedangkan Red adalah
Band 4. Hal berbeda bila menggunakan Landsat 7, dimana NIR adalah band
4 dan Red adalah Band 3.

Nilai NDVI ini berkisar antara -1 hingga 1. Apabila nilai NDVI mendekati
nilai 1, maka obyek tersebut memiliki indeks kehijauan yang tinggi.
Sebaliknya, bilai NDVI mendekati nilai -1, maka obyek tersebut memiliki
indeks kehijauan yang rendah atau bukan merupakan obyek vegetasi.

Bab ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan pengolahan data


Landsat 8 untuk menghasilkan peta NDVI.

Langkah pertama adalah, membuka Citra Landsat yang telah dikoreksi


dalam hal ini adalah data hasil koreksi Cirrus.

____________________________________________________________
204
Kemudian aktifkan tools Band math dan masukkan rumus NDVI
kedalamnya.

1.Buka folder Band


Ratio  Pilih Band
Math

2.Masukkan rumusnya,
yakni :

(B5-B4)/(B5+B4)

Namun, untuk
mempertahankan nilai
decimal, maka penulisan
pada bandmath harus
menggunakan format
floating. Sehingga
penulisan pada
bandmath adalah:

(float(b5)-float(b4)) /
3.Klik OK (float(b5)+float(b4))

Kemudian klik Add to list


___________________________________________________________
205
Kemudian, definsikan variabel B5 dan B4 pada rumus tersebut.

4.Klik B4

5.Klik Band 4

6.Klik B5

7.Klik Band 5

____________________________________________________________
206
9.Simpan output, dab berinama
misalkan “NDVI”

10.Klik Open

11.Klik OK

___________________________________________________________
207
Maka hasilnya adalah sebagai berikut.

Gunakankan cursor value untuk mengidentifikasi nilai NDVI di


setiap piksel. Piksel berwarna cerah merupakan piksel yang memiliki
nilai NDVI tinggi, sedangkan Piksel berwarna gelap merupakan piksel
yang memiliki nilai NDVI rendah. Piksel yang memiliki NDVI rendah
(gelap) umumnya merupakan obyek yang bukan vegetasi, seperti badan
air, lahan terbangun, awan, dll. NDVI ini tidak dapat digunakan sebagai
acuan untuk membedakan obyek vegetasi dan yang bukan vegetasi.
Tidak ada batasan (threshold) nilai NDVI yang jelas dan konsisten, hal
ini dikarenakan nilai NDVI selalu berubah mengikuti musim.

10.2. Identifikasi Suhu Permukaan Darat

Dalam mengindentifikasi suhu permukaan, gelombang yang digunakan


adalah gelombang thermal. Dalam Landsat 8, band thermal terdapat pada
band 10 dan 11, dimana panjang gelombang yang digunakan adalah :
Band 10 = 10,60 – 11,19 µm
Band 11 = 11,50 – 12,51 µm

____________________________________________________________
208
Secara teknis, band 10 merupakan band yang biasa digunakan dalam proses
pengolahan suhu permukaan darat. Sedangkan band 11, berdasarkan
beberapa publikasi jurnal yang ada, band ini kurang memiliki akurasi yang
tinggi dalam mengestimasi nilau suhu permukaan dibandingkan band 10.
Resolusi spasial dari kedua band ini adalah 30 meter, hal ini merupakan suatu
perbaikan pada band thermal pada versi Landsat generasi sebelumnya yang
hanya memiliki resolusi 60 meter saja.

Inputlah band 10 pada ENVI, kemudian potonglah seluas wilayah Jakarta


dengan memaanfaatkan data vektor poligon dki_jakarta_utm.shp.
Sehingga hasil subset dengan data vektor dki terlihat seperti gambar di
bawah ni.

Proses dalam pengolahan data thermal untuk menghasilkan informasi spasial


suhu permukaan harus melalui tahap sebagai berikut:

DN  Spektral Radian ( )  Suhu (Kelvin)  Suhu (Celcius)

___________________________________________________________
209
a. DN to Spektral Radian
Tahap awal adalah melakukan kalibrasi radiometrik pada citra band 10.
Nilai suhu permukaan dihitung dari nilai spektra radian citra, oleh karena itu
citra band 10 yang pikselnya masih berupa DN harus dikalibrasi kedalam
nilai spektra radian.
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Lλ = ML*Qcal + AL
Dimana :
Mp = faktor skala
AL = faktor penambah
Qcal = Digital Number (DN)

Keduan faktor tersebut dapat dilihat pada file metadata citra, dimana dalam
format tulisan metadata tersebut, Mp adalah
“RADIANCE_MULT_BAND_...”, Sedangkan AL adalah
“RADIANCE_ADD_BAND_...”.
Berikut adalah tampilan metadatanya.

= ((0.0003342)*B1)+0.1

Pada metadata tersebut nilai Mp = 0.0003342 dan nilai AL = 0.1.

____________________________________________________________
210
Kemudian tuliskan rumus dalam band, seperti contoh di bawah ini.
1.Klik Band Math

2.Ketik rumus
algoritmannya

4.klik OK 3.Klik Add to List

5.Definisikan variabel B1, dengan


cara klik B1

6.Lalu klik Layer Band_10_Jakarta


sebagai layer inputnya

7.Klik Choose

8.Simpan output, dan


berinama misalkan
“RADIANS_BAND10”

9.Klik Open

10.Klik OK

___________________________________________________________
211
Maka layer “RADIANS_BAND10” akan muncul pada kotak Layer
Manager.

b. Spektral Radian to Kelvin


Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai suhu dalam satuan Kelvin.
Hubungan antara suhu dengan spektral radian dapat dijelaskan pada rumus
berikut ini.

Dimana: T = Suhu (Kelvin)


CVR = Nilai radiance pada band thermal
K1 dan K2 = Tetapan

____________________________________________________________
212
Nilai K1 dan K2 dapat dilihat pada metadata seperti yang terdapat pada
gambar di bawah ini.

Nilai K1 pada band 10 = 774.89 sedangkan nilai K2 =1321.08. Maka


penulisan rumus pada bandmath adalah sebagai berikut

T = K2 / ln ((K1/CV) +1)
= 1321.08 /alog((774.89/B1)+1)
Kemudian, tulislah rumus tersebut didalam bandmath.
1.Klik Bandmath

2.Masukkan
rumusnya

3.Klik Add to List


4.Pilih/Select rumus nya

5.Klik OK
___________________________________________________________
213
6.Klik Variabel B1

7.Klik layer Radians_BAND10


sebagai data input

8Klik Choose

9.Simpan output dan berinama


misalkan “KELVIN_BAND10”

10.Klik Open

11.Klik OK

____________________________________________________________
214
Maka layer “KELVIN_BAND10” akan muncul pada kotak Layer
Manager.

c. Kelvin to Celcius
Langkah selanjutnya adalah mengkonversi nilai suhu yang masih dalam
satuan Kelvin kedalam satuan Celcius. Rumusnya adalah sebagai berikut:
CELCIUS = KELVIN - 272.15
Rumus dalam band math = B1 – 272.15

1.Klik Bandmath

2.Masukkan rumusnya

3.Klik Add to List

4.Pilih/Select rumus nya

5.Klik OK
___________________________________________________________
215
6.Klik Variabel B1

7.Klik layer KELVIN_BAND10


sebagai data input

8.Klik Choose

9.Simpan output dan


berinama misalkan
“CELCIUS”

10.Klik Open

11.Klik OK

____________________________________________________________
216
Maka layer “CELCIUS” akan muncul pada kotak Layer Manager.

___________________________________________________________
217
BAB 11.

LIDAR

Light Detection and Ranging (LiDAR) merupakan teknologi dalam


penginderaan jauh, dimana sensor yang digunakan memancarkan cahaya
dalam bentuk laser sebagai sumber energinya untuk mengukur jarak ke
obyek. Sensor LiDAR tergolong penginderaan jauh aktif, dimana sensornya
memancarkan gelombang sendiri, sehingga keuntungannya dapat
dioperasionalkan pada malam hari. Sensor LiDAR biasa disematkan
dipesawat kemudian digunakan untuk mengindera obyek permukaan bumi.
Teknologi LiDAR digunakan untuk pemetaan topografi detail dengan presisi
yang tinggi.

Output dari sistem ini adalah kumpulan titik-titik atau biasa diistilahkan
sebagai Point Cloud, yang memiliki informasi X, Y, dan Z. Nilai X, Y dan
Z dari point cloud ini mampu memberikan gambaran obyek permukaan bumi
secara 3 dimensi.
Secara umum, prinsip dari sistem LiDAR adalah menembakkan gelombang
ke permukaan bumi, kemudian setelahnya sensor lidar merekam pantulan
balik gelombang tersebut. Waktu antara menembakan cahaya hingga
diterima kembali pantulannya diukur lalu dikonversikan menjadi jarak.

____________________________________________________________
218
Jarak yang dimaksud dalam hal ini adalah jarak antara pesawat terhadap
obyek. Setelah itu, GPS yang terpasang didalam pesawat juga merekam nilai
altitude dan posisi geografis pesawat terhadap permukaan bumi. Nilai
altitude inilah yang digunakan untuk meng-kalibrasi jarak obyek menjadi
nilai ketinggian.

Contoh: Jarak (distance) = 1200 m


Altitude = 2000 mdpl
Maka ketinggin obyek = Altitude – Jarak = 800 m dpl.

Informasi ketinggian obyek tersebut juga dilengkapi dengan informasi


posisi koordinat obyek yang diperoleh dari GPS.

Komponen-komponen yang terdapat pada sistem LIDAR adalah sebagai


berikut:

1. Laser

Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation)


merupakan teknik pemancaran radiasi gelombang elektromagnetik
dalam bentuk cahaya tunggal dan koheren sehingga pancarannya
memiliki sudut pancaran yang kecil namun memiliki intensitas yang
tinggi untuk dapat mencapai jarak yang jauh dan terarah (Kelley, 2010).
___________________________________________________________
219
Laser ini memanfaatkan gelombang pada spektrum inframerah dekat
dengan kisaran panjang gelombang 0,7 - 1 um.

Karakteristik spektrum inframerah adalah sangat peka terhadap


vegetasi, sehingga apabila berinteraksi dengan vegetasi, maka
gelombang ini akan ter-refleksikan. Namun sebaliknya, bila
berinteraksi dengan obyek berupa air, maka gelombang ini akan
terserap.

Kurva dibawah ini menunjukkan tingkat reflektan vegetasi dan air pada
keseluruhan panjang gelombang Terlihat bahwa tingkat reflektan
vegetasi paling kuat pada spektrum inframerah dekat (0,7 – 1 um)

Sebaliknya obyek air sangat rendah reflektannya. Inilah yang akan


menjadi kelemahan dari sistem lidar apabila sinar lasernya berinteraksi
dengan obyek yang lembab atau mengandung air, maka gelombangnya
sulit terpantulkan kembali menuju sensor.
____________________________________________________________
220
2. Inertial Measurement Unit (IMU)

Inertial Mesurement Unit (IMU) adalah alat perekam kesalahan posisi


maupun rotasi pesawat saat proses penginderaan berlangsung.
Komponen ini merupakan sistem navigasi yang mampu mendeteksi
perubahan geografis, perubahan kecepatan dan orientasi sudut pesawat
akibat faktor eksternal seperti angin yang menyebabkan posisi pesawat
tidak dalam kondisi yang sebenarnya dan mengakibatkan adanya
kesalahan posisi seperti pitch, roll, and heading.

Pitch merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu Y (sayap pesawat),


roll merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu X (badan pesawat),
dan heading merupakan kesalahan posisi terhadap sumbu Z (kepala
pesawat).

IMU bertugas untuk mencatat seluruh kesalahan atau perubahan


tersebut secara realtime setiap 1/200 detik dalam bentuk raw data IMU.
Selanjutnya, data IMU ini dijadikan faktor koreksi terhadap data
scanning ketinggian LiDAR.

3. Diferential GPS

GPS digunakan untuk merekam posisi 3 Dimensi suatu obyek terhadap


sistem referensi tertentu. GPS yang digunakan dalam pemetaan lidar
adalah Airbone GPS yang menghasilkan ketelitian horisontal 5 cm dan
vertikal 10 cm. Dalam GPS tersebut, terdapat 2 alat yang digunakan
yaitu GPS yang ditempatkan di tanah atau diistilahkan sebagai Base
Station, dan GPS yang terpasang di pesawat atau diistilahkan sebagai
Rover.

___________________________________________________________
221
Pemetaan LiDAR ini akan sangat optimal dan presisi bila Jarak
maksimum pesawat dari base station GPS tidak boleh lebih dari 10 km.
(Cramer, 1997; Behan dkk., 2000; Kozmus dan Stopar, 2003; Turton,
2006).

Komponen-komponen yang terdapat pada sistem LiDAR. (Sumber:


http://tnlandforms.us/)

Pada pemetaan di area berhutan, Sistem lidar mampu melewati celah-celah


sempit dari tajuk-tajuk pohon sehingga pola titik-titiknya dapat
mENVIsualisasikan bentuk tajuk atau kerapatan dari suatu pepohonan.
Selain itu, beberapa point cloud merepresentasikan dasar permukaan
(ground) dan titik-titik yang terindetifikasi sebagai ground inilah yang
dimanfaaatkan untuk mendapatkan model terrain.

Secara teknis, sensor lidar menembakkan gelombang laser dan setiap 1 kali
penembakan, beberapa spot terpantulkan karena terhalang seresah tajuk,
namun beberapa spot diteruskan hingga mengenai beberapa objek
dibawahnya, hingga mengenai ground. Sehingga setiap dalam 1 tembakkan,
sistem lidar mampu menangkap beberapa gelombang balik (pantulan) atau
multiple wave.

____________________________________________________________
222
Multiple wave pada LiDAR

Kelebihan Lidar:

1. Lidar merupakan sistem gelombang aktif, dimana sensor menembakkan


pulse laser sebagai sumber gelombang elektromagnetiknya, sehingga
tidak bergantung dengan matahari, artinya dapat dilakukan di malam
hari.
2. Proses pendataan obyek untuk mendapatkan nilai x,y,z menjadi lebih
cepat dan lebih luas area cakupannya bila dibandingkan dengan survei
terestris.
3. Titik yang dihasilkan lebih banyak, yakni kisaran per 1 meter2 minimal
1 point hingga 9 tergantung dari permukaan obyek dan tinggi terbang
serta FoV.
4. Biaya lebih efisien (jika area > 1.000 ha), bila dibandingkan dengan
Survei Terestrial.

Kekurangan Lidar:

1. Dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hasil pengukuran pada area yang


terhalang awan atau kabut menjadi tidak presisi. Begitu juga dengan
obyek di permukaan bumi yang mengandung air, obyek air maupun
obyek yang basah. Seperti diketahui bahwa lidar memanfatkan
gelombang inframerah, dimana memiliki karakteristik diserap bila
berinteraksi dengan obyek yang mengandung air.
2. Pada kondisi vegetasi yang rapat tanpa celah sedikitpun, tentu akan
menjadi sulit untuk mengukur hingga ke dasar permukaannya (ground).

___________________________________________________________
223
Pemanfaatan data LiDAR antara lain:

1. Pertambangan
2. Perencanaan Sistem Drainase (Mikro Hidrologi)
3. Perencanaan Infrastruktur (Jalan tol, sutet, jalan kereta api, dll)
4. Perencanaan Kota
5. Monitoring Hutan
6. Perkebunan
7. Militer

____________________________________________________________
224
BAB 12.

PENGOLAHAN DATA LIDAR

Dalam proses pengolahan data lidar, user dapat menggunakan berbagai


macam software khusus pengolah data LiDAR, salah satunya adalah ENVI
Lidar. ENVI LiDAR adalah ekstensi tambahan dalam software ENVI yang
berfungsi khusus untuk mengolah data lidar. ENVI LiDAR ini muncul hanya
pada ENVI versi 5.0 ke atas, sedangkan pada ENVI versi sebelumnya, tidak
dilengkapi oleh ekstensi tambahan ini. ENVI LiDAR memiliki kemampuan
yang optimal yakni mampu melakukan proses feature extraction dari point
cloud data lidar. Feature extraction ini merupakan proses pendefinisian
obyek menggunakan algoritma tertentu, dimana obyek akan secara otomatis
dikenali lewat pola sebaran pointnya. Obyek yang mampu dikenali hanya
berupa obyek pohon, bangunan dan kabel listrik. Selain itu, terdapat berbagai
macam tools-tools yang sangat berguna lainnya, misalkan tool 3D Viewer
yang berfungsi menampilkan model 3 dimensi dari obyek-obyek yang telah
berhasil dikenali; serta tool isometric view yang berguna untuk membaca
geometris suatu obyek tanpa perlu melakukan pengukuran.

Data LiDAR ini berupa sebaran titik-titik yang sangat rapat bahkan
kerapatannya hingga 9 titik per meter persegi; artinya ukuran datanya
berbanding lurus dengan luas area yang diolah. Semakin luas area yang
diproses maka semakin besar ukuran datanya. Oleh karenanya, untuk
mengolah data LiDAR yang men-cakup area luas membutuhkan spesifikasi
komputer/PC yang tinggi. Spesifikasi yang dimaksud berupa prosesor dan
RAM serta didukung kapasitas hardisk yang besar untuk menyimpan output
hasil pengolahan.

Dalam bab ini, user akan ditunjukkan langkah-langkah mengolah data


LiDAR, baik dari mulai menginput data, melakukan pengukuran hingga
meng-ekstrak suatu informasi dari data LiDAR.

___________________________________________________________
225
12.1. Membuka ENVI LIDAR
Bukalah Software ENVI Lidar, klik Start  All Program  ENVI
LiDAR

Maka akan muncul tampilan Awal ENVI LiDAR seperti pada gambar
dibawah ini.

Berikut adalah tampilan dekstop dari ENVI LiDAR beserta penjelesannya.

____________________________________________________________
226
c

b d

a. Layers Windows, berfungsi untuk menampilkan layer-


layer input maupun output dari suatu proses pengolahan.
b. Data Display, berfungsi untuk menampilkan gambar 3
dimensi
c. Toolbar, berisi beberapa icon tools
d. Toolbox, berisi beberapa fungsi untuk pengolahan
e. Menubar, berisi menu-menu
f. Notification Window, menginformasikan detail proses
serta progress dari suatu proses

___________________________________________________________
227
12.2. Membuat Project Baru
Dalam proses pengolahan data menggunakan software ini, user harus
membuat suatu file project baru. Untuk membuat sebuah project baru, klik
menu File  New Project.

Kemudian simpanlah project baru tersebut didalam direktori folder yang


diinginkan. Beri nama file project tersebut, kemudian klik Save.

____________________________________________________________
228
Maka akan muncuk kotak notifikasi seperti pada gambar di bawah ini
dimana user harus menginputkan suatu data Lidar; Klik saja OK.

Kemudian, inputkan lah data lidar yang akan diproses. Format umum data
lidar adalah berupa Laz, namun anda dapat menginputkan format data
lainnya. Sebagai contoh, bukalah sampel data lidar yang terdapat pada
direktori instalasi software ENVI, yang berlokasi di:
C:\Program Files\Exelis\ENVILiDAR51\DataSample
Ambillah salah satu file Laz, misalkan Avon. Select file tersebut, kemudian
klik Open.

___________________________________________________________
229
Kemudian akan muncul notifikasi sebagai berikut: Bila tidak ada lagi data
yang ingin diinputkan, maka klik-lah No, pada notifikasi tersebut.

Selanjutnya, akan muncul notifikasi sistem koordinat yang akan digunakan.

Pilihlah sistem UTM agar unit/satuan ukuran dalam meter. Klik saja Yes,
apabila muncul notifikasi seperti di bawah ini.

Maka ENVI LiDAR akan melakukan proses inputting data, termasuk meng-
copy data kedalam direktori data dimana tempat kita menyimpan project.

____________________________________________________________
230
Bila selesai, maka didalam kotak layer, akan muncul data lidar yang telah
diinput, serta gambar 3 dimensi dari point cloud data tersebut didalam Data
Display.

Cek lah Direktori folder tempat anda menyimpan output project. Didalam
direktori tempat file project disimpan, akan muncul folder Product dan
Folder Raw Data. Folder Product berisi data-data hasil proses pengolahan,
baik data vektor maupun raster.

12.3. Pengenalan Tools Dasar ENVI Lidar


Proses selanjutnya adalah mengenai cara merubah gradasi warna,
menghitung jarak antar titik, serta membuat penampang melintang dari suatu
data lidar.

___________________________________________________________
231
12.3.1. Merubah Warna

Untuk meningkatkan keinformatifan suatu data peta, maka terkadang perlu


melakukan pengaturan pada simbologi warna. Oleh karena itu, user dapat
mengganti simbologi gradasi warna dari cloud point dengan cara sebagai
berikut:

Klik Height Palette Editor pada toolbar, hingga muncul kotak Height
Palette Editor seperti gambar di bawah ini.

Kemudian, di kolom bawah terdapat tombol pull down “Load Palette”.


Klik lah tombol tersebut lalu pilihlah gradasi warna sesuai keinginan anda.

____________________________________________________________
232
Berikut adalah contoh penggunaan warna palette “Earthstones”.

12.3.2. Menghitung jarak dan beda tinggi.


Sebagaimana layaknya suatu software penggindran jauh dan GIS, software
ENVI lidar ini dilengkapi juga tools untuk melakukan pengukuran, dalam
hal ini pengukuran yang dimaksud adalah pengukuran jarak dari satu titik ke
titik lain.

Klik isometric view untuk menampilkan skala X dan Y serta


menampilkan data dari sisi atas layaknya tampilan 2 dimensi.

___________________________________________________________
233
Kemudian untuk melakukan proses pengukuran, gunakan
Measurement Tools. Kemudian klik titik awal dan titik akhir untuk
menghitung kedua jarak titik tersebut. Hasilnya akan muncul anotasi didalam
Data Display seperti gambar di bawah ini.

Dalam Anotasi tersebut, muncul 3 nilai, yakni nilai XY dimana merupakan


jarak horizontal (datar) kedua titik tersebut, kemudian, nilai Z, yakni beda
tinggi dari kedua titik tersebut, serta nilai Slant, yakni jarak bidang miring
dari kedua titik tersebut. Bidang miring tersebut terjadi karena kedua titik
(titik awal dan titik akhir) tersebut memiliki perbedaan elevasi,

____________________________________________________________
234
Berikut adalah contoh ilustrasi gambarnya:

Untuk menghilangkan anotasi tersebut, klik kanan-lah pada anotasi


tersebut, kemudian pilih Delete Annotation.

12.3.3. Penampang melintang (Cross Section)


Sebagaimana suatu software 3 Dimensi pada umumnya, software ENVI
LiDAR ini juga dilengkapi dengan tools untuk membuat penampang
melintang, atau biasa disebut sebagai Cross Section.
Tools Cross Section tersebut dapat anda temui di deretan Toolbar, seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
___________________________________________________________
235
Kemudian, tariklah garis di koridor yang ingin dilihat profil ketinggiannya.
Sehingga akan muncul jendela Cross Section yang menampilkan profil
ketinggian dari transek tersebut.

Kemudian, saat penarikan, geserlah kursor anda, sehingga bentuk


transek berubah dari line/garis menjadi area, sehingga Cross
Section Window akan memunculkan profil ketinggian tertinggi dari
seluruh koridor area tersebut.

____________________________________________________________
236
12.4. Mendefinisikan DTM and DSM

Data LiDAR adalah data yang hanya memiliki informasi X,Y, dan Z,
dimana X dan Y adalah koordinat geografis, sedangkan Z adalah
ketinggian. Sehingga data LiDAR ini tak lebih adalah data yang
menginformasikan ketinggian yang berupa point cloud, sehingga dalam
suatu proses lebih lanjut, point cloud data Lidar ini diinterpolasi menjadi
suatu data raster Digital Elevation Model DEM.

DEM dikategorikan menjadi 2 jenis, yakni DSM dan DTM. DSM merupakan
data raster yang memiliki informasi ketinggian yang dihitung dari
permukaan atas suatu obyek. Sedangkan DTM merupakan data raster yang
memiliki informasi ketinggian yang dihitung berdasarkan permukaan
dasarnya suatu obyek.

___________________________________________________________
237
Sebagai ilustrasi, berikut adalah penggambarannya.

Hal terpenting dalam proses pengolahan data Lidar adalah bahwa user harus
mampu memisahkan point cloud DTM dan DSM. Software ENVI LiDAR
memiliki kemampuan dalam memisahkan point cloud DSM dan DTM serta
mampu menginterpolasikannya menjadi sebuah data raster/vektor.

Inti dari proses yang dilakukan oleh softwre tersebut adalah dengan
algoritma-nya, ENVI mampu mengklasfikasi setiap point cloud.

Berikut adalah langkah-langkahnya.

Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar


pilih Process  Process Data.

____________________________________________________________
238
Maka akan muncul kotak dialog seperti gambar di bawah ini.
Centang-lah kolom pada Produce Ortho, Produce DSM dan Produce DEM.
Kita juga dapat mengatur format dari output proses tersebut.

Kemudian klik-lah Tab Area Definition.

Pada kotak ini, user diminta untuk mendefinisikan area dari keseluruhan
data yang akan diproses. User cukup membuat kotak dengan melakukan
drag (klik-tahan dan geser) pada mouse untuk membuat poligon kotak
areanya.

Selain itu user juga dapat me-load boundary dari data suatu data vektor,
dengan cara klik Load New Layer.

Atau user dapat memilih mengolah keseluruhan area pada data dengan
memilih Entire Area.

___________________________________________________________
239
Kemudian klik-lah Pada Tab Production Parameters. Pada tab
ini, user dapat melakukan pengaturan misalkan mengatur resolusi
piksel dari output raster dem, interval kontur, metode filter, dll.

\
____________________________________________________________
240
Bila pengaturan telah selesai, maka lanjutkan untuk memilih Start
Processing. Tunggulah hingga proses pengolahan selesai.

Hingga muncul notifikasi yang menyatakan bahwa proses telah selesai,


seperti gambar di bawah ini. Kemudian klik OK.

Maka didalam kotak layer, akan muncul beberapa layer, diantaranya, layer
Terrain, DSM, dan DEM Countours yang berada pada Grup Layer Vektor,
Sedangkan dibawahnya adalah Grup Point yang terdiri dari layer Terrain
dan Unclassified.

___________________________________________________________
241
Gambar di bawah ini adalah merupakan DEM DSM dimana titik tertinggi
dihitung dari puncak/tajuk pohon.

Sedangkan gambar berikut adalah DEM DTM yang memperlihatkan


permukaan dasar/terrain area tersebut.

____________________________________________________________
242
Output dari data-data tersebut, tersimpan dalam direktori folder project,
yakni berada di dalam folder Products.

___________________________________________________________
243
BAB 13.

FEATURE EXTRACTION DATA LIDAR

ENVI LiDAR memiliki keunggulana dalam proses pengolahan data lidar


dimana kemampuan yang dimaksud adalah mampu melakukan proses
klasifikasi kedalam beberapa obyek. Algoritma dari fungsi-fungsi yang
ada didalam software ini mampu mengklasifikasikan point cloud
kedalam beberapa kelas, yakni pohon, bangunan, dan obyek bergaris.
Secara umum, algoritma tersebut dapat mengenali point cloud dilihat
dari polanya

Ciri point cloud vegetasi memiliki pola acak tidak bersimetri, tidak
seperti buatan manusia. Aloritma akan secara otomatis mengenali pola
ini menjadi suatu pepohonan.

Hal berbeda dengan point cloud bangunan, dimana titik-titiknya


memiliki pola simetri linear membentuk suatu obyek yang memiliki
volume.
____________________________________________________________
244
Sedangkan garis atau line, titik-titiknya membentuk suatu garis linear.
Obyek line ini semisal kabel listrik, telepon, maupun kabel yang
terpasang dan tersangga di udara, bukan di dasar tanah.

Hasil akhir dari proses ini adalah point cloud yang telah terklasifikasi,
beserta fitur-fitur dari ketiga obyek tersebut dalam format data vektor.
Adapun langkah prosesnya adalah sebagai berikut:

___________________________________________________________
245
13.1. Obyek Pohon

Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih
Process  Process Data. Ceklis pada kolom Produce Trees
(Sebaiknya diikuti dengan Produce DSM, DEM, dan DEM
Countours).

Kemudian masuk tab Production Parameters. User dapat melakukan


pengaturan dalam proses pendifinisian obyek pohon, misalkan dilihat
dari parameter tinggi (min-max) serta Radius (min-max). Parameter
tersebut nanti yang dijadikan acuan untuk melakukan proses klustering
pemisahan setiap pohon.

____________________________________________________________
246
Langkah selanjutnya adalah Klik Start Processing, untuk menjalankan
proses.

Tunggulah hingga proses selesai hingga muncul notifikasi sebagai


berikut.

Klik saja OK.

Maka didalam kotak layers, akan muncul beberapa Group layers


beserta layer-layernya.

___________________________________________________________
247
Didalam Group Vectors, terdapat beberapa layer, salah satunya adalah
layer Tree, bila diceklis tersendiri, tampilannya seperti kerucut terbalik
berwarna hijau. Layer tersebut menggambarkan pohon-pohon yang
berhasil terdefinisi dari proses klasifikasi sebelumnya.

ENVI lidar memiliki kemampuan dalam mendefisikan setiap batang


pohon. Selain itu, lebar kerucut tersebut me-representasi-kan lebar tajuk.
Bila anda ingin melihat kerapatan tajuk dalam keseluruhan area dari data

____________________________________________________________
248
yang diproses, Gunakan Isometric View untuk menampilkan
perspektif kenampakan dari atas. Terlihat setiap pohon memiliki
lingkaran berbeda-beda. Lingkaran tersebut adalah diameter tajuk
pohom yang nilainya diekstrak dari proses clustering berdasarkan
parameter yang telah ditentukan.

Selain diameter, data vektor dari layer Trees ini memiliki tinggi disetiap
batangnya dan ketinggian tersebut adalah merepresentasikan tinggi
pohon sebenarnya.

ENVI LiDAR juga menyediakan visualisasi model 3Dimensi, dimana


setiap obyek yang berhasil didefinisikan akan disimbolkan dengan suatu
model 3 dimensi. Gunakan tools 3D Viewer untuk menampilkan model
3 dimensinya.

___________________________________________________________
249
Berikut tampilan 3 Dimensi Viewernya.

13.2. Obyek Bangunan

Proses berikutnya adalah mendefinsikan bangunan, dimana langkahnya


sama seperti mendefinisikan pohon. Langkah awal pastikan cloud point
ada yang berupa obyek bangunan.

Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih
Process  Process Data. Centang pada kolom Produce Buildings.
____________________________________________________________
250
Sertakan juga data DEM dan DSM, dan bila terdapat obyek pohon,
masukkan juga sebagai data input.

Definisikan area, terutama area yang terdapat obyek bangunannya.

___________________________________________________________
251
Kemudian lakukan proses pengaturan parameter.

Selanjutnya klik Start Processing,

hingga proses selesai dan muncul notifikasi sebagai berikut.

____________________________________________________________
252
Berikut adalah tampilan hasil proses.

Berikut adalah tampilan 3 Dimensi Viewer.

___________________________________________________________
253
13.3. Obyek Line (Kabel)

Proses berikutnya adalah mendefinsikan obyek berupa garis (line)


dimana obyek tersebut biasanya berupa kabel listrik atau kabel telepon.

Langkahnya adalah sebagai berikut.

Klik icon Process Data pada toolbar, atau pada menubar pilih
Process  Process Data. Ceklis pada kolom Produce Power Lines,
sertakan juga data DEM dan DSM, dan bila terdapat obyek pohon,
masukkan juga sebagai data input.

____________________________________________________________
254
Definisikan area, terutama area yang terdapat obyek bangunannya.

Kemudian lakukan proses pengaturan parameter.

Selanjutnya klik Start Processing, untuk menjalankan proses.

___________________________________________________________
255
Berikut adalah tampilan hasil proses.

Berikut adalah tampilan 3 Dimensi Viewer.

13.4. Konversi kedalam Data GIS

Hasil dari proses pengolahan data didalam software ENVI dapat anda buka
didalam software GIS, misalkan Quantum GIS atau Arc GIS.

Hasil output dari pengolahan ENVI LiDAR dapat anda lihat didalam folder
Product, dimana lokasinya berada bersamaan dengan lokasi file tempat anda
menyimpan project.
____________________________________________________________
256
Berikut contoh input data hasil pengolahan ENVI LiDAR yang dibuka di
Software Arc GIS.

Data vektor titik disimbolkan sebagai titik, dimana didalam attribute-nya


berisi informasi tinggi (kolom “Height”) dan diameter tajuk pohon (kolom
“Radius”) setiap batang pohon.

Titik-titik tersebut adalah titik tengah (center point) dari setiap batang pohon.

___________________________________________________________
257
Dengan melakukan proses analisis GIS, misalkan analisis buffer, maka kita
akan mendapatkan area tajuk-tajuk setiap pohonnya.

Langkahnya di Arc Gis adalah: Buka Toolbox Analysis Tools 


Proximity  Buffer

Kemudian pada kotak Buffer,

Input Feature = isikan dengan layer Trees


Output Feature Class = simpan output di folder yang diinginkan, berinama
output misalkan buffer_trees
Kolom Distance, pilih kolom Field, kemudian isikan “Radius”.

Kemudian klik OK.


____________________________________________________________
258
Maka anda akan mendapatkan layer tajuk pohon dalam bentuk lingkaran,
dimana diameter lingkarannya sesuai dengan nilai radius setiap titik trees.

Adapun layer bangunan disimbolkan dalam bentuk polygon, sedangkan


kabel listrik disimbolkan dalam bentuk garis (line). Feature –feature tersebut
dapat anda analisis lebih lanjut semisal menghitung jumlah pohon,
menghitung luas tiap tajuk pohon, bangunan maupun mengukur panjang
suatu kabel menggunakan software GIS.

___________________________________________________________
259
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. H., E., Roach J.T., & R. Wittmer,. (1976). A Land Use And
Land Cover Classification System For Use With Remote Sensor
Data.Geological Survey Professional Paper 964. Washington : United
States Government Printing Office.

Budiman, S., 2005. “Pemetaan Sebaran Total Suspended Matter (TSM)


Menggunakan Data ASTER dengan Pendekatan Bio-Optical
Model”. Prosiding PIT MAPIN XIV ’Pemanfaatan Efektif Penginderaan
Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa’. Jilid III, Teknologi
Informasi Spasial, Surabaya. Hal 1 – 6.

Canberra. Richards, J.A. and Jia, X. (1999). ‘Remote Sensing Digital Image
Analysis’, Third edition, 363 pp. (Springer-Verlag).

Chein-I Chang dan H.Ren. 2000. An Experiment-Based Quantitative and


Comparative Analysis of Target Detection and Image Classification
Algorithms for Hyperspectral Imagery. IEEE Trans. on Geoscience and
Remote Sensing

Congalton, R.G. dan Green, Kaas, 2008. Assessing The Accuracy of


Remotely Sensed Data: Principles and Practices (2nd Edition), Boca
Raton: CRC Press, Taylor and Francis Group.

Elachi, C., Jakob van Zyl. 2006. Introduction to the Physics and
Techniques of Remote Sensing, John Wiley & Sons, New Jersey.

Hoan, N.T,2010.Combination of Optical and Microwave Data of Alos For


Tropical Forest Mapping. PhD thesis. Chibs University, Japan.

Jensen, J. R. (2000) Remote Sensing of the ENVIronment: An Earth


Resource Perspective, 2000, Prentice Hall, New Jersey.

Lillesand and Kiefer, 1998. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra


Penginderaan Jauh.Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Purwadhi Sri Hardiyanti, 2001. Interpretasi Citra Digital. Grasindo Penerbit


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta.

____________________________________________________________
260
Purwadhi Sri Hardiyanti, Sanjoto Tjaturahono. 2009. Pengantar
Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Semarang. Pusat Data Penginderaan
Jauh LAPAN dan Jurusan Geografi UNS.

Walter-Shea, E.A. and L.L. Biehl. 1990. Measuring Vegetation Spectral


Properties, Remote Sensing Reviews 5(1):179-205.

___________________________________________________________
261

Anda mungkin juga menyukai