Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS PUISI SHADIIQUN SHADUUQUN SHAADIQUN KARYA

IMAM SYAFI’I

Muhammad Mufti
180910170047
Mahasiswa Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Padjadajran
Tahun Akademik 2019/2020
muhammad17266@mail.unpad.ac.id

Abstrak
Artikel ini berisi mengenai analisis puisi berjudul Shadiiqun Shaduuqun
Shaadiqun karya Imam Syafi’i. Puisi dianalisis dengan menggunakan pendekatan
tema (al-ma’na), emosi (al-‘atifah), imajinasi (khayal), gaya bahasa (ushlub), dan
juga perspektif psikologi sastra. Metode penulisan yang digunakan dalam artikel ini
adalah metode studi literatur kepustakaan. Hasilnya adalah bahwa puisi berjudul
Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun karya Imam Syafi’i ini berisi tentang nasehat-
nasehat dalam mencari teman kepada muridnya. Dalam nasehatnya, Imam Syafi’i
menganjurkan untuk mencari teman yang tulus lagi terpercaya. Jika memiliki teman
yang hanya bepura-pura peduli pada kita, maka tinggalkan ia dan jangan bersedih
karena akan ada penggantinya lagi.

PENDAHULUAN
Puisi atau syair dalam bahasa arab merupakan salah satu karya sastra yang
paling banyak digemari di Jazirah Arab. Permainan kata-kata dalam syair terbukti
dapat menarik banyak perhatian. Kata-kata dalam syair dikemas secara singkat
namun mempunyai ma’na yang sangat mendalam. Itulah salah satu yang menjadi
daya tarik syair. Selain itu, syair juga banyak memiliki pengaruh terhadap
kehidupan. Hal ini dikarenakan syair sendiri adalah suatu karya sastra yang
merupakan pengungkapan suatu ekspresi dari kehidupan nyata yang biasanya
dialami langsung atau tidak langsung oleh penciptanya.

1
Perkembangan syair di Jazirah Arab telah ada sejak sebelum Islam
berkembang di sana. Bahkan bisa dikatakan perkembangan syair pada awalnya
adalah yang paling pesat. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya banyak penyair hebat
di masa itu. Setiap tahun secara rutin selalu diadakan kompetisi syair. Semua
penyair hebat berkumpul di suuatu tempat yang bernama pasa Ukaz. Syair-syair
terbaik akan dipilih lalu ditulis dengan tinta emas untuk selanjutnya digantung di
dinding-dinding Ka’bah.
Pada periode berikutnya, syair selalu mengalami perkembangan meskipun
perkembangan yang ada tidak sepesat di masa awal. Dalam setiap periode selalu
saja lahir penyair hebat yang mampu menciptakan karya monumental dan dikenal
di berbagai perjuru dunia, termasuk pada periode Daulah Bani ‘Abbasiyah. Pada
masa Daulah Bani ‘Abbasiyah lahir sesosok ahli fiqih, ahli hadis, juga seorang
penyair ternama, yaitu Muhammad bin Idris bin Syafi’ yang biasa dikenal dengan
Imam Syafi’i. Syair-syair karya Imam Syafi’i banyak diminati dan dijadikan objek
penelitian sastra, termasuk dalam artikel ini.
Ruang Lingkup
Artikel ini terfokus pada analisis puisi (syair) Shadiiqun Shaduuqun
Shaadiqun karya Imam Syafi’i yang dikaji dari segi tema (ma’na), emosi (‘atifah),
imajinasi (khayal), dan gaya bahasa (ushlub) serta pendekatan psikologi sastra.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan artikel ini selain untuk mengkaji puisi berjudul Shadiiqun
Shaduuqun Shaadiqun karya Imam Syafi’i dari segi tema (ma’na), emosi (‘atifah),
imajinasi (khayal), dan gaya bahasa (ushlub) serta pendekatan psikologi sastra, juga
untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Telaah Puisi Arab.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam artikel ini menggunakan adalah
studi literatur kepustakaan. Penulis mengumpulkan informasi dan menganalisis
puisi melalui buku-buku kajian sastra, artikel, e-book, dan data-data yang terdapat
di internet.

2
PEMBAHASAN
Biografi Singkat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris
bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim
bin Al-Mutahllib bin Abdul Manaf bin Qusayy bin Kilab. Nama Syafi’i diambilkan
dari nama kakeknya, Syafi’i dan Qusayy bin Kilab adalah juga kakek Nabi
Muhammad SAW. Pada Abdul Manaf nasab Asy-Syafi’i bertemu dengan
Rasulullah SAW. Dia merupakan salah satu dari empat Imam Madzhab menurut
Ahlu Sunnah wa al-Jamaa’ah. 1
Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza, Palestina pada tahun 150 H. Ia wafat pada
usia 55 tahun (tahun 204H), yaitu hari kamis malam jum’at setelah shalat maghrib,
pada bulan Rajab, bersamaan dengan tanggal 28 juni 819 H dan dimakamkan di
Kairo, Mesir. Ayahnya meninggal sejak ia kecil dan ia hidup dan dibesarkan oleh
ibunya dalam keadaan miskin. Pada saat berusia dua tahun ia dan ibunya pindah ke
Mekah. Meski dalam keadaan serba kekurangan, tapi Imam Syafi’i mempunyai
cita-cita yang tinggi dan gemar menuntut ilmu. Ibunya menginginkan Imam Syafi’i
menjadi seorang yang berpengetahuan luas, terutama mengenai agama Islam. Oleh
karena itu ibunya selalu berusaha untuk membiayai Imam Syafi’i selama menuntut
ilmu di tengah segala kekurangannya. 2
Imam asy-Syafi’i adalah seorang yang tekun dalam menuntut ilmu, dengan
ketekunannya itulah dalam usia yang sangat muda yaitu 9 tahun ia sudah mampu
menghafal al-Qur’an, di samping itu ia juga hafal sejumlah hadits. Diriwayatkan
bahwa karena kemiskinannya, Imam Syafi’i hampir-hampir tidak dapat
menyiapkan seluruh peralatan belajar yang diperlukan, sehingga beliau terpaksa
mencari-cari kertas yang tidak terpkai atau telah dibuang, tetapi masih dapat
digunakan untuk menulis. Setelah selesai mempelajari Al-qur’an dan hadits, asy-
Syafi’i melengkapi ilmunya dengan mendalami bahasa dan sastra Arab. Untuk itu
ia pergi ke pedesaan dan bergabung dengan Bani Huzail, suku bangsa Arab yang

1
Abdurrahman Al-Mushthowiy, Diiwan al-Imam al-Syafi’i, (Beirut: Daar al-Ma’rifat, Cetakan
ketiga, 2005), hlm. 9.
2
Djazuli, Imu Fiqih Penggalian, Perkembangan Dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana,
Cetakan kelima, 2005), hlm. 129.

3
paling fasih bahasanya. Dari suku inilah, asy-Syafi’i mempelajari bahasa dan syair-
syair Arab sehingga ia benar-benar menguasainya dengan baik.3

Naskah Puisi Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun


‫ص ِاد ٌق‬ ِ
َ ‫ص ُد ْو ٌق‬
َ ‫صديْ ٌق‬َ

ُّ ‫فَ َد ْعهُ َوََل تُكْثِْر َعلَْي ِه التَأ‬


‫َس َفا‬ ۞ ‫اك إِاَل تَ َكلُّ ًفا‬
َ ‫إِذَا الْ َم ْرءُ ََل يَ ْر َع‬

ِ ‫صْب ٌر لِلْ َحبِْي‬


‫ب َولَ ْو َج َفا‬ ِ ْ‫وفِي الْ َقل‬
َ ‫ب‬ ۞ ٌ‫احة‬ ِ ِ ِ ‫فَِفي الن‬
َ ‫ااس أَبْ َد ٌال َوفي الت ْارك َر‬
َ
‫ص َفا‬
َ ‫ك قَ ْد‬
َ َ‫صافَ ْي تَهُ ل‬
َ ‫َوََل ُك ُّل َم ْن‬ ۞ ُ‫فَ َما ُك ُّل َم ْن تَ ْه َواهُ يَ ْه َو َاك قَلْبُه‬
‫فَ َل ََْي َر فِي ُود يَ ِجْي ُئ تَ َكلُّ ًفا‬ ۞ ‫ص ْف ُو الْ ِوَد ِاد طَبِْي َع ًة‬
َ ‫إِ َذا لَ ْم يَ ُك ْن‬
‫َويَ ْل َقاهُ ِم ْن بَ ْع ِد الْ َم َوادةِ بِالْ َج َفا‬ ۞ ِ ِ ِ
ُ‫َوََل ََْي َر في َل يَ ُخ ْو ُن ََلْي لَه‬
ِ ‫َويُظْ ِه ُر ِسرا َكا َن بِ ْالَ ْم‬
‫س قَ ْد ََ َفا‬ ۞ ‫َويُْنكِ ُر َعْي ًشا قَ ْد تَ َق َاد َم َع ْه ُد ُه‬
ِ ‫ص ِديق ص ُدو ٌق ص ِاد ُق الْوع ِد مْن‬
‫ص َفا‬ ۞ ‫الدنْيَا إِذَا لَ ْم يَ ُك ْن بِ َها‬
ُّ ‫َس َل ٌم َعلَى‬
ُ َْ َ ْ َ ٌْ َ

Teman Yang Tulus Lagi Terpercaya


Apabila seseorang hanya berpura-pura mempedulikanmu, maka tinggalkanlah ia
dan janganlah kamu bersedih karenanya.
Dengan meninggalkannya, kamu akan mendapat penggantinya dan memperoleh
ketenangan, meski berat hatimu punya kesabaran untuk mengahadapi kekasih.
Tidak semua orang yang kau cintai hatinya akan mencintaimu juga, dan tidak
semua orang yang kau berikan ketulusan akan tulus juga padamu.
Apabila cinta yang tulus tidak dapat menjadi tabiat, maka tidak akan ada kebaikan
dalam cinta yang datang karena dipaksakan.
Tidak akan ada kebaikan pada teman yang menghianati temannya, dan
menemuinya setelah ada cinta dengan penuh rasa berat.

3
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 17.

4
Dan mengingkari kehidupan yang telah dijanjikan sebelumnya, dan menampakkan
rahasia yang telah disembunyikan kemarin.
Selamat tinggal dunia jika di dalamnya tidak ada teman yang tulus lagi terpercaya
janjinya sebagai seseorang yang adil..
Analisis Puisi
1. Tema (Ma’na/Fikrah)
Puisi berjudul Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun karya Imam Syafi’i
termasuk ke dalam kategori puisi hikmah. Puisi hikmah adalah suatu bentuk puisi
yang di dalamnya berisi nasehat-nasehat dan pelajaran yang dapat diambil dan
diamalkan dalam kehidupan. Misalnya anjuran untuk bergaul dengan teman yang
baik, berbakti kepada orang tua, atau tekun dalam menuntut ilmu. Puisi hikmah
bertujuan untuk mengajak pembacanya untuk melakukan berbagai perbuatan yang
baik dan yang berguna baik di kehidupan dunia dan akhirat. Puisi hikmah ini
memiliki kedekatan dengan puisi zuhud, hanya saja puisi zuhud lebih menekankan
kepada akibat yang akan diterima di akhirat kelak, sedangkan dalam puisi hikmah
akibat di dunia pun disebutkan.
Tema dalam suatu puisi dapat berupa satu pikiran, kadang-kadang berupa
satu masalah atau suatu perasaan tertentu yang dialami oleh si penulis. Puisi
Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun ini berisi mengenai nasehat Imam Syafi’i kepada
pembaca untuk selektif dalam memilih teman. Memilih teman menurut Imam
Syafi’i hendaknya adalah sosok yang tulus lagi terpercaya.
2. Emosi (‘Atifah)
Al-‘Atifah merupakan salah satu unsur dasar dalam suatu karya sastra. Al-
‘Atifah bisa diartikan sebagai perasaan yang tumbuh dalam diri manusia, seperti
gembira, sedih, cinta, benci, sakit, dan marah. Al-‘Atifah menggambarkan
perasaan/emosional penulis yang terungkap dalam puisi. Al-‘Atifah ada pada setiap
diri manusia namun pada seorang sastrawan yang ahli membuat puisi perasaan itu
lebih bergejolak dan kuat karena biasanya seorang sastrawan sangat sensitif. 4

4
Muhammad, Analisis Puisi Al-Ghazal Kaya Basysyar ibn Al-Burd. Jurnal Ilmiah. Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI. (Depok: Tidak diterbitkan, 2013), hlm.10

5
Dalam puisi Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun ini terlihat emosi dari penulis
yakni Imam Syafi’i yang menggambarkan perasaannya yang sangat menyayangi
dan peduli kepada pembaca syairnya, sehingga pembaca syairnya diharapkan tidak
salah dalam memilih teman. Syair ini apabila dilihat ditujukan kepada seseorang
yang dikenal oleh Imam Syafi’i. Bisa jadi temannya atau juga muridnya. Tapi
secara umum, nasehat yang ada pada syair ini adalah berguna dan dapat digunakan
oleh kita semua selaku pembacanya serta dapat kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Imajinasi (Khayal)
Imajinasi adalah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk
memberikan kesan pada panca indra dan jiwa. Imajinasi mampu memberikan
kesan yang kuat terhadap suatu karya sastra. Dalam puisi di atas penulis yakni
memberikan imajinasi salah satunya berupa konkretisasi sesuatu yang abstrak.
Banyak sekali hal-hal yang abstrak yang seolah diwujudkan dalam sesuatu yang
nampak. Kita bisa lihat contohnya pada potongan puisi di atas sebagai berikut.

‫فَ َل ََْي َر فِي ُود يَ ِجْي ُئ تَ َكلُّ ًفا‬ ۞ ‫ص ْف ُو الْ ِوَد ِاد طَبِْي َع ًة‬
َ ‫إِ َذا لَ ْم يَ ُك ْن‬
Apabila cinta yang tulus tidak dapat menjadi tabiat, maka tidak akan ada kebaikan
dalam cinta yang datang karena dipaksakan.

Pada kata ‫( ود‬wuddin) yang berarti cinta di atas yang merupakan sesuatu

yang abstrak, digambarkan dengan kedatangannya yang menjadi beban yang


menjadikan ia sebagai sesuatu yang nampak dan terlihat kedatangannya. Padahal
tidak terlihat sama sekali bagaimana kedatangannya. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan penegasan kepada pembaca bahwa datangnya hal tersebut memang
benar adanya seolah terlihat dan menjadi sesuatu beban.
4. Gaya Bahasa (Ushlub)
Gaya bahasa adalah cara penyair mengungkapkan pikiran dan imajinasinya
melalui kata-kata. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi di atas dapat terlihat
dari aspek bunyi dan maknanya. Dari aspek bunyi, puisi di atas memiliki gaya

6
bahasa saja’, atau dalam istilah lain disebut gaya asonansi. Saja’ adalah kesesuaian
antara dua fashilah pada huruf akhir dalam sebuah natsr atau prosa.5 Semua akhir
bait dari puisi di atas memiliki bunyi vokal a dengan konsonan f yang terdapat
ِ
dalam kata ‫َس َفا‬
ُّ ‫التَأ‬, ‫ج َفا‬, َ ‫تَ َكلُّ ًفا‬, ‫الْ َج َفا‬, ‫ ََ َفا‬dan ‫منْص َفا‬.
َ ‫ص َفا‬, ُ Semua akhiran itu
menunjukkan penekanan kata dan ma’na yang ditekan oleh penyair, sehingga dapat
dikatakan puisi ini dilihat dari sudut pandang nada bersifat cacophony atau berat
menekan, sedangkan dari segi gaya bahasa bergaya asonansi. 6
Pada aspek ma’na, puisi di atas memiliki unsur ma’ani. Imam Syafi’i dalam
syair di atas menggunakan unsur al-insya’ dan al-khabar. Unsur al-insya’ dapat
ditemukan pada bait ke-1. Dalam bait itu Imam Syafi’i memberikan anjuran
kepada pembaca untuk meninggalkan seseorang yang hanya berpura-pura peduli
dan tidak bersedih apabila sudah meninggalkannya. Sedangkan unsur al-insya’
terdapat pada bait yang sesisanya. Bait-bait yang mengandung unsur al-khabar itu
berisi mengenai nasehat-nasehat dan informasi yang ingin disampaikan oleh
penyair dengan tujuan penegasan karena hal-hal yang diinfornasikan merupakan
hal-hal yang sudah diketahui secara umum dan hampir diketahui oleh semua orang.
5. Perspektif Psikologi Sastra
Analisis karya sastra mengunakan perspektif psikologi memiliki asumsi
dasar bahwasannya karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan
pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcius) setelah
jelas lalu dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (concius). Kekuatan karya
sastra dapat dilihat dari sejauh mana pengarang mampu mengungkapkan ekspresi
kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.7
Dalam puisi berjudul Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun di atas, Imam
Syafi’i mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaannya berupa nasehat bijak yang
sangat penting yang kadang sering diabaikan orang. Hal tersebut merupakan wujud

5
Sayid Ahmad Al-Hasyimiy, Jawahir al-Balaghah fii al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-Badi’, (Beirut:
Daar al-Fikr, 1994), hlm. 351.
6
Abdullah Ridlo, Kompleksitas Gaya Bahasa Diwan Al-Imam Al-Syafi’i (Tesis), (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2017), hlm. 6.
7
http://andiacg.blogspot.com

7
kepedulian Imam Syafi’i kepada pembaca syairnya yang dalam hal ini dapat
diasumsikan adalah murid-muridnya. Sebagaimana dalam syair-syair nasehat yang
biasa ditemukan, sering seseorang memberikan nasehat ketika ada orang lain ynag
bercerita dan meminta saran dan nasehat darinya.
Terdapat ma’na eksplisit yang ingin disampaikan oleh Imam Syafi’i dalam
syairnya tersebut. Salah satunya yaitu bahwa Imam Syafi’i ingin
menginformasikan bahwa mencari teman yang tulus lagi terpercaya itu susah.
Bahkan karena susahnya hampir tidak ditemukan. Hal tersebut Imam Syafi’i
tunjukkan dalam akhir bait dari puisinya. Dalam bait tersbeut Imam Syafi’i
mengatakan perpisahan dan ucapan selamat tinggal pada duna jika di dalamnya
tidak ditemukan teman yang tulus lagi dapat dipercaya janjinya. Dan hal itu nyaris
saja terjadi.

PENUTUP
Puisi berjudul Shadiiqun Shaduuqun Shaadiqun merupakan puisi yang
berisi nasehat Imam Syafi’i kepada pembaca atau pendengar puisinya yang dalam
hal ini dapat diasumsikan adalah muridnya yang sedang meminta nasehat
kepadanya. Nasehat tersebut berkenaan dengan cara memilih teman dalam hidup.
Dalam hidup hendaknya mencari teman yang tulus dan dapat dipercaya. Apabila
memiliki teman yang kepeduliannya kepada kita hanya sebatas keberpura-puraan
maka lebih baik tinggalkan. Memang pada awalnya kita akan bersedih dan merasa
kehilangan, tapi jangan khawatir karena suatu saat nanti kita akan menemukan
penggantinya.
Terkadang kita tidak dapat menerima bahwa tidak semua yang kita cintai
akan mencintai kita sebagaimana kita mencintainya. Dan hal itu Imam Syafi’i
ingatkan dalam bait ke-3 dalam puisi di atas. Tidak ada baiknya mempunyai teman
yang bisanya hanya menghianati, cintanya pada kita hanya tatkala ia butuh.
Cintanya pun bukan tulus, tapi karena terpaksa. Rahasia yang telah kita
sembunyikan kemarin, malah ia buka di esok harinya. Dan setiap janji ynag telah
ia buat, selalu saja ia ingkari.

8
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Al-Mushthowiy. (2005). Diiwan al-Imam al-Syafi’i. Cetakan ketiga.
Beirut: Daar al-Ma’rifat.
Ahmad bin Idris. (1988). Al-Jauhar an-Nafiis fii Shalawaat ibn Idriis. Beirut: Daar
an-Nadwah al-Islamiyyah.
Anonim. (tt). an-Nushush al-Adabiyah lis-Sanati ar-Raabi’ah. Perlis: Ma’had at-
Tarbiyah al-Islamiyah Daar ar-Rahman.
Djazuli. (2005). Imu Fiqih Penggalian, Perkembangan Dan Penerapan Hukum
Islam. Cetakan kelima. Jakarta: Kencana.
Muhammad. (2013). Analisis Puisi Al-Ghazal Kaya Basysyar ibn Al-Burd. Jurnal
Ilmiah. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Depok: Tidak
diterbitkan.
Nasution, Lahmuddin. (2001). Pembaharuan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi’i.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ridlo, Abdullah. (2017). Kompleksitas Gaya Bahasa Diwan Al-Imam Al-Syafi’i
(Tesis). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Sayid Ahmad Al-Hasyimiy. (1994). Jawahir al-Balaghah fii al-Ma’ani wa al-
Bayan wa al-Badi’. Beirut: Daar al-Fikr.

Anda mungkin juga menyukai