Anda di halaman 1dari 6

HADIS PUASA DAPAT MENAHAN HAWA NAFSU

STUDI HADIS SAINS

A. Latar Belakang
Seiring dengan derasnya arus globalisasi, zaman yang kian maju dan
peradaban yang kian berubah, terdapat adanya pengikisan batasan dalam
pergaulan di masyarakat. Tak jarang dijumpai dalam dunia global, hubungan
antara laki-laki dan perempuan yang mungkin dapat dikatakan melewati batas
wajarnya, dimana batas wajar tersebut merupakan batasan yang telah disetujui dan
sama-sama disepakati oleh masyarakat yang ada. Bahkan dikatakan oleh KNPI
bahwa kasus pernikahan dini di Kabupaten Bantul telah meningkat sebanyak
200% ditahun ini karena adanya ‘kecelakaan’ dalam pergaulan. Hal tersebut kini
menjadi sorotan dan bahkan sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat dan
menjadi hal yang ‘kian biasa’ seiring dengan derasnya arus globalisasi tersebut.
Maka menjadi penting bagi masyarakat Muslim Indonesia bahkan dunia untuk
mencegah terjadinya hal tersebut. Pada kesempatan kali ini, pemakalah mencoba
untuk membahas hadis terkait anjuran berpuasa untuk menahan gejolak syahwat
yang kemudian akan dikorelasikan dengan ilmu sains baik dari segi kesehatan
maupun sosial.
B. Hadis dan Terjemahnya
ِ ‫ِإ‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا عُ َم ُر بْ ُن َح ْف‬
‫ت َم َع‬ ُ ‫يم َع ْن َع ْل َق َم ةَ قَ َال ُكْن‬ ُ ‫ش قَ َال َح َّدثَيِن ْب َراه‬ ْ ‫ص َح َّدثَنَا َأيِب َح َّد َثنَا‬
ُ ‫اَأْلع َم‬
ِ ِ ِ
‫ك يَا‬ َ َ‫اجةً فَ َخلَ َوا َف َق َال عُثْ َما ُن َه ْل ل‬ َ ‫ك َح‬ َ ‫َعْبد اهلل َفلَقيَهُ عُثْ َما ُن مِبِىًن َف َق َال يَا َأبَا َعْبد الرَّمْح َ ِن ِإ َّن يِل ِإلَْي‬
ِ َّ ِ
ٌ‫اج ة‬ َ ‫س لَهُ َح‬ َ ‫ت َت ْع َه ُد َفلَ َّما َرَأى َعْب ُد الله َأ ْن لَْي‬ َ ‫ك بِ ْك ًرا تُ َذ ِّكُر َك َم ا ُكْن‬ َ ‫َأبَا َعْب د الرَّمْح َ ِن يِف َأ ْن نَُز ِّو َج‬
ِ ‫ول َأم ا لَِئن ُق ْل‬ ِ
ُّ ‫ك لََق ْد قَ َال لَنَ ا النَّيِب‬َ ‫ت َذل‬ َ ْ َ ُ ‫ت ِإلَْي ه َو ُه َو َي ُق‬ ُ ‫َأش َار ِإيَلَّ َف َق َال يَ ا َع ْل َق َم ةُ فَ ا ْنَت َهْي‬
َ ‫ِإىَل َه َذا‬
‫اع ِمْن ُك ْم الْبَ اءَةَ َفْليََت َز َّو ْج َو َم ْن مَلْ يَ ْس تَ ِط ْع َف َعلَْي ِه‬
َ َ‫اس تَط‬ ْ ‫اب َم ْن‬ ِ ‫الش ب‬ ِ
َ َّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم يَ ا َم ْع َش َر‬ َ
‫بِ َّ ِ ِإ‬1
ٌ‫الص ْوم فَ نَّهُ لَهُ ِو َجاء‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh, telah menceritakan
kepada kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Al A'masy ia berkata,
telah menceritakan kepadaku Ibrahim dari 'Alqamah ia berkata, Aku tengah
berada bersama Abdullah, lalu ia pun ditemui oleh Utsman di Mina. Utsman
berkata, "Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya aku memiliki kepentingan
denganmu." Maka keduanya berbicara empat mata. Utsman bertanya, "Wahai Abu
Abdurrahman, apakah engkau ingin kami nikahkan dengan seorang gadis yang
akan mengembalikan semangatmu seperti dahulu?" Maka ketika Abdullah melihat
bahwa ia tidak membutuhkan akan hal ini, ia pun memberi isyarat padaku seraya
berkata, "Wahai 'Alqamah." Maka aku pun segera menuju ke arahnya. Ia berkata,
"Kalau engkau berkata seperti itu, maka sesungguhnya Nabi ‫ ﷺ‬telah bersabda

1
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Shahih Bukhari. Daar at-Tashiil, 1433 H
kepada kami: 'Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah sanggup
menikah, maka hendaklah ia menikah, dan barang siapa yang belum mampu,
hendaklah ia berpuasa, karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolak
syahwat.'"2

C. Takhrij Hadis
Hadis tersebut terdapat dalam kitab :
Judul Kitab : Shahih Bukhari
Nama Pengarag : Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari
Penerbit : Daar At-Tashiil
Kota terbit : -
Tahun terbit : 1433 H / 2012 M
Letak hadis : hadis tersebut terletak dalam Kitab Shahih Bukhari jilid 7 halaman
ke-7 dengan nomor hadis 5055 (penerbit Daar At-Tashiil) pada bab Sabda
Rasulullah “Barangsiapa mampu al ba’ah maka hendaklah menikah,
sesungguhnya ia lebih menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. 3 Juga
terdapat pada nomor hadis 1905, 5056 dan 5066. Selain pada Kitab Shahih
Bukhari, hadis ini juga diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim dengan diksi
yang berbeda pada hadis ke 14174, dan juga dalam kitab Shahih al-Bani.

D. Analisis Matan
a. Penjelasan Kosa Kata
‫ت َم َع َعْب ِد اهلل‬
ُ ‫ ُكْن‬: Aku bersama Abdullah (dimaksudkan disini yaiu Ibnu
Mas’ud)
ِ‫مِب‬ ِ
‫ َفلَقيَ هُ عُثْ َم ا ُن ىًن‬: Utsman menemuinya di Mina, dalam riwayat Zaid bin Abu
Unaisah dari al A’masy yang dikutip oleh Ibnu Hibban disebutkan di Madinah
‫ بِكًْرا‬: Gadis
‫ َت ْع َه ُد‬: hal yang biasa dilakukan dahulu
‫ َم ْع َشَر‬: berarti kelompok dan dapat digunakan sebagai sifat segala sesuatu
‫اب‬ِ ‫الش ب‬
َ َّ : bentuk jama’ dari kata “syaab” dan terkadang bentuk jama’nya
adalah syababah dan syubban. Makna dasar ‘syaab’ adalah gerakan dan
semangat. Nama ini digunakan untuk orang yang telah baligh hingga
mencapai usia 30 tahun.
‫ الْبَاءَ َة‬: terkadang dibaca ‘al bah’ dan juga al baa’a serta al baahah. Dikatakan
bila dibaca panjang maknanya yaitu kemapuan menanggung biaya nikah, dan
apabila dibaca tanpa tanda panjang maknanya ialah kemapuan melakukan
hubungan intim.

2
Ibnu Hajar al-Asqalani. Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih Bukhari jilid 25. Pustaka Azzam. Hal. 15
3
Ibid, hlm. 15
4
Imam Abu Hussain Muslim bin Hajjaj al-Qusairi an-Naisaburi. Shahih Muslim, Jilid 4. (Daar. At-Tashiil :
1435 H) hlm. 5
ٌ‫ لَهُ ِو َجاء‬: sebagai wijaa’ baginya. Makna dasarnya ialah “cubitan”

b. Syarh
Syarah hadis
Imam Bukhari meriwayatkan hadis dalam bab ini dari Umar bin Hafsh,
dari bapaknya, dari al A’masy, dari Ibrahim (dimaksudkan disini adalah an-
Nakha’i) dari Alqamah, dari Abdullah. Sanad ini merupakan sanad paling
shahih. Dimulai dengan pertanyaan Utsman kepada Abdurrahman tentang
menikahkan Abdurrahman dengan seorang gadis yang dapat mengingatkan
Abdurrahman tentang apa yang biasa ia lakukan dahulu. Pertanyaan tersebut
muncul karena Utsman melihat Abdurrahman yang kurang memuaskan karena
tidak ada istri yang mengurusnya.
Al-Qurtubi berkata dalam kitab al-Mufhim bahwa seseorang dapat
dikatakan ‘hadats’ atau remaja hingga usianya mencapai 16 tahun. Kemudian
ia disebut ‘syaabb’ atau pemuda hingga usianya mneginjak 32 tahun, sesudah
itu disebut ‘kahl’ atau orangtua. Pendapat al-Qurtubi sama dengan Az-
Zamakhsyari tentang ‘syaabb’ atau pemuda yaitu sejak ia baligh sampai
dengan usia ke-32 tahun.
Perintah yang terdapat dalam hadis ini dikhususkan kepada pemuda,
karena pada umumnya pemuda memiliki dorongan menikah lebih banyak
dibandingkan orangtua. An-Nawawi berkata bahwa terdapat dua pendapat
ulama tentang makna al-baa’ah dalam hadis ini, namun keduanya tersebut
kembali kedalam satu makna. Pendapat yang paling benar antara kedua
pendapat tersebut adalah makna secara bahasa, yaitu hubungan antar suami-
istri (senggama). Maka diartikan hadis tersebut ialah, ‘barangsiapa diantara
kamu mampu untuk melaksanakan senggama karena kesiapannya
menanggung biaya nikah, maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa belum
mampu melakukan senggama karena belum siap menanggung biaya hidup,
maka hendaklah ia berpuasa untuk menolak syahwatnya dan mencegah
dampak buruk daripada air maninya, seperti halnya orang yang melakukan
wijaa’ (menghancurkan buah pelirnya). Berdasarkan pendapat ini, maka
pembicaraan hadis tersebut ditujukan kepada para pemuda yang merupakan
masa puncak keinginan terhadap perempuan. Adapun pendapat kedua yaitu
mengartikan kata al-baa’ah sebagai biaya nikah. Maka hadis tersebut
dimaknai dengan, ‘Barangsiapa di antara kamu mampu menanggung biaya
nikah, hendaklah dia menikah, dan siapa yang belum mampu, hendaklah dia
berpuasa untuk menolak dorongan syahwatnya’. Pendapat tersebut
berdasarkan sabda Rasul, ‘barangsiapa tidak mampu, hendaklah ia berpuasa’.
Dalam pembahasan tentang hadis puasa dari Abu Hamzah dari al
A’masy terdapat penambahan diksi ‫( فإنه أغض للبصر و أحصن للفرج‬sesungguhnya
hal itu lebih menjaga pandangan dan memelihara kemaluan). Yang mana kata
aghadhu artinya lebih hebat dalam menundukkan pandangan, sedangkan
ahshanu artinya lebih hebat dalam membentengi diri dari perbuatan keji.
Nabi saw. berpaling dari mengatakan, ‘hendaklah dia sellau lapar dan
mengurangi hal-hal yang membangkitkan syahwat serta menambah hormon
tubuh baik berupa makanan atau minuman’, kepada penyebutan puasa, karena
apa yang menghasilkan ibadah tentunya lebih diutamakan. Namun, dalam
kalimat ini terdapat isyarat bahwa maksud puasa tersebut adalah mengurangi
gejolak syahwat yang ada.
Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan bahwa, ‘sesungguhnya ia
sebagai wijaa’ baginya, yaitu kebiri’, namun ini adalah tambahan yang
disisipkan dalam hadis dan tidak ditemukan kecuali dalam jalur Zaid bin Abu
Unaisah.
Hadis ini dijadikan dalil bahwa siapa yang tidak mampu melakukan
senggama maka yang patut dilakukannya adalah tidak menikah, karena Nabi
saw. membimbingnya kepada perkara yang menafikan dan melemahkan hal-
hal yang membangkitkan syahwat. Bahkan sebagian ulama justru mengatakan
makruh untuk menikah bagi orang seperti ini.5 Hadis ini juga mengandung
anjuran menjaga pandangan dan memelihara kemaluan dengan segala upaya
serta tidak memberikan beban kepada yang tidak mampu. Selain itu, bagian
untuk jiwa dan juga syahwat tidak boleh dikedepankan daripada hukum-
hukum syariat, bahkan harus menyertai dan mengiringi syariat.
Al-Qarafi menyimpulkan dari sabdanya, bahwa menggabungkan dua
tujuan atau lebih dalam ibadah tidak menjadikan cacat ibadah tersebut, karena
Nabi memerintahkan puasa yang merupakan sarana taqarrub kepada Allah.
Puasa jika dilakukan dengan maksud ini dianggap benar dan diberikan pahala
bagi yang melakukannya. Meski begitu, Nabi memberi petunjuk untuk
menjadikan puasa sebagai sarana dalam menjaga pandangan dan memelihara
kemaluan agar tidak terjerumus pada perbuatan haram.
Para ulama madzhab Maliki berdalil dengan hadis ini untuk
mengharamkan istimna’, karena saat seseorang tidak mzrmpu menikah,
Rasulullatr SAW memberi solusi untuk berpuasa, agar dia dapat menekan
gejolak syahwatnya. Sekiranya istimna' merupakan hal yang mubah, maka
memberi petunjuk kepadanya akan lebih mudah. Namun, pernyataan bahwa
istimna' lebih mudah mendapat sanggahan dari sebagian ulama, karena
menurut kaidah bahwa meninggalkan itu jauh lebih mudah daripada
melakukan. Sementara itu, sekelompok ulama membolehkat istimna'.
Pendapat yang membolehkan itu terdapat dalam madzhab Hanbali dan
sebagian ulama Hanafi dengan tujuan mengurangi dorongan syahwat.6

Syarah Interkoneksi
Penjelasan Menurut Sains
Dalam teori sains, berpuasa juga sangat berpengaruh pada tubuh.
Selain menahan hawa nafsu, berpuasa juga menjadi penyebab seseorang akan
berada dalam kondisi yang prima. Di bawah ini pemakalah akan mencoba
memaparkan apa saja efek dari berpuasa dari beberapa referensi yang kami
dapatkan.

5
Ibid, hlm. 27
6
Ibid, hlm. 33
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa puasa merupakan suatu fenomena
kehidupan alami dan para ilmuwan biologi telah membuktikan bahwa puasa
tidak hanya terjadi pada manusia semata melainkan terdapat banyak makhluk
hidup selain manusia yang menjalani fase puasa dalam kehidupan mereka.
Seperti ular, serangga, unta, dan beruang kutub.7
Secara umum ditinjau dari Kesehatan fisik, berpuasa sangat
memberikan dampak besar bagi yang melakukannya. Dalam sebuah hadis
Rasulullah bersabda: “Berpuasalah kamu, niscaya kamu akan sehat”. Hadis
ini tentunya dapat dibuktikan secara empiris. Orang yang sedang lapar akan
memberikan reflek ke otak secara fisiologis yang kemudian akan
memerintahkan kelenjar perut untuk mengeluarkan enzim pencernaan. Zat ini
lah yang biasanya akan memberikan rasa nyeri terutama pada penderita maag.
Tapi, bagi orang yang berpuasa, rasa sakit itu tidak muncul karena efek dari
otak yang tidak memberikan rangsangan lapar ke perut. Hal inilah yang
membuat badan semakin sehat adalah system pencernaan akan otomatis
istirahat jika berpuasa dan membuang racun-racun dalam tubuh. Beda jalnya
Ketika sedang tidak berpuasa maka yang terjadi adalah system pencernaan
akan selalu bekerja untuk mengola makanan yang masuk tanpa istirahat. Hal
inilah yang memicu adanya racun yang menumpuk.8 Oleh karenanya, dalam
hal menahan nafsu, puasa sangat cocok untuk dilakukan. Karena, selain usaha
menahan nafsu puasa juga bermanfaat mengobati kegemukan. Kalori yang
dibutuhkan pada tiap orang mencapai 2000-2700 perharinya. Namun, jika
orang yang melakukan diet mampu mengurangi asupan kalori hingga 1200
kalori perhari maka akan menurunkan berat badan hingga 5 kg selama
menjalankan puasa Ramadhan.9
Seorang filsuf dan juga ahli kedokteran Ibnu Sina, mewajibkan kepada
pasiennya untuk mejalankan puasa dalam beberapa kasus yang ditanganinya
bahkan sampai ada yang 3 minggu. Menurutnya, puasa merupakan sarana
yang cukup efektif dalam melepaskan mikroorganisme di dalam penyakit
kelamin. Ini disebabkan karena puasa mengandung unsur yang dapat
menghancurkan sel yang rusak dan menggantinya dengan sel yang baru.
Masih banyak pula pengobatan dengan cara puasa ini. Bahkan, dokter di era
modern juga beberapa melakukan terapi puasa untuk melakukan pengobatan
yang ampuh.10 Ibnu Sina juga melakukan Analisa dalam mengobati pasiennya
melalui pengenalan akan kejiwaannya. Karena jiwa yang tidak sehat berakibat
juga pada tubuh yang sehat dan salah satu yang membuat jiwa sehat adalah
dengan puasa.
7
Zakiah Ulfah, Manfaat Puasa dalam Perspektif Sunnah dan Kesehatan, IQT, Fakultas Ushuluddin dan Studi
Islam UIN Sumatera Utara, Medan, 2016, h.47
8
Imam Musbikin, Rahasia Puasa Bagi Kesehatan Fisik dan Psikis, Yogyakarta: Mitra Pustaka, Cet. 1 2004, hal. 2-
9 dikutip oleh Aulia Rahmi, Puasa dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik dan Mental Spiritual, Serambi
Tarbawi, Vol.3, no.1 januari 2015, h.104
9
Thalbah, H. (2009). Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis. Jakarta: PT Sapta Sentosa. Jilid III. h. 73. Dikutip
oleh Anita Widiasari Partini, Manfaat Puasa dalam Perspektif Islam dan Sains, Al-Hikmah, vol.7, no.1, 2021, h.5
10
Hisyam Thalbah, Ensiklopedia Mukjijzat Alquran dan Hadis, (Jakarta: PT Sapta Sentosa, Cet, III, 2009), Jilid III,
h. 100. Dikutip oleh Zakiah Ulfah, Manfaat Puasa dalam Perspektif Sunnah dan Kesehatan, IQT, Fakultas
Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara, Medan, 2016, h.47
Ibnu Sina juga mengatakan bahwa dalam melaksanakan puasa juga
tidak boleh dilakukan secara berlebihan terutama Ketika sahur dan berbuka
karena akan mengakibatkan tubuh yang akan menjadi lemas, ngantuk dan jelas
tidak sehatnya. Begitupun orang yang tidak sahur sebelum berpuasa akan
berdampak pada stabilitas emosinya yang akan sangat mudah terganggu. Jika
seseorang mampu melakukannya secara wajar maka akan berdampak pada
tubuhnya sendiri juga yaitu dapat melepaskan diri dari kondisi ketundukan
atas hal-hal yang mendorong syahwat untuk meraih apapun yang diinginkan.
Sehingga yang dituntut dari perbaikan akhlak adalah memberikan kondisi
dominan dan penghindaran pada jiwa.11 Hal inilah yang selaras dengan apa
yang diucapkan oleh Rasulullah SAW bahwa puasa adalah salah satunya
sebagai media atau sarana dalam menahan nafsu.
Dalam Kesehatan psikis, puasa juga banyak memberikan dampak
positif bagi siapa yang melaksakannya. Karena dengan puasa kita dapat
membawa Kembali jiwa-jiwa yang telah jauh kepada kemungkaran dan
keburukan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Dalam setiap diri manusia
terdapat naluri berupa dorongan agresivitas yang bentuknya macam-macam
seperti dalam arti emosional. Contohnya, berkata kasar, menyakitkan hati dan
sebagainya.12 Salah satu ciri jiwa yang sehat adalah kemampuan dalam
menahan diri. Pengendalian diri atau self control amat penting bagi kesehagtan
jiwa agar membetrikan daya tahan mental yang kuat dalam menghadapi
cobaan yang datang.

E. Kesimpulan
Puasa merupakan hal yang tidak terbatas kepada sebuah kewajiban
seorang hamba kepada Allah. Bahkan tak jarang banyak dari golongan yang
bukan muslim juga mecoba berpuasa dan dari mereka banyak emberikan
testimoni tentang pengalaman puasanya yang memberikan dampak bagi
dirinya. Hal ini membuktikan bahwa apa saja yang disabdakan oleh Rasul, jika
meneliti beberapa hadis kemudian menyelaraskannya dimasa kini maka akan
menemuka banyak sekali kecocokan dari apa yang disabdakan oleh Rasul
dengan bukti ilmiah yang diuji pada masa modern.
Dengan berpuasa, seseorang akan mendapatkan banyak sekali manfaat
dalam kehidpannya yaitu Kesehatan fisi dan Kesehatan pikiran atau mental.
Dengan berpuasa, akan memberikan dampak kepada seseorang berupa
Kesehatan maupun proses penyembuhan seperi membuang racun tubuh,
membakar kalori dan membuang segala hal yang dapat membuat tubuh
menjadi sakit. Sedangkan dalam psikis, dengan berpuasa sesorang akan
mampu mengendalikan hawa nafsunya baik berupa emosi maupun hal yang
bersifat syahwat sehingga dapat menjaga diri dari perbuatan yang
menjerumuskan kedalam kemungkaran.

11
Hisyam Thalbah, Ensiklopedia Mukjijzat Alquran dan Hadis… ibid h.143
12
Aulia Rahmi, Puasa dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik dan Mental Spiritual, Serambi Tarbawi, Vol.3,
no.1 januari 2015, h.104

Anda mungkin juga menyukai