PRAKTIKUM
PROTEKSI dan KESELAMATAN RADIASI
Disusun Oleh :
Sinar-x bisa dihasilkan oleh seperangkat alat yang desebut pesawat sinar-x. Pesawat
sinar-x banyak digunakan di bidang kesehatan untuk keperluan diagnostik dan terapi dan di
bidang industri, antara lain untuk radiografi. Sinar-x ditemukan pertama kali oleh fisikawan
berkebangsaan Jerman Wilhelm Conrad Roentgen pada tanggal 8 November 1895. Saat itu
Roentgen bekerja menggunakan tabung Crookes di laboratoriumnya di Universitas Wurzburg.
Proses pembuatan gambar anatomi tubuh manusia dengan sinar-x dapat dilakukan pada
permukaan film fotografi. Gambar terbentuk karena adanya perbedaan intensitas sinar- X yang
mengenai permukaan film setelah terjadinya penyerapan sebagian sinar-x oleh bagain tubuh
manusia.
Kebocoran rumah tabung pesawat sinar-X (X Ray Tube Housing) adalah laju dosis
radiasi pada jarak 1 meter dari focal spot (target pada anode) pada kondisi tegangan kerja (KV)
dan arus tabung maksimum (mA). Kriteria kebocoran rumah tabung berdasarkan NCRP dapat
dibagi dalam 2 kelompok, yaitu untuk kelompok medis dan kelompok non-medis. Radiografi
industri termasuk kelompok non-medis.
Berdasarkan kriteria ini, kebocoran radiasi rumah tabung pesawat sinar-x pada jarak 1
meter dari focal spot tidak lebih dari 1 R/jam bila tabung dioperasikan pada tiap mA dan
tegangan kerja yang telah dispesifikasikan atau kondisi maksimum.
Penentuan tingkat kebocoran radiasi dari rumah tabung berdasarkan pengukuran laju
dosis radiasi pada jarak 1 meter dari focal spot. Pada saat pengukuran, jendela tabung ditutup
dengan bahan yang jenis dan tebalnya sama dengan rumah tabung. Diambil harga rata-rata pada
daerah seluas 100 cm2.
Laju paparan radiasinya diukur dengan menggunakan surveimeter, sebaiknya yang bisa
mengukur paparan radiasi secara kumulatif dalam selang waktu tertentu. Pengukuran dilakukan
pada kondisi tegangan kerja dan arus maksimum, serta biasanya memakan waktu yang cukup
lama, oleh karena itu, lama pengoperasian pesawat sinar-X harus diperhatikan berdasarkan
kemampuan sistem pendinginnya supaya tidak mengakibatkan rusaknya tabung sinar-x
III. Metode
A. Alat
1. Tanda radiasi dan tali kuning
2. Pesawat sinar-X
3. Surveimeter (minimum 2 buah)
4. Mini dosimeter (TerraP+)
5. Penutup jendela rumah tabung pesawat sinar-x.
B. Cara Kerja
i. Dimensi pengamatan kebocoran radiasi dari focal spot
Atas
1m
1m 1m
Barat Timur
1m
Bawah
A P. Sinar-X
D
B C
: shielding (Pb)
V. Perhitungan
a. Pengukuran nilai batas laju dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat
Kriteria daerah pengendalian sesuai dengan ketentuan Perka BAPETEN No. 4 Tahun
2013 adalah pekerja yang berpotensi menerima paparan radiasi melebihi 3/10 NBD (NBD
= 20 mSv/jam) pekerja radiasi (dosis efektif 6 mSv/tahun, dosis ekivalen lensa mata 6
mSv/tahun, dan dosis ekivalen untuk tangan, kaki dan kulit 150 mSv/tahun) dan/atau yang
berpotensi kontaminasi.
Sehingga :
3 20 𝑚𝑆𝑣 1 𝑆𝑣 106 µ𝑆𝑣 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑥 𝑥 𝑥 𝑥 = 3 µ𝑆𝑣/𝑗𝑎𝑚
10 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 1000𝑚𝑆𝑣 1 𝑆𝑣 2000𝑗𝑎𝑚
Sedangkan untuk masyarakat NBD berdasarkan perka BAPETEN No. 4 tahun 2009
adalah 1 mSv/jam. Sehingga :
b. Uji kebocoran radiasi pesawat sinar-x pada jarak 1 m dari focal spot
Konversi mSv ke R :
1 𝑆𝑣 107,185 𝑅
= 1 𝑚𝑆𝑣 𝑥 𝑥
103 𝑚𝑆𝑣 1 𝑆𝑣
= 0,107185 𝑅
rerata dosis pengukuran 0,107185 R
Laju Dosis Sebenarnya = × fk x
waktu pengukuran 1 mSv
0,003 0,107185 R
laju dosis sebenarnya = × 1,16 x
1 jam 1 mSv
2 menit x 60 menit
𝑅
= 0,011
𝑗𝑎𝑚
Titik A :
µSv µSv
laju dosis = (0,475 𝑥 0,98) − 0,094
jam jam
= 0,37 µSv/jam
VI. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui definisi dari kebocoran pesawat sinar-x,
menyebutkan dosis yang diperbolehkan untuk kebocoran pesawat sinar-x, menjelaskan metode
pengujian pesawat sinar-x, dan mengukur kebocoran pesawat sinar-x yang ada di STTN.
Sebelum praktik dilakukan, terlebih dahulu dilakukan proses pemanasan (aging)
terhadap pesawat sinar-x dengan mengikuti kriteria yang disarankan asisten. Dimulai dengan
tegangan awal 110 kV dengan waktu operasi 2 menit setelah lampu indikasi padam maka
tegangan dinaikkan sampai lampu menyala lagi yaitu pada tegangan 150 kV. Lalu proses
pemanasan (aging) dilakukan lagi sampai lampu mati dengan waktu operasi 2 menit. Setelah
tegangan dinaikkan jangan langsung menggunakan pesawat sinar-x, karena harus menunggu
waktu agar tegangan tersebut dapat naik secara perlahan dan mencapai tegangan kerja yang
diinginkan supaya dapat digunakan secara maksimal. Pada pesawat sinar-x sendiri sudah
terdapat indikator apabila tegangan yang diinginkan sudah cukup untuk dapat menggunakan
pesawat sinar-x.
Dalam penentuan kebocoran, batas yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1
R/jam, mengikuti batas yang ditetapkan untuk kelompok non medik. Batas ini digunakan untuk
pengukuran pada tegangan dan arus maksimum alat pada jarak 1 m dari focal spot. Pengukuran
ini tidak hanya dilakukan pada satu titik saja, namun keseluruhan arah dari titik focal spot. Hal
ini dimaksudkan agar mengetahui tingkat keamanan ataupun tingkat kebocoran, serta titik pasti
kebocoran pesawat sinar-x.
Pengontrolan dalam penembakan pesawat sinar-x pada praktikum ini yakni setiap 2
menit diistirahatkan untuk menjaga agar pesawat sinar-x tetap awet. Pengukuran tingkat radiasi
juga dilakukan di empat tempat berbeda. Setiap kali dilakukan pengukuran dosis radiasi maka
paparan yang diterima dilakukan pengukuran dan dicatat.
Selama praktikum berlangsung, praktikan harus mengikuti prosedur yang sudah
ditentukan dan menerapkan proteksi dan keselamatan radiasi, seperti pada saat akan
menembakkan sinar-x, maka pada pintu diberi shielding berupa timbal yang berguna untuk
mengurangi paparan radiasi. Selain itu, ketika pesawat sinar-x sudah selesai menembakkan
sinar-x dan hendak memeriksa mini-dosimeter yang ada di sekitar pesawat sinar-x, maka kunci
alat operator sinar-x harus dicabut dan dibawa operator.
Dalam praktikum ini, dilakukan pengukuran pada 4 titik dari focal spot yakni posisi
atas, bawah, barat , dan timur dengan jarak 1 m posisi lurus dengan pesawat sinar-x. Dari hasil
perhitungan diperoleh laju dosis sebenarnya pada masing-masing titik yaitu 0,011 R/jam (atas);
0,011 R/jam (bawah); 0,026 R/jam (timur); dan 0,036 R/jam (barat). Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa kebocoran radiasi pesawat sinar-x di STTN masih diperbolehkan karena laju
dosisnya tidak melebihi 1 R/jam.
Selain pengukuran kebocoran radiasi pesawat sinar-x, dilakukan juga pengukuran laju
dosis di luar ruangan dengan empat titik pengukuran pula yakni A (di belakang ruangan), B
(daerah pintu ruangan), C (dinding sebelah pintu) dan D (di depan ruangan). Hal ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui daya tahan ruangan dalam menghalangi paparan radiasi sinar-
x ke lingkungan luar. titik A dan D merupakan daerah masyarakat umum karena daerah tersebut
sering dilalui oleh masyarakat, terutama titik D. Sedangkan titik B dan C merupakan daerah
pekerja radiasi karena pada titik itu tempat untuk mengoperasikan pesawat sinar-x. Dari hasil
pengukuran, diketahui bahwa laju dosis background sebesar 0,097 µSv/jam sehingga laju dosis
masing-masing titik pengukuran adalah 0,37 µSv/jam (A); 0,74 µSv/jam (B); 0,29 µSv/jam (C);
dan 0,54 µSv/jam (D). Titik menunjukkan laju dosis yan paling besar, hal itu karena pada titik
tersebut tidak ada penghalang tembok, hanya pintu dan shielding dari timbal. Berdasarkan hasil
tersebut dapat diketahui bahwa laju dosis pada daerah pekerja radiasi masih aman karena laju
dosis rata-ratanya sebesar 0,52 µSv/jam yang berarti masih dibawah NBD pekera radiasi (3
µSv/jam). Sedangkan laju dosis rata-rata pada daerah masyarakat umum sebesar 0,46 µSv/jam
dan sudah melebihi NBD untuk masyarakat umum, yakni 0,15 µSv/jam sehingga perlu
dilakukan pengendalian yaitu dengan memberi himbauan dan tanda radiasi.
VII. Kesimpulan
Dari praktikum yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kebocoran rumah tabung pesawat sinar-X (X Ray Tube Housing) adalah laju dosis
radiasi pada jarak 1 meter dari focal spot (target pada anode) pada kondisi tegangan
kerja (KV) dan arus tabung maksimum (mA).
2. Kebocoran radiasi rumah tabung pesawat sinar-x pada jarak 1 meter dari focal spot tidak
lebih dari 1 R/jam saat dioperasikan pada tiap mA dan tegangan kerja kondisi
maksimum.
3. Metode pengujian kebocoran radiasi yang digunakan adalah metode langsung, dimana
dosis radiasi diukur menggunakan mini dosimeter selama beberapa menit ketika
pesawat sinar-x dioperasikan pada kondisi maksimum dan window sudah ditutup
dengan timbal dan pengukuran dilakukan di empat titik yang berbeda.
4. Hasil pengukuran kebocoran pesawat sinar-x sebesar 0,011 R/jam; 0,011 R/jam; 0,026
R/jam dan 0,036 R/jam sehingga kebocoran radiasi pesawat sinar-x masih
diperbolehkan karena kurang dari 1 R/jam. Rata-rata laju dosis pada daerah pekerja
radiasi sebesar 0,52 µSv/jam dan rata-rata laju dosis pada daerah masyarakat umum
sebesar 0,46 µSv/jam.
VIII. Daftar Pustaka
1. Perka BAPETEN No 7 Tahun 2009.
2. Perka BAPETEN No. 4 Tahun 2013.
3. Prihatiningsih, Maria C. 2017. Petunjuk Praktikum Proteksi dan Keselamatan Radiasi :
Uji Kebocoran Radiasi Sinar-X. Yogyakarta: STTN-BATAN.
4. Purnomo, Sigit. 2010. Pengukuran Uji Kebocoran Tabung Pesawat Sinar-X Diagnostik
Rontgen Di Wilayah Kabupaten Pati Dan Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Yogyakarta:
STTN-BATAN.