Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam melakukan aktifitas sehari – hari tidak terlepas dari peranan
penting anggota gerak tubuh (ekstrimitas). Anggota gerak tubuh manusiaterdiri
atas anggota gerak tubuh bagian atas dan anggota gerak tubuh bagian bawah.
Dalam melakukan aktivitas fungsional, peran anggota gerak tubuh atas lebih
dominant digunakan, misalnya untuk membersihkan diri, makan, minum,
berpakaian dan masih banyak aktivitas lain yang melibatkan anggota gerak atas.
Salah satu sendi pada anggota gerak atas yang sering mengalami gangguan
adalah sendi bahu. Gangguan yang dialami ini akan mengakibatkan terhalangnya
aktivitas sehari – hari. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya
rasa nyeri pada bahu, terutama nyeri yang timbul sewaktu menggerakkan bahu,
sehingga yang bersangkutan takut menggerakkan bahunya, pada akhirnya bahu
menjadi kaku11.
Frozen shoulder adalah semua gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak aktif maupun pasif (Sidharta,
1980). Frozen shoulder terjadi pada 2 – 5 % darri populasi yang ada, 10 – 20 %
diantaranya mengidap diabetes mellitus. Frozen shoulder lebih banyak diderita
oleh wanita daripada pria, umumnya berusia sekitar 40 – 60 tahun. Biasanya
menyerang pada bahu yang jarang digerakkan dan sekitar 12 % dari jumlah
penderita menerita frozen shoulder bilateral11.
Penyebab terjadinya frozen shoulder belum diketahui secara pasti. Namun
kemungkinan penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator
cuff, kapsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus. Penyakit
ini diduga merupakan respon autoimunal terhadap rusaknya jaringan lokal1.
Berikut ini adalah jurnal mengenai tehnik penatalaksanaan frozen shoulder
dengan menggunakan soft tissue mobilization (STM) yg dikombinasikan dengan
home exercise terhadap 8 pasien frozen shoulder.
2

1.2. Identifikasi Masalah


A. Apa yang menjadi penyebab/etiologi dari Frozen Shoulder?
B. Bagaimana patogenesis dari Frozen Shoulder?
C. Bagaimana atau gejala apa saja yang dapat digunakan sebagai rujukan
untuk membuat diagnosa dini Frozen Shoulder?
D. Bagaimana hasil penelitian pada jurnal ini?
1.3. Tujuan dan Manfaat
A. Untuk membuat uraian mengenai Frozen Shoulder secara menyeluruh
dan lengkap serta lebih memfokuskan pada penatalaksanaan di bidang
rehabilitasi medik serta menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang
penatalaksanaan frozen shoulder.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Journal
4

II.2 Anatomi Sendi Bahu


II.2.1 Persendian Pada Bahu

Gambar 3.1 Anatomi Bahu


Sendi bahu terdiri dari beberapa persendian dari os humerus, scapula,
clavicula dan costae. Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut :
1. Sendi Glenohemeralis11
Sendi ini termasuk klasifikasi sendi bola dan mangkuk (ball and soket)
dimana kaput humerus yang berberntuk hampir setengah bola dengan diameter
tiga sentimeter berhubungan dengan fossa glenoidalis dari skapula. Segera akan
tampak bahwa ada ketidaksesuaian antara dua bagian tulang yang mengadakan
persendian ini, dimana „bola‟ dari caput humeri yang bernilai sudut 1530 masuk ke
dalam „mangkuk‟ dari fossa glenoidalis yang bernilai sudut 750. Keadaan ini
secara anatomis membuat sendi ini tidak stabil. Adanya labrium glenoidalis, suatu
jaringan fibrokarfilaginous di sepanjang tepi fossa glenoidalis serta
menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini lebih stabil.
Kapsul sendi ini sangat tipis dan di bagian depan diperkuat oleh
ligamentum glenohumeralis superior, medius dari ligamen ini terdapat lubang
yang disebut foramen weitbrecht. Dengan demikian daerah ini merupakan daerah
locus minoris resistensia yang menyebabkan mudahnya terjadi dislokasi kaput
humerus ke anterior. Terdapat tiga buah busa yang berhubungan dengan kavum
sinovium, yaitu busa subakromialis, subdeltoideus dan subkorakoideus. Fungsinya
adalah memudahkan pergerakan otot-otot deltoideus supraspinatus, infraspinatus,
teres minor dan subskapularis.
2. Sendi Suprahumeral10
5

Merupakan sendi palsu yang bersifat melindungi (protective) persendian


antara kaput humerus dan lengkungan lebar ligamen yang menghubungkan
proccesus korakoideus dan akromion. Lengkungan korakoakromialis melindungi
sendi glenohumeralis terhadap trauma dari atas dan mencegah dislokasi ke atas
dari kaput humerus. Sendi suprahumeral ini dibatasi oleh kavitas glenoidalis
dibagian superiornya, proccesus akromialis dibagian posterior. Sedangkan
dibagian anterior dan medialnya oleh proccesus kcrakoideus dan dia atasnya
terdapat ligamen korakoakromial. Kaput humerus berada di bawah susunan ini.
Di dalam sendi ini didapatkan bursa subakromial, bursa subkorakoid, otot
dan tendon supraspinatus, superior dari kapsul glenohumeral, tendon biseps dan
jaringan ikat. Ketika lengan diabduksikan, tuberositas majus harus melewati di
bawah ligamen korakoakromialis dan tidak mengadakan penekanan pada jaringan
yang ada di bawahnya. Pergerakan ini memerlukan koordinasi kerja otot yang
halus, kelenturan (laxity) jaringan lunak dan gerakan eksorotasi dari humerus
yang benar. Gangguan dari faktor tersebut dapat mengakibatkan pembatasan
gerak, nyeri dan distabilitas.
3. Sendi Akromioklavikularis 8,15
Adalah persendian antara klavikula dan akromion. Sendi ini termasuk
dalam sendi yang tidak beraturan. Sendi ini diperkuat oleh ligament
akromioklavikular yang berjalan dari bagian atas distal klavikula hingga
permukaan atas dari proccesus akromialis dan di belakang oleh aponeurosis dari
otot trapezius dan deltoid. Stabilitas klavikula oleh ligamen korakoklavikular
sebenarnya terdiri dari 2 ligamen, yaitu ligamen conoid dan ligamen trapezoid)
yang mengikat klavikula dengan proccesus korakoid. Rotasi dari klavikula primer
terjadi bila lengan diabduksi lebih dari 900 (waktu skapula berotasi ke atas), maka
terjadi rotasi klavikula mengitari sumbu panjangnya. Elevasi pada sudut 300
pertama terjadi pada sendi sternoklavikularis dan 300 berikutnya terjadi akibat
rotasi klavikula pada sumbu panjangnya.
4. Sendi Skapulokostalis 8,10
Merupakan persendian antara skapula dan dinding thoraks, dimana
diantaranya terdapat otot subskapularis dan serratus anterior yang disebut juga „a
bone – muscles – bone articulation‟. Otot penggerak utamanya yaitu serratus
6

anterior dan trapezius.Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding
thoraks. Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke
bawah, ke depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus.
Biasanya gerak skapula adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa antara sendi glenohumeral dan
skapulakostal terdapat perbandingan saat melakukan gerakan abduksi dan fleksi
bahu. Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan tersebut dilakukan oleh
sendi glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya oleh sendi
skapulakostalis (sekitar 600). Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan hasil
yang konstan.
5. Sendi Sternoklavikular 8
Adalah persendian synovial antara manubrium sterni dan klavikula bagian
proksimal. Meniskus menempel pada klavikula bagian superior dan pada kartilago
tulang rusuk pertama, membagi sendi sternoklavikular menjadi dua unit
fungsional untuk gerakan menggelincir. Anteroposteroir gliding (protraksi dan
retraksi dari klavikula) terjadi antara sternum dan meniskus, sedangkan
superoinferior gliding (elevasi dan depresi dari klavikula) terjadi antara klavikula
dan meniskus. Penghubung antara sternum dan klavikula di bentuk oleh ligament
sternoklavikular anterior dan posterior, dan ligamen interklavikular
menghubungkan antara dua klavikula.

II.2.2 Otot Sendi Bahu11


Gerakan kompleks yang dapat dilakukan oleh bahu selain ditunjang oleh
banyaknya sendi pada bahu juga ditunjang oleh banyaknya otot yang berperan
dalam melakukan gerakan bahu. Otot tersebut yaitu :
7

1. Deltoid
Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
 Pars clavicularis (anterior)
Origo : Akromial sepertiga klavikula
Gerakan : Prime mover fleksi 900 dan adduksi bahu dan sebagai pembantu
gerakan internal rotasi dan abduksi lebih dari 600 dari bahu.
 Pars acromialis (middle)
Origo : akromion
Gerakan : Prime mover abduksi bahu sampai 900
 Pars spinalis (posterior)
Origo : Spina skapula (ventral bertendon pendek, dorsal bertendo panjang)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu
Insertio : Tuberositas deltoid (bursa subdeltoid antara otot dan tuberkulum
majus)
Persyarafan : N. Axillaris (C5 – C6)
2. Supraspinatus
Origo : Fosa supraspinatus
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover abduksi bahu hingga 900
3. Infraspinatus
Origo : Fosa infraspinatus
Insertio : Middle dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N.Supraskapularis (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi ke lateral dan ekstensi horisontal bahu dan
sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.
4. Subskapularis
Origo : Fosa subskapularis
Insertio : Tuberculum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis superior dan inferior (C5 – C6)
Gerakan : Prime mover rotasi ke dalam dari humerus
5. Teres minor
8

Origo : Permukaan belakang lateral skapula


Insertio : Distal dari tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Axillaris (C5)
Gerakan : Prime mover rotasi kelateral dan ekstensi horisontal bahu dan
sebagai pembantu gerakan abduksi horisontal bahu.
6. Teres Mayor
Origo : Lateral skapula dan angulus inferior
Insertio : Krista tuberkulum minus humerus
Persyarafan : N. Subskapularis inferior (C5 – C6)
Gerakan : Prime mover ekstensi bahu
7. Latissimus Dorsi
Origo : Proccesus spinosus dari thorakal 6 hingga lumbal, belakang sakrum,
bagian posterior krista illiaka dan beberapa tulang iga bagian bawah.
Insertio : Medial sulkus bisipitalis
Persyafaran : N. Thorakodorsalis (C7 – C8)
Gerakan : Prime mover ekstensi dan rotasi kemedial dari bahu.
8. 8. Korakobrakhialis
Origo : Proccesus korakoid skapula
Insertio : Permukaan anteromedial humerus
Persyarafan : N. Muskulokutaneus (C6 – C7)
Gerakan : Prime mover fleksi bahu 900
9. Pektoralis Mayor
Dibagi tiga, yaitu :
 Pars klavikularis
Origo : dua pertiga bagian media klavikula
 Pars manubrialis
Origo : Sternum
 Pars Sternokostalis
Origo : Kartilago kostae 1 – 6
Insertio : Tuberkulum majus humerus
Persyarafan : N. Pektoralis medial dan lateral (C5, C6, C7, C8, T1)
Gerakan : Prime mover adduksi horisontal dan rotasi ke medial bahu.
9

10. Serratus anterior


Origo : 8 tulang rusuk bagian anterolateralis
Insertio : Permukaan anterior skapula dari sudut atas hingga bawah
Persyarafan : N. Thorakalis longus (C5, C6, C7)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke atas skapula dan sebagai
pembantu gerakan abduksi bahu 900
11. Rhomboideus mayor
Origo : Proccesus spinosus thorakal 2, 3, 4, dan 5
Insertio : Medial skapula hingga bawah skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi skapula.
12. Rhomboideus minor
Origo : Proccesus spinosus cervikal 7 dan thorakal 1
Insertio : Spina skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C5)
Gerakan : Prime mover adduksi dan rotasi ke bawah skapula dan sebagai
pembantu gerakan elevansi skapula
13. Levator skapula
Origo : Proccesus transversus cervikalis 1 – 4
Insertio : Tepi atas skapula
Persyarafan : N. Skapulodorsalis (C3, C4, C5)
Gerakan : Prime mover elevansi skapula
14. Pektoralis minor
Origo : Tulang iga 3, 4, 5
Insertio : Proccesus korakoideus
Persyarafan : N. Pektoralis medialis (C8 – Th1)
Gerakan : Adduksi horisontal bahu
15. Subsklavius
Origo : Permukaan atas tulang rusuk
Insertio : Bagian bawah klavikula
Persyarafan : N. Subklavius (C5 – C6)
10

Gerakan : Depresi klavikula


16. Trapezius
Dibagi menjadi 3, yaitu :
 Superior
Origo : Sepertiga medial dari tulang occiput
Insertio : Sepertiga lateral dari klavikula bagian posterior
Gerakan : Elevasi skapula
 Middle
Origo : Proccesus spinosus thorakalis atas
Insertio : Tepi medial spina skapula
Gerakan : Adduksi skapula
 Inferior
Origo : Proccesus spinosus thorakalis bawah
Insertio : Tepi bawah spina skapula
Persyarafan : N. Accessory (C3 – C4)
Gerakan : Depresi dan adduksi skapula
II.2.3 Vaskularisasi11
Peredaran darah arteri yang memelihara sendi bahu adalah arteri axillaris
yang merupakan lanjutan dari arteri subclavia lalu bercabang-cabang, antara lain :
arteri subscapularis, dan arteri brachialis. Sedangkan pembuluh darah vena pada
sendi bahu anatara lain vena axillaris yang bercabang-cabang menjadi vena
cephalica, vena brachilica.
11

Gambar 3.2 Vaskularisasi Sendi Bahu

II.2.4. Biomekanika sendi bahu14,15


Gerakan-gerakan dari bahu dibagi dua, yang didasarkan pada kelompok
otot penggeraknya. Gerakan tersebut antara lain gerakan skapula dan gerakan dari
humerus. Gerakan-gerakan tersebut antara lain :
1) Gerakan skapula
a. Elevasi dan depresi
Elevasi yaitu gerakan skapula ke atas sejajar dengan vertebra, dapat
dilakukan dengan mengangkat bahu ke atas. Sedangkan depresi adalah
kembalinya bahu dari posisi elevasi. Gerakan vertikal disertai dengan tilting. Total
luas geraknya adalah 10 – 12 cm.
b. Abduksi (protraksi) dan Aduksi (retraksi)
Protraksi adalah gerakan kelateral skapula menjauhi vertebra. Gerakan ini
dapat terjadi ketika bahu melakukan gerakan mendorong ke depan. Retraksi yaitu
gerakan skapula ke medial, dapat dilakukan dengan menarik bahu ke belakang.
Total luas geraknya adalah kira-kira 15 cm.
c. Upward rotation dan downward rotation
Upward rotation yaitu gerakan rotasi dari scapula pada bidang frontal
sehingga fossa glenoidalis bergerak ke atas. Sedangkan downward rotation yaitu
gerakan kembali dari upward rotation. Total luas gerak 600 , displacement sudut
bawah skapula 10 – 12 cm dan sudut superolateral 5 – 6 cm.
4. Upward tilt dan reduction of upward tilt.
12

Upward tilt yaitu gerakan skapula pada aksis frontal horizontal yang
menyebabkan permukaan posterior skapula bergerak ke atas. Gerakan ini terjadi
oleh karena rotasi dari klavikula, sehingga bagian superior skapula bergerak naik-
turun dan bagian inferiornya bergerak maju-mundur. Hal ini hanya terjadi jika
bahu hiperekstensi. Reduction of upward tilt yaitu gerakan kembali dari upward
tilt.
2) Gerakan humerus
Posisi awal berdiri tegak dengan lengan di samping tubuh.
a. Fleksi dan ekstensi
Feksi adalah gerakan lengan atas dalam bidang sagital ke depan dari 00 ke
1800. Gerak yang berlawanan ke posisi awal (00) disebut gerak depresi lengan.
Gerak ekstensi adalah gerak dari lengan dalam bidang sagital ke belakang dari 00
ke kira-kira 600. Gerakan fleksi dibagi menjadi 3 fase. Fase 1, fleksi 00 sampai 500
- 600. Otot yang terlibat yaitu deltoid anterior, korakobrakhialis, pektoralis mayor
serabut klavikular. Gerakan fleksi bahu ini dibatasi oleh tegangan dari ligamen
korakohumeralis dan tahanan yang dilakukan oleh teres minor, teres major dan
infraspinatus. Fase II, Fleksi 600 - 1200. Pada fase ini diikuti gerakan shoulder
girdle, yaitu rotasi 600 dari skapula, sehingga glenoid cavity menghadap ke atas
dan ke depan, dan aksial pada sendi sternoklavikular dan akromioklavikular,
setiap sendi membantu 300. Gerakan ini melibatkan otot trapezius, serratus
anterior. Fleksi pada sendi skapulothorakis dibatasi oleh tahanan lattisimus dorsi
dan serabut kostosternal dari pektoralis mayor. Fase III, fleksi 1200 - 1800. Jika
hanya satu lengan yang fleksi dari spinal kolumn. Bila kedua lengan fleksi
maksimum akan terjadi gerakan lordosis dari lumbal melebihi normal.
b. Abduksi dan adduksi
Gerak abduksi adalah gerak dari lengan menjauhi tubuh dalam bidang
frontal dari 00 ke 1800 Gerak adduksi adalah gerak kebalikan dari abduksi yaitu
gerak lengan menuju garis tengah tubuh. Tiga fase gerakan abduksi, fase I,
abduksi 00 – 900 merupakan gerakan start abduksi dari sendi bahu. Otot-otot yang
terlibat yaitu deltoid middle dan supraspinatus. Pada akhir abduksi 900, shoulder
mengunci sebagai hasil greater tuberosity menyentuh superior margin dari
glenoid. Fase II, abduksi 900 –1500, ketika abduksi 900, disertai fleksi sehingga
13

dapat aduksi sampai 1200 shoulder mengunci dan abduksi hanya dapat maju
dengan disertai gerakan shoulder girdle. Gerakan ini adalah ayunan dari skapula
dengan rotasi tanpa mengunci, sehingga kavitas glenoidalis menghadap agak
keatas dengan luas gerakan 600 Aksial rotasi pada sendi sternoklavikularis dan
akromioklavikularis, setiap sendi membantu gerakan 300. otot- otot yang terlibat
ialah trapezius atas dan bawah dan seratus anterior. Pada gerakan 1500 , yang
dihasilkan oleh rotasi skapula diketahui dengan adanya tahanan peregangan dari
otot-otot abduktor yaitu latissimus dorsi dan pektoralis mayor. Fase III, abduksi
1500 – 1800 dalam fase ini, abduksi mencapai posisi vertikal dan disertai gerakan
spinal kolumn . Bila gerakan hanya satu tangan disertai pemelesetan kelateral dari
spinal kolumn yang dihasilkan oleh otot spinal lawannya. Jika kedua lengan
abduksi bersama-sama sampai 1800 akan terjadi lumbar lordosis yang dipimpin
oleh otot spinal.
c. Fleksi dan Ekstensi lumbar
Gerak fleksi horisontal adalah gerak dari lengan dalam bidang horisontal
mulai 00 – 1350. Gerak ekstensi horisontal ialah gerak lengan kebelakang dalam
bidang horisontal dari 00 – 450.
d. Rotasi
Rotasi dengan lengan disamping tubuh, siku dalam fleksi, bila lengan
bawah digerakkan menjauhi garis tengah tubuh disebut eksorotasi, bila lengan
bawah digerakkan menuju garis tengah tubuh disebut endorotasi. Luas geraknya
900 . Rotasi dengan lengan dalam abduksi 900 dan telapak tangan menghadap
kebawah, bila lengan diputar kearah kranial disebut eksorotasi dan bila kearah
kaudal disebut endorotasi. Luas geraknya 900.
14

Gambar 3.3 Gerakan Bahu

II.3 Frozen Shoulder


II.3.1 Definisi14
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali
tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada rontgen, tetapi
menunjukkan adanya pembatasan gerak. Frozen shoulder dapat diidentikkan
dengan capsulitis adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan
gerak baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak.
II.3.2 Epidemiologi9
Permulaan frozen shoulder biasanya didahului oleh peristiwa traumatis
fisik, diikuti dengan periode waktu di mana sendi bahu menjadi semakin lebih
terbatas dan menyakitkan. Namun, dalam sejumlah besar kasus, tidak ada trauma
fisik tertentu dapat dikaitkan dengan disfungsi bahu. Statistik terbaru
menunjukkan bahwa frozen shoulder mempengaruhi antara 2-5% dari populasi,
dengan rasio perempuan: laki-laki dari 60:40. Hingga 15% dari pasien akan
mengalami frozen shoulder bilateral. Kelompok usia yang paling umum
tampaknya antara 40 dan 60 tahun, dan FSS adalah lima kali lebih sering terjadi
pada diabetics.
15

II.3.3 Etiologi12
Istilah kapsulitis adhesiva hanya digunakan untuk penyakit yang sudah
diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progesif pada
bahu yang biasanya berlangsung sekitar 18 bulan. Proses ini sering berawal
sebagai tendinitis kronis, tetapi perubahan peradangan kemudian menyebar
melibatkan seluruh ”cuff” dan kapsul yang mendasari. Sementara peradangan
berkurang, jaringan berkontraksi, kapsul dapat menempel pada caput humerus.
Penyebabnya tidak diketahui. Diduga penyakit ini merupakan respon terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebabnya biasanya idiopatik,
keadaan yang serupa terlibat setelah hemiplegia atau infark jantung.

II.3.4 Patogenesa14
Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi shoulder
menyebabkan statis pembuluh vena dan menimbulkan reaksi timbunan protein,
akhirnya terjadi fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus mengakibatkan
adhesi antar lapisan didalam sendi, sehingga terjadi perlengketan kapsul sendi dan
terjadilah keterbatasan gerak pada sendi bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi
dimana terjadi keterbatasan pada sendi glenohumeral yang didahului oleh adanya
nyeri. Sedangkan nyeri tersebut dapat dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis,
inflamasi rotator cuff, fraktur atau kelainan dari ekstra clavicular, yaitu angina.
Akibat dari frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua gerakan, terutama gerak
exorotasi, abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas dari gerak
abduksi, dan endorotasi maka membentuk pola kapsuler.

II.3.5 Manifestasi Klinis1,3


Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva adalah :
a. Nyeri
Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering
kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur
bertambah berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada posisi yang terkena,
setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan
16

semakin menjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan
kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi kekakuan semakin menjadi. Setelah
berapa bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak normal.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari
sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita
akan melakukan gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saaqt
gerakan mengangkat lengan yang sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu
diatas 90º atau di sebut dengan shrugging mechanism. Juga dapay dijumpai
adanya atrofi otot gelang bahu.
b. Keterbatasan LGS
Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya
keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakanyang nyata,
baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi
bahu terjadi pada semua gerakan sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang
spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak exorotasi
lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerak adduksi.
c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi
dengan shrugging mechanism.
d. Gangguan Aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yanmg ditemukan pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara langsung akan
mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.
17

Secara klinis Frozen shoulder dapat dibagi menjadi 3 stadium :


 Stadium 1 (fase nyeri); pada fase ini pasien seringkali merasakan onset nyeri
pada malam hari. Nyeri tidak berhubungan dengan aktivitas tertentu,
meskipun gerakan sendi dapat meningkatkan nyeri.
 Stadium 2 (fase frozen atau adhesive); nyeri pada stadium 1 masih ada atau
sudah berkurang, terjadi penurunan luas gerak sendi secara progresif pada
semua arah gerakan. Pada fase ini terjadi gangguan yang bermakna pada
aktivitas keseharian (ADL).
 Stadium 3 (fase regresi); pada fase ini terjadi penurunan rasa nyeri dan
peningkatan luas gerak sendi yang progresif, sekitar 40% pasien akan
mengalami sedikit keterbatasan luas gerak sendi yang persisten, hanya 10%
yang mengalami keterbatan fungsional jangka panjang.

II.3.6 Diagnosa3
Diagnosa frozen shoulder secara klinis berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik memiliki keterbatasan karena kurangnya sensitivitas dan
spesifitas dari tes diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi kondisi
pasien. Sampai saat ini belum ada konsensus untuk kriteria diagnosa frozen
shoulder secara klinis, beberapa penulis menyebutkan minimal ditemukan
keterbatasan luas gerak sendi pada 2 arah gerakan, sedangkan penulis lainnya
menyebutkan pada semua arah gerakan.
Diagnosa Banding dari frozen shoulder anatara lain adalah :
1. Tendinitis Bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu
dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja
keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan
fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu
terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri
juga didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti
18

tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi
penipisan tuberkulum.
2. Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi
aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang
dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus
di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis
sub acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada
tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Panfull arc sub acromialis”
700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa
nyeri.
3. Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus
humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput
humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai alasnya, dan
acromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya.
Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan tendon dari otot
bisep kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo otot supraspinatus dan
berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus
19

BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
III.1. Latar Belakang Jurnal
Frozen shoulder merupakan gangguan yang menyakitkan dan melemahkan
yang dilaporkan mengenai 2-5% dari populasi dewasa pada umumnya dan 10-
20% dari penderita diabetes. Frozen shoulder primer klasik digambarkan
memiliki tiga tahap; tahap I yang melibatkan nyeri, tahap II nyeri dan gerakan
terbatas, dan akhirnya tahap III melibatkan pembatasan rasa sakit. Kebanyakan
kasus terselesaikan selama 18-30 bulan. Namun, sebagian kecil pasien memiliki
program yang berlarut-larut dengan pembatasan yang sedang berlangsung.
Pemahaman tentang etiologi frozen shoulder masih sedikit dipahami
meskipun arthroscopic dan pemeriksaan histokimia dari jaringan yang terlibat
telah memberi penjelasan pada sifat gangguan tersebut. Bunker (1997) telah
menunjukkan fibrous contracture dari rotator interval dan ligamen coracohumeral
terdiri dari kolagen matriks jenis-III yang tebal dan sellularitas yang tinggi, terdiri
dari fibroblas dan myofibroblasts. Sebuah asosiasi dengan kontrakture Dupuytren
telah dijelaskan, terutama pada pasien dengan diabetes mellitus.
Sebuah tinjauan dari 11 penelitian, berdasarkan Bunker (1998),
menggambarkan tampak arthroscopic dari bahu pada orang dengan frozen
shoulder, dan melaporkan perubahan patologis dari rotator interval, termasuk
nodul yang sangat vaskular dan jaringan parut di jalan masuk ke reses subscapular
dan sekitar dasar long head dari biseps. Kontraktur ligamen coracohumeral
digambarkan oleh Midorikawa et al. (1994) dengan rilis gerakan ligamen yang
membaik. Munculnya labrum glenoid, subskapularis tersebut, ligamen
glenohumeral media dan inferior, dan tendon dari long head biseps, semua normal
dalam studi ini.
Sejumlah pendekatan pengobatan telah direkomendasikan untuk
pengelolaan frozen shoulder. Ini termasuk manajemen rasa nyeri melalui
analgesik, anti-inflamasi, suntikan steroid dan berbagai modalitas pengobatan.
Manajemen restriksi merupakan pendekatan utama melalui fisioterapi, yang
umumnya melibatkan peregangan aktif dan pasif dan mobilisasi sendi. Dalam
20

kasus yang berat distensi arthrographic restriksi, pembedahan rilis kapsuler atau
manipulasi di bawah anestesi telah dianjurkan.
Terlepas dari berbagai pendekatan tersebut tetap memiliki bukti yang
kurang bahwa pengobatan dapat mempercepat pemulihan. Oleh karena itu,
sekelompok pasien dengan frozen shoulder dinilai dan diperlakukan dengan cara
fisioterapi, yang termasuk Soft Tissue Mobilizations (STM) dan terapi latihan di
rumah, untuk menentukan apakah intervensi terapeutik menghasilkan peningkatan
terukur dalam ROM dari bahu.
III.2. Bahan dan Metode
Kriteria Inklusi
Orang dewasa dengan diferensial diagnosis dari frozen shoulder dirujuk dari
klinik rheumatologist-run shoulder. Delapan pasien (2 laki-laki dan 6 perempuan)
berturut-turut datang untuk pengobatan frozen shoulder, di Addenbrookes NHS
Trust di Cambridge, UK dilibatkan dalam penelitian ini. Semua pasien setuju
untuk pengobatan dan sepenuhnya diberitahu tentang rencana dan tujuan
pengobatan. Kriteria diagnostik frozen shoulder untuk dimasukkan dalam
penelitian ini adalah:
1. Nyeri hebat, ROM bahu aktif dan pasif terbatas;
2. Pola kapsuler dari pembatasan gerak;
3. Tidak ada bukti radiologis arthritis sendi glenohumeral;
4. Gejala muncul selama minimal 3 bulan.
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi untuk studi kasus series ini adalah:
1. Injeksi lokal kortikosteroid untuk bahu yang terkena dalam 3 bulan
terakhir atau sedang terapi kortikosteroid saat ini;
2. Penyakit neuromuskular;
3. Gejala bahu karena penyebab lain;
4. kehamilan;
5. Riwayat kanker metastatik atau diagnosis kanker dalam waktu 12
bulan;
6. Unstable angina;
7. insulin dependent diabetes;
21

8. operasi bahu sebelumnya.


Pasien diizinkan mengonsumsi analgesik (termasuk non-steroid anti-
inflamatories) yang diperlukan, tetapi tidak ada perawatan lain diizinkan selama
pengobatan jika pasien termasuk dalam studi kasus series. Kepatuhan dipantau
melalui komunikasi dengan dokter rujukan dan dengan mewawancarai individu
dalam penelitian ini. Tidak ada pasien yang dikeluarkan dari seri ini.
Penilaian dilakukan pada setiap kunjungan oleh penulis. Parameter utama
adalah ROM aktif untuk fleksi bahu, abduksi dan rotasi eksternal. Hal ini dinilai
menggunakan hand-held goniometer, sesuai dengan metode standar.
Untuk pengukuran fleksi bahu, stasioner lengan goniometer ditempatkan di
sepanjang garis tengah dinding lateral thorax; sumbu gerak adalah 2 cm distal
pada aspek lateral prosesus akromion; dan gerakan lengan goniometer
ditempatkan di atas humerus dan disesuaikan dengan epikondilus lateral humerus.
Untuk pengukuran abduksi bahu, stasioner lengan goniometer ditempatkan
sejajar dengan garis tengah thoraks; sumbu gerak adalah 2 cm distal pada aspek
posterior dari prosesus akromion; dan gerakan lengan goniometer ditempatkan di
atas aspek posterior humerus dan selaras dengan proses olecrenon humerus.
Untuk pengukuran rotasi eksternal bahu, stasioner lengan goniometer
ditempatkan pada bidang sagital, tegak lurus dengan sternum; sumbu gerak adalah
sepanjang sumbu longitudinal humerus; dan lengan gerakan goniometer
ditempatkan di sepanjang jari-jari.
Dalam semua kasus, stasioner lengan goniometer mengikuti setiap gerakan
kompensasi thorax sehingga hanya gerakan bahu yang sedang terukur.
III.3. Pengobatan
Sesi perawatan berlangsung selama 30 menit. Setiap sesi dimulai dengan
melakukan pengukuran goniometric dari ROM aktif bahu. Setelah pengukuran
dicatat, pasien diobati. Pengobatan terdiri dari STM dan program latihan di rumah
yang terdiri dari peregangan dan penguatan isometrik, maju ke latihan resisted
sesuai yang ditoleransi. Sebuah program latihan di rumah tertulis diberikan
kepada pasien bersama dengan demonstrasi oleh terapis. Pasien diminta untuk
memperagakan latihan didepan terapis dan diperintahkan saat melakukan latihan
22

di rumah tersebut untuk menghindari menyebabkan rasa nyeri yang lebih besar
dari 5 sampai 10 pada skala nyeri (10 adalah yang terburuk).
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi pembatasan dalam mobilitas
jaringan lunak dari struktur periartikular, untuk meningkatkan arthrokinematic dan
gerak osteokinematic sendi bahu, untuk meningkatkan kekuatan otot korset bahu,
dan untuk membantu pasien mencapai penggunaan perbaikan fungsional dari
anggota badan yang terkena untuk aktivitas hidup mereka sehari-hari. Anggota
badan pasien yang tidak terpengaruh 'digunakan sebagai kontrol mereka sendiri.
Semua pasien diberi kesempatan untuk mengekspresikan tujuan mereka sebagai
bagian dari proses formulasi tujuan.
Jaringan lunak di sekitar sabuk bahu yang teraba untuk adanya pembatasan
gerak fisiologis atau aksesori karena kontraktur, spasme atau fibrosis. Gerak
fisiologis jaringan lunak adalah bahwa gerak yang terjadi sejalan dengan gerakan
akibat kontraksi otot; gerak aksesori dari jaringan lunak adalah bahwa gerakan
yang terjadi dari garis gerakan normal, karena kontraksi otot. Jadi, ketika otot
menkontraksikan ini, dan jaringan lunak non-kontraktil terhubung, baik
memperpendek atau memperpanjang (gerak fisiologis) sedangkan, ketika tekanan
diterapkan pada jaringan lunak, deformasi jaringan terjadi (gerak aksesori).
STM diarahkan menyelesaikan pembatasan gerak yang ditemukan selama
palpasi tersebut. Teknik yang digunakan melibatkan penunjukkan lapisan
superfisial pertama dan kemudian berkembang menjadi jaringan yang lebih dalam
sesuai tingkat kenyamanan pasien yang diperbolehkan. Teknik STM khusus yang
digunakan termasuk effleurage, gesekan silang serat, tekanan berkelanjutan, dan
pendekatan jaringan lunak yang berkepanjangan. Teknik ini diaplikasikan pada
bidang pembatasan jaringan lunak, atau daerah yang berdekatan dengan
pembatasan.
Mayoritas pengobatan dilakukan dengan pasien dalam posisi berbaring,
dengan lengan yang terkena awalnya didukung di atas meja pengobatan. Sebagai
respon relaksasi jaringan yang teraba, pasien diminta untuk memungkinkan
lengan mereka yang terkena untuk menggantungkan ke depan dari tepi meja
pengobatan. Posisi ini menempatkan kapsul posterior dan Rotator lateral bahu
dalam posisi peregangan, dalam waktu lama, dan memungkinkan akses yang lebih
23

besar dengan struktur yang mendalam dari aspek posterior bahu. Pembatasan
jaringan lunak supraspinatous, infraspinatous dan teres minor tersebut sering
teraba dan ditangani selama pasien berada dalam posisi ini.
Selain posisi berbaring, pasien dirawat di posisi tengkurap (pronasi) dan
terlentang (supinasi). Dalam posisi tengkurap, lengan diizinkan untuk
menggantung dari meja jika ditoleransi, dalam rangka untuk menempatkan
peregangan berkepanjangan di bahu, dan untuk memungkinkan akses ke struktur
dinding posterior aksila. Pengobatan dalam posisi terlentang dilakukan untuk
memungkinkan akses ke struktur anterior bahu. Pembatasan tersebut terutama
ditemukan dalam aspek proksimal tendon biseps (long head), di pectoralis minor
dan ligamentum coracohumeral. Lengan itu kadang-kadang juga dibawa ke
adduksi horisontal, dalam rangka untuk melakukan pekerjaan lebih lanjut pada
aspek posterior bahu.
Program latihan di rumah terdiri dari peregangan aspek posterior bahu (Gbr.
1) dan memperkuat bahu, awalnya dengan latihan isometrik (Gambar. 2-5) dan
maju ke latihan resisted melalui ROM, menggunakan karet gelang tersedia secara
komersial. Latihan penguatan termasuk fleksi isometrik, abduksi, rotasi eksternal
dan ekstensi bahu, maju ke tindakan yang sama dilakukan secara isotonik, sesuai
kemampuan.

Gambar 1. peregangan posterior bahu. Berdiri dengan punggung bersandar di


dinding. Pegang lengan yang terpengaruh secara langsung. Pegang bagian
belakang siku dan tarik lengan di depan tubuh. Tahan 30 detik kemudian relaks.
24

Gambar 2 fleksi bahu. Berdiri menghadap dinding. Perlahan dorong lengan Anda
keluar ke depan dinding dengan 25% dari kekuatan dan tahan kontraksi selama 3
detik. Ulangi 5 kali. Secara bertahap meningkat menjadi 3 set dengan 5-10
repetisi.

Gambar 3 Abduksi bahu. Berdiri dengan sisi kanan Anda ke dinding. Perlahan
dorong lengan Anda keluar dinding dengan 25% dari kekuatan dan tahan
kontraksi selama 3 detik. Ulangi 5 kali. Secara bertahap meningkat menjadi 3 set
dengan 5-10 repetisi.
25

Gambar 4 rotasi lateral bahu. Berdiri dengan sisi kanan Anda ke dinding. Tekuk
lengan kanan 90o. Dorong punggung tangan kanan Anda keluar ke dinding dengan
25% dari kekuatan dan tahan kontraksi selama 3 detik. Ulangi 5 kali. Secara
bertahap meningkat menjadi 3 set dengan 5-10 repetisi

Gambar 5 ekstensi bahu. Berdiri dengan punggung Anda ke dinding. Perlahan


dorong lengan Anda ke belakang dinding dengan 25% dari kekuatan dan tahan
kontraksi selama 3 detik. Ulangi 5 kali. Secara bertahap meningkat menjadi 3 set
dengan 5-10 repitisi

Pasien diinstruksikan dalam semua latihan dan diberikan instruksi tertulis


untuk program mereka (Gambar. 1-5). Latihan peregangan biasanya diberikan
pada kunjungan kedua, dan latihan penguatan yang diberikan ketika respon dari
26

peningkatan ROM tercatat, baik oleh terapis maupun pasien. Latihan penguatan
yang berkembang dari isometrik ke resisted, melalui ROM yang bebas rasa nyeri,
ketika ada peningkatan penting dari kualitas gerak aktif (seperti yang ditunjukkan
oleh penurunan gerakan kompensasi seperti mengangkat bahu). Petunjuk untuk
program latihan di rumah adalah untuk:
1. melakukan latihan 1-2 kali per hari;
2. secara bertahap meningkatkan jumlah pengulangan;
3. tidak memaksa melawan rasa nyeri;
4. berhenti melakukan latihan jika memperburuk gejala.
III.4. Analisis Statistik
Sebuah dua sisi berpasangan T-test digunakan untuk mengukur perubahan
dalam kelompok dari awal sampai pengukuran akhir menggunakan Microsoft
Excel. Tes ini digunakan untuk menilai signifikansi dari setiap perubahan dalam
ROM dari baseline dan merupakan tes yang berguna untuk digunakan dalam studi
kecil yang melibatkan data kontinu.
III.5. Hasil
Pasien terlihat selama rata-rata 10 kunjungan (SD = 2) lebih dari rata-rata 14
minggu (SD = 3). Pasien dipulangkan dari fisioterapi ketika mereka melaporkan
kepuasan dengan fungsi bahu mereka, dan terapis yang mengobati merasa puas
dengan hasilnya. Semua pasien telah membaik secara signifikan pada ROM aktif.
Rata-rata perbaikan adalah:
1. Fleksi bahu 37o (SD = 12,4; P = 0,0001 Tabel 1).
2. Abduksi bahu 47o (SD = 30; P = 0,0004 Tabel 2).
3. Rotasi eksternal bahu 21o (SD = 9; P = 0,006 Tabel 3).
4. Total berbagai komposit gerak dihitung dengan menjumlahkan fleksi,
abduksi dan rotasi eksternal, dalam rangka untuk membandingkan hasil
dengan baru-baru ini diterbitkan randomized controlled trial (Carette et
al., 2003). Perubahan rata-rata dalam kisaran komposit dari 105o (SD =
44; P = 0,00003) telah dicapai.
27
28

Dalam studi Carette et al, pasien yang diobati dengan fisioterapi tiga kali
seminggu selama 4 minggu, injeksi kortikosteroid, kombinasi keduanya, atau
injeksi plasebo, mencapai perubahan berarti dalam total komposit ROM sebanyak
53,3o (SD = 8,8); 74,6o (SD = 9,3); 93,2o (SD = 9,6); dan 34,6o (SD = 9,3),
masing-masing, pada 3 bulan follow-up dan 74,0o (SD = 8,8); 84,2o (SD = 9,3);
105,2o (SD = 9,6); 57,2o (SD = 9,3) pada 6-bulan follow up. Temuan yang
diringkas dalam Tabel 4.
III.6 Pembahasan
Sebagai tindak lanjut dari studi percontohan randomized controlled, studi
kasus series yang dilakukan pada pasien dengan frozen shoulder. Seri ini
dilakukan oleh penulis karena sejumlah pasien telah terlambat dirujuk untuk
dimasukkan sebagai bagian dari studi percontohan.
Pendekatan berbasis penurunan terhadap pengobatan diambil yang
didasarkan pada gangguan yang terungkap selama pengkajian fisioterapi. Sebagai
contoh, sebuah temuan dari gangguan mobilitas aspek proksimal infraspinatous
mungkin diobati dengan STMs untuk meningkatkan pembatasan itu. Pendekatan
ini memiliki keuntungan yakni memberikan terapis fleksibilitas untuk beradaptasi
terhadap pengobatan mereka kepada orang, daripada mengobati diagnosis.
Selanjutnya, terhadap respon pasien kepada pengobatan, intervensi terapis dapat
dimodifikasi dalam menanggapi perbaikan pasien, atau tidak adanya kemajuan.
Meskipun etiologi dan sifat khusus dari frozen shoulder tidak dipahami
dengan baik, namun masih mungkin untuk meraba pembatasan dalam jaringan
lunak sekitar bahu yang terkena. Pembatasan ini mungkin menjadi sekunder untuk
patologi langsung yang bertanggung jawab atas frozen shoulder, atau mereka
mungkin menjadi bagian integral proses itu, bagaimanapun, ini belum dapat
dipastikan. Semua pasien dalam penelitian ini membaik, pembatasan jaringan
lunak lebih sedikit yang teraba, dan ROM aktif mereka meningkat, oleh karena
itu, tampaknya jelas hubungan antara pengobatan menggunakan STMs bersama-
sama dengan latihan rumah, dan perbaikan dalam ROM aktif.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa rasa nyeri subjektif pada pasien
dengan frozen shoulder meningkatkan selama perjalanan waktu, dan tidak terlalu
terpengaruh oleh intervensi medis. Tentu saja dengan tahun berikutnya timbulnya
29

gejala, tampaknya ada perbedaan dalam pengalaman subjektif nyeri antara pasien
yang memiliki intervensi medis dan mereka yang belum. Setelah tahap awal nyeri
dari frozen shoulder reda keluhan utama kebanyakan pasien tampaknya adalah
keterbatasan fungsional. Keterbatasan ini tampaknya disebabkan terutama oleh
gerakan terbatas bahu, dan dalam banyak kasus menyebabkan gangguan tidur dan
tekanan psikologis. Resolusi awal gangguan gerakan bahu karena itu akan muncul
menjadi tujuan yang berharga.
III.6. Kesimpulan
Pendekatan pengobatan berbasis penurunan digunakan untuk mengobati
sekelompok kecil pasien dengan stadium II bahu beku dengan keberhasilan yang
baik, yang diukur dengan peningkatan ROM dan laporan subjektif pasien. STMs
diarahkan pada keterbatasan tertentu dari struktur periartikular dalam kombinasi
dengan program latihan di rumah yang sederhana tampaknya menjadi pengobatan
yang efektif untuk masalah biasanya sulit ini. Para pasien dalam penelitian ini
mencapai ROM bahu yang lebih besar pada rata-rata 14 minggu, dibandingkan
dengan mereka yang dirawat di uji coba terkontrol secara acak, diukur pada bulan
ke-3 dan ke-6 bulan follow up. Bukti saat ini dalam literatur tidak mendukung
intervensi terapi fisik untuk frozen shoulder, dan penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menjelaskan praktek terbaik untuk pengobatan kondisi tersebut. Teknik
pengobatan yang digunakan dalam penelitian ini tampaknya menjadi manfaat, dan
studi terkontrol yang lebih besar dan lebih lanjut dapat menentukan elemen kunci
untuk resolusi sukses frozen shoulder.
30

BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali
tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada rontgen, tetapi
menunjukkan adanya pembatasan gerak. Frozen shoulder dapat diidentikkan
dengan capsulitis adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan
gerak baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak.
Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva adalah :
a. Nyeri
b. Keterbatasan LGS
c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot
d. Gangguan Aktifitas fungsional
Pendekatan pengobatan berbasis penurunan digunakan untuk mengobati
sekelompok kecil pasien dengan stadium II bahu beku dengan keberhasilan yang
baik, yang diukur dengan peningkatan ROM dan laporan subjektif pasien. STMs
diarahkan pada keterbatasan tertentu dari struktur periartikular dalam kombinasi
dengan program latihan di rumah yang sederhana tampaknya menjadi pengobatan
yang efektif untuk masalah biasanya sulit ini. Para pasien dalam penelitian ini
mencapai ROM bahu yang lebih besar pada rata-rata 14 minggu, dibandingkan
dengan mereka yang dirawat di uji coba terkontrol secara acak, diukur pada bulan
ke-3 dan ke-6 bulan follow up. Bukti saat ini dalam literatur tidak mendukung
intervensi terapi fisik untuk frozen shoulder, dan penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menjelaskan praktek terbaik untuk pengobatan kondisi tersebut. Teknik
pengobatan yang digunakan dalam penelitian ini tampaknya menjadi manfaat, dan
studi terkontrol yang lebih besar dan lebih lanjut dapat menentukan elemen kunci
untuk resolusi sukses frozen shoulder.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A. G. and Solomon, L., 1995; Buku Ajar Orthopedi & Fraktur
Sistem Apley; Edisi 7, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho, Widya
Medika, Jakarta, hal. 11-12
2. De Wolf, A. N and Mens, J.M.A, 1990; Pemeriksaan Alat Penggerak
Tubuh (Terjemahan); Cetakan kedua, Bohn Stafleu Van Loghum, Belanda.
3. Heru Purbokuntono. 2004. Kupas Tuntas Frozen Shoulder. Disampaikan
dalam seminar. Surabaya
4. Kisner, C. and Colby, L. A., 1996; Therapeutic Exercise Foundation and
Technique; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia, hal. 47-49,
160-161, 163-164,184, 282-283.
5. Kuntono, H.P (2004), Kupas Tuntas Frozen Shoulder, disampaikan dalam
seminar tentang Frozen Shoulder, Surabaya.
6. Mardiman, S., dkk.,2002; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional
Fisioterapi (DPPPFT); Poltekkes Surakarta Jurusan Fisioterapi, Surakarta,
hal 10-40
7. Niel-Asher, S. Frozen shoulder syndrome. Osteopath. Dec00/Jan01. 21-23.
8. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the
Muskuloskeletal system. Lea and Febriger Philadelphia, London , tahun
1989 , halaman 225-234.
9. Pal, B. et al. Limitation of joint mobility and shoulder capulitis in insulin
and non-insulin dependent diabetes mellitus. Br J of Rheumatology 25:
147-151, 1986
10. Reyes, TM and Reyes,Obl : Kinesiology, 1st. Editor, ust printing office,
Manilla, tahun 1978, halaman 50-73.
11. Santoso, B : Anatomi Fungsional Sendi Bahu, UPF Rehabilitasi Medik
RSUD Dr. Sutomo Surabaya,ed TITAFI VII, Surabaya, tahun 1989,
halaman 1-11.

12. Sidharta, Priguna. 1984. Sakit Neuromusculoskeletal dalam Praktek


Umum. Cetakan ke-2. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
32

13. Soekarno, : Psycal Examination of the Shoulder, Surabaya, tahun 1993,


halaman 2-4 dan 11-17.
14. Suharto, : Fisioterapi pada frozen shoulder akibat hemiplegia. Dalam
artikel tahun 2008 Diakses dari
http://binhasyim.wordpress.com/2008/01/22/fisioterapi-pada-frozen-
shoulder-akibat-hemiplegia/.
15. Wells F. Katharine : Kinesiology scientific basic of human motion, editor :
W.B. Saunders company, Philadelphia, London ,Toronto, tahun 1987,
halaman 71-90.
16. Wies, J: Case study series: frozen shoulder treatment of eight patients with
frozen shoulder: a case study series. Cambrige, tahun 2005. Hal 58-64

Anda mungkin juga menyukai