SINUSITIS
Disusun Oleh:
Yolanda Yasinta Ina Tuto, S.Ked
(1508010035)
Pembimbing:
dr. Elsye Thene, Sp.Rad
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan sumber tambahan wawasan mengenai sinusitis baik secara klinis
maupun radiologis
2. Menjadi salah satu syarat dalam kepaniteraan klinik SMF/Bagian Radiologi
RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang
1.3 Isi
Dalam referat ini akan dibahas tentang anatomi sinus paranasal, definisi
sinusitis, etiologi sinusitis, klasifikasi sinusitis, manifestasi klinis sinusitis, langkah
penegakkan diagnosis sinusitis, pemeriksaan penunjang yang digunakan, modalitas
radiologi yang penting dalam mendiagnosis sinusitis, dan bagaimana tatalaknsana
sinusitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi1
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Apabila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
2.3 Epidemiologi1,3,4
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama
di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi
pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis
maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Hal ini disebabkan karena
sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi
dari dasar, sehingga aliran sekret hanya tergantung dari gerakan silia, dasarnya adalah
akar gigi, ostium sinus maksilaris terletak di meatus medius, disekitar hiatus
semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Data dari PERHATI-KL tahun 2007 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis
sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi
yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.
2.4 Klasifikasi1,4,5
Sinusitis dapat dibagi berdasarkan letak anatominya menjadi sinusitis
maksilaris, sinusitis frontalis, sinusitis etmoid, dan sinusitis sfenoidalis.
Secara klinis berdasarkan onset terjadinya, sinusitis dapat dikatagorikan
sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu,
sinusitis subakut berlangsung lebih dari 4 minggu tapi kurang dari 3 bulan, dan
sinusitis kronik bila lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan beratnya penyakit, sinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS):
- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat= VAS >7-10
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien
Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dibagi atas :
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung).
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan
sinusitis. Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus, Branchamella
catarhatis
2.5 Etiologi6
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan kontribusi dalam
terjadinya obstruksi akut ostium sinus atau gangguan pengeluaran cairan oleh silia,
yang akhirnya menyebabkan sinusitis.
Infeksi yang tersering pada rongga hidung adalah infeksi virus. Partikel virus
sangat mudah menempel pada mukosa hidung yang menggangu sistem mukosiliar
rongga hidung dan virus melakukan penetrasi kemudian masuk ke sel tubuh dan
menginfeksi secara cepat. Virus penyebab sinusitis antara lain rinovirus, para
influenza tipe 1 dan 2 serta respiratory syncitial virus.
Kebanyakan infeksi sinus disebabkan oleh virus, tetapi kemudian akan diikuti
oleh infeksi bakteri sekunder. Karena pada infeksi virus dapat terjadi edema dan
hilangnya fungsi silia yang normal, maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk
perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu
bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut yang sering ditemukan ialah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus Influenzae, bakteri anaerob, Branhamella
kataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes.
Selama suatu fase akut, sinusitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang
menyebabkan sinusitis akut. Namun, karena sinusitis kronis biasanya berkaitan
dengan drainase yang tidak adekuat maupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka
agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar bakteri
anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan antara lain Staphylococcus aureus,
Streptococcus viridans, Haemophilis influenza, Neisseria flavus, Staphylococcus
epidermis, Streptcoccus pneumoniae dan Escherichia coli, Bakteri anaerob termasuk
Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bakteriodaes dan Vellonella. Infeksi
campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali terjadi.
Penyebab nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau
iritan kimia. Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang menghasilkan
edema dan inflamasi di membrana mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan
blokade dalam pembukaan kavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk
perkembangan jamur, bakteri, atau virus. Alergi dapat juga merupakan salah satu
faktor predisposisi infeksi disebabkan edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus
yang oedem yang dapat menyumbat muara sinus dan mengganggu drainase sehingga
menyebabkan timbulnya infeksi, selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan
siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis kronis. Pada keadaan kronis
terdapat polip nasi dan polip antrokoanal yang timbul pada rinitis alergi, memenuhi
rongga hidung dan menyumbat ostium sinus. Selain faktor alergi, faktor predisposisi
lain dapat juga berupa lingkungan. Faktor cuaca seperti udara dingin menyebabkan
aktivitas silia mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara yang kering
dapat menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis.
Penyakit seperti tumor nasal atau tumor sinus (squamous cell carcinoma), dan
juga penyakit granulomatus (Wegener’s granulomatosis atau rhinoskleroma) juga
dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus, sedangkan konsisi yang menyebabkan
perubahan kandungan sekret mukus (fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis
dengan mengganggu pengeluaran mukus.
2.6 Diagnosis
Anamnesis4,5
Gejala Utama : Ingus mukopurulen, ingus belakang hidung, hidung
tersumbat, nyeri wajah, hiposmia dan anosmia
Gejala Tambahan : nyeri kepala, halitosis/bau mulut, nyeri daerah gusi atau
gigi rahang atas, batuk, nyeri telinga, kelelahan
Gejala factor resiko, jika ada :
- Curiga rhinitis alergi : gejala ingus encer, bersin, hidung gatal jika
terpajan allergen
- Curiga refluks laringofariengeal : gejala suara serak, ingus belakang
hidung, rasa mengganjal di tenggorok, rasa panas di dada
Dapat disertai keluhan gangguan kualitas tidur
Jika terdapat keluhan bengkak di mata, penglihatan ganda, penurunan
penglihatan, nyeri dan bengkak di dahi yang berat, nyeri kepala berat dengan
kaku kuduk dipikirkan kemungkinan komplikasi sinusitis ke orbita atau
intracranial.
Pemeriksaan fisik4,5
Pemeriksaan rinoskopi anterior dan atau nasoendoskopi dapat ditemukan:
- Secret mukopurulen dari meatus medius
- Edema dan/atau hiperemis dan/atau polip di meatus medius
- Ingus di belakang hidung
- Septum deviasi/konka paradox/defleksi prosesus unsinatus ke lateral
Dapat ditemukan bengkak dan nyeri tekan di pipi dan kelopak mata bawah
(pada sinus maksila)
Dapat ditemukan bengkak dan nyeri di dahi dan kelopak mata atas (pada
sinusitisi frontal)
Dapat ditemukan tanda komplikasi sinusitis, berupa:
- Edema/hiperemis periorbita
- Diplopia
- Oftamoplegia
- Penurunan visus
- Tanda-tanda meningitis
‘
b. Foto kepala lateral
Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset dan film diletakkan pararel
terhadap bidang sagital utama tenggorokan. Posisi lateral kurang berarti
karena sinus paranasal kanan dan kiri saling tumpang tindih, baik yang
terpisah agak jauh seperti sinus maksila maupun yang hanya dipisahkan oleh
septum tulang seperti sinus frontal, etmoid, dan sfenoid. Perkembangan yang
asimetri kedua sisi, proses patologik pada satu sisi, atau perubahan pada
kedua sisi yang terjadi bersamaan, dapat memberikan kesan yang salah.
2.6 Penatalaksanaan3,4
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi).
Penatalakanaan yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang merupakan
first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72 jam, dapat diberikan
amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik diberikan selama 10-14 hari.
Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6 minggu sebelum
diputuskan untuk pembedahan. Dosis amoksisilin dapat ditingkatkan sampai 90
mg/kgbb/hari. Pada pasien dengan gejala berat atau dicurigai adanya komplikasi
diberikan antibiotik secara intravena. Sefotaksim atau seftriakson dengan klindamisin
dapat diberikan pada Streptococcus pneumoniae yang resisten.
2.6 Komplikasi
Komplikasi Orbita
Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita
yang tersering, kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan
terjadinya komplikasi orbita ini.
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis
d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur
dengan isi orbita
e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya
terbentuk suatu tromboflebitis septic.
Gambar 6. Komplikasi penyakit sinus pada orbita
Komplikasi Intrakranial
Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses
otak.
Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial
Kelainan Paru
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut
sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.
Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.
2.7 Prognosis5
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
KESIMPULAN
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari
keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri atau
tekanan pada wajah dan sekret purulen, yang seringkali turun ke tenggorokan (post
nasal drip).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan keluhan sesuai
dengan manifestasi klinis sinusitis. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan
pemeriksaaan rinoskopi anterior dan pemeriksaan fisik pada daerah wajah.
Pemeriksaan radiologi yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan foto polos
konvensional dimana dapat dilakukan proyeksi waters tunggal atau dengan tambahan
proyeksi lateral merupakan proyeksi yang paling baik dalam menilai keadaan sinus
paranasal, sedangkan untuk gold standard dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan.
Pemeriksaan CT-Scan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan foto polos
konvensional karena dapat memberikan gambaran anatomis yang lebih jelas, dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
sinusitis.
Prinsip penatalaksanaan sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik, baik secara medikamentosa
maupun pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA