Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

CACINGAN
Yolanda Yasinta Ina Tuto | 1508010035

Pembimbing :
dr. Angela Merici, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD Tc HILLERS MAUMERE
2019
Pendahuluan
Cacingan merupakan infeksi parasit berupa masuknya cacing ke
dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan berbagai kelainan
fungsi dan anatomis tubuh manusia

Platyhelminthes : Cestoda atau cacing pita dan kelas Trematoda atau cacing daun
Nemathelminthes : Nematoda yang terdiri dari nematoda usus dan nematoda jaringan
Soil transmitted helminth (STH)
ialah infeksi cacing yang dalam siklus
hidupnya memerlukan tanah yang
sesuai untuk berkembang menjadi
bentuk infektif.

• WHO : >1,5 Miliyar orang (24% populasi dunia) terinfeksi STH


• Prevalensi tersering : anak usia pra-sekolah dan usia sekolah
• Sangat terkait dengan personal hygiene (BABS, ≠ CTPS, ≠
menggunakan alas kaki, geophagia)
• Data kecacingan di Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) masih belum
tercatat dengan lengkap dalam berbagai riset kesehatan daerah
Tinjauan Pustaka
Klasifikasi Cacing
Faktor Resiko

• Lingkungan : cuaca hangat dan lembab


• Sanitasi
• Tingkat ekonomi
• Tersering pada anak-anak
• Perilaku personal hygiene yang buruk
Soil-Transmitted Helminths
• Ascaris Lumbricoides (cacing gelang)
• Trichuris trichiura (cacing cambuk)
• Necator americanus dan Ancylostoma duodenalis
(cacing tambang)
• Enterobius vermicularis (cacing kremi)
-Ascaris Lumbricoides
Sumber :
https://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html
Gejala Klinis
Fase Migrasi Larva
- Di paru : menimbulkan
Fase Intestinal reaksi inflamasi berupa
- Biasanya asimptomatik infiltrat, gejala pneumonia
(mengi, dispnea, batuk
- mual, nafsu makan kering, demam)
berkurang, diare atau
konstipasi - Pneumonia disertai
eosinofilia dan peningkatan
- Infeksi kronis pada anak : IgE -> Sindrom Loeffler
kegagalan pertumbuhan
akibat dari penurunan nafsu - Larva yang mati di hati ->
makan, terganggunya Granuloma Eusonifilia
proses pencernaan dan
malabsorbsi.
- Efek serius : Obstruksi usus
(ileus) atau appendisitis
- Dapat juga bermigrasi
keluar melalui anus, mulut,
atau hidung
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis : menemukan telur A. lumbricoides pada sediaan basah tinja


langsung atau bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut, hidung
atau anus.
• Tatalaksana :
- Albendazol dan mebendazol merupakan obat pilihan untuk askariasis.
- Dosis albendazol : 400 mg per oral dosis tunggal (dewasa dan anak >2
tahun) atau 200 mg per oral (12-24 bulan)
- Dosis mebendazol : 500 mg per oral dosis tunggal (dewasa dan anak >2
tahun)
- Pirantel pamoat dapat digunakan untuk ascariasis dengan dosis 10–11
mg/kg BB per oral, dosis maksimum 1 gram.
- Tindakan operatif diperlukan pada keadaan gawat darurat akibat
cacing dewasa menyumbat saluran empedu dan apendiks.
- Pengobatan askariasis harus disertai dengan perubahan perilaku hidup
bersih sehat dan perbaikan sanitasi.
-Trichuris trichiura
Gejala Klinis

- Banyak penderita asimptomatis, hanya didapati keadaan


eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi
- Cacing dewasa dalam jumlah besar -> dapat menyebabkan
kolitis -> nyeri abdomen kronis, diare, anemia defisiensi besi,
gangguan pertumbuhan -> sindrom disentri trikuris (khas:
tenesmus dengan banyak feses yang mengandung banyak
mukus dan darah)
- Menghisap darah hospes -> anemia
- Prolaps rektus
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis : menemukan telur pada sediaan basah tinja langsung atau


menemukan cacing dewasa pada pemeriksaan kolonoskopi.
• Tatalaksana :
- albendazol 400 mg selama 3 hari atau
- mebendazol 100mg 2x sehari selama 3 hari berturut-turut
- Necator americanus dan Ancylostoma duodenalis
Gejala Klinis

- Larva filariform yang menembus kulit dpt menyebabkan sindrom


kutaneus : ground itch, yaitu eritema dan papul lokal yang diikuti
dengan pruritus pada tempat larva melakukan penetrasi
- Setelah melakukan invasi pada kulit, larva dpt bermigrasi ke paru-
paru dan menyebabkan pneumonitis
- Manusia yang belum pernah terpapar: nyeri epigastrik, diare,
anoreksia, dan eosinofilia
- Infeksi larva filariform secara oral dapat menyebabkan sindrom
Wakana: gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, dispepsia, dan
serak.
- Infeksi berat : anemia dan hipoproteinemia
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis : menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama
mungkin ditemukan larva.
• Tatalaksana :
- Albendazol : dosis tunggal 400 mg oral (dewasa) / dosis tunggal 200
mg (12-24 bulan), atau
- mebendazol 2X100mg/hari selama 3 hari berturut-turut, atau
- pirantel pamoat 11 mg/kgBB maksimum 1 gram selama 3 hari
berturut-turut
- Untuk meningkatkan kadar haemoglobin perlu diberikan asupan
makanan bergizi dan suplementasi zat besi.
- Enterobius vermicularis/Oxyuris vermicularis
Gejala Klinis

- Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi


yang berarti.
- Gejala klinis yang menonjol disebabkan oleh stimulasi
mekanik dan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh
cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah tersebut lalu
menyebabkan pruritus lokal dan gangguan tidur
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis : menemukan telur dan cacing dewasa. Telur cacing dapat


diambil melalui anal swab pada waktu pagi hari sebelum buang air
besar atau membilas setelah buang air besar. Untuk menemukan cacing
dewasa dapat dengan cara melihat anus pada malam hari.
• Tatalaksana :
- Mebendazol 100 mg peroral dosis tunggal untuk segala usia, lalu
diulang pada 2 minggu.
- Regimen alternatif lainnya yaitu albendazol 400 mg peroral dosis
tunggal untuk segala usia, diulang kembali setelah 2 minggu, atau
- Pirantel pamoat 11 mg/kgBB peroral dosis tunggal
Nematoda Jaringan
• Wuchereria bancrofti
Gejala Klinis

- manifestasi akut : terjadi demam tinggi hingga menggigil,


limfangitis (radang saluran limfe) dan limfadenitis (radang
kelenjar limfe) yang berlangsung 3-15 hari dan dapat berulang
dalam setahun.
- manifestasi kronik : muncul obstruksi kronik karena berkurangnya
fungsi saluran limfe -> limfedema dan mudah terjadi infeksi
bakteri sekunder.
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis : menemukan mikrofilaria di darah tepi dengan pewarnaan


Giemsa pada malam hari pukul 22.00-02.00 pagi. Cacing dewasa dapat
ditemukan dengan cara biopsi kelenjar limfe maupun menggunakan
USG. Apabila tidak ditemukan mikrofilaria, dapat dilakukan pemeriksaan
antigen parasit di serum tubuh pasien.
• Tatalaksana :
- Dietilkarbamasin (DEC) 6mg/kgBB/oral selama 10-14
- Albendazol dosis tunggal 400 mg per oral
- TPE (Tropical Pulmonary Eosinophilia) : DEC 2mg/kgBB/oral selama 12-
21 hari.
Cestoda/Tapeworm/Cacing Pita
• Taenia sp.
Gejala Klinis

- Taeniasis : gejala abdomen nonspesifik seperti rasa tidak enak di perut,


diare menetap atau selang-seling dengan konstipasi, anoreksia, penurunan
nafsu makan; pada infeksi berat atau kronis dapat menyebabkan
malnutrisi.
- Sistiserkosis : gejala bergantung pada organ yang terkena. Pada
neurosistiserkosis, gejala utama yang sering muncul adalah kejang,
hidrosefalus, gangguan ketajaman penglihatan apabila terkena saraf
optikus (ocular neurocysticercosis).
- Kista pada otot dapat bermanifestasi seperti nodul subkutan dan biasanya
akan mengalami resolusi/kalsifikasi dalam hitungan tahun.
Diagnosa dan Tatalaksana

• Diagnosis :
- Taeniasis : dilakukan pemeriksaan tinja dengan identifikasi proglotid
matur
- Neurosistiserkosis : kriteria seperti pasien berasal dari daerah endemik,
dengan pemeriksaan MRI ditemukan lesi soliter bulat berukuran <2cm
khas NSS
- Kista jaringan otot : biopsi.
• Tatalaksana :
- Taeniasis : praziquantel 150mg dosis tunggal
- Sistiserkosis : albendazol 15mg/kgBB/PO dibagi menjadi 2 dosis.
- Kortikosteroid : dexamethason oral 0,15mg/kgBB/oral sebelum mulai
obat antiparasit dan dilanjutkan selama kurang lebih 2 minggu
sebelum diturunkan dosisnya perlahan-lahan.
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Media centre : Soil-transmitted Helminths infection. March 2019. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-infections
2. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral PP dan PL. Pedoman Pengendalian Kecacingan. 1st ed. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2012.
3. WHO. Soil Transmitted Helminth [Internet]. fact sheet : Global distribution and prevalence. 2017. Available
from: www. who.int/mediacentre/factsheets/
4. Castro GA. Helminths : Structure, Classification, Growth and Development. Medical Microbiology, 4th edition,
chapter 86.
5. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al. Soil-transmitted helminth infections :
ascariasis , trichuriasis , and hookworm. In: Hotez PJ, editor. Washington DC, USA: The Lancet; 2006. p. 1–12.
6. Ideham B, Pusarawati S. Helmintologi Kedokteran. In: 1st ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2007. p. 77–
81, 89–99.
7. Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony JM Hotez PJ, Brindley PJ, Bethony JM, King CH, Pearce EJ, Jacobson J. Review
series Helminth infections : the great neglected tropical diseases.. 2008;118(4):1311–21.
8. Ahmed A, Al-mekhlafi HM, Al-adhroey AH, Ithoi I, Abdulsalam AM. The nutritional impacts of soil-transmitted
helminths infections among Orang Asli schoolchildren in rural Malaysia. J Parasites vector. 2012;1–9.
9. CDC. Parasites - Ascariasis. Life Cycle of aschariasis. 2017.
10. CDC. Parasites - Trichuriasis (also known as Whipworm Infection). Life Cycle of Trichuriasis. 2017.
11. CDC. Parasites - Hookworm [Internet]. Vol. 1, Life Cycle of Hookworm. 2017.
12. CDC. Parasites - Enterobiasis (also known as Pinworm Infection). 2017.
13. CDC. Parasites - Lymphatic Filariasis. 2017.
14. CDC. Parasites - Taeniasis. 2017.
15. CDC. Parasites – Schistosomiasis. 2017
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai