Anda di halaman 1dari 10

4.

Arca-arca Budha sekilas terlihat sama. Namun demikian dapat diidentifikasi berdasarkan sikap tangannya
atau mudranya yang penempatannya berdasarkan penjuru mata angin. Arca Budha memiliki karaktersitik
berdasarkan posisi Budha saat melakukan pertapaan.

Arca Budha Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Karakteristik arca Budha:

>Pada ujung kepala, rambut Sang Budha keriting dan selalu searah jarum jam dan disanggul ushnisa).

>Pada dahinya terdapat tonjolan kecil yang disebut (urna).

>Pada leher Sang Budha jika diperhatikan terdapat garis-garis sebanyak tiga buah melambangkan
kesabaran dan juga sebagai manusia sempurna.

>Arca Budha memiliki telinga yang panjang sebagai gambaran kalau Budha itu Maha Mendengar.

>Mata Budha digambarkan setengah terpejam karena melambangkan orang yang melakukan yoga yang
bertujuan untuk membantu konsentrasi. Setelah memejamkan mata kemudian perhatian diarahkan ke
ujung hidung untuk bisa membantu konsentrasi.

Bagian tubuh, seluruh patung Budha tidak ada yang memakai baju kebesaran, hanya memakai jubah.
Jubah itu hanya menutup sebagian dadanya. Tidak ada yang penuh menutupi seluruh tubuhnya. Dada
bagian kanan dibiarkan terbuka, sedangkan bagian kiri tertutup. Baju hanya berupa kain biasa
menandakan sikap Budha yang telah meninggalkan hal-hal duniawi.

Sikap tangan Budha juga melambangkan hal yang berbeda-beda yang disebut Mudra. Mudra ini menjadi
petunjuk atau identifikasi tentang apa yang sedang dilakukan Budha. Sikap kaki bersila dan berada di
singgasana berbentuk teratai, dinamakan padmasana. Kaki kanan telapak kakinya dibuka ke atas
ditumpangkan pada kaki sebelah kiri. Sikap kaki kanan menjadi semacam penopang tubuh untuk
relaksasi saat bermeditasi. Bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh Budha baik dari sikap tangan dan bahu
menunjukkan sikap tubuh seperti orang sedang beryoga. Penempatan arca Budha mengikuti arah
penjuru mata angin.

Berikut adalah Dyani budha Arca Budha menurut Mudra:

Sumber gambar: Soekmono, R., Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1993.

UTARA: Dhyani Buddha Amoghasidhi dengan Abhaya-Mudra (a= meniadakan, bhaya= bahaya). Arca
budha dengan mudra/ sikap telapak tangan menghadap ke depan, maksudnya adalah meniadakan
bahaya/ menolak bahaya.

SELATAN: Dhyani Budha Ratnasambhawa. Arca budha bersikap tangan Wara-Mudra. Wara-Mudra
melambangkan pemberian amal, memberi anugerah atau berkah.

BARAT: Dhyani Budha Amitabha. Arca budha dengan sikap Dhyana-Mudra sikap tangan melambangkan
sedang bermeditasi atau mengheningkan cipta.

TIMUR: Dhyani Buddha Aksobhiya. Arca Budha melambangkan Bhumispara-Mudra, sikap tangan yang
menggambarkan saat Sang Budha memanggil dewi bumi, sebagai saksi ketika ia menangkis semua
serangan iblis (mara).

ZENITH/ PUSAT: Dhyani Budha Wairocana. Arca budha dengan sikap Dharma Cakra-Mudra
melambangkan gerak memutar roda dharma. Di Candi Borobudur, Mudra ini digambarkan dengan sikap
tangan yang disebut Witarka-Mudra.

3.Kesenian India

Kesenian India bermula dari Dinasti Maurya, iaitu pada tahun 132 sebelum Masehi. Di peringkat awal,
kesenian India berasaskan kepada agama. Menurut TSG. Mulya (1952: 15), perpindahan bangsa Arya ke
India berlangsung pada suatu masa yang berabad-abad lamanya dan dapat juga dibuktikan kalau
dibandingkan syair-syair Weda yang tertua dengan yang terkemudian. Penyelidikan ini menyatakan
bahawa mula-mulanya sungai Indus dianggap sebagai sungai yang keramat dan menjadi sumber dari
sekalian kebaikan bagi orang Arya. Bangsa Arya adalah bangsa yang berasal dari Asia Barat.

India merupakan salah satu negara dengan perkembangan seni dan arsitektur yang pesat. Setiap
tempoh peradaban, pemerintahan, kepercayaan, mahupun wilayah memiliki perbedaan langgam
arsitektur yang memperkaya karya seni dan arsitektur India.

Perkembangan seni dan arsitektur India dimulai di lembah sungai Indus, iaitu peradaban Harappa
dan Mohenjodaro pada abad 2500 SM. Namun, pada abad 1600 SM semua peninggalan peradaban
Harappa dan Mahenjodaro mengalami kehancuran. Pada abad 150 SM, arsitektur yang berkembang di
India berupa rumah-rumah vernakular, dengan material kayu.

Dinasti Mauria

Dinasti Mauria merupakan dinasti kerajaan pertama yang mampu menguasai hampir seluruh daratan
India yang berdiri atas usaha Chandragupta Mauria. Ia mengusir koloni-koloni Yunani yang ditinggalkan
pasukan Iskandar Agung. Pusat kerajaan ini berada di Pataliputra. Raja terkenal dari dinasti ini adalah
Raja Ashoka. Peninggalan seni rupa semasa dinasti Mauria boleh dilihat pada Pilar dan tugu Ashoka, Gua
buatan dari batu cadas dan Stupa.

Pilar Dan Tugu Ashoka


Karya seni yang paling menonjol pada masa ini ialah Pilar dan tugu Ashoka. Meskipun konsep pilar sudah
ditemui sebelum Dinasti Mauria dan tetap bertahan setelahnya, namun kapital Ashoka adalah suatu ciri
yang khas.

Salah satu yang masih utuh dan diteliti adalah yang terdapat di Lauriya Namdangarh di Propinsi Bihar.
Bentuk kapitalnya adalah kuartet singa yang menduduki lonceng besar terbalik. Keempat singa ini saling
membelakangi dan menopang roda besar di atas kepalanya. Kapital Ashoka di Lauriya Namdangarh
terbuat dari batu pasir setinggi 32 kaki dan berat 50 ton. Diperlukan pengetahuan teknik yang baik untuk
membuat tugu ini berdiri.

Bentuk Gua buatan dari batu cadas merupakan awal dari Chaitya. Ia dibentuk dengan memotong
bahagian tengah batu cadas sehingga terbentuk ruang pemujaan. Kemungkinan besar seni bangunan ini
adalah pengaruh kebudayaan Persia yang dikenal ahlinya dalam mengolah batu. Contoh paling baik dari
bangunan ini adalah Gua di Lomas Rishi. Meskipun terbuat dari batu, namun motif hiasnya
memperlihatkan usaha meniru tekstur kayu. Pintu gua berupa lengkungan yang terlihat seolah
menyokong bangunan utama.

Stupa Sanchi

Di samping itu, stupa juga sudah ditemukan pada masa ini meskipun masih menjadi bahagian dari
bangunan lain dan belum menjadi pusat pemujaan. Stupa dibuat untuk menyimpan relik-relik dan abu
Buddha dan menjadi pusat pelaksanaan ritual. Puluhan ribu stupa yang dibangun pada masa Mauria
akhirnya hilang dimakan usia kerana pembuatannya tidak menggunakan pertimbangan bahan yang
matang. Penguasa pada masa itu lebih memilih stupa dari kayu daripada batu yang kokoh. Salah satu
stupa yang bertahan adalah Stupa Sanchi yang kemudian direnovasi menjadi lebih megah pada periode
Dinasti Andhra.

Dinasti Ashoka

Semasa kejayaan kerajaan maghada adalah pada masa pemerintahan Asoka. Ashoka vardhana
memerintah India (maghada) tahun 272-232 SM. Ashoka mempunyai keterampilan memimpin kerajaan
yang luar biasa hebatnya. Masa Ashoka yang menjadi titik sentral kekuatan kerajaan adalah angkatan
perang. Dengan kuatnya angkatan perang Maghada maka, Maghada menjadi kerajaan yang disegani
kawan mahupun lawan. Ashoka juga banyak menakulkan di daerah-daerah sekitar India, seperti
Gandara, Kabul, Jonas, Kamboja, Godavari, Krisna, Mysore, Supara dan Girnar, dan daerah-daerah
lainnya. Luas kerajaan Maghada saat itu melebihi luas negara India pada saat sekarang.

Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya pada zaman kekuasaan Raja Asoka (273-232 SM) yang
menetapkan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Tempat-tempat suci umat Buddha antara lain
Bodh-Gaya, tempat bersemedi Sidharta Gautama.Selain banyak melakukan penaklukan, Ashoka juga
banyak meninggalkan jejak sejarah yang berbentuk tulisan yang kemudian menjadi sumber sejarah yang
cukup penting hingga sekarang. Banyak prasasti yang ditinggalkan pada dinding-dinding dan tiang batu
yang berisi tentang peristiwa, undang-undang, pesan perdamaian, mahupun ajaran dan pesan-pesan
Ashoka.

Pada masa Ashoka terdapat peristiwa besar yang sulit dilupakan oleh para sejarawan. Peristiwa
tersebutlah yang akhirnya berubah haluan jalan hidup Ashoka dari penganut Hindu menjadi seorang
yang memeluk Agama Budha. Peristiwa tersebut adalah perang Kalingga. Menurut sumber yang ada,
Ashoka memimpin perang tersebut sendiri. Sebanyak kurang lebih 100.000 nyawa orang Kalingga
melayang dan dijadikan budak. Sedangkan masih banyak lagi yang akhirnya mati kerana kelaparan. Sejak
saat ia berubah haluan, dan tidak mahu lagi memakai kekerasan dalam hidupnya. Ia mulai
mementingkan Agama Buddha seperti yang telah disinggung sebelumnya.
Meskipun hanya sebagai Upasa (pengikut atau penganut biasa) sahaja, dia juga sudah menerapkan
larangan berburu haiwan, dan tidak boleh menyembelih burung merak dan rusa. Dia juga berusaha
menyiarkan hukum Dharma. Salah satunya adalah dengan mengangkat pegawai-pegawai tinggi yang
dinamakan.

Kepercayaan bangsa Arya didasarkan pada ajaran Veda, yang menjadi awal munculnya agama Vedic
dan dianut kaum Brahmana. Dari agama kuno inilah kemudian agama Hindu muncul. Agama ini memuja
tiga dewa utama yaitu Vishnu, Brahma, dan Shiva. Pada zaman Vedic sendiri, masyarakat sudah
diklasifikasi menjadi empat kelas atau strata, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Klasifikasi
tersebut didasarkan pada mata pencaharian masyarakat saat itu.

Agama Hindu dan Budha berkembang hampir secara bersamaan. Penerapan pada bidang arsitektur
dan seni muncul pada bangunan kuil. Teknologi yang digunakan pertama kali adalah penggunaan
material kayu, namun sayangnya tidak ada peninggalan bangunan jenis tersebut kerana sudah hancur
termakan waktu dan cuaca. Teknologi yang berkembang selanjutnya adalah membangun dengan metode
pahat batu (rock cut). Metode ini dilakukan dengan memahat sebongkah besar batu ataupun mencoak
gunung, sehingga hasil karya seni dan arsitekturnya mirip seperti patung.

Metode pahat batu dibagi menjadi dua jenis, yang pertama adalah dengan mencoak ke dalam sebuah
gunung atau bukit sehingga menciptakan ruang ke dalam. Yang kedua adalah dengan cara memahat
sebongkah batu dan tidak membuat ruang di dalamnya. Bentuk yang pertama lebih meruang daripada
yang kedua. Contoh kuil jenis yang pertama adalah kuil di Elaphanta dan Ellora. Mamallapuram adalah
contoh kuil yang dibangun dengan metode pahat batu jenis kedua. Di kuil tersebut terdapat empat jenis
ratha yang memiliki perbedaan pada bentuk dan pahatannya. Kuil Kailasa di Ellora menggunakan
gabungan kedua metode tersebut.

Pada zaman-raja-raja Maurya (322-184 SM), akibat pengaruh kebudayaan Achaemenid, Persia,
tampak pula pengaruh Hellenisme. Seniman-pada saat itu beralih dari bahan terracotta untuk membuat
bangunan dengan menggunakan bahan baru. Karya seni rupa yang dihasilkan pada zaman ini berupa
stambha, yaitu tanda peringatan yang terbuat dari batu (monolit). Stambha yang terkenal pada masa ini
adalah stambha kepala singa yang ditemukan di Sarnath, menunjukkan adanya pengaruh Persia.
Bangunan lainnya adalah stupa, merupakan tanda peringatan yang sangat penting dalam kesenian
Buddha. Pada mulanya, stupa berfungsi untuk menyimpan abu jenazah dan benda-benda suci. Terdapat
dua stupa yang terkenal di India iaitu Stupa Barhut dan Stupa Sanchi. Disamping tempat pemujaan, seni
bangunan India juga mengenal Vihara sebagai tempat para bhiksu dan tamu dari luar negeri atau sebagai
tempat pendidikan, dan Chaitya Graha, iaitu tempat pemujaan yang berisi stupa. Chatya Graha ini
seluruhnya dipahat pada bukit karang dengan teknik pahatan seperti teknik pahatan kayu.

Seni patung dan seni lukis India berkembang lagi pada zaman Raja-raja Kushana (500SM – 300M).
Peninggalan pada zaman ini banyak ditemukan di daerah Ghandara berupa lukisan-lukisan fresco. Seni
patung pada zaman ini mendapat pengaruh Yunani, kerana daerah Ghandara merupakan daerah yang
banyak dilalui bangsa-bangsa asing. Patung Buddha yang dihasilkan pada zaman ini sudah berupa patung
manusia dan bukan merupakan lambang-lambang seperti pada masa sebelumnya di India Tengah. Seni
rupa pada masa Kushan ini berkembang pula di daerah Mathura (50-200 M), Amarawati (150-300 M)
dan mencapai puncaknya pada masa-raja-raja Gupta (300-600 SM).

Dinasti Shunga

Dinasti Shunga (185 SM – 73 SM) didirikan oleh salah seorang Jendral Mauria bernama Pusyamitra
Sunga yang beragama Brahmanisme terhadap Dinasti Mauria. Pada saat inilah pemujaan terhadap stupa
semakin terkenal. Banyak vihara, chaitya, dan stupa yang dibangun. Kerajaan di bawah Dinasti Sunga
memiliki keunikan tersendiri di mana mempunyai dua pusat, iaitu Pataliputra sebagai pusat administrasi
serta seni dan Vidisa sebagai pusat negara, keagamaan, dan pendidikan seni. Pusat-pusat seni berada di
Mathura, Pataliputra, Ahiccatra, Ayodhya, dan Kausambi.

Kompleks Bhaja
Oleh kerana penerusan kekuasaan Dinasti Mauria, ciri karyanya sama dengan masa sebelumnya. Hanya
ornamennya lebih kaya dan ukurannya lebih kecil. Peninggalan seni rupa dinasti Shunga dapat dilihat
pada Kompleks Bhaja, Chaitya Griha dan

elemen hias. Kompleks Bhaja adalah kompleks pemujaan yang merupakan gabungan chaitya griha dan
kompleks pemujaan di sekelilingnya.

Chaitya Griha

Selain itu, Chaitya Griha merupakan salah satu seni rupa dinasti Shunga yang terkenalv yang terletak di
kompleks Bahaja. Bangunan ini adalah perkembangan lebih lanjut dari chaitya dan gua buatan semasa
Dinasti Mauria. Dibentuk dengan

memotong dan melubangi batu cadas besar sehingga terbentuk ruang pemujaan. Ruang ini seolah
ditopang pilar-pilar di bahagian tepi bangunan. Ciri khas chaitya pada masa ini adalah pintu berbentuk
tapal kuda dan ditopang dua pilar. Manakala, elemen hias diantara seni rupa dinasti Shunga banyak
ditemukan di relief-relief seperti vedika dari Stupa Barhut, Bentuk utamanya adalah medali yang dihiasi
motif flora yang berulang secara geometrik.

Elemen hias
Dinasti Kushan

Seni rupa Kerajaan Kushan adalah bahasan mengenai peninggalan seni rupa yang berkembang selama
berkuasanya Kerajaan Kushan di daerah utara India. Seni Rupa dari daerah ini memperlihatkan kekayaan
pengaruh luar yang masuk ke India melalui jalan politik dan perdagangan.

Kebanyakan karya dari masa ini terinspirasi oleh ajaran Buddha. Kerajaan Kushan merupakan hasil
persatuan bangsa-bangsa Indo-Eropa yang salah satu sukunya bernama Kushan, yang kemudian
mendominasi suku lainnya dan membentuk persatuan baru dengan Kujula Kadphises sebagai
pemimpinnya. Beberapa dari suku ini telah mendapat pengaruh Hellenisme sejak penaklukan Alexander
Agung sehingga dimaklumi bahawa kebudayaan Kushan kemudian banyak mendapat pengaruh Yunani.

Wilayah kerajaan Kushan meliputi Tajikistan hingga Pakistan dan Afganistan, kemudian terus ke
selatan sampai lembah Sungai Gangga. Kushan mendapatkan kekuasaannya atas Gandhara seiring
ekspansi ke arah selatan. Selanjutnya daerah ini menjadi pusat kesenian India yang terkenal dengan
pengaruh gaya seni rupa hellenisme yang realistik.

Perekonomian kerajaan hidup bersandarkan kepada perdagangan sutera dan rempah ke Eropa dan
emas dan karya seni ke Tiongkok. Untuk itu, ramai pemimpin Kushan yang menciptakan wang logamnya
sendiri sebagai alat tukar rasmi, sehingga perkembangan duit syiling Kushan memberikan catatan sejarah
tersendiri, terutama dalam seni rupa. Walaupun dikenal sebagai bahagian-bahagian dari sejarah seni
rupa Buddha, sebenarnya Kerajaan Kushan juga memiliki bahagian kepercayaan lain terhadap
pendewaan, iaitu Zoroastrianisme yang merupakan pengaruh Persia.

Terdapat dua aliran besar yang terkenal semasa dinasti Kushan, iaitu Gandhara dan Mathura. Kedua
aliran ini terutama ditelusuri dari karya seni patung. Gaya Gandhara banyak mendapat pengaruh
Hellenisme. Hal ini dapat dilihat dengan mudah dari ciri lipatan kain yang teliti dan sikap tubuh yang luas.
Sementara, gaya Mathura walaupun selanjutnya juga mendapat pengaruh yang sama hingga akhirnya
berkembang menjadi gaya Ghupta, tetapi berangkat dari titik tolak seni rupa asli India, yang ditelusuri
dalam karya seni rupa Mahenjo Daro-Harappa.

Tetapi realisme di dalam gaya gandhara tidak dijadikan patokan ciri seni rupa Kerajaan Kushan,
mengingat ciri ini sudah ada jauh sebelumnya sebagai akibat penguasaan oleh Alexander Agung. Gaya
Mathura berkembang lebih lanjut sebagai akibat posisinya sebagai salah satu ibukota dari Kerajaan
Kushan. Karya seni pada tempoh ini dipengaruhi oleh kelahiran agama Kristian di Eropah. Buddha di India
berubah dari Hinayana menjadi Mahayana yang bersifat luas, dan humanistik. Akibatnya mudah sekali
menemukan arsitektur tempat ibadah yang menekankan ibadah bersama daripada usaha peribadi
menuju nirvana. Sebagai bukti lain, banyak patung dewa-dewi dikenalkannya dengan konsep
Boddhisattva, individu yang baru mencapai tahap paling akhir sebelum Buddha.

Walaupun umumnya patung Gandhara bersifat humanistik, namun beberapa patung dibuat dengan
ukuran raksasa seperti patung Buddha di Bamiyan, Afghanistan yang memiliki tinggi 53 meter. Patung ini
kini telah hancur akibat kebijakkan Iconoclaust yang diambil pemerintah Taliban, Afghanistan pada masa
lalu. Contoh bentuk humanistik adalah patung Athena dari Gandhara setinggi 83 cm, mendekati postur
manusia asli.

Gaya Mathura berciri sebaliknya, penuh dengan stilasi dengan ukuran tubuh kecil. Patung-patung ini
banyak mewujudkan Yaksha dan Yakshi, roh spriritual dalam ajaran Buddha. Contohnya adalah patung-
patung penguasa Kushan, antara lain Jayavarman dan Kanishka. Dekatnya pengaruh seni rupa Kushan,
dan kebanyakan seni rupa Buddha lainnya menyebabkan timbul klasifikasi gaya Greko-Buddha dalam
perkembangan sejarah seni rupa India. Pengaruh seni rupa Kerajaan Kushan, terutama gaya Gandhara,
dilihat dari perkembangan pengaruh seni rupa Greko-Buddha, yang pada masa akhir keemasannya
banyak mendapat kontribusi dari Kerajaan Kushan.

Seni rupa Greko-Buddha menyebar ke selatan India, seperti Kerajaan Shunga hingga Ghupta, Asia
Tengah seperti Tarim Basin (XiangJiang) dan Baktria, Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang. Tetapi
pengaruh paling besar adalah di Asia Tenggara seperti Indonesia yang bahkan mengadopsi tulisan, ajaran
Mahayana, dan arsitektur dari gaya Greko-Buddha.mPengaruh ini terutama terjadi akibat hubungan
dagang dan sejarah penguasaan politik yang terjadi pada masa ekspansi Alexander Agung.

Anda mungkin juga menyukai