KEMATIAN.
Oleh:
K1A1 13 017
Pembimbing:
RS BHAYANGKARA KENDARI
KENDARI
2019
VISUM ET REPERTUM
Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Objek psikis
Visum et Repertum berupa objek psikis ialah Visum et Repertum psikiatrikum.
Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi
“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu
karena penyakit tidak dipidana” 2
Jadi yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita penyakit
jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila penyakit jiwa
(psikosis) yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada
sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja, jika semakin panjang jarak
antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka akan semakin sulit bagi dokter
untuk menentukannya sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan. Demikian pula
jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang timbul juga akan mempersulit pembuatan
kesimpulan dokter. 3
Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa pelaku
tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum lainnya.
Selain itu, Visum et Repertumpsikiatrikum menguraikan tentang segi kejiwaan
manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et Repertum
psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas
tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat Visum et Repertum
psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa
atau rumah sakit umum. 3
(2) Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu
A. Visum et Repertum orang hidup
a. Visum et Repertum perlukaan atau keracunan
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah
untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau
sakitnya tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan
medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah
melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang
dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum. Sedangkan
para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau
rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan
Visum et Repertum-nya akan datang terlambat. Keterlambatan surat
permintaan Visum et Repertumini dapat diperkecil dengan diadakannya
kerja sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan dengan
penyidik atau instansi kepolisian. 3
Dalam membuat kesimpulan dalam kasus perlukaan dokter sebaiknya
menentukan juga derajat keparahan luka yang dialami korban atau disebut
juga derajat kualifikasi luka. Ini sebagai usaha untuk membantu yudex
facti dalam menegakkan keadilan. 1
Kualifikasi luka yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien
mengalami luka ringan, sedang, atau berat. 1
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak
menimbulkan halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak
mengganggu kegiatan sehari-hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan
dengan ketentuan dalam undang-undang yaitu yang diatur dalam KUHP
pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan dan luka
berat. 1
KUHP pasal 90
Luka berat berarti:
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
(3) Kehilangan salah satu panca indra
(4) Mendapat cacat berat
(5) Menderita sakit lumpuh
(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. 1,2
Penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352 dan penganiayaan
sedang diatur dalam KUHP pasal 351 ayat 1.
KUHP pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan
ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
empat ribu lima ratus rupiah. 1
KUHP pasal 351
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat dyang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 1
b. Visum et Repertum korban kejahatan susila
Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et
Repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan
yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana
oleh KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita yang belum
cukup umur. 2
Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk
membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan, serta usia
korban. Selain itu, dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit
hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri atau kejiwaan
sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani
pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan adalah istilah
hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. 2
1. Amir, Prof. Dr. Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua.
Percetakan Ramadhan: Medan.
2. Idries, Dr. Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.
Binapura Aksara: Jakarta Barat.
3. Budiyanto A, Widiatmaka W, sudiono S, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Afandi. 2010. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal: FK UNRI
SURAT KETERANGAN MEDIS
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan
surat--surat keterangan dokter. Pedomannya antara lain:
Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”.
Bab II Pasal 12 KODEKI “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
Paragraph 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang
praktik Kedokteran.
9. Visum et Repertum
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik,
biasanya dikenal dengan nama Visum. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk
tunggalnya adalah visa. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata visum atau
visa berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti
tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan Repertum
berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap
korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan (R.
Atang Ranoemihardja, 1983: 10).
Abdul Mun’im Idris dalam R. Atang Ranoemihardja, 1983: 18), memberikan
pengertian visum et repertum sebagai berikut: Suatu laporan tertulis dari dokter yang
telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang
diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan
peradilan.
11. Kuitansi
Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan masalah apabila sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari
perusahaan tepat pasien atau pasangannya bekerja.
Contoh :
perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta dibuatkan kuitansi
sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima dokter,
pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan dibagi 50-
50% antara dokter dan pasien,
Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke tempat
berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in), sedangkan dokter tidak
menerima bagian dari biaya pengangkutan tersebut.
Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminal.
REFERENSI
Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU
SERTIFIKAT KEMATIAN
1. Sertifikat Kematian
Sertifikat kematian adalah surat yang menerangkan bahwa seseorang telah meninggal
dunia. Sertifikat kematian ini berisi identitas, saat kematian, dan sebab kematian.
Kewenangan penerbitan sertifikat kematian ini adalah dokter yang telah diambil sumpahnya
dan memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran.1,2
Sertifikat kematian merupakan suatu keterangan tentang kematian yang dibuat oleh
dokter. Hal ini penting sehingga dokter harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan Sertifikat kematian.2
Sertifikat kematian biasa/ alamiah ini penting dibuat untuk kepentingan berbagai
kalangan seperti pihak ahli waris (asuransi), statistic/ sensus penduduk dan instansi tempat
korban bekerja serta untuk penguburan.2
Pada waktu menuliskan sertifikat kematian, maka keadaan orang tersebut sebelum
meninggal dapat diperoleh dari keluarga yang meninggal sebelum jenazahnya dikuburkan
atau dikremasi.2
Peran dokter dalam hal ini adalah:1
Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen: sirkulasi,
respirasi dan neurologi)
Melengkapi sertifikat kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika
diperlukan otopsi)
Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.
Jika dokter tidak dapat menentukan kematian ini disebabkan karena alamiah atau
tidak alamiah maka dapat disarankan sebelum memberi Sertifikat kematian dibuat
dapat menanyakan pada penyidik yang akan memberikan petunjuk yang terbaik untuk
diikuti.2
Surat kematian primer adalah sebab yang utama yang menyebabkan kematian.
Sebab kematian segera adalah komplikasi fatal yang dapat membunuh
penderita yang berasal dari sebab utama. Sedangkan Countributery cause of
Death adalah proses yang tidak ada hubungannya dengan sebab utama dan
sebab segera dari kematian tetapi mempunyai tambahan resiko menyebabkan
kematian
Bagian terakhir dari Sertifikat kematian berisi tentang:
̵ Kehadiran dokter saat melihat kritis penyakit penderita
̵ Penyebab kematian tersebut ditulis dengan benar berdasarkan
keyakinan dan keilmuannya.