Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ulfa Khaira,S.Komp,M.

Kom
NIP : 198912292019032018
Prodi Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi

PRODUKTIVITAS KARYA AKADEMIK BEREPUTASI NASIONAL DAN


INTERNASIONAL

Latar Belakang

Ada tiga bentuk pengelolaan perguruan tinggi tingkat dunia yaitu Teaching university,
Research University, dan Entrepreneurship University. Sebagai lembaga pendidikan tinggi
Universitas Jambi mempunyai kewajiban mempersiapkan masyarakat yang memiliki
keunggulan kompetitif agar dapat bersaing dan berkontribusi positif di dunia yang penuh
persaingan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspirasi dari
masyarakat, Universitas Jambi menetapkan visi sebagai berikut: “A World Class
Entrepreneurship University”. A world class memiliki makna bahwa UNJA menjadi salah
satu perguruan tinggi bereputasi dunia, dimana reputasi sumber daya manusia berkelas dunia,
reputasi internasional dalam bidang riset dan pembelajaran,serta proporsi pertukaran
mahasiswa dari UNJA ke luar negeri dan penerimaan mahasiswa asing di UNJA[1].
Entrepreneurship University bermakna UNJA mampu menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi softskill, hardskill, dan competitiveness serta berjiwa entrepreneur yang tangguh
dan profesional dalam bidangnya serta mampu memuaskan stakeholders.
Universitas Jambi mengalami perkembangan yang begitu pesat, di usianya yang ke 56
tahun UNJA telah memiliki 87 program studi (4 program Doktor, 19 program Magister, 52
program Sarjana, 2 program Diploma IV, 8 program Diploma III, dan 2 program Profesi) [1].
Melihat kondisi Universitas Jambi saat ini sebagai lembaga pendidikan tinggi yang memiliki
hampir semua disiplin ilmu, tentunya banyak riset yang dilakukan sebagai salah satu dari tri
dharma perguruan tinggi. Dari dosen yang mampu memenangkan hibah penelitian ternyata
hanya sedikit yang mampu mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal internasional.
UNJA berupaya mendorong para dosen untuk mempublikasikan jurnalnya ke jurnal nasional
bereputasi atau pun ke jurnal internasional, bagi dosen yang mampu publikasi ke jurnal
internasional akan diberi reward.
Publikasi ilmiah dalam jurnal bereputasi internasional berperan sebagai media
aktualisasi diri para akademisi dan peneliti dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara
internasional. Lebih jauh lagi, jumlah publikasi internasional juga berperan meningkatkan
harga diri suatu negara dalam bentuk diplomasi mutu pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Negara-negara yang memiliki mutu pendidikan dan iptek yang bagus cenderung memiliki
jumlah publikasi internasional yang tinggi. Saat ini tingkat publikasi internasional Indonesia
di tingkat internasional dari tahun ke tahun memang menunjukan perkembangan. Akan tetapi
masih kalau jauh dibandingkan dengan negara serumpun ASEAN seperti Malaysia.
Rendahnya produktivitas dalam meneliti dan mempublikasikan sebuah penelitian akan
memberikan dampak terhadap rendahnya daya saing bangsa di dunia internasional, sehingga
secara tidak langsung tentu berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Rumusan Masalah
 Bagaimana produktivitas karya akademik bereputasi nasional dan internasional

Tujuan

 Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan penjelasan mengenai produktivitas


karya akademik bereputasi nasional dan internasional

Pembahasan

Publikasi ilmiah merupakan salah satu luaran produk Iptek yang diharapkan dapat
dihasilkan oleh para peneliti. Dengan mempublikasikan hasil penelitian, maka wawasan
keilmuan para peneliti akan diketahui dan diakui oleh masyarakat yang lebih luas. Hal ini
tentunya akan memberikan manfaat yang besar bagi berbagai pihak, terutama bagi mereka
yang benar-benar membutuhkan. Lebih jauh, keberadaan publikasi ilmiah dapat menjadi
wujud kontribusi nyata insan akademik di Indonesia dalam mendorong perkembangan Iptek
dan inovasi di tataran global. Dengan demikian, nama Indonesia pun secara tidak langsung
akan terangkat dan memberikan citra yang positif.
Sayangnya, fakta yang ada menunjukkan bahwa budaya mendokumentasikan hasil
penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah masih relatif rendah di Indonesia. Masalah ini
cukup terasa terutama di level perguruan tinggi, dimana para dosen dan mahasiswa
cenderung memilih untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar tanpa disertai pelaksanaan
kegiatan penelitian secara mendalam. Akibatnya, kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah di
Indonesia menjadi semakin tertinggal dibandingkan negara-negara lain, bahkan di antara
negara-negara ASEAN sekalipun.
Selama kurun waktu tahun 2013 hingga 2017. Data yang didapat dari Scopus
menyebutkan bahwa Indonesia telah menghasilkan 44.835 publikasi ilmiah. Jumlah ini masih
cukup tertinggal jika dibandingkan dengan pesaing terdekat Indonesia di ASEAN. Meskipun
secara kuantitas masih teringgal, namun jika dilihat dari pertumbuhan jumlah publikasi
terlihat bahwa publikasi Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Tercatat
bahwa selama periode tahun 2013 hingga 2017 jumlah publikasi Indonesia tumbuh sebesar
61%, paling tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.
Meski jumlah naskah akademik asal peneliti Indonesia mengalami pertumbuhan
positif setiap tahunnya, jumlah pengutipan atas karya-karya itu menurun. Padahal, dikutipnya
suatu tulisan ilmiah oleh naskah lainnya merupakan indikator kualitas dari tulisan ilmiah itu.
Dalam skala nasional, analisis yang lebih mendalam dapat dilakukan dengan
melakukan komparasi antara statistik publikasi nasional dan publikasi internasional. Data
yang didapat dari PDII LIPI dan disandingkan dengan data Scopus menunjukkan bahwa para
peneliti Indonesia cenderung membuat publikasi nasional dibandingkan internasional. Hal ini
terlihat dari rasio rata-rata publikasi nasional terhadap publikasi internasional yang mencapai
5:1.
Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Ristekdikti menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis publikasi jurnal, yaitu jurnal
internasional, jurnal nasional terakreditasi Kementerian Ristekdikti, serta jurnal nasional yang
tidak terakreditasi namun memiliki ISSN. Perbandingan jumlah publikasi pada ketiga jenis
jurnal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 60% publikasi jurnal yang dihasilkan
merupakan publikasi pada jurnal nasional yang tidak terakreditasi. Bahkan, jumlah publikasi
di jurnal nasional tidak terakreditasi ini sempat mencapai 20.948 di tahun 2013 yang berarti
tumbuh 45% dibanding tahun sebelumnya.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
menargetkan di tahun 2019 jumlah publikasi Indonesia yang bereputasi internasional harus
bisa dicapai lebih dari 30.000 publikasi. SDM Indonesia yang potensial terutama jabatan
fungsional dosen, peneliti dan mahasiswa S3 yang punya kewajiban untuk mempublikasi
karya ilmiahnya sebagai persyaratan kenaikan jenjang jabatan dan kelulusan. Terlebih jumlah
dosen di Indonesia tercatat sekitar 250.000 dosen yang sebetulnya berpotensi
mempublikasikan lebih banyak karya ilmiah internasional. Publikasi bukan hanya sebagai tugas
dan kewajiban dosen, tetapi juga menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah riset. Kemajuan suatu
bangsa dapat dilihat dari jumlah hasil riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain mewajibkan dosen untuk melakukan publikasi ilmiah, bentuk penghargaan dari
pemerintah atas upaya penulis untuk mempublikasikan di jurnal bereputasi internasional pun
sebenarnya sudah diupayakan lewat program insentif publikasi internasional yang
diselenggarakan oleh Kemenristekdikti, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian
Keuangan (LPDP), dan setiap institusi yang mengalokasikan anggarannya dengan harapan
bisa menjadi motivasi bagi peneliti untuk menulis di jurnal internasional bereputasi sehingga
dapat memberikan peningkatan publikasi ilmiah Indonesia di tingkat internasional.
Kemenristekdikti meluncurkan Science and Technology Index (SINTA), pengindeks
publikasi dan sitasi jurnal ilmiah untuk mendorong kultur publikasi bagi dosen dan peneliti di
Indonesia. kualitas dari sebuah riset dapat dilihat dari indeks sitasi atau seberapa banyak
peneliti lain mengutip publikasi ilmiah tersebut. Indeks sitasi yang tinggi mencerminkan
tingkat kualitas dari sebuah riset. Para akademisi dan peneliti tidak hanya mengejar kuantitas,
tetapi juga dapat menjaga kualitas publikasi ilmiahnya.
Tampak korelasi positif antara jumlah publikasi ilmiah, besaran anggaran, dan jumlah
peneliti dengan peringkat universitas. Universitas dengan negara-negara yang berkomitmen
tinggi dalam hal riset masuk dalam peringkat 50 besar dunia. Misalnya saja Singapura.
Berdasarkan daftar QS tingkat dunia, National University of Singapore menempati urutan 12
dan Nanyang Technological University ke 13. Sementara di Asia, National University of
Singapore menempati posisi pertama dan Nanyang Technological University peringkat ke 3.

Salah satu penyebab minimnya angka publikasi ilmiah internasional Indonesia jika
dibandingkan dengan negara maju terlebih negara tetangga adalah kurangnya bimbingan
publikasi internasional yang diperoleh oleh peneliti. Untuk dapat mempublikasikan sebuah
penelitian di jurnal internasional ada banyak sekali kriteria, aturan maupun kaidah yang harus
diikuti. Metodologi penelitian serta teknik penulisan juga menjadi masalah yang belum
banyak dipahami oleh penulis di Indonesia. Tidak banyak dosen ataupun peneliti yang
memperoleh bimbingan untuk memahami hal ini. Kemampuan dosen Indonesia untuk
membuat jurnal memang masih kurang, apalagi untuk yang berbahasa Inggris. Padahal, jurnal
dalam bahasa Inggris merupakan salah satu kunci agar penelitian mereka diakui secara
internasional.

Karena itu, perguruan tinggi diharapkan bisa memberikan pendampingan terhadap


dosen yang melakukan penelitian, terutama bagi dosen pemula agar penelitian yang
dihasilkan bisa digunakan bagi masyarakat luas, baik itu berupa produk atau sistem statistik.
Kesimpulan

 Publikasi ilmiah dalam jurnal bereputasi internasional berperan sebagai media


aktualisasi diri para akademisi dan peneliti dalam pengembangan ilmu pengetahuan
secara internasional
 Saat ini tingkat publikasi internasional Indonesia di tingkat internasional dari tahun ke
tahun memang menunjukan perkembangan. Akan tetapi masih kalau jauh
dibandingkan dengan negara serumpun ASEAN seperti Malaysia.

REFERENSI
[1] RENSTRA, 2015-2019. Jambi: Universitas Jambi.

Anda mungkin juga menyukai