Anda di halaman 1dari 2

Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi, ulama perempuan Nahdliyin, menjadi ketua pengarah KUPI (Kongres Ulama Perempuan
Indonesia), sebuah kongres yang mempertemukan ulama perempuan dari berbagai latar belakang dengan para
aktivis, para pengambil kebijakan dan korban. Badriyah pernah menjadi ketua PPKB, dan mengomandani
Alimat, konsorsium untuk memperjuangkan kesederajatan perempuan. Di kalangan para aktivis-ulama
perempuan Nahdliyin, Badriyah Fayumi sangat dihormati. Di samping karena perjuangannya tentang kaum
perempuan dan masyarakat, keterlibatannya dalam berbagai pergerakan, secara kultural atau politik, Badriyah
juga gigih mendirikan pesantren dan mengkader para santri. Bersama para ulama perempuan lain di kalangan
Nahdliyin, seperti Alissa Wahid, Farha Ciciek, Maria Ulfah Ansor, Sri Mulyati, Nur Rofiah, Ida Fauziah, Hindun
Anisah, Ala'i Nadjib, dan lain-lain, sering datang dan mengorganisir acara-acara untuk mengangkat
kesederajatan perempuan.
Badriyah Fayumi lahir di Pati, pada 5 Agustus 1971, dari orang tua yang bernama KH. Ahmad Fayumi Munji dan
ibu Nyai. Hj. Yuhanidz Fayumi. KH. Ahmad Fayumi Munji, adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum,
Kajen Tengah, Pati, dan penganut tarekat Syathariyah (dari sanad Mbah Baidhawi Lasem) dan tarekat
Syadziliyah. Beberap kitab yang dikaji Kyai Fayumi, di pondoknya di antaranya Sullamul Munajat, Tahrir,
Tausyih ala Fathil Qarib, Nashaihul Ibad, Jawahirul Bukhory, Tanwirul Hawalik, Al-Adzkar, dan banyak lagi yang
lain.
Pesantren Raudlatul Ulum, tempat Badriyah kecil belajar agama dan bersosialisasi dengan nilai-nilai pesantren,
merupakan regenerasi ulang dari Pondok Tengah yang didirikan pada tahun 1865 oleh KH. Ismail (w. di
Mekkah, 1899), buyut Badriyah Fayumi. Pondok Tengah ini sempat stagnan, dan dihidupkan kembali oleh putra
KH. Ismail bernama KH Munji, tetapi pesantren ini, lagi-lagi juga mengalami stagnasi setelah tahun 1942.
Bahkan disebut dalam buku Islam Nusantara dalam Tindakan (hlm. 129), pesantren ini sempat bubar. Baru pada
tahun 1975, KH. Ahmad Fayumi Munji, meneruskan kembali pesantren ini dan dinamakan Pesantren Raudlatul
Ulum, setelah sowan dan mendapat restu KH. Abdul Hamid Pasuruan.
KH. Ahmad Fayumi Munji, Ayah Badriyah Fayumi, silsilahnya sampai kepada Mbah Mutamakkin, dan menjadi
murid dari KH. Zubair Dahlan (Sarang), pernah menjadi Rais Syuriyah PCNU Pati (yang ketua Tanfidziyahnya
saat itu adalah KH. Salim Sayuthi, Guyangan), dan anggota Lajnah Falakiyah di PCNU Pati dan PWNU Jateng.
Sedangkan ibunya bernama Nyai. Hj. Yuhanidz Fayumi, dari Lasem, juga pernah menjadi Ketua Muslimat NU
Cabang Pati. Beberapa saudara Badriyah Fayumi, seperti disebut buku Islam Nusantara dalam Tindakan (hlm.
124), adalah: Hj. Niswah (pernah menjadi Ketua Fatayat NU Pati); Hj. Ulfah (aktivis Muslimat NU dan daiyah di
Rembang); Hj. Badriyah Fayumi, H. Ismail Fayumi, Hj. Fathimah Al-Hafidzah (tinggal di Jakarta); dan H.
Abdullah Umar.
Sewaktu kecil, Badriyah belajar dasar-dasar agama kepada ayah dan ibunya. Pendidikan formal,
dimulai di SDN Sekarjalak I merangkap MI Mathole' (Mathaliul Falah, Kajen), sampai di Muallimat 6 tahun,
sehingga sekolah di Matholiul Falah ini ditempuh selama 12 tahun, dan lulus tahun 1989. Ketika di Mathole’ ini,
Badriyah sudah bergiat di organisasi, dan pernah menjadi Ketua Hismawati (OSIS putri). Badriyah juga menjadi
pendiri dan pemimpin redaksi bulletin Ukhuwwah, yang sekarang masih ada. Guru-gurunya di Matholiul Falah,
antara lain KH. MA Sahal Mahfudh, KH. A. Nafi' Abdillah, KH. Yasir, KH. Muadz Thohir, KH. Ali Fatah Ya'qub,
Nyai Hj. Nafisah Sahal, Nyai. Hj. Hanifah Ma'mun, Ibu Masruroh, Ibu Mahmudah Noor, Nyai Hayatun, dan
beberapa yang lain.
Setelah itu, Badriyah Fayumi melanjutkan pendidikan S1 di IAIN Syarif Hidayatullah dengan mengambil jurusan
Tafsir Hadits (lulus 1995 sebagai Sarjana Terbaik). Di kampus ini jiwa aktivis Badriyah mendapatkan sarana
hidmahnya. Sebagai mahasiswa Tafsir Hadits angkatan pertama, ia dan kawan-kawannya menginisiasi Ikatan
Mahasiswa Tafsir Hadits. Di kala mahasiswa, Badriyah bergabung dengam PMII Ciputat, dan pada tahun 1994-
1995, Badriyah dipercaya sebagai ketua Korps PMII Putri (Kopri).
Di Jamiyah Nahdlatul Ulama, Badriyah juga berkiprah di PP. IPPNU, sebagai ketua bidang pendidikan pada
periode kepemimpinan Ulfah Mashfufah (1983-1996), yang kala itu IPNU-nya dipimpin oleh Zainut Tauhid.
Setelah itu, Badriyah aktif di bidang advokasi PP. Fatayat pada periode Ketum Maria Ulfah Anshor (2000-2010,
dua periode), dan duduk di bidang dakwah untuk periode keduanya. Badriyah juga menjadi salah satu Wakil
Ketua LKK PBNU (2015-2020), yang ketuanya dipegang oleh Ida Fauziyah.
Lulus dari IAIN Syarif Hidayatullah, Badriyah kembali mengambil program S1 Mu`adalah di Universitas al-Azhar,
Cairo, Mesir (lulus 1998), jurusan Tafsir. Setelah lulus dari al-Azhar, Badriyah pulang ke Indonesia, menjadi
dosen Fakultas Ushuluddin sampai tahun 2004, lalu meneruskan studi S2 di IAIN Syarif Hidayatullah, sambil
berkiprah di masyarakat, lembaga kajian, LSM, dunia dakwah dan politik. Pada tahun 1997, seperti disebut KH.
Husein Muhammad (dalam fahmina.or.id, 12 Oktober 2018), Badriyah terlibat dalam Forum kajian Kitab Kuning
(FK3) Puan Amal Hayati yang didirkan Gus Dur, Ibu Shinta, KH. Husein Muhammad, dan beberapa yang lain.
KH. Hussein Muhammad menyebut bahwa pengajian awal FK3 ini di antaranya diikuti, Badriyah Fayumi, KH.
Masdar Farid Mas'udi, Nyai Hj. Djudju Djubaidah, Juju Zuhairiah, Farhah Ciciek, Faqihudin Abdul Qodir, Syafiq
Hasyim, Ahmad Luthfi Fahthullah, dan lain-lain. Saat Gus Dur menjadi Presiden, Badriyah mendampingi Ibu
Negara Sinta Nuriyah sebagai staf ahli (1999-2001).
Di bidang dakwah, selain taklim langsung di masjid dan majlis taklim, mengajar anak-anak di rumahnya,
Badriyah juga menjadi narasumber tetap Kuliah Shubuh TPI (sekarang MNCTV) live dan rekaman selama 2002-
2005. Dakwahnya melalui media juga dilakukan melalui Majalah Noor, majalah gaya hidup muslimah, sebagai
redaktur ahli sejak tahun 2003-2017.
Di bidang politik, Badriyah memilih aktif di Partai Kebangkitan Bangsa karena kesamaan visi, misi dan
ideologinya. Saat itu, sejak 1998 adalah masa reformasi dimana partai-partai politik baru berdiri, dan Gus Dur
bersama kyai-kyai pesantren dan aktivis muda mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dengan ketua
pertamanya Matori Abdul Jalil. Badriyah kemudian ikut pemilu dan terpilih sebagai legislator mewakili PKB untuk
periode 2004-2009, dari dapil Jawa Tengah III. Di PKB, Badriyah juga pernah menjadi pengurus di DPP PKB
sebagai Wakil Sekretaris Dewan Syuro periode 2005-2010 di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid
dan HA.Muhaimin Iskandar. Pada saat Kongres Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (organisasi sayap
perempuan PKB) digelar di Pekanbaru November 2007, Badriyah terpilih sebagai Ketua hingga 2009.
Pada saat yang sama, Badriyah dan suaminya, KH. Drs. H. Abu Bakar Rahziz, MA, di rumah tempat tinggal
mereka, Kampung Kemang Jatiwaringin Pondok Gede, sejak tahun 2000 melakukan pengabdian
kemasyarakatan di bidang pendidikan, sosial dan dakwah untuk masyarakat sekitar. Sebelum berbadan hukum
pada tahun 2005 dengan nama Yayasan Mahasina li ad Dakwah wat Tarbiyah, rumah Badriyah Fayumi dan KH.
Drs. H. Abu Bakar Rahziz, MA digunakan untuk kursus komputer gratis, pengajian ibu-ibu, dan pengajian anak-
anak bagi masyarakat setempat. Baru pada tahun 2008, Yayasan Mahasina memiliki bangunan pesantren dan
mulai menerima santri yang mondok. Para santri ini bersekolah di sekitar lokasi pesantren Mahasina, dari
jenjang SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Sejak 2016, Pondok Pesantren Mahasina ini telah memiliki
jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang terintegrasi dengan Pondok Pesantren.
Setelah purna tugas dari DPR RI, Badriyah Fayumi menjadi komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) tahun
2010, dan 2 tahun kemudian menjadi ketuanya (Ketua KPAI, untuk periode 2012-2014). Sebagai komisioner
bidang pendidikan KPAI, Badriyah sering turun ke sekolah-sekolah dan masyarakat untuk memastikan hak-hak
anak terlindungi. Atas berbagai dedikasinya di tengah masyarakat itu, pada tahun 2013, Badriyah Fayumi
sebagaimana disebutkan dalam Kompas (22 Juni 2017, hlm 16, dalam “Badriyah Fayumi Memanggungkan
Suara Perempuan”), dianugerahi penghargaan Apresiasi Pendidikan Islam Untuk Tokoh Pesantren Peduli
Perempuan dan anak oleh Kemenag RI (2013).
Setelah KPAI, pada tahun 2014-2017, Badriyah Fayumi mendedikasikan dirinya di Badan Wakaf Indonesia
sebagai Wakil Sekretaris (2014 -2017), yang ketuanya saat itu dipegang KH Maftuh Basyuni. Pada tahun 2015,
Badriyah Fayumi diberi kepercayaan oleh para aktivis dan ulama perempuan untuk memimpin Alimat (secara
bahasa bermakna, Para Ulama Perempuan), sebuah konsorsium untuk memberdayakan kaum perempuan.
Sejak tahun itu pula, Badriyah dan beberapa sahabat perempuan, ulama dan aktivis perempuan lainnya,
seringkali menggelar workshop dan halaqah di berbagai kota di Indonesia tentang perempuan, keluarga, dan
Islam.
Pada tahun 2017, Badriyah bersama para aktivis-ulama perempuan dan laki-laki yang konsen tentang isu
perempuan, mengorganisir KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). KUPI (pertama kali dilakukan)
diselenggarakan pada tanggal 25-27 April 2017 (Selasa-Kamis, 28-30 Rajab 1438 H), bertempat di Pondok
Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat. Mereka yang mengorganisir KUPI, seperti
disebut dalam fahmina.or.id., adalah para ulama, pimpinan pesantren, aktivis, dan akademisi, yang tergabung
dalam Alimat, Rahima, dan Fahmina (ARAFAH). Badriyah Fayumi dalam KUPI ini, dipercaya sebagai Ketua
Komite Pengarah (Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi); sementara Ketua Panitia
Pelaksana adalah Ibu A. Dewi Eridani, SH (Direktur Rahima), dan Sekretaris Umum, Ibu Ninik Rahayu
(Pengurus Alimat). KUPI adalah sejarah baru dalam gerakan sosial, intelektual dan keagamaan di Indonesia.
Melalui KUPI, eksistensi dan peran ulama dan keulamaan perempuan diteguhkan. KUPI 2017 juga
menghasilkan Hasil Musyawarah Keagamaan tentang Kekerasan Seksual, Perkawinan Anak dan Perusakan
Lingkungan. Dengan merujuk pada Al-Qur'an, al-Hadits, Aqwal Ulama, Konstitusi Negara dan pengalaman hidup
perempuan, KUPI telah melakukan pendekatan baru dalam pembahasan masalah-masalah keagamaan. Hasil
Musyawarah Keagamaan KUPI telah menjadi referensi banyak kalangan, nasional maupun internasional, mulai
ulama, aktivis, akademisi, hingga pengambil kebijakan. Di KUPI ini, Badriyah juga masuk di Majlis Musyawarah
KUPI.
Saat ini, selain menjadi Anggota Komisi Fatwa MUI, yang ketuanya dipegang KH. Prof. Dr. Hasanudin AF., MA.,
dan menjadi wakil ketua LKKNU, juga bersama para pegiat kesederajatan perempuan, para ulama dan aktivis,
Badriyah Fayumi hari-harinya dihabiskan untuk mendidik, ngaji dan mengasuh santri di pondok pesantren
Mahasina Darul Qur'an wal Hadits atau biasa disingkat Mahasina.
Pernyataan-pernyataannya sering dikutip oleh media massa. Tulisan dan artikelnya dalam Majalah Noor sudah
lebih dari 200 judul. Presentasi dan makalah-makalah yang disampaikan dalam forum-forum ilmiah, pergerakan
dan dakwah pada umumnya berkisar pada Islam, perempuan, keluarga, Aswaja, anak, gaya hidup, pergerakan
masyarakat, dan politik. Kompilasi tulisan tentang perkawinan dalam Majalah Noor sudah dibukukan dengan
judul Dari Harta Gono Gini Hingga Izin Poligami (2015). Sebelumnya, beberapa buku bunga rampai, kitab dan
hasil kajian bersama tim juga sudah diterbitkan. Bahkan seorang peneliti Belanda, pernah menulis biografi
Badriyah Fayumi yang kemudian dibukukan oleh Nursyahbani Katjasungkana dan Ratna Batara Munti.
Dalam perjuangannya di berbagai bidang itu, Badriyah Fayumi didampingi dan didukung sang suami bernama
KH. Drs. Abu Bakar Rahziz, MA. Mereka dikarunia anak yang bernama Faransa Ahmad Hawari dan Ainsyams
Rafid.
Semoga diberi sehat, panjang umur, dan berkah selalu.
(Nur Khalik Ridwan, Pesantren Bumi Cendekia, Gombang Sleman)

Anda mungkin juga menyukai