Anda di halaman 1dari 364

ANNANGGURU

dalam perubahan sosial di mandar


ANNANGGURU
dalam perubahan sosial di mandar

DR. ACO MUSADDAD HM

Penerbit
@Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
ANNANGGURU
dalam perubahan sosial di mandar

Penulis:
Dr. Aco Musaddad

ISBN : 978-602-51332-2-0

Penata Letak & Desain Sampul


Wahyudi Muslimin

Penerbit :
Gerbang Visual
Kantor :
Jl. Cendrawasih Samping BTN Cendrawasih
Pekkabata, Polewali, Polewali Mandar- Sulawesi Barat 91313
Telp. : +628114222191
email : gerbangvisual2@gmail.com

Cetakan Pertama, April 2018

@Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar vi

Pengantar Penerbit
Pammase Puang. Annangguru merupakan sosok perekat
ukhuwah bangsa ini. Posisinya di masyarakat berada pada tingkatan
tertinggi karena ilmu yang dimilikinya. Perannya sebagai panutan
dalam satu daerah manjadi nur atau cahaya.
Istilah ulama secara luas digunakan di dunia Islam dan
paling tidak, setiap muslim mengetahui apa arti istilah tersebut. Di
Indonesia, beberapa istilah lokal digunakan untuk menunjukkan
berbagai tingkat keulamaan sedangkan istilah yang sering digunakan
untuk menyebut ulama adalah kyai. Khusus masyarakat Mandar
dalam menyebut seorang ulama dengan menggunakan istilah
annangguru, meskipun tetap ada yang menggunakan kyai.
Annangguru (Bugis: Angrengguru, Makassar: Anrongguru,
Jawa: Kyai) merupakan pengaruh Bugis, berasal dari kata annang
yang berarti kelompok atau kaum, guru berarti pimpinan. Jadi,
pimpinan suatu kelompok itu disebut annangguru.12 Dalam
masyarakat Mandar dan Bugis, annangguru atau angrengguru adalah
pemimpin spiritual dalam suatu kelompok. Pasca Perjanjian

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar vii

Bongayya pengaruh Bugis-Makassar kuat sekali dan sampai ke tanah


Mandar, dimana pemimpin spiritual dari daerah tersebut yaitu Sultan
Hasanuddin dan Arung Palakka, keduanya menjabat sebagai raja juga
sebagai pemimpin spiritual.
Penyebutan angrengguru di tanah Bugis berkembang pada
tradisi Nahdatul Ulama untuk mereka yang ahli dalam bidang
keagamaan, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah dikenal
dengan sebutan Tuan Guru (Tn. Guru). Pada tahun 1911, para
angrengguru dari kalangan NU di tanah Bugis mulai mendirikan
sekolah yang diperuntukkan untuk putra-putra bangsawan, demikian
pula dari kelompok Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah
yang dipelopori oleh para tuan guru.

Referensi tentang annangguru masih sangat sedikit,


khususnya di Mandar. DR. Aco Musaddad sebagai salah satu putra
terbaik Mandar mempersembahakannya dalam bentuk data dan
narasi. Banyak peran-peran annangguru yang ditukilkan dalam
lembaran-lembaran naskah ini.

Gerbang Visual menjadi jembatan penyediaan sarana


literasi lokal, dan semoga selalu mampu berbuat untuk naskah-naskah
berikutnya.

Penerbit

Wahyudi Muslimin
Gerbang Visual

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar viii

Sebuah Pengantar
Penelitian ini membahas tentang annangguru di Mandar,
kedudukan dan peran annangguru dalam prespektif sosial keagamaan
di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Problem penelitian ini adalah,
mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang
berubah? Annangguru bagi masyarakat Mandar, merupakan sebutan
bagi orang yang ahli di bidang keagamaan dan supranatural dan
mendapat pengakuan bagi masyarakat, seperti halnya kyai di Jawa
atau tuan guru di Lombok.
Annangguru sebagai pemimpin kharismatik yang
berkedudukan sebagai elit masyarakat, dalam sejarahnya berperan
cukup signifikan di semua aspek kehidupan sosial, budaya, agama dan
politik. Ia dapat melampaui fungsi khususnya sebagai pemangku di
bidang keagamaan dan ditempatkan pada posisi paling tinggi di
masyarakat. Hal ini disebabkan karena annangguru masih dipandang
sebagai tokoh yang cukup berpengaruh, karena pengetahuan yang ia

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar ix

miliki dan tingkat spiritualitas yang mendalam. Masih terbatasnya


informasi ke masyarakat, Sehingga annangguru dijadikan sandaran
untuk menjawab problem-problem sosial, bahkan annangguru
dipandang sebagai orang sakti yang mempunyai ilmu yang melebihi
manusia pada umumnya, tentunya juga sangat didukung faktor
sosiologis masyarakat Mandar yang religious.
Olehnya itu ia berstatus sebagai elit sosial, sumber rujukan,
pelindung, dengan menjadikan masjid, pengajian kitab, pesantren dan
khalaqah tareqat, adalah basis-basis institusinya. Dengan berjalannya
waktu, annangguru dalam konteks perubahan masyarakat yang
mengglobal dimana sebelumnya sebagai sosok yang diposisikan di
masyarakat pada status tertinggi tingkatannya, dan menjadi rujukan
utama dalam pengambilan keputusan dalam berbagai segi kehidupan
dan penengah di berbagai konflik kemasyarakatan, perlahan mulai
terkikis dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kedudukan dan peran annangguru telah mengalami
pergeseran. Yang kemudian tergantikan oleh profesionalisme dan
lembaga formal bentukan pemerintah atau informal.
Hal-hal tersebutlah memunculkan berbagai macam tantangan
bagi annangguru, mulai krisis keannangguruan semakin berkurangnya
sosok annangguru yang hadir di tengah masyarakat, stagnasi
pengajaran, berkembangnya ormas Islam dan kelompok Islam lainnya
pada masyarakat, peralihan posisi dan peran annangguru dan
berkembangnya lembaga pendidikan modern, begitu pula regulasi dan
yang tak kalah pentingnya adalah tantangan dari informasi global
yang begitu cepat. Tantangan-tantangan ini menjadikan annangguru
dapat kreatif untuk dapat mempertahankan diri atau survive akibat
perubahan masyarakat tersebut, dengan melakukan strategi-strategi,

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar x

meliputi; kaderisasi untuk melahirkan annangguru-annangguru muda,


pembenahan terhadap kajian kitab kuning, melakukan rekruitmen
terhadap ormas Islam, aktif berorganisasi serta mendirikan lembaga
sosial dan pendidikan, meningkatkan kredibilitas lembaga, dan
beberapa annangguru mengikuti pendidikan formal hingga meraih
gelar sarjana dan memanfaatkan media cetak dan elektronik sebagai
media dakwah.
Riset ini adalah penelitian lapangan dengan metode
pendekatan kualitatif dengan teori peran Ralp dan Robert Linton dan
memadukan teori perubahan sosial W.F. Ogburn dan Arnold
Toynbee, dan teori pemimpin kharismatik Max Weber disertasi ini
melanjutkan penelitian yang telah ada. Adapun temuan dari
penelitian ini adalah: Pertama, hubungan kekerabatan dan intelektual
annangguru di Mandar titik temunya di Pambusuang, menjadikan
Pambusuang tidak hanya melahirkan annangguru secara biologis
tetapi sekaligus mencetak intelektual Annangguru. Kedua ,
annangguru perempuan tampil sebagai pemimpin kharismatik
sekaligus sebagai tokoh emansipasi di mandar, dengan berbagai peran
sosial politik dan keagamaan yang ia geluti, seperti politisi,
muballighah, pekerja sosial, ketua yayasan sosial dan keagamaan.
Ketiga, dengan munculnya regenarasi annangguru maka gelar
annangguru tidak lagi disandang oleh tokoh agama yang telah sepuh,
namun saat ini gelar annangguru juga telah banyak diberikan pada
anak-anak muda yang memiliki ilmu agama yang mendalam dan
mendapat pengakuan dari masyakat. Ketiga, annangguru di era
modern saat ini telah berkiprah pada level nasional, yang pada
awalnya hanya berkiprah pada level lokal. Keempat, temuan riset
berikutnya adalah, annangguru tidak hanya sebagai pemimpin

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xi

kharismatik tetapi sekaligus pemimpin yang modern dengan


berkedudukan sebagai rektor maupun pemimpin LSM. Kelima: Di era
perubahan sosial annangguru bukan lagi satu-satunya sebagai sumber
rujukan dalam bidang keagamaan, karena semakin banyaknya
informasi keagamaan dari berbagai sumber baik elektronik maupun
media, dan sarjana agama atau ustadz. Keenam: Pesantren bukanlah
satu-satunya sebagai media sentral untuk memberikan pelajaran
keagamaan, tetapi perguruan tinggi dan panti asuhan juga memiliki
peranan yang sama dengan pesantren. Sekaligus menjadi pusat
interaksi antara annangguru dengan lingkungan sekitarnya melalui
bimbingan spiritual maupun supranatural. Keenam, annangguru yang
tidak mampu berinteraksi dengan perubahan sosial, ia hanya bergelut
dengan lingkungan tradisional.
Adapun sumbangsih akademik dari penelitian ini adalah:
Pertama, menjadikan sumbangan pemikiran baru tentang kedudukan
dan peran annangguru sebagai tokoh agama lokal Mandar di era
perubahan sosial, sehingga terbuka peluang untuk dilakukan
penelitian lanjutan tentunya untuk pengembangan kajian Islamic
Studies dengan pendekatan Sosiologi di lingkup Perguruan Tinggi
Islam. Kedua, Menyumbangkan dan menambah literatur tentang
kedudukan dan peran tokoh agama Islam di Indonesia khususnya di
kawasan Mandar yang masih minim literatur ilmiah mengenai studi
Islam lokal (Mandar), baik sejarahnya maupun tokoh-tokohnya.

Kata Kunci: Kedudukan dan Peran Annangguru, Perubahan Sosial


Budaya, Sosial Keagamaan.

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL- i
PENGANTAR PENERBIT - vi
SEBUAH PENGANTAR - viii
DAFTAR ISI - xii
DAFTAR TABEL - xv
DAFTAR GAMBAR - xviii

BAB I : PENDAHULUAN - 1
A. Latar Belakang - 1
B. Rumusan Masalah - 10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian - 10
D. Kajian Pustaka - 11
E. Landasan Teori - 26
F. Metodologi Penelitian - 41
G. Sistematika Pembahasan - 48

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xiii

BAB II : KARAKTERISTIK MASYARAKAT


MANDAR - 51
A. Sistem Kekerabatan - 52
B. Hubungan Kekerabatan dan
Stratifikasi Sosial - 56
C. Agama dan Kepercayaan - 84
D. Upacara Tradisional- 94

BAB III : STATUS DAN PERAN


PARA ANNANGGURU 106
A. Pimpinan Perguruan Tinggi, Politisi dan Ketua
NU - 106
B. Muballigh dan Imam Masjid- 114
C. Pimpinan Pesantren dan Pengajar
Kitab Kuning - 126
D. Pemerhati Anak, Konsultan Spiritual dan
Supranatural - 142

BAB IV : DINAMIKA TANTANGAN ANNANGGURU


DALAM MASYARAKAT MANDAR - 169
A. Krisis Keannangguruan dan Stagnasi Pengajaran
- 171
B. Organisasi Kemasyarakatan Islam dan
Kelompok Islam Lainnya Peralihan Posisi dan
Peran - 187
C. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Modern -
207
D. Regulasi - 219

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xiv

E. Perubahan Teknologi Informasi - 223

BAB V : STRATEGI BERTAHAN ANNANGGURU


DALAM DINAMIKA PERUBAHAN - 232
A. Kaderisasi dan Strategi Pengajaran - 233
B. Strategi Rekruitmen - 258
C. Aktif Berorganisasi dan Mendirikan Yayasan -
271
D. Peningkatan Kredibilitas Lembaga - 280
E. Pendidikan Formal - 297
F. Menggunakan Information Technology (IT) -
306

BAB VI : PENUTUP - 315


A. Kesimpulan - 315
B. Saran - 317

DAFTAR PUSTAKA - 320


GAMBAR - 331
LAMPIRAN-LAMPIRAN - 337
TENTANG PENULIS - 344

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Penelitian terdahulu, 21

Tabel 2 Status/ Kedudukan Annangguru, 158

Tabel 3 Basis Legitimasi Annangguru, 160-161.

Tabel 4 Peran Sosial Keagamaan Annangguru, 162.

Tabel 5 Annangguru di Tinambung Periode 1950-1970, 174

Tabel 6 Annangguru di Pambusuang Periode 1950-1970, 175.

Tabel 6 Annangguru di Campalagian Periode 1950-1970, 176.

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xvi

Tabel 8 Annangguru di Polewali dan Wonomulyo Periode


1970-1980, 177

Tabel 9 Annangguru Periode 1980-1990, 178


Tabel 10 Annangguru Periode 1990-sekarang, 178-179

Tabel 11 Annangguru Muda Pangaji, 179

Tabel 12 Annangguru dan Kitab yang Diajarkan Di Masjid


Taqwa Pambusuang pada Tahun 1960-1970-an, 185

Tabel 13 Annangguru yang Duduk sebagai Anggota DPRD


Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar) 1970-
1980-an, 200

Tabel 14 Annangguru yang Pernah Menjabat di Pemerintahan


Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar), 200-201

Tabel 15,16,17 Annangguru dan Kitab yang diajarkannya, 234-237

Tabel 17 Annangguru di Tinambung dan Pendidikan Informal


Annangguru Mandar 1950-1980-an, 294-295

Tabel 18 Annangguru di Pambusuang dan Pendidikan


Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an, 295

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xvii

Tabel 19 Annangguru di Campalagian dan Pendidikan


Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an, 295

Tabel 20 Annangguru di Polewali, Wonomulyo dan


Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-
1980-an, 296-297

Tabel 21 Annangguru yang Mengikuti Pendidikan Formal, 298

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Silsilah Tomanurung, 60

Gambar 2 Hubungan Kekerabatan Raja-Raja Mandar,


Bone, Gowa dan Luwu, 61
Gambar 3 Silsilah Para Annangguru, 63

Gambar 4 Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang


digunakan oleh Shri Heddy Ahimsa Putra, 68.

Gambar 5 Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang


digunakan oleh Darmawan Mas’ud, 77.

Gambar 6 Hubungan Intelektual Para Annangguru, 164.

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xix

Gambar 7 Yayasan Pengurus Islam Panti Asuhan Husnul


Khatimah Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah,
327

Gambar 8 Madrasah Tsanawiyah Husnul Khatimah


Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah, 327

Gambar 9 Universitas Asy’ariah Mandar Sulawesi Barat di


Polewali milik Annangguru H. Sybli Sahabuddin,
328

Gambar 10 Masjid Kampus Universitas Asy’ariah


Mandar sekaligus menjadi Pesantren Mahasiswa,
328
Gambar 12 Annangguru Bisri memimpin salat berjamaah di
Masjid Taqwa Pambusuang, pusat pengajian kitab
kuning di Mandar, 3529

Gambar 13 Pesantren Nuhiah Pimpinan Annangguru Bisri, 329

Gambar 14 Anak Panti Asuhan Ummahat Lapeo,


asuhan Annangguru Hj. Marhumah, 330

Gambar 15 Masjid Taubah Lapeo, peninggalan Annangguru


H. M. Thahir, ayah Annangguru Hj. Marhumah, 330

DR. Aco Musaddad HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, kyai
merupakan salah satu elit yang mempunyai kedudukan begitu sangat
terhormat dan berpengaruh besar pada perkembangan masyarakat.
Kyai menjadi salah satu elit strategis dalam masyarakat karena
ketokohannya sebagai figur yang memiliki pengetahuan luas dan
mendalam mengenai ajaran Islam. Lebih dari itu, secara teologis ia
juga dipandang sebagai sosok pewaris para Nabi, sehingga tidak
mengherankan jika kyai kemudian menjadi sumber legitimasi dari
berbagai kegamaan, tapi juga dalam semua aspek kehidupannya.1
Dalam berbagai literatur, perbincangan soal kyai selalu saja
tidak pernah terlepas dari persoalan perubahan dan gerakan sosial.2
Dan juga dijadikan bahan perbincangan para pengamat dan bahkan

1
Nurul Azizah, Artikulasi Politik Santri Dari Kyai Menjadi
Bupati, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.11
2
Sayfa Aulya Achidsti, Kyai dan Pembangunan Institusi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 53.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 2

oleh para kyai sendiri3. Ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian


yang dilakukan tentang kekyaian4 dari berbagai paradigma. Studi-
studi sosial tentang pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia5
menunjukkan bahwa kyai sebagai elit lokal6 dianggap sebagai tokoh
yang mempunyai posisi serta peran sentral dalam masyarakat. Posisi
sentral itu terkait dengan kedudukan mereka sebagai orang yang

3
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai
(Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 1.
2
Clifford Geertz, The Javanesse Kijaji: The Changing Role of a
Cultural Broker, Comparative Studies in Society and History (1959-1960),
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial ”terj. Umar Basalim dkk.”
(Jakarta: P3M, 1987), Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi
Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), Pradjarta
Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren dan Kiai Langgar di Jawa
(Yogyakarta: LKiS, 1999), Imam Suprayogo, Kyai dan Politik: Membaca
Citra Politik Kyai (Malang: UIN Malang Press, 2007), Ahmad Patoni, Peran
Kiai Pesantren Dalam Partai Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
Koiruddin, Politik Kiai: Polemik Keterlibatan Kiai Dalam Politik Praktis
(Malang: Averroes Press), dll.
3
Baca, Geertz, The Javanesse Kijaji, dan Hiroko Horikoshi, Kyai
dan Perubahan Sosial.
4
Menurut Thompson, bahwa elit lokal dapat terdiri dalam berbagai
bentuk berdasar pada sumber daya yang dimilikinya. Ada elit lokal yang
muncul karena kekuatan ekonomi yang dimilikinya. Dalam hal ini kita akan
melihat pada pengusaha atau tuan tanah di daerah yang mampu
menggerakkan masyarakat di sekitarnya di atas fundamental ekonominya itu.
Ada pula elit lokal yang kemunculannya bersumber dari kekuasaan publik
yang melekat pada dirinya. Dalam hal ini kita akan melihat pada berbagai
pejabat birokrasi di daerah-daerah yang dapat menentukan arah sosial dan
mengendalikan warga di sekitarnya. Dan terakhir adalah elit lokal yang
terbentuk karena kharisma yang dimilikinya. Kharisma ini dapat muncul
karena kekuatan fisik maupun kekuatan non-fisik, termasuk legitimasi
budaya masyarakat yang menempatkannya menjadi elit lokal. Dalam konteks
ini annangguru atau kyai termasuk dalam kategori ketiga, baca, Koiruddin,
Politik Kiai, hlm. 24-25.

.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 3

terdidik dan kaya di tengah masyarakat. Sebagai elit terdidik, kyai


memberikan pengetahuan Islam kepada penduduk desa, dan
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional adalah
sarana penting dan basis legitimasi untuk melakukan transfer
pengetahuan kepada masyarakat desa tersebut.7
Olehnya itu telah menjadi kebiasaan umum di dunia Islam,
bahwa seorang ulama terkenal tentu akan terpanggil untuk
melakukan pembelajaran agama melalui sebuah lembaga pendidikan
keagamaan. Di Arab Saudi dan Iran, madrasah merupakan lembaga
seperti itu. Sedangkan di Indonesaia, lembaga ini secara tradisional
disebut pesantren. Pesantren adalah sistem pembelajaran dimana para
murid (santri), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang
ulama (kyai) yang biasanya mempunyai beberapa pengetahuan
khusus.8
Di berbagai daerah di Indonesia penggunaan istilah kyai
berbeda dengan ulama. Horikoshi9 dan Mansurnoor10 membedakan
kyai dari ulama dalam peran dan pengaruhnya di masyarakat. Ulama
adalah istilah yang lebih umum dan merujuk pada seseorang muslim
yang berpengetahuan. Kaum ulama adalah kelompok yang “secara
jelas mempunyai fungsi dan peran sosial sebagai cendekiawan

7
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan kekuasaaan, “terj.
Supriyanto Abdi.” (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 1.
8
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan
(Yogyakarta: LKis, 2004) hlm. 28.
7
Baca Horkoshi, terj. Umar Basalim, Kyai dan Perubahan Sosial
(Jakarta: P3M, 1987).
8
Baca Mansurnoor Iik Arifin, Isla>m in an Introduction World,
Ulama’ of Madura, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 4

penjaga tradisi yang dianggap sebagai dasar identitas primordial


individu dan masyarakat”.11
Istilah ulama secara luas digunakan di dunia Islam dan paling
tidak, setiap muslim mengetahui apa arti istilah tersebut. Di
Indonesia, beberapa istilah lokal digunakan untuk menunjukkan
berbagai tingkat keulamaan sedangkan istilah yang sering digunakan
untuk menyebut ulama adalah kyai. Khusus masyarakat Mandar
dalam menyebut seorang ulama dengan menggunakan istilah
annangguru, meskipun tetap ada yang menggunakan kyai.
Annangguru (Bugis: Angrengguru, Makassar: Anrongguru, Jawa:
Kyai) merupakan pengaruh Bugis, berasal dari kata annang yang
berarti kelompok atau kaum, guru berarti pimpinan. Jadi, pimpinan
suatu kelompok itu disebut annangguru.12 Dalam masyarakat Mandar
dan Bugis, annangguru atau angrengguru adalah pemimpin spiritual
dalam suatu kelompok. Pasca Perjanjian Bongayya pengaruh Bugis-
Makassar kuat sekali dan sampai ke tanah Mandar, dimana pemimpin
spiritual dari daerah tersebut yaitu Sultan Hasanuddin dan Arung
Palakka, keduanya menjabat sebagai raja juga sebagai pemimpin
spiritual.
Penyebutan angrengguru di tanah Bugis berkembang pada
tradisi Nahdatul Ulama untuk mereka yang ahli dalam bidang
keagamaan, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah dikenal
dengan sebutan Tuan Guru (Tn. Guru). Pada tahun 1911, para
angrengguru dari kalangan NU di tanah Bugis mulai mendirikan
sekolah yang diperuntukkan untuk putra-putra bangsawan, demikian

9
Lihat, Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan,
hlm. 29.
Wawancara dengan Darmawan Mas’ud, (69 Tahun), Guru Besar
12

Antropologi Universitas Negeri Makassar (UNM) di Makassar tanggal 12


Desember 2007.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 5

pula dari kelompok Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah


yang dipelopori oleh para tuan guru.13 Annangguru masih dalam
perdebatan, apakah ia pengaruh dari tradisi Bugis Makassar atau
berasal dari tradisi Mandar, namun menurut analisis penulis bahwa
annangguru bersumber asli dari tradisi Mandar, bukan dipengaruhi
dari Bugis Makassar, alasannya adalah:
Pertama: Penggunaan kata annangguru di Mandar lebih luas,
bukan hanya kepada ahli agama dan spiritual, tetapi juga mereka yang
mempunyai keahlian khusus seperti pembuat perahu, pembuat rumah
kayu dan lain-lain.
Kedua: Istilah annangguru sudah dipergunakan sejak tahun
1605, masa pemerintahan Raja Pamboang, I Sallarang Tomatindo Di
Agamana, zaman pemerintahannya ia mengangkat Daeng Mamata
sebagai pejabat pembantu raja di bidang pertahanan wilayah kerajaan
dengan gelar Mara’dia Malolo atau menteri pertahanan dalam istilah
modern, Mara’dia Malolo tersebut dibantu oleh tiga staf khusus yaitu
Andongguru14 Passinapang (senapan), Andongguru Pakkawusu
(pemanah) dan Andongguru Pakkalula (pembuka), mereka adalah
yang ahli di bidang pertahanan wilayah, saat itu pengaruh Makassar
dan Bugis belum ada di Kerajaan Pamboang Mandar.
Ketiga: Annangguru di Mandar digunakan juga oleh
perempuan, sedangkan di Bugis dan Makassar hanya kepada laki-laki.
Dengan alasan inilah kemudian penulis menyimpulkan
bahwa istilah annangguru itu berasal dari Mandar, tidak dipengaruhi
dari luar. Kata annangguru merupakan kata yang masih asing di
telinga masyarakat Indonesia. Annangguru adalah sebutan bagi
ulama di Mandar. Kata ini merujuk kepada figur tertentu yang

13
Wawancara dengan Halilintar, (48 tahun) Dosen UNM di
Makassar pada tanggal 23 Desember 2007.
14
Kata andongguru sama dengan annangguru, dimana orang Mandar
Majene menyebutnya andongguru, sedangkan orang Mandar Balanipa
(Polewali Mandar) menyebutnya annangguru.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 6

memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai dalam ilmu-ilmu


agama Islam. Karena kemampuannya yang tidak diragukan lagi,
dalam struktur masyarakat Mandar, khususnya di Polewali Mandar,
figur Annangguru memperoleh pengakuan akan posisi penting di
masyarakat.
Annangguru adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada
seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan
sebuah tarekat, pesantren dan kelompok-kelompok pengajian kitab.
Namun demikian, gelar annangguru sebenarnya tidak hanya melekat
kepada ahli agama, atau melekat pada guru-guru tarekat dan
pesantren. Penulis menemukan di masyarakat bahwa annangguru di
Mandar juga digunakan pada orang yang ahli pada ritual dan keahlian
khusus. Oleh sebab itulah penyebutan annangguru dapat merujuk
pada tiga gelar.
Pertama, annangguru merupakan sebutan bagi orang yang
mempunyai profesi khusus. Seperti annangguru lopi atau yang ahli
membuat perahu, annangguru boyang yang ahli membuat rumah kayu
atau rumah panggung, annangguru pammaca’ atau guru pencak silat,
annangguru pangaji yang mengajar membaca al-Qur’an dan lain-lain.
Istilah ini masih ditemukan di kampung Mandar seperti,
Pambusuang, Campalagian, daerah Tinambung dan sekitarnya namun
di perkotaan sudah dihilangkan.
Kedua, gelar annangguru ditujukan pada ahli supranatural,
yang dapat menyembuhkan orang sakit karena sihir, kerasukan jin
atau tama-tamang dan yang mampu melihat hal-hal gaib dan lain-
lain.
Ketiga, gelar annangguru juga diberikan pada orang yang ahli
ilmu agama Islam yang menguasai kitab-kitab klasik Islam atau kitab
kuning.
Dalam disertasi ini fokus penulis adalah pada pengertian
annangguru yang kedua dan ketiga, yaitu, mereka yang mempunyai
kemampuan supranatural dan sering dikunjungi oleh masyarakat
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 7

untuk minta pertolongan, serta mereka yang ahli dan menguasai ilmu
agama Islam. Annangguru di Mandar dan angrengurutta di tanah
Bugis dan Makassar mempunyai kesamaan, dan hanya berbeda pada
pengistilahan penyebutan, hanya saja annangguru di Mandar juga
diberikan kepada kaum perempuan sedangkan di kalangan orang
Bugis dan Makassar angrenggurutta hanyalah diberikan pada laki-
laki.
Dalam konteks Mandar, annangguru sebagai elit masyarakat
dalam sejarahnya berperan cukup signifikan di semua aspek
kehidupan sosial, budaya, agama dan politik dengan melampaui
fungsi khususnya sebagai pemangku di bidang keagamaan.
Annangguru ditempatkan pada posisi paling tinggi di tengah
masyarakat, karena ia dipandang sebagai tokoh yang cukup
berpengaruh karena pengetahuan yang ia miliki, dan tingkat
spiritualitas yang mendalam, dan masih terbatasnya informasi ke
masyarakat sehingga annangguru dijadikan sandaran untuk
menjawab problem sosial, bahkan annangguru dipandang sebagai
orang sakti yang mempunyai ilmu yang melebihi manusia pada
umumnya. Annangguru dalam konteks perubahan sosial budaya yang
sebelumnya ia sebagai sosok yang diposisikan di masyarakat pada
status tertinggi tingkatannya, dan menjadi rujukan utama dalam
pengambilan keputusan dalam berbagai segi kehidupan dan penengah
di berbagai konflik kemasyarakatan, perlahan mulai terkikis dengan
berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, peranan
annangguru telah mengalami pergeseran di berbagai aspek
kehidupan. Seiring dengan munculnya kaum profesionalisme maupun
lembaga-lembaga bentukan pemerintah sebagai lembaga formal
maupun nonformal, adalah salah satu bagian kecil yang
mempengaruhi peran annangguru. Soejatmiko menyebutkan tiga
faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 8

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor


kependudukan dan ekologi (lingkungan hidup).15
Misalnya, biasanya masyarakat berkonsultasi ke annangguru
mengenai masalah pertanian dan perikanan sekarang masyarakat
lebih banyak berkonsultasi kepada Petugas Penyuluh Pertanian
maupun Perikanan dari instansi terkait begitu pula dengan persoalan
kesehatan, masyarakat yang dulunya berobat ke annangguru,
sekarang mereka lebih memilih berobat ke mantri, bidan desa maupun
dokter. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci
perubahan. Dalam konteks ini, negara barat yang berbahasa Inggris,
menurut John Naisbit dan Patricia Aburdence, akan mendominasi
gaya hidup global.16 Globalisasi sebagai sebuah proses bergerak amat
cepat dan meresapi ke segala aspek kehidupan, baik aspek ekonomi,
sosial budaya maupun politik. Gejala khas atau baru dari proses
globalisasi ini adalah kemajuan teknologi komunikasi, informasi,
teknologi dan tranportasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
proses globalisasi ini berjalan multiarah dan merajut ikatan-ikatan
begitu majemuk plural dan kompleks. Inilah kenyataan yang tak
terelakkan dan menantang,17 globalisasi menjadikan informasi
menjadi terbuka lebar cenderung tak tersaring sampai ke level
masyarakat paling bawah sehingga dapat mengubah aspek kehidupan
sosial maupun spiritualitas masyarakat.

15
Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang sedang Berubah (Jakarta:
Grafindo, 1991), hlm. 7.
16
Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi: Resistensi
Tradisional Isla>m, hlm. 45.
17
Aris Dewanta, Pusaran Globalisasi, dalam “Basis” Nomor 01-02,
tahun ke 52, Jan-Feb 2003.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 9

Menurut Irwan Abdullah18, yang dikutip dari Featherstone19,


dan Hannez20, bahwa Globalisasi telah menjadi kekuatan besar yang
membutuhkan respon tepat karena ia memaksa suatu strategi
bertahan hidup (survival strategy) dan strategi pengumpulan
kekayaan (accumulative strategy) bagi berbagai kelompok
masyarakat. Perubahan karakter masyarakat merupakan hal yang
mencolok yang terjadi, khususnya dengan melemahnya ikatan-ikatan
tradisional. Pada saat yang bersamaan individu-individu memiliki
otonomi yang lebih besar. Dalam dunia semacam ini, minat
individual sedang mendapatkan ruang yang lebih luas dalam
berekspresi dan juga dalam proses pengambilan keputusan.21
Bagamana annangguru menyikapi perubahan tersebut untuk
tetap bertahan di tengah masyarakat? tentunya annangguru mulai
memainkan peran-peranya dengan mendesain strategi dalam
menghadapi tantangan dalam bentuk perubahan sosial budaya yang
tak dapat terbendung di tengah masyarakat. tantangan itu meliputi:
Krisis keannangguruan dan stagnasi pengajaran, berkembangnya
ormas Islam dan kelompok Islam lainnya, peralihan posisi dan peran
annangguru, berkembangnya lembaga pendidikan modern dan
perubahan teknologi informasi. Dengan tantangan-tantangan
tersebut yang muncul akibat perubahan sosial budaya tentunya
annangguru menempu langkah-langkah kongkrit untuk menjawab
untuk tetap survive dalam masyarakat melalui pengkaderan
annagguru dan perbaikan metode pengajaran, menempuh langkah-

18
Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 165.
19
Featherstone, Global Cultural: Nationalism, Globalization, and
Modernity (London: Sage Publication, 1990).
20
Ulf Hannez, Transnational Connection: Culture, People, Places
(London: Routledge, 1996).
21
Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, hlm.
165.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 10

langkah untuk merekrut semua golongan, terlibat langsung dalam


organisasi kemasyarakatan bahkan mendirikan yayasan sosial yang
bergerak di bidang pendidikan, menambah wawasan dengan
mengikuti pendidikan formal serta menggunakan IT (information
technology) dalam berdakwah.
Studi ini dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi
Barat, fokus pada empat kecamatan yaitu, Kecamatan Balanipa,
Mapilli, Campalagian dan Polewali. Polewali Mandar dipilih sebagai
tempat penelitian dengan berbagai pertimbangan antara lain:
Pertama; Polewali Mandar sebagai kabupaten yang berpenduduk
terbanyak di Sulawesi Barat, kedua; banyak memproduksi
annangguru dan pusat penyiaran agama Islam masa lampau, dan yang
ketiga daerah ini masih mempertahankan tradisi Islam Mandar,
ketiga alasan tersebut sehingga tempat ini dipilih.

B. Rumusan Masalah
Problem utama riset ini adalah mengapa annangguru dapat
bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Problem ini lalu
dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan peranan annangguru dalam


masyarakat Mandar?
2. Apa tantangan yang dihadapi annangguru dalam masyarakat?
3. Strategi apa yang dilakukan annangguru dalam menghadapi
dinamika perubahan yang terjadi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Bertolak dari masalah di atas, maka tujuan Penelitin ini
dirumuskan untuk: pertama, secara akademik adalah untuk
pengembangan atau evaluasi dari penelitian-penelitian sebelumnya,
dan memperkuat teori-teori yang telah dibangun oleh peneliti
sebelumnya. Kedua, memberikan penjelasan secara detail kedudukan
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 11

dan peran para annangguru menurut latar belakang mereka sendiri-


sendiri di bidang sosial maupun keagamaan. Ketiga, lalu diuraikan
berbagai macam tantangan akibat dampak dari perubahan sosial
budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Keempat: Kemudian
memberikan penjelasan lebih lanjut strategi yang ditempuh
annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan yang terjadi.
Dan akhirnya diberikan kesimpulan bahwa annangguru dapat
bertahan di era perubahan sosial budaya yang terjadi saat ini karena
ia mampu mengikuti perkembangan yang sedang terjadi, tanpa
meninggalkan fungsi-fungsi utama yang melekat pada annangguru.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: Pertama, bagi
pengambil kebijakan (pemerintah) dapat menjadikan hasil penelitian
sebagai data-data yang membantu dalam pengembangan kajian
keagamaan meliputi tokoh maupun institusinya. Kedua, manfaat bagi
annangguru muda adalah, sebagai bahan masukan untuk merancang
strategi yang lebih matang untuk dapat tetap eksis di tengah
masyarakat. Dan yang ketiga, secara teoritik, hasil penelitian ini
diharapkan berguna memberi landasan teori bagi kepentingan
perluasan ataupun penguatan teori tentang status dan peran (role) ,
teori pemimpin kharismatik Weber dan teori perubahan sosial W.F
Ogburn dan Arnold Y Toynbee dan teori kepemimpinan kharismatik
Max Weber, selain hal tersebut di atas, diharapkan juga dapat
menjadi salah satu sumber rujukan bagi peminat kajian sosiologi
agama di Indonesia, dan secara khusus diharapkan dapat bermanfaat
bagi peneliti lanjutan tentang annangguru di Mandar dan sekitarnya.

D. Kajian Pustaka
Kajian yang membahas annangguru di Mandar masih minim,
namun ada beberapa riset yang telah dilakukan di tempat lain, yang
mempunyai kesamaan dengan penelitian ini, yakni tentang penelitian
tokoh agama Islam. Pertama, tulisan disertasi Horikoshi yang
berjudul, A Traditional Leader in a Time of Change: The Kijaji and
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 12

Ulama in West Java22, disertasi ini ingin melihat bagaimana tokoh


agama atau kyai di dalam menghadapi perubahan sosial yang terjadi
di lingkungannya. Begitu pula dengan disertasi ini yang berjudul
Annangguru di Mandar: Kedudukan dan Peranan Annangguru dalam
Sosial Keagamaan dengan problem utamanya adalah mengapa
annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah?
Jika Horikoshi mengkaji tentang peran tokoh agama Islam di dalam
menghadapi arus perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam
masyarakat luas yang kompleks. Ia mempertahankan kekuatan para
ahli agama ini yang berada pada posisi kritis untuk mengemban misi
agama Islam sebagai kekuatan yang berdaya lanjut. Maka letak
perbedaan antara penelitian Horikoshi dengan penelitian ini adalah,
Horikoshi menyoroti lebih luas peran kyai sampai pada aspek
ekonomi dan politik. Bedanya dengan disertasi ini hanya konsen
kepada bidang sosial dan keagamaan atau interaksi langsung
annangguru dalam masyarakat sebagai pengajar, pendidik, imam
masjid, pengajar dan pendidik, pemimpin upacara keagamaan,
konsultan agama, supranatural dan pengobatan.
Jika Horikoshi mendudukkan posisi kyai sebagai mediator
atau perantara dan makelar budaya (Cultural Brooker). Mediator
didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang menempati posisi
penghubung dan perantara antara masyarakat dan sistem tradisional
yang bercorak perkotaan. Bergantung pada posisi strukturnya dalam
jaringan masyarakat yang kompleks, mediator ini dapat diperankan
oleh pemimpin tradisional yang membentengi titik-titik rawan dalam
jalinan yang menghubungkan sistem lokal. Dengan keseluruhan
sistem yang lebih luas dan sering bertindak sebagai penyangga atau
penengah antara kelompok-kelompok yang saling bertentangan,
menjaga terpeliharanya daya pendorong dinamika masyarakat yang

22
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, terj. Umar Basalim
dkk.” (Jakarta: P3M, 1987).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 13

diperlukan bagi kegiatan-kegiatan mereka. Berbeda dengan itu,


disertasi ini menempatkan sosok annangguru tidak hanya sebagai
mediator, tetapi juga sebagai elit lokal, pelindung dan panutan, istilah
mediator yang digunakan Horikoshi tidak digunakan dalam
penelitian ini, peneliti lebih cocok menggunakan istilah wasilah.
Penelitian Horikoshi yang menempatkan kyai sebagai
Cultural Brooker adalah sama dengan apa yang dilakukan oleh
Geertz23 dalam studinya di Mojokuto pada tahun 1960-an, tetapi
keduanya mempunyai kesimpulan yang berbeda, Geertz
menyimpulkan bahwa pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan
fungsi makelar ini. Ia beranggapan bahwa secara politis kyai tidak
berpengalaman dan tidak mempunyai keahlian, tak mampu
memimpin masyarakat modern dengan baik. Berbeda dengan Geertz,
Horikoshi melihat bahwa ulama dan tokoh Islam yang terdapat di
pedesaan Jawa Barat menolak perubahan dan mempertahankan
kedudukan yang berpengaruh berupa sistem tradisional. Selain
Horikoshi melihat bahwa mereka telah mengatasi dengan cermat
masalah ini dalam hubungannya masyarakat bangsa. Lebih jauh ia
mengatakan bahwa bentuk dan mekanisme yang dilalui oleh para
pemimpin tradisional dalam usaha mempertahankan status-quo
mereka berbeda dari tipe kelompok lainnya dan hanya dapat
dimengerti dalam konteks tertentu dalam hubungannya dengan
bagian masyarakat yang kompleks.
Geertz beranggapan bahwa kyai adalah figur yang menjadi
penyaring berbagai budaya atau informasi yang datang dari luar ke
arah kehidupan kaum santri dengan cara mengambil yang berguna
dan membuang yang tidak ada manfaatnya. Peran ini akan macet,
manakala arus informasi yang masuk, dari kemacetan fungsi ini,
maka akan terjadi kesenjangan budaya antara kyai dengan

23
Baca Geertz, The Javanese Kyai: The Changing Role of Cultural
Broker (1959).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 14

masyarakat, dan tidak jarang kyai ditinggalkan oleh penganut atau


santrinya. Ada perbedaan antara Geertz dengan peneltian ini yaitu
annangguru ditempatkan sebagai panutan dan tidak menggunakan
istilah makelar budaya. Informasi lain yang didapatkan tentang peran
kyai adalah terdapat dalam disertasi Mansurnoor24 lewat kajian
dengan pendekatan antropologis, melihat bahwa para ulama dalam
merespon perubahan-perubahan yang terjadi tidak menunjukkan
satupun bentuk kesatuan respon terhadap perubahan. Yang ada
adalah kesesuaian antara persepsi dan pemahaman terhadap
tantangan dan perubahan di satu pihak dan hakikat respon di lain
pihak. Ia juga merekomendasikan tentang perlunya penelitian lebih
lanjut yang memfokuskan pada tiga kategori ulama dalam
masyarakat yang sedang berubah, yaitu ulama konserfatif, adaptif
dan progresif
Mansurnoor memberikan hipotesis bahwa afiliasi kelompok,
latar belakang, akses, kepada ide-ide dan mobilitas masyarakat yang
lebih luas semuanya memprakarsai langkah-langkah yang prodersif
dalam merespon kekuatan yang datang dari luar. Sementara itu,
ulama yang berasal dari keluarga terhormat (bangsawan) memiliki
kesempatan yang lebih untuk memperkaya pengalaman mereka dan
membawa inovasi ke dalam wilayah otoritas agama dan pendidikan.
Ia juga menambahkan bahwa sepanjang kepemimpinan lokal mereka
tidak terusik, para ulama dapat dijadikan sebagai partner oleh elit
politik dan pengusaha.
Ada perbedaan menyolok antara temuan Mansurnoor tentang
ulama (kyai) dengan mengambil setting Madura dengan disertasi ini,
jika Mansurnoor menemukan “ulama tidak merespon adanya
perubahan”, berbeda dengan sosok annangguru di Mandar sama sekali
tidak menafikan perubahan akan tetapi mereka mampu beradaptasi

Iik Arifin Mansurnoor, Isla>m in an Introduction World, Ulama of


24

Madura (Yogyakarta: Gadjah Mada Press).


DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 15

terhadap perubahan yang ada, sehingga annangguru tetap dapat


bertahan dan menjadi bagian yang penting dalam masyarakat. Kajian
lain tentang kyai juga dilakukan oleh Dhofier25 yang mengkaji
tentang tradisi pesantren. Menurutnya, dunia pesantren dengan
kyainya tidaklah merupakan sebuah komunitas yang stagnan tanpa
perubahan, akan tetapi kyai dan pesantrennya adalah wadah yang
memiliki kemampuan untuk berubah seirama dengan perkembangan
zaman.
Melalui konsep continuity and change, dapat dikemukakan
bahwa kyai dengan berbagai perubahan sosial di sekitarnya telah
melakukan perubahan dengan cara melestarikan sesuatu yang bernilai
baik dan mengambil sesuatu di luar dirinya yang bernilai positif.
Melalui kajian di Pesantren Tebuireng dan Pesantren Tegalsari,
diperoleh gambaran bahwa pesantren tersebut telah melakukan
perubahan secara mendasar di dalam pesantren terkait dengan
perubahan sosial di sekelilingnya. Selain itu juga ditemukan bahwa
terdapat geneologi kekyaian dalam hubungan antara satu kyai dengan
kyai lainnya, terutama di Jawa. Dhofier hanya konsentrasi pada kyai
pesantren sedangkan disertasi ini memotret tiga tipologi annangguru
sekaligus, sesuai dengan kedudukan dan perannya yaitu: pertama;
pimpinan perguruan tinggi, politisi, pelaku tarekat dan muballigh,
kedua; Pimpinan Pesantren dan pengajar kitab kuning dan yang
ketiga; Pimpinan Panti Asuhan dan konsultan spiritual.
Penelitian lain yang menempatkan kyai sebagai figur sentral
ialah tulisan Dirdjosanjoto26. Penelitian ini mencoba untuk melihat
peran kyai di dalam memelihara umat dengan setting “Kyai Pesantren

25
The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the Kyai in the
Maintenance of the traditional Ideology of Isla>m in Java”. Disertasi, Anu
Canberra, terj. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta: LP3ES, 1981).
26
Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar
di Jawa (Yogyakarta: LKiS, 1999).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 16

dan Kyai Langgar“ di masyarakat pesisir Jawa Tengah. Di dalam


menghadapi perubahan yang cepat di sekitarnya, kyai ternyata
memiliki respon yang berbeda, kyai pesantren memanfaatkan
kesempatan terbuka, baik level lokal maupun nasional, sementara
kyai langgar mencoba bertahan di level lokal. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan sumber kewibawaan dan kekuasaan yang berbeda. Ketika
menghadapi persoalan umat, termasuk politik, maka kyai bisa
menjalin aliansi yang berubah-ubah tergantung pada kepentingan
yang dihadapi. Kyai dalam pandangannya ternyata bisa memerankan
dua peran sekaligus, yaitu sebagai mediator dan makelar budaya.
Perbedaan antara penelitian Dirdjosanjoto dan penelitian ini
adalah terletak pada pembagian fungsi kyai, Dirdjosanjoto
menggunakan kata tempat aktivitas seorang kyai untuk menamakan
fungsinya, seperti kyai pesantren, kyai yang beraktivitas di pesantren
dan lebih terbuka wewenangnya dan kyai langgar, kyai yang
beraktivitas di langgar dan terbatas wewenangnya, beda dengan
penelitian ini membagi tipologi annangguru sesuai dengan peran dan
posisinya, dan annangguru hanya bertahan pada level lokal sama
dengan kyai langgar, annangguru di Mandar beda dengan kyai
pesantren di Jawa, kyai pesantren dapat memanfaatkan situasi yang
terbuka hingga level nasional, sementara annangguru di Mandar yang
merespon situasi lokal saja, dan ketiga tipologi annangguru ini tidak
mesti memiliki pesantren.
Beberapa kajian di atas memberikan gambaran tentang peran
elit agama dan institut keagamaan di dalam proses perubahan sosial
yang terus berlangsung. Jika penelitian tentang institusi keagamaan
(pesantren dan kyai) lebih menekankan pada perubahan sosial yang
dihasilkan oleh interaksi antara kyai dengan masyarakat dan lembaga

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 17

pesantren. Kemudian Endang Turmudi27, yang mengadakan


penelitian disertasi di Jombang dengan judul “Strugling for the
Umma: Changing Leadhership Roles of Kiai in Jombang”, ia fokus
pada dunia kyai dan pesantren, yang membidik hubungan antara kyai
dengan situasi sosial dan politik yang lebih luas. Ada tiga jenis kyai
yang dibahas dalam studi ini yakni kyai pesantren, kyai tarekat dan
kyai yang terlibat dalam politik.
Dua aspek penting dalam kepemimpinan kyai juga disoroti.
Pertama, keterikatan kuat kyai pada Islam dan karena itu
kepemimpinannya secara umum dipandang kharismatik. Kedua,
independensi masing-masing kyai. Menurut Turmudi, otoritas kyai
memiliki keterbatasan legitimasi. Paling tidak ia mempunyai
batasan-batasan yang menentukan wilayah atau situasi bagi
keberlakuannya. Batasan ini bersifat normatif dan dinyatakan secara
longgar dalam konsep “berjuang demi Islam”. Konsep ini dapat
digunakan oleh pengikut kyai mana pun atau kelompok dalam
masyarakat untuk menilai seorang kyai.
Pengaruh kyai dalam politik menurut Turmudi tidak sekuat
dalam bidang sosial dan kemasyarakatan. Meskipun menjadi tokoh
kharismatik, hanya sedikit pengikut yang merasa terdorong untuk
mengikuti langkah politik kyai. Turmudi lebih banyak membahas
pada level politik kyai sedangkan pada penelitian ini sama sekali
tidak menyinggung masalah politik. Kajian tentang kyai
sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, mendudukkan
kyai pada konteks perubahan sosial yang terjadi. Semua kajian
tersebut melalui pendekatan digunakan oleh masing-masing peneliti,
seperti Geertz, Horikoshi mendudukkan kyai sebagai makelar atau
cultur broker. Sedangkan Dhofier menempatkan sebagai individu

27
Endang Turmudi, Strugling for the Umma: Changing Leadhership
Roles of Kiai in Jombang,” terj. Supriyanto Abdi”. Perselingkuhan Kiai dan
Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS, 2003).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 18

yang secara nyata melakukan perubahan di atas tradisi masing-


masing.
Kemudian penelitian mengenai kyai di Sulawesi ditulis oleh
Abd. Kadir Ahmad28, penelitian yang dilakukan di Bone, Soppeng,
Wajo, Sulawesi Selatan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
masyarakat Bugis memiliki sebutan khusus terhadap ulama, yaitu
gurutta atau angrengurutta. Gurutta merupakan konstruksi
masyarakat Bugis dengan persyaratan kompetensi akademik dan
kultural, jadi fungsi gurutta dalam dinamika sosial adalah sebagai
panutan dan mediator. Dinamika sosial yang diakibatkan oleh peran
ulama bersifat evolutif dan mementingkan kestabilan sistem sosial.
Persamaan penelitian Ahmad Kadir dan disertasi ini adalah keduanya
dilakukan di Sulawesi, namun Ahmad Kadir fokus pada suku Bugis
di Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo sedangkan penelitian tentang
annangguru ini dilakukan di daerah Mandar (suku Mandar) Ahmad
Kadir banyak terpengaruh terhadap peran-peran kyai di Jawa dan
hampir tidak ada perbedaannya.
Penulis berikutnya disertasi Musafir Pababari29, dalam
disertasi ini Pababari fokus pada pola hubungan otoritas agama dan
politik dalam perpektif sosiologis di Mandar. Dalam kondisi politik
pemerintah dipandang akomodatif terhadap kepentingan Islam, maka
pengamal tarekat akan memberikan respons positif dan dukungan
politik kepada yang berkuasa. Kemudian dalam kondisi politik
pemerintah dipandang tidak sesuai, menyimpang, merugikan atau
mengancam kepentingan Islam, maka pengamal tarekat akan
memberikan kepada pemerintah yang berkuasa, dan munculnya
multitafsi>r, dalam perbedaan penafsiran ini kaum internal tarekat

28
Abd. Kadi Ahmad, Ulama dalam Dinamika Sosial di Sulawesi,
Disertasi (Makassar: Unhas, 2005).
29
Pababari, Tarekat Qadiriah di Mandar, Disertasi (Makassar:
Unhas, 2003).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 19

akan memberikan respon yang berbeda. Dalam penelitian ini Pababari


lebih banyak menyoroti pelaku tarekat, para annangguru pemimpin
tarekat dan para muridnya serta otoritas mereka dalam politik.
Disertasi Pababari ini adalah satu-satunya disertasi yang membahas
masalah elit lokal di Mandar sehingga peneliti cukup terbantu untuk
memetakan keannangguruan di Mandar, Pababari lebih fokus kepada
tarekat di Mandar, tidak mengurai secara khusus tentang
Keannangguruan dari berbagai aspek.
Penelitian disertasi ini adalah pengembangan atau evaluasi
dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini memperkuat
teori-teori yang telah dibangun oleh peneliti sebelumnya. Berikut ini
diterangkan secara rinci hasil penelitian terdahulu dalam tabel 1:
Tabel. 1 Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Judul Perbedaan dengan Tahun
Penelitian Penelitian Annangguru di
Mandar
1 Clifford Geertz; Secara politis kyai tidak 1960
The javanese berpengalaman dan tidak
kyai: the changing mempunyai keahlian, tak
role of cultural mampu memimpin
broker (1959). masyarakat modern
dengan baik.
Makelar budaya
/penyaring antar berbagai
budaya dan informasi
ada perbedaan antara
geertz dengan peneltian
ini yaitu annangguru
mempunyai keahlian dan
mampu memimpin
masyarakat modern

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 20

2 Zamakhsyari Konsentrasi pada kyai 1982


Dhofierthe; pesantren sedangkan
Pesantren disertasi ini memotret
tradition: a study tiga tipologi annangguru
of the role of the sekaligus, sesuai dengan
kyai in the kedudukan dan perannya
maintenance of yaitu: Pertama; pimpinan
the traditional perguruan tinggi, politisi,
ideology of islam pelaku tarekat dan
in java”. muballigh,
Disertasi, ANU Kedua; pimpinan
Canberra, terj. pesantren dan pengajar
tradisi pesantren: kitab kuning.
studi tentang Ketiga; pimpinan panti
pandangan hidup asuhan, lsm dan
kyai konsultan spiritual.

3 Hiroko Horikoshi; Horikoshi menyoroti 1987


A traditional lebih luas peran kyai
leader in a time of sampai pada aspek
change: the kijaji ekonomi dan politik.
and ulama in west bedanya dengan disertasi
java (Disertasi) ini hanya konsen kepada
terj. Kiyai dan bidang sosial dan
perubahan sosial keagamaan atau interaksi
langsung annangguru
dalam masyarakat
sebagai pengajar,
pendidik, imam masjid,
pemimpin upacara

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 21

keagamaan, konsultan
agama, supranatural dan
pengobatan.
Horikoshi mendudukkan
posisi kyai sebagai
mediator atau perantara
dan makelar budaya
(cultural brooker).
mediator didefinisikan
sebagai orang atau
kelompok yang
menempati posisi
penghubung dan
perantara antara
masyarakat dan sistem
tradisional yang bercorak
perkotaan. horikoshi
melihat bahwa ulama dan
tokoh islam yang terdapat
di pedesaan jawa barat
menolak perubahan dan
mempertahankan
kedudukan yang
berpengaruh berupa
sistem tradisional.
Penelitian tentang
annangguru
menempatkan sosok
annangguru tidak hanya
sebagai mediator, tetapi
juga sebagai elit lokal,

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 22

pelindung dan panutan,


istilah mediator yang
digunakan horikoshi
tidak digunakan dalam
penelitian ini

4 Lik Arifin Kyai sebagai elit 1997


Mansour Noor; keagamaan dan
Islam in an mempunyai peran yang
Indonesian world: sangat kuat dalam
ulama of madura membangun masyarakat
yang religius, pondok
pesantren yang
dikembangkan oleh kyai
dipandang oleh
masyarakat sebagai
lembaga pendidikan
alternatif.
5 Dirdjosanjoto; Perbedaan antara 1999
Memelihara penelitian dirdjosanjoto
umat: kiai dan penelitian ini adalah
pesantren-kiai terletak pada pembagian
langgar di jawa fungsi kyai, dirdjosanjoto
menggunakan kata
tempat aktivitas seorang
kyai untuk menamakan
fungsinya, seperti kyai
pesantren, kyai yang
beraktivitas di pesantren
dan lebih terbuka
wewenangnya dan kyai

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 23

langgar, kyai yang


beraktivitas di langgar
dan terbatas
wewenangnya.
Tipologi annangguru
dibagi sesuai dengan
peran dan posisinya, dan
annangguru hanya
bertahan pada level lokal
sama dengan kyai
langgar, annangguru di
mandar beda dengan kyai
pesantren di jawa, kyai
pesantren dapat
memanfaatkan situasi
yang terbuka hingga level
nasional, sementara
annangguru di mandar
yang merespon situasi
lokal saja, dan ketiga
tipologi annangguru ini
tidak mesti memiliki
pesantren.

6 Endang Turmudi; Fokus pada dunia kyai 2003


Strugling for the dan pesantren, yang
umma: changing membidik hubungan
leadhership roles antara kyai dengan situasi
of kiai in sosial dan politik yang
Jombang,”terj. lebih luas.
supriyanto abdi”.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 24

Perselingkuhan Turmudi lebih banyak


kiai dan membahas pada level
kekuasaan politik kyai sedangkan
pada penelitian ini tidak
fokus pada aspek politik
saja

7 Pababari; Fokus pada pola 2004


Tarekat Qadiriah hubungan otoritas agama
di Mandar dan politik dalam
(Disertasi) perpektif sosiologis di
Mandar. dalam kondisi
politik pemerintah
dipandang akomodatif
terhadap kepentingan
islam, maka pengamal
tarekat akan memberikan
respons positif dan
dukungan politik kepada
yang berkuasa
Pababari lebih fokus
kepada tarekat di mandar,
tidak mengurai secara
khusus tentang
keannangguruan dari
berbagai aspek.

8 Abd Kadir Ahmad Kadir fokus pada 2005


Ahmad; suku bugis di kabupaten
Ulama Dalam bone, soppeng dan wajo
Dinamika Sosial sedangkan penelitian

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 25

di Sulawesi, tentang annangguru ini


(Disertasi) dilakukan di daerah
mandar (suku mandar)
ahmad kadir banyak
terpengaruh terhadap
peran-peran kyai di jawa
dan hampir tidak ada
perbedaannya.

9 Nurul Azizah; Tidak serta merta kyai 2012


Dari Kyai yang telah memiliki
Menjadi Bupati: modal sosial/kultural bisa
Studi Pergeseran bergeser menjadi
Kepemimpinan pemimpin sekuler.
Pesantren Ke Terjadi perubahan
Kepemimpinan terhadap tradisi kyai yang
Sekuler secara religio-kultural
(Disertasi) menerima uang cabis dari
para santri atau wali
santri, sebaliknya pada
saat kyai menjadi bupati
terjadi perubahan
perilaku dimana bupati
menjadi pemberi uang
cabis ke santri sebagai
instrument transaksi
poltik. Dalam peran
annangguru di Mandar
belum terjadi hal yang
demikian.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 26

10 Suparjo; Fokus pada hubungan 2013


Komunikasi kyai dan santri dalam
Interpersonal sebuah pesantren di era
Kyai-Santri: modern, penelitian
Studi Tentang Annangguru di Mandar
Keberlangsungan pola hubungannya lebih
Tradisi Pesantren luas (masyarakat).
di Era Modern
(Disertasi)
11 Mukhlis Latif; Meneliti khusus peran 2014
Imam Lapeo Imam Lapeo dalam
mengembangkan tarekat
di Mandar
12 Gerakan Sosial Hasil penelitian disertasi 2015
Masyarakat ini menunjukkan bahwa
Bengkulu Abad motivasi keterlibatan elit
XIX: Peran Elit politik tradisional dan elit
Politik dan Elit agama (khadi) dalam
Agama gerakan social tidaklah
(Disertasi) tunggal, tetapi dilatar
belakangi oleh faktor
ekonomi dan politik,
motivasi elit politik
tradisional dan elit agama
terlibat dalam gerakan
sosial ditentukan oleh
status dan peran yang
disandangnya dalam
masyarakat, elit politik
tradisional perannya lebih

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 27

kuat dibanding elit


agama.
13 Sayfa Auliya Perubahan sosial dan 2015
Achidsti; pengaruh politik adalah
Kyai dan aspek lain yang menjadi
Pembangunan bagian dari implikasi
Institusi Sosial transformasi yang
dilakukan oleh para kyai
dalam pengembangan
ilmu agama dan budaya
setempat. Bentuk
institusi tradisional yang
berupa pesantren,
perkumpulan tarekat,
kebiasaan adat setempat,
dan organisasi
masyarakat Nahdlatul
Ulama (NU) serta
berbagai badan lain
bentukan NU dan
pesantren merupakan
sumber daya politik yang
laten dan kuat.
Sumber: Rangkuman hasil berbagai studi, 2017

E. Landasan Teori
Disertasi ini meneliti masalah Annangguru di Mandar,
Kedudukan dan Peran Annangguru dalam Perspektif Sosial
Keagamaan di Polewali Mandar Sulawesi Barat, dengan problem
utama, mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat
Mandar yang berubah? Dan digunakan beberapa teori dalam

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 28

penelitian ini, adapun yang dimaksud teori disini menurut Heddy Shri
Ahimsa Putra adalah: suatu pernyataan, pendapat atau pandangan
tentang hakekat suatu kenyataan atau suatu fakta, atau tentang
hubungan antara kenyataan atau fakta tersebut dengan kenyataan
atau fakta yang lain, dan kebenaran pernyataan tersebut telah diuji
melalui metode dan prosudur tertentu.30
Jika pengujian ini dilakukan melalui metode dan prosedur
(atau cara dan tata urut) ‘ilmiah’, maka teori tersebut dikatakan
sebagai teori yang ilmiah atau teori ilmu pengetahuan, sedang kalau
pengujiannya dilakukan dengan tidak dengan menggunakan prosedur
‘ilmiah’ tadi, maka teori tersebut akan dianggap sebagai teori yang
‘tidak ilmiah’ dan karenanya tidak harus diyakini kebenarannya. Jadi,
sebuah teori bisa merupakan pandangan tentang hakekat suatu
kenyataan atau gejala.31 Dalam disertasi ini digunakan beberapa teori
sebagai berikut:

1. Status dan Peran


Status adalah kedudukan seseorang yang dapat ditinjau
terlepas dari individunya, jadi status merupakan kedudukan objektif
yang memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang menempati
kedudukan tadi. Sedangkan role atau peranan adalah dinamisasi dari
status ataupun penggunaan dari hak dan kewajiban. Peranan dan
status kait mengkait karena status adalah kedudukan yang
memberikan hak dan kewajiban sedangkan kedua unsur ini tidak aka
ada artinya kalau tidak dipergunakan.32 Berikut ini dijelaskan teori
yang menyangkut dengan status dan peran yaitu:

30
Heddy Shri Ahimsa Putra, Makalah, Paradigma, Epistemologi
dan Metode Ilmu Sosial-Budaya, Sebuah Pemetaan (Yogyakarta: CRCS
UGM, 2007), hlm. 3.
31
Ibid., 3.
32
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial
(Bandung: Karya Nusantara, 1977), hlm. 94.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 29

Teori Peran (Role Theory)


Walaupun Park menjelaskan dampak masyarakat atas
perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh
sebelumnya Robert Linton pada tahun 1936, seorang antropolog,
telah mengembangkan teori peran. Teori peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai
dengan yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan
peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang
yang mempunyai peran tertentu misalnya: sebagai dokter,
mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar
seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa
seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter.
Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien
yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial.
Kemudian oleh Ralph Linton membahas struktur sosial
dikenal adanya dua konsep yaitu status dan peran. Status merupakan
suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek
dinamis dari sebuah status. Menurut Linton, seseorang menjalankan
peran ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan
statusnya. Tipologi lain yang dikenalkan oleh Linton adalah
pembagian status menjadi status yang diperoleh (ascribed status) dan
status yang diraih (achieved status). Status yang diperoleh adalah
status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan
atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan
status yang diraih didefinisikan sebagai status yang memerlukan
kualitas tertentu. Status seperti ini tidak diberikan pada individu
sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan atau usaha
pribadi.33 Kemudian ada yang menambahkan assigned status,

33
http://nie07independent.wordpress.com/2008/11/18/teori-
perubahan-sosial-karl-marx-dan-max-weber/
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 30

kedudukan yang diperoleh karena diberikan bukan karena turunan,


tetapi karena pertimbangan tertentu, bisa jadi karena diberi dianggap
memiliki kemampuan untuk mendapatkannya.34
Kemudian sosiolog yang bernama Glen Elder membantu
memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan
“life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai
harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku
tertentu sesuai dengan kategori usia yang berlaku dalam masyarakat
tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan
menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi
peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh
belas tahun, mempunyai istri/ suami pada usia dua puluh tujuh,
pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda, usia
sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa
usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan
tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat
kontemporer kehidupan dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa
remaja, masa dewasa, dan masa tua, dimana setiap masa mempunyai
bermacam-macam pembagian lagi.35
Kemudian Hugo F. Reading36 mengumpulkan arti atau
maksud “peranan” dari beberapa ahli antara lain (1) Bagian peran
yang akan dimainkan seseorang. (2) Cara-cara yang ditentukan untuk
bertingkah laku yang sesuai dengan jabatan. (3) Kewajiban-
kewajiban yang melekat pada suatu posisi. (4) Sikap, nilai dan
tingkah laku yang ditentukan terhadap hak-hak yang melekat pada

34
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi, Dasar Analisis, Teori, &
Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, & Kajian-Kajian
Strategis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 384.
35
http://de-kill.blogspot.com/2009/04/Sosiologi-perspektif-realitas-
sosial.html.
36
Hugo F. Reading, Kamus Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1986), hlm. 360
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 31

suatu status. (5) Hal-hal yang unik yang diperlihatkan seseorang


dalam melaksanakan syarat-syarat dari status tertentu.
Kemudian Biddle37 memperkenalkan lima jenis peran,
meliputi: (1) Fungsionalisme role theory (teori peran fungsional)
yang memfokuskan pada peran dan tingkah laku seseorang yang
khusus yang memiliki kedudukan sosial dalam sistem sosial yang
stabil. (2) Symbolic Interactionist Role Theory (teori peran
intearksional yang simbolis) yang memfokuskan pada peranan aktor
secara individual, evaluasi peran tersebut melalui interaksi sosial dan
bagaimana pemegang peranan sosial memahami dan
menginterpretasikan sebuah tingkah laku. (3) Structural Role Theory
(teori peran struktural) yang memfokuskan pada struktur sosial atau
kedudukan sosial yang sama-sama menanggung pola tingkah laku
yang sama, yang ditujukan pada kedudukan sosial yang lain. (4)
Organitation role theory (teori peran organisasi) yang memfokuskan
kepada peran yang dihubungkan dengan kedudukan sosial pada
sistem sosial yang hirarkis, yang berorientasi pada tugas dan belum
direncanakan. (5) Cognitive role theory (teori peran kognitif) yang
difokuskan pada hubungan-hubungan antara tingkah laku dan
harapan yang terdapat dalam peran.
Para ahli ilmu sosial tersebut di atas memberikan pengertian
makna kata dari peranan, artinya tindakan yang dilakukan oleh
seseorang di suatu peristiwa, atau kumpulan pola tindakan tertentu
yang diwujudkan seseorang dalam kerangka struktur sosial tertentu.38
Dengan demikian peranan menunjukkan hubungan sejumlah norma
yang berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang dalam
struktur sosial. Karena yang menjadi fokus penelitian dalam disertasi

37
Biddle, “Bentuk dan Jenis-Jenis Peran”, dalam Edgar F. Borgotha
(Ed.) Encyclopedia of Sociology, hlm. 222-225.
38
R.K. Merton, Social Theory and Social Structure, (New York:
Pree Co. Inc. 1975), hlm. 63.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 32

ini adalah kedudukan dan peran, maka konsep kedudukan (status) dan
peran menjadi kerangka analisis. Dalam analisis teori peran tersebut
di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa annangguru di
Mandar berada pada pada posisi peran yang diperkenalkan oleh
Biddle yaitu: Fungsionalisme role theory (teori peran fungsional)
yang memfokuskan pada peran dan tingkah laku seseorang yang
khusus yang memiliki kedudukan sosial dalam sistem sosial yang
stabil. Annangguru tampil sebagai pemimpin nonformal di tengah
masyarakat yang menjadikannya memiliki kedudukan sosial.

2. Teori Perubahan Sosial


Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi secara
tiba-tiba, terlebih lagi ketika perubahan sosial tersebut melibatkan
individu atau kelompok sosial sebagai target perubahan.39
Teori perubahan sosial ini digunakan untuk melihat
perubahan sosial maupun budaya yang terjadi di tengah masyarakat
Mandar. Pengertian perubahan sosial memiliki cakupan yang sangat
luas dan bertumpang-tindih dengan perubahan budaya. Ketumpang-
tindihan ini terjadi karena kecenderungan bahwa perubahan pola
budaya akan mempengaruhi struktur sosial. Sebaliknya, perubahan
struktur sosial akan mempengaruhi pola perilaku sosial. Untuk
analisis yang lebih tajam, para ilmuwan membedakan perubahan
dalam masyarakat menjadi tiga jenis yaitu: pertama, perubahan
peradaban yang biasanya dikaitkan dengan perubahan unsur-unsur
atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti penggunaan bibit unggul,
mesin-mesin, sarana komunikasi-transportasi dan lain-lain. kedua,
perubahan budaya, yang menyangkut aspek rohaniah, seperti
keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan. Ketiga, perubahan sosial yang

39
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perpektif Klasik,
Modern, Posmodern dan Poskolonial, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2016), hlm, 362.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 33

menunjuk kepada perubahan aspek-aspek hubungan sosial, pranata-


pranata masyarakat, dan pola perilaku kelompok.40 Sebagai contoh
perubahan sosial adalah semakin banyaknya bermunculan di tengah
masyarakat organisasi formal, mulai dari pemerintah maupun
nonpemerintah dengan pola hubungan yang lebih rasional, zaman
dulu hubungannya lebih kepada emosional dan nonformal.
Secara empiris sangat tidak mudah untuk memilah antara
perubahan kebudayaan dengan perubahan sosial, ini menunjukkan
betapa tak terpisahkannya antara masyarakat dengan kebudayaannya,
karena tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat. Menurut Honigmann, setiap situasi
sosial dibentuk oleh tiga komponen budaya yang saling berkaitan
yaitu: ideologi, teknologi dan organisasi sosial.41
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
merupakan sesuatu yang wajar dan akan terus terjadi selama manusia
saling berinteraksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat baik
yang bersifat material maupun immaterial sebagai cara untuk
menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis. Menurut Roy Bhaskar,
perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (naturally), gradual,
bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner,
proses perubahan sosial. Proses perubahan sosial meliputi: Proses
reproduction, yaitu: proses mengulang-ulang, menghasilkan kembali
segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari nenek moyang
kita sebelumnya. Kemudian proses transformation, yaitu: suatu
proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (tools and technologies), yang

40
Mudjia Rahardjo, Sosiologi Pedesaan Studi Perubahan Sosial
(Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 26-27.
41
Ibid., 28.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 34

berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang


sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan perubahan (bahkan
cenderung dipertahankan).42
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa penyebab terjadinya
perubahan sosial karena adanya kondisi-kondisi sosial primer seperti
kondisi geografis, ekonomis, teknologis, maupun biologis. Untuk
mengkaji terjadinya perubahan sosial, biasanya digunakan teori
evolusioner, teori siklus (lingkaran), teori keseimbangan, teori
fungsional, teori konflik dan lain-lain, namun untuk kepentingan
dalam hal ini akan digunakan teori materialis W.F. Ogburn dan teori
Challenge and Response Arnold Y Toynbee.

a. Teori Materialis W.F. Ogburn


William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada
tanggal 29 Juni 1886. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di
sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau
berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia.
Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada
sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis
kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas
Carolina Utara.
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan
penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya
terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang
terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag
(artinya ketinggalan kebudayaan), menurut W.F. Ogburn di dalam
menerapkan konsep “cultural lag” pertama-tama harus ditunjukkan
adanya dua variabel, yang dikaitkan dengan kebudayaan material dan
immaterial, yang dalam keadaan serasi selama jangka waktu tertentu,

42
Agussalim, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi
Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 20-21.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 35

misalnya buta huruf dengan pertanian subsistem yang sederhana.


Selanjutnya harus ditunjukkan, bahwa salah satu variabel mengalami
perubahan yang lebih banyak daripada variabel lainnya. Misalnya
keadaan buta huruf secara relatif tidak berubah, sedangkan pertanian
subsistem mengalami perubahan karena terjadi industrialisasi.
Akhirnya haruslah ditunjukkan, bahwa perubahan tersebut
menghasilkan ketidakserasian antara kedua variabel (yang mula-mula
serasi). Oleh karena itu W.F. Ogburn lebih memperhatikan derjat atau
laju perubahan, maka secara eksplisit fokus tertuju pada bentuk
perubahan.43
Perubahan sosial dalam pandangannya mencakup unsur-unsur
kebudayaan baik yang bersifat materil maupun yang immaterial
dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur
kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur materil. Kebudayaan
materil adalah sumber utama kemajuan. Aspek kebudayaan non-
materiil harus menyesuaikan diri dengan perkembangan kebudayaan
materiil, dan jurang pemisah antara keduanya akan menjadi masalah
sosial. Menurut Ogburn, teknologi adalah mekanisme yang
mendorong perubahan, manusia selamnaya berupaya memelihara dan
meyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbaharui oleh
teknologi.44
Teori Materialis yang disampaikan oleh W.F. Ogburn pada
intinya mengemukakan bahwa:
Pertama: Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan
masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang
mempengaruhi pribadi mereka.

43
Soejono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial,
(Jakarta: Ghalia Indonesia 1983), hlm. 98.
44
Robert. H. Laurer, Perspektif tentang Perubahan Sosial. (Jakarta:
PT. Rhineka Cipta 1993), hlm. 224

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 36

Kedua: Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat


hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata
masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang
lain masih dalam keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan
istilah cultural lag, ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar
unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan yang berubah lambat.
Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat.
Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur
kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada
penciptaan, penemuan dan difusi. Teknologi, menurut W.F. Ogburn,
berubah terlebih dahulu, sedangkan kebudayaan berubah paling akhir.
Dengan kata lain kita berusaha mengajar teknologi yang terus
menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita
untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan
terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia.
Ketiga: Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan
perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-
nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan
manusia. Oleh karena itu, perubahan seringkali menghasilkan kejutan
sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola
perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai
tradisional.45
W.F. Ogburn mengidentifikasikan teknologi sebagai
penyebab dasar perubahan soisal, yang melalui 5 proses yaitu
penciptaan, penemuan, difusi, akumulasi dan penyesuaian. Istilah
ketertinggalan budaya merujuk pada kebudayaan simbolis yang
tertinggal di belakang perubahan teknologi. Ketertinggalan budaya
menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di

45
James. M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Mebumi,
(Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 222.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 37

belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan


difusi. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada
masyarakat. Kebudayaan materil adalah sumber utama kemajuan.
Aspek kebudayaan non-materiil harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan kebudayaan materiil, dan jurang pemisah antara
keduanya akan menjadi masalah sosial. Menurut Ogburn, teknologi
adalah mekanisme yang mendorong perubahan.46
b. “Challenge and Response” Arnold Y. Toynbee.
Menurut Arnold Y. Toynbee, lahirnya peradaban diurai
dengan teori challange dan response. Peradaban itu lahir sebagai
respon (tanggapan) manusia yang dengan segenap daya upayanya
menghadapi, menaklukkan dan mengolah alam sebagai tantangan
(challange) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alam menawarkan
bermacam tantangan dan kemungkinan. Semakin berat tantangannya,
maka manusia juga akhirnya berusaha keras dan gigih untuk
merespon alam tersebut. Contohnya masyarakat Jepang yang
berusaha keras karena keadaan alam yang berat dengan
pegunungannya, sering terjadi gempa, dan lahan pertanian yang tidak
luas. Hal semacam itu membuat manusia cenderung mencari cara-
cara untuk pemenuhan hidupnya masing-masing dan akhirnya
melahirkan teknologi. Teknologi lahir dan dikembangkan oleh
manusia, dan ilmu untuk menguasai dan memanfaatkan lingkungan
sehingga kebutuhan terpenuhi. Penerapan teknologi itu juga
bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan
efisiensi dan produktifitas.
Kemajuan teknologi dan peradaban manusia ini dibagi alvin
toffler menjadi 3 bagian:

46
Ibid., hlm. 223, lihat juga Robert. H. Laurer 1993. Perspektif
tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1993), hlm. 210.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 38

Pertama: Gelombang I, peradaban teknologi pertanian (800SM -


1500SM)
Kedua : Gelombang II, peradaban teknologi industri (1500SM –
1970M)
Ketiga : Gelombang III, peradaban informasi (1970M – sekarang)
Ketiga gelombang tersebut menggambarkan dengan jelas
bahwa pada Gelombang I manusia bercocok tanam melalui teknologi
pertanian yang ada. Baik itu pertanian hutan dengan berpindah-
pindah dan mengambil hasil hutan, ataupun dengan menetapkan
suatu lahan sebagai lahan pertanian tetapnya. Di gelombang II
ditandai dengan revolusi industri inggris yang akhirnya melahirkan
mesin uap dan mesin-mesin lainnya (terhimpun menjadi pabrik).
Mesin-mesin tersebut akhirnya mengganti otot-otot manusia yang
tadinya berkerja mengolah bahan-bahan mentah. Lalu pada
gelombang III ini adalah merupakan revolusi informasi yang ditandai
dengan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan manusia
berkomunikasi dalam berbagai bidang.47
Lebih lanjut Toynbee mengemukakan teorinya yang terkenal
dengan “challenge and response” atau tantangan dan tanggapan
tersebut di atas. Dia mengamati,
“Bahwa suatu masyarakat yang mampu merespon dan
menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang ada,
maka masyarakat itu akan bertahan dan berkembang.
Sebaliknya, jika tidak mampu merespon tantangan yang ada,
maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah”.48

47
http://ricardoizaak.blogspot.com/
48
http://start-to-logic.blogspot.com/2011/04/teori-teori-
perubahandinamika-sosial.html.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 39

Menurut Toynbee, jika suatu tantangan sudah dapat diatasi


akan muncul tantangan baru lainnya yang harus dihadapi masyarakat
dalam bentuk interaksi timbal balik dengan lingkungannya.
Kedua teori perubahan sosial tersebut di atas yang
diungkapkan oleh W.F. Ogburn dan Arnold Toynbee digunakan
dalam penelitian ini untuk melihat perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat Mandar. Kemudian menjadi tantangan bagi
annangguru untuk mempertahankan diri dari arus perubahan yang
terjadi di tengah masyarakat berupa perubahan materil maupun
immaterial.
3. Teori Kepemimpinan Kharismatik
Konsep kharismatik (charismatic) menurut Weber lebih
ditekankan kepada kemampuan memimpin yang memiliki kekuatan
luar biasa dan mistis. Menurunya, ada lima faktor yang muncul
bersamaan dengan kekuasaan kharismatik, yaitu: Adanya seseorang
yang memiliki bakat yang luar biasa, adanya krisis sosial, adanya
sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya
sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki
kemampuan yang luar biasa yang bersifat transcendental dan
supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang
dilakukan itu mengalami kesuksesan.
Melihat defenisi di atas, Weber menggunakan istilah itu
untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang bukan didasarkan
pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih atas persepsi pengikut
bahwa pemimpin diberkati dengan kualitas yang luar biasa. Sebab
menurut Weber, kharisma terjadi saat sebuah krisis sosial, seorang
pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan
sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang
percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang
membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 40

mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.49


Sebgaaimana yang diungkapkan oleh Max Weber:
The term charisma will be applied to a certain quality of an
individual personality by virtue of wich he is set a part from
ordinary men and treated as endowed with supranatural,
superhuman, or at least specifically exceptional powers or
qualities.50

Istilah kharismatik menunjuk kepada kualitas kepribadian,


sehingga ia dibedakan dengan orang kebanyakan. Ia dianggap,
bahkan diyakini, memiliki kekuatan supranatural, manusia serba
istimewa. Kehadiran seseorang yang mempunyai tipe seperti itu
dipandang sebagai seorang pemimpin, yang meskipun tanpa ada
bantuan ada bantuan orang lain pun, ia akan mampu mencari dan
menciptakan citra yang mendeskripsikan kekuatan dirinya.
Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk mengidentifikasi daya
tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus menggunakan
asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimiliki
adalah anugerah Tuhan. Max Weber mengidentifikasikan bahwa
sifat kepemimpinan ini dimiliki oleh pemimpin keagamaan.
Kemudian Max Weber51 melakukan pemilihan kepemimpinan
dilihat dari otoritas (authority) yaitu: rational grounds, traditional
grounds dan charismatic grounds.
Pertama: Otoritas rasional didasarkan pada sistem hukum
yang berlaku dalam masyarakat, yang ditaati dan diperkuat oleh
birokrasi pemerintah. Seringkali yang terjadi, sekedar untuk
menentramkan masyarakat, penerapan sistem ini disesuaikan

49
Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Pendekatan
Sosiologi Agama), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 41.
50
Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization,
terj. Talcott Parsons (New York: The Free Press, 1966), hlm. 358.
51
Ibid., hlm. 328.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 41

dengan tradisi, agama dan budaya setempat. Kedua: Otoritas


tradisional dimiliki seorang pemimpin bukan karena kemampuan
khusus, tetapi karena pengakuan masyarakat secara tradisi dan
melembaga. Cirinya, otoritas seorang pemimpin tarikat bersama
masyarakat dan ketentuan tradisi yang berlaku. Weber membagi
otoritas tradisional ke dalam dua jenis, yaitu, (1) Patriarkhalisme,
kekuasaan seorang pemimpin disadarkan pada senioritas (2)
Patriamonalisme, kekuasaan seorang pemimpin didasarkan pada
kerja sama dengan kerabat atau orang-orang terdekat yang memiliki
loyalitas terhadap pemimpin. Ketiga: Otoritas kharismatik
didasarkan pada kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang.
Kemampuan ini melekat pada diri seorang pemimpin yang dipercaya
berasal dari anugerah Tuhan. Masyarakat mengakui adanya
kemampuan itu berdasarkan kepercayaan, karena kemampuan
seorang pemimpin di atas ukuran normal. Kewenangan yang terus
menerus seabagaimana pada otoritas tradisional tidak akan terjadi
pada otoritas rasional. Karena waktunya terbatas maka
pengkultusan pada seorang pemimpin juga tidak terjadi.52
Otoritas kharismatis didasarkan pada person ketimbang
hukum impersonal. Pemimpin kharismatik menuntut kepatuhan dari
para pengikutnya atas dasar keunggulan personal, seperti misi
ketuhanan, perbuatan-perbuatan heroik dan anugerah yang membuat
dia berbeda. Institusionalisasi charisma dapat diperoleh melalui
beberapa cara, misalnya, bisa melalui hubungan darah, keturunan
dan institusi. Dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi
oleh keyakinan tradisional, kharisma banyak diturunkan melalui
hubungan darah.53

52
Muhammad Asfar, Pergeseran Otoritas Kepemimpinan Politik
Kyai, dalam Prisma No. 5 tahun XXIV Mei 2005, hlm. 36.
53
Rusli, Max Weber: Etika Keagamaan, Kharisma dan
Kepemimpinan Kharismatik, dalam Religi Jurnal Studi Agama-Agama, Vol.
IV, No. 2, Juli 2005. Hlm. 214-215.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 42

Kajian tentang annangguru, mesti mengikutkan kajian


tentang kepemimpinan, dan mengkaji tentang kepemimpinan, tidak
dapat dilepaskan kajin tentang kharismatik. Kedua hal tersebut,
annangguru dan kepemimpinan kharismatik menjadi dua integral
yang tak dapat dipisahkan. Sebab di dalamnya terkandung status dan
peran yang dimainkan oleh seseorang dengan predikat yang
disandangnya dalam suatu masyarakat.
Annangguru merupakan status yang terhormat dengan
berbagai peran yang disandangnya dalam masyarakat, ketokohan
dan kepemimpinan annangguru sebagai akibat dari status dan peran
yang melekat padanya, hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya
peran annangguru dalam memimpin pengajian kitab, pesantren,
panti asuhan hingga perguruan tinggi. Dan dapat terlihat bagaimana
sosok annangguru dapat tampil sebagai pemimpin nonformal di
tengah perubahan sosial budaya tentunya dengan berbagai strategi
yang ia lakukan, olehnya itu teori kepemimpinan kharismatik ini
masih tetap digunakan di Mandar yang melekat pada diri
Annangguru. Pesantren, madrasah, perguruan tinggi, panti asuhan
dapat berkembang di tengah-tengah masyarakat, salah satu
faktornya adalah hadirnya sosok annangguru yang kharismatik
sebagai pemimpin di dalamnya.

F. Metodologi Penelitian
1. Metode Kualitatif
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang
didasari atas beberapa alasan. Pertama, yang dikaji adalah makna dari
suatu tindakan atau apa yang berada di balik tindakan seseorang.54

54
Dalam dunia penelitian sosial, rancangan seperti ini disebut
sebagai fenomenologi, artinya hanya yang dikaji adalah sesuatu yang
melatarbelakangi tindakan seseorang, dimana setiap tindakan selalu dikaitkan
dengan apa yang mendasari tindakan tersebut, (diskusi tentang fenomenologi
dalam kelas doktoral 2005, Yogyakarta, pada mata kuliah Metodologi
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 43

Kedua, didalam menghadapi lingkungan sosial, individu memiliki


strategi bertindak yang tepat bagi dirinya sendiri, sehingga
memerlukan pengkajian mendalam terhadap suatu fenomena.55
Ketiga, penelitian tentang keyakinan, kesadaran dan tindakan
individu di dalam masyarakat sangat memungkinkan menggunakan
penelitian kualitatif karena yang dikaji adalah fenomena yang tidak
bersifat eksternal dan berada di dalam diri masing-masing individu.
Keempat, penelitian kualitatif memberikan peluang untuk meneliti
fenomena secara holistik. Fenomena yang dikaji merupakan suatu
kesatuan yang tak terpisahkan karena tindakan yang diakibatkan oleh
satu, dua faktor akan tetapi melibatkan sekian banyak faktor yang
saling terkait. Kelima, penelitian kualitatif memberikan peluang
untuk memahami fenomena menurut emic view atau pandangan aktor
setempat. Disini peneliti hanyalah orang yang belajar apa yang
menjadi pandangan terutama yang terkait dalam peran para
annangguru, Keenam, proses tindakan yang di dalamnya terkait
dengan makna subjektif haruslah dipahami dari kerangka penelitian
kualitatif.56

Penelitian Sosial “MPS”). Dalam bahasa Weber disebut sebagai tindakan


rasional bertujuan atau ada motif-motif yang mendasari tindakan tersebut,
gagasan Weber seperti ini disebut sebagai “in order to motive”, dan Schultz
menambahkan mengeanai motif tersebut dengan konsepsi because motif.
55
Dalam kajian teori sosial, disebut seabagai agensi, yaitu makna
dan motif di dalam tindakan sosial. Di dalam setiap tindakan sosial (sosial
action) selalu dijumpai makna dan motif tindakan. Untuk memahami makna
dan motif tersebut harus dikaji melalui analisis pemahaman atau
interpretative understanding. Lihat, Zamroni, Pengantar Pengembangan
Teori Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992).
56
Dalam kajian antropologi simbolik-interpretatif, sebagaimana
ancangan Geertz dikenal dengan konsep “from the native’s of view”,
maksudnya bahwa untuk memahami fenomena haruslah menggunakan
kerangka pemahaman informan atau masyarakat lokal atau local knowledge.
Nursyam, Isla>m Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2004) hlm. 48.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 44

Dengan alasan tersebut di atas mengapa pendekatan


kualitatif yang digunakan karena penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah57. Dalam menggunakan pendekatan kualitatif ini, penulis
sendiri atau bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama. Hal itu penulis lakukan karena jika memanfaatkan alat yang
bukan manusia, dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai
yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak
mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-
kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai
alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek
lainnya.

2. Penelitian Awal
Peneliti telah melakukan penelitian awal, sebelumnya
melakukan penelitian dengan judul “Islam Mandar, Islam Hilir”,
sudah dipublikasikan di media massa dan “Peran Annangguru Dalam
Upacara Peralihan”, telah dipresentasikan dalam ujian masuk
doktoral tahun 2005 pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan
sepanjang tahun 2008, penulis telah mengobservasi dan mengambil
pengambilan data58 lapangan, terutama pada peran-peran
annangguru, aktivitas annangguru dan lain-lain.

57
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2007) hlm. 6.

58
Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer berupa data tentang praktek kehidupan
keannangguruan dalam masyarakat Mandar, yang diperoleh melalui
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 45

Dengan demikian penulis telah memiliki sebagian data awal yaitu


informan sebagai pintu masuk, dan memiliki bekal yang cukup, yaitu,
“Key Informan” atau nama-nama orang kunci dan subjek penelitian
yang dapat dihubungi dan diwawancarai.
Dalam pendekatan ini (kualitatif) posisi peneliti adalah
sebagai seorang yang sedang belajar mengenai fenomena yang dikaji.
Meskipun peneliti berasal dari wilayah Kabupaten Polewali Mandar
yang sama, tidak berarti bahwa seluruh fenomena yang terdapat di
lapangan telah berada dalam kognisi atau telah menjadi pengetahuan
peneliti. Sesuai dengan konsep from the native’s points of view, maka
penulis belajar bersama masyarakat mengenai peran-peran dan
kedudukan annangguru khususnya dalam menyikapi persoalan sosial
dan keagamaan.

3. Menentukan Informan
Ada tiga macam informan yang terlibat dalam penelitian
ini yaitu: pertama, informan kunci atau key informan, merupakan
informan yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi kunci
atau pokok yang diperlukan dalam penelitian, informan kunci ini
meliputi budayawan Mandar, akademisi dan tokoh masyarakat.
kedua, informan utama, adalah mereka yang terlibat langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti, mereka terdiri dari tujuh orang
annangguru yang diteliti dalam penelitian ini, tiga perempuan dan
empat laki-laki. Dan yang ketiga, informan tambahan adalah mereka
yang dapat memberikan keterangan meskipun tidak langsung terlibat.

pengamatan langsung. Sedangkan sumber sekunder berasal dari dua hal:


yaitu sumber lisan dan sumber tertulis. Sumber lisan adalah berupa interview
kepada tokoh masyarakat, pemuda, sesepuh kampung dan lain-lain, yang
mengetahui persis tentang keannangguruan. Sedangkan sumber tertulis
diperoleh dari referensi tertulis, penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya atau yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 46

Ketiga informan tersebutlah yang kemudian memberikan


data-data dalam bentuk wawancara yang kemudian dirangkum dalam
disertasi ini, dengan jumlah informan secara keseluruhan 26 informan
terdiri dari 10 informan kunci, 7 informan utama dan 9 informan
tambahan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah:

a. Observasi partisipasi (pengamatan terlibat)


Teknik ini penulis lakukan dengan menjadi anggota penuh
dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya, penulis menjadi peserta
pengajian kitab kuning yang dibawakan annangguru, baik di masjid
maupun yang diselenggarakan di rumah. Dengan teknik seperti ini
penulis dapat mengamati secara langsung tanpa ada jarak, sehingga
data dapat dengan mudah penulis kumpulkan. Demikian juga di saat
penulis mengamati panti asuhan yang diasuh oleh para annangguru,
penulis menginap di panti dan mengikuti seluruh kegiatan yang
dilakukan annangguru di panti asuhan tersebut.
Bahkan penulis menginap beberapa bulan di Pambusuang dan
Campalagian di rumah-rumah penduduk untuk mengamati langsung
aktivitas masyarakat setempat. Interview mendalam, dalam teknik
interview atau wawancara, penulis pertama menentukan responden
yang akan diwawancarai, disesuaikan dengan tema yang akan
ditanyakan, kemudian yang kedua penulis membuat daftar
pertanyaan yang terstruktur, penulis menyusun tema dan pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan. Disamping menggunakan wawancara
yang terstruktur, penulis juga menggunakan model wawancara tak
terstruktur, biasanya penulis lakukan dengan model-model diskusi
santai untuk mengorek informasi yang lebih mendalam sehingga
responden bisa lebih leluasa dalam menguraikan masalah tertentu.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 47

a. Pencatatan Data
Dalam pencatatan data, penulis melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
Pertama, penulis melakukan catatan lapangan, berupa
catatan laporan peristiwa atau catatan tentang peristiwa secara
singkat.
Kedua, buku harian pengalaman lapangan, buku harian ini
penulis ambil dari catatan lapangan, dari catatan lapangan inilah
nantinya akan ditarik menjadi analisis data dimulai sejak hari pertama
saat pengambilan data.
Ketiga, catatan kronologis, catatan yang penulis lakukan
untuk mencatat kejadian secara rinci dan kronologis dari waktu ke
waktu, catatan kronologis ini banyak penulis lakukan dalam
penelitian ini terutama disaat mencatat kegiatan annangguru dalam
satu hari, penulis menguraikan secara kronologis dari waktu ke
waktu.
Keempat, jadwal, penulis menyusun jadwal pengamatan
berisi waktu secara rinci tentang apa yang akan dilakukan, dimana,
bilamana, apa yang diamati, dan semacamnya.
Kelima, alat tape recorder, alat ini seringkali penulis bawa
dalam melakukan pengamatan yang disembunyikan di dalam pakaian
sehingga tidak mengganggu suasana yang diamati.

3. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam
proses sebuah penelitian. Karena dengan analisislah suatu data dapat
diberi makna yang pada akhirnya akan berguna dalam pemecahan
permasalahan penelitian. Data penelitian ini akan dianalisis secara
kasus kualitatif yang dimulai sejak pengumpulan data di lapangan
langsung diikuti dengan pekerjaan penulisan, pengkategorisasian,
pengklasifikasian, pereduksi, analisis dan penafsiran ke dalam

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 48

konteks seluruh masalah penelitian.59 Agar data tidak hanya bersifat


deskriptif tetapi mampu menyentuh dimensi transenden, maka
penulis berusaha berpikir kreatif. Adapun langkah-langkah penulis
dalam menganalisis data adalah dengan cara melakukan kategorisasi
dan kodefikasi data-data, mereduksi data-data, men-display dan
mengklasifikasi data, dan membuat verifikasi dan kesimpulan.60
Kategorisasi dan kodefikasi data merupakan proses
pengkategorian dan pengkodefikasian terhadap data-data yang
didapat di lapangan. Reduksi data merupakan proses pemilahan,
pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari data-data tertulis di
lapangan. Display data merupakan proses penyajian sekumpulan
informasi dalam bentuk teks naratif, dan model-model penyajian lain
yang kemungkinan dapat digunakan. Arah dari penyajian data adalah
penyederhanaan, penelaahan, pengurutan, dan pengelompokan
informasi yang kompleks, berserakan dan kurang bermakna menjadi
satu kesatuan bentuk atau konfigurasi ilmu pengetahuan yang mudah
dipahami dan bermakna. Sedangkan verifikasi atau penarikan
kesimpulan merupakan aktivitas mencari pemahaman dan
pemaknaan terhadap fakta, fenomena, pola konfigurasi yang
menghasilkan kesimpulan, proposisi dan teori sebagai temuan
penelitian.

G. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dideskripsikan dalam bentuk laporan hasil
penelitian yang dibagi menjadi enam bab. Satu bab pendahuluan,

59
Penjelasan lebih lanjut baca Noeng Muhadjir, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1989).
60
Mathew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data
Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-metode Baru (Jakarta: UIP, 1992)
hlm.16.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 49

empat bab pembahasan dan satu bab penutup, dengan uraian sebagai
berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Pada pendahuluan
dikemukakan secara tajam yang melatarbelakangi sehingga
penelitian ini diadakan, yang kemudian dibangun dalam sebuah
rumusan masalah. Dalam rumusan masalah ini, dikemukakan tiga
rumusan masalah penting yang merupakan penjabaran dari problem
dari penelitian ini, rumusan masalah tersebut kemudian dijawab pada
bab keempat, kelima dan keenam. Selain rumusan masalah yang
dibahas pada pendahuluan juga dibahas tujuan dan manfaat yang akan
dicapai dalam penelitian ini, kemudian juga diuraikan tinjauan
pustaka, yaitu menguraikan referensi yang mendukung penelitian ini
dan apa yang membedakan dengan penelitian sebelumnya. Tentu
penelitian ini juga dikuatkan dengan landasan teori. Teori apa yang
dibangun untuk melihat tema yang ditulis dan untuk
mengoperasionalkan penelitian ini, tentu dibutuhkan metodologi
penelitian, sehingga penelitian dapat fokus dan terarah, demikianlah
muatan yang terdapat pada bab pertama ini.
Bab kedua adalah setting lokasi penelitian. Jika pada bab
pertama menyajikan latar belakang penelitian hingga teori yang
digunakan, maka lokasi penelitian ditempatkan pada bab kedua.
Karakteristik masyarakat Mandar dibahas pada bab ini dan enting
juga diterangkan sistem kekerabatan lalu hubungan kekerabatan dan
stratifikasi sosial, untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan
nenek moyang orang Mandar lalu pelapisan-pelapisan sosial dalam
masyarakat Mandar, kemudian agama dan kepercayaan diterangkan
bagaimana perilaku keagamaan masyarakat setempat dan
kepercayaannya, lalu bab ini ditutup dengan upacara tradisional.
Bab ketiga membahas status dan peran para annangguru yang
diteliti. Pada bab ini menjawab rumusan masalah pertama, yaitu
bagaimana posisi dan peran annangguru di masyarakat Mandar? Para
annangguru yang diteliti, posisi dan perannya ditempatkan untuk
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 50

mengenal secara singkat life history annangguru yang meliputi


biografi, konteks sejarah diri, karakter dominan pribadi, posisi dan
perannya, aktivitas sosial keagamaannya dan kontribusi serta falsafah
hidupnya. Adapun para annangguru yang diamati, mereka adalah: H.
Sybli Sahabuddin, Hj. Syarifah Tanri Ampa, H. Latif Busyra, Hj.
Alwiah, Hj. Marhumah, Sopian dan H. Fauzi Al-Mahdali.
Bab empat membahas dinamika tantangan annangguru. Pada
bab ini menjawab rumusan masalah kedua, yaitu apa tantangan
annangguru di tengah masyarakat? Bagian ini menjelaskan secara
runtut tantangan-tantangan yang dihadapi oleh annangguru dalam
dinamika perubahan masyarakat. Tantangan itu meliputi krisis
keannangguruan dan stagnasi pengajaran. Semakin kurangnya jumlah
annangguru dan kurangnya minat masyarakat untuk belajar agama
(mengaji kitab kuning), adalah tantangan khusus bagi annangguru.
Lalu di lingkungan masyarakat muncul organisasi kemasyarakatan
Islam dan kelompok lainnya, meliputi kelompok NU,
Muhammadiyah. Demikian pula peralihan posisi dan peran, dimana
posisi dan peran annangguru mulai dialihkan ke lembaga formal
pemerintah, lalu munculnya lembaga pendidikan modern, demikian
pula regulasi dan perubahan teknologi informasi, dan tak bisa
dipungkiri jika perubahan ini menjadi isu penting saat ini yang juga
menjadi tantangan tersendiri bagi annangguru.
Bab lima adalah bab kunci yang menjawab problem
penelitian disertasi ini, yaitu mengapa annangguru dapat bertahan
dalam masyarakat Mandar yang berubah? Sekaligus menjawab
pertanyaan rumusan masalah ketiga, yaitu strategi apa yang
dilakukan annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan yang
terjadi? Bab ini merupakan lanjutan dari bab sebelumnya yang
menerangkan tantangan bagi annangguru dalam menghadapi
dinamika perubahan masyarakat. Pembahasan bab lima yaitu strategi
bertahan annangguru dalam dinamika perubahan. Isi bab ini
menguraikan strategi yang dilakukan annangguru dalam beradaptasi
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 51

dengan perubahan masyarakat meliputi; kaderisasi dan strategi


pengajaran, strategi rekruitmen, aktif berorganisasi dan mendirikan
yayasan, peningkatan kredibilitas lembaga, mengikuti pendidikan
formal dan dan menggunakan informasi teknologi (IT).
Bab enam sebagai bab terakhir penutup. Pada bab ini
memberikan kesimpulan terhadap penelitian ini, dengan fokus
menyimpulkan pada rumusan masalah lalu ditutup dengan saran agar
kemudian akan ada penelitian selanjutnya untuk mengkritik atau
melanjutkan penelitian disertasi ini.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 51

BAB II
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MANDAR

Kabupaten Polewali Mandar merupakan lokus sasaran


dalam penelitian ini, Polewali Mandar merupakan salah satu dari
enam kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, propinsi ini merupakan
hasil pemekaran dari Sulawesi Selatan pada tahun 2004. Sebelum
dimekarkan, Sulawesi Selatan berdiam empat suku bangsa utama,
yang masing-masing menyebut dirinya: Mangkasara (orang
Makassar) mendiamin butta Mangkasara (negeri Makassar), Ugi’
(orang Bugis) mendiami tana Ugi’ (negeri Bugis), Toraya (orang
Toraja), mendiamin tana Toraja (negeri Tortaja) dan Mandar (orang
Mandar) mendiamin tana Mandar (negeri Mandar).1 Kabupaten
Polewali Mandar yang mayoritas didiami orang Mandar berpenduduk
sekitar 422.793 jiwa. Kecamatan terpadat penduduknya adalah
Kecamatan Polewali 59.434 jiwa2.

1
Darmawan Mas’ud Rahman, Puang dan Daeng: Sistem Nilai
Budaya Orang Balanipa-Mandar, (Surakarta: Zadahaniva Publishing, 2014),
hlm. 29
2
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Polewali Mandar, Polewali
Mandar Dalam Angka, 2016, hlm.77
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 52

Penggunaan Mandar sebagai nama suku seringkali


berhadap-hadapan dengan beberapa kelompok sub-suku yang hidup
di bekas Kerajaan di Mandar seperti Paneiq, Pakkaoq, Pallea, Pattaeq,
Mamasa, Mamuju, Baras dan lain sebagainya. Sebagian orang dari
sub suku ini tidak menganggap diri mereka sebagai orang Mandar,
dan sebagian orang Mandar juga menganggap bahwa mereka juga
bukan bagian dari orang Mandar. Padahal, Mandar memiliki budaya
yang terbuka dan dapat menerima siapa saja menjadi orang Mandar.
Budaya Mandar mengenal filsafat keterbukaan melalui tuturan “inai-
inai tau mandundu wai marandangna to Mandar anna meloqi menjari
to Mandar, to Mandarmi tuqu” (siapa saja yang pernah meminum air
beningnya orang Mandar, lantas ia berkeinginan menjadi orang
Mandar, maka menjadi orang Mandar-lah ia). Tuturan ini
merefleksikan sikap keterbukaan dan kebesaran hati budaya Mandar
untuk menerima orang luar sebagai bagian dari keluarga besar
Mandar. Dengan demikian, menjadi orang Mandar bukanlah
persoalan bahasa atau suku, tetapi keinginan dan niat baik untuk
menjadi bagian dari orang Mandar,3 berikut ini diuraikan tentang
karakteristik masyarakat Mandar sebagai berikut:

A. Sistem Kekerabatan
Menurut Goodnough4 bahwa masyarakat Melayu Polynesia
mempunyai tipe bilokal dan berkeluraga luas. Hal ini dapat
ditemukan dalam masyarakat Mandar yang garis keturunan ayah dan
ibu dipegang secara berimbang karena menganut sistem extended
family yang bersifat bilateral. Nama belakang biasanya disandarkan
nama ayah karena dalam masyarakat Mandar tidak mengenal sistem
nama famili. Kekerabatan bilateral ini juga nampak pada sistem

3
Muh.Idham Khalid Bodi, Kamus Besar Bahasa Mandar-
Indonesia, (Surakarta Zada Haniva: 2010), hlm. 1-2
4
Ibid,.51.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 53

panggilan bagi yang telah berkelurga, orang yang sudah menikah


disapa sesuai dengan nama anak pertamanya baik itu laki-laki
maupun perempuan, misalnya a’bana Kafrawi (bapaknya Kafrawi).
Dan adakalanya juga berasal dari nama kemanakan baik dari pihak
ayah maupun ibu. Sistem tersebut dinamakan dipasingonai ana’ anna’
ana’naure (dinamakan dengan nama anak dan nama kemanakan),
sistem penamaan ini mengandung nilai fungsi budaya yaitu untuk
membangun keakraban agar unsure musyawarah, tolong menolong
dan kesayangan tetap terpelihara.
Sistem kekerabatan orang Mandar mengenal konsep 1)
sarruang. Keluarga yang berada pada lapisan inti (keluraga batih)
terdiri atas ayah, ibu dan anak; 2) sangana, keluarga yang didasarkan
adanya hubungan darah baik dari ayah maupun ibu. Struktur sangana
dibedakan atas family (sangana) dekat dan famili jauh. Famili dekat
mulai dari sepupu sekali hingga sepupu tiga kali. Famili jauh mulai
dari sepupu empat kali hingga sepupu lima kali; 3) Sibija; kelompok
kerabat yang diketahui statusnya melalui dengan cara mattuttung
bija-bija atau penelusuran asal-usul, namun derajat kedekatan darah
tidak memiliki ketersambungan genetik, namun terbentuk melalui
jalur perkawinan antara dua pihak; 4) Sisambung sangana
(persambungan keluarga). Kelompok kerabat secara darah yang tidak
memiliki ketersambungan genetik, namun terbentuk melalui jalur
perkawinan antara dua pihak; 5) Sikkappung (sikampung).
Kekerabatan berdasarkan tempat asal atau kampong yang sama lebih
bermakna sosial. Dalam beberapa konteks, tingkat kekerabatan
dengan sekampung sangat tinggi dan bisa sederajat dengan tingkat
keakraban persaudaraan, terutama jika dipertemukan di tempat lain
atau di rantau. Dengan demikian, kekerabatan tidak hanya
diartikulasikan dalam hubungan sedarah tetapi juga dalam konteks

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 54

hubungan simbolik yang mengaitkan jejaring sosial berdasarkan


kesamaan kampung, suku dan bahkan ideologi.5
Kemudian sistem dan istilah kekerabatan bagi orang Mandar
selalu dikaitkan dengan perpektif kosmologi yang melahirkan
perspektif kosmogini. Jenjang generasi ego melambangkan lino
(bumi). Istilah-istilah kekerabatan yang masuk dalam kategori ego ini
adalah luluare (saudara) yang terdiri atas kaka’ (kakak) kandi’.
Demikian halnya dengan boyang pissang, penda’dua dan pentallung
(sepupu sekali, kedua dan ketiga). Jenjang generasi di atas ego
merupakan lambing dari tangngana langi (langit tengah) yang
meliputi kama’ (orang tua) dan jenjang generasinya (saudara ayah,
ibu, sepupu ayah-ibu dan seterusnya). Jenjang generasi di atas kama’
adalah lambing dari langi’na langi’ (bagian atas langit) yang meliputi
kanne’ (kakek-nenek) dan jenjang generasinya (saudara dan sepupu
kakek-nenek dan seterusnya). Jenjang di bawah ego merupakan
lambing dari tangngana buriliuang (tengah bumi) yang meliputi
lapisan ana’ (anak laki-laki maupun perempuan). Jenjang generasi
satu tingkat di bawah ana’ merupakan lambing dari buri’liuang (dasar
bumi) yang meliputi lapisan appo (cucu dan cicit).6
Sistem kekerabatan dalam masyarakat Mandar dalam
penggunaan istilah kanne’ (kakek) digunakan kepada kakek maupun
nenek. Kemudian dalam masyarakat Mandar sangatlah jarang
ditemukan sebuah keluarga batih menempati rumah secara sendiri-
sendiri. Mereka biasanya bergabung dengan sanak famili luas
(extended family) yang terdiri atas sepupu kedua belah pihak,
kemanakan dari ayah atau ibu, paman dan bibi yang belum
berkeluarga, dan nenek dari ayah ataupun ibu, bahkan keluarga yang

5
Idham Khalid Bodi, Kamus Besar Bahasa Mandar-Indonesia,
hlm. 11.
6
Ibid., 11-12
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 55

jauh yang hanya mengaku ada hubungan darah setelah dilakukan


matuttung bija-bija (menelusuri asal-usul).
Kemudian di dalam memilih jodoh selalu memilih keluarga
yang dekat dalam daerah yang terbatas, kriteria yang paling utama
dan pertama dilakukan oleh masing-masing pihak ialah mappe’issani
rumbu api (mencari tahu asal usul), langkah ini dilakukan untuk
mengetahui sifat dan tingkah laku masing-masing calon untuk
menjaga kekompakan rumah tangga, sehingga banyak ditemukan
terjadi perkawinan antara sepupu sekali atau dua kali. Dalam prinsip
perkawinan masyarakat Mandar yang ingin dicapai adalah
terwujudnya keluarga sirondo-rondoi atau siamase-masei (bekerja
demi kepentingan bersama), sianoang pa’mai atau sitannoang pa’mai
(saling sayang menyayangi) dan sibaliparri (saling bantu
membantu).7
Khusus konsep sibaliparri adalah sebuah konsep manajemen
ekonomi rumah tangga, pembagian kerja secara baik antara suami dan
istri, ini dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga Mandar hingga
saat ini, misalnya dalam membuat minyak kelapa, menangkap ikan di
laut, membuat periuk, pembagian kerja biasanya dilakukan
disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin dan banyaknya tenaga
yang dibutuhkan, kaum pria mengerjakan pekerjaan berat, misalnya
jika suami menangkap ikan di laut, dan istri berperan untuk
memasarkannya atau mengeringkan untuk dimakan atau dijual, dan
jika suami bertugas memanjat kelapa, istri berperan untuk
menanaknya untuk dijadikan minyak kelapa dan biasanya dibantu
oleh anak perempuannya.

7
Lihat Darmawan Mas’ud, Puang dan Daeng, hlm. 61.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 56

E. Hubungan Kekerabatan dan Stratifikasi Sosial


1. Hubungan Kekerabatan
Orang Mandar adalah salah satu suku yang menetap di Pulau
Sulawesi tepatnya di Sulawesi Barat, asal-usul kesatuan Lita atau
Tana Mandar, di jelaskan bahwa Pitu Ulunna Salu (Tujuh Hulu
Sungai) dan Pitu Ba, Bana Binanga (Tujuh Muara Sungai), adalah
Negara Wilayah (Kesatuan) Mandar. Orang-orang dari wilayah
permukiman itu, merasa bersaudara semuanya. Orang.
Asal-usul kekerabatan orang Mandar dimulai dari mitologi
Tomanurung, cerita asal-usul suatu masyarakat tak dapat terlepas
dari miotologi sebagai jalan keluar untuk melacak sejarah asal usul
masyarakat, sosok generasi manusia pertama sangatlah penting untuk
melihat hubungan kekerabatannya dengan suku bangsa lain dan untuk
keberlanjutan sejarah sosial sebuah masyarakat. Pakar lontar Mandar
Muis Mandra mengatakan sedikitnya ada empat cerita tomanurung
yang tercatat dalam berbagai lontara Mandar yaitu: Tonisesse’
Ditangalor (orang yang datang dari perut ikan Tingalor) Tomenete
Ditarrauwe (orang yang datang melalui pelangi), Tobisse Di tallang
(orang yang datang melalui belahan bambu), Tokombong Dibura
(orang yang datang dari busa air).8 Namun keempat Tomanurung
tersebut di atas yang sangat popular di masyarakat adalah Tobisse
Ditallang dan Tokombong Dibura. Tomanurung adalah orang yang
turun dari langit sebagaimana yang diceritakan dalam lontara
Mandar:
Inilah yang menjelaskan pertama kali pada manusia di
Mandar. Ulu Sa’danlah tempatnya daratan. Itulah tempat
tibanya orang yang diturunkan dari langit, dialah yang
memperistrikan Tokombong Dibura. Dia melahirkan anak
yang bernama Tobanua Pong. Dia melahirkan anak Ilando

8
Wawancara Muis Mandra di Somba Majene, tanggal 17 April
2008.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 57

Belua, dialah yang tiba di Makassar. Saudaranya bernama


Ilaso Kepang, dialah yang tiba di Luwu, Ilando’guntu’ dialah
yang tiba di hulu Sa’dan. Usu’sambaba dialah yang tinggal di
Karonangang, Pa’dorang dialah yang tiba di Bettuang, dialah
yang memperistrikan bernama Iratibia dan dialah yang
melahirkan Sundidi, yang melahirkan Sibanangang.
Sibananganglah tiba di Mamasa dan Massupu’.
Ibokkapadang dialah yang tinggal di Mambulilling. Dialah
yang menikah dengan Isanrabone di Buttu Bulo, orang yang
datang di dari Mekkah bawa perahu. Dari perkawinanyalah
lahir Ibelorate yang beristrikan Tomete’engbassi.
Tomete’engbassilah yang melahirkan Idaeng Lumalle’, yang
melahirkan anak sebelas orang. Anak pertamanya bernama
Idaeng Tumana yang tinggal di Pe’uranang. Anak yang kedua
bernama Ilambersusu yang tinggal di Mukki’. Anaknya yang
ketiga bernama Idaeng Manganan’ yang tinggal di
Tabulawang. Anaknya yang keempat bernama Isahalima
yang tinggal di Tabang. Anak yang kelima bernama
Pullaomesa yang tiba di Ulu Salu, itulah neneknya Tubala.
Anaknya yang keenam bernama Taqandiri yang tiba di
Mamuju. Anak yang ketujuh bernama Idaeng Palulung yang
tinggal di Sendana. Anaknya yang kedelapan yang bernama
Tonibikung yang tiba di Mala’bo. Anaknya yang kesembilan
Talambusna yang tiba di Mambu, dialah neneknya
Tonigandang. Anaknya yang kesepuluh bernama
Tonipani’bulu yang tiba di Botteng. Anaknya kesebelas
bernama Topali, dialah yang melahirkan Tabittoeng.
Tabittoenglah yang melahirkan Taurraurra yang menikah
dengan Lemo dan lahirlah Iweapas. Iweapaslah yang
diperisterikan Puang digandang yang melahirkan Todilaling9
(Arayang Balanipa I).

9
Lihat Suridi, Ensiklopedia, Sejarah dan Kebudayaan Mandar,
hlm. 364-365.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 58

Keterangan di atas, diperkuat dengan silsilah yang disusun


oleh Andi Saiful Sinrang yang dirangkum dari berbagai silsilah yang
terdapat di Mandar maupun di Bugis dan Makassar. Dalam silsilah
itu, Orang Mandar percaya bahwa mereka berasal dari satu nenek
moyang (leluhur) yaitu Ulu Sa'dan yang bernama Tokombong Dibura'
(laki-laki) dan Tobisse Ditallang (perempuan). Mereka disebut juga
Tomanurung Dilangi'. Dari pernikahan mereka, lahir seorang anak
bernama Tobanua Pong atau Tobanua Posi yang kemudin mempunyai
tujuh orang anak tapi hanya lima orang yang diketahui namnya, yaitu:
Ilando Belua' (Perempuan, si panjang rambut). Dialah yang pergi ke
Gowa. Ilaso kepang (Laki-laki, si besar kepala). dialah yang pergi ke
luwu' kemudian Ilando guttu (Laki-laki, si panjang lutu). dialah yang
menetap di Ulu Sa'dan Yusu' sambamban (laki-laki). dia menetap di
karonaga. Ipadora' (laki-laki). dialah yang pergi dan menetap di
bittung.
Adapun wilayah di tanah Mandar yang meliputi Pitu Ulunna
Salu', yang terdiri atas: Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang,
Rantebulawan, Matangnga, Tabang, kemudian kawasan Pitu Ba'bana
Binanga ialah: Balanipa, Sendana, Banggae, Pamboang, Tappalang,
Mamuju, Binuang. Hubungan kekerabatan Pitu Ba’bana Binanga dan
Pitu Ulunna Salu’ bertemu di Daeng Lumalle turunan ketujuh dari
Tomanurung di Ulu Sa’dan, ia memiliki sebelas putra yang dikenal
dengan sebutan mara’dia sappulo mesa (sebelas raja) dalam silsilah
raja-raja Mandar yang diramu dari berbagai lontar oleh Andi Syaiful
Sinrang dijelaskan, adapun putra-putra Daeng Lumalle adalah: (1)
Lambususu di Kalumpang, (2) Tabang Batu di Simboro, (3) Tambuli
Buli Bassi di Tappalang, (4) Daeng Manga’na di Tabulahan, (5)
Isahalima di Tabang, (6) Dg Tumanang di Pe’urangan, (7) Dg
Palulung di Ulumanda dan Tubbi Tara’manu, (8) Simbadatu di
Matangnga, (9) Daeng Majannang, (10) Ta’andiri Makke Daeng di
Mamuju, Sendana dan Pamboang, (11) Tonipani Bulu di Balanipa.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 59

Kesebalas putra Daeng Mangalle tersebut kemudian menjadi


raja di wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba’bana Binanga, khusus
Tonipani Bulu memiliki ia dikaruniai dua anak di Mandar putra dan
putri yang putra bernama Tabittoeng kemudain berputra bernama
Taurraurra kemudian menikah dengan Tolemo dan melahirkan
Weapas lalu menikah dengan Puang Digandang yang kemudian
melahirkan I Manyambungi yang bergelar Todilaling Arayang
Balanipa I, yang naik tahta pada tahun 1560 M, Todilaling inilah yang
menurunkan raja-raja Balanipa dan sebagian raja di wilayah Pitu
Ba’bana Binanga. Kemudian anak kedua dari Tonipani Bulu bernama
Irerasi yang kemudian menikah dengan Batara Gowa Tuminanga ri
Paralakenna VII yang kemudian menurunkan raja-raja Gowa
berikutnya termasuk Sultan Hasanuddin Raja Gowa XVI (1653-1669
M)10
Tonipani Bulu kemudian hijrah ke Bone dan ia diangkat
menjadi raja Bone pertama yang bergelar Mattasi Lompoe
Manurungnge Ri Matayang Mangkau Bone I sekitar tahun 1330-1358
M yang kemudian menurunkan raja-raja Bone.11 Tonipani Bululah
yang menurunkan raja-raja Balanipa (Mandar) melalui I
Manyambungi, kemudian Irerasi yang menikah dengan Batara Gowa
VII. Dan Tonipani Bulu kemudian diangkat menjadi Raja Bone I.
Hubungan kekerabatan inilah sehingga orang Mandar
menyatakan diri bersaudara dengan orang Bugis, Makassar begitu
pula dengan Luwu dan Toraja, sehingga dari kalangan bangsawan
Mandar mereka disapa daeng untuk mengikuti Makassar dan puang

10
Lihat silsilah raja-raja Gowa di Balla Lompoa Gowa Sulawesi
Selatan
11
Dapat dilihat pada silsilah raja-raja Bone di Museum Arung
Palakka di Wattampone, Bone Sulawesi Selatan. Dan Silsilah raja-raja
Mandar tulisan tangan Andi Syaiful Sinrang.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 60

untuk mengikuti Bugis dan Toraja. Hubungan kekerabatan tersebut


dapat dilihat di silsilah raja-raja Mandar berikut ini:
Silsilah Tomanurung

Sumber : Syaiful Sinrang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 61

Hubungan Kekerabatan Raja-Raja Mandar, Bone, Gowa dan Luwu

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 62

Lalu bagaimana hubungan kekerabatan para annangguru


yang menjadi fokus pembicaraan dalam penelitian ini? Hubungan
kekerabatan annangguru di Mandar khususnya Pambusuang bermula
sejak kedatangan seorang ulama besar di Mandar yang bernama
Syekh Addyn atau guru ga’de, menurut Syekh Abu Syahin, guru
ga’de berasal dari bahasa Jawa guru gede yang berarti guru besar yang
silsilahnya berasal dari Maulana Malik Ibrahim12. Syekh Addyn
kemudian menikah dengan bangsawan kerajaan Balanipa putri
Pappuangan Napo, dan kemungkinan besar masih turunan langsung
dari Imanyambungi Todilaling maradia Balanipa I (1540-1560 M),
Syekh Addyn kemudian mendirikan mesjid pada tahun 1720 M
sebagai pusat pengajian kitab-kitab agama Islam, hasil dari
pernikahan Syekh Addyn dan Putri Pappuangan Napo ini melahirkan
Syekh Abdullah Addyn yang kemudian menjadi imam masjid yang
dibangun ayahnya sekaligus memimpin pengajian kitab (1755-1793
M), kemudian dilanjutkan putranya yang bernama Syekh Maemanah
Annangguru Matowa (1793-1823M), lalu tampil putra Syekh
Maemanah, yaitu Syekh Muh Nuh (1825-1828M) yang memiliki tiga
istri dan sepuluh putra, turunan Muh Nuh inilah yang melahirkan para
annangguru yang menjadi imam dan pimpinan pengajian kitab di
Masjid Taqwa Pambusuang, dan di masa Muh Nuh banyak orang
Arab yang keturunan sayyid yang berdatangan di Mandar kemudian
menikah dengan anak cucu Muh Nuh. Selanjutnya dapat dilihat
dalam silsilah Syekh Addyn berikut ini:

12
Dikenal sebagai Sunan Gresik (w. 1419 M/882 H) adalah nama
salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota
Gresik, Jawa Timur, ia juga dikenal sebagai wali yang memiliki kontribusi
dalam penyiaran Islam di tanah Jawa, silsilahnya sampai pada rasulullah saw
melalui Husain bin Ali. Hasil wawancara dengan Muchtar Hussain, guru
besar UIN Alauddin Makassar, 23 Juni 2009.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 63

Silsilah Para Annangguru

Dari silsialh tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


annangguru di Mandar memiliki hubungan kekerabatan ke dalam
lingkungan keluarga kerajaan Balanipa yang masih turunan dari
Tomanurung diUlu Sa’dan dan sekaligus memiliki hubungan
kekerabatannya juga langsung dari Arab melalui pernikahan antara
Syekh Addyin dari Maghribi dengan putri bangsawan kerajaan
Balanipa dan beberapa turunannya kemudian menikah lagi dengan
orang-orang Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 64

2. Stratifikasi Sosial
Bagi para sosiolog seperti Karl Marx dan Max Weber13
melihat adanya perbedaan sosial yang muncul di masyarakat secara
vertikal. Ia kebanyakan bertumpu pada sudut pandang ketidaksamaan
derajat (inequality) yang timbul karena perbedaan ekonomi semata.
Seorang antropolog mencoba menekuni persoalan serupa dengan
pandangan yang lebih jauh dan mendalam. Ia tidak hanya melihat
kepada suatu persoalan yang bertumpu pada ketidaksamaan vertikal
belaka, seperti hanya melihat perbedaan ekonomi saja, akan tetapi,
dia ingin mencari sesuatu yang tidak universal dalam perbedaan
vertikal. Bahkan dia ingin melihat arti stratifikasi sosial atau
pembuluan (keturunan) tersebut secara menyeluruh dalam berbagai
kaitan aspek budaya yang melekat padanya.
Stratifikasi sosial dalam pengertian pembahasan ini adalah:
sebagaimana yang dikutip Soerjono Soekanto14 dari Pitirim A.
Sorokin, mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis). Sistem stratifikasi sosial dapat ditemukan pada berbagai
kualifikasi sosial, misalnya, kelas sosial, ras, gender, kelahiran atau
umur. Berbagai hal ini dapat dibuat tingkatannya, dalam perjenjangan
yang secara esensial berkaitan dengan status dan prestise (prestige),
hingga berkaitan dengan kualitas ekonomis. Masyarakat modern
mungkin lebih menekankan kualitas ekonomis, misalnya stratifikasi
kelas sosial. Sedangkan stratifikasi masyarakat tradisional, kuno,
feudal akan lebih didasari pada status. Akan tetapi semua masyarakat
menggabungkan keduanya. Sistem stratifikasi sosial bisa ketat atau
longgar. Misalnya, ada penjenjangan yang terbuka dalam mobilitas di

13
Max Weber, Class, Status and Party dalam Class, Status and
Power, Bendix and Lipset (ed). (New York: The Free Press), hlm. 21-28.
14
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta: CV.
Rajawali), hlm. 220.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 65

antara kelas-kelas sosial masyarakat kontemporer. Di dalam


masyarakat yang lain, yang berdasarkan pada kasta (caste), misalnya,
batas-batas antarstrata adalah ketat dan tak tertembus, dan
mempunyai mekanisme yang terbangun dengan kuat di mana strata
yang lebih tinggi dapat menolak strata yang lebih rendah.15
Bertolak dari pandangan tersebut, kelihatannya orang
Mandar menerima stratifikasi sosial tidak seluruhnya merupakan
kedudukan lahiriah belaka. Penentuan yang utama bertumpu kepada
bagaimana pandangan masyarakat sekitarnya terhadap berbagai hal
yang dikaitkan kepada kualitas manusia, khusus kualitas pribadi, dan
fokus itulah yang dinilai dan menentukan kedudukan seseorang di
mata masyarakat.
Di daerah Mandar terdapat juga terdapat sistem pelapisan
sosial. Dalam masyarakat ini kedudukan seseorang dalam tingkatan
tertentu ditentukan berdasarkan asal-usul ibunya lebih dulu, apakah
ibunya dari kalangan bangsawan atau bukan? Derajat kebangsawan si
ibu inilah yang menentukan tingkatan anak-anaknya dan
kemungkinan perkawinannya atau jodohnya. Seperti halnya dengan
kerajaan lain, masyarakat Mandar juga terbagi dalam berbagai
tingkatan.16
Salah satu tolak ukur yang dipakai membedakan kedudukan
seseorang secara vertikal di Mandar adalah adanya perhitungan kadar
darah. Kadar darah itu dimiliki oleh seseorang karena pertalian
seseorang dengan orang lain melalui hubungan perkawinan. Darah
seseorang secara berantai dapat diturunkan dari satu generasi ke

15
Nicholas Abercrombie dkk, Kamus Sosiologi, “terj. Desi
Noviyani” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 557-558.
16
Heddy Shri Ahimsa-Putra, Minawang Hubungan Patron-Klien di
Sulawesi Selatan (Yogyakarta: Gadjah Mada Press), hlm. 101.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 66

generasi berikutnya.17 Nilai kebangsawan orang Mandar diukur dan


dipadankan dengan ana’ batu, tinggi rendah kadar darah
kebangsawan, kadarnya diungkapkan dengan menyebut ‘sekian ana’
batu’. Ana’ batu adalah istilah ukuran yang digunakan oleh tukang
emas untuk mengukur sesuatu benda emas atau perak dalam
menentukan berat dalam jumlah gramnya. Istilah ana’ batu dalam arti
simbolis dalam masyarakat tradisional Mandar dipakai mengukur
nilai atau kadar kebangsawanan seseorang.
Seseorang yang mempunyai kadar darah dianggap sebagai
seorang yang berharga seperti seorang yang menghargai emas. Untuk
puang ressu’ atau puang sangnging atau puang murni (puang ranum
dinilai dengan 16 anak batu atau 100%) , puang tallu parapa’ (puang
¾ atau 75 % ) 12 ana’ batu , puang sassigi (puang ½ atau 50%) 8 ana’
batu, puang seperapa’ (puang ¼ atau 25 %) 4 ana’ batu, kemudian
untuk puang sallesor (puang yang kurang ¼ atau 12 ½ % ) 2 ana’
batu kemudian puang dipisupai anna’ sarombong (puang yang
digosok baru menghasilkan bau harum ini merupakan kata-kata
perumpamaan untuk puang tingkatan paling bawah atau 5-6 % ) 1
ana’ batu.18 Untuk mengetahui kadar kebangsawanan di Mandar
memiliki rumus tersendiri, ketentuan di Mandar, tommuane anna’
towaine para mapa’batti (laki-laki dan perempuan masing-masing
menurunkan turunan dalam posisi yang sama).
\Rumus: (Kadar bapak + Kadar ibu): 2 = Kadar anak
Atau (A+I): 2 = a
Keterangan: A= kadar bapak (Ama)
I = kadar ibu (Indo)
a = kadar anak (ana’)

17
Darmawan Mas’ud Rahman, Disertasi, Puang dan Daeng: Studi
Mengenai Nilai-Nilai Budaya Orang Balanipa Mandar (Ujung Pandang:
Universitas Hasanuddin, 1987), hlm. 101-102.
18
Suradi Yasil, Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Mandar,
(Makassar: Forum Studi & Dokumentasi Mandar), hlm. 103-104
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 67

Contoh pertama, jika puang sangnging/ressu menikah dengan


puang sangnging/ressu (16+16): 2 = 16, maka kadar anaknya adalah
puang sangnging atau 16 ana’ batu. Kedua, jika puang sangnging/
ressu menikah dengan puang sassigi (16+8): 2 = 24: 2 = 12, maka
menghasilkan puang tallu parapa. Ketiga, jika puang sangnging
menikah dengan tau pia, (16+0): 2 = 16: 2 = 8, maka menghasilkan
puang sassigi. Keempat, jika yang terjadi puang sangnging menikah
dengan batua kalau puang sangnging laki-laki dan batua perempuan
disebut dengan istilah tomappesawei batuanna tetapi jika sebaliknya
puang sangnging perempuan dan batua yang laki-laki, disebut dengan
istilah nasusu’ taro’dana dan ini sangat jarang terjadi karena akan
didepak dari istana, perhitungannya (16+0) : 2 = 16 : 2 = 8,
menghasilkan puang sassigi Kelima, jika puang sassigi kawin dengan
tau biasa / tau pia, (8 + 0) : 2 = 8 : 2 = 4, menghasilkan puang seperapa.
Keenam, puang seperapa menikah dengan tau biasa / tau pia (4 + 0)
= 4: 2 = 2, menghasilkan puang sallesso. Ketujuh, puang sallesso
menikah dengan tau biasa/tau pia, (2 + 0): 2 = 2: 2 = 1 maka
menghasilkan puang dipisupai anna’ sarombong. Kedelapan, jika
puang dipisupai anna sarombong menikah dengan tau biasa, (1 + 0):
2 = ½ ana’ batu = menghasilkan puang lupus atau kadar puangnya
sudah habis.19
Dalam stratifikasi sosial atau pelapisan masyarakat Mandar
diuraikan lebih lanjut dalam penelitian ini dengan menggunakan
uraian Heddy Shri Ahimsa Putra dan Darmawan Mas’ud, adapun
uraian oleh Heddy Shri Ahimsa Putra sebagai berikut:

19
Wawancara dengan Mukhlis Hannan, budayawan Mandar, dan
dosen Ilmu Budaya Universitas Asy’ariah Mandar, Polewali Mandar, pada
tanggal 31 Mei 2012.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 68

Todiang Laiyana

Tau maradeka

Batua

Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang digunakan


oleh Shri Heddy Ahimsa Putra
Dalam risetnya di Sulawesi Selatan mengenai Minawang
Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan, ia menjelaskan secara
detail tentang stratifikasi sosial orang Mandar hingga pada hak dan
kewajibannya, Heddy Shri Ahimsa Putra mengatakan bahwa
masyarakat Mandar seperti halnya juga dengan kerajaan lain terbagi
dalam berbagai tingkatan, dan secara garis besarnya terdapat tiga
golongan atau tingkatan, yaitu orang-orang yang sedikit banyak
mempunyai darah bangsawan, yang disebut to diang layana (yang
memiliki darah bangsawan). Dalam sistem pelapisan tersebut mereka
menduduki tingkat teratas. Golongan kedua adalah golongan orang-
orang merdeka, yang mencakup sebagian besar warga masyarakat
Mandar. Sebab selain meliputi orang-orang biasa yang bebas
termasuk juga di dalamnya kalangan bangsawan rendahan serta
orang-orang biasa yang mempunyai jabatan tinggi. Golongan ini
dinamakan maradeka (orang yang bebas). Kategori terakhir yang
menempati anak tangga terbawah dalam system tingkatan yang
berlaku adalah budak.
Berbagai golongan di atas ternyata masih dibedakan lagi
dalam beberapa kategori dengan tingkatan yang berlainan. Kelompok

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 69

pertama, to diang laiyana, terdiri dari lima kategori, yang berturut-


turut dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: kategori pertama
meliputi raja yang memerintah beserta dengan keturunannya. Mereka
ini dikenal sebagai arajang. Kategori kedua, yang dikenal dengan
sebutan ana’ matola payung, merupakan orang-orang keturunan dari
raja-raja sebelumnya yang menikah dengan wanita yang masih
sederajat. Jadi di sini tercakup orang-orang yang mempunyai
kemungkinan untuk menduduki jabatan maradia (jabatan raja atau
kepala daerah Mandar) bilamana jabatan tersebut kosong. Kategori
berikutnya adalah maradia tallu parapa (maradia tiga perempat), yang
terdiri dari keturunan para pria arajang atau ana’matola payung
dengan wanita dari kategori tau pea nae. Kategori keempat adalah
puang sassigi atau orang-orang setengah yang lahir dari perkawinan
antara matola pajung dengan wanita tau pea. Terakhir yakni orang-
orang seperempat atau puang siparapa, yang merupakan anak-anak
dari perkawinan seorang pria matola payung dengan wanita dari
tingkatan batua. 20
Golongan kedua dalam masyarakat adalah golongan
maradeka, yang juga terbagi dalam beberapa tingkatan. Tingkatan
pertama diduduki oleh tau pea atau orang-orang yang dapat kita
katakana sebagai kelas para pejabat pemerintahan, sebab ia
mencakup regent-regent atau kepala daerah. Disini juga masih ada
pembagian lagi berdasarkan atas keturunan yang mana seseorang
termasuk. Pertama adalah tau pea nae, yang mencakup orang-orang
yang dapat dipilih untuk menduduki jabatan-jabatan tinggi, misalnya
orang-orang keturunan pabicara serta keturunan dari para pejabat
dulu yang sudah meninggal, keturunan pappuangang yang asli dan
sebagainya. Kedua yaitu tau pea, yang meliputi orang-orang atau

20
Lihat, Heddy Shri Ahimsa Putra, Minawang, Hubungan Patron-
Klien di Sulawesi Selatan, hlm.101-102.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 70

keturunan yang berhak menempati jabatan kepala-kepala yang lebih


rendah, misalnya saja bali paja, to matowa serta jabatan lainnya.
Dalam kategori tau pea nae ternyata masih ada tingkatan-tingkatan
lagi berdasarkan atas keturunan pejabat yang mana seseorang itu,
mereka yang termasuk orang-orang yang dapat menduduki jabatan
pabicara, jadi yang termasuk dalam bijana pabicara lebih tinggi
martabatnya daripada mereka yang tergolong bijana papuangang, dan
ini selanjutnya lebih tinggi daripada bijana kaliang, yakni mereka
yang dapat diangkat menjadi kali. Dengan pembagian tingkatan atas
dasar tinggi rendahnya jabatan yang ditempati kita dapat
mengkategorikan serta membuat jenjang berbagai individu dalam
bijana sasabuarang, bijana indo tau, bijana bojo dan beberapa kategori
lain.
Tingkat kedua dalam golongan maradeka ditempati oleh
orang-orang merdeka dalam masyarakat yang dikenal dengan nama
tau samara, yakni orang-orang merdeka yang tidak menduduki
jabatan tertentu dalam sistem pemerintahan, beserta dengan
keturunan mereka. Perbedaan dengan mereka yang tidak merdeka
(budak) tampak dalam hak pilih untuk jabatan-jabatan tertentu yang
umumnya adalah jabatan rendah, yang tetap mereka miliki,
disamping hak untuk menempati sebidang tanah dan memilikinya,
suatu hak yang juga membawa kewajiban tertentu. Hak-hak serta
kewajiban inilah yang membedakan mereka dengan warga
masyarakat yang tidak merdeka.
Walaupun ada pembagian-pembagian yang tampak ketat
dalam masyarakat ini, namun tak ayal terjadi juga beberapa
penyimpangan dalam soal status apabila terjadi perkawinan antara
mereka yang tidak berbeda jauh tingkatannya. Jika seorang pria dari
golongan puang sassigi menikah dengan seorang wanita dari kalngan
tau pea, maka kedudukan anak mereka hanya turun sedikit dibanding
dengan kedudukan ayahnya, oleh karena itu mereka masih dapat

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 71

dirmasukkan dalam golongan ayahnya yaitu puang sassigi, karena


ayah masih tergolong tau pea dan perbedaan antara dua kategori ini
tidak begitu besar. Anak-anak semacam ini, yang bagaimanapun juga
ternyata tidak sepenuhnya sama dengan ayahnya. Dikatakan sebagai
bembe dibaku- baku’ jatuh dalam baku-baku’ artinya jatuh dalam
songko’ atau dengan kata lain dia masih dapat menyelamatkan
kedudukannya.21
Perkecualian juga kita jumpai dalam perkawinan seorang
wanita bangsawan dengan pria dari kalangan yang lebih rendah. Yang
hanya terjadi jika perbedaan tingkat antar mereka tidak begitu
besarm, misalnya seorang pria tau pea nae dengan wanita golongan
wanita puang sassigi. Perkawinan antar mereka bias berlangsung jika
si pria bersedia membayar mas kawin yang lebih tinggi lagi. Dan ini
dinamakan mabasi atau membeli kedudukan. Hal ini bagaimanapun
juga tidak berarti bahwa si pria setingkat dengan wanitanya. Mereka
tetap tidak setingkat dan keturunan mereka tetap tidak masuk dalam
golongan ibunya puang sassigi, tetapi lebih rendah lagi, yaitu puang
seperapa. Hal ini berarti juga bahwa mereka yang termasuk kategori
puang siperapa tidak selalu berasal dari perkawinan antara pria
matola payung dengan wanita golongan batua. Perkawinan seperti di
atas disebut mattitemei puna lambe, yang artinya orang melakukan
sesuatu yang tidak pada tempatnya, yang tidak sesuai. Perkawinan
seperti ini jika terjadi antara mereka yang berbeda jauh tingkatannya
akan mengundang hukuman berat bagi orang yang menjalaninya.
Tingkat ketiga, atau yang terendah, ditempati oleh
mereka yang tergolong sebagai budak atau batua. Dan ini dibedakan
lagi menjadi batua nialli dan batua sossorang. Batua nialli adalah
mereka yang menjadi budak karena kalah perang. Mereka merupakan
para tawanan perang, yang kemudian dijual, sedang batua sossorang

21
Ibid., 103
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 72

adalah budak karena pewarisan, artinya menjadi budak karena dia


keturunan budak. Tidak di semua tempat golongan budak yang kedua
ini bias ditemui. Di Pambusuang misalnya, budak seperti ini tidak
dikenal. Juga perbedaan antara keduanya tidak begitu jelas dalam hal
tempat tinggal mereka. Mereka tinggal bersama majikan, dan
makanan serta pakaian mereka sudah ditanggung. Kekecualian bias
terjadi jika apabila mereka sangat berjasa pada majikan. Mereka
kemudian bias tinggal di rumah sendiri, dan hanya dalam hal tertentu
yang sangat penting saja mereka menjalankan kewajiban-
kewajibannya. Perbedaan baru tampak pada soal hak. Batua
sossorang boleh menikmati hasil kerjanya juga. Jadi kalau misalnya
dia menanami suatu kebun maka sepertiga pohon yang tetap hidup
boleh diterimanya. Selain itu dia juga tidak boleh dijualbelikan oleh
majikannya.
Kategori lain lagi, yang tidak termasuk dalam salah satu
dari tiga golongan di atas adalah yang disebut budak hutang (batua
inranang) atau biasanya dikenal sebagai pandeling oleh pegawai
kolonial Belanda. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat hutang
dan tidak mampu membayar kembali hutang tersebut. Sebagai
gantinya mereka menjadi orang yang tunduk pada perintah yang
member hutang. Dia harus melayani orang ini. Mereka tinggal di
tempat si pemberi uang hingga hutangnya terbayar kembali. Orang-
orang semacam ini tidak dapat diperjualbelikan dan statusnya tidak
diwarisi oleh anaknya. Selain itu mereka juga tidak mendapat bagian
dari hasil kerjanya untuk si pemberi hutang.22
Shri Heddy Ahimsa Putra dalam penjelasan sebelumnya
membagi stratifikasi sosial di Mandar pada tiga golongan berbeda
dengan Darmawan Mas’ud Antropolog Universitas Negeri Makassar

22
Ibid., 104-105
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 73

dalam penelitian disertasinya membagi pelapisan sosial di Mandar


pada empat golongan sebagai berikut:23
Golongan pertama. to diang laiyana, kelompok bangsawan
ini, meliputi: tingkatan pertama, Puang ressu’ (ranum), lapisan ini
memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik,
disebut manassa ressu’ (benar-benar ranuh). Ia merupakan hasil dari
perkawinan antara seorang ayah dengan ibu yang masing-masing
mempunyai kadar darah melabu tongan (utuh dan sempurna).
Tingkatan kedua, puang sangnging (murni), lapisan ini mempunyai
kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik yang disebut
sangnging. Ia merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah
dengan ibu yang masing-masing pihak mempunyai kadar darah
sangnging. Dapat juga terjadi bila ayah berkadar darah ressu’ dan ibu
berkadar darah sangnging atau sebaliknya. Tingkatan ketiga, puang
tallupparapa’ (tiga perempa lapisan ini memiliki kadar darah
bangsawan dalam perhitungan simbolik disebut tallupparapa’. Ia
merupakan hasil perkawinan antara ayah dan ibu yang masing-masing
berkadar darah talluparapa’. Dapat juga terjadi sebagai hasil
perkawinan antara seorang ayah yang berkadar darah “bangsawan”
atau sangngning atau ibu yang berkadar darah separapa’ (seperempat)
ataupun sebaliknya.
Tingkatan keempat, puang Sassigi (setengah atau separuh),
lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan
simbolik yang disebut sassigi’. Ia merupakan perkawinan antara
seorang ayah dengan seorang ibu yang masing-masing memiliki
perhitungan kadar darah sassigi. Dapat juga terjadi bila ayah memiliki
perhitungan kadar dan tallupparapa’ dan ibu separapa’ ataupun
sebaliknya. Ia juga merupakan perhitungan dari kadar darah ressu’

23
Darmawan Mas’ud, Puang dan Daeng: Studi Mengenai Nilai-
Nilai Budaya Orang Balanipa Mandar (Ujung Pandang, disertasi doktor
Universitas Hasanuddin), hlm. 59-63.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 74

atau sangnging dengan ibu yang memiliki kadar darah biasa tanpa
perhitungan kadar darah tetapi bukan budak. Tingkatan kelima puang
Separapa’ (seperempat), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan
dalam perhitungan simbolik yang disebut separapa’, yang merupakan
hasil perkawinan antara seorang ayah dan seorang ibu yang masing-
masing mempunyai perhitungan darah separapa’.
Ia juga merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah yang
mempunyai kadar darah sassigi’ dengan tanpa perhitungan kadar
darah tapi bukan budak. Tingkatan keenam, puang Sallessor atau
Salleso’ (kurang dari seperempat), lapisan ini memiliki kadar darah
bangsawan dalam perhitungan simbol yang disebut sallessor atau
sassigi. Merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah dengan
seorang ibu yang masing-masing mempunyai perhitungan kadar
darah seperempat. Dapat juga terjadi bila perkawinan antara seorang
ayah yang memiliki kadar separapa’ dan seorang ibu yang tidak
memiliki perhitungan kadar darah tetapi bukan budak. Tingkatan
ketujuh, puang dipisupai anna’ sarombong (digosok baru muncul bau
harum), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam
perhitungan simbolik, disebut dipisupai anna sarombong. Merupakan
hasil dari perkawinan yang terjadi bila seorang ayah dengan seorang
ibu yang masing-masing mempunyai kadar darah dalam perhitungan
kurang dari darah sallessor. Dapat juga terjadi dari hasil perkawinan
antara seorang ayah yang memiliki kadar darah sallessor kawin
dengan seorang ibu yang tidak memiliki perhitungan kadar darah,
tetapi bukan budak atau sebaliknya.
Golongan kedua: Tau pia (Manusia Pilihan), Tau pia berhak
atas kedudukan lembaga ada’ dalam wilayah Amara’diangang
(Kerajaan) Balanipa. Ia bertindak dan mewakili rakyat dalam tatanan
pemerintah Amara’diangan Balanipa. Mereka itu yang berhak disapa
dengan sapaan puang bersama bijanna (turunannya) yang terdiri atas:
Tingkatan pertama, Tau pia tongang atau tau pia manassa (pilihan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 75

asli), lapisan ini tidak pernah memperhitungkan kadar darah yang


dimiliki melalui perhitungan persentase. Namun, perhitungan
keturunan tetap pada dasar pertautan antara perkawinan antara
seorang lelaki yang masih dianggap berdarah asli kaum ada’ sejak
nenek moyang keduanya. Tingkatan kedua. Tau pia na’e (hasil
perkawinan antara bija mara’dia dengan bija ada’). Lapisan ini
merupakan jenjang yang belum ada persatuan paham dalam
menentukan kriteria perhitungan keturunan. Karena adanya
perkawinan campuran antara bija mara’dia dengan bija ada’, maka
perhitungan menurut cara pandangan kedua golongan itu berbeda.
Pada masa silam di Balanipa, amara’diangang memiliki beberapa
pejabat yang mempunyai garis keturunan tau pia na’e. Dalam
memilih jabatan tersebut seseorang harus menentukan secara tegas
pilihannya, sehingga sapaan sesuai dengan jabatan yang
dipangkunya. Bila yang bersangkutan memilih jabatan ada’ maka
sapaanya adalah puang. Demikian pula, jabatan mara’dia sapaan yang
tepat adalah daeng. Lapisan itu sampai sekarang banyak menduduki
kedudukan formal dan informal utamanya sebagai pemimpin di masa
revolusi fisik perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tingkatan ketiga,
tau pia biasa (pilihan biasa). Lapisan ini adalah hasil perkawinan
seseorang yang mewakili darah turunan ada’, kawin dengan seorang
yang berdarah biasa yang bukan turunan batua (budak). Lapisan ini
pun berhak atas jabatan ada’, bila lapisan tau pia tongang dan tau pia
na’e tidak dipilih oleh rakyat karena sifat dan kelakuan yang
bersangkutan dianggap tidak baik dan tidak pantas atas jabatan ada’
tersebut.
Kemudian tingakatan keempat. Tau samara (biasa), lapisan
ini tidak memperhitungkan kadar darah dalam kehidupan
berkeluarga. Mereka banyak terlibat dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, sehingga banyak yang berhasil dalam mengelola
kehidupan ekonomi, bertukang dan sebagai petani penggarap.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 76

Perkawinan yang terjadi antara jenjang, banyak melibatkan lapisan


ini, karena mobilitas sosialnya yang tinggi, juga banyak berhasil di
bidang pendidikan. Lapisan ini juga sering disebut tau mardeka
(bebas).
Golongan ketiga batua (hamba sahaya), secara tradisional
lapisan ini masih sering disebut oleh masyarakat, dan terbagi atas
lima golongan: batua inrangang (batua karena utang), batua nialli
(budak dibeli), batua sassabuarang (budak sejak lahir), batua
sossorang (budak turun temurun), batua naluang paleko’ (budak
karena membuat kesalahan). Meskipun lapisan budak tersebut tidak
tampak lagi di masyarakat Mandar modern, namun istilah tersebut
seringkali masih muncul ketika terjadi proses pertunangan seseorang
atau masa seseorang ingin memilih jodoh untuk seseorang. Masa ini
disebut mappeissangngi rumbu api (saling mencari asal usul), dan
mattuttung bija (mencari asal turunan).
Perbedaan penyusunan stratifikasi sosial di Mandar antar
Shri Heddy Ahmsa Putra dan Darmawan Mas’ud pada pembagian to
diang laiyana, Heddy membagi menjadi lima tingkatan sedangkan
Darmawan membaginya tujuh tingkatan, demikian pula halnya pada
pembagian golongan stratifikasinya, Heddy membaginya menjadi
tiga golongan sedangkan Darmawan empat golongan dengan
menempatkan tau pia pada tingkatan kedua sedangkan Heddy
memasukkan tau pia bagian dari tau merdeka. Seperti pada gambar di
bawah ini:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 77

Todiang
Laiyyana
Tau Pia
Tau Maradeka
Batua
Pembagian stratifikasi sosial orang Mandar versi yang
digunakan Darmawan Mas’ud

Stratifikasi sosial ini juga nampak pada hak dan


kewajibannya oleh tiap golongan yaitu:
Pertama, hak dan kewajiban to diang laiyana, golongan ini
berhak menduduki jabatan-jabatan penting dalam dalam susunan
struktur pemerintahan kerajaan Balanipa Mandar, misalnya posisi
maradia (raja) dijabat oleh puang sangnging, puang ressu, puang
talluparapa, kemudian maradia matoa (wakil raja), berhak dijabat
puang sangnging, puang ressu, puang tallu parapa dan puang sassigi,
kemudian maradia malolo (panglima perang) dijabat oleh puang
sangnging dan puang ressu. Hak berikutnya untuk golongan to diang
laiyana adalah berhak menduduki jabatan sappulo sokko (dewan
menteri), dijabat oleh puang sassigi, puang seperapa, puang salesso
tapi harus ada garis keturunan hadat atau tau pia, sehingga mereka
disebut juga tau pia nae, golongan ini berhak menduduki jabatan
hadat (pemangku hadat atau para menteri).
Kemudian kewajiban to diang laiyana adalah, jika
golongan ini memiliki budak, maka mereka berkewajiban melindungi
dan menghidupi (menafkahinya) seluruh keluarga budak tersebut,
bahkan mengawinkannya, juga berkewajiban untuk menuntut ilmu
pengetahuan tentang aturan adat istiadat kelak mereka dapat eksis

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 78

dalam menduduki jabatan penting dalam kerajaan. Dan juga


berkewajiban mengayomi masyarakat (rakyat) membela kerajaan di
tanah Mandar. Kewajiban berikutnya adalah menjadi panutan dan
suri teladan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
(kerajaan), serta berkewajiban mengedepankan harkat martabat
(ama’labiang), seperti konsisten antara perkataan dan perbuatan.
Kedua, hak dan kewajiban tau maradeka, mereka berhak
melakukan aktivitas keseharian sesuai dengan profesinya berdasarkan
aturan yang berlaku dalam kerajaan dan kewajibannya adalah
membayar sima (pajak), mempertahankan kerajaan dari serangan
musuh, mematuhi seluruh aturan adat yang adat dan membela
kehormatan atau nama baik maradia atau raja sesuai dengan adat
kebiasaan.
Ketiga, hak dan kewajiban batua, hamba sahaya, golongan
ini tidak nampak kepemilikan hak secara penuh dan lebih banyak
kewajiban untuk melakukan pengabdiannya kepada puang-nya
(tuan), yang berasal dari todiang laiyana atau tau pia. Adapun bentuk
pengabdiannya seperti, menjaga dan tambak, sawah, kebun milik
puang-nya dengan tidak diberi upah.24
Kemudian stratifikasi sosial di Mandar masih kental terjadi
di masyarakat terdapat pada life cycle atau upacara lingkaran hidup
diantaranya pada upacara perkawinan dimana dapat dibedakan
apakah ia berasal dari golongan todiang laiyana, tau maradeka atau
batua terlihat pada mas kawinnya. Sorong atau mas kawin adalah
sesuatu yang memiliki nilai moral dan material yang mutlak ada
dalam suatu perkawinan. Tanpa adanya mas kawin, perkawianan
dianggap tidak sah menurut aturan adat maupun menurut syariat
Islam. Sedang menurut adat istiadat suku Mandar, “sorong” adalah

24
Wawancara Mukhlis Hannan, Budayawan Mandar, Mantan Ka.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Polewali Mandar, tanggal 31 Mei 2012.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 79

gambaran harga diri dan martabat wanita yang ditetapkan menurut


aturan adat yang disahkan oleh hadat yang tidak boleh diganggu
gugat atau ditawar-tawar naik turunnya. Seorang ini adalah milik si
wanita yang harus diangkat oleh si pria menurut strata si wanita itu
sediri. Sampai saat sorong didaerah mandar dikenal lima tingkatan :
Pertama: Sorong bagi anak raja yang berkuasa menggunakan
istialah “Tae” yang nilai realnya berfariasi : Satu tae Balanipa
nilainya 4 real, satu tae Sendana nilainya 3 real, satu tae Banggae
nilainya 2½ real, satu tae Pamboang nilainya 2½ real, satu tae
Tappalang nilainya 2½ real, satu tae Mamuju nilainya 2½ real, satu
tae Binuang nilainya 2½ real. Kedua: Sorong anak bangsawan 180
dan 300 real. Ketiga: Sorong tau anak pattola hadat bisa 120 atau 160
real. Jika sedang berkuasa menjadi anggota hadat bisa 200 real.
Keempat: Sorong tau samar (orang biasa), 60 dan 80 real Kelima:
Sorong to batua (budak), 40 real kemudian sorongnya diambil oleh
tuannya.25
Semenjak suku mandar, Bugis, Makasar, dan Toraja itu lahir
di Sulawesi selatan, telah lahir dan berkembang pula budaya dan
adat-istiadat yang mendasari dan mengatur kegiatanya masing-
masing. Bila kegiatannya dilakukan dengan suku yang sama maka
tidak akan ada masalah. Kalaupun ada masalah penyelesaiannya
mudah karena sama-sama berpegang pada budaya dan aturan adat
yang sama. Tetapi bila kegiatan itu, masalnya perkawinan dilakukan
oleh suku yang berlainan maka timbul masalah tentang budaya dan
aturan adat mana yang akan mendasari perkawianan tesebut.
Jika kedua belah pihak bersikeras ingin menerapkan
budayanya masing-masing, maka perkawinan yang seharusnya
terlaksana dengan baik, bisa menjadi batal. Yang demikian ini banyak

25
Anwar Sewang, Sosialisasi Siri Pada Masyarakat Mandar,
(Polmas: Yayasan Maha Putra Mandar, 2001), hlm. 5.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 80

terjadi bagi yang belum mengetahui kesepakatan “aturan adat” di


sulawesi selatan yang diletakkan oleh tiga bersaudara yaitu I-
Tabittoeng Balanipa (Mandar), La Palangki Aru Palakka (Bugis) dan
I Rerasi Gowa (Makassar) sekitar tahun tahun 1460 M yang isinya
dalam bahasa Indonesia :
“Orang Mandar dan orang Gowa pergi ke Bona, maka Bonelah dia;
orang Mandar dan orang Bone pergi ke Gowa maka Gowalah dia; jiak
orang Gowa dan orang Bone pergi ke Mandar, maka Mandarlah dia”
Ini mengandung pengertian bahwa orang Mandar dan orang Gowa
(Makassar) yang berada di Bone (Bugis) harus menggunakan atau
memakai adat-istiadat Bone (Bugis) dan sebaliknya seterusnya
Jika pria Gowa (Makassar) akan melamar wanita Mandar,
menurut adat harus datang melamar di Mandar. Karean acara ini
dilakukan di Mandar (dalam lingkungan pihak wanita) maka sesuai
kesepakatan adat di Sulawesi Selatan yang harus
mendasari pelamaran, perkawinan dan seluruh rangkaiannya adalah
budaya dan adat-istiadat Mandar, termasuk “sorong” atau “mas
kawin” dan sebaliknya seterusnya.
Meskipun ada aturan-aturan adat yang disepakati seperti tersebut
diatas, jika ada perselisihan tentang hal ini masih ada jalan lain yang
dibenarkan oleh aturan adat dan kaidah yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat Sulawesi Selatan selama ini berbunyi :
“Matindoi ada’mua’diang sasamaturuang”
Artinya :
“Aturan-aturan adat (bisa) tidak berlaku bagi pihak-pihak yang ingin
berdamai atau mencari kesepakatan lain yang baik”.
Mambottui sorong artinya memutuskan (menetapkan) mas kawin.
Pada fase ini seluruh permasalahan yang berhubungan dengan
persyaratan mas kawin dan pelaksanaannya telah dibicarakan dan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 81

diputuskan, utamanya mengenai sorong itu sendiri, belanja, waktu


pelaksanan akad nikah, paccandring dan lain-lain. 26
Dalam perkembangannya di daerah Mandar Amma’ pia
dapat saja menyatakan bahwa: “Batua dipirangbongi kanne’u karena
ingrang, tapi dite’e andiangmo disanga batua, mardeka nasangmi tau”
(nenek saya dulu budak karena hutang, tapi sekarang kita sudah
merdeka semuanya). Dalam perkembangannya dan akibat perubahan
sosial kemasyarakatan yang terjadi, maka struktur sosial ikut
mengalami perubahan.
Menurut Darmawan Mas’ud bahwa stratifikasi sosial baru di
Mandar, dalam sosiologi ada 2 strata, yaitu:
Pertama, stratifikasi sosial karena hubungan darah atau
secara genealogis, yang kemudian dibagi lagi menjadi 2 kelompok;
yaitu genealogis karena darah (bersaudara) dan karena kawin mawin
(siwiya) ini penting karena dalam Mandar inilah yang dikenal mesa
lokko’ mesa siri’.
Di Mandar dipahami siri’ jika dilihat atau nampak oleh orang,
tapi lokko’ “Mararas pai illalang diate” rasa malu yang timbul dari
dalam. Contohnya, seorang ibu yang ditanya oleh bapak Prof.
Darmawan Mas’ud, “Jika putra ibu di Makassar ditampar orang, apa
tanggapan ibu?” Jawabnya, “masiri’ tutau”, tapi jika anak ibu tidak
makan? Jawabnya, “malokko’i tutau”. Artinya, siri’ itu nampak dari
luar, sedangkan lokko’ itu dari dalam tak nampak, tapi ada efek yang
dimunculkan. Kesimpulannya lokko’ itu lebih tinggi dari pada siri’.
Kedua, stratifikasi sosial karena profesi, seperti: pegawai,
birokrat, legislator, pedagang, guru, dokter. Akhirnya di Mandar
agama Islam diterima secara baik, sehingga kali atau qadi’ dan
mara’dia sejajar. Kali atau qadi’ sebagai mara’dia-nya syara’ (hukum
Islam), dan Mara’dia Banua (raja). Mara’dia berasal dari kata mar’adi

26
Ibid., hlm. 6
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 82

atau yang diberi kekuasaan. Adat memanggil daeng ke mara’dia


sedangkan mara’dia memanggil puang ke adat. Contoh kasus; pada
pernikahan adat di Campalagian, Pa’bicara Kenje tidak hadir selaku
tokoh adat, sehingga pernikahan ditunda sampai sore. Setelah
dihubungi ternyata ia hanya diundang sebagai kerabat, maka
dilengkapilah syarat untuk mengundangnya sebagai tokoh adat.
Stratifikasi sosial di Mandar itu sebenarnya bukan karena
darah tapi karena sifat, (“Medaengma’ mating tapi andiangi medaeng
gayangngu, tongandi mara’dia tapi sipa’nya assawuarang”). Artinya
mara’dia lebih mengacu kepada simbol sifat. Oleh sebab itulah raja
di Mandar diberi hak mar’adi (bahasa Indonesia lama); adikuasa,
dalam lontara Mandar. Puang di Napo berkata kepada Todilaling
Arayang Balanipa I: “Upakaiyyangngo’o Todilaling upakaraya,
marondong duang bongi anna’, maruppu’-ruppu’ batu, marratas-
rattas petawung uwalai membali akaiyyangang”.
Satu-satunya suku bangsa yang mengeluarkan atau memecat
bahkan membunuh mara’dia-nya adalah orang Mandar. Sepuluh raja
yang dipecat bahkan ada yang dibunuh seperti Dg. Rioso karena
mengganggu permaisuri Mara’dia Sendana. Ia dibunuh karena
moralnya yang bejat. Maka dapat dinyatakan pula bahwa strata sosial
yang paling tinggi di Mandar adalah karena sifatnya yang baik, untuk
itu Arayang Balanipa II Tomeppayung mengatakan, “Cera’
mappamula sipa’ mappacappurang, mappanassa apuangang anna’
atau piyangang” Struktur mala’bi: mala’bi kero, mala’bi pau, mala’bi
gau. Mala’bi pau adalah perencanaan, sedangkan kero adalah aplikasi
dari perencanaan, mala’bi gau adalah bagaimana memonitoring dari
perencanaan ke arah aplikasi.
Dalam stratifikasi sosial baru posisi annangguru adalah
sebagai profesi. Tetapi karena ia sudah menjadi ada’ makkesyara’,
syara’ makkeada’, maka dia masuk dalam struktur pemerintahan. Jadi
mara’diana syara’ (qadi’), karena annangguru itu adalah qadi’ dan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 83

karena qadi’ adalah jabatan, maka annangguru menjadi pelengkap


dalam suatu komunitas. Dengan demikian, annangguru masuk dalam
stratifikasi baru tapi juga menyatu dalam stratifikasi lama. Penjelasan
stratifikasi sosial di atas yang dijelaskan oleh Malinckrodt, Kriekhoff
dan Darmawan Mas’ud, adalah stratifikasi masyarakat Mandar lama
dan masih diterapkan pada masyarakat Mandar khususnya pada acara
kebudayaan atau acara lingkaran hidup seperti upacara kelahiran,
perkawinan dan kematian dan upacara adat lainnya, hanya sebatas
pada simbol-simbol yang menandakan bahwa keluarga tersebut masih
dari kalangan bangsawan, namun dalam kehidupan sehari-hari sudah
banyak mengalami perubahan terutama di daerah perkotaan, seiring
dengan perubahan zaman, maka muncul stratifikasi sosial baru.
Pertama, stratifikasi sosial karena genealogis atau keturunan
bangsawan yang didapatkan sejak lahir. Kedua, stratifikasi sosial
karena profesi, seperti: ulama, pegawai, birokrat, legislator,
pedagang, guru, dokter, yang didapatkan karena usaha sendiri.
Dalam stratifikasi sosial lama, annangguru berada pada posisi
lapisan tau maradeka ini dibagi dalam dua golongan, yaitu: golongan
tau pia tepatnya pada golongan tau pia menempati lapisan kedua
sesudah lapisan todiang laiyana. Mereka yang termasuk golongan ini
dapat menempati golongan sebagai pa’bicara atau pappuangang dan
qadi’ yang disebut puang kali. Kedudukan pa’bicara pappuangang
dan qadi’ dapat dikatakan sebagai menteri-menteri kerajaan.
Annangguru pada masa lalu berkedudukan sebagai qadi’, meskipun
demikian kebanyakan annangguru juga adalah masih keturunan
bangsawan, sehingga mereka kadang juga disapa daeng atau puang
daeng (sapa’an bagi para bangsawan). Pada stratifikasi sosial lama,
sebagian besar annangguru masuk dalam stratifikasi sosial karena
genealogis berasal dari turunan bangsawan, sekaligus juga masuk
dalam kelompok stratifikasi sosial baru karena profesinya sebagai
juru dakwah dan pengajar dan lain-lain.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 84

Kedudukan stratifikasi sosial annangguru di tengah


masyarakat Mandar lama maupun modern sebagian besar langsung
menempati dua posisi sekaligus, posisi sebagai bangsawan dan tau
maradeka yaitu sebagai qadi’, bahkan setelah Islam berkembang
dengan baik di tanah Mandar qadi’ dan mara’dia sejajar. Qadi’
sebagai mara’dia-nya syara’ (hukum Islam), dan Mara’dia Banua
(raja). Demikian pula pada masyarakat Mandar saat ini, annangguru
masih dihormati karena sebagian besar masih keturunan bangsawan
dan yang kedua karena profesinya sebagai pengajar, atau juru
dakwah.

C. Agama dan Kepercayaan


Sebelum membahas agama dan kepercayaan orang Mandar,
sebaiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai karakter orang
Mandar, simbol yang terdapat dalam perahu Sande’27 tidaklah
sekedar warisan nenek moyang masyarakat Mandar tapi ia adalah
pengejewantahan dari karakter orang Mandar itu sendiri, jika dikaji
secara seksama, akan diketahui bahwa di dalam perahu tersebut
terkandung nilai-nilai luhur yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat Mandar. Adapun nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:
Pertama, nilai religious. Pembuatan perahu Sande’ merupakan salah
satu bentuk eksprsei keagamaan orang Mandar. Kepercayaan kepada
hal-hal gaib yang menguasai suatu tempat, melahirkan pola
keberagamaan yang unik, aneka macam ritual yang dilakukan disaat
pembuatan perahu berupa do’a-do’a, ini merupakan bentuk

27
Perahu khas Mandar terbuat dari kayu sehingga sekilas terlihat
rapuh tapi mampu mengarungi lautan luas. Panjang lambungnya 7-11meter
dengan lebar 60-80 sentimeter dan di kiri kananya dipasang cadik dari bambu
sebagai penyeimbang. Untuk berlayar perahu ini mengandalkan dorongan
angin yang ditangkap dengan layar yang berbentuk segitiga. Layar itu mampu
mendorong Sande’ hingga 20 knot.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 85

religiousitas orang Mandar. Kedua, nilai budaya. Keberadaan perahu


Sande’ merupakan hasil dan cara-cara orang Mandar merespon
kondisi alam dimana mereka tinggal. Rintangan dan tangan dari selat
Mandar yang arusnya deras disikapi orang Mandar dengan membuat
perahu lancip (Sande’) menggunakan layar berbentuk segi tiga
dengan cadik di kiri kanan. Hasilnya sebuah perahu yang tidak saja
mampu membelah lautan yang cukup ganas dengan stabil, tetapi juga
melaju dengan kencang dan berlayar hingga ke mancanegara. Ketiga,
nilai identitas. Perahu Sande’ merupakan simbol identitas orang
Mandar itu sendiri. Pallayarang (tiang layar utama) sebagai penentu
utama kelajuan perahu, merupakan simbol terpacunya cita-cita
kesejahteraan masyarakat. Orang-orang Mandar harus senantiasa
berjuang untuk menjamin terciptanya kesejahteraan. Perjuangan
harus senantiasa memperhatikan keseimbangan agar tidak merugi,
hal ini dapat terlihat pada tambera (tali penahan pallayarang) yang
senantiasa menjaga pallayarang agar tetap kokoh tegak menjulang.
Kekokohan dan keseimbangan harus juga diimbangi oleh sikap
fleksibel agar senantiasa mempunyai spirit untuk terus semakin
menjadi membaik, hal ini dapat dilihat pada sobal (layar) berwarna
putih berbentuk segitiga yang merupakan symbol fleksibilitas yang
tinggi, kegigihan, ketulusan, dan kepolosan orang Mandar. Guling
(kemudi) sebagai symbol ketepatan mengambil keputusan. Palatto
(cadik), baratang dan tadi’ sebagai lambang penyeimbang dan
pertahanan serta memiliki jangkauan visi jauh menyongsong masa
depan. Semua simbol perjuangan dan keseimbangan tersebut
berlandaskan kepada sifat kesucian serta tekad yang tulus,
sebagaimana yang tercermin pada warna perahu Sande’, yaitu warna
putih yang menyimbolkan bahwa orang Mandar sangat terbuka untuk
menghadapi perubahan seperti disebutkan dalam sebuah ungkapan
“ibannang pute melo’ dicingga’ melo’ dilango-lango” (orang Mandar
bagaikan benang putih yang dapat diberi warna dan dihias).

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 86

Ketiga nilai tersebut di atas merupakan pengejewantahan


karakter orang Mandar yang terdapat dalam perahu Sande’ olehnya
itu berbagai upaya yang dilakukan untuk melestarikan perahu Sande’,
dan lebih penting adalah mengaktualisasikan nilai-nilainya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks agama dan kepercayaan, masyarakat Mandar
(baca: Polewali Mandar) sebelum memeluk Islam, terdapat unsur-
unsur normatif mengenai kepercayaan yang tumbuh dalam
masyarakat. Pada awalnya, kepercayaan yang dimaksud lebih
didasarkan pada rasio tentang kehidupan dunia dan kejadian yang
dihubungkan kepada persoalan gaib. Kemudian mereka
menyimpulkan bahwa pada alam kehidupan ini terdapat kekuatan
gaib yang memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia, termasuk
berbagai krisis yang dialami, seperti: sakit, kecelakaan, kesurupan,
kematian dan sebagainya. Hal yang gaib (Mandar: totandita) adalah
sesuatu yang tidak tampak atau tidak terlihat oleh mata. Dalam
sistem hubungan dengan alam gaib inilah muncul kepercayaan
terhadap kekuatan yang berasal dari sana dan dimanifestasikan
sebagai dewa serta diakui sebagai sumber kekuatan yang
mempengaruhi kehidupan manusia.
Apa yang disebut totandita dalam masyarakat Mandar
sebelum datangnya Islam, sama dengan kepercayaan masyarakat
Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar dan Toraja) yang secara umum
mengenal adanya dewa-dewa yang bertugas mengatur alam dan
kehidupan. Dari sejumlah dewa itu ditandai adanya dewa tertinggi
yang disebut “Dewata Seuwwae” sebagai Tuhan tunggal yang
menguasai dan mengatur segalanya. Sedangkan mengenai
kepercayaan masyarakat Mandar terhadap dewa sebelum kedatangan
Islam, contohnya sebagai berikut: Mereka beranggapan bahwa segala
bentuk musibah yang menimpa manusia adalah kehendak sang dewa.
Dalam istilah Mandarnya kondisi itu disebut “toto” atau nasib. Oleh

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 87

karena itu untuk menghindari kemungkinan datangnya toto’ sebagai


kutukan, diadakanlah penyembahan dengan membuat sesajen-sesajen
seperti “sokkol patanrupa” (masakan beras ketan empat warna), yang
terdiri dari warna hitam, putih, merah dan kuning.
Untuk menciptakan hubungan baik dengan para dewa
sehubungan dengan penyembahan yang dimaksud, maka raja sebagai
penguasa pemerintahan yang paling bertanggung jawab. Caranya,
raja mengadakan upacara pemujaan secara berkala yang diikuti oleh
seluruh anggota masyarakat. Upacara tersebut dirangkaikan dengan
pattu’du (tari-tarian) dan melantunkan kalinda’da’ (syair-syair
pantun). Kebiasaan ini berlangsung terus hingga masyarakat Mandar
mengenal sebuah agama. Pada umumnya orang Mandar telah
mengenal suatu kepercayaan sebelum agama Islam. Mereka
mempunyai dewa-dewa sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
dan pada sisi lain juga percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun yang menjadi kepercayaan terdahulu dari masyarakat
Mandar adalah animisme dan dinamisme, dimana ciri-ciri
kepercayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, animisme, dalam kepercayaan ini mereka
beranggapan bahwa alam semesta dikuasai oleh roh-roh. Sedangkan
tempat bersemayam roh itu ada di berbagai tempat, seperti pohon-
pohon besar, contohnya ponna lambe (pohon beringin). Roh tadi
merupakan kekuatan yang dapat berpengaruh terhadap manusia.
Maka lahirlah tradisi penyembahan yang dinamakan pattorioloang
(agama leluhur). Pattorioloang dalam proses perkembangannya telah
mendapatkan pengaruh Hindu dan Budha.
Kedua, dinamisme, kepercayaan mengenai adanya kekuatan-
kekuatan gaib pada tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 88

merupakan manifestasi adanya jima’ (jimat).28 Jenis jima’ ada yang


berupa: akar atau potongan-potongan kayu tertentu yang dibungkus
dengan kain hitam, putih, kuning dan sebagainya. Batu-batu dan
bahan-bahan tembikar yang disimpan pada pusat tiang rumah. Jima’
masih dipergunakan sebagai passinding atau penangkal passera-sera
(sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya). Jima’ juga digunakan
sebagai aka’balang (alat untuk mendatangkan kekebalan). Di
samping itu jima’ berfungsi sebagai nagasi koi yaitu memberi sugesti,
daya penarik bagi seorang pemuda dan gadis.29
Ketiga, kepercayaan Dewa atau Dehata, Selain animisme dan
dinamisme, ada juga kepercayaan pada dewa-dewa di samping Tuhan
Yang Maha Esa (Tokuana-Tokua). Dewa yang mereka percaya
adalah, dewa langit, yaitu dewa yang menghuni langit, dewa malino
atau dewa yang menempati tempat-tempat tertentu, seperti pohon
rindang daunnya, batu-batu besar dan lain-lain, ketiga, dewa uwai
atau dewa yang menghuni air. Demikianlah kepercayaan orang
Mandar sebelum masuknya Islam, yang mereka kenal sebagai agama
toriolo, kepercayaan nenek moyang, yang masih mempunyai
pengaruh hingga saat ini.
Ajaran Islam mulai masuk ke daerah Polewali Mandar,
bahkan di kawasan Mandar (Provinsi Sulawesi Barat), menurut
Lontara’ 2 Pattodioloang di Mandar30 adalah pada abad XVI-M,
yaitu, pada masa Arayang Balanipa IV, Kanna I Pattang yang
bergelar Daengta yang memerintah pada XVII-M. Syiar Islam pada
masa awal dilakukan oleh Syekh Abdurrahim Kamaluddin,
sedangkan daerah yang pertama didatanginya adalah Biring Lembang

28
Jima’ (bahasa mandar), adalah jimat, biasa berisi mantra-mantra,
namun setelah mendapat pengaruh Isla>m, jimat berisi ayat-ayat al-Qur’an
atau Asma’al-Husna.
29
Nagasi koi, untuk memancarkan aura ketampanan atau kecantikan.
30
Lontara’ Pattodioloang Mandar 2, terj. Azis Syah, hlm. 118.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 89

(sekarang Desa Tammangalle Balanipa). Pada waktu Syekh


Abdurrahim Kamaluddin memperkenalkan Islam kepada masyarakat
di Biring Lembang, ia mendapat penolakan dengan kalimat berbahasa
Makassar “tenamangalle” (tidak menerima), karena mara’dia (raja)
dan pembesar kerajaan belum mengenal tentang Islam.
Waktu itu banyak orang menyangka bahwa Syekh
Abdurrahim Kamaluddin adalah seorang misionaris dari Kerajaan
Gowa, sebab hubungan antara Kerajaan Balanipa dan Gowa telah
terjalin dengan baik. Maka diabadikanlah tempat tersebut menjadi
Tammangalle.31 Syekh Abdurrahim Kamaluddin adalah penganjur
Islam berdarah Arab yang berasal dari Sumatera yang kemudian
mengislamkan Kerajaan Balanipa pada tahun 1608 atau abad 17
Masehi. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Prof. DR. H. Baharuddin
Lopa, S.H, bahwa “diketahui agama Islam secara resmi diterima oleh
kerajaan-kerajaan Mandar dalam tahun 1608, pada waktu Kerajaan
Balanipa diperintah oleh Arayang Balanipa IV Daengta.32 Sedangkan
penempatan tahun resmi Kerajaan Balanipa dalam menerima agama
Islam dilandaskan pada beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, bahwa jauh sebelum datangnya Islam di Sulawesi
Selatan dengan Kerajaan Gowa (Makassar) sebagai pusat
penyebaran, yaitu sejak Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi
Kallonna menjabat sebagai Raja Gowa IX (1510-1546), hubungan
Kerajaan Gowa dan Balanipa sudah terjalin dengan baik. Hal itu
ditandai saat I Manyambungi Arayang Balanipa I (1520-1540), yang
bergelar Todilaling mulai memerintah di Balanipa, ia memerintahkan
kepada Puang Dipoyosang supaya berangkat ke Gowa meminjam

31
Sahabuddin, Skripsi Pesantren Nuhiah Pambusuang: Peranannya
dalam Masyarakat Kabupaten Polewali Mamasa (Makassar: IAIN Alauddin
Makassar, 1986) hlm. 45.
32
Baharuddin Lopa, Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan
(Bandung: Penerbit Alumni, 1984) hlm. 118.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 90

ada’ (undang-undang) yang akan menjadi acuan Kerajaan Balanipa


saat itu, maka berangkatlah utusan Puang Dipoyosang ke Gowa.33
Kedua, secara genealogis, ibunda Raja Gowa IX (1510-1546),
Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang bernama I Rerasi adalah putri
dari pembesar Kerajaan Balanipa Tomeppani’ Bulu34. Melalui
kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Balanipa
Mandar telah mendapat dukungan dari Kerajaan Gowa mulai dari
pemberian lontara tata pemerintahan di awal pemerintahan I
Manyambungi Todilaling. Kemudian Kerajaan Gowa mempelopori
permintaan pengiriman para ulama penganjur Islam dari Sumatera
sejak akhir abad-16 atau awal abad ke-17.
Rangkaian alasan lain sebagai dasar analisis adalah, bahwa
pada tahun 1607 telah diadakan salat Jumat pertama kali di Masjid
Tallo pada tanggal 9 November 1607 atau 19 Radjab 1016 H). Saat
itu Kerajaan Gowa telah resmi dinyatakan memeluk Islam dan
menjadikan Islam sebagai agama kerajaan. Dalam tahun itu pula
Kerajaan Gowa memaklumatkan kepada seluruh kerajaan di Sulawesi
Selatan untuk menerima Islam sebagai agama dalam kerajaan.
Dengan demikian maklumat ini mengilhami Kerajaan Balanipa untuk
tidak ragu-ragu menerima Islam yang dibawa oleh Syekh Abdurrahim
Kamaluddin. Menurut Mattulada dan J. Nooduyn, kerajaan-kerajaan
di Sulawesi Selatan dalam masa pertumbuhannya telah membuat
perjanjian bahwa, “Barang siapa yang menemukan jalan yang lebih
baik, maka ia berjanji akan memberitahukan (jalan yang lebih baik
itu) kepada raja-raja yang menjadi sekutunya).35

33
Data di Museum Mandar Majene dan Asrama Todilaling.
34
Lihat, Silsilah Raja-Raja Gowa di Balla’ Lompoa Kabupaten
Gowa, Lihat juga Silsilah Raja-Raja Mandar dan Nusantara, ditulis oleh A.
Syaiful Sinrang.
35
Team Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan
Isla>m Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Isla>m, Sejarah
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 91

Kemudian dalam lontara pattodioloang di Mandar


diungkapkan masuknya Islam di Mandar sebagai berikut;
“Napake’ de’mi ajuma di Balanipa I Tuang Benuang ianau
pera-perau doannai lita’ di Balanipa di allo di bongi,
madondong diarawiang, amadinginnanna rura, atepuanna
agama, ajarcanna pariama aturunna banne’ tau”.36

Artinya:
Didirikanlah salat Jumat di Balanipa Tuan di Benuang. Dia
yang mendoakan siang, malam dan sore, agar negeri Balanipa
aman sentosa dan tentram, usaha pertanian rakyat menjadi
subur, usaha perikanan menjadi maju, rakyat taat beragama,
tanaman subur, rakyat sehat.

Data-data tersebut menguatkan penulis untuk turut


mengakui jika Islam masuk di Kerajaan Balanipa pada tahun 1608,
dan menjadi agama resmi kerajaan. Setelah masyarakat Mandar
memeluk Islam, bentuk kepercayaan kepada dewa dihapuskan
sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, digantikan pada
kepercayaan tauhid dengan dasar iman dan takwa. Namun demikian,
bentuk kepercayaan pada dewa masih tetap ada, terutama di daerah
pegunungan dan pedalaman. Seperti pada kelompok masyarakat
primitif di daerah Mamasa, Mambi, Pana dan Sumarorong
(Kabupaten Mamasa). Berbagai upacara pemujaan dewa bagi
kelompok masyarakat tadi masih dilakukan. Seperti pemali appa’
randanna (empat pantangan dan tata aturan) yang terdiri dari:
pa’tatibojongan (tata aturan pertanian), pa’bisuang (tata cara
pemujaan dewa), pa’bannetauang (tata cara aturan perkawinan) dan

dan Kebudayaan Isla>m (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1983/1984), hlm.


113.
36
Lontara’ 1 Pattodioloang di Mandar, alih aksara dan terj. Azis
Syah (Ujung Pandang: YPK Taruna Remaja, 1993), hlm. 49-50.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 92

politomate atau punda anitu (urusan kematian).37 Sedangkan dewa-


dewa yang mereka sembah dalam upacara ritual adalah: Dehata Buttu
(Dewa Gunung), dehata Lita’ (Dewa Tanah), Dehata Tomate
Makombong (Dewa Orang Mati Tiba-tiba), Dehata Tomelumbai
(Dewa Pelindung), Dehata Tario-rio (Dewa Setan mati).38
Di kalangan orang Mandar yang sudah menjadi penganut
agama Islam, terutama di desa-desa, masih dijumpai tanggapan nyata
terhadap dunia gaib yang berasal dari konsep kepercayaan lama.
Tanggapan yang demikian dinyatakan dalam berbagai upacara yang
dilakukan sehubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti upacara
mappande banua, maccera’/mappa’giling (ritual) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, kepercayaan yang dianut orang Mandar di
masa lalu masih banyak yang terus berlangsung meskipun mereka
telah mengenal dan masuk agama baru. Agama yang dimaksudkan
penulis di sini adalah agama Islam, sedangkan kepercayaan yang
dimaksud adalah tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Mandar
sebelum masuknya Islam. Dengan adanya percampuran antara
kepercayaan dari masa lalu dengan agama Islam yang dianut
sekarang, muncul penyebutan Islam Mandar. Yaitu, perpaduan
antara ajaran Islam dan tradisi lokal Mandar.
Bagi masyarakat Mandar Hilir (pesisir), bekas kepercayaan
mengenai dewa dalam konsep “totandita” dialihkan dalam pengertian
setan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an kitab suci umat Islam. Setan
diduga menghuni tempat-tempat dalam kepercayaan masyarakat
Mandar tergolong angker, seperti gua-gua, pekuburan tua, dan lain-

37
Fachruddin DM, Dakwa dan Adat Malilling di Kecamatan Mambi
Kabupaten Polewali Mamasa (Skripsi Makassar: IAIN Alauddin FU, 1983),
hlm. 21. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1983 ini, setelah penulis
menyurvei ke masyarakat Mambi di Polewali Mandar pada bulan Februari
2009, tradisi ini masih mereka jalankan.
38
Ibid., hlm. 27.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 93

lain. Lautan tertentu yang banyak menenggelamkan perahu nelayan


juga dipercaya dihuni oleh setan yang disebut “pa’bijaga”, seperti
Perairan Ngalo’ Kecamatan Sendana Majene yang menenggelamkan
pesawat Adam Air yang hingga sekarang tidak ditemukan satupun
penumpang dan pesawatnya. Jika setan-setan ini berkeliaran di
kampung lalu menyambar manusia, maka ia akan sakit-sakitan atau
amba-ambaran (kerasukan), dimana pengobatannya biasa dilakukan
oleh annangguru dengan cara mappasoro (memberikan sesajian).
Jadi, meskipun Islam telah dianut oleh mayoritas masyarakat
Mandar saat ini, namun pengaruh animisme dan dinamisme masih
ditemukan di tengah masyarakat desa maupun perkotaan, namun
telah banyak dipengaruhi oleh Islam, disinilah peran annangguru yang
banyak memberikan pemahaman masyarakat jangan sampai mereka
berlaku musyrik, contohnya, masyarakat Mandar sebagian masih
banyak mengagungkan benda-benda pusaka atau percaya pada roh
halus, namun sudah banyak disinergikan dengan ajaran-ajaran Islam,
roh halus dipahami sebagai pengaruh jin dan setan, sebagaimana yang
termaktub dalam al-Qur’an sedangkan benda pusaka, dipakai hanya
untuk menjaga diri namun semuanya diserahkan pada Allah sebagai
maha pelindung dan maha segala segala sesuatu, demikian pula jimat,
yang sebelumnya ditulis dalam bahasa Mandar, sekarang diubah
dengan nama asma’ al-husna (99 nama Allah), tujuannya bukan untuk
menyelamatkan seseorang tapi disimpan untuk takzim atau
mengagungkan nama Allah.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa meskipun Islam saat
ini telah dianut ratusan tahun silam oleh masyarakat Mandar yang
mendiami Kabupaten Polewali Mandar, namun pengaruh animisme
dan dinamisme masih ditemukan di tengah masyarakat.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 94

G. Upacara Tradisional
Upacara tradisional merupakan bagian integral dari
kebudayaan masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai
pengokoh norma-norma yang telah berlaku dalam masyarakat turun
temurun. Norma-norma serta nilai-nilai budaya itu ditampilkan
dengan peragaan secara simbolis dalam bentuk upacara yang
dilakukan dengan penuh hikmat oleh warga masyarakat. Upacara
tradisional yang biasa dilakukan oleh orang Mandar antara lain,
upacara adat petani, upacara adat nelayan, upacara adat maccera’
arayang (membersihkan alat pusaka), upacara lingkaran hidup (daur
hidup), upacara adat lingkungan. Upacara tradisional tersebut banyak
dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan sebelum agama Islam dianut
oleh masyarakat Mandar, namun disaat Islam menjadi agama resmi
mereka, maka upacara tradisional masyarakat Mandar menjadi
sebuah upacara tradisional yang dipadukan antara tradisi lokal dan
Islam, bahkan upacara tersebut kebanyakan dipimpin oleh seorang
annangguru, adapun upacara beserta tata caranya diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Upacara Naik Rumah Baru
Dalam upacara menaiki rumah baru, sang pemilik rumah
menyiapkan bahan-bahan antara lain: tumbuhan ribu-ribu,
banguttuwo, kai-kai, pallili (kapur), ayam jantan berbulu cappaga.
Tumbuhan tersebut bersama pallili dimasukkan dalam piring atau
mangkok yang diletakkan di atas sebuah wadah disebut kappar
kemudian diletakkan dekat posi’ arriang (tiang rumah yang berada di
tengah) bersama ayam. Selanjutnya disiapkan pula sokkol lengkap
dengan cucur (kue khas Mandar) dan telur di atasnya sebanyak pitu
pindang-pindang (tujuh piring kecil) juga diletakkan dekat posi’
arriang. Pemilik rumah suami isteri, sando boyang (dukun rumah),
imam atau annangguru duduk dekat posi’ arriang dan undangan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 95

duduk di ruangan lainnya. Diawali dengan adzan di empat sisi rumah


dan satu di tiang rumah.
Biasanya dilakukan oleh anak muda pengurus masjid
terdekat, lalu annangguru membacakan doa permohonan
keselamatan, dan setelah itu sando boyang mengambil darah ayam
dari paruhnya dengan cara mengiris sedikit paruh tersebut. Pertama,
sando boyang mendoakan pemilik rumah (suami isteri) dengan bahan-
bahan dari tumbuhan dicampur kapur dan diberi sedikit air. Setelah
itu macco’bo (mengoles) posi’ arriang dengan bahan campuran
tersebut, dan dari darah ayam. Kemudian undangan diberi sajian
berupa hidangan makanan. Upacara ini hampir dilakukan oleh seluruh
masyarakat Mandar setiap masuk rumah baru untuk pertama kalinya,
di atas menggunakan kata naik rumah baru, karena di Mandar pada
umumnya rumah terbuat dari rumah panggung, yang menggunakan
tangga jika ingin memasukinya. Pada upacara ini unsur Islamnya
sudah dominan karena diawali dengan adzan lalu pembacaan doa oleh
annangguru.39

5. Upacara Meuri’ (Upacara Tujuh Bulanan)


Setelah seorang perempuan hamil 7 bulan sampai 8 bulan,
dilaksanakan upacara meuri’. Adapun maksud upacara meuri’, agar
proses melahirkan nanti berjalan lancar, terutama bagi perempuan
yang baru pertama kali melahirkan. Dengan kemudahan melahirkan
itu si ibu yang baru pertama kali melahirkan tidak akan merasa
kesakitan berlebihan. Bahan-bahan untuk upacara meuri’, antara lain:
kue-kue berbagai jenis bentuknya, ayam betina 1 ekor, tempayan
berisi air, kayu, beras, dan sebagainya. Adapun proses pelaksanaan
upacara meuri’ yaitu, perempuan hamil duduk bersanding dengan

39
Aco Musaddad. H. M., Isla>m Mandar, Penelitian Mata Kuliah
Sosiologi Agama S2 Hubungan Antar Agama, IAIN Sunan Kalijaga, 2003,
hlm. 4.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 96

suaminya. Keduanya memakai pakaian tradisional Mandar lalu suami


isteri diminta memilih kue-kue untuk dimakan. Jika yang dipilih kue
berbentuk bundar atau bulat, misalnya kue onde-onde, gogos (kue
khas Mandar) dan semacamnya maka dapat diperkirakan bayi yang
lahir adalah laki-laki. Tetapi jika yang dipilih kue yang berbentuk
gepeng, misalnya kue lapis, katirimandi (kue khas Mandar) dan
semacamnya, maka dapat diperkirakan bahwa bayi yang lahir adalah
seorang bayi perempuan.
Selesai ni pande mangirang (ritual makan bagi ibu hamil), si
perempuan hamil berbaring di atas kasur kemudian sando piana’
(dukun beranak) menaburkan beras di atas dahi dan perutnya. Ayam
yang telah dipersiapkan mencocot beras yang ditaburkan tadi sampai
habis. Kemudian dukun meletakkan sebuah piring berisi beras ketan,
telur dan lilin yang menyala di atas perutnya, dipindahkan ke bagian
dahi. Selanjutnya, dukun mengayun-ayunkan piring beberapa kali
dari atas kepala sampai ke kaki perempuan hamil. Setelah itu ayam
juga dilambai-lambaikan ke sekujur tubuh toniuri’ (perempuan
hamil yang diupacarakan) sebanyak 3 atau 5 kali dan sebanyak-
banyaknya 7 kali. Selesai itu ayam dilepas melalui pintu depan
rumah dan toniuri’ dibangunkan lalu diantar ke pintu depan rumah.
Di pintu depan rumah dukun memegang kayu yang sedang
menyala di bagian atas kepala toniuri’ dan nyala api disiram air yang
dicampur dengan burewe tadhu (buah pinang), banguttuwo, ribu-ribu,
daun atawang dan daun alinduang. Penyiraman dilakukan berkali-kali
sampai nyala api padam dan membasahi seluruh badan toniuri’.
Bekasnya segera dibuang ke tanah dan pakaian toniuri’ dilepas
(nilullusi) untuk dihadiahkan pada sando. Adapun penyiraman air
kepada toniuri’, sebanyak 14 kali, agar bayi yang dikandungnya kelak
berwajah bagaikan bulan purnama. Sedangkan campuran air dari
tumbuh-tumbuhan untuk menyiram api dan badan perempuan hamil
terdiri dari ramuan sebagai berikut:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 97

a. Banguttuwo, adalah tumbuhan yang mudah tumbuh di mana


saja, dan selalu awet meskipun sudah lama dipetik. Maka
diharapkan agar si bayi tetap sehat dan bugar sampai memasuki
usia lanjut.
b. Ribu-ribu, adalah tumbuhan yang bunganya lebih banyak dari
pada daunnya. Ini diharapkan agar si bayi kelak lahir setelah
dewasa menjadi orang kaya.
c. Daun atawang, diharapkan agar si bayi jauh dari segala macam
penyakit.
d. Daun alindung, diharapkan agar si bayi terlindung dari segala
macam pengaruh negatif dalam kehidupannya.40

6. Upacara Mappepiana’ (Kelahiran Bayi)


Sando piana’ membaringkan perempuan yang akan
melahirkan dengan posisi tertentu yang dapat memudahkan
kelahiran. Kemudian memberikan tuntunan cara melahirkan,
sekaligus memberikan semangat dengan ucapan “pingge ‘dengo’o”
(meminta mendorong bayinya keluar dengan cara mengedan). Hal ini
dilakukan berkali-kali sampai bayi keluar dari rahim ibu dengan
selamat. Setelah jabang bayi keluar, sando piana’ membakar dupa,
mencairkan garam dan diminumkan kepada ibu yang baru melahirkan
agar tidak terjadi pendarahan berlebihan. Kemudian pammaissang
(asam mangga) diberi air secukupnya diremas-remas lalu air remasan
diminumkan juga agar peranakan yang tadinya membesar menjadi
normal kembali. Bayi yang baru lahir ujung lidahnya diolesi gula
merah atau cani’ (madu) dan garam. Hal ini dimaksudkan agar si bayi
setelah dewasa memiliki sifat yang manis (baik), dan mempunyai
keberuntungan serta ilmu pengetahuan yang dalam.

40
Lihat, Upacara dan Kepercayaan Orang Mandar, hlm. 17, lihat
juga, Isla>m Mandar, hlm. 5-6.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 98

Pemotongan tauni (tali plasenta) yang ada pada masa lampau


dilakukan dengan menggunakan gigitan sando piana’ atau dengan
menggunakan sembilu. Pemotongan tali plasenta dengan gigitan
hanya dilakukan kepada bayi atau todiang laiyana (bangsawan),
dengan cara kain hitam ke tali plasenta lalu digigit oleh sando piana’
diiringi dengan pukulan sia-sia (alat musik tradisional) mengiringi
syair-syair yang bermakna doa dan petuah agar bayi menjadi raja atau
pemangku adat dan perkasa, berwibawa dan dapat menjadi panutan
masyarakat.
Adapun syair-syair tersebut, antara lain sebagai berikut:
Piawa’ aro’o masiga
Namabure Pa’amai
Menjari Sulo
Di Baona dunnia
Siri’anna diatenu
Padokko dikedhomu
Anna’ musarombong
Di baona dunia
Artinya: Tumbuhlah engkau segera
Akan menaburkan budi yang baik
Menjadi panutan
Harga diri ditanamkan di hatimu
Wujudkan dalam tingkah laku
Agar engkau harum
Di atas dunia
Setelah selesai pemotongan tali plasenta, dilanjutkan dengan
membungkus bekas potongan tali plasenta dengan kulit waru. Setelah
luka diperkirakan sembuh, barulah pembungkusnya dibuka. Setelah
pemotongan, tauni langsung diberi ramuan, antara lain:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 99

a. Garam, dengan maksud si bayi kelak akan menjadi


cerdas, pandai memilah-milah mana yang baik dan yang
buruk.
b. Gula merah, diharapkan si bayi senantiasa meniti
kehidupan yang baik dan berbudi pekerti manis.
c. Potongan rambut dari ibunya, diharapkan sebagai jimat
penolak bala, panjang umur dan awet muda.
d. Asam, bermakna agar setiap orang yang memandang bayi
itu akan merasa kagum dan simpatik.
e. Daun waru, bermakna agar si bayi kelak jauh dari sifat
bosan dan putus asa.41
Setelah diberi ramuan, plasenta dimasukkan ke dalam
bilangan ditutup kain putih. Selanjutnya tauni ditenggelamkan ke
dasar laut. Setelah bayi dibersihkan oleh sando piana’, bayi kemudian
segera diselimuti dan langsung diserahkan pada annangguru atau
imam. Pada saat annangguru menggendong bayi tersebut, dengan
menghadap kiblat, annangguru melantunkan ikamah (makkama’).
Ketika annangguru melantunkan kalimat “hayya ala al-falah” mulut
annangguru diletakkan di telinga kiri si bayi.

7. Upacara Mappandhai’ di Toyang (Naik Ayunan)


Sebelum bayi dinaikkan ke atas ayunan, terlebih dahulu
dinyalakan lilin tiga buah di bagian atas kepala, dan dua buah lilin di
bawah kaki. Maknanya, dinyalakan lima buah lilin tersebut agar kelak
si bayi taat menjalankan salat lima waktu. Kemudian bayi dinaikkan
ke atas ayunan oleh ibunya didampingi istri annangguru. Sang ibu
mengayun si bayi sambil melantunkan syair lagu-lagu Mandar yang
berisi pesan-pesan kehidupan. Adapun syair lagu tersebut adalah
sebagai berikut:

41
Ibid., hlm. 15.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 100

Naniondoi icicci (kalau bayi perempuan)


Naindoi ikaco (kalau bayi laki-laki)
Nadhi dhama-dhamai
Tuwo marendeng
Diang bappa dalle’na
Diang dale mulolongang
Damu gula-gulai
Andiang dale
Nasa dhia-dhianna
Nipameangpai dale
Nileteanni pai
Andiang dhalle
Napole mituala
Artinya: Aku diayun sicicci/ ikaco
Dengan penuh kasih sayang
Semoga berumur panjang
Dan mendapat rezekinya
Bila ada rezeki engkau peroleh
Jangan engkau hambur-hamburkan
Tiada rezeki
Yang selalu ada.
Rezeki harus dicari
Dan diupayakan pula
Tiada rezeki
Yang akan datang sendiri.

8. Upacara Ma’akeka’ (Akikah)


Upacara ma’akeka’ dilaksanakan pada hari ke tujuh atau hari
ke empat belas setelah bayi lahir. Yang menjadi inti upacara ini
adalah pemotongan kambing dua ekor buat bayi laki-laki, 1 ekor
kambing buat bayi perempuan. Adapun kambing tersebut, adalah

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 101

kambing jantan yang memasuki usia remaja dan sehat.42 Setelah


pemotongan kambing, keesokan harinya dilaksanakan acara barazanji
di atas rumah43 yang dihadiri para undangan. Pada saat pembacaan
kitab al-Barazanji sampai pada kalimat “asyrak al-badru alaina”, para
pembaca al-Barazanji berdiri diikuti oleh ibunya dengan membawa
kelapa muda yang telah dilubangi menuju orang-orang yang telah
ditunjuk untuk menggunting rambut sang bayi. Setelah rambut
digunting, potongan rambut dimasukkan ke dalam kelapa. Orang-
orang yang ditunjuk untuk menggunting rambut bayi tersebut
biasanya terdiri dari lima sampai tujuh orang. Mereka dipilih karena
dinilai berhasil mendidik anaknya, orang yang memiliki ilmu
pengetahuan, orang yang mapan dalam kehidupan ekonomi dan
pemuka masyarakat lainnya. Pengguntingan dimulai oleh annangguru
kemudian dilanjutkan dengan lainnya.
Selesai pengguntingan rambut bayi, dibagikan bingkisan
kepada seluruh undangan. Bingkisan tersebut berupa beberapa
bungkus sokkol, satu buah telur yang sudah dimasak dan diberi belo-
belo (hiasan), beberapa buah pisang, sepotong tebu dan sebagainya.
Bingkisan tersebut dalam bahasa Mandar disebut barakka’ (berkah).
Kemudian pelaksana upacara dan para undangan disuguhi makan
yang lauknya terdiri dari daging kambing yang dimasak dalam
berbagai jenis. Setelah acara makan bersama ini selesai, maka seluruh
rangkaian acara upacara ma’akekai juga selesai.44

9. Upacara Massunna’ (Khitanan)

42
Lihat, Isla>m Mandar, hlm. 7.
43
Menggunakan istilah “di atas rumah” karena kebanyakan rumah di
Mandar masih berbentuk rumah panggung yang bahannya dari kayu,
meskipun di daerah perkotaan sudah masyarakat Mandar sudah mendirikan
rumah batu.
44
Ibid., Isla>m Mandar, hlm. 7-8.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 102

Massunna’ adalah pemotongan kulit pada ujung alat kelamin


bagi anak laki-laki, dan bagi anak perempuan adalah pengerokan
ringan pada alat kelaminnya.
Adapun acara dalam upacara massunna’ atau khitanan adalah
sebagai berikut:
a. Pembacaan kitab al-Barazanji45
Pembacaan kitab al-Barazanji dilakukan secara bergantian,
disaat pembacaan akan masuk pada kalimat “asyrak al-badru alaina”,
seluruh hadirin berdiri. Pada saat itulah dilakukan acara pallattigian
(pengolesan daun pacar yang sudah dihaluskan pada kedua telapak
tangan anak yang akan dikhitan, dimulai dari annangguru atau imam
masjid terdekat dari rumah yang sedang melakukan upacara
massunna’ kemudian oleh pemuka masyarakat setempat secara
bergiliran.
b. Massunna’
Setelah acara pallattigian, anak yang akan dikhitan duduk
di atas kelapa tua. Kemudian sando menjepit kulit bagian ujung alat
kelamin anak tersebut lalu sando dengan suara agak keras
mengucapkan “allahumma s}halli ala sayyidina Muhammad, dan
langsung disambut oleh para undangan dengan ucapan “s}hallu alaih”.
Kemudian sando memotong kulit pada bagian ujung alat kelamin si
anak sampai putus dan ibu si anak memanggil nama anak tersebut.
Setelah anak itu menjawab panggilan ibunya, maka si anak diberi air
untuk diminumnya. Setelah anak itu minum, sando memberikan
kepada anak itu kunyit, bawang merah dan lombok besar dalam satu
tusukan lidi. Ramuan tersebut merupakan penangkal dari gangguan
roh jahat.
c. Nigeso’ atau Nitata

45
Ibid.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 103

Nigeso atau nitata’, adalah acara meratakan gigi anak yang


telah dikhitan, dengan menggunakan batu asahan dan batu keras
tetapi halus permukaannya.
d. Mambaca
Setelah acara massunna’, dilanjutkan dengan acara doa
keselamatan yang dilakukan oleh annangguru atau imam bersama
para undangan. Kemudian tuan rumah membagikan barakka’ kepada
undangan. Tuan rumahpun menyuguhkan makanan kepada undangan
untuk disantap bersama-sama. Sesudah makan bersama, para
undangan pamit, dan upacara itupun selesai.
e. Mattarima Passolo’ (Menerima Angpaw)
Jika akan melaksanakan upacara khitanan, biasanya yang
punya hajat akan mappepissang (menyampaikan undangan kepada
kerabat dan handai taulan) terlebih dulu. Sehubungan dengan
mappepissang tersebut, tentu para kerabat dan handai taulan akan
datang menyampaikan ucapan selamat kepada anak yang telah
dikhitan dan kedua orang tuanya. Setiap passolo’ (undangan) yang
datang disuguhi makanan, dan pada kesempatan tersebut passolo’
akan memberikan hadiah (sumbangan) kepada tuan rumah sebagai
ucapan terima kasih atas undangan untuk menghadiri upacara
tersebut.

10. Upacara Mapparewai Tomate (Pemakaman)


Upacara mapparewai tomate, adalah upacara pemakaman
orang mati. Adapun rangkaian upacara tersebut antara lain sebagai
berikut:
a. Mappangajiang tomate, adalah acara pembacaan ayat-
ayat suci al-Qur’an yang pahalanya ditujukan kepada
orang yang meninggal dunia.
b. Mappandoe’ tomate, adalah acara memandikan mayat.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 104

c. Mambalung tomate adalah mengkafani mayat.


d. Massambayangi tomate, adalah acara menyalati mayat.
e. Mambulle tomate, adalah memikul mayat dari rumah
duka menuju pemakaman.
f. Mallamungi tomate, adalah acara menurunkan mayat ke
dalam liang lahat.46
Setelah mayat ditimbun dengan tanah galian liang lahat
seiring dengan nisulapa’ (pembacaan ayat-ayat al-Qur’an) yang
dilakukan oleh empat orang, dari arah timur, barat, utara dan selatan
makam. Setelah liang lahat tertimbun penuh, maka dilanjutkan
mappake’de’ tinda’ (pemasangan nisan) dan yang terakhir adalah
mattalakking (pembacaan doa keselamatan buat orang mati).
Masyarakat Mandar sejak dahulu sebelum masuknya Islam,
mereka telah melakukan berbagai macam upacara tradisional, yang
berkaitan dengan kehidupan mereka, mulai dari kelahiran hingga
kematian, upacara tersebut sebagaian besar berasal dari tradisi-tradisi
nenek moyang, pada upacara tersebut masih banyak dipengaruhi oleh
animisme dan dinamisme, dan yang memimpin upacara tersebut
disebut dengan sando. Namun setelah memeluk Islam oleh mayoritas
masyarakat Mandar, upacara tradisional tersebut dipengaruhi oleh
Islam yang sebelumnya upacara dimulai dengan membaca mantra-
mantra, diganti dengan membaca ayat suci al-Qur’an. Demikian pula
pemimpin upacara kini diambil alih oleh imam masjid atau
annangguru atau para ustadz, namun kebanyakan dipimpin oleh
annangguru.
Dari sekian banyak upacara tersebut, sebagian ada yang berasal dari
ajaran Islam, seperti, akikah, khitanan dan lain-lain, tetapi tetap
dipadukan dengan unsur-unsur tradisi lokal Mandar.

46
Lihat Upacara dan Kepercayaan Orang Mandar, hlm. 23-24.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 106

BAB III
STATUS DAN PERAN PARA ANNANGGURU

Annangguru yang diteliti pada penelitian ini berdasarkan


status (kedudukan) dan perannya di masyarakat, ditinjau dari pribadi
maupun institusi yang melekat padanya, sehingga ada tujuh
annangguru yang menjadi fokus penelitian disertasi ini, yang penulis
anggap memiliki kontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing
dan masih tetap eksis di tengah masyarakat Mandar yang berubah,
mereka menduduki posisi sebagai:

A. Pimpinan Perguruan Tinggi, Politisi dan Ketua NU


Pimpinan perguruan tinggi dan politisi hanya ada satu
annangguru di Polewali Mandar, bahkan di Sulawesi Barat yang
menyandang gelar ini yaitu Annangguru H. Sybli Sahabuddin,
sedangkan yang konsentrasi sebagai muballigh adalah Annangguru
Sopian, meskipun pada umumnya annangguru adalah muballigh,
adapun uraiannya sebagai berikut:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 107

- H. Sybli Sahabuddin
H. Sybli Sahabuddin, biasanya disapa Annangguru Sybli
adalah putra kedua dari lima bersaudara dari pasangan annangguru
kharismatik, Prof. Dr. Annangghuru Sahabuddin dan ibunya bernama
Hj. Hajaniah, dilahirkan di Polewali pada tanggal 20 Agustus 1968,
ayahnya adalah tokoh tarekat Qadiriah di Mandar yang dikenal
sebagai mursyid Qadiriah menggantikan almarhum Annangguru
Shaleh. Masa kecilnya dihabiskan di Kota Ternate, mengikuti
ayahnya yang saat bertugas sebagai dosen IAIN Alauddin cabang
Ambon hingga ia menamatkan pendidikan dasar di SDN Buseiri
Ternate 1984. Kemudian ia hijrah ke kota Ujung Pandang (sekarang
Makassar), melanjutkan SLTP pada Pondok Pesatren Modern
IMMIM, di pesantren inilah pertama kalinya ia belajar agama Islam,
mempelajari dasar-dasar bahasa Arab dari Mustafa Nuri, LC belajar
ilmu-ilmu Islam, seperti fiqh, tafsi>r, dari AG. H. Sanusi Baco, LC dan
bahasa Inggris diajarkan oleh Azhar Arsyad. Pesantren IMMIM yang
kemudian membentuk kepribadian sosok Sybli muda menjadi seorang
santri modern, sehingga wawasannya lebih terbuka, sesuai dengan
visi pesantren IMMIM memberinya pengetahuan seimbang kepada
para santri yaitu ilmu agama dan ilmu umum, dengan kewajiban
utama harus menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris, Sybli
mengenyam pendidikan di pesantren IMMIM selama 3 tahun (SLTP)
setamat dari pesantren IMMIM pada tahun 1984 lalu melanjutkan
Madrasah Aliyah Negeri Tala’salapang Makassar tamat 1987,
kemudian ia memilih kuliah di Jakarta dan mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa baru pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat,
sejak dibangku kuliah ia mulai aktif di organisasi kemahasiswaan
terutama yang berhaluan ke Nahdatul Ulama atau NU, seperti
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sarjana (PMII) cabang
Ciputat pada tahun 1990, juga aktif di GP Ansor pada tahun 1997.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 108

Disaat telah menyandang gelar sarjana agama di IAIN


Ciputat. Ia kemudian melanjutkan program S2 pada perguruan tinggi
yang sama dan tamat pada tahun 2002, sebelumnya ia pernah
mengenyam pendidikan dakwah di House of Knowledge di Islamabad
Pakistan pada tahun 1988-1990. Selama di Islamabad ia aktif di
organisasi AMSA (Asean Moslem Student Association) Islamabad
Pakistan tahun 1988-1989. Sepulangnya dari Islamabad, Sybli
mempersunting Rini Rinawati, dan dikaruniai dua anak yaitu, Cici
Muzdillah Avrillah (17 tahun) dan Muhammad Halbi Asqalani (16
tahun). Pada tahun 2002 ia terangkat menjadi pegawai negeri sipil di
Departemen Agama di Polewali Mamasa (2002-2009). Dan masuk
politik, terpilih menjadi anggotta DPD RI wakil Sulawesi Barat dua
periode (2009-2013) dan (2014-2019)1

1. Mengembangkan Universitas Asy’ariah Mandar


Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) didirikan
oleh ayah kandung Annangguru H. Sybli Sahabuddin yaitu,
Annangguru Prof. Dr. H. Sahabuddin pada tahun 2004 sekaligus
menjabat sebagai rektor pertama di kampus tersebut, sebagai
universitas pertama di Sulawesi Barat saat itu dan pengaruh
ketokohan annangguru pendirinya menjadikan kampus ini mengalami
perkembangan yang sangat cepat, berselang 3 tahun berdirinya,
kampus ini telah merangkul ribuan mahasiswa dari berbagai
kabupaten di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.
Pada awal berdirinya UNASMAN hanya terdiri tiga fakultas
yaitu, Fakultas Agama Islam (FAI), Fakultas Keguruan Ilmu
Pengetahuan (FKIP) dan Fakultas Pertanian (FP). Pada tahun 2006
rektor UNASMAN Annangguru Prof. Dr. H. Sahabuddin meninggal

1
Wawancara Mas’ud Saleh, Sekretaris Pribadi Annangguru Sybli, di
Polewali 25 Januari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 109

dunia, berdasarkan hasil musyawarah civitas akademik UNASMAN,


maka dipilihlah Annangguru Sybli, yang saat itu menjabat sebagai
pembantu rektor II untuk menduduki kursi rektor, dengan terpilihnya
Annangguru Sybli sebagai rektor yang kedua, kampus tersebut
mengalami perkembangan pesat dengan dibukanya beberapa fakultas,
diantaranya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP),
Fakultas Ilmu Komputer (FIK), dan Fakultas Kesehatan Masyarakat
(FKM). Sehingga secara keseluruhan berjumlah 6 fakultas dengan
jumlah mahasiswa sekitar 10.000-an. Dengan dibukanya berbagai
kelas jauh di daerah pelosok seperti di Mamasa, Tappalang Majene
dan Mamuju, dampaknya memberikan kemudahan masyarakat
pedesaan untuk mengenyam pendidikan tinggi dengan biaya murah
dan terjangkau, keberadaan kampus UNASMAN di Sulawesi Barat
memberikan kontribusi nyata bagi daerah untuk peningkatan sumber
daya manusia. Menurut Annangguru Sybli:2
UNASMAN hadir di tengah masyarakat Mandar Sulawesi
Barat, sebagai wadah untuk mencerdaskan putra daerah, dan
memberikan keringanan kepada putra-putra daerah untuk
dapat mengenyam pendidikan yang mudah, murah,
terjangkau dan bermutu, dilihat efektivitasnya, putra-putra
daerah tidak perlu lagi ke Makassar, atau ke Pulau Jawa
untuk kuliah dengan biaya yang mahal karena di daerah sudah
terdapat UNASMAN, dan itu terbukti saat ini telah terdapat
10.000-an lebih mahasiswa yang terdapat di kampus ini.
Sesuai dengan namanya yang mengabadikan tokoh Islam
yang plural yaitu Asy’ari, maka UNASMAN menerima
mahasiswa dari berbagai golongan masyarakat, mulai dari
kalangan NU, Muhammadiyah, muslim, Kristen dan berbagai
suku, sehingga dinamika mahasiswa yang plural menjadikan

2
Wawancara Annangguru Sybli, kertua Yayayasan UNASMAN, di
Polewali tanggal 12 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 110

kampus ini menjadi kaya karena keragaman, buktinya saya


membuka kelas jauh di Kabupaten Mamasa, yang mayoritas
penduduknya adalah nasrani, dan ternyata UNASMAN dapat
diterima di sana.

Menurut Basnang Said, keberhasilan Annangguru Sybli


mengembangkan UNASMAN karena memang ditunjang oleh
beberapa faktor:3 yaitu:
Pertama, letak geografis, kampus terletak di Kota Polewali,
ibukota Kabupaten Polewali Mandar, merupakan kabupaten yang
berpenduduk terbanyak di Sulawesi Barat.
Kedua, pengaruh rektor, sebagai tokoh agama yang muda dan
enerjik berceramah ke seluruh tanah Mandar dengan mempromosikan
kampus.
Ketiga, sebagai universitas pertama saat berdirinya di tahun
2004, merupakan alternatif pertama bagi calon mahasiswa untuk
kuliah.
Keempat, menawarkan mutu yang tak kalah dari kampus
lainnya di Kota Makassar.
Keempat faktor tersebut yang diutarakan oleh Basnang Said4
selaku Dekan Fakultas Agama Islam, sehingga UNASMAN
mengalami perkembangan yang pesat. Tentunya juga ditunjang oleh
tokoh pendirinya yaitu, almarhum Annangguru Prof. Dr. H.
Sahabuddin dan semenjak tahun 2009, ia mundur dari Rektor
UNASMAN dan digantikan oleh kakaknya Hj. Khudriah Sahabuddin,
kemudian ia menduduki jabatan sebagai Ketua Yayasan UNASMAN.
2. Ketua PW NU Sulawesi Barat Pertama

3
Wawancara Basnang Said, Dekan FAI, di Pare-Pare, 1 Mei 2010.
4
Pada tahun 2014 Basnang Said dilantik menjadi kepala seksi
madrasah Kementrian Agama Republik Indonesia di Jakarta.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 111

K. H. Hasyim Musadi berkunjung di Mandar dalam rangka


menghadiri undangan dari Pesantren DDI Kanang Polewali Mandar.
Pada pertemuan tersebut dihadiri Gubernur Sulawesi Barat Anwar
Adnan Saleh, Rektor Universitas Asy’ariah Mandar, dan Pengurus
NU Polewali Mandar, seperti; Hasan Bado dan Akmal Hidayah. Pada
kesempatan tersebut Bapak Hasyim Muzadi sebagai ketua PBNU
mengatakan:
“Apa sudah terbentuk Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama
(PW NU) Sulawesi Barat? Jika belum terbentuk, supaya
segera dibentuk dan saya akan datang untuk melantik.”

Saat itu tahun 2006, sedangkan Provinsi Sulawesi Barat


terbentuk pada tanggal 22 September 2004. Sebagai provinsi baru,
saat itu belum memiliki Pengurus Wilayah atau PW NU. Pada tahun
2005, dimana PW NU Sulawesi Barat belum terbentuk, Bapak
Gubernur Anwar Adnan Saleh mengatakan:
“Bahwa saya adalah warga NU. Saya dapat kuliah di APDN
karena rekomendasi dari tokoh NU Sulawesi Selatan Pak
Yusuf. Padahal saat itu telah berlangsung kuliah beberapa
hari. Rekomendasi tersebut berisi bahwa saya adalah
pengurus Ansor Kota Makassar dan akhirnya saya diterima
menjadi Mahasiswa APDN. Pada prinsipnya, sebagai
Gubernur Sulawesi Barat saya sangat setuju jika PW NU
Sulawesi Barat segera dibentuk.”5

Kunjungan Hasyim Muzadi benar-benar membuahkan hasil.


Terbukti, selesai pertemuan bergeraklah Hasan Bado, Salam
Ariyanto, Akmal Hidayah dan lain-lain, melakukan lobi-lobi di
beberapa kabupaten Sulawesi Barat untuk segera menyusun panitia

5
Wawancara dengan Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulbar, di
Polewali, 3 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 112

persiapan pembentukan PW NU Sulawesi Barat. Hasilnya, Akmal


Hidayah, Taksir Ariyanto diposisikan sebagai Steering Committee
(SC), bersama dengan Yahya Amin sebagai ketua SC. Pada tingkat
SC inilah digodok siapa Bakal Calon (Balon) PW NU Sulawesi Barat.
Dari sana muncul beberapa nama di antaranya: Annangguru Sybli,
Rektor Unasman; Dr. Nafis, dosen IAIN Alaudin Makassar; Tsabit
Nadjamuddin, mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten
Polewali Mamasa.
Panitia pelaksana kemudian melakukan rapat di Pesantren
DDI Kanang, dan ditetapkanlah tiga calon Ketua PW NU Sulawesi
Barat, yaitu: Sybli Sahabuddin, Dr. Nafis, dan Tsabit Nadjamuddin.
Pada awalnya Sybli kurang diperhitungkan karena masih dianggap
junior dibanding dengan dua calon lainnya. Namun, dalam
perkembangan forum Tsabit Nadjamuddin membuat manuver politik
dengan menggoyang suara Dr. Nafis dan beralih mendukung
Annangguru Sybli.
Akhirnya ia terpilih menjadi Ketua PW NU Sulawesi Barat
pertama. Artinya, masyarakat Mandar yang mayoritas sebagai
Nahdyin telah mendudukkan Annangguru Sybli sebagai tokoh muda
agama dan akademisi yang dapat diandalkan untuk dapat mewarnai
pembangunan di Sulawesi Barat sebagai provinsi baru di Indonesia.6
NU adalah media perjuangan untuk berdakwah, lewat NU ini saya
akan membangun Sulawesi Barat menuju masyarakat yang mala’bi
atau bermartabat.7

6
Wawancara Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulbar, 3 Mei
2010.
7
Wawancara Annangguru Sybli, Ketua PW NU Sulbar, di Polewali
5 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 113

3. Terpilih Sebagai Anggota DPD RI Wakil Sulawesi Barat


(2009-2013 dan 2014-2019)
Pada pemilihan umum tahun 2009, Annangguru Sybli
secara mengejutkan semua pihak untuk ikut bertarung sebagai
anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat, bahkan ibunya menanyakan
keseriusannya untuk maju sebagai anggota DPD RI, saat itu ia
mengatakan pada ibunya, bahwa saya ikut maju sebagai anggota DPD
RI untuk membesarkan NU dan UNASMAN di Sulawesi Barat,8
demikian alasan Annangguru Sybli, dan terbukti di saat pemilihan
berlangsung ia dipercayakan masyarakat Sulawesi Barat untuk
menjadi wakil bersama dengan 3 calon lainnya, semenjak terpilih
sebagai senator di senayan, ia bolak-balik antara Jakarta dan Sulawesi
Barat, kesibukannya semakin padat, selain sebagai Ketua PW NU
Sulawesi Barat, rektor dan senator adalah tugas yang tidak ringan
yang membutuhkan waktu dan pemikiran yang serius. Saat ini ia
dipercaya sebagai anggota Kelompok Kerja Pembangunan Kawasan
Timur Indonesia (POKJA BAKTI) dan Wakil Ketua Komite 3 DPD
RI. Kemudian pada pemilihan legislative tahun 2014, Annangguru
Sybli terpilih kembali menjadi anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat
bersama 3 orang rekannya dengan urutan perolehan suara masiing-
masing yaitu: Marthen M.Th (63.968 suara), Muhammad Asri Anas
(58.154 suara), Annangguru Sybli Sahabuddin (51.581 suara) dan
terakhir Iskandar Muda Baharuddin Lopa (48.242 suara).9
Keterpilihan Annangguru Sybli untuk kedua kalinya sebagai anggota
DPD RI wakil Sulawesi Barat, merupakan bukti bahwa kematangan
berorganisasi dan berpolitik serta keberpihakannya kepada

8
Wawancara Annangguru Sybli, Ketua PW NU Sulbar, di Polewali
5 Mei 2010.
9
Wawancara Mas’ud Shaleh di Polewali, tanggal 30 Januari 2017,
dan dapat dilihat juga pada Kantor KPU Sulawesi Barat.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 114

masyarakat, sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat


untuk duduk sebagai wakil mereka di senayan.

B. Muballigh dan Imam Mesjid


1. H. Sayyid Fauzi Al-Mahdali
Annangguru Fauzi atau Habib Ahmad Fauzi l bin Jafar bin
Thaha al-Mahdali lahir di Campalagian Kabupaten Polewali Mandar
30 Desember 1978, ia merupakan dari pasangan Sayyid Jafar Thaha
Al-Mahdali, seorang ulama di Mandar yang pernah menjabat sebagai
imam besar Mesjid Merdeka Wonomulyo di era tahun 1980-an dan
ibunya bernama Syarifah Abidah, putri Habib Shaleh bin Husen al-
Mahdali seorang ulama yang dikenal sebagai penghafal al-Qur’an,
berada dalam lingkungan keluarga yang religius sangat
mempengaruhi karakter pertumbuhan Annangguru Fauzi kelak, masa
kanak-kanaknya dihabiskan di Campalagian, dimana saat itu
Campalagian banyak dikunjungi para pangaji kitta’ atau santri yang
datang dari berbagai daerah untuk belajar agama, khususnya belajar
dan mengkaji kitab kuning.
Pada usia sekolah dasar, Annangguru Fauzi mulai belajar
agama, yang dimulai dari belajar mengaji di beberapa ulama
kharismatik diantaranya Puang Kali Matoa, ia sempat meminum
yang air yang dido’akandari Puang Kali Matoa. Annangguru Fauzi
tergolong anak di bawah rata-rata dari segi kecerdasan dibandingkan
dengan saudara-saudaranya dan ia tergolong anak yang nakal, hanya
ia sangat taat kepada ayahnya, menurut penuturan Annangguru
Fauuzi:
“Suatu hari saya berangkat mengaji ke rumah guru ngaji
saya, yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, setelah
mengaji saya kembali ke rumah, bukannya disambut dengan
baik oleh Aba saya, malah saya disuruh kembali pergi

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 115

mengaji, padahal saya sudah pulang mengaji, akhirnya saya


kembali ke rumah guru ngaji, dan kembali mengaji”10

Demikianlah Ayahnya yang sangat disiplin mendidik


anaknya, selain itu Sayyid Jafar bin Thaha Al-Mahdali merupakan
tokoh agama yang sangat disegani di Campalagian, pada tahun 1980-
an terjadi banjir besar di Campalagian, yang memaksa keluarga
Annangguru Fauzi harus hijrah ke Pambusuang, di desa inilah
kemudian ia melanjutkan pendidikan tingkat Tsanawiah pada
Pesantren Nuhiyah11, masa-masa belajar agama di Pesantren,
Annangguru Fauzi sudah mulai menjaga shalat 5 waktunya,
sebagaimana pesan orang tuanya:
“Jaga shalat 5 waktumu nak, sebodoh apapun kamu, tetapi
jika menjaga shalat 5 waktu, insya Allah hidupmu akan
diberkahi” 12
Demikian pesan Sayyid Jafar bin Thaha Al-Mahdali kepada
putranya, semasa menempuh pendidikan di Pesantren Nuhiyah,

10
Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal,
10 Maret 2017.
11
Pesantren Nuhiyah merupakan pesantren yang dilaqabkan kepada
Annangguru Nuh, (putra dari Abdul Mannan, yang nama lengkapnya adalah
Haji Muhammad Nuh yang kemudian bergelar Annangguru Kayyang Puayi
Toa, yang artinya “Sang guru besar haji tua”. Turunan dari Annangguru Nuh
kemudian menjadi Imam di Mesjid Taqwa Pambusuang), Pesantren ini
didirikan oleh Prof Dr. Annangguru Mukhtar Husain, ayah Dr. Zainal Arifin
Muhktar, Direktur PUKAT UGM, Pesantren Nuhiyah berbeda dengan
pesantren-pesantren yang terdapat di pulau Jawa, model pesantren ini,
seluruh santri menginap di rumah kediaman para annangguru, untuk belajar
kitab-kitab tertentu, sesuai dengan keahlian annangguru tersebut, pada pagi
hari pangaji kitta’ atau santri kemudian belajar dalam kelas untuk mengikuti
pendidikan formal.
12
Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal
15 Maret 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 116

Annangguru Fauzi rmengalami kesulitan dalam belajar Bahasa Arab


meskipun ia rajin dan tekun hadir dan mengikuti proses belajar
mengajar, tapi ia tidak mengerti sedikitpun dari mata pelajaran
tersebut, meskipun demikian, Annangguru Fauzi sangat percaya pada
sebuah keberkahan dari annangguru’ sehingga ia kerap meminum air
putih yang telah dido’akan olah annangguru atau meminta dido’akan
supaya kelak ilmu yang ia dapatkan dapat berberkah, diantara
annangguru yang sempat memberikan pengajaran agama kepada
Annangguru Fauzi diantaranya adalah Annangguru Abdurrahman dan
Annangguru Burhan, tiga tahun menjadi santri dan akhirnya
memutuskan lanjut pada tingkat SLTA di SMA 1 Tinambung, setelah
mendapatkan ijazah SMA, ia kemudian meninggalkan tanah
kelahirannya di Mandar, dan berkeinginan melanjutkan kuliah di
Akademi Pelayaran Indonesia (API), akan tetapi ia tidak
mendapatkan restu dari orang tuanya untuk kuliah di API, dan pada
tauhun 1998 ia menuju Makassar untuk mendaftar di IAIN Alauddin,
karena tidak percaya diri untuk dapat lolos di IAIN, ia kemudian
mengatur strategi dengan memilih jurusan yang sangat minim
pendaftarnya yaitu Jurusan Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab,
dan akhirnya dapat diterima di Fakultas Adab IAIN Alauddin
Makassar. Masa-masa kuliah, Annangguru Fauzi tergolong
mahasiswa yang tidak menonjol di kelas, ia kuliah sekedar
menyenangkan hati orang tunya, pada tahun 1999 ia kemudian
mencoba mendaftar di Universtas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta
tetapi tidak diterima dan kembali ke Makassar, pada tahun yang sama
ia mencoba mendaftar pada Ma’had al Biir Makassar dan dapat
diterima itupun hanya bertahan satu tahun karena tidak mengikuti
mata pelajarannya dalam Bahasa Arab.
Setelah beberapa lama menempuh kuliah di IAIN Alaudin
Makassar, Annangguru Fauzi kemudian berhasil meraih gelar

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 117

sarajana strata satu, menurut penuturan kerabatnya yang bernama


Habib Hamid, bahwa Abanya Fauzi tidak percaya jika anaknya
berhasil menyelesaikan kuliah, sehingga ia harus mengutus seseorang
ke Makassar untuk mendapatkan informasi, apakah benar Fauzi akan
diwisuda atau tidak? setelah mendapatkan informasi bahwa memang
benar Fauzi akan segera diwisuda, ayahnyapun berangkat ke
Makassar untuk menghadiri wisuda Aannangguru Fauzi, dan Habib
Jafar bin Thaha Al-Mahdali ayah Annangguru didaulat mewakili
orang tua wisudawan untuk menyampaikan pesan dan kesan.

a. Belajar Ke Negeri Yaman


Berawal dari informasi seorang ulama Mandar yang menetap
di Jakarta bernama Habib Hamid Al-Attas bin Hud yang merupakan
ulama yang selalu memfasilitasi anak-anak muda yang ingin
mekanjutkan studi atau belajar ke Yaman, Annangguru Fauzi
mendengarkan informasi tersebut dari ayahnya tentang Habib Hamid,
ia pun akhirnya berkeinginan belajar ke Yaman, tetapi banyak
sahabat maupun gurunya yang tidak setuju dengan mengatakan
bahwa Yaman adalah Negara yang miskin dan lain-lain, tanpa
terpengaruh dengan hal tersebut, kemudian ia berangkat ke Jakarta
dan menetap di kediaman bapak Prof Dr. H.Baharuddin Lopa (mantan
Jaksa Agung RI di era Presiden Gusdur) sementara waktu, berselang
beberapa bulan di Jakarta akhirnya Annangguru Fauzi bertemu
dengan Habib Hamid, dan ia langsung mengutarakan niatnya untuk
belajar ke Yaman, setelah mendapatkan donator, ia kemudian
bertolak ke negeri Yaman pada awal tahun 2005, dan langsung
mendaftarkan diri pada lembaga pendidikan keagamaan yang
bernama Rubat Tarim di kota Tarim, kitab-kitab yang dipelajari di
Rubat Tarim tersebut sama halnya dengan kitab-kitab yang diajarkan
di pesantren-pesantren di Indonesia.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 118

Lembaga pendidikan yang saya tempati di Yaman bernama


Rubat Tarim, sebuah lembaga pendidikan tertua di Yaman,
yang didirikan oleh seorang ulama besar yang Habib Abdullah
As-Syatiri, pola pendidikannya tidak jauh bedah dengan pola
pendidikan pesantren di Indonesia, saya mulai belajar Bahasa
Arab dengan serius, belajar fikih dari kitab-kitab fikih, Kitab
Safinah An-Najah karya, Syekh Salim bin Sumair, kitab Matan
al-Jurumiyah karya Imam Ibnu Al-Jurum, Kitab Fathul Qarib
karya Imam Ibnu Qasim, Muqaddimah Khadramiah karya
Abdullah Abd Bafadhol, Fathul Muin karya Syekh Zainuddin
bin Abdul Aziz bin Zainuddi Al-Malibari, dan lain-lain. Selama
di Yaman saya mulai mampu memahami kitab-kitab yang
pernah saya pelajari di Pesantren Nuhiyah, pikiran saya mulai
terbuka, meskipun hanya 2 tahun belajar di Rubat Tarim yang
seharusnya ditempuh 7 tahun, atas ijin dari beberapa ulama
yang mengajar di sana, kemudian saya dibolehkan pulang ke
tanah air, dengan alas an ingin berdakwah.
Awal kedatangan saya di Mandar pada bulan November 2007,
banyak yang tidak percaya, apakah betul saya dari Yaman,
karena pada waktu itu saya pulang dengan membawa kitab-
kitab gundul, sepengetahuan mereka tidak mungkin saya dapat
membacanya. Setelah beberapa bulan menetap di Mandar, saya
mulai mengubah penampilan saya, dengan meniru pakaian
yang digunakan oleh ulama-ulama Yaman yaitu memakai
jubah putih dan serban yang dililit di kepala, saya sangat sadar
bahwa saya belum pantas memakai pakaian seperti itu, baik
dinilai dari ilmu maupun tingkah laku, tetapi saya hanya
meniru saja, untuk meyakinkan masyarakat dan keluarga
bahwa saya mampu membaca kitab gundul, suatu hari saya
menawarkan diri untuk mengisi pengajian dalam sebuah acara
peringatan Isra’ dan Mi’raj di Pambusuang, sayapun
memnfaatkan dengan baik kesempatan tersebut dengan
megulas isi kitab Safinah An-Najah, dan akhirnya mereka
percaya bahwa saya telah mampu membaca kitab gundul.
Karena saya belum dikenal masyarakat Mandar secara luas,
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 119

saya menawarkan diri untuk ceramah di mesjid-mesjid sampai


ke Malunda perbatasan Kabupaten Mamuju dengan
mengenderai motor Viar cicilan, dan pada akhirnya beberapa
mesjid dan majelis taklim mengundang saya untuk
membawakan pengajian.

b. Imam Mesjid Agung Syuhada


Mesjid Agung Syuhada berstatus sebagai mesjid kabupaten,
yang dibangun pada tahun 1982, era kepemimipinan H. S. Mengga
Bupati Polewali Mamasa periode 1980-1989, bangun mesjid ini
terletak di jantung Kota Polewali di Jln Hj. Andi Depu, berdekatan
dengan Lapangan Pancasila, Rumah Jabatan Bupati, Kantor
Kementrian Agama dan Gedung Mandar Convention Center (MCC),
didesain sebagai pusat keagamaan kabupaten, sehingga imam Mesjid
Agung Syuhada memiliki peran-peran yang sangat strtaegis, karena
posisi imam diangkat langsung oleh bupati melalui Surat Keputusan
Bupati, sejak awal didirikannya yang menjabat imam adalah
Annangguru H. Syuaib Abdullah mulai tahun 1982 hingga tahun
2011.
Pada tahun 2011, Annangguru Syuaib Abdullah mulai tidak
katif menjadi Imam mesjid disebabkan ketidak setujuannya kepada
Ali Baal Masdar, Bupati Polewali Mandar (periode 2006-2009, 2009-
2013) karena dilakukan renovasi besar-besaran terhadap mesjid
tersebut, sehingga ia menunjuk Annangguru Bisri pimpinan pesantren
Nuhiyah untuk menggantikannya sebagai imam, namun Annangguru
Bisri tidak bersedia, kemuadian ia mengusulkan Annangguru Syahid
pimpinan pengajian kitab di Pambusuang, Syahid pun tidak bersedia,
sehingga kursi Imam Mesjid Syuhada kosong selama 7 bulan.
Menutur penuturan Annangguru Fauzi;
Suatu hari datang seorang utusan dari tokoh masyarakat
Polewali, ia menawarkan kepada saya, supaya bersedia menjadi

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 120

Imam Mesjid Syuhada di Polewali, lalu ia juga mendatangi


ayah saya, tetapi ayah saya tidak setuju dengan alas an saya
belum pantas menjadi imam, disamping masih terlalu muda,
karena telah diminta berkali-kali dan akhirnya ayah saya
setuju, tepat awal tahun 2012 saya resmi menjadi Imam Besar
Mesjid Agung Syuhada, dan saat itulah saya memulai
membenahi mesjid dengan memulai pengajian-pengajian rutin
di mesjid setiap malam, yang dihadiri seluruh jama’ah mesjid,
melayani masyarakat sekitar jika membutuhkan bantuan
seperti, membaca do’a, membawakan pengajian dalam hajatan-
hajatan dan sebagainya.13

Semenjak resmi menjabat sebagai Imam, Annangguru Fauzi


mulai dikenal luas masyarakat Polewali Mandar dan sekitarnya,
undangan membawakan tauziah, di berbagai tempat semakin padat,
hingga keluar daerah.

2. Sopian
Rumah Annangguru Sopian di Pambusuang tidaklah terlalu
sulit untuk menemukannya. Selain ia cukup dikenal oleh masyarakat
setempat letak atau posisi rumahnya sangat strategis, hanya sekitar
50 meter arah barat Masjid Pambusuang, atau tepat di sebelah kanan
rumah almarhum H. Lopa ayah mantan jaksa agung RI di era Gusdur,
bapak Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa. Hari Senin tanggal 10 Mei 2010
siang usai salat dzuhur, penulis berkunjung ke rumah Annangguru
Sopian di Pambusuang. Rumahnya berupa rumah panggung tua yang
kira-kira telah berusia puluhan tahun letaknya yang menghadap ke
Pantai Pambusuang membuat secara leluasa menghembus ke dalam
rumah. Ketika penulis menaiki tangga rumah, kebetulan di teras

13
Wawancara dengan Annangguru Fauzi di Polewali pada tanggal
15 Maret 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 121

berdiri seorang ibu yang berusia sekitar 45 tahun. Dia langsung


menyambut penulis dengan senyum, dan mempersilahkan penulis
masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu berjejer dua set kursi tamu, di
dinding terpajang ukiran ayat kursi dari kayu dan beberapa kitab-
kitab kuning terletak di meja tamu.
Saat itu Annangguru Sopian sedang menghadiri undangan
jamaahnya di Polewali. Karena itu penulis sempat menunggu hampir
1 jam di rumahnya ditemani oleh ibu Andi Mulianti, istri Annangguru
Sopian bersama putranya yang masih berusia 7 tahun. Menjelang
pukul 02.30 wita terdengar ucapan salam dari arah pintu. Nampaknya
Annangguru Sopian yang datang. Penulis berdiri dan bersalaman, dan
ini adalah pertemuan penulis yang ketiga kalinya dengan beliau.
Annangguru Sopian duduk tepat berhadapan dengan penulis dengan
mengenakan baju kaos coklat bergaris, celana kain dan kopiah hitam.
Ia membuka pembicaraan dengan mengatakan:
Saya baru menghadiri undangan pengajian di Polewali yang
diadakan salah satu pejabat kabupaten, sebenarnya sudah
lama saya janji untuk mengisi ceramah pengajian yang rutin
ia adakan di rumahnya, tapi baru kali ini saya mempunyai
kesempatan, karena jadwal ceramah saya sangat padat, insya
Allah setelah salat ashar saya harus mengisi ceramah di
Pamboang Majene yang jaraknya sekitar empat puluh lima
kilometer dari Pambusuang, besok pagi saya akan berangkat
ke Samarinda untuk mengisi pengajian masyarakat Mandar
di sana.14
Demikianlah aktivitas Annangguru Sopian sebagai seorang
muballigh keliling dari kampung ke kampung lain hingga
menyeberang pulau untuk menyampaikan dakwahnya. Siapa
sebenarnya Annangguru Sopian, kenapa ia menggeluti dakwah? Ia
lahir dengan nama lengkap Sopian Syahabuddin, ayahnya

14
Hasil Wawancara di Pambusuang, pada tanggal 10 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 122

Syahabuddin adalah seorang panguma (tukang kebun), dan ibunya


sebagai pengurus rumah tangga, kehidupan keluarganya sangat
sederhana, seperti mayoritas masyarakat Pambusuang yang hidup
sederhana, lingkungan mendesainnya menjadi cinta kepada ilmu
agama, anak-anak usia lima tahun harus belajar membaca al-Qur’an
pada seorang annangguru pangaji (guru mengaji), masih kecil ia
sudah membantu ayahnya, sepulangnya mengaji ia ke kebun untuk
menanam pisang dan umbi-umbian di kebun warisan kakeknya yang
terletak di lereng Gunung Pambusuang, sebagai anak pertama dari
tiga bersaudara ia merasa bertanggung jawab untuk membantu
ayahnya.
Pada usia tujuh tahun ia masuk sekolah formal di Madrasah
Ibtidaiyah Pambusuang, sejak duduk di bangku sekolah dasar bakat
ceramah sudah nampak, ia sering tampil mewakili sekolah dalam
lomba ceramah yang diadakan di kecamatan. Bakatnya semakin
nampak ketika ia duduk di bangku tsanawiyah di Tinambung, saat itu
ia tampil sebagai dai cilik pada acara maulid Nabi Muhammad saw
yang diadakan sekolahnya yang menghadirkan pejabat kabupaten dan
tokoh masyarakat, pertama kalinya ia tampil sebagai penceramah di
masjid saat ia duduk di kelas dua pada Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Tinambung, karirnya di bidang dai semakin menonjol di saat
ia kuliah di Universitas Muslim Indonesia Makassar pada Fakultas
Syariah.

a. Takmir Masjid dan Dosen di Makassar


Pada tahun 1984, ia menjadi Ketua Takmir Masjid
Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebagai ketua takmir
masjid ia mendapatkan fasilitas tempat tinggal dalam kompleks
masjid, hal tersebut sangat menguntungkan baginya, karena tak perlu
ia mengeluarkan biaya untuk menyewa kamar setiap bulannya bahkan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 123

makan tiga kali sehari ditanggung oleh masjid sebagai fasilitas


pengurus takmir, tugas pokoknya adalah mengatur kegiatan
keagamaan di masjid tersebut mulai dari jadwal imam, penceramah
dan diskusi keagamaan yang diadakan tiap bulan di masjid demikian
pula pada bulan Ramadhan tiba, ia mengatur jadwal pengisi acara
tarwih satu bulan hingga yang membawakan khutbah Idul Fitri. Ia
juga pernah menjabat sebagai imam masjid selama satu tahun, dan
sesekali sebagai na>ib (pengganti penceramah) jika berhalangan,
karena kepiawaiannya dalam menyampaikan ceramah, hingga ia
diminta untuk mengisi pengajian rutin setiap malam Jumat di
kampus.
Penguasaanya pada ilmu agama sangat mendalam jika
diukur dengan standar rata-rata mahasiswa S1, itu berkat di saat ia
duduk di bangku tsanawiyah dan aliyah di Mandar, ia aktif berguru
agama pada beberapa annangguru di antaranya ia belajar ilmu Syaraf
pada Annangguru Abdurrahman Fattah, ilmu Fiqh pada Annangguru
Abdullah, Ilmu Kala>m pada Annangguru Muhammad Said, dan ilmu
Hadits dan Tafsi>r pada Annangguru Muhammad Rasyid dan
Annangguru Djalaluddin Gani, Ilmu Tas}awuf ia perdalam pada
Annangguru Saleh dan Annangguru Yusuf. Para annangguru inilah
yang berpengaruh pada dirinya terutama dalam tema ceramahnya
yang lebih fokus pada ceramah-ceramah tas}awuf. Setelah
menyelesaikan kuliah sarjananya, ia diminta pihak yayasan untuk
mengabdi pada almamaternya UMI sebagai dosen agama Islam di
beberapa fakultas, dan dosen tetap pada Fakultas Syariah (1990-
2002).
Menyandang gelar sarjana dan berprofesi sebagai dosen,
terasa hambar jika tidak mempunyai pendamping hidup, maka pada
tahun 1992 ia menikah dengan Andi Mulianti, dan dikaruniai empat
orang anak, yaitu: Andi Rifai, Andi Sofi, Andi Kaffih dan Andi

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 124

Malikullah, ketiga anaknya lahir di Makassar, kemudian yang lahir


terakhir di Pambusuang. Semenjak mengabdi di UMI sebagai dosen,
ia juga aktif mengisi ceramah dan pengajian di masjid-masjid Kota
Makassar atau memenuhi undangan khusus yang diadakan oleh para
pengusaha atau pejabat pemerintah kota.

b. Muballigh Tarekat
Minatnya belajar tas}awuf di saat usianya masih remaja,
ia sangat tekun mengikuti pengajian yang dibawakan oleh
Annangguru Saleh di tahun 1970-an, ia kemudian kembangkan kajian
tas}awuf lewat pendekatan dakwah, hampir semua tema ceramahnya
bertemakan tas}awuf, sejak tahun 2002 ia bersama keluarganya pindah
ke Mandar tepatnya di Pambusuang, pada awal menetap di
Pambusuang, ia hanya berdiam diri dalam rumah dengan
memperbanyak membaca kitab-kitab kuning yang telah lama ia
tinggalkan, tidak sempat ia bawa ke Makassar saat masih kuliah dan
menjadi dosen. Ia kemudian mengambil keputusan untuk konsentrasi
sebagai muballigh di tempat kelahirannya, kurang lebih dua bulan
membaca kembali kitab-kitab kuning yang ia pelajari beberapa tahun
yang lalu dan masih tersimpan di lemari rumahnya.
Di saat tiba di Pambusuang setelah beberapa tahun di
Makassar, saya membaca kembali kitab-kitab tas}awuf
yang pernah diajarkan Annangguru Saleh dan beberapa
kitab-kitab tafsi>r dan fiqh lainnya, tapi saya lebih
berminat mengkaji tas}awuf.15

Pada bulan September 2002, ia diundang oleh saudara


sepupunya untuk mengisi pengajian bulanan yang dilaksanakan di

15
Hasil wawancara Annangguru Sopian, di Pambusuang, pada
tanggal 10 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 125

Tinambung, semenjak mengisi acara pengajian di Tinambuang,


undangan berdakwah semakin mengalir, beberapa kali penulis
mengikuti ceramahnya, yang ia bawakan dalam bahasa Mandar, yang
bertemakan tentang hakikat penciptaan.
Pada tahun 2004 ia mulai masuk dapur rekaman di
Makassar, hasil rekaman ceramahnya dalam bentuk compact disc,
laris di pasaran, dan pada tahun 2009, ia disponsori salah seorang
caleg DPR RI dari PDIP untuk rekaman dakwah yang kemudian
dibagikan gratis kepada masyarakat.
Dunia dakwah adalah hidupnya, ia mengatakan:
Saya akan terus berdakwah untuk mengembangkan Islam
sesuai dengan metode saya sendiri, selama dapat diterima
oleh masyarakat, seorang muballigh harus mempunyai
karakter dan ciri khas, jika ia ingin langgeng di hati
masyarakat, bahasa yang saya gunakan adalah bahasa
Mandar, karena saya lebih banyak berdakwah di kalangan
masyarakat Mandar hingga ke Malaysia.16

Pada tahun yang sama 2009, ia terlibat sebagai tim


sukses untuk memenangkan pasangan calon bupati Polewali Mandar
Ali Baal Masdar dan Nadjamuddin Ibrahim. Dengan
mengkampanyekan Ali Baal Masdar di Pambusuang dan sekitarnya,
ia kerap kali menjadi pengisi acara ceramah Islam pada acara-acara
keagamaan yang dihadiri calon bupati tersebut.
Tidak ada larangan untuk mendukung salah satu calon,
selama calon tersebut terbukti pembangunannya
terutama di bidang agama.17

c. Bercita-cita mendirikan Perguruan Tinggi

16
Hasil wawancara di Pambusuang tanggal, 23 Mei 2010.
17
Hasil wawancara di Pambusuang tanggal 23 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 126

Selain sebagai muballigh, ia bercita-cita mendirikan


perguruan tinggi di Mandar, alasannya untuk memberikan kontribusi
kepada daerah di bidang pengembangan sumber daya manusia,
perguruan tinggi merupakan laboratorium ilmu pengetahuan, sebagai
provinsi yang baru Sulawesi Barat masih membutuhkan sarana
pendidikan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia.
“Olehnya itu saya sangat berkeinginan mendirikan
perguruan tinggi di daerah ini, karena jika kita ingin maju
dan sejajar dengan daerah lain yang sudah berkembang,
seharusnya pembangunan dimulai dari pengembangan
sumber daya manusia.18

Ide ini muncul tatkala ia keliling berdakwah di tanah


Mandar, masih banyaknya generasi muda yang tidak sempat
menempuh pendidikan tinggi karena akses yang jauh serta biaya
kuliah yang mahal.
C. Pimpinan Pesantren, Guru Kitab Kuning
Pada bagian ini dipaparkan dua annangguru yang konsisten dan
fokus pada pembinaan pesantren dan mengajarkan kitab kuning,19 di
Polewali Mandar hanya ada dua annangguru yang konsisten di bidang
ini yaitu:

1. H. Latif Busyra
H. Latif Busyra atau akrab dengan panggilan Annangguru
Latif lahir di Sumenep Madura pada tahun 1946, ayahnya bernama

18
Hasil wawancara di Pambusuang pada tanggal 23 Mei 2010.
19
Kita>b kuning adalah, kita>b pengetahuan yang berisi ajaran Islam > ,
seperti ilmu Fiqh, Tafsi>r, Hadits, Tas{awuf dan lain-lain, ditulis dalam bahasa
Arab tanpa harakat, biasa juga disebut kita>b gundul, kita>b ini ditulis rata-rata
sebelum abad 19.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 127

Busyra seorang guru mengaji (guru agama) di Masalembu, nenek


moyangnya secara turun temurun menetap di Madura sejak
pendudukan Belanda, dari garis ayahnya adalah darah Mandar, saat
itu orang-orang Mandar banyak bermukim di Pulau Masalembu salah
satu kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sumenep,
sedangkan ibunya adalah keturunan Bugis Bone. Masa kanak-kanak
ia habiskan di Masalembu hingga tamat di Sekolah Rakyat.
Busyra ayahnya tergolong tokoh masyarakat Masalembu
yang dihormati oleh masyarakat setempat, yaitu masyarakat Mandar
yang mayoritas mendiami Pulau Masalembu, yang masih kuat
memegang adat istiadatnya, dengan latar belakang lingkungan
keluarga yang berpengaruh, menjadikannya mudah dikenal oleh
masyarakat sekelilingnya, Latif Busyra berkembang seperti dengan
anak-anak pada umumnya, ia juga dikenal sebagai lingkungan
keluarga yang taat menjalankan ajaran Islam. Semenjak kecil hingga
berusia empat belas tahun, putra kedua dari tujuh bersaudara ini
mendapat pendidikan langsung dari ayahnya yang berprofesi sebagai
guru mengaji dan guru agama di salah satu madrasah di Masalembu
ia mulai belajar dasar-dasar ilmu agama Islam mulai membaca al-
Qur’an, tata bahasa Arab, Fiqh, Tauhi>d, Tarikh Islam dan sebagainya,
ia juga belajar agama di beberapa kyai di Madura dari pesantren ke
pesantren, dalam usianya yang masih belia, semangat untuk
menuntut ilmu sangat tinggi. Ia tidak puas belajar di Masalembu,
pada tahun 1967 ia mengikuti ayahnya berlayar ke tanah Mandar
berangkat dari Masalembu dengan menggunakan perahu yang biasa
memuat penumpang tujuan Sulawesi Selatan.
Setibanya di Mandar, ia kemudian berguru pada beberapa
annangguru kharismatik yaitu, belajar tas}awuf dan tarekat pada
Annangguru Thahir, beliau adalah Imam Masjid Taubah Lapeo,
sehingga beliau juga kadang disapa dengan sebutan Imam Lapeo,

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 128

kemudian belajar berbagai macam ilmu agama pada Annangguru


Maddapungan, pencetus pengajian kitab kuning di Campalagian,
belajar Fiqh pada Annangguru Muh. Zain Mahdi dan Muhammadiyah
dan belajar ilmu Tafsi>r dan Hadits pada Annangguru Mahmud Ismail.
Dengan tekun ia mendatangi satu persatu para annangguru
tersebut untuk memperdalam ilmu agamanya, sesuai dengan
klasifikasi keilmuannya. Latif Busyra belajar agama dengan sistem
pengajian tradisional. Ia mengunjungi rumah para annanggurunya
bersama-sama dengan temannya yang lain. Pengajian dengan cara ini
disebut dengan istilah mangaji kitta’, suatu pengajian sebagai
lanjutan dari tingkat dasar. Dari sistem pengajian yang ditempuhnya
itu, rupanya ia memperoleh tambahan ilmu yang dicari, tapi tetap
belum merasa cukup dan puas walaupun sejumlah annangguru telah
membimbing, menjadikan ia terus belajar dan memperbanyak
membaca kitab-kitab klasik lainnya. Kadang ia juga mendatangi
annangguru dengan seorang diri dengan mengajaknya diskusi dari
berbagai hal ilmu agama, atau biasa disebut dengan model private,
dengan alasan dapat bertanya secara leluasa. Menurut Dumar
Kasim:20
Pada tahun 1970-an, Latif Busyra sering mendatangi
annangguru untuk belajar agama di rumahnya, atau di masjid,
ia paling sering mendatangi Annangguru Maddapungan, ia
adalah annangguru yang menguasai semua ilmu agama Islam,
mulai dari Tafsi>r, Hadits, hingga persoalan-persoalan
mawaris, dan Annangguru Mahmud Ismail, annangguru yang
satu ini spesifikasinya pada ilmu Fiqh, ia banyak belajar Fiqh
kepada beliau dan kadang kalau ia membutuhkan nasehat-
nasehat hidup dan meminta petunjuk, Latif Busyra
mendatangi Annangguru Thahir, beliau merupakan

20
Wawancara Dumair Kasim, Peserta Pangaji Kitta’ tahun 1970-
an, di Campalagian, pada tanggal 12 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 129

annangguru yang sangat berpengaruh di tanah Mandar, karena


ia diyakini masyarakat sosok annangguru yang sekaligus
sebagai wali Allah, yang memiliki banyak keistimewaan,
dampaknya saat ini makamnya paling ramai diziarahi oleh
masyarakat.21

Belajar selama beberapa tahun di Campalagian kepada


beberapa annangguru menjadikan ilmu agamanya semakin dalam tapi
tidak membuatnya menyombongkan diri justru semakin tawad}u.
Dalam menuntut ilmu pengetahuan, ia dikenal sebagai seorang murid
yang pandai. Cepat dalam memahami apa yang disampaikan oleh
annangguru. Ilmu Fiqh, Tafsi>r dan Hadits adalah yang paling
diminati, selain itu pemahamannya dalam bahasa Arab, sangat
membantu dalam pemahaman Fiqh dalam mengistinbatkan hukum.
Pada tahun 1972 ia menikah dengan St. Salma, wanita yang
berdarah Bugis Bone, diperkenalkan oleh pamannya, karena memang
jodoh, tidak terlalu lama perkenalan mereka, akhirnya Latif Busyra
memantapkan hati untuk segera mempersuntingnya, dari pernikahan
mereka dikaruniai empat orang anak.

a. Memimpin Pengajian Kitab


Kemampuannya dalam berbagai ilmu agama yang diwarisi
oleh Annangguru Maddapungan, Mahmud Ismail, Muh. Zain dan
Muh. Thahir, mulai berbuah hasil, pada tahun 1970, ia mulai
didatangi oleh santri atau pangaji kitta, untuk belajar agama, pelan
tapi pasti demikian ungkapan yang sering kita dengar, Latif Busyra
mulai diminati masyarakat, untuk menitipkan anaknya belajar agama
Islam terlebih lagi saat itu annangguru di Campalagian mulai

21
Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok
Pesantren Salafiah, di Campalagian, pada tanggal 10 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 130

meninggal dunia satu persatu atau usianya telah udzur, menjadikan


legitimasi Latif Busyra semakin kuat.
Sebenarnya saya mulai mengajar kitab kuning pada tahun
1969, dua tahun setelah saya tiba dari Madura. Dimana
dua tahun itu saya gunakan belajar kepada annangguru,
disamping itu saya juga sudah mulai dijadikan asisten
dalam istilah sekarang, untuk menggantikan Annangguru
Maddapungan untuk mengisi pengajian atau memandu
pangaji kitta’ jika beliau berhalangan, ini merupakan
kebanggaan tersendiri. Pada saat itu saya mulai
membawakan kitab Tafsi>r al- Jala>lain di Masjid Pappang
dan pengajian kitab Fiqh Kaifayat al-Akhyar yang
diadakan di rumah. 22
Berbekal ilmu yang diperoleh, kemudian ia ajarkan kepada
pangaji kitta’, yang mulai ia rintis pada tahun 1970-an dan diadakan
di kediamannya di Desa Pappang, Campalagian.
Santri berdatangan dari berbagai penjuru wilayah di tanah
Mandar, Bugis, Makassar hingga Kalimantan.
Pangaji kitta’ berdatangan dari berbagai wilayah di
Sulawesi dan Kalimantan, mereka menetap di rumah-
rumah penduduk. Mulai pagi hingga malam hari mereka
belajar membaca dan memahami kitab kuning, dari
berbagai macam kitab yang telah diajarkan sebelumnya
oleh para annangguru sebelum saya. Pengajian pagi
hingga sore hari saya adakan di rumah, dan pengajian
umum antara salat maghrib dan isya di Masjid Pappang.

Minat dan kecintaannya pada ilmu agama Islam utamanya


pembelajaran kitab kuning semakin terlampiaskan, tatkala ia
memutuskan untuk bermukim di Campalagian untuk mengabdi pada

22
Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok
Pesantren Salafiah Campalagian, 11 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 131

masyarakat dengan mencerdaskan generasi muda, tidak mengenal


lelah secara terus-menerus dengan ikhlas ia mengajar anak-anak muda
yang berminat memperdalam ilmu agama Islam karena ia
berpandangan:
Sumber ilmu Islam dari kitab kuning, jika ingin menguasai
ilmu agama Islam belajarlah langsung dari kitab aslinya
yaitu kitab klasik yang bertuliskan bahasa Arab, ditulis
oleh para ulama yang tidak diragukan lagi keilmuannya,
begitu pula jika ingin menggali ilmu hadits dan tafsi>r,
harus menguasai bahasa Arab, karena tidak ada jalan lain
untuk memahami ilmu agama kecuali menguasai ilmu
alatnya yaitu bahasa Arab.23

Prinsipnya adalah ilmu yang didapatkan akan ia tularkan


semua kepada anak muridnya, pembinaan akhlak lebih ia utamakan,
karena dengan akhlak yang mulia, ilmu dapat kita serap dengan baik.

b. Pesantren Salafiah, Cita-Cita yang Terkabulkan


Annangguru Latif Busyra sejak tahun 1970 ia mulai
mengajarkan kitab kuning di rumah maupun di masjid dengan model
pengajian tradisional, sehingga saat itu ia mulai berkeinginan untuk
mendirikan sebuah pesantren yang sederhana yang dapat menampung
semua pangaji kitta’, yang tersebar di rumah-rumah penduduk, dan
menyekolahkan bagi mereka yang berkeinginan melanjutkan sekolah
tapi tidak mempunyai biaya. Cita-cita itu terwujud setelah dua puluh
tujuh tahun menanti, tepatnya pada tahun 1997, ia mendirikan
pesantren dan diberi nama Salafiah atau tradisional, ia merekrut
pangaji kitta’ senior untuk mengabdi di pesantren tersebut. Atas
bantuan pemerintah daerah dan beberapa donatur lainnya, pesantren

23
Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok
Pesantren Salafiah, di Campalagian, pada tanggal 11 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 132

ini kemudian berkembang dengan baik, para santrinya berdatangan


dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia. Ia tidak hanya
mengajarkan ilmu agama tapi juga menyajikan ilmu-ilmu umum.
Rumah kayu miliknya dijadikan bagian dari fasilitas santri, seperti
dapur, dan tempat belajar dan tetap melanjutkan pengajian kitab di
rumahnya seperti biasa, mulai pagi hingga malam hari ia tetap
didatangi oleh pangaji secara bergantian. Dengan usia yang tidak
muda, ia tetap bersemangat untuk mengajar justru ia merasa sakit jika
tidak mengajar. Menurut Labbay:
“Annangguru Latif Busyra adalah sosok yang sangat
bersemangat dan sumber motivasi bagi para santrinya, ia
adalah annangguru yang kharismatik yang sangat kami
hargai, ia tidak pernah marah, jika ada yang berbuat
kesalahan, ia menegurnya dengan pelan, setiap kali
memberikan pengajian, keutamaan akhlak adalah selalu
menjadi pengantarnya, karena ia mengatakan ilmu yang
dalam tanpa didukung oleh akhlak yang mulia adalah sia-
sia.”24

Meskipun ia aktif memimpin pengajian kitab di


pesantrennya, ia juga aktif berorganisasi, ia tercatat sebagai unsur
Ketua Majelis Ulama Indonesia Polewali Mandar, dan Pengurus NU
Polewali Mandar, ia juga aktif mengisi ceramah dan pengajian di luar
Campalagian dan sering mendapat undangan dari pejabat kabupaten
untuk membaca doa pada acara formal maupun nonformal.

c. Terlibat Menjadi Tim Sukses Bupati dan Gubernur


Keterlibatan Annangguru Latif Busyra sebagai tim sukses
pada Pilkada di Sulawesi Barat, khususnya di Polewali Mandar cukup

24
Wawancara Labbay, Guru Pesantren Salafiah, di Campalagian,
pada tanggal 13 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 133

intens, sebagai yang diungkapkan salah satu tim sukses Ali Baal
Masdar:
Pada pemilihan bupati Polewali Mandar 2009 dan
pemilihan gubernur periode 2011-2016 serta periode
2017-2022, Annangguru Latif terlibat langsung dalam
mengkampanyekan Ali Baal Masdar, disaat mencalonkan
diri menjadi bupati Polewali Mandar periode 2009-2013,
dan pada saat ikut bertarung pada pemilihan gubernur
Sulawesi Barat periode 2011-2016 pada periode ini Ali
Baal Masdar kalah, kemudian periode berikutnya yaitu
2017-202225,

Pada saat penacalonan bupati pasangan Ali Baal Masdar


dan Nadjamuddin Ibrahim, periode 2009-2013 sebagai bupati
incumbent, ia merekrut tokoh-tokoh yang berpengaruh terutama
tokoh agama, berkat kharisma yang dimiliki dan ketokohannya di
Kecamatan Campalagian, wilayah yang berpenduduk terbanyak di
enam belas kecamatan di Polewali Mandar, menjadikan pasangan Ali
Baal Masdar terpilih kembali, alasan yang paling signifikan sehingga
ia memberikan dukungan ke Ali Baal Masdar adalah karena perhatian
yang sangat serius kepada pendidikan terutama pengembangan
pendidikan agama pada masyarakat Polewali Mandar.
Ia selalu mendampingi Ali Baal Masdar berkampanye di
wilayah Campalagian sebagai pembaca doa atau penceramah.
Bahkan kerap kali Annangguru Latif Busyra mengundang pasangan
calon bupati Ali Baal Masdar dan Nadjamuddin Ibrahim untuk hadir
di pesantren yang ia pimpin terutama pada acara keagamaan seperti
maulid Nabi Muhammad saw dan acara silaturrahmi lainnya. Ini
menggambarkan bahwa Annangguru Latif adalah sosok yang dapat

25
Wawancara Amiluddin Aco, Tim Sukses Ali Baal Masdar, di
Polewali, pada tanggal 14 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 134

berinteraksi dengan pemerintah atau lingkungan di luar pesantrennya,


meskipun saat itu ada juga suara dari masyarakat yang kurang setuju
jika ia mendukung salah satu calon, namun ia membantahnya dengan
mengatakan:
“Kita harus memberikan doa dan dukungan kepada yang
terbaik dan yang terbukti telah melakukan perubahan
terhadap pembangunan di Polewali Mandar”. 26
Atas dukungan tersebut, akhirnya Ali Baal Masdar
terpilih kembali menduduki kursi bupati untuk kedua kalinya dengan
perolehan suara 42% dari 260.000 suara pemilih di Kabupaten
Polewali Mandar. Dengan dukungan tersebut Ali Baal Masdar
menepati janji dengan memberikan perhatian serius untuk
perkembangan pesantren di Polewali Mandar, terutama
pengembangan program keagamaan, dengan melibatkan para
annangguru dalam mengambil kebijakan pro kepada rakyat.
Demikian pula di saat pemilihan bupati pada tahun 2014, ia kembali
memberikan dukungan untuk pasangan Andi Ibrahim Masdar dan H.
M. Natsir Rahmat, dan berhasil memenangkan pasangan ini, dan
pemilihan gubernur Sulawesi Barat periode 2017-2022, Annangguru
Latif Busyra tetap memberikan restu terhadap pasangan ini.27
Annangguru Latif dalam prinsip hidupnya adalah
mengabdilah dengan ikhlas, dan jangan pernah mengeluh, dan
berusahalah secara terus menerus hingga kamu meraih apa yang kamu
cita-citakan. Prinsip tersebut ia buktikan dalam perjalanan hidupnya
yang panjang, ia terus belajar agama, tanpa mengenal lelah, dan

26
Wawancara Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren Salafiah di
Campalagian, pada tanggal 13 Mei 2010.
27
Wawancara Aminuddin, tokoh pemuda Mandar di Polewali,
pada tanggal 13 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 135

bercita-cita mendirikan sebuah pondok pesantren, dan terwujud


setelah dua puluh tahun ia berusaha.

2. Bisri
Pimpinan Pesantren Nuhiah ini dikenal sebagai Annangguru
Muda, lahir pada tahun 1962 di Pambusuang, sebuah desa yang
banyak melahirkan annangguru, dan merupakan pusat pengajian kitab
kuning di Mandar, Pambusuang masuk dalam Kecamatan Balanipa,
terletak sekitar 35 kilometer sebelah barat Polewali ibukota
kabupaten, terlahir sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara
menjadikan Bisri banyak bermain dengan saudara-saudaranya. Kedua
orang tuanya adalah asli Pambusuang, ayahnya bernama Jinnis
seorang tukang kayu yang sangat terkenal di Pambusuang, ia pandai
membuat rumah kayu, atau rumah panggung khas orang Mandar, ia
kerap kali dipanggil membuat rumah, tidak hanya dari Pambusuang
tapi hingga kabupaten tetangga, Majene. Ibunya bernama
Battirannah pengurus rumah tangga dimana dari garis ayah dan
ibunya masih keturunan Annangguru Nuh, pencetus pengajian kitab
di Pambusuang. Masa kecil Annangguru Bisri ia habiskan di
Pambusuang, berada di lingkungan masyarakat yang sangat kental
dengan nuansa religius, yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai nelayan, karena letak geografis Pambusuang
berada di tepi pantai, seperti halnya daerah lain di Sulawesi Barat,
kebanyakan terletak di pesisir pantai. Dengan kondisi lingkungan
tersebut berpengaruh bagi Annangguru Bisri, sehingga pada pagi hari
ia bermain di pantai dan sore hari ia mengaji di Masjid Taqwa
Pambusuang, bersama dengan anak-anak seusia dengannya.
Menjadi sebuah tradisi di Pambusuang, anak-anak yang
berusia empat sampai lima tahun diwajibkan belajar mengaji atau
dititipkan pada annangguru pangaji untuk belajar membaca al-Qur’an

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 136

dan ilmu Tajwi>d. Pembelajaran membaca al-Qur’an dilakukan di


Masjid atau di rumah annangguru. Saat itu Bisri belajar mengaji pada
Annangguru Abd. Gani (Imam Masjid Taqwa Pambusuang 1972-
1984) pada pagi dan sore hari bersama dengan anak-anak seusianya,
dan kadang dilakukan di masjid. Annangguru Abd. Gani adalah tokoh
agama yang sangat berpengaruh karena ilmunya, ia masih keluarga
dekat dengan ayah Bisri, di rumahnya ramai dikunjungi anak-anak
yang ingin belajar membaca al-Qur’an. Mereka belajar membaca al-
Qur’an dengan suka cita, setiap kali mereka selesai belajar membaca
al-Qur’an, anak-anak tersebut diwajibkan mengambilkan air minum
di sumur kampung buat annangguru, satu anak wajib mengambil air
satu ember. Tradisi ini sudah berlangsung sejak dahulu, dan masih
bertahan hingga sekarang. Di saat berusia lima tahun ia sudah fasih
membaca al-Qur’an dan bahkan telah menghafal surah-surah pendek
dalam al-Qur’an, berkat bimbingan annangguru pangaji (guru
mengaji). Pada usia enam tahun ia sudah mulai membantu
annanggurunya untuk mengajarkan anak-anak yang lebih muda
darinya untuk membaca al-Qur’an. Ia menikah dengan Aifah yang
masih ada hubungan saudara dari garis ibunya dan dikaruniai lima
orang anak, yaitu: Adibah, Khalil, Fitri Zulfika dan Salman al Farisi.

1. Belajar di Madrasah dan Mengaji Kitab Kuning


Pada tahun 1979 ia mulai belajar di kelas formal di
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pambusuang, satu-satunya sekolah
madrasah di Pambusuang, jarak sekolah dari rumahnya sekitar 500
meter, terletak di jalan poros Majene-Polewali. Madrasah ini sangat
diminati anak-anak Pambusuang. Banyak tokoh-tokoh Mandar yang
pernah mengenyam pendidikan di Madrasah ini, diantaranya: Prof.
Dr. Baharuddin Lopa, Jaksa Agung RI di era Presiden Gus Dur dan
Prof. Dr. Anwar Sewang, Guru Besar UIN Makassar.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 137

Menurut penuturan Tammalele teman sekolah


Annangguru Bisri:
Annangguru Bisri adalah anak yang paling cerdas di kelas,
sehingga sering menjadi juara kelas, karakter yang ceria
membuat banyak teman seusianya senang bergaul
dengannya. Ia paling menyukai pelajaran bahasa Arab dan
Ilmu Pengetahuan Alam, dia selalu meraih angka tertinggi
di mata pelajaran tersebut.28

Aktivitas Annangguru Bisri sepulang dari sekolah


madrasah ia tetap melanjutkan belajar agama di rumah
annanggurunya, dan mengikuti pengajian di masjid, atau maghrib dan
isya bergabung dengan pangaji kitta’, yang usianya lebih dewasa, ia
hanya sebagai peserta mustami (pendengar). Pada tahun 1985, ia
melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsnawiyah (MTs) Tinambung,
berjarak sekitar tujuh kilometer dari Pambusuang. Setiap hari ia ke
sekolah dengan menggunakan sepeda. Selama tiga tahun belajar di
madrasah tsanawiyah, selain belajar agama ia juga belajar ilmu umum
sebagai penyeimbang dari ilmu agama yang ia miliki, namun minat
yang kuat pada ilmu agama tak dapat dibendung. Di saat usianya tiga
belas tahun, ia menyisihkan waktu untuk belajar agama secara private
atau berkelompok dengan mendatangi rumah-rumah annangguru.
Setiap sore hari setelah menunaikan salat ashar dan salat isya ia
mendatangi beberapa annangguru, diantaranya ia memperdalam ilmu
Nahwu kepada Annangguru Alwi. Annangguru turunan Arab ini
masih turunan Rasulullah yang fokus mengajarkan kitab Nahwu.
Kemudian ia belajar ilmu Syaraf pada Annangguru Abd. Kadir dan
ilmu Nahwu dan Syaraf pada Annangguru Nawawi.

28
Wawancara Tammalele, Guru Pesantren Nuhiah, di Pambusuang,
tanggal 16 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 138

Meskipun aktif belajar agama di Pambusuang, ia juga


aktif dengan kegiatan organisasi di sekolahnya, dengan mengikuti
kegiatan pramuka dan aktif di kepengurusan OSIS, dan kegiatan-
kegiatan ekstrakurikuler lainnya.29 Setelah merampungkan
pendidikan di MTs Tinambung, ia tetap berminat belajar di madrasah
dan akhirnya memutuskan sekolah di Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Lampa, berjarak sekitar lima belas kilometer dari
kediamannya di Pambusuang, dan menyelesaikan pendidikan di
MAN pada tahun 1991. Tamat dari MAN, Annangguru Bisri kuliah
di IAIN Alauddin Makassar di Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah
dan Filsafat, meski hanya sampai semester empat, kemudian ia
memilih untuk menjadi santri di Pesantren Modern Gontor Jawa
Timur. Kurang lebih dua tahun belajar bahasa Arab dan Inggris di
Gontor, kemudian kembali ke kampus untuk merampungkan kuliah
pada tahun 2002, jurusan pendidikan agama Islam di Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) DDI Polewali. Sebelum mendapatkan gelar
sarjana ia mengikuti pendidikan Takhassus bahasa Arab di Jakarta
pada tahun 1998, dan pengkaderan ulama di Masjid Raya Makassar
tahun 1999.

2. Mengajar Kitab Kuning dan Imam Masjid Pambusuang


Annangguru Bisri mulai aktif mengajar kitab kuning pada
tahun 1994, saat itu, ia menjadi pengganti Annangguru Yasin (Imam
Masjid Pambusuang) jika berhalangan memimpin pengajian kitab di
masjid. Pada tahun 2000, ia mulai mengajar kitab kuning di rumahnya
dan mulai dikenal oleh kalangan pangaji kitta’, sehingga aktivitasnya
banyak tercurahkan mengajar di rumah. Posisi Annangguru Yasin
sebagai pemimpin pengajian kitab dan imam Masjid Taqwa

29
Wawancara Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren Nuhiah, di
Pambusuang pada tanggal 17 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 139

Pambusuang, mulai ia tanggalkan sejak tahun 2007, karena usianya


yang telah udzur, sehingga untuk imam dan pengajian kitab di
Pambusuang ia digantikan tiga annangguru yang masih muda yaitu
Muhasib (42 tahun), Syahid (48 tahun) dan Bisri (50 tahun).
Pada tahun 2009 berdasarkan hasil musyawarah
masyarakat Pambusuang lalu ditetapkanlah Annangguru Bisri
sebagai Imam Masjid Taqwa dan pemimpin pengajian kitab di
Pambusuang sampai sekarang (tahun 2017, dan telah menjadi tradisi
di Pambusuang bahwa yang boleh menduduki sebagai Imam di
Masjid Taqwa adalah keturunan dari Annangguru Nuh, disamping
syarat lainnya seperti mampu membaca kitab kuning dan
memahaminya, serta bacaan al-Qur’an yang fasih. Imam yang terpilih
secara otomatis menjadi pemimpin pengajian kitab kuning. Semenjak
diberi amanah untuk menggantikan Annangguru Yasin sebagai imam
masjid, ia lebih banyak konsentrasi di masjid untuk memimpin
jamaah salat fardu, lalu dilanjutkan dengan pengajian di malam hari.

3. Penyuluh Agama dan Pemimpin Pesantren


Sejak tahun 2005 Annangguru Bisri terangkat menjadi
pegawai negeri sipil di Departemen Agama (sekarang Kementerian
Agama), sebagai penyuluh agama ditempatkan di Kecamatan
Balanipa. Sebagai penyuluh agama ia banyak bersentuhan langsung
dengan masyarakat, berbagai program kegiatan sosial keagamaan ia
lakukan sebagai penyuluh agama, seperti; pembinaan Taman
Pendidikan Al-Qur’an, pembinaan majelis taklim dan lain-lain.30
Selain menjadi penyuluh agama, ia juga diangkat oleh
yayasan sebagai Pimpinan Pesantren Nuhiah Pambusuang sejak tahun
2007. Setelah menjabat sebagai Pimpinan Pesantren Nuhiah, ia

30
Wawancara dengan Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren
Nuhiah Pambusuang, pada tanggal 18 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 140

banyak melakukan perubahan-perubahan di pesantren termasuk


menganjurkan kepada para santri supaya tidak hanya menguasai
bahasa Arab secara aktif tapi mereka diwajibkan supaya menguasai
bahasa Inggris dan keterampilan lainnya seperti komputer.
Meskipun usianya masih relatif muda namun ia telah
mengemban amanah yang begitu besar di Pambusuang, seperti
diangkat menjadi Imam Masjid Taqwa Pambusuang sekaligus
pemimpin pengajian kitab kuning dan Pemimpin Pesantren Nuhiah,
tiga tugas ini bukan tugas ringan di tengah masyarakat Pambusuang
yang kritis, dan masih kental dengan tradisi lokal. Berbagai macam
persoalan kadang muncul di tengah masyarakat, tentu sebagai
pemegang otoritas tertinggi di tengah masyarakat seperti imam dan
pemimpin pengajian, harus mampu memberikan jawaban dari setiap
persoalan yang muncul.31 Pengabdian Annangguru Bisri terhadap
pengembangan pengajian kitab kuning tidak diragukan lagi dimana
sejak berusia tiga puluh tahun ia telah mengajar dan berpendapat
bahwa:
“Pengajian kitab kuning harus tetap dipertahankan di
Pambusuang karena kajian kitab merupakan sumber-
sumber keilmuan Islam, jadi kunci untuk memahaminya
harus menguasai ilmu alatnya yaitu bahasa Arab”.

Ia tak mengenal lelah untuk memberikan pelajaran agama


terhadap para santrinya, baik di masjid, rumah, hingga di pesantren.
Selain aktif mengajar dan imam, ia juga aktif berorganisasi, tercatat
sebagai Pengurus NU dan MUI Kabupaten Polewali Mandar.

31
Wawancara Anwar Sewang, Guru Besar UIN Makassar, di
Pambusuang, pada tanggal 18 Mei 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 141

D. Pemerhati Anak, Konsultan Spiritual dan Supranatural


Annangguru yang bergelut pada bidang pemerhati anak dan
konsultan spiritual di Polewali Mandar ada tiga, dan mereka adalah
dari kalangan perempuan. Mereka adalah:
1. Hj. Marhumah
Hj. Marhumah atau Annangguru Marhumah lahir di Desa
Lapeo Campalagian, 31 Oktober 1931, di desa tersebut terdapat
makam ulama besar, yaitu Annangguru Thahir ayah Annangguru
Marhumah, orang Mandar mempercayai bahwa Annangguru Thahir
adalah seorang wali. Pada tahun 1960-an tanah Mandar pernah
digoncang oleh gempa yang sangat hebat, sehingga salah satu menara
Masjid Lapeo posisinya menjadi miring dan hampir tumbang tapi
karena berkat karamah Annangguru Thahir, menara tersebut dapat
berdiri tegak seperti sedia kala. Saat ini makam tersebut tetap ramai
dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah, dan masih banyak
cerita yang mengkisahkan kekaramahan Annangguru Thahir.
Jika dilihat dari garis keturunan Annangguru Marhumah dari
garis ayahnya adalah ulama s}ufi yang terkenal dengan sebutan
Tosalama’ Imam Lapeo, orang tuanya memberikan nama Sitti
Marhumah. Sejak kecil dikenal masyarakat sebagai anak yang patuh
dan taat kepada orang tua, jujur, pemberani, dan punya kemauan
keras. Latar belakang keluarga yang taat beragama sangat
berpengaruh dalam kehidupannya sejak kanak-kanak. Kakeknya
adalah Muhammad bin Haji Abd. Karim Abtalahi, disamping bekerja
sebagai petani dan nelayan, juga menjadi guru mengaji al-Quran.
Guru mengaji yang handal diwariskan oleh nenek Annangguru Muh.
Thahir Imam Lapeo yaitu, H. Abd. Karim Abtalahi kepada anaknya
Muhammad. Kakek buyutnya adalah seorang penghafal al-Quran
yang terkenal di zamannya. Neneknya bernama St. Rajiah, menurut
silsilah keturunannya berasal dari Hadat Tanggelang, suatu daerah

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 142

yang berstatus distrik dalam wilayah pemerintahan Swapraja


Balanipa dahulu, sekarang termasuk pemerintahan wilayah Kec.
Campalagian, Kab. Polewali Mandar. Di usia kanak-kanak khatam
Al-Quran beberapa kali melampaui teman-teman sebayanya.
Menjelang usia remaja, mulai belajar bahasa Arab dengan
mempelajari ilmu Nahwu, Syaraf dan Tajwi>d yang dibimbing
langsung oleh ayahnya.
Selain pada ayahnya belajar agama, ia juga berguru pada
beberapa annangguru dalam rentang waktu 1955-1960 diantaranya ia
belajar fiqh pada Annangguru Ghalib, Tafsi>r pada Annangguru
Sayyid Hasan Alwi serta belajar Hadits pada Annangguru Habib Alwi
di Pambusuang. Meskipun ia seorang wanita namun semangatnya
tidak kalah dengan kaum pria, dimana zaman itu masih sangat langka
seorang wanita menggeluti pengajian kitab kuning. Tapi karena
lingkungan keluarga yang mendukung dan secara pribadi
kecintaannya pada ilmu agama sehingga statusnya sebagai wanita
bukanlah menjadi sebuah rintangan, hal itu tidaklah mengherankan
karena memang ia adalah putri seorang annangguru kharismatik yang
berpengaruh.
Annangguru Marhumah adalah anak ketiga dari sepuluh
bersaudara, mereka adalah, Aras Thahir, Nadjamuddin Thahir, Aisah
Thahir, Aminah Thahir, Asiah Thahir, Aminah Thahir, Muthalib
Thahir, St Rahmah Thahir, dan Ruqiyah Thahir. Ia bersama saudara-
saudaranya dibekali ilmu agama oleh ayahnya sebagai bekal mereka
nantinya. Harapan ayahnya kemudian terbukti karena kesembilan
saudaranya berkiprah di masyarakat sebagai annangguru, seperti
Annangguru Aisah yang sangat terkenal di tahun 1980-an,
Annangguru Aminah Thahir pernah menjadi dosen di Fakultas
Syariah IAIN Sunan Kalijaga sekitar tahun 1975-1985 dan kini
memimpin sebuah panti asuhan di Makassar. Annangguru

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 143

Nadjamuddin Thahir dosen agama di Palu, demikian pula saudaranya


yang lain. Pendidikan formal Annangguru Marhumah ia tempuh di
madrasah ibtidaiyah tamat 1950 dan madrasah tsanawiyah tamat
1960 di Lapeo, kemudian ia melanjutkan Pendidikan Guru Agama
(PGA) 4 tahun di Pare-pare dan tamat pada tahun 1968.\

a. Menjalani Profesi Sebagai Guru Agama Islam dan


Membina Majelis Taklim
Di saat usianya tiga puluh enam tahun, Annangguru
Marhumah terangkat sebagai guru agama di bawah naungan
Pendidikan Agama Islam (PENAIS),32 ditempatkan di Kecamatan
Campalagian, profesi ini ia jalani hingga pensiun pada tahun 1987.
Menjadi guru agama tidaklah berat baginya, sebagai alumni PGA
Pare-Pare, ia telah diajarkan bagaimana menjadi seorang guru,
didukung ilmu agama yang didapatkan dari ayahnya dan dari
beberapa annangguru di Pambusuang sebelum berangkat ke Pare-Pare
untuk belajar. Ia ditempatkan di Madrasah Tsanawiyah Campalagian
sebagai guru agama Islam, selain mengajar di kelas formal ia juga
mengajar kelas tambahan bahasa Arab di sore hari.
Di lingkungan masyarakat Campalagian khususnya di
desa Lapeo, ia cukup disegani dan disenangi oleh masyarakat, bukan
hanya karena putri Annangguru Thahir, tapi karena ilmu yang
dimiliki, dan keramahannya pada masyarakat tanpa membeda-
bedakan status sosialnya. Tidak puas hanya berprofesi sebagai guru
agama untuk tingkat anak-anak, kemudian ia merintis majelis taklim
untuk ibu-ibu. Majelis taklim ini didirikan untuk mempererat tali

32
PENAIS kemudian berubah menjadi Perwakilan Departemen
Agama (1969) dan berubah lagi menjadi Departemen Agama (1970),
sekarang menjadi Kementerian Agama.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 144

silaturrahmi antara sesama ibu dan menambah wawasan


keagamaannya.
Masjid Taqwa Lapeo menjadi pusat pengajian majelis
taklim, materi pengajian dibawakan langsung oleh Annangguru
Marhumah dan kadang memanggil pembicara dari luar Campalagian.

b. Menyantuni Anak Terlantar dan Anak Yatim Piatu


Sebagai seorang wanita yang enerjik dan berwawasan,
melihat kondisi di sekelilingnya dimana semakin banyak anak-anak
terlantar yang tak mampu mengenyam pendidikan karena kondisi
ekonomi, dan semakin terpuruknya moral di tengah masyarakat
karena pengaruh-pengaruh dari luar, ia kemudian merintis
pembangunan panti asuhan, kemudian diberi nama at-T{ahiriyah yang
ia nisbatkan kepada ayahnya. Panti asuhan inilah yang merangkul
anak-anak yatim piatu dan terlantar kemudian disekolahkan pada
madrasah. Terobosan ini ia lakukan untuk menyelamatkan generasi
muda dari ketertinggalan dan kebodohan, karena menurutnya:
Masa depan bangsa ada pada generasi mudanya,
kualitasnya dan yang lebih penting adalah moralnya,
inilah yang saya tanamkan pada anak didik saya.33

Pernyataannya tersebut tidaklah sebatas teori namun ia


mampu buktikan dengan mendirikan panti asuhan dan madrasah yang
digunakan untuk menampung anak-anak yang kurang mampu dan
yatim piatu, lalu disekolahkan pada madrasah yang terletak
berdekatan dengan lokasi panti asuhan.

33
Wawancara Annangguru Marhumah, di Campalagian, 28 Mei
2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 145

c. Konsultan Spiritual dan Supranatural


Memasuki masa pensiun pada tahun 1987 sebagai guru
agama di madrasah tsanawiyah, tidaklah membuat kesibukannya
berkurang, justru ia semakin sibuk apalagi semenjak kakaknya wafat,
Annangguru Aisah. Annangguru Aisyah banyak didatangi
masyarakat untuk berkonsultasi dari berbagai hal masalah kehidupan
dan permintaan untuk didoakan supaya lancar dan memperoleh
kemudahan, serta bahagia dunia dan akhirat. Status itu kemudian
perlahan datang kepadanya, masyarakat kemudian meyakini bahwa
yang pantas dan tepat menggantikan Annangguru Aisah adalah
adiknya Annangguru Marhumah, kharismatik kakaknya dan ayahnya
dimiliki oleh Annangguru Marhumah, sehingga saat itu hingga
sekarang kediamannya sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat
mulai pagi hingga malam hari untuk berkonsultasi masalah kehidupan
dan banyak permintaan masyarakat untuk didoakan.
Meskipun saat ini usianya tidak muda lagi sudah
tergolong sepuh, delapan puluh tahun, tapi ia masih bersemangat
melayani masyarakat di rumah kayunya, warisan dari ayahnya.
Selama kurang lebih lima puluh tahun ia berkiprah di masyarakat
dalam berbagai bidang sosial keagamaan mulai dari sebagai pengajar
agama, konsultan spiritual, dan membina panti asuhan ia tetap
memilih hidup untuk hidup sendiri, tidak bersuami dan lebih fokus
menyekolahkan ponakan dan cucu-cucunya supaya mereka menjadi
manusia yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan agama. Ia
tidak pernah merasa kesepian dalam hidupnya karena memiliki panti
asuhan yang dihuni oleh ratusan anak panti asuhan yang dianggap
sebagai anak kandungnya sendiri.34

34
Wawancara Dalil Falihun, Cucu Annangguru Thahir, di Makassar
pada tanggal 1 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 146

2. Hj. Syarifah Tanri Ampa


Kediaman Hj. Syarifah Tanri Ampa atau Annangguru
Syarifah terletak di Kecamatan Mapilli, 25 kilometer dari Polewali
ibukota Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Ia mendiami rumah
berlantai dua. Rumah tersebut sekaligus juga didiami anak-anak putri
panti asuhan yang berjumlah sekitar 15 orang. Di depan kediaman
Puang Ampa, begitu biasa annangguru disapa, berdiri masjid panti
asuhan yang berukuran sekitar 25 x 30 m menghadap ke utara,
bersebelahan dengan asrama panti asuhan putra. Ia lahir di
Pambusuang pada tanggal 3 Mei 1955 dari pasangan Sayid Husain al-
Attas dan Syarifah Fatimah Assagaf. Ayahnya dikenal sebagai
pedagang kopra di tahun 1960-an dan ibunya adalah Annangguru
Pangaji (guru mengaji al-Qur’an). Sebagai keturunan sayid,
keluarganya sangat dihargai oleh masyarakat. Kakeknya adalah Sayid
Muhdar al-Attas seorang ulama besar penganjur Islam di daerah
Mapilli dan sekitarnya. Ia berasal dari Kabupaten Barru Sulawesi
Selatan, datang ke Mandar pada tahun 1920, dan langsung membuka
pengajian-pengajian agama di daerah Mapilli.
Semenjak kecil ia dididik secara ketat oleh ibu dan kakeknya
untuk belajar agama di rumah, mulai dari belajar membaca al-Qur’an
dan pengetahuan dasar bahasa Arab. Berbeda dengan putri seorang
annangguru lainnya, ia malah menyukai hobi naik kuda yang sempat
ditentang oleh ayahnya dengan mengatakan perempuan tidak boleh
menunggang kuda karena kurang baik dilihat. Terlahir sebagai anak
keempat dari enam bersaudara, mereka adalah: Sayid Abdullah, Sayid
Baso, Sayid Attas, Syarifah Permaisuri, dan Syarifah Maryam.
Saudara-saudaranya berkiprah dari berbagai profesi, Sayid Abdullah
dan Sayid Baso adalah sebagai pengusaha, kemudian Sayid Attas
bermukim di Australia sebagai dosen, saudara perempuan yang lain
sebagai pengurus rumah tangga.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 147

Pendidikan formalnya dimulai di Sekolah Dasar (1972),


kemudian lanjut di Madrasah Tsanawiyah Lampa (1978), dan
Madrasah Aliyah Negeri MAN Lampa (1981). Kecintaan pada ilmu
agama mendorongnya untuk belajar di Pesantren Wahid Hasyim di
Jawa Timur (1985-1988), kemudian di Pesantren Demak (1988-
1990). Di kedua pesantren tersebut ia belajar dari berbagai macam
ilmu agama, mulai dari fiqh hingga tas}awuf. Bakatnya tidak hanya
di bidang agama, ia juga sangat menyukai keindahan yang
menjadikannya mengikuti kursus menjahit dan pelatihan tanam
pangan. Semasa remaja banyak lelaki yang ingin meminangnya
namun karena mereka segan sehingga niat itu tidak terwujud hingga
akhirnya ia masih hidup sendiri atau belum menikah, tetapi karena
kesibukan dalam berbagai macam kegiatan membuatnya tidak
merasa kesepian.

a. Membina Panti Asuhan al-Muhdar dan Berorganisasi


Pada tahun 1990 ia kembali ke Mandar setelah beberapa
tahun di Pulau Jawa menimba ilmu agama, kemudian ia langsung
mengaktifkan diri untuk meneruskan yayasan keluarganya yang
bergerak di bidang panti asuhan dan pendidikan. Ilmu yang
didapatkan setelah beberapa tahun belajar agama dan keterampilan
yang dimiliki, kemudian diajarkan langsung kepada anak panti mulai
dari belajar membaca al-Qur’an hingga pelajaran agama lainnya. Di
bidang keterampilan ia ajarkan bagaimana caranya menanam
tanaman dengan baik, dengan memanfaatkan lahan yang kosong di
sekitar panti asuhan. Demikian pula anak-anak yang berminat untuk
belajar menjahit dan salon kecantikan ia ajarkan semuanya, karena ia
berpandangan, ilmu itu harus dipraktekkan dan diamalkan, dan ia
selalu mengarahkan kepada seluruh anak panti untuk dapat hidup
mandiri setelah mereka keluar dari panti asuhan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 148

Di bidang pembinaan umat, Annangguru Syarifah sejak


tahun 1992 aktif sebagai pembimbing haji bagi calon haji yang biasa
digelar di masjid panti asuhannya, bahkan pada tahun 2000-an ia
bekerja sama dengan travel perjalanan haji dan umrah untuk
memberangkatkan jamaah haji ke Arab Saudi. Pada tahun 1996 ia
terpilih sebagai Ketua Muslimat NU Polewali Mandar, sejak aktif di
NU ia banyak keluar daerah untuk mengikuti pertemuan nahdiyin
pada tingkat provinsi maupun nasional. Kiprahnya di NU sangat
relevan dengan aktivitasnya saat ini sebagai pembina panti asuhan
dan muballigh. Selain aktif di muslimat NU, Penyuluh Keluarga
Berencana (PKB), ia juga aktif dan menjadi Ketua Kelompok Tani
Polewali Mandar dan pada tahun 1998 ia mengaktifkan diri untuk
memberikan perlindungan pada anak dan perempuan, dengan melihat
kondisi saat ini kekerasan pada anak dan perempuan telah menjadi
tema nasional yang menjadikannya untuk meluangkan waktu di
bidang dalam bentuk Lembaga Swadya Masyarakat (LSM)
Perlindungan Anak dan Perempuan.35

b. Terpilih menjadi Anggota DPRD Polewali Mandar


(1999-2004)
Aktivitas dan kontribusinya dalam pembangunan umat,
rupanya dilirik oleh salah satu partai politik yang berhaluan dakwah,
yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), saat itu pamannya H. S.
Mengga, bupati Polewali Mamasa dua periode (1980-1990),
mengajaknya bergabung bersama dengan petinggi PKS lainnya.
Dengan niat untuk berdakwah dan melakukan perubahan di Polewali
Mandar, akhirnya ia memilih untuk terlibat dalam membesarkan PKS
di Polewali Mandar, beberapa kali pertemuan partai dan pengajian

35
Wawancara St. Rahmah, Pengurus Panti Asuhan al-Muhdar, di
Mapilli 7 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 149

digelar di panti asuhan miliknya, menandakan keseriusan


Annangguru Syarifah Tanri Ampa untuk terjun ke dunia politik yang
selama ini tidak pernah ia bayangkan.
Pada pemilihan umum tahun 1999, ia terpilih menjadi
anggota DPRD Kabupaten Polewali Mandar dengan suara terbanyak
di Daerah Pemilihan (DAPIL II) yang kemudian mendudukannya
menjadi legislator wakil perempuan dari PKS. Selama lima tahun ia
menjadi legislator, fokus pada kegiatan-kegiatan politik yang
menyita banyak waktunya, dengan lebih banyak mendatangi
masyarakat, sehingga ia dapat melihat langsung keinginan
masyarakat di lapangan untuk selanjutnya dijadikan sebuah usulan
kebijakan pada eksekutif. Pada Pemilihan Umum 2004 ia terpilih
kembali menjadi anggota DPRD dari Partai Demokrat, dengan suara
terbanyak kedua dari seluruh calon legislatif, namun ia
mengundurkan diri dengan alasan untuk konsentrasi membina panti
asuhan warisan dari kakeknya, ia mengatakan:
“Sebagai anggota DPRD banyak hal yang bertentangan
dengan hati nurani saya, seakan-akan saya berdosa dan
doa saya tidak dikabulkan oleh Allah swt, lebih baik saya
memilih mundur, dan konsentrasi sebagai pembina panti
asuhan.”36

Keputusan Annangguru Syarifah untuk mengundurkan


diri sebagai anggota DPRD Polewali Mandar, menghentakkan para
politisi lainnya, karena peluang untuk menjadi unsur pimpinan DPRD
sangat terbuka sebagai pemegang suara kedua terbanyak, namun ia
tetap teguh untuk tetap mundur dan sulit untuk diubah lagi dan
akhirnya ia digantikan oleh calon lain dari Partai Demokrat yaitu,

36
Wawancara Annangguru Syarifah, Pimpinan Panti Asuhan al-
Muhdar, di Mapilli pada tanggal 7 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 150

Andi Mappangara yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua 1


DPRD Kabupaten Polewali Mandar.37

c. Konsultan Spiritual dan Supranatural


Semenjak mundurkan diri sebagai anggota DPRD, ia
kemudian konsentrasi membina panti asuhan yang selama lima tahun
ditinggalkan karena fokus sebagai anggota dewan. Ia mulai
membenahi administrasi dan pembinaan kepada anak-anak panti
terutama pembinaan akhlak, sikapnya yang konsisten menjadikannya
semakin populer di Polewali Mandar, kediamannya di Panti Asuhan
Mapilli mulai dikunjungi oleh masyarakat untuk berkonsultasi
masalah agama dan suprantural, atau masalah pribadi dan lain-lain, ia
pun memberikan waktu untuk mereka, sehingga kesibukannya
semakin bertambah, selain melayani tamu yang ingin konsultasi ia
juga banyak menerima undangan dari masyarakat sebagai pengisi
majelis taklim dan lain-lain. Kiprah dan kontribusi Annangguru
Syarifah Tanri Ampa dalam pembinaan umat, berangkat dari panti
asuhan dan madrasah kemudian ia salurkan ke masyarakat.
Prinsipnya berbuatlah apa yang kamu bisa lakukan untuk
orang lain dan jangan pernah selalu ingin menerima
imbalan, karena imbalan yang hakiki itu dari Allah swt.38
Tanpa mengenal lelah ia ingin menghabiskan sisa
hidupnya untuk memberikan pelayanan dan bimbingan kepada
masyarakat terutama bimbingan agama. Ia ingin melanjutkan cita-
cita kakeknya, Sayid al-Muhdar al-Attas yaitu sebagai ulama yang
selalu meluangkan waktunya untuk pembinaan umat dan memberikan

37
Wawancara Alimuddin Lidda, Anggota DPRD Polewali Mandar
(1999-2004), di Polewali pada tanggal 8 Juni 2010.
38
Wawancara Annangguru Syarifah, Pimpinan Panti Asuhan al-
Muhdar, di Mapilli 7 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 151

pendidikan agama kepada masyarakat sebagai bekal hidup dan selalu


menyandarkan diri kepada Allah swt. Memperhatikan anak-anak
yang kurang mampu terutama anak yatim piatu, supaya mereka
disekolahkan seperti halnya anak-anak lainnya, terutama
memberikan pembinaan agama. Itulah sebabnya kemudian
Annangguru Syarifah memilih meninggalkan dunia politik dan
konsentrasi pada pembinaan panti asuhan dan madrasah miliknya.

3. Hj. Alwiah
Hj. Alwiah di kalangan keluarganya disapa Ummi Lawi,
masyarakat umum biasanya menyapa dengan sebutan Annangguru
Alwiah, ia lahir di Pambusuang pada tanggal 18 Oktober 1943.
Sebagai anak kedua dari empat bersaudara, adapun saudara adalah H.
Maknun, Hj. Lulu dan H. Saggaf. Sebagaimana halnya mayoritas
annangguru di Mandar yang lahir dan besar di lingkungan
annangguru, iapun demikian karena ayahnya adalah Annangguru
yang bernama Fatahannu tokoh agama yang dihormati di kalangan
masyarakat Pambusuang aktivitas kesehariannya adalah sebagai
pengajar kitab kuning sedangkan ibunya bernama St. Asyiah seorang
guru mengaji atau Annangguru Pangaji, kakek dari ayahnya adalah
seorang annangguru yang lama bermukim di tanah suci Makkah
belajar agama di Masjid al-Haram, dari garis kakeknya inilah
keturunan langsung Annangguru Nuh pencetus pengajian kitab
kuning di Pambusuang putra Syekh Addyin pendiri Masjid Taqwa
Pambusuang berasal dari Gersik Jawa Timur, menurut beberapa
sumber ia masih keturunan Maulana Malik Ibrahim penganjur Islam
di tanah Jawa.
Sejak kecil ia didik untuk belajar agama, yang dimulai belajar
membaca al-Qur’an dan ilmu Tajwi>d, sejak usia tujuh tahun ia telah
mengkhatamkan al-Qur’an beberapa kali, pada usia lima belas tahun

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 152

ia dididik langsung oleh ayah dan kakeknya belajar bahasa Arab,


seperti qawa>id, nahwu syaraf. Pendidikan formalnya ia tempuh di
Madrasah Ibtidaiyah Pambusuang dan Madrasah Tsanawiyah
Tinambung, semasa belajar di madrasah ia tergolong anak yang
cerdas dan mudah bergaul dengan siapa saja tanpa melihat status
sosialnya, terbukti ia mempunyai banyak teman dan sangat sopan
terhadap orang yang lebih tua, demikianlah didikan ayahnya supaya
ia bergaul dengan siapa saja dan menghargai yang lebih tua darinya.
Ia bercita-cita menjadi guru agama, atas minat tersebut kemudian ia
disarankan oleh ibunya supaya sekolah di Pendidikan Guru Agama
(PGA 4 tahun) di Polewali, selama empat tahun ia belajar di PGA,
tapi baginya belum merasa cukup kemudian ia melanjutkan kuliah di
Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin dan berhasil meraih gelar sarjana
(Dra) di bidang pendidikan Agama Islam.

a. Guru Agama dan Kepala Sekolah


Pada tahun 1970-an di Kantor Departemen Agama
Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) di bawah
pimpinan H. Mahmoeddin, membutuhkan guru-guru agama yang
akan ditempatkan di beberapa madrasah yang terdapat di kecamatan,
sehingga sebagian besar lulusan PGA langsung diangkat sebagai guru
agama, yang kemudian diusulkan untuk menjadi pegawai negeri sipil
(PNS). Salah satu guru agama yang terangkat PNS adalah
Annangguru Alwiah yang ditempatkan di Madrasah Tsanawiyah
Tinambung, hanya beberapa tahun di Tinambung, ia dimutasi ke
Madrasah Tsanawiyah (MTs) DDI Polewali pada tahun 1983,
semenjak itulah ia kemudian menetap di Polewali. MTs DDI yang
terletak di Kelurahan Wattang Polewali, tepatnya di tengah ibukota
kabupaten, menjadikan sekolah ini sangat diminati, meskipun hanya
sekolah swasta di bawah naungan Daru ad-Dakwah wa-Irsyad (DDI),

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 153

tetapi antusias orang tua sangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya


di sekolah ini, Annangguru Alwiah yang mengajarkan mata pelajaran
Bahasa Arab dan ilmu Fiqh, menjadi salah satu guru yang disenangi
oleh siswa.
Saya diajar Annangguru Alwiyah pada tahun 1982 di
MTs DDI Polewali, ia mengajar ilmu Fiqh dan Bahasa
Arab, dengan penguasaan materi yang bagus dan cara
mengajar yang mudah dimengerti. Iapun menganggap
kami siswanya sebagai anak sendiri sehingga kami sangat
akrab.39

Demikianlah kedekatannya dengan siswa, terkesan


sebagai guru yang bersahaja, murah senyum namun sangat disiplin. Ia
mendidik siswanya supaya memanfaatkan waktu dengan sebaik-
baiknya. Pada prinsipnya ia lebih mengutamakan pembinaan akhlak,
karena akhlak yang baik adalah kunci kesuksesan. Pada tahun 1990 ia
diangkat menjadi Kepala Sekolah MTs DDI Polewali, sebagai guru
senior dan berpengalaman sebagai pertimbangan utama sehingga ia
diangkat. MTs DDI dibawah kepemimpinannya semakin maju dan
sukses, terbukti semakin banyaknya prestasi yang diraih sekolah ini
untuk bersaing dengan sekolah-sekolah negeri lainnya. Kharismatik
Annangguru Alwiyah yang dikenal masyarakat luas membuat banyak
orang tua yang menitipkan anaknya untuk sekolah di MTs DDI.
Selain beraktivitas sebagai kepala sekolah dan pengajar, ia masih
sempat mengajar mengaji anak-anak tetangga pada sore hingga
malam hari. Baginya mengajar agama adalah cita-cita sejak kecil
yang membantu untuk mencerdaskan generasi muda dan mempelajari
ilmu agama sebagai bekal hidup.

39
Wawancara Wahyuni, Alumnus MTs DDI Polewali, di Polewali
10 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 154

b. Aktivitas Sosial Membina Panti Asuhan dan Konsultan


Spiritual dan Suprantural
Panti Asuhan Husnu al-Kha>timah didirikan oleh
Annangguru Alwiyah setahun sebelum ia pensiun, motivasi
mendirikan panti asuhan adalah keprihatian melihat anak-anak
kurang mampu dan anak-anak yatim yang tidak mendapat pendidikan
dan pembinaan akhlak dari orang tuanya. Semenjak ia mendirikan
panti asuhan kesibukannya semakin bertambah meskipun telah
memasuki masa pensiun. Malam tanggal 12 Juni 2010 tepat pukul
20.00 wita, penulis tiba di kompleks Yayasan Husnu al-Kha>timah,
terletak di jalan Olahraga Kelurahan Wattang Polewali, sebuah
yayasan panti asuhan dibawah Pimpinan Annangguru Alwiyah yang
didirikan sejak tahun 2002, berjarak kurang lebih lima ratus meter
dari kediaman penulis. Panti asuhan dan kediamannya menyatu dan
terletak tepat di belakang masjid panti asuhan. Rumah tersebut
berlantai dua, lantai pertama berdinding batu bata dengan lantai tegel
sedangkan lantai dua berdinding dan berlantai kayu.
Setelah bertanya pada salah seorang anak panti asuhan
yang bernama Rahim, penulis langsung diantar ke rumah annangguru.
Di ruang tamu telah dipenuhi oleh pengunjung yang akan
berkonsultasi. Biasanya yang dikonsultasikan adalah perihal
kehidupan sehari-hari, seperti, sulit dapat jodoh, ingin melakukan
perjalanan jauh untuk mencari kerja atau bersekolah, bahkan yang
ingin mendapatkan dan mempertahankan posisi tertentu dalam
sebuah instansi atau perusahaan. Di sana penulis juga menemukan
seorang ibu yang minta didoakan supaya suaminya tetap sayang dan
mencintainya. Berprofesi sebagai konsultan spiritual dan kehidupan
adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Semenjak ia mendirikan panti asuhan masyarakat semakin banyak

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 155

yang mengunjunginya untuk bersilaturrahmi dan berkonsultasi bagi


mereka mempunyai problem keluarga atau masalah apa saja.
Selain aktif sebagai pembina panti asuhan dan konsultan
spiritual, ia juga aktif berorganisasi di muslimat NU dan membina
taman pendidikan al-Qur’an (TPA) miliknya. Selain panti asuhan
yang ia dirikan pada tahun 2002 ia juga mendirikan madrasah
tsanawiyah di atas tanah yang diwakafkan oleh Andi Sa’ad Pasilong
(mantan Bupati Polewali Mamasa). Sejak tahun 2008 ia bekerja sama
dengan salah satu travel umrah dan haji milik keluarganya di Jakarta
untuk membuka cabang di Polewali Mandar. Para annangguru yang
diamati tersebut terdiri dari tujuh annangguru tiga diantaranya adalah
annangguru perempuan selebihnya adalah annangguru laki-laki, salah
satu keunikan di Mandar adalah bahwa annangguru juga dapat
dikenakan oleh perempuan.
Pada umumnya annangguru tersebut lahir dan besar di
lingkungan annangguru, secara geneologis keturunan annangguru
diantaranya adalah putra atau putri seorang annangguru, yaitu:
Annangguru Sybli, putra Annangguru Sahabuddin; Annangguru
Marhumah, putri Annangguru Thahir; Annangguru Syarifah Tanri
Ampa, cucu Sayid Muhdar al-Attas, ulama dari Barru kemudian
mengajarkan pengajian kitab kuning di Mapilli; Annangguru
Alwiyah, cucu Annangguru Syahabuddin, Pimpinan Pengajian Kitab
di Pambusuang pada masanya; demikian pula Annangguru Bisri dan
Annangguru Sopian adalah masih turunan langsung dari Syekh
Abdullah bin Addyin, pemimpin pengajian kitab di Pambusuang
(1755-1793); kemudian Annangguru Latif Busyra, putra dari Busyra,
seorang tokoh agama yang disegani di Masalembu.
Pendidikan nonformal mereka semuanya dimulai dari
belajar membaca al-Qur’an dan ilmu Tajwi>d yang dipandu langsung
oleh keluarga dekat mereka, lalu dilanjutkan dengan mempelajari

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 156

kitab kuning pada annangguru. Pendidikan formal semuanya berlatar


belakang pendidikan agama Islam yang dimulai dari belajar di
madrasah atau pesantren. Hanya dua annangguru tidak meraih gelar
sarjana yaitu: Annangguru Marhumah dan Annangguru Latif Busyra.
Pilihan untuk belajar di madrasah atau pesantren dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga dan masyarakat yang berlatar belakang
pendidikan agama, seperti di Pambusuang. Hubungan intelektual para
annangguru tersebut bertemu pada Sayid Alwi pengajar kitab kuning
di Pambusuang sekitar tahun 1899-1910 dan putranya bernama Sayid
Hasan Alwi (Imam Masjid Taqwa Pambusuang 1934-1944) yang
belajar agama langsung pada ayahnya.
Adapun hubungannya sebagai berikut: Annangguru Sybli
belajar agama langsung pada ayahnya, Annangguru Sahabuddin,
murid dari Annangguru Saleh, sedangkan Annangguru Saleh belajar
agama pada Sayid Hasan Alwi putra Sayid Alwi. Annangguru Sopian
belajar agama langsung pada Annangguru Saleh murid Annangguru
Sayid Hasan Alwi, lalu Annangguru Marhumah belajar agama atas
bimbingan ayahnya Annangguru Thahir, murid dari Sayid Alwi.
Demikian pula Annangguru Latif Busyra belajar agama pada
Annangguru Thahir, murid Sayid Alwi. Annangguru Bisri belajar
pada Annangguru Syauka’ding murid dari Annangguru Saleh.
Adapun Annangguru Syarifah belajar agama pada
keluarganya di Pambusuang yang keturunan sayid, menurut H. Suaib
Abdullah putra Annangguru Abdullah Said, sebagian besar keturunan
sayid di Pambusuang belajar agama dipantau langsung keluarganya
yang kemungkinan besar salah satu keluarganya belajar pada Sayid
Hasan Alwi. Hubungan intelektual ini memberikan gambaran kajian
keagamaan di Mandar sejak dahulu telah terorganisir dengan baik
lewat pengajian kitab dari generasi ke generasi. Pambusuang sebagai
pusat kajian kitab kuning memberikan penguatan bahwa ketujuh

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 157

annangguru tersebut sumber keilmuannya berasal dari Pambusuang.


Pembagian pada tiga tipologi annangguru di atas berdasarkan pada
kedudukan dan perannya di masyarakat yaitu:
Pertama: annangguru yang berkiprah pada dunia kampus,
politisi dan pelaku tarekat dan annangguru yang fokus pada dunia
dakwah atau menjadi seorang muballigh, yaitu Annangguru Sybli dan
Annangguru Sopian.
Kedua: annangguru yang hidup di lingkungan pesantren
dan pembinaan pengajian kitab kuning. Dalam kategori ini adalah:
Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Bisri.
Ketiga: annangguru yang konsentrasi sebagai pembina
panti asuhan dan konsultan spiritual dan supranatural.
Pada bagian ketiga ini disandang oleh tiga annangguru
perempuan yaitu: Annangguru Marhumah, Annangguru Alwiah dan
Annangguru Syarifah Tanri Ampa.
Ada perbedaan antara annangguru laki-laki dan
perempuan yaitu: annangguru yang berjenis kelamin perempuan
memiliki panti asuhan, sedangkan annangguru yang berjenis kelamin
laki-laki tidaklah demikian mereka lebih konsentrasi pada
pengembangan institusi pendidikan dan dakwah.
Ketiga annangguru perempuan tersebut belum ada yang
menikah, hingga usia mereka sudah tergolong tua, apakah ini faktor
kebetulan atau tidak? Para annangguru perempuan tersebut selain
berasal dari turunan annangguru mereka juga masih tergolong darah
bangsawan Mandar, sehingga selain disapa dengan sebutan
annangguru, masyarakat kadang menyapa dengan panggilan puang
atau daeng.40 Salah satu faktor inilah sehingga kaum pria segan
melamarnya. Meskipun mereka tidak menikah tetapi dalam

40
Puang dan daeng adalah sapaan yang diperuntukkan bagi
masyarakat Mandar yang masih tergolong turunan bangsawan.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 158

pandangannya, mereka memiliki anak yang cukup banyak, yaitu


anak-anak panti asuhan, menurut penuturan Annangguru Syarifah.
Anak saya tersebar di mana-mana, waktu saya menjabat
sebagai anggota dewan, jika ada kunjungan luar kota,
saya selalu dijemput anak saya yang pernah diasuh di
panti asuhan yang telah sukses di perantauan. Jadi, saya
selalu enak jika mendatangi satu daerah. Di saat saya
berkunjung ke Kalimantan dan Jawa, saya tidak pernah
menyangka jika anak yang pernah saya asuh di panti telah
berhasil, syukur Alhamdulillah.41
Demikian pula yang dirasakan oleh Annangguru Alwiyah
dan Annangguru Marhumah. Anak-anak panti yang mereka pernah
asuh telah banyak yang sukses.
Tujuh annangguru tersebut di atas yang menjadi obyek
penelitian dalam disertasi ini, dapat dirangkumkan dalam tabel di
bawah ini yang meliputi status atau kedudukannya, basis-basis
legitimasinya dan peranannya di tengah masyarakat, dalam tabel di
bawah ini nampak perbedaan dan persamaan antara annangguru yang
satu dengan yang lainnya, yang terurai dalam tiga tabel berikut ini:
Tabel 2
Status/ Kedudukan Annangguru

No Nama Annangguru Status / Kedududukan


1 H. Sybli Rektor Universitas Asy’ariah Mandar
Sahabuddin Polewali Mandar, Ketua PW.NU
Sulawesi Barat, Anggota DPD MPR
RI Wakil Sulawesi Barat, Mursyid
Tarekat Qadiriah
2 H. Fauzi al-Mahdali Muballigh, Imam Mesjid

41
Hasil wawancara di Mapilli, pada tanggal 7 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 159

3 H. Latif Busyra Pimpinan Pengajian Kitab, Pimpinan


Pesantren Salafiah Campalagian
Spiritual
4 Bisri Imam Masjid Taqwa Pambusuang,
Pimpinan Pesantren Nuhiah dan
Pimpinan Pengajian kitab di
Pambusuang, Penyuluh Agama
Kementrian Agama di Kec Balanipa,
Sumber Rujukan Spiritual
5 Hj. Marhumah Pimpinan Majelis Taklim
Campalagian, Sumber rujukan
Spiritual, Pimpinan Panti Asuhan at-
Tahiriyah
6 Hj. Syarifah Tanri Pimpinan Panti Asuhan H.S. al-
Ampa Muhdar al-Attas, Pimpinan LSM
Perlindungan Anak dan Perempuan,
sumber rujukan spiritual dan
supnatural
7 Hj. Alwiah Pimpinan Panti Asuhan Husnu al-
Khatimah, sumber rujukan spiritual
dan suprnatural, Pembina Taman
Pendidika al-Qur’an
Sumber Data yang diolah dari berbagai sumber 2017

Tabel 2 menggambarkan status annangguru di tengah


masyarakat, status (kedudukan) diartikan sebagai tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial. Sedangkan kedudukan sosial
(social status) artinya tempat seseorang secara umum dalam
masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulan, prestise, hak dan kewajibannya. Namun untuk

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 160

mempermudah dalam pengertiannya maka dalam kedua istilah di atas


akan dipergunakan dalam arti yang sama dan digambarkan dengan
istilah “kedudukan” (status) saja. Masyarakat pada umumnya
mengembangkan dua macam kedudukan (status), yaitu sebagai
berikut: pertama, ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam
masyarakat tanpa memerhatikan perbedaaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan ini diperoleh karena kelahiran. Kedua,
achieved status yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan
usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja,
tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta
mencapai tujuannya.
Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu
assigned status, merupakan kedudukan yang diberikan. Status ini
sering berhubungan erat dengan achieved status, dalam arti bahwa
suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih
tinggi kepada seseorang yang berjasa telah memperjuangkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.42 Status
(kedudukan) annangguru berada pada ascribed status dan achieved
status, yang diperoleh sejak lahir sekaligus diusahakan mencapai
kedudukan tersebut.
Tabel 3
Basis Institusi Annangguru
No Nama Annangguru Basis Kelembagaan
1 H. Sybli Sahabuddin 1.Universitas Asy’ariah Mandar
2.Kelompok Tarekat Qadiriah
Mandar
2 H. Fauzi al-Mahdali Kelompok Pengajian

42
http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-peran-
norma.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 161

3 H. Latif Busyra 1.Pesantren Salafiah


Campalagian 2.Kelompok
Pengajian Kitab Kuning
Campalagian
4 Bisri 1.Pesantren Nuhiah.
2.Masjid Pambusuang Pengajian
Kitab Pambusuang
5 Hj. Marhumah 1. Panti Asuhan at-Tahiriah
Lapeo
2. Kelompok Majelis Taklim
Campalagian
6 Hj. Syarifah Tanri Panti Asuhan H.S.Muhdar
Ampa
7 Hj. Alwiah Panti Asuhan Husnu al-Khatimah

Tabel 3 di atas, menggambarkan basis kelembagaan


annangguru,
Basis institusi merupakan tempat kewenangan seorang
annangguru atau tempat pengakuan eksistensi keannangguruannya
dalam melaksanakan tugas keseharian. Adapun basis-basis
kelembagaan annangguru dapat dilihat di tabel 10 di atas, setiap
annangguru mempunyai basis legitimasi yang sama atau sekaligus
berbeda, sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat, misalnya
Sybli Sahabuddin sebagai ketua yayasan Unasman basis
kelembagaannya adalah kampus Unasman, berbeda dengan Busyra
Latif sebagai pimpinan Pesantren Salafiah sekaligus sebagai basis
legitimasinya.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 162
Tabel 4
Peran Sosial Keagamaan Annangguru
No Nama Annangguru Peran Sosial Keagamaan
Annangguru
1 H.Sybli Sahabuudin Dosen, Musyid Tarekat, Senator
2 H. Fauzi al-Mahdali Muballigh
3 H. Latif Busyra Pengajar Kitab Kuning
4 Bisri Pengajar Kitab Kuning, Guru
Madrasah, Imam Masjid dan
Penyuluh Agama
5 Hj. Marhumah Konsultan Supranatural dan
Spiritual, Pemerhati Anak
6 Hj. Syarifah Tanri Konsultan Supranatural dan
Ampa Spiritual, Pemerhati Anak,
Pengajar Pengajian al-Qur’an
7 Hj. Alwiah Konsultan Supranatural dan
Spiritual, Pemerhati Anak dan
Guru Madrasah
Tabel 4 memetakan peranan (role) annangguru dalam
masyarakat Mandar. Peran tersebut ia duduki sesuai dengan statusnya
atau kedudukannya di tengah masyarakat. Berdasarkan peran
annangguru di Mandar, penulis telah membedakan berdasar pada
tipologi annangguru sebagaimana telah diuraikan pada bab I, yaitu;
annangguru yang berkedudukan sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi,
Pimpinan Tarekat, politisi dan muballigh, kemudian Pimpinan
Pesantren dan pengajian kitab serta annangguru berkedudukan
sebagai Pimpinan Panti Asuhan dan konsultan supranatural dan
spiritual. Masalah tarekat, annangguru mempunyai peran tersendiri
di tengah masyarakat. Annangguru berperan sesuai dengan
kedudukan atau posisinya pada institusi atau lembaga formal maupun
nonformal yang dipimpin.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 163

Misalnya sebagai Pimpinan Pesantren, berperan sebagai


manager dalam mengatur lembaga formal dan disisi lain ia sebagai
pengajar ilmu agama. Demikian pula kedudukannya sebagai
pemimpin lembaga pendidikan atau sosial, ia berperan sesuai dengan
jabatannya. Semakin banyak status yang ia miliki semakin banyak
pula peran yang ia lakukan, misalnya: Annangguru Sybli ia memiliki
beberapa status seperti sebagai anggota DPD RI wakil Sulawesi
Barat, ketua yayasan Asy’ariah Mandar, muballigh, mursyid tarekat,
posisinya tersebut menjadikan ia memiliki peranan yang lebih luas di
tengah masyarakat, jabatannya sebagai anggota DPD RI
membuatnya harus bersentuhan dengan masyarakat luas di berbagai
profesi sesuai dengan peran-peran anggota DPD RI, yang sudah
melampaui fungsinya sebagai annangguru yang hanya berkiprah di
bidang keagamaan. Jika dibandingkan dengan Annangguru Sopian
yang hanya berstatus sebagai muballigh, atau annangguru yang fokus
sebagai pembina pengajian kitab.
Ketujuh annangguru tersebut di atas memiliki hubungan
intelektual melalui jalur pendidikan agama informal yang berpusat di
Pambusuang sebagai pusat pengajian kitab agama-agama Islam,
pendidikan yang diperoleh para annangguru tersebut dari berbagai
macam ilmu agama, mulai dari ilmu tajwid, dasar-dasar bahasa Arab
hingga belajar kitab-kitab kuning yang terdiri dari kitab tafsir, fiqh,
nahwu, tasawuf, ushul fiqh dan lain-lain. Adapun hubungan
intelektual tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 164

Skema hubungan intelektual para annangguru

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 165

Pada skema hubungan intelektual annangguru di atas dapat


diuraikan: Annangguru Syarifah Tanri Ampa belajar kepada ibunya
Annangguru Fatimah Assegaf dasar-dasar agama Islam, meliputi
ilmu Tajwid, dan bahasa Arab. Kemudian Annangguru Fatimah
Assegaf belajar agama kepada Annangguru Saleh, seterusnya
Annangguru Saleh belajar berbagai macam ilmu agama seperti
Tasawuf, Tafsir, Hadits melalui pengajian di Mesjid Taqwa
Pambusuang yang dipimpin oleh Sayyid Hasan Alwi yang juga
pendiri Madrasah Arabiah Islamiah di Pambusuang, Sayyid Hasan
Alwi belajar langsung dari ayahnya Sayyid Alwi, beliau adalah
pimpinan pengajian kitab kuning di Pambusuang sekitar tahun 1890
M.
Annangguru Sybli belajar pada ayahnya Annangguru Prof
Sahabuddin ilmu Tasawuf, yang ia terima dari Annangguru Saleh,
demikian pula halnya Annangguru Bisri belajar berbagai macam ilmu
agama dari Annangguru Syauka’ding, murid dari Annangguru Saleh,
sedangkan Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Marhumah
belajar ilmu agama langsung dari Annangguru Tahir murid dari
Annangguru Sayyid Hasan Alwi, kemudian Annangguru Alwiah
belajar agama dari ayahnya Annangguru Fatahannu murid dari
Annangguru Shahabuddin Imam Masjid Taqwa dan pimpinan
pengajian kitab di Pambusuang (1922-1934 M), kakek dari
Annangguru Alwiah, sedangkan Annangguru Shahabuddin selain
pernah menimba ilmu di Mekkah ia juga pernah belajar kepada
Sayyid Alwi. Kesimpulannya adalah hubungan intelektual para
annangguru tersebut bertemu pada Sayyid Hasan Alwi yang istrinya
masih keturunan Syekh Addyin (w. 1755 M) atau guru Gede pendiri
pengajian kitab pertama di Mandar.43

43
Hasil wawancara dengan Annangguru Syuaib Abdullah, Imam
Masjid Agung Syuhada Polewali, 5 April 2009
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 169

BAB IV
DINAMIKA TANTANGAN ANNANGGURU
DALAM MASYARAKAT MANDAR

Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan


perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat
transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku anak
muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu:
perubahan peradaban, perubahan budaya dan perubahan sosial.
Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat
rohani seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni,
dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek
hubungan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu
disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki
mata rantai di antara elemen yang satu dan elemen yang lain dan
dipengaruhi oleh elemen yang lain. Berikut adalah teori yang
membahas tentang perubahan sosial. Untuk itu, terlebih dahulu perlu
dicatat bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu
sendiri di masyarakat. Pada masyarakat yang tergolong bersahaja
relatif jarang dan lamban terjadi perubahan-perubahan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 170

Pada masyarakat semacam itu elemen-elemen dasarnya


seperti tradisi, ritual dan hierarki sosial yang berlangsung, biasanya
dipegang kuat oleh para warga secara bersama-sama. Pergolakan
revolusi dan gerakan emansipasi serta penemuan-penemuan baru di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan sosial jika dilihat
dari sebabnya menurut WJH spott, ada perubahan yang datangnya
dari luar, seperti visi, pendudukan, kolonialisme dan termasuk juga
wabah penyakit. Di samping itu ada perubahan yang datangnya dari
dalam dan perubahan ini dibagi menjadi dua yaitu perubahan episode
dan perubahan terpola. Perubahan episode adalah perubahan yang
terjadi sewaktu-waktu biasanya disebabkan oleh kerusuhan atau
penemuan-penemuan. Sedangkan perubahan terpola adalah
perubahan yang memang direncanakan atau diprogramkan
sebagaimana yang dilakukan dalam pembangunan. Dari berbagai
macam sebab perubahan sosial, semuanya bisa dikembalikan pada
tiga faktor utama yaitu: faktor fisik dan biologis, faktor teknologi dan
faktor budaya.
Posisi pendidikan dalam perubahan sosial sesuai dengan
pernyataan Eisenstadt, institusionalisasi merupakan proses penting
untuk membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum
perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah dan pendidikan
menjadi salah satu institusi yang terlibat dalam proses tersebut.
Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya
menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya masyarakat.
Di samping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi kepincangan
yang terjadi dalam masyarakat.
Pendidikan harus dipandang sebagai institusi penyiapan anak
didik untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri, jadi bukan
untuk belajar tentang keilmuan dan keterampilan, karena itu yang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 171

terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih


pada pengembangan wawasan, minat dan pemahaman terhadap
lingkungan sosial budaya.1 Annangguru dalam perkembangannya
dalam masyarakat Mandar yang berubah mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan zaman dan semakin derasnya arus
globalisasi masyarakat Mandar mengalami perubahan, baik budaya
maupun sosial yang berdampak pada eksistensi annangguru di tengah
masyarakat. Akibat perubahan dalam masyarakat tersebut menjadi
sebuah tantangan bagi annangguru, adapun tantangan itu adalah:

A. Krisis keannangguruan dan Stagnasi Pengajaran


Krisis keannangguruan dan stagnasi pengajaran annangguru
adalah dua kata yang sangat berkaitan, krisis keannangguruan yang
dimaksud adalah annangguru secara individu, sedangkan stagnasi
ajaran adalah pola, cara, dan materi yang disampaikan annangguru
yang mengalami penurunan, masalah personal dan stagnasi
pengajaran meliputi:

1. Krisis Kader Annangguru


Krisis kader annangguru terjadi karena semakin banyaknya
annangguru yang meninggal dunia, atau semakin kurangnya
annangguru kharismatik di tengah masyarakat, jadi krisis
keannangguruan diartikan sebagai berkurangnya annangguru dari
segi kuantitas maupun kualitas. Sehingga para santri yang belajar
pada kelompok pengajian kita>b kuning maupun di pesantren nantinya
diharapkan dapat menjadi seorang annangguru atau ulama yang
meneruskan perjuangan gurunya. Yaitu, mengajarkan ilmu agama

1
http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/definisi-
perubahan-sosial-dan-tipe-tipe-perubahan-sosial/.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 172

kepada masyarakat dan mengamalkannya dengan berpegang teguh


kepada nilai-nilai moral. Tradisi mentransfer atau mengajarkan
keilmuan Islam di tempat-tempat pengajian kita>b kuning di Mandar
sejak awal perkembangannya pada abad 18 M hingga pasca
kemerdekaan dan orde baru berlangsung dengan baik. Salah satu
prestasi dari adanya tradisi pengajian dan pesantren di Mandar adalah
bertambahnya jumlah annangguru dari waktu ke waktu. Bahkan
setiap daerahpun kini memiliki annangguru kharismatik yang
menjadi panutan masyarakat. Misalnya, Annangguru Shaleh
kelahiran Pambusuang yang kemudian membuka pengajian di
Majene, diikuti oleh Puayi Daeng. Kemudian Annangguru H. M.
Tahir di Lapeo, Annangguru Mas’ud di Wonomulyo.
Seorang annangguru sesungguhnya bukan hanya memiliki
kepandaian dan penguasaan yang mendalam terhadap ilmu agama.
Tetapi, juga dituntut menguasai berbagai kemampuan lain yang
berkaitan dengan sikap dan kehidupan, yaitu, annangguru itu wara’,
salik, sederhana, komitmen terhadap kesejahteraan umat lahir batin,
mandiri, independent atau memiliki pribadi yang tidak terikat dari
pengaruh apapun. Pengajian kita>b pada masa lalu inilah yang menjadi
lokomotif untuk mencetak calon annangguru-annangguru terbaik,
dikarenakan bentuk pengajian dan pengajaran dikelola dengan
profesional dan penuh tanggung jawab. Ditambah dengan animo
masyarakat begitu tinggi untuk memperdalam ilmu agama. Hal itu
terlihat pada masa H. Nuh (1825-1858) hingga Annangguru Abdullah
Said (1984) di Pambusuang, demikian pula pada masa Annangguru
Maddapungan (1853-1954).

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 173

Menurut catatan Annangguru Syu’aib Abdullah2 Imam


Masjid Agung Syuhada Polewali, bahwa salah satu ulama yang cukup
berperan di Mandar yang mencetak banyak annangguru adalah
Sayyid Hasan Al-Yamani (wafat di Makkah 1973). Adapun murid-
murid Sayyid Hasan al-Yamani adalah: Annangguru H. S. Hasan bin
Sahal (Pambusuang), Annangguru H. Matini (Pambusuang),
Annangguru H. Jawhari (Pambusuang dan Lapeo), Annangguru H.
Kanna Khadijah (Campalagian), Annangguru H. Pg. Kali Ma’mun
(Polewali), Annangguru H. Mahmud Imam Pappang (Campalagian),
Annangguru H. Mahmud Kali Binuang (Binuang), Annangguru H.
Muhammad Zain (Campalagian), Annangguru H. Maddappungan
(Campalagian), Annangguru Dg. Ma’mun Imam Wattang (Polewali),
Annangguru H. Abd. Hafidz (Pambusuang), Annangguru H. Suyuti
(Pambusuang), Annangguru H. Nadjamuddin (Lapeo), Angrengguru
H. Muh Nur Imam Masjid Raya Makassar 1952.
Di Polewali Mandar telah berdiri cukup banyak madrasah,
pesantren, dan kampus perguruan tinggi di bawah naungan
Departemen Agama. Meskipun demikian, kuantitas dan kualitas
pendidikan Islam modern ternyata tidaklah menjamin munculnya
ananngguru-annangguru muda, tapi yang justru terjadi adalah krisis
keannangguruan.3 Berdasarkan data yang penulis temukan di
masyarakat, jumlah annangguru di Polewali Mandar dari tahun ke
tahun mengalami penurunan.

2
Hasil Wawancara Annangguru Syu’aib Abdullah, Imam Masjid
Syuhada Polewali, pada tanggal 10 September 2010 di Polewali.
3
Krisis keannangguruan adalah: semakin berkurangnya annangguru
yang ditemukan dalam masyarakat, bahkan ada beberapa daerah di Mandar
yang sudah tidak memiliki annangguru.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 174

Berikut daftar tabel annangguru mulai tabel 11 sampai tabel


17, data mulai tahun 1950-2010, penentuan periode bukan
berdasarkan kelahiran dan kematian tetapi berdasarkan pada masa
kejayaan atau produktif annangguru berkiprah di masyarakat, disertai
dengan spesifikasi keilmuan, berikut ini pembagiannya sebagai
berikut:
Tabel 5
Annangguru di Tinambung Periode 1950-1970

No Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu


1. Annangguru H. Djalaluddin Ilmu Tafsi>r dan Hadits
Gani
2. Annangguru H. Ka’do Ilmu Fiqh
3. Annangguru H. M. Shaleh Ilmu Tas}awuf dan
Tarekat
4. Annangguru Latif Subaidi Ilmu Balaghah
5. Annangguru H. Jurairi Ilmu Qawa>’id
Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali

Tabel 5 adalah daftar nama annangguru di Kecamatan


Tinambung yang masa kepopuleran annangguru tersebut pada tahun
1950-1970, kelima annangguru tersebut di atas memiliki spesifikasi
keilmuan yang berbeda, khusus annangguru H. M. Shaleh adalah
mursyid tarekat Qadiriah, juga dikenal sebagai annangguru tareka’
(tarekat), sedangkan Annangguru H. Djalaluddin Gani, dalam
struktur Kerajaan Balanipa ia menjabat sebagai qa>di’ atau penasehat
mara’dia (raja) di bidang keagamaan, atau disebut dengan mara’dia
syara’ (raja syariah, hukum agama).

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 175

Tabel 6
Annangguru di Pambusuang Periode 1950-1970

No Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu


1. Annangguru H. Abdullah Ilmu Tafsi>r, Hadits, Fiqh
Keba’
2. Annangguru H. Abd Hadi Ilmu Fiqh dan Hadits
3. Annangguru H. Ismail Ilmu Hadits dan Fiqh
4. Annangguru H. S. Thaha al- Ilmu Hadits
Mahdali
5. Annangguru H. S. Hasan Alwi Dira>sah al-Isla>miyah
6. Annangguru H. Hafidz Ilmu Tafsi>r, Hadits dan
Nahwu
7. Annangguru H. Suyuti Ilmu Hadits dan
Tas}awuf
8. Annangguru H. Ghalib Dira>sah al-Isla>miyah
9. Annangguru H. Nadjamuddin Ilmu Hadits dan Tafsi>r
Matini
Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali
Tabel 6 adalah nama annangguru di Pambusuang, pada masa
ini adalah masa kejayaan annangguru di Pambusuang, kedudukan dan
peranan annangguru sangat tinggi dalam masyarakat, karena
ditunjang oleh ilmu agama yang sangat mendalam, mereka juga
adalah annangguru kharismatik. Pada masa ini pula Pambusuang
ramai dikunjungi oleh pangaji kitta’. Masjid Taqwa Pambusuang
menjadi pusat kajian kita>b, secara bergantian para annangguru
membawakan pengajian dari berbagai disiplin ilmu agama.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 176

Tabel 7
Annangguru di Campalagian Periode 1950-1970
No. Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu
1. Annangguru H. M. Thahir Ilmu Tas}awuf dan Tarekat
2. Annangguru H. Dira>sah al-Isla>miyah
4
Maddapungan
3. Annangguru H. M. Zein Ilmu Fiqh
4. Annangguru H. Ilmu Fiqh, Tafsi>r dan Hadits
Nadjamuddin Thahir
5. Annangguru Hafidz Lapeo Ilmu Fiqh
6. Annangguru H. Mahmud Ilmu Tafsi>r dan Hadits
Ismail
7. Annangguru H. Mahdi Ilmu Fiqh
8. Annangguru H. Ilmu Fiqh
Muhammadiyah
Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali
Tabel 7 menampilkan annangguru di Campalagian periode
1950-1970. Pada periode ini, terdapat beberapa annangguru yang
mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan kajian Islam di
Mandar khususnya di Campalagian, yaitu: Annangguru
Maddapungan, pencetus pengajian kita>b di Wilayah Campalagian;
Annangguru Thahir adalah annangguru barakka’, sosok annangguru
yang diyakini oleh masyarakat Mandar bahwa ia adalah waliullah,
karena masa hidupnya banyak kejadian luar biasa terjadi pada diri
Annangguru Thahir, sehingga beliau juga dikenal sebagai

4
Annangguru Maddeppungan sebagai pencetus pengajian kita>b
kuning di Campalagian, melahirkan beberapa annangguru pangaji kitta’
yaitu: Annangguru H. Mahmud, Annangguru H. Mahdi, Annangguru H. Muh
Nur, Annangguru H. M. Zein, Annangguru H. Muhammadiyah.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 177

tomassalama’ (yang diberi karamah oleh Allah). Masjid yang


didirikannya di Lapeo menjadi tempat konsultasi keagamaan oleh
masyarakat setempat.
Tabel 8
Annangguru di Polewali dan Wonomulyo Periode 1970-1980
No Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu
1. Annangguru H. M. Idrus Dira>sah al-Isla>miyah
2. Annangguru H. Muhsin Thahir Ilmu Tafsi>r dan Hadits
3. Annangguru H. Arif Lewa Dira>sah al-Isla>miyah
4. Annangguru H. Mas’ud Ilmu Tafsi>r dan Hadits
5. Annangguru H. Mochtar Dira>sah al-Isla>miyah
Badawi
Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali
Pada tabel 8 di atas terdapat lima annangguru, mereka adalah
annangguru yang menjabat sebagai imam masjid: Annangguru H. M.
Idrus, Imam Masjid Taqwa Manding Polewali; Annangguru H.
Muhsin Thahir, Imam Masjid Jami Polewali; Annangguru H. Mas’ud,
Imam Masjid Raya Merdeka Wonomulyo; Annangguru H. Arif Lewa
Imam Masjid Jami Polewali; dan yang terakhir Annangguru H.
Mochtar Badawi Imam Masjid Ar-Rahman Polewali.
Annangguru tersebut selain sebagai pemangku masjid atau
imam mereka juga mengajarkan kita>b kuning di rumah mereka
masing-masing, bahkan ada yang pernah menjabat sebagai Anggota
DPRD Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar),
yaitu: Annangguru H. Muhsin Thahir dan Annangguru H. M. Idrus,
sedangkan yang memiliki yayasan pendidikan adalah Annangguru H.
Mas’ud di Wonomulyo.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 178

Tabel 9
Annangguru Periode 1980-2000

No Nama Annangguru Wilayah Spesifikasi Ilmu


1. Annangguru H. Abd Pambusuang Ilmu Hadits
Rahman
2. Annangguru H. Yasin Pambusuang Ilmu Fiqh
3. Annangguru H. Polewali Ilmu Tas}awuf
Sahabuddin
4. Annangguru H. Polewali Ilmu Tafsi>r
Mahmoeddin
Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali
Tabel 9 menampilkan annangguru pada periode 1980-
2000. Pada periode ini annangguru mulai berkurang, di Pambusuang
hanya 2 yaitu Annangguru H. Abd Rahman dan Annangguru Yasin
(Imam Masjid Taqwa Pambusuang), sedangkan di Polewali yaitu
Annangguru Sahabuddin pendiri Universitas Asy’ariah Mandar dan
Annangguru H. Mahmoeddin, (Kepala Kantor Departemen Agama)
di era tahun 1980-1990-an
Tabel 10
Annangguru Periode 2000-sekarang
No Nama Annangguru Wilayah Spesifikasi
Keannangguruan
1. Annangguru H. Sybli Polewali Annangguru
Sahabuddin Tareka’ (guru
tarekat)
2. Annangguru H. Latif Campalagian Annangguru
Busyra Pangaji (guru kita>b
kuning)

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 179

3. Annangguru Sopian Pambusuang Annangguru


Panda’wa
(Muballig)
4. Annangguru Hj. Sy. Mapilli Annangguru Panti
Tanri Ampa
5. Annangguru Hj. Polewali Annangguru Panti
Alwiyah
6. Annangguru Hj. Campalagian Annangguru
Marhumah Barakka’
7. Annangguru Sayid Polewali Annangguru
Fauzi Panda’wa
(Muballigh)

Pada tabel 10 di atas adalah para annangguru yang diamati


dalam penelitian ini, spesifikasinya bukan pada penguasaan
keilmuannya tetapi pada spesifikasi keannangguruan yang melekat
padanya.
Tabel 11
Annangguru Muda Pangaji
No. Nama Annangguru Muda Spesifikasi Ilmu
1. Annangguru Muhasib Ilmu Fiqh
2. Annangguru Syahid Ilmu Fiqh
3. Annangguru Bisri Dira>sah al-Isla>miyah
4. Annangguru Sayid Fauzi Ilmu Fiqh

Tabel 11 menampilkan annangguru muda yang hanya


berjumlah empat orang, mereka inilah yang tetap eksis di masyarakat
saat ini sebagai annangguru pangaji di Pambusuang. Dari data

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 180

tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadinya krisis keannangguruan


disebabkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama: Banyaknya jumlah annangguru yang telah
meninggal dunia dan tidak mempunyai kader atau generasi.
Contohnya, di Kecamatan Polewali sebagai ibukota kabupaten saat
ini hanya terdapat dua annangguru, yaitu: Annangguru Sybli
Sahabuddin, Rektor Universitas Asy’ariah Mandar; dan Annangguru
Hj. Alwiah. Di Kecamatan Wonomulyo hanya terdapat satu
annangguru yaitu, Annangguru Bayanuddin Imam Masjid Merdeka
Wonomulyo. Di Kecamatan Campalagian ada dua annangguru yaitu:
Annangguru Syarifuddin Muhsin Thahir, Imam Lapeo; dan
Annangguru Latif, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah Parappe.
Kedua: Pengkaderan keannangguruan tidak berjalan secara
maksimal, berbeda dengan awal perkembangan pengajian.
Pengkaderan annangguru muncul dari pengajian-pengajian kita>b
kuning yang diselenggarakan setiap saat, yang mengkaji berbagai
kita>b mulai dari pengenalan membaca huruf-huruf hijaiyyah hingga
pengkajian kita>b-kita>b tafsi>r maupun kita>b tas}awuf, atau annangguru
muncul karena faktor geneologis karena ayahnya seorang annangguru
kharismatik, biasanya otomatis putranya menjadi seorang
annangguru.
Ketiga: Kurangnya minat generasi saat ini untuk sekolah
agama dan memperdalamnya. Mereka lebih cenderung belajar ilmu-
ilmu umum, dan bercita-cita ingin menjadi insinyur, dokter, polisi,
pengusaha, politisi dan lain-lain, ini juga terjadi pada anak
annangguru.
Keempat: Pilihan lain, beberapa putra annangguru,
mengenyam pendidikan di luar wilayah Mandar, bahkan ke luar

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 181

negeri. Di saat mereka lulus, memilih untuk mencari kerja di tempat


lain.
2. Stagnasi Pengajaran Keagamaan (Kajian Kita>b Kuning)
Stagnasi berasal dari bahasa Inggris, dari kata “stagnant”
artinya yang diam tidak mengalir, atau juga “stagnancy” yang berarti
keadaan diam/stagnan tanpa perubahan.5 Dalam bahasa Arab
“mauqu>f / mauqifu>n hariju>n” yang berarti “situasi yang krisis”.
Sedangkan Pengajaran berarti sesuatu tugas dan aktivitas yang
diusahakan bersama oleh guru dan muridnya. Pengajaran ini
dirancang oleh guru secara sisitematik dan teliti untuk
melaksanakannya dengan kaedah dan teknik mengajar yang sesuai,
membimbing, menggalak dan memotivasi murid supaya mengambil
inisiatif untuk belajar, demi memperoleh ilmu pengetahuan dan
menguasai kemahiran yang diperlukan.6
Stagnasi pengajaran keagamaan (kita>b kuning) yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya kajian yang
monoton, tidak mengalami perkembangan dan cenderung tidak
menyesuaikan dengan arus globalisasi yang begitu cepat. Akibatnya,
kajian-kajian keagamaan yang diajarkan oleh annangguru terkesan
stagnan, tidak mengalami perkembangan sehingga berdampak kepada
makin kurangnya minat masyarakat untuk melakukan kajian kita>b.
Meskipun banyak generasi muda yang menjalani studi di bidang
keagamaan Islam, namun mereka cenderung berhenti menjadi
intelektual Islam, dan bukan berlanjut menjadikan dirinya meraih
posisi sebagai annangguru. Kita>b kuning sebagai kurikulum

5
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia
(Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 550.
6
http://sarinapraktikum.blogspot.com/2009/07/definisi-pengajaran-
dan-pembelajaran.html.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 182

pesantren ditempatkan pada posisi yang istimewa. Sebab,


keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus ciri pembeda
antara pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya.7 Namun
demikian, pada pesantren-pesantren atau kelompok-kelompok
pengajian kita>b kuning8 di Mandar maupun pesantren-pesantren di
daerah Bugis (Sulawesi-Selatan), penyebaran keilmuan, jenis kita>b
dan sistem pengajaran kita>b kuning memiliki kesamaan, yaitu
sorogan dan bandongan.
Secara keseluruhan kita>b kuning yang diajarkan di pesantren
dan pada komunitas pengajian dapat dikelompokkan dalam delapan
bidang kajian, yaitu: nahwu dan sharaf, fiqh, us}hu>l fiqh, tas}awuf dan
etika, tafsi>r, hadits, tauhi>d, tarikh dan balaghah. Teks-teks kita>b ini
ada yang sangat pendek, ada juga yang berjilid-jilid. Pengelompokkan
kita>b kuning ini, dapat digolongkan dalam tiga tingkat, yaitu: kita>b
tingkat dasar, kita>b tingkat menengah dan kita>b tingkat atas. Selain
itu, berdasarkan periode pengarang (mus}annif), sebelum dan sesudah
abad ke-19 M, kita>b kuning dapat dikelompokkan menjadi dua:
Pertama, al-Kutub al-Qadimah atau kita>b klasik salaf dan al-Kutub
al-‘As}riyyah. Sedangkan kita>b kuning yang dibaca oleh pangaji kitta’

7
Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan
Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 51.
8
Ciri khas pengajian kita kita>b kuning di Mandar adalah,
dibentuknya kelompok pengajian kita>b kuning, bentuknya nonformal yang
diikuti oleh semua kalangan usia dan tidak mengikat, bahkan pesertanya
kebanyakan telah menyandang gelar sarjana agama bahkan master agama
atau mereka yang telah nyantri di pesantren namun masih perlu
memperdalam kita>b kuning, mereka belajar dari awal, mulai dari nahwu
sharaf sampai pada pengkajian kita>b - kita>b tafsi>r, fiqh dan tas{awuf,
kelompok pengajian ini digelar di masjid dan di rumah annangguru.
Sedangkan pesantren adalah sekolah formal yang juga mengajarkan
membaca kita>b kuning yang dimasukkan dalam ekstrakurikuler.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 183

di Pambusuang adalah al-Kutub al-Qadimah, yaitu kita>b - kita>b yang


ditulis pada abad-19 M. Adapun ciri-ciri kita>b ini adalah:
Pertama, bahasa pengantar seutuhnya menggunakan bahasa
klasik, terdiri atas sastra liris (nadzam) atau prosa liris (natsar).
Kedua, tidak mencantumkan tanda baca, seperti koma, titik,
tanda seru, tanda tanya dan sebagainya.
Ketiga, tidak mengenal pembabakan alinea atau paragraf.
Sebagai penggantinya adalah jenjang uraian seringkali disusun
dengan kata kitabun, ba>bun, fashlun, raf’un, tanbi>h dan tatimmatun.
Keempat, isi kandungan kitab banyak berbentuk duplikasi
dari karya ilmiah ulama sebelumnya. Kitab sumber diperlukan
sebagai matan, yang dikembangkan menjadi resume (mukhtasar atau
khula>shah), syarah, taqrirat dan sebagainya.
Kelima, khusus kitab salaf yang beredar di lingkungan
pesantren, pengarang harus tegas berafiliasi dengan madzhab sunni
dan hanya dimiliki terbatas oleh kyai sebagai studi banding.9
Basis kajian kitab di Polewali Mandar adalah Masjid Taqwa,
Pesantren Nuhiah Pambusuang dan Pesantren Salafiah Parappe,
Campalagian. Pengajaran kitab-kitab kuning di tempat tersebut sulit
diprediksi kapan selesai diajarkan kepada pangaji sebab kitabnya
cukup banyak, meskipun ada pula yang tipis. Di samping isinya juga
cukup beraneka dan mencakup bidang keagamaan yang luas.
Pengajaran kitab kuning oleh annangguru, baik yang dilakukan di
masjid, rumah maupun pesantren menggunakan beberapa metode
yaitu:

9
Ari Widodo dkk, Struktur Keilmuan Pesantren “Studi Komparatif
antara Pesantren Tebuireng Jombang dan Mu’allim Muhammadiyah
Yogyakarta”. Dalam Istiqra, Jurnal Penelitian Isla>m Indonesia (Departemen
Agama Republik Indonesia, vol. 02, nomor 01, 2003), hlm. 7.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 184

Pertama, metode sorogan, metode ini digunakan untuk


mengajarkan materi dalam kitab-kitab kuning. Dalam praktiknya,
santri membaca kitab secara bergantian, kemudian jika terjadi
kekeliruan maka annangguru yang membetulkannya.
Kedua, metode bandongan, metode ini digunakan oleh
annangguru untuk menerangkan arti kitab-kitab kuning kepada
santrinya, dengan cara annangguru membaca kitab. Dalam praktiknya
santri hanya mencatat apa yang diterangkan oleh annangguru.
Ketiga, metode ceramah, metode ini biasa digunakan untuk
menjelaskan materi di dalam lingkungan madrasah atau pesantren.
Dalam praktiknya, materi disampaikan secara lisan oleh seorang
annangguru muda10 atau ustadz kepada santrinya dan terkadang ada
tanya jawab antara annangguru muda dan santri.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, stagnasi pengajaran
annangguru mengarah kepada beberapa sumber:
Pertama, materi kajian kitab kuning pada awal
perkembangannya hingga saat ini tampak sulit diprediksi kapan
selesai diajarkannya kepada santri dan itu diajarkan pada pengajian
kitab kuning di masjid maupun pesantren, karena kitab-kitab tersebut
sangat tebal11 meskipun ada juga tipis12, sehingga santri pada
umumnya hampir tidak ada yang tamat membaca kitab-kitab kuning
yang tebal, kecuali kitab-kitab yang tipis. Materi kajian kitab kuning
dengan model seperti ini disajikan pada hampir seluruh pesantren

10
Istilah annangguru muda diberikan kepada annangguru yang
masih berusia di bawah 40 tahun.
11
Adapun kita>b-kita>b yang tebal, seperti, Riyad as-Salihin, Fath- al-
Qari>b, Fath al-Baary, tafsi>r Jalalain dan lain-lain.
12
Adapun kita>b - kita>b yang tipis yang diajarkan, seperti, Nahwu
Syaraf, Syarah ala Matn al- Rajiyah, dan lain-lain.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 185

tradisional di tanah air yang berhaluan pada ideologi Nahdlatul


Ulama (NU). Dengan demikian, mereka mempunyai tradisi bahwa
materi ‘aqidah, syari’ah, yang menyambungkan ilmunya dengan
ulama-ulama klasik khususnya di lingkaran madzhab Syafi’i. Oleh
karena itu kitab-kitab kuning yang diajarkan merupakan upaya
menyambung tradisi Islam klasik yang dianggap mata rantainya
sampai pada Rasulullah saw.
Kedua, para annangguru mengajarkan kitab-kitab kuning
secara turun temurun dari annangguru pendahulunya. Pola ini sudah
berlangsung lama, sejak berdirinya pengajian kitab di Mandar. Di
sana hampir tidak membahas permasalahan kontemporer sama sekali
atau menggunakan kitab-kitab Islam karangan ulama kontemporer.
Terutama pada kitab fiqh, tafsi>r maupun kajian Islam lainnya. Berikut
ini tabel annangguru dan kitab yang diajarkannya:

Tabel 12
Annangguru dan Kitab yang Diajarkan
Di Masjid Taqwa Pambusuang pada Tahun 1960-1970-an
No Nama Annangguru Kitab yang Diajarkan
1 Annangguru H. Yusuf Syarh al- Hikam
2 Annangguru H. Fiqh
Maddapungan
3 Annangguru H. Muh Minha>j al-Abidi>n
Shaleh
4 Annangguru H. Jalaluddin Tafsi>r Al-Jala>lain
Gani
5 Annangguru H. Muh Said Tauhi>d
6 Annangguru H. Abd Tas}awuf
Rasyid

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 186

Pengajian kitab pada masa annangguru sebagaimana yang


digambarkan tabel di atas, menurut Annangguru Muhasib (35)
merupakan masa kejayaan pengajian kitab di Mandar yang berpusat
di Pambusuang. Karena pada masa itu adalah masa para annangguru
kharismatik masih hidup dan diyakini masyarakat sangat dalam ilmu
agamanya terutama dalam penguasaan kitab-kitab kuning sesuai
dengan keahlian mereka. Dengan adanya kondisi seperti itu,
masyarakat benar-benar ingin menyerap ilmu sebanyak-banyaknya
dari para annangguru tersebut. Pada masa itu annangguru hanya dua
yaitu, annangguru pangaji (annangguru yang mengajarkan kitab
kuning) dan annangguru tareka’ (annangguru yang mengajarkan
tarekat).
Metode pembelajaran kitab kuning di Mandar (masjid dan
pesantren) belum mengalami inovasi secara keseluruhan, sehingga
dalam kenyataan mereka masih tetap monoton dengan metode
sorogan dan bandongan. Dalam hal ini perlu adanya introspeksi diri
bagi annangguru selaku pengajar kitab kuning untuk melakukan
inovasi secara modern di tempat pengajian kitab untuk menghindari
kejenuhan pangaji. Dalam pembelajaran kitab kuning perlu adanya
inovasi dalam metode yang tentunya disesuaikan dengan kondisi saat
pembelajaran dilaksanakan. Di Pambusuang selaku pelopor lahirnya
pembelajaran kitab kuning harus berani melakukan inovasi untuk
menyesuaikan perkembangan zaman tentunya dipelopori oleh
annangguru muda.
Lalu mengubah pola pikir pangaji, dengan adanya doktrin
tongngang loa (bahasa Mandar) artinya, apapun yang dikatakan
annangguru mutlak kebenarannya. Pentingnya motivasi untuk
memberikan semangat baru pada pangaji sehingga dalam mencari

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 187

ilmu dapat maksimal apa yang ia dapat dan amalkan. Tradisi metode
pengajaran kitab kuning (salaf) tetap eksis di era sekarang, tapi tidak
mengalami perkembangan dikarenakan:
Pertama, adanya keyakinan bahwa metode wetonan, sorogan/
bandongan, memiliki banyak kelebihan meskipun terdapat
kekurangan, dan tidak dicoba metode baru.
Kedua, annangguru sudah merasa cukup menggunakan
metode salaf yang mudah diterapkan bertahun-tahun tanpa
memperhatikan kondisi pangaji, perkembangan zaman dan kejenuhan
saat belajar.
Ketiga, masih ada peminat untuk mempelajari kitab kuning
tapi tidak berkembang, sehingga untuk ke arah inovasi pendekatan
yang diperhatikan tanpa mengganti metodologi yang ada.
Keempat, adanya anggapan kitab kuning adalah referensi yang
masih dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya, dengan metode
yang lama dan monotonpun masih tetap bertahan.
Kelima, keyakinan begitu pentingnya kitab kuning menjadi
sebuah pembelajaran utama dalam belajar Islam, tetapi tidak
terpikirkan bagaimana cara mengembangkan metode pengajarannya.
Dalam hal pengajaran kitab kuning harus berani menginovasi
metode pengajaran (pendekatan-pendekatannya) untuk kemajuan
pendidikan Islam dalam pondok pesantren maupun pengajian di
Masjid dan di rumah annangguru, juga menghilangkan sifat
kebosanan pangaji dalam belajar tentunya disesuaikan dengan
kondisi saat pembelajaran dilaksanakan. Perlu adanya instropeksi
bagi annangguru yang konsen mengajarkan kitab kuning supaya
menumbuhkan sikap perjuangan dalam arti yang sesungguhnya.
Termasuk perjuangan dalam kemajuan pengajian kitab melalui
penambahan kitab-kitab Islam modern dan metode pengajaran yang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 188

seiring dengan perkembangan zaman. Demi kemajuan Islam dalam


bidang pendidikan.
Dengan kemajuan teknologi dapat dipastikan semua kegiatan
pasti terdapat perubahan, baik perubahan kearah positif (berubah
menjadi baik) atau kearah negatif (semakin tertinggal/ dan
tersingkirkan) termasuk dalam kegiatan belajar mengajar yang
didalamnya terdapat metode pengajaran. Oleh karena itu perlu
pembenahan-pembenahan atau inovasi-inovasi untuk terciptanya
perubahan ke arah positif dan menghilangkan kesan ketinggalan
zaman pada pangaji kitta’ di pesantren, masjid maupun di rumah
annangguru.

B. Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Kelompok Islam Lainnya


Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan organisasi
kemasyarakatan Islam adalah, Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah
baik secara struktural maupun kultural. Masyarakat Polewali Mandar
adalah masyarakat religius, terbukti ada lebih kurang 1000 masjid di
Sulawesi Barat, dan 761 masjid berada di Kabupaten Polewali
Mandar. Selain penduduknya terbanyak dibanding lima kabupaten
lain di Sulawesi Barat, Polewali Mandar juga sangat kental dengan
tradisi budaya Islam Mandar, yang merupakan paduan antara Islam
dengan budaya setempat.
Selain itu, tradisi Nahdatul Ulama (NU) juga telah mengakar
sejak lama, terutama di wilayah Kecamatan Balanipa, Tinambung,
Campalagian, Polewali, dan sejumlah kecamatan lainnya. Lain halnya
dengan Kecamatan Wonomulyo yang merupakan pusat
perkembangan Muhammadiyah. Dengan demikian, dinamika
masyarakat di Mandar sangat identik dengan keberagamaannya.
Banyak ahli yang menggunakan konsepsi Geertz tentang agama yang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 189

melihatnya sebagai pola bagi tindakan (pattern for behavior). Dalam


hal ini, agama merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka
interpretasi tindakan manusia. Selain itu, agama juga merupakan pola
tindakan, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia dan tampak
dalam kehidupan kesehariannya. Disini agama dilihat sebagai sistem
kebudayaan.13 Berdasarkan teori tersebut, keberagamaan masyarakat
Polewali Mandar dapat dibedakan pada dua dinamika kelompok14
besar dalam masyarakat, yaitu Kelompok Nahdatul Ulama (NU) dan
Kelompok Muhammadiyah.

1. Nahdhatul Ulama

13
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius,
1992), hlm. 8-9. Tulisan Geertz ini juga diedit oleh Michael Banton dalam
judul Anthropological Apprroaches to The Study of Religion (London:
Tamstock Publications, 1986), hlm. 1-40.
14
Dinamika kelompok masyarakat sering dipahami kelompok-
kelompok dalam masyarakat, namun yang dimaksud dengan kelompok
adalah: suatu unit yang terdapat individu, yang mempunyai kemampuan
untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan dasar kesatuan persepsi,
sedangkan dinamika berarti tingkah laku yang satu secara langsung
mempengaruhi warga yang lain secara timbale balik. Jadi dinamika
kelompok berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota
kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik
dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. Dengan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu
kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai
hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.
Dengan kata lain antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis
yang berlangsung dalam situasi yang dialami bersama-sama. Lihat, Drs.
Slamet, Dinamika Kelompok, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 7-9.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 190

Nahdatul Ulama (NU) organisasi kemasyarakatan Islam


terbesar di Indonesia, yang mendasarkan paham keagamaan kepada
sumber ajaran Islam al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas dalam
memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU
mengikuti paham Ahlu as-Sunnah wa Al- Jamaa>h dengan
menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab) di bidang akidah NU
mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al
Maturidi, di bidang fiqh NU mengikuti jalan pendekatan salah
satunya dari Muhammad bin Idris Assyafii dan Imam Ahmad bin
Hambal, di bidang tas}awuf NU mengikuti antara lain Imam Junaidi
Al bagdadi dan Imam Al ghazali serta imam-imam yang lain. NU
mengikuti pendirian bahwa, Islam adalah agama yang fitri, yang
bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki
manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh NU bersifat
menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi ciri-ciri
suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa dan tidak
bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut. Sikap kemasyarakatan NU
berdasar pada pendirian keagamaan NU menumbuhkan sikap
kemasyarakatan yang bercirikan pada: sikap tawasut, i’tidal, sikap
tasamuh dan sikap tawazun.
Sikap tawasut dan i’tidal berintikan kepada prinsip hidup
yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-
tengah kehidupan bersama. NU dengan sikap dasar ini akan selalu
menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan
selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk
pendekatan yang bersifat tatarruf (ekstrim). Sikap tasamuh, sikap
toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah
keagamaan, terutama yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah
khilafiyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 191

Sikap tawazun, sikap seimbang dan ber-khidmah, menyerasikan


khidmah kepada Allah swt dan khidmah kepada sesama manusia serta
lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu dan
masa kini serta masa yang akan datang. Sikap amar ma’ruf nahi
munkar, selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang
baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak
dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan.15 Kelompok Nahdhatul Ulama
atau NU di Polewali Mandar dibedakan menjadi dua bagian yaitu, NU
tradisional atau kultural dan NU modern.

a. Kelompok NU Tradisional atau Kultural


Pada umumnya masyarakat Polewali Mandar yang berada
di pedesaan dikelompokkan pada NU tradisional. Hal itu terlihat
nyata dari tradisi-tradisi dan pola kehidupan mereka. Antara lain
karena kelompok-kelompok pengajian kitab kuning yang dipimpin
langsung para annangguru muda maupun sepuh di daerah
Pambusuang dan Campalagian bercorak NU tradisional. Baik dari
kitab-kitab yang digunakan, dan pola pengajarannya masih
mempertahankan tradisi pengajaran lama yang banyak digunakan
pesantren-pesantren tradisional NU di Pulau Jawa. Karena itulah
hampir semua nilai dan gaya hidup annangguru di Polewali Mandar
bercorak NU tradisional. Kondisi tersebut dapat dipahami karena
dididik dan dibesarkan oleh nilai pengajaran yang bercorak NU yang
justru relevan dengan gaya hidup masyarakat Mandar pedesaan yang
masih sangat kuat mempertahankan tradisi-tradisi lama. Tokoh-
tokoh NU tradisional seperti: Annangguru Yasin, Imam Masjid

15
http://nusetendo.wordpress.com/2010/02/19/dasar-dasar-paham-
keagamaan-nu/#more-64.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 192

Taqwa Pambusuang dan pemimpin pengajian kitab di Pambusuang;


Annangguru Syarifuddin, Imam Masjid Taubah Lapeo; dan
Annangguru Latif, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah
Pambusuang, banyak memberi corak kepada masyarakat lokal
tentang keagamaan lewat pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah
di masjid.
Kelompok NU tradisional ini dalam ritualnya, terlihat pada
upacara-upacara lingkaran hidup atau rites de pessage16 yang meliputi
upacara kehamilan (pitung bulang) atau toniuriq. Yaitu, sebuah
upacara ritual yang dilakukan pada ibu hamil pada usia kehamilan
tujuh bulan. Upacara ini sering dibuat besar-besaran terutama pada
kehamilan pertama, sedangkan pada kehamilan kedua, ketiga dan
seterusnya hanya pemberian (berkah) dalam upacara yang lebih
sederhana. Dalam upacara ini yang paling utama adalah membaca al-
Qur’an surah Maryam dan surah Yusuf. Pembacaan al-Qur’an surah
Maryam mengandung makna sebuah permintaan jika anak yang
dilahirkan perempuan maka akan memiliki kesucian seperti kesucian
Maryam. Sedangkan bacaan surah Yusuf dimaksudkan agar laki-laki
yang dilahirkan akan menjadi manusia seperti Nabi Yusuf as.
Selanjutnya dibacakan kitab al-Barazanji dengan harapan bayi yang
akan dilahirkan kelak memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat Nabi
Muhammad saw, sebagaimana terdapat dalam kitab al-Barazanji
yang banyak bercerita tentang kehidupan Nabi Muhammad saw sejak
dilahirkan hingga beliau wafat. Upacara toniuriq ada yang dilakukan
secara sederhana ada pula yang sangat mewah tergantung status
sosial dan kemampuan ekonomi bagi penyelenggara. Selain upacara
toniuriq, pada upacara khitanan dan perkawinan, dalam ritual

16
Rites of Passage “Upacara Peralihan” dipopulerkan oleh
Antropolog Belanda Arnold van Gannep.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 193

pembacaan kitab al-Barazanji selalu dilakukan selain pembacaan al-


Qur’an sebagai sajian utama. Demikian pula halnya pada perayaan
Maulid Nabi Muhammad saw. Masyarakat komunitas NU
merayakannya dengan sangat meriah berpusat di Desa Pambusuang,
Lapeo, antara lain dengan arak-arakan sayyang pattu’du (kuda
menari). Dalam sejarahnya, sebelum masuknya agama Islam di
Mandar, kuda identik dengan kekerasan, kekuasaan dan kekuatan dan
sekaligus juga sebagai kemewahan. Namun, setelah Islam menjadi
panutan bagi masyarakat Mandar, kuda dididik, dilatih dan
dimanfaatkan sebagai sarana tranportasi serta olahraga dan untuk
keperluan lainnya. Artinya, dalam masyarakat Islam Mandar kuda
tetap diberlakukan sebagaimana hewan yang berguna bagi manusia
serta sangat dihargai keberadaannya.
Dalam pendidikan para santri di Mandar, fungsi kuda
menjadi sangat penting. Bagi para santri yang telah tamat mengaji,
mereka harus dapat membuktikan bahwa dengan kasih sayang,
dirinya dapat menaklukkan kuda (dalam arti menungganginya) sesuai
iringan bunyi rebana yang ditabuh puluhan santri yang mengaraknya
keliling kampung. Gambaran singkat ini menunjukkan, betapa
kelompok NU tradisional lebih kental kepada upacara-upacara
keagamaan dengan tetap mempertahankan tradisi leluhur.

b. Kelompok NU Modern
Kelompok NU modern adalah bagian dari masyarakat
Polewali Mandar yang telah berbaur dan bergelut dengan arus
perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Secara kultural mereka
adalah NU namun dalam aplikasi kehidupan sehari-harinya lebih
banyak menyesuaikan dengan zaman dan lebih terbuka wawasannya
terhadap perubahan. Contohnya, dalam memilih pendidikan,

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 194

kelompok NU tradisional lebih banyak tertuju pada madrasah


tradisional yang masih sangat kental dengan tradisi-tradisi lokal.
Namun, kalangan NU modern sudah mulai terbuka untuk
menyekolahkan anaknya pada sekolah modern atau pesantren modern
hingga ke Pulau Jawa. Kelompok masyarakat NU modern banyak
ditemukan di Polewali sebagai ibukota kabupaten. Pada kehidupan
mereka, ritual keagamaan sebagaimana dilakukan oleh kalangan NU
tradisional sudah mulai ditinggalkan. Komunitas para nahdyin
modern ini banyak yang menjadi pegawai negeri sipil, pedagang dan
pengusaha. Bagi kalangan mereka yang masih dipertahankan adalah
mengenai penentuan 1 Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri tetap
mengacu pada ketetapan pemerintah. Ada beberapa tempat yang
menjadi basis NU modern:
Pertama, Masjid Agung Syuhada di Pekkabata Polewali
yang terletak tengah-tengah Kota Polewali. Jamaah masjid ini terdiri
dari berbagai kalangan, baik masyarakat NU maupun
Muhammadiyah. Masjid Syuhada diimami oleh seorang annangguru
kharismatik, yaitu Syu’aib Abdullah yang sangat moderat terhadap
perubahan masyarakat. Komunitas lingkungan masjid ini kebanyakan
adalah pejabat daerah yang secara kultural adalah NU, namun dalam
aplikasi kehidupan keseharian mereka tidak fanatik.
Kedua, kampus Universitas Asy’ariah Mandar, adalah
kampus terbesar di Sulawesi Barat. Ketua yayasannya adalah
Annangguru Sybli yang juga mantan ketua PW NU Sulawesi Barat.
Posisi kampus UNASMAN dan para mahasiswanya ini adalah NU
modern karena telah mengadopsi pola pendidikan modern yang
diterapkan sejak lama. Annangguru Sybli sangat berpengaruh dalam
memberikan corak pada perguruan tinggi ini, karena ia juga sebagai
Pemimpin Tarekat Qadiriah di Sulawesi Barat. Dengan demikian,

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 195

jamaahnya terdiri dari komunitas NU tradisional yang berbasis di


pelosok dan NU modern di perkotaan.
Ketiga, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Daru ad-
Dakwah Wa al- Irsyad (DDI) merupakan perguruan tinggi Islam yang
didirikan oleh ulama-ulama NU yang berhimpun dalam DDI. Yayasan
ini pernah diketuai oleh Prof. Dr. Muiz Kabri (tokoh NU Sulawesi
Barat, sebagai PB DDI yang berkantor di Makassar Sulawesi Selatan.
Organisasi kemasyarakatan ini digerakkan oleh NU modern di
Polewali Mandar yang diketuai oleh Drs. H. Anwar Sewang sebagai
Ketua Yayasan Institut Agama Islam (IAI) DDI yang memiliki
cabang pendidikan hingga ke pelosok, mulai dari madrasah Ibtidaiyah
hingga ke perguruan tinggi. DDI fokus pada gerakan pengembangan
sumber daya manusia. Organisasi ini didirikan oleh angrengguru H.
Ambo Dalle, seorang ulama kharismatik dari tanah Bugis Sulawesi
Selatan yang kemudian melahirkan banyak kader ulama NU di di
Polewali Mandar. Di antaranya adalah Annangguru Sahabuddin
pendiri Universitas Asy’ariah Mandar di Polewali Mandar dan Drs.
Anwar Sewang pendiri STAI DDI Polewali. Kedua perguruan tinggi
inilah yang memberi corak terhadap NU modern di Polewali Mandar
melalui dunia pendidikan.

2. Muhammadiyah
Mayoritas penduduk Polewali Mandar adalah Nahdatul
Ulama, dan hanya sebagian kecil yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Basis Muhammadiyah terdapat di Kecamatan
Wonomulyo yang berjarak 17kilometer sebelah Barat kota Polewali.
Dalam skala Provinsi Sulawesi Barat, penduduk Kabupaten Polewali
Mandar yang terbanyak masuk dalam organisasi Muhammadiyah.
Hal ini dibuktikan bahwa kepengurusan inti Muhammadiyah untuk

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 196

tingkat Provinsi berada di Polewali. Ketua dipegang oleh H. Yusuf


Tuali mantan Wakil Bupati Polewali Mandar periode 2004-2009.
Sedangkan Ketua Muhammadiyah untuk Kabupaten Polewali
Mandar dipegang oleh H. Asly Kaduppa seorang pengusaha muslim
yang sukses. H. Asly Kaduppa lebih banyak mengendalikan
Muhammadiyah di Wonomulyo yang berbasis pada pedagang-
pedagang Bugis Mandar yang telah lama bermukim di Wonomulyo.
Di kecamatan ini kegiatan Muhammadiyah dipusatkan di dua masjid,
yaitu: Masjid Sidodadi dan Masjid Sumberjo.
Kelompok Muhammadiyah ini terbagi dua. Pertama, mereka
yang masuk ke Muhammadiyah dan murni menjadikan
Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang bergerak di
bidang pendidikan dan dakwah. Muhammadiyah dijadikan sebagai
sebuah organisasi gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan
dan dakwah sesuai dengan tujuan organisasi saat didirikannya di
Yogyakarta pada tahun 1912. Tokoh-tokoh dari kelompok ini adalah
para aktivis LSM, aktivis mahasiswa pemuda Muhammadiyah dan
lain-lain banyak bergerak di daerah Wonomulyo dan Polewali. Secara
kultural sebagian kelompok ini juga menjalankan tradisi-tradisi NU
seperti wirid-an, tahlil-an, dan barazanji. Kemudian kelompok kedua
adalah: Muhammadiyah doktrinal. Yaitu, kelompok Muhammadiyah
secara organisasi adalah Muhammadiyah dan pola hidupnya juga
mempraktikkan pola-pola Muhammadiyah, seperti Muhammadiyah
yang berkedudukan di Polewali. Mereka mendirikan masjid khusus
bagi warga Muhammadiyah yang terletak di jalan Ahmad Yani, yaitu
Masjid Utsman Ibn Affan. Masjid dibangun atas kontribusi warga
Muhammadiyah, pengurus dan jamaahnya berasal dari
Muhammadiyah Polewali. Kegiatan dakwah dan taklim dilakukan di
masjid ini, para dai dan pengajarnya adalah Muhammadiyah.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 197

Perbedaan yang sering terjadi dengan NU terutama dalam penentuan


awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Pada tahun 1430 H atau 2009,
Muhammadiyah lebih awal satu hari melakukan salat Idul Fitri di
banding dengan NU dan pemerintah. Pusat salat Idul Fitri untuk
Kabupaten Polewali Mandar dipusatkan di lapangan Gaspol Polewali.

C. Peralihan Posisi dan Peran


Sebelum membahas tentang peralihan posisi dan peran
annangguru di masyarakat akan diulas sedikit tentang kiprah
annangguru sebagai sumber rujukan, pelindung di tengah masyarakat
yang diakui mengetahui banyak persoalan keagamaan sekaligus
sosial politik dan kemasyarakatan. Dalam sejarah pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat Islam pada setiap wilayah, ulama
merupakan pengendali kehidupan sosial kemasyarakatan Islam,
termasuk di Indonesia dalam proses Islamisasi, ulama merupakan
pembentuk watak kehidupan sosial kultur yang religius karena
kharismatiknya. Dalam kaitan perjuangan bangsa Indonesia merebut
kemerdekaan, ulama turut serta memperlihatkan kebolehannya
memimpin perjuangan dalam berbagai peran. Dengan besarnya peran
dan pengaruh ulama di Indonesia sejak masa penjajahan, Belanda
terpaksa harus mengakui dan berusaha mengatasi pengaruh tersebut
dengan berbagai taktik strategi. Antara lain, dengan membuat taktik
politik yang membuat masyarakat kurang percaya dan tidak
menyukai ulama. Ada pula dengan cara memberikan dukungan atau
suaka politik kepada golongan-golongan tertentu yang dimusuhi
ulama sambil mengadakan adu domba.
Oleh karena itu Harry J. Benda dalam tulisannya mengakui:
Sebagaimana dalam masyarakat Islam lainnya, guru agama
dan ahli kitab suci Islam, kyai dan ulama, sejak awal

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 198

merupakan unsur sosial yang paling penting dalam


masyarakat Indonesia.17

Setelah masa kemerdekaan, banyak di antara ulama yang


memegang kendali dalam struktur pemerintahan. Dengan pesantren
sebagai pusat kegiatannya, kondisi tersebut telah menjadi pertahanan
serta pengendalian masyarakat Islam atas otoritas dan kharismanya.
Kaitannya dengan kondisi ini Zamakhsyari Dhofier mengatakan:
“Para kyai yang memimpin pesantren besar, telah berhasil
memperluas pengaruh mereka di seluruh wilayah negara, dan
sebagai hasilnya mereka diterima sebagai bagian dari elit
nasional. Sejak Indonesia merdeka, banyak diantara mereka
yang diangkat menjadi menteri, anggota parlemen, duta
besar dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah.”18

Pengakuan J. Benda dan Dhofier mengenai peranan ulama di


Indonesia, juga diinformasikan oleh sejarah mengenai peranan para
annangguru di daerah Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar)
pada masanya. Misalnya, keterlibatan annangguru dalam
memperebutkan kemerdekaan sebagai pejuang tangguh, berawal dari
tingkah laku politik etik Belanda yang terdapat dalam Rtiloge van
Deventer (irigasi, migrasi, dan edukasi). Dengan peraturan-
peraturannya yang tertera pada Staatblad nomor 219 tahun 1925,
upaya Belanda menghalangi pendidikan Islam semakin nampak.
Kebijakan tersebut benar-benar menyebabkan para annangguru di

17
Harry J. Benda, The Crescent and The Rising Sun, terj. Daniel
Dhakidae dengan judul “Bulan Sabit dan Matahari Terbit”, (Jakarta: Pustaka
Jaya), hlm. 32.
18
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 57.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 199

Pambusuang makin radikal dan agresif menentang penjajahan


Belanda.
Pada tahun 1930-an, terjadi migrasi penduduk pegunungan
ke daerah pesisir dan bertemu dengan para transmigrasi dari Pulau
Jawa yang mayoritas nonmuslim. Mereka diberi fasilitas pendidikan
oleh Belanda berupa pengadaan gedung-gedung sekolah ala Barat,
sementara di Belanda juga mengeluarkan resolusi “kerja paksa” yang
ditekankan pada masyarakat umum. Akibat dari tindakan Belanda
tersebut menyebabkan pengajian kitab di Pambusuang mulai goyah
dan tidak terkendali dengan baik seperti semula. Menghadapi
keadaan tersebut, Annangguru Syahabuddin bin Bukhari (pemimpin
pengajian kitab kuning di Pambusuang 1922-1934) mengeluarkan
fatwa untuk mengadakan aksi unjuk rasa terhadap pemerintah
kolonial Belanda. Salah seorang keluarga annangguru yang bernama
Haji Daengna Ma’ta (Kepala Desa Pambusuang) mendatangi kantor
kontrolir Belanda di Polewali. Akibatnya, banyak annangguru yang
ditangkap oleh Belanda, termasuk Annangguru Syahabuddin dan
tidak diperkenankan melanjutkan pengajian.19
Pasca kemerdekaan banyak di antara mereka yang
menempati posisi penting dalam struktur pemerintahan. Demikian
pula yang dialami oleh Annangguru Syarifuddin. Pemerintah
menawarkan kepadanya sebagai Kepala Pengadilan Agama
Kabupaten Polewali Mamasa, namun karena beliau telah lanjut usia
maka jabatan tersebut diserahkan kepada keponakannya yang
bernama Annangguru Muhsin Thahir putra Annangguru Thahir

19
Wawancara Annangguru Syauka’ding, Alumnus pangaji kitta’
Pambusuang, di Majene 21 Juli 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 200

Lapeo.20 Para annangguru di era tahun 1960-1980 banyak diberi peran


penting oleh pemerintah, mulai dari posisi eksekutif hingga legislatif
yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat, sebagaimana
tercantum pada tabel 9 dan 10 di bawah ini:
Tabel 13
Annangguru yang Duduk sebagai Anggota DPRD Kab. Polewali
Mamasa (Polewali Mandar) 1970-1980-an

No Nama Annangguru Utusan Periode


Partai
1 Annangguru Jalaluddin PPP 1972-1977
Gani
2 Annangguru Muhsin P. Golkar 1977-1982/1982-
Thahir 1987
3 Annangguru Muh Idrus P. Golkar 1977-1982/1982-
1987
4 Annangguru Syuaib P. Golkar 1982-1987
Keba
5 Annangguru S. Jafar P. Golkar 1982-1987

Tabel 14
Annangguru yang Menjabat di Pemerintahan Kab. Polewali Mamasa
(Polewali Mandar)
No Nama Jabatan Periode
Annangguru

20
Wawancara Annangguru Alwiah, Pembina Panti Asuhan Husnul
Khatimah Polewali, di Polewali 22 Juli 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 201

1 Annangguru H. Ka. Perwakilan 1970-1973


Zainal Abidin Depag pertama
2 Annangguru H. Ka. Perwakilan 1973-1975
Mahmoeddin Depag kedua 1975-1984
Ka. Kantor Depag
Pertama
Pada tabel 13 dan 14 digambarkan jumlah annangguru yang
menjadi Anggota DPRD Kabupaten Polewali Mamasa pada tahun
1970-1980-an. Di sini tampak para annangguru masih diberikan peran
oleh masyarakat untuk duduk di kursi legislatif. Namun, mulai tahun
1990-an sampai 2000-an tidak ada lagi annangguru yang duduk
sebagai anggota DPRD. Demikian pula di birokrasi, diawal berdirinya
Depertemen Agama, hanya dua annangguru yang pernah menjabat
Kepala Kantor Departemen Agama (Perwakilan dan Departemen)
yaitu, Zainal Abidin dan Mahmoeddin. Kedudukan dan peran
annangguru telah mengalami pergeseran. Begitu pula kepatuhan
masyarakat terhadap annangguru sudah menunjukkan sikap yang
berlainan. Padahal salah satu ciri masyarakat Mandar sejak dahulu
adalah ditempatkannya annangguru pada posisi tertinggi. Ciri ini
terlihat pada pola hubungan antara annangguru dengan masyarakat
dan annangguru dengan para santri. Masyarakat senantiasa patuh
dengan apa yang difatwakan oleh annangguru, petunjuknya selalu
diikuti, yang dalam istilah santri adalah “Sami’na wa ata’na” (kami
dengar dan kami patuh). Dalam konteks kekuasaan, pola ini lebih
dikenal sebagai traditional authority relathionship (hubungan
otoritas tradisional). Pola hubungan ini ditandai oleh beberapa hal:
adanya hubungan yang bersifat sangat pribadi (highly personal), tidak
lugas, adanya kewajiban yang tidak terbatas, merupakan persekutuan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 202

antara yang punya dan yang tidak punya, hubungan bersifat vertikal,
dan adanya upaya menjaga keseimbangan “Hubungan atas bawah”.21
Menurut Zamakhsyari Dhofier: “Otoritas tradisional yang
dimiliki kyai, menurut pengamatan sementara, bersumber pada tiga
hal, meskipun pertama lebih menentukan. Pertama, karena kedalaman
ilmunya; kedua, karena status ekonomi yang dimilikinya; dan ketiga,
karena keturunan kyai sebelumnya atau paling tidak orang yang dekat
dengannya”.22 Kyai atau annangguru yang sebelumnya dianggap
sebagai orang yang menguasai hampir semua persoalan seperti
agama, pertanian, kesehatan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya,
sekarang sudah mulai bergeser. Peran-peran annangguru perlahan
diambil oleh pemerintah yang berkedudukan di kabupaten hingga
desa. Annangguru tidak selamanya didudukkan sebagai sosok yang
harus mampu mengatasi semua persoalan. Artinya, telah terjadi
pemilahan atau spesialisasi peran. Misalnya, pada masa lalu
masyarakat berkonsultasi ke annangguru masalah perikanan, kelautan
dan pertanian bahkan arsitek sebuah bangunan yang akan dibangun.
Sekarang untuk urusan tersebut masyarakat lebih banyak
berkonsultasi kepada kalangan atau petugas di bidang masing-
masing, seperti penyuluh pertanian, perikanan, arsitek, dokter, dan
lain-lain.
Dalam urusan pemerintahan, kepala desa maupun camat
lebih mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan jika terjadi
perselisihan di tengah masyarakat. Sampai di sini, pertanyaannya
adalah mengapa terjadi pergeseran peran dan kedudukan annangguru

21
MM. Billah, Agama dan Politik: Pergeseran Pola Kepemimpinan,
dalam Prisma 5, 1978.
22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang
Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982).
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 203

di tengah masyarakat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut akan


dikemukakan beberapa peran dan kedudukan annangguru sebelumnya
yang cukup berpengaruh di tengah masyarakat Mandar. Di antaranya
adalah Annangguru Hasan Alwi bin Sahil, pemimpin pengajian kitab
di Pambusuang mulai tahun 1934-1944. Beliau seorang ulama besar
keturunan Arab kelahiran Pambusuang. Semasa hidupnya
Annangguru Alwi menjadi panutan masyarakat Pambusuang dan
sekitarnya, karena ilmunya yang mendalam. Khususnya ilmu-ilmu
Islam yang meliputi ilmu hukum Islam (syari’ah), tafsi>r, tas}awuf,
fara>id, astronomi dan lain-lain. Penguasaan terhadap berbagai bidang
ilmu ke-Islaman menjadikannya mendapat posisi penting di
masyarakat. Beliau dianggap bukan sekadar guru kitab dan imam
masjid, tetapi juga sebagai tempat rujukan dalam berbagai hal yang
terjadi di masyarakat. Seperti dalam kasus persengketaan tanah di
Pambusuang dan penentuan posisi Kantor Desa Pambusuang pada
tahun 1940-an, peran Annangguru Hasan Alwi sangatlah besar.
Pada tahun 1943 di Pambusuang terjadi badai di laut selama
beberapa hari, sehingga nelayan banyak yang mengurungkan niatnya
untuk menangkap ikan di laut. Tidak satupun nelayan saat itu yang
berani melaut, sehingga pada suatu hari Annangguru Hasan Alwi ke
tepi pantai dan melihat ke atas langit kemudian mendatangi para
nelayan dan mengatakan:
“Silahkan kalian melaut atau mencari ikan hari ini karena
badai sudah berhenti dan insya Allah kalian akan merasa
aman di laut. Tak usah ada yang khawatir akan badai karena
sudah berakhir dan tidak akan datang lagi.”

Pada saat itu nelayan-nelayan Pambusuang kembali melaut


untuk menangkap ikan, betul apa yang disampaikan oleh annangguru
bahwa badai telah berlalu. Kejadian ini menandakan bahwa

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 204

Annangguru Hasan Alwi sangat menguasai ilmu astronomi. Setelah


kejadian tersebut, nelayan banyak berkonsultasi kepada Annangguru
Hasan Alwi tentang hari baik dalam menangkap ikan. Demikian pula
saat Kantor Desa Pambusuang akan dibangun, para tokoh masyarakat
mendatangi annangguru dan berkonsultasi kepadanya tentang
rencana akan dibangunnya kantor desa sekaligus menanyakan arsitek
kantor dan letak yang tepat untuk dibangun. Memenuhi permintaan
mereka annangguru menggambar kantor desa tersebut dan posisi
yang tepat untuk dibangun. Karena itu, akhirnya menjadi kebiasaan
masyarakat setempat, setiap akan membangun rumah atau bangunan
tertentu mereka selalu berkonsultasi kepada Annangguru Hasan
Alwi.23 Demikian pula Annangguru Thahir Imam Lapeo (1838-1952)
ulama yang sangat populer di Mandar (Lapeo Campalagian).
Masyarakat bahkan sering menyebutnya sebagai wali Allah, karena
masyarakat percaya beliau banyak mengetahui semua persoalan,
mulai dari persoalan keagamaan hingga sosial kemasyarakatan.
Kediaman annangguru yang terletak di Desa Lapeo, jalan poros
Polewali Majene, terbuka 24 jam untuk menerima tamu yang ingin
berkonsultasi. Menurut pengakuan masyarakat, ia dapat
menyelesaikan dengan baik berbagai masalah yang dimohonkan
penyelesaian kepadanya. Mulai dari persoalan pertanian yang
menyangkut kegagalan panen disebabkan karena hama, tikus, babi,
kekeringan, hingga kebanjiran, demikian pula para pedagang yang
kurang laris dagangannya, sengketa bisnis maupun kasus penipuan,
bagi nelayan yang tangkapannya yang kurang atau kecelakaan di laut
hingga pada kekerasan dalam rumah tangga.

23
Wawancara dengan Tammalele, Guru Pesantren Nuhiah
Pambusuang, di Pambusuang 1 Juli 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 205

Dalam menangani berbagai persoalan masyarakat, ia


memberikan solusi dan kiat-kiat yang disertai dengan doa.
Merekapun merasa puas dan biasanya mereka yang sedang ditimpa
masalah setelah berkonsultasi dengan annangguru persoalan mereka
dapat terselesaikan dengan baik.24 Kharisma dan otoritas annangguru
mengalir pada putrinya yang bernama Annangguru Marhumah.
Hingga saat ini rumah kediaman Annangguru Thahir tetap ramai
dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai penjuru Mandar hingga dari
luar Mandar. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan
menguatnya modernisasi serta globalisasi, maka muncul tantangan-
tantangan terhadap peran dan posisi annangguru. Antara lain dengan
menguatnya tuntutan profesionalisme keilmuan, makin
difungsikannya institusi pemerintahan yang bertugas menangani
permasalahan masyarakat sesuai bidang masing-masing. Di samping
itu juga, lantaran bertambah banyak persoalan yang dianggap tidak
dapat diselesaikan oleh annangguru secara sepihak, dan harus
ditangani secara profesional menurut tolok ukur modern. Dalam
kondisi ini, tampak bahwa para annangguru makin terpojok dan
secara nyata makin ditinggalkan masyarakat karena penyelesaian
masalah mereka tidak lagi harus mengandalkan keberadaan
annangguru. Kondisi tersebut makin diperparah lantaran banyak
annangguru yang tidak berbenah menyesuaikan diri dalam
menghadapi perubahan sosial yang begitu cepat di sekitarnya.
Dalam perkembangan institusi kenegaraan yang terjadi,
pemerintah mulai mengambil peran utama dalam masyarakat
menyangkut masalah sosial kemasyarakatan. Seluruh persoalan sosial

24
H. Syarifuddin, Perjalanan Hidup Annangguru Thahir Imam
Lapeo dan Pembangunan Masjid Nuruttaubah Lapeo, (Masjid Nuruttauhbah,
2003), hlm. 84-85.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 206

kemasyarakatan kini telah menjadi tanggung jawab negara


(pemerintah). Demi mensejahterakan masyarakat itulah, dibentuk
berbagai lembaga yang mengurus bidang-bidang tertentu. Lahir pula
petugas penyuluh pertanian, perikanan dan perkebunan di setiap
kecamatan. Pengurusan tanah yang dulu ditangani lurah atau kepala
desa, sekarang masyarakat bisa langsung mengurus ke Kantor
Pertanahan di setiap kabupaten. Kementerian Agama bukan hanya
mengurus pernikahan lewat Kantor Urusan Agama (KUA), namun
juga telah menempatkan penyuluh agama di kecamatan-kecamatan.
Begitu pula dalam pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Pemerintah
telah membentuk lembaga yang mengurusnya, seperti BAZDA
(Badan A<mil Zakat Daerah) di bawah naungan pemerintah (Kesra dan
Kementrian Agama).
Dengan terjadinya perubahan dan modernisasi di berbagai
bidang kehidupan, maka peran annangguru benar-benar mengalami
penyusutan yang sangat besar. Sekarang annangguru tinggal sebagai
sosok yang mengurusi persoalan imam masjid, guru kitab, konsultasi
spiritual serta pemimpin upacara-upacara keagamaan. Globalisasi
sebagai proses panjang membawa ancaman yang tak dapat diprediksi,
dimana ancaman tersebut menancap pada semua aspek kehidupan
yang telah tertata lama dalam sebuah tradisi keannangguruan di
Mandar, perubahan pun mulai masuk dan berjalan sesuai dengan
perkembangan zaman, annangguru adalah salah satu yang terkena
ancaman tersebut, satu persatu kedudukannya diambil alih oleh
lembaga-lembaga formal dan profesional yang didirikan pemerintah.
Kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya melahirkan sarjana-sarjana di
berbagai bidang juga merupakan tekanan bagi annangguru.
Bagaimana tidak, annangguru dalam sejarahnya sebagai sosok yang
menjadi penentu utama setiap permasalahan di berbagai bidang, saat

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 207

ini telah ditangani oleh orang-orang profesional. Informasi bukanlah


barang yang sulit untuk dicari saat ini, pengetahuan masyarakat
semakin berkembang, dengan adanya program pemerintah,
penempatan dokter dan bidan di setiap desa di Polewali Mandar dan
penyuluh pertanian, peternakan yang dulunya merupakan lahan
annangguru untuk berkiprah di masyarakat, namun saat ini telah
diambil oleh alih kebijakan pemerintah. Inilah merupakan tantangan
yang serius bagi annangguru untuk berhadapan dengan
profesionalisme dan lembaga formal pemerintahan. Jika tak mampu
menghadapinya maka annangguru tidak akan lagi dibutuhkan
masyarakat.

D. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Modern


Lembaga mempunyai beberapa pengertian, arti pertama
adalah asal sesuatu; kedua, acuan: sesuatu yang member bentuk
kepada yang lain; ketiga, badan atau organisasi yang bertujuan
melakukan sesuatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu
usaha. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga
mempunyai dua pengertian, yakni pengertian fisik, material, kongkrit
dan pengertian nonfisik, nonmaterial, dan abstrak. Dalam bahasa
Inggris lembaga dalam pengertian fisik disebut institute, sarana
(organisasi) untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan lembaga
dalam pengertian nonfisik atau abstrak adalah institution, suatu
sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga yang dimaksud
dalam pembahasa ini adalah yang pertama.25
Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau

25
Muhammad Daud Ali dkk, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia
(Jakarta: Grafindo Persada, 1995), hlm. 1.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 208

memindahkan nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam


masyarakat, pemindahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu, melalui pengajaran, pelatihan dan indoktrinasi, ketiga
proses pendidikan itu terdapat dan sering berjalan bersamaan dalam
masyarakat saat ini, baik dalam masyarakat primitif maupun
modern,26 sedangkan modern berarti yang mutahir sesuai dengan
perkembangan zaman. Jadi lembaga pendidikan modern berarti
adalah institusi atau wadah untuk belajar-mengajar sesuai dengan
perkembangan jaman.
Berdasarkan defenisi di atas, annangguru sebagai pengajar
dan pemimpin pengajian kitab kuning di Mandar, dalam sejarahnya
menggunakan metode tradisional dan nonformal, berdasarkan sejarah
Lembaga Pendidikan Islam di Mandar (Polewali Mandar) dapat
dikategorikan ke dalam tiga golongan, yaitu: pertama, pesantren;
kedua, madrasah; ketiga, pengajian kitab. Dalam uraian berikut akan
dijelaskan dalam garis-garis besar saja agar dapat dibedakan sifat dan
wataknya masing-masing.

1. Model Pendidikan Islam di Mandar


Pendidikan Islam di Mandar, telah berkembang di awal
masuknya Islam, dengan menggunakan metode pengajian, yang
dipandu oleh seorang annangguru, berikut beberapa model
pendidikan Islam yang telah berjalan:\

a. Pengajian Kitab Kuning


Pengajian kitab kuning merupakan merupakan sistem
pendidikan Islam paling tua di Indonesia. Hal ini didasarkan kepada

26
Ibid., 2
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 209

beberapa penelitian, seperti penelitian Martin van Bruinessen yang


mengatakan bahwa pada abad XVI dan XVII pengajaran agama
kemungkinan besar disampaikan di masjid-masjid, istana-istana,
pertapaan-pertapaan, dan makam-makam suci.27 Kemungkinan besar
pengajaran-pengajaran Islam saat itu dilakukan dalam bentuk
khalaqah dengan menggunakan kitab klasik atau kitab kuning. Asal
usul pesantren biasanya memang diawali oleh bermukimnya seorang
kyai pada suatu tempat tertentu. Tempat itu kemudian didatangi oleh
para santri yang ingin belajar mengaji padanya. Para santri ini
dilayani oleh para kyai tersebut dengan sukarela. Setelah beberapa
waktu, datanglah kepada kyai itu satu demi satu warga masyarakat
dan sekitarnya, yang kemudian disusul oleh warga tetangga desa
terdekat, orang dari daerah lain dan seterusnya.28
Awal pengajian kitab kuning di Mandar berpusat di dua
tempat yaitu, Pambusuang dan Campalagian. Menurut Annangguru
Muhammad Mu’thi (Imam Masjid Pambusuang dan pimpinan
pengajian kitab kuning tahun 1960-1968), bahwa Pambusuang dalam
mencetak ulama di wilayah Kerajaan Balanipa (sekarang Polewali
Mandar) dimulai dari sejarah munculnya seorang ulama besar
bernama Addyin (Guru Ga’de) dengan membuka pendidikan Islam
pengajian kitab kuning “pangajiang kiita” yang dipusatkan di langgar
yang didirikan pada tahun 1720 di Pambusuang.29 Demikian pula
pengajian kitab kuning di Campalagian yang dirintis pertama kali

27
Zulkifili, Sufi Jawa: Realasi Tas{awuf -Pesantren, (Yogyakarta:
Pustaka Sufi, 2003), hlm. 4.
28
Mohammad Daud Ali dkk, Lembaga-Lembaga Isla>m di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 148.
29
Sahabuddin A. El-Maknun, Pesantren Nuhiah Pambusuang: Studi
Tentang Peranannya Dalam Masyarakat di Kabupaten Polmas, skripsi
(Ujung Pandang: IAIN Alauddin 1986), hlm. 58.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 210

pada tahun 1870-an Syekh Baleko, membentuk pengajian kitab


kuning yang diikuti oleh masyarakat yang bernuansa salafi.30 Dalam
perkembangannya pengajian kitab kuning maju pesat di dua tempat
tersebut. Khusus di Pambusuang, pengajian kitab kuning dipimpin
langsung oleh annangguru yang sedang menjabat Imam Masjid
Taqwa Pambusuang dan berlangsung di masjid atau di rumah
annangguru hingga sekarang. Para santri berdatangan dari berbagai
tempat, bahkan ada yang telah lulus sarjana S1 maupun S2 ikut
sebagai peserta pengajian.
Mereka menginap di rumah-rumah penduduk atau di
rumah keluarga bagi yang bukan penduduk Pambusuang. Model
pengajiannya informal, sedangkan untuk pengajian di rumah
annangguru, santri memilih kitab tertentu untuk ia pelajari. Model
pengajian kitab di Pambusuang dan Campalagian akhirnya
mempunyai corak tersendiri, menjadikan kedua tempat ini sangat
dikenal di berbagai tempat sebagai daerah pangaji kitta’ atau
pengajian kitab. Inti pengajian kitab adalah mendidik para santrinya
untuk menguasai kitab-kitab Islam klasik, mulai dari belajar bahasa
Arab hingga membaca kitab-kitab klasik tanpa harakat atau gundul
dari berbagai disiplin keilmuan agama. Mulai dari fiqh, tafsi>r, hadits
hingga tas}awuf, yang nantinya akan melahirkan ulama yang
menguasai Islam dari sumber aslinya yaitu bahasa Arab. Sebagai
pembeda dengan pesantren adalah pengajian kitab ini lebih fokus
pada kajian kitab kuning.

b. Pondok Pesantren

30
Muhdin, Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafiah
Parappe Kecamatan Campalagian kabupaten Polewali Mandar, Tesis
(Makassar: UIN Alauddin, 2008), hlm. 75.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 211

Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan


Islam tradisional tertua di Indonesia. Menurut para ahli, lembaga
pendidikan ini sudah ada sebelum Islam datang ke Indonesia. Oleh
karena itu, namanya berasal dari dua kata bahasa asing yang berbeda.
Pondok berasal dari bahasa Arab, funduq yang berarti tempat
menginap atau asrama,31 sedangkan pesantren dengan awalan pe- dan
akhiran –an, berasal dari kata santri, bahasa Tamil yang berarti para
penuntut ilmu,32 atau diartikan juga guru mengaji.33 Karena makna
yang dikandung itu maka sebuah pondok pesantren, selalu
mempertahankan unsur-unsur aslinya, yaitu: pondok, masjid,
pengajian kitab-kitab klasik yang disebut juga kitab kuning, santri,
dan kyai atau guru mengaji.34
Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pesantren.
Pertama, sebagai lembaga pendidikan; dan kedua, sebagai lembaga
penyiaran agama. Meskipun saat ini telah banyak perubahan namun
masih melekat inti fungsi utamanya pada pesantren. Di Mandar
pesantren tertua adalah Pesantren Nuhiah Pambusuang di Kecamatan
Balanipa, didirikan pada tahun 1968 oleh Annangguru H. Mochtar
Husein, BA (Prof. Dr. H. Mochtar Husein), kemudian Pesantren
Salafiah di Parappe didirikan pada tahun 1997 oleh Annangguru H.
Latif Busyra. Kedua pesantren ini adalah pola pesantren tradisional
yang berbasis kepada NU, dimana model kedua pesantren tersebut
serupa dengan pesantren-pesantren tradisional lainnya di Indonesia.
Inti pendidikan yang ditanamkan pondok pesantren adalah watak dan

31
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang
Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 18.
32
Lihat, Mohammad Daud Ali dkk, Lembaga-Lembaga Isla>m di
Indonesia, hlm. 145.
33
Lihat, Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hlm. 18.
34
Ibid., hlm. 43.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 212

pendidikan keagamaan, sebagai komunitas belajar keagamaan.


Pesantren mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat
sekitarnya.

c. Madrasah
Pada permulaan abad ke-20 muncul lembaga pendidikan
Islam baru yang disebut madrasah. Perkataan madrasah berasal dari
bahasa Arab, darasa artinya belajar. Dengan demikian, madrasah
berarti tempat belajar. Lembaga pendidikan baru ini hadir di tengah
dunia pendidikan Islam di Indonesia, terutama di luar Jawa, karena
berbagai dorongan dan alasan:
Pertama, sebagai manifestasi dan realisasi cita-cita
pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Kedua, sebagai salah satu usaha menyempurnakan sistem
pendidikan pesantren, yang dipandang tidak memungkinkan
lulusannya memperoleh kesempatan kerja, seperti lulusan sekolah
umum yang didirikan oleh pemerintah Belanda.
Ketiga, adanya sikap sementara umat Islam lebih condong
mengikuti sistem pendidikan model barat yang lebih memungkinkan
(anak-anak) mereka maju dalam ilmu ekonomi dan teknologi.
Dalam perkembangannya, madarasah sebagai lembaga
pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem lama dengan
sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang baik
dan masih dapat dipertahankan kemudian mengambil sesuatu yang
baru dalam ilmu ekonomi dan teknologi yang bermanfaat bagi
kehidupan umat Islam. Oleh karena itu isi kurikulum madrasah pada
umumnya adalah apa yang diajarkan di pesantren, yaitu ilmu-ilmu
keagamaan (pendidikan keagamaan) ditambah dengan beberapa
materi pelajaran yang disebut dengan ilmu-ilmu umum seperti

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 213

sejarah, ilmu bumi, ilmu hitung, dan sebagainya. Proses belajar


mengajar bersifat klasikal dengan perjenjangan. Lulusan
memperoleh ijazah yang dapat dipergunakan untuk mencari
pekerjaan pada kantor-kantor pemerintah atau perusahaan-
perusahaan swasta.

2. Tantangan Lembaga Pendidikan Islam


Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akan
semakin menentukan dalam mendorong peningkatan produktivitas
sektor-sektor industri, dan sektor-sektor pembangunan lainnya.
Pembangunan harus semakin mengandalkan sumber daya manusia
yang mampu menguasai dan mendayagunakan IPTEK dalam semua
bidang kehidupan. Hal tersebut menuntut pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) kearah penguasaan IPTEK secara terarah dan
serasi dengan kebutuhan pembangunan. Untuk mengembangkan
kualitas SDM yang menguasai IPTEK di masa depan, Lembaga
Pendidikan Islam dihadapkan pada beberapa tantangan, yaitu:

a. Perlu Meningkatkan Nilai Tambah


Dalam suasana ketidakpastian ekonomi global ditandai
dengan resesi dunia yang berkepanjangan, menuntut kemampuan
bangsa Indonesia meningkatkan produktivitas nasional. Dalam
keadaan bangsa Indonesia tidak bisa bersandar lagi pada Sumber
Daya Alam (SDA), maka pilihan satu-satunya ialah meningkatkan
nilai tambah produk-produk industri dengan mendayagunakan
keterampilan dan keahlian dalam berbagai bidang. Berdasarkan hal
tersebut, maka tantangan pertama adalah meningkatkan nilai tambah
bagi pendidikan Islam, dalam upaya meningkatkan keunggulan
kompetitif yang hanya dicapai dengan keunggulan kualitas sumber

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 214

daya manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang


tepat guna.

b. Perubahan Struktur Masyarakat


Sebagaimana layaknya dengan masyarakat yang sedang
berkembang, masyarakat Mandar akan terus berubah dan berkembang
serta bergeser dari struktur yang tradisional menuju struktur modern.
Perubahan struktur masyarakat tersebut berdimensi ganda sehingga
menimbulkan berbagai perubahan yang mendasar di berbagai bidang
kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka tantangan
bagi annangguru adalah melakukan kajian secara menyeluruh
terhadap terjadinya perubahan tersebut dan bagaimana implikasinya
dalam upaya pengembangan SDM. Persoalannya, transformasi
tersebut berlangsung sebagai akibat dari berkembangnya sektor-
sektor industri yang ditandai dengan munculnya jenis jabatan baru
yang semakin beragam dan memerlukan jenis keterampilan dan
keahlian baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Munculnya jabatan dan keahlian yang semakin beragam
ini mengakibatkan timbulnya berbagai bentuk perubahan fisik,
pranata sosial dan pergeseran sistem nilai. Maka tidak mengherankan
di dalam masyarakat akan terjadi benturan antara nilai-nilai
tradisional dengan modernisme yang baru berkembang, sehingga
perlu penanganan secara terarah.

c. Menguatnya Persaingan di Era Global


Semakin terbukanya proses persaingan global yang
ditandai dengan munculnya “Pasar bebas”, dituntut untuk mengambil
manfaat dari suasana tersebut. Era persaingan dunia ini semakin ketat
karena terjadinya proses globalisasi dalam berbagai bidang.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 215

Termasuk bidang pendidikan, bermunculannya lembaga-lembaga


pendidikan yang berkelas internasional dan terang-terangan
mengadopsi gaya pendidikan barat. Di samping sekolah-sekolah
kejuruan yang menjadikan lulusannya siap kerja. Sementara dasar
pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan dalam tiga fungsi
mendasar yaitu: pertama, mencerdaskan kehidupan bangsa; kedua,
mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan ahli; dan yang ketiga,
membina dan mengembangkan pengusaan teknologi. Pada fungsi
kedua pendidikan nasional telah menyiapkan tenaga kerja terdidik,
terampil, terlatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dalam
masyarakat industri. Pendidikan dalam kaitannya dengan penyiapan
tenaga kerja terdiri dari berbagai jalur (sekolah luar-sekolah), jenis
keahlian (menurut cabang keahlian), jenjang keahlian (terampil,
mahir dan ahli), dan jenjang pendidikan. Program pendidikan
persiapan kerja bisa melalui SLTP keterampilan, SLTA kejuruan,
pendidikan tinggi profesional, kursus-kursus keahlian/ keterampilan
dan pelatihan kerja.
Program pendidikan persiapan kerja harus lentur dan
selalu berwawasan lingkungan agar pendidikan keterampilan dan
keahlian dapat selalu disesuaikan dengan kebutuhan akan jenis-jenis
keterampilan dan keahlian profesi yang selalu berubah.35 Dengan
demikian, tantangan ketiga annangguru adalah:
Pertama, meningkatkan daya saing dalam menghasilkan
karya-karya yang bermutu sebagai hasil dari pengusaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Harus disadari bahwa dalam era

35
Wardiman Djojonegoro, Menyiapkan Dunia Pendidikan
Menghadapi Abad 21, dalam Visi Global: Antisipasi Indonesia Memasuki
Abad 21, Yaya M. Abdul Aziz, ed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.
57-58.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 216

persaingan global saat ini, kelemahan lembaga pendidikan Islam


adalah penguasaan pada IPTEK menyebabkan lemahnya sumber daya
manusia dan ini merupakan tantangan paling besar bagi para
pengelola lembaga pendidikan Islam seperti: pesantren, madrasah dan
pengajian kitab.
Kedua, pendidikan merupakan bagian dari perjalanan hidup
umat manusia yang ingin maju. Pendidikan adalah salah satu aspek
dalam Islam dan menempati kedudukan yang sentral, karena
peranannya dalam membentuk pribadi muslim yang utuh sebagai
pembawa misi ke-khalifah-an. Jika pendidikan Islam diorientasikan
pada misi dan fungsi kehidupan manusia, maka orientasi ini lebih
bernuansa pada performansi manusia, yaitu bagaimana manusia
seharusnya berperan/ berkiprah sebagai khalifah Allah dan sekaligus
sebagai hamba Allah. Sungguh performansi yang begitu sempurna!
Bagaimana kita bisa meraih performansi yang begitu agung dan
sempurna? Tentu saja melalui pendidikan yang di dalamnya terdapat
proses pembelajaran. Tapi pertanyaan kembali muncul, format
pendidikan seperti apa yang dapat membentuk pribadi muslim yang
utuh? Apakah format pendidikan seperti yang ada sekarang sudah
cukup ideal? Kenyataannya, output dari lembaga pendidikan kita
yang ada sekarang belum mampu mencetak generasi muslim yang
Qur’ani dan itu bukan hal mudah!
Ketiga, secara umum memang tidak bisa dipungkiri bahwa
kualitas pendidikan Islam yang dikelola oleh annangguru masih
sangat rendah. Ini nampak sekali pada komponen pendidikan yang
ada, baik itu pendidik, sarana, prasarana, kurikulum dan dana yang
kurang memenuhi standar. Pendidik yang dikelola misalnya, banyak
yang belum berkualifikasi sebagai pendidik yang profesional karena
secara akademis mereka belum memiliki kualifikasi untuk menjadi

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 217

seorang pendidik (guru). Sarana dan prasarana yang ada masih jauh
dari layak. Kurikulum pendidikan masih terjebak pada dikotomi
antara pendidikan agama dan pendidikan umum serta anggaran
pendidikan kita masih jauh dari standar.
Keempat, dari luar sistem pendidikan yang ada, arus
globalisasi dan informasi juga turut memberi pengaruh pada cara
pandang masyarakat terhadap pendidikan, terutama pendidikan
agama. Sehingga fenomena yang muncul adalah menomorduakan
pendidikan agama.
Kelima, begitu kompleks gambaran permasalahan dalam
pendidikan yang dipimpin oleh annangguru, karena selain tantangan
internal pendidikan juga dihadapkan pada tantangan eksternal
sebagai imbas dari globalisasi. Pendidikan Islam yang identik dengan
lembaga pendidikan bernama madrasah, pengajian-pengajian kitab
tradisional, pesantren memang masih mendapat predikat sekolah
“kelas dua“ dari sebagian masyarakat kita yang notabene mayoritas
muslim. Untuk mengubah atau bahkan menghilangkan sama sekali
image negatif itu banyak hal yang harus dibenahi, di antaranya adalah
perubahan orientasi. Orientasi pendidikan Islam selama ini adalah
untuk memahami ilmu agama. Kondisi ini membuat pendidikan kita
terisolasi dengan sendirinya. Paradigma ini harus diperbaharui karena
al-Qur’an menuntun kita untuk menuntut ilmu seluas-luasnya. Ilmu
agama dan ilmu duniawi haruslah konvergen, sebagaimana firman
Allah dalam al-Qur’an dalam surah al-Qasas :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Jelas sekali tuntunan al-Qur’an di atas, dan untuk saat ini
konvergensi ilmu agama dan ilmu umum dalam sisitem pendidikan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 218

sudah diimplementasikan dalam kurikulum madrasah mulai jenjang


ibtidaiyah sampai jenjang aliyah.
Berkaitan dengan hal tersebut, di Polewali Mandar sejak
tahun 2000 bermunculan beberapa sekolah-sekolah yang berstandar
nasional maupun internasional, yang semakin banyak peminatnya
mulai dari tingkat Play Group, TPA (Taman Pendidikan al-Qur’an)
hingga ke tingkat perguruan tinggi, misalnya untuk tingkat TPA di
setiap kecamatan terdapat TPA unggulan khusus bagi anak-anak
yang berusia 4-6 tahun, mereka diajarkan membaca al-Qur’an dan
dasar-dasar bahasa Inggris dan tata cara ibadah dan lain-lain, model
pembelajarannya adalah lebih banyak kepada praktek di ajarkan di
dalam kelas, kemudian di tingkat sekolah dasar hingga SLTA telah
berdiri sekolah berstandar internasional. Dan beberapa sekolah-
sekolah unggulan lainnya.
Sejak Sulawesi Barat mekar dari Sulawesi Selatan sejak
tahun 2004, dan dijadikannya Kabupaten Majene sebagai kota pelajar
ditandai dengan didirikannya Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar)
di tahun 2006 dan pengusulan berdirinya STAIN Majene, menjadikan
daerah ini menjadi tujuan utama bagi mahasiswa baik untuk belajar
ilmu umum maupun agama, dan begitu pula di Polewali Mandar sejak
tahun 2005 telah berdiri beberapa perguruan tinggi di antaranya
Akademi Perawat, STAI DDI, dan beberapa perguruan tinggi di
Makassar membuka kelas jauh di Polewali Mandar.
Hal-hal tersebut merupakan tantangan bagi annangguru
yang bergerak di bidang pendidikan, yang selama ini menjadi
pengajar di pendidikan nonformal yang konsentrasi mengajarkan
bidang keagamaan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 219

D. Regulasi

Pada umumnya annangguru di Polewali Mandar berlatar


belakang pendidikan agama dan tidak ada yang berlatar belakang
pendidikan umum. Pendidikan agama yang mereka dapatkan rata-rata
pendidikan agama nonformal, seperti pengajian kitab kuning yang
mereka ikuti mulai dari tingkat dasar belajar nahwu dan syaraf.
Kemudian belajar mengaji hingga tingkat yang paling tinggi, yaitu
mengkaji kitab-kitab klasik Islam seperti tas}awuf, fiqh, hadits dan
tafsi>r. Proses pengajaran seperti itu berlangsung secara turun
temurun dari annangguru yang mengajarkan kepada santrinya, dan
ketika santri ini menjadi annangguru dia akan mengajarkan pula
metode yang sama kepada santri berikutnya. Dampak dari sistem
seperti ini adalah annangguru terbentuk untuk mengajarkan kitab-
kitab klasik saja, sementara semakin banyak persoalan
kemasyarakatan yang membutuhkan ilmu-ilmu lain seperti sosial,
budaya dan politik. Pada sisi lain, makin banyak sarjana yang lahir
dari berbagai bidang keilmuan, sementara kebanyakan annangguru
hanya tamatan aliyah. Sedangkan bagi mereka yang sempat sekolah
di pondok pesantren juga hanya disamakan setingkat SLTP dan
SLTA. Oleh karena itu, tantangan annangguru di bidang ini adalah
mengenai pendidikan formal dan pendidikan tinggi.
Pendidikan formal adalah pendidikan klasikal yang
mempunyai regulasi tertentu yang wajib diikuti oleh peserta didik.
Pendidikan formal ini ada yang berstatus negeri dan ada pula yang
swasta mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan
tinggi. Dengan digencarkannya program pemerintah di bidang
pendidikan mengenai tuntas belajar 9 tahun dan program pendidikan
gratis, tidak ada alasan lagi untuk setiap anak tidak bersekolah.
Termasuk menuntut ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 220

Apalagi dengan makin banyak berdiri perguruan tinggi baik negeri


maupun swasta, di bawah naungan NU maupun Muhammadiyah,
sehingga lahir sarjana-sarjana yang berkompeten dan berkualitas
sudah menjadi tuntutan zaman yang tidak bisa dielakkan lagi.
Menurut UU No. 2 tahun 1989 dan peraturan
pelaksanaannya, dinyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah:
a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi dan atau kesenian; b) Mengembangkan dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian
serta mengupayakan penggunannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Di sini
pembangunan pada hakikatnya adalah upaya manusia untuk merubah,
mengelola lingkungan kehidupan, baik fisik, hayati, sosial budaya
maupun rohani dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
dalam segala aspek. Maka, jika dikaitkan dengan pembangunan,
sedikitnya ada tiga peran yang dimainkan oleh perguruan tinggi,
yakni: 1) sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia; 2)
sebagai wahana untuk alih dan pengembangan teknologi; 3) sebagai
lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika
pembangunan.
Berkaitan dengan peran pertama tersebut, kualitas perguruan
tinggi amat ditentukan oleh kemampuan menyediakan sumber daya
manusia dengan kualifikasi tinggi dan tangguh. Pengertian “tinggi
dan tangguh” disini mengandung tiga kompetensi, yaitu (a)
kompetensi akademik, (b) kompetensi profesional, dan (c)
kompetensi intelektual. Secara garis besar ketiga komponen tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 221

Pertama, kompetensi akademik, berkaitan dengan kiat dan


kemampuan metodologi keilmuan dalam rangka penguasaan dan
pengembangan ilmu dan teknologi.
Kedua, kompetensi profesional, berkaitan dengan wawasan,
perilaku dan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam
realitas kehidupan dalam masyarakat.
Ketiga, kompetensi intelektual, berkaitan dengan kepekaan
terhadap lingkungan fisik dan sosial yang ada, serta wawasan, sikap
dan prilaku yang memihak kepada kebenaran kepentingan rakyat
banyak.36
Sebagaimana kita maklumi, bahwa GBHN tahun 1993
meletakkan masalah pengembangan sumber daya manusia (SDM)
pada salah satu orientasi pembangunan nasional. Bagi Indonesia
sekarang ini, pembangunan SDM merupakan suatu condition sine
quanon (masalah darurat). Ada beberapa alasan mengapa
pembangunan pembangunan SDM menjadi suatu “ke-fardu-an”
nasional sekarang ini yaitu:
Pertama, alasan normatif. Bahwa tujuan pembangunan
nasional sendiri memang mengamanatkan manusia sebagai sentral
dalam pembangunan.
Kedua, alasan ekonomis. Bahwa kesinambungan
pembangunan hanya akan diperoleh bila pertumbuhan ekonomi dapat
dipertahankan. Sementara pertumbuhan ekonomi menghajatkan
peningkatan produktivitas yang perlu penerapan teknologi.
Teknologi hanya dapat dikuasai oleh SDM yang berkualitas.37

36
Muhammad Tholhah Hasan, Peran Perguruan Tinggi NU dalam
Ikut Serta Mencerdaskan Bangsa, dalam Bangkit, N0. 5 Juli-Agustus 1993,
hlm. 37.
37
Ibid., hlm. 37.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 222

Ketiga, alasan kompetisi global. Dengan makin terbukanya


Indonesia dalam proses globalisasi, maka tidak terhindarkan adanya
persaingan yang terbuka. Untuk memasuki persaingan global ini
dituntut kemampuan teknologi (dalam rangka ketepatan delivery).
Ketiga gambaran di atas, menandakan bahwa kompetensi
intelektual secara akademik sangat dibutuhkan.
Kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat mungkin juga
menjadi bagian dari orang-orang yang sering memandang orang lain
dari sudut pandang status pendidikan formal. Lihat saja beberapa
organisasi kemahasiswaan atau lembaga sosial agama lainnya, lebih
cenderung meminta pembicara acara seminar atau diskusi yang
mereka adakan baik bertema agama maupun sosial kepada para
sarjana-sarjana, baik yang bertitel S1 hingga S3 atau mereka yang
sedang memimpin organisasi, meskipun disadari kapasitas keilmuan
annangguru mungkin lebih tinggi dibandingkan sarjana tersebut.
Dibuktikan beberapa mahasiswa S3 di Polewali Mandar yang sedang
menyelesaikan penelitian disertasi tentang keagamaan justru banyak
berkonsultasi pada annangguru tertentu di Mandar, namun
mahasiswa tersebut lebih dikenal dan mendapatkan undangan sebagai
pembicara dibandingkan dengan annangguru tersebut. Ini fenomena
yang sering penulis temukan di masyarakat.
Mungkin gelar itu penting bagi sebagian orang dalam proses
pengembangan diri. Orang yang punya gelar akan lebih percaya diri
ketika tampil di depan umum dan bergaul daripada lulusan SMA atau
sederajat. Pada saat yang lain gelar itu juga bisa menaikkan status
sosial dan mengantarkan seseorang pada posisi pergaulan yang lebih
tinggi. Seiring perkembangan zaman, annangguru maupun calon
annangguru juga dituntut belajar di bangku kuliah tidak lebih dari
sekedar sebuah peta ilmu yang harus dicari sumber ilmu sebenarnya.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 223

Karena perkuliahan di kelas hanya singkat dan terbilang sangat sulit


akan membuat kurang maksimal memperoleh ilmu yang lebih
mendalam. Regulasi kesarjanaan itu penting untuk diri sendiri dan
bentuk pengakuan di tengah masyarakat jika ilmu tertentu itu
dikuasai oleh seseorang melalui gelar sarjana yang ia dapatkan,
meskipun segelintir orang yang memperoleh gelar sarjana tidak dapat
mempertanggungjawabkan (capability) gelar tesebut, namun
demikianlah kenyataan di masyarakat selalu melihat apa yang
nampak.

E. Perubahan Teknologi Informasi


Perubahan sosial di Mandar seiring dengan perubahan
sosial yang terjadi di seluruh Indonesia, yang datang begitu cepat
melalui media elektronik maupun media cetak.38 Kemudian istilah
‘globalisasi’ mulai dipergunakan di beberapa tahun terakhir ini,
bukan saja dalam kalangan akademisi, tetapi juga dalam kalangan
bisnis dan di antara kaum politis. Sebelum itu dikenal dengan istilah
‘internasional’ untuk bidang politik, dan ‘multinasional’ atau
‘transnasional’ untuk bidang ekonomi dan bisnis.39 Istilah
‘globalisasi’ dipopulerkan oleh Theodore Lavitte pada tahun 1985
dan telah menjadi slogan magic di dalam setiap topik pembahasan 40.
Globalisasi diambil dari kata ‘global’ kata ini melibatkan kesadaran
baru bahwa dunia adalah sebuah kontinuitas lingkungan yang

38
Wawancara dengan Saikhu, Tokoh Masyarakat Campalagian, di
Lapeo pada tanggal 17 November 2010.
39
Ignas Kleden, Pergeseran Nilai Dalam Era Globalisasi, dalam
Ekawarta, No. 02 &03, Maret-Juni 1999, hlm. 36.
40
Baharuddin Darus, “Pengembangan Kajian Ekonomi Isla>m pada
IAIN di Abad 21”, dalam Syahrin Harahap (ed), Perguruan Tinggi Isla>m di
Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hlm. 161.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 224

terkonstruksi sebagai kesatuan utuh. Dunia menjadi sangat


transparan sehingga seolah tanpa batas administrasi suatu negara.
Batas-batas administrasi suatu negara menjadi kabur. Globalisasi
menjadikan dunia transparan akibat perkembangan pesat ilmu
pengetahuan serta adanya sistem informasi satelit.
Arus globalisasi lambatlaun semakin meningkat dan
menyentuh hampir semua aspek kehidupan sehari-hari.41 Globalisasi
menjadi kekuatan yang terus meningkat,42dan dapat menimbulkan
aksi dan reaksi dalam kehidupan. Globalisasi melahirkan dunia yang
terbuka untuk saling berhubungan, terutama ditopang dengan
teknologi dan informasi ini pada gilirannya dapat mengubah segi-segi
kehidupan, baik kehidupan material maupun kehidupan spiritual.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini disatu sisi
memberikan kemudahan hidup bagi umat manusia, tetapi disisi lain
dapat menimbulkan berbagai perubahan, di antaranya pergeseran
nilai. Soejatmiko menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong
terjadinya perubahan, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, faktor kependudukan, dan ekologi (lingkungan hidup).43
Dalam era global ini informasi keagamaan semakin mudah
didapatkan maupun diakses oleh siapa saja dan dimana saja tanpa
mengenal waktu dan tempat. Karena itu, annangguru sebagai tokoh
agama yang notabene pada masa lalu sebagai tempat rujukan

41
Lihat Peter D. Sutherland, “Tantangan-tantangan Globalisasi”
dalam Ade Ma’ruf, Anas Syahrul Alimi (ed), Shaping Globalization
(Yogyakarta: Jendela, 2000), hlm. 113.
42
Dirk Mesner, “Jawaban Kaum Sosial Demokrat atas
Neoliberalisme”, dalam Shaping Globalization (Berlin: International
Confrence, 17th and 18th of June 1998), hlm. 113.
43
Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang sedang berubah (Jakarta:
Grafindo, 1991), hlm. 7.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 225

terhadap persoalan-persoalan keagamaan, dihadapkan pada tantangan


yang tidak mudah dihindari, di antaranya adalah dengan menguatnya
informasi dan komunikasi. Di era globalisasi informasi sangat mudah
didapatkan. Demikian pula informasi seputar keagamaan, ini
merupakan salah satu tantangan annangguru, dimana teknologi dan
telekomunikasi mengalami perkembangan yang sangat signifikan.
Indikasinya adalah makin banyak saluran yang dipergunakan untuk
menyampaikan informasi kepada pihak lain, seperti radio, televisi,
film, surat kabar, telepon, teleks, faksimile maupun internet. Adapun
gambaran potensi dari beberapa media informasi tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Televisi
Saat ini hampir tidak ada yang dapat menahan laju
perkembangan teknologi informasi. Keberadaan teknologi informasi
telah menghilangkan garis-garis batas antara negara dalam hal arus
informasi (flow of information).44 Di sini televisi sebagai media
informasi, tidaklah hanya menjadi media yang efektif dalam
mentransmisikan informasi, melainkan juga mempunyai kekuatan
untuk mempengaruhi perilaku (attitude) perantaranya. Berdasarkan
sebuah penelitian, televisi sebagai perangkat audio visual yang
mempunyai daya terpa paling besar (44%). Gambar-gambar yang
disertai gerakan dalam mengungkapkan suatu maksud lebih mudah

44
I Nyoman Wenten et al., Dampak Globalisasi Informasi Terhadap
Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Bali. (Denpasar: Bagian Proyek
Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Bali, 1993/1994), hlm. 84.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 226

diserap oleh penonton, apalagi jika disertai oleh gambar-gambar


statis seperti grafik, matriks yang menunjukkan data.45
Media informasi dan komunikasi elektronik ini sempat
dimanfaatkan oleh para dai kondang atau pakar di bidang keagamaan
untuk menyampaikan informasi. Sebab, media ini dianggap lebih
efektif dan dapat disaksikan atau dibaca oleh banyak orang di seluruh
penjuru tanah air. Dari siaran televisi itulah muncul nama-nama
kondang seperti: Prof. Dr. H. Quraish Shihab dengan tafsi>r al-Misbah
nya, Ust. Jeffri al-Bukhari bagi yang mewakili ustadz gaul yang lebih
banyak penggemarnya bagi kalangan anak muda, Ust. Arifin Ilham
yang lebih populer dengan zikirnya. Mereka adalah para da’i yang
populer akibat media informasi maupun komunikasi. Saat ini televisi
telah menjadi bagian dari kehidupan rumah tangga dan keluarga.
Karena itulah ceramah-ceramah keagamaan dan informasi
keagamaan hampir menghiasi tayangannya setiap waktu.
Sementara dampaknya, masyarakat jadi lebih suka
menikmati pengajian lewat televisi dibandingkan pengajian di
masjid, karena informasi di televisi lebih membahas persoalan
kontemporer, dan disajikan oleh dai yang sudah mempunyai nama.
Demikian pula halnya mengapa sajian-sajian sinetron yang bernuansa
dakwah semakin marak disiarkan di televisi, karena penggemarnya
juga banyak hingga ke pelosok desa.
Masyarakat Polewali Mandar sejak tahun 90-an telah
disuguhi tayangan antena parabola, kemudian pada tahun 2000-an
beralih ke televisi cable,46 penduduk Polewali Mandar hampir

45
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 192.
46
Televisi cable, adalah saluran tv yang dikelola oleh swasta, yang
disambungkan ke rumah-rumah penduduk, dengan memakai kabel tanpa
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 227

seluruhnya memiliki televisi, jika ada penduduk yang tidak memiliki


televisi ia tetap dapat menonton di rumah tetangga, artinya pengaruh
siaran televisi dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat di
perkotaan maupun di pedesaan.47

2. Radio, Surat Kabar dan Media Sosial


Sebagai media komunikasi elektronik, radio juga sangat
efektif untuk menyampaikan informasi pada para pendengar. Siaran
radio mudah diterima pendengar karena radio tidak mengenal jarak
dan rintangan. Radio dapat menjangkau pendengar yang cukup luas.
Radio merupakan media informasi yang dapat memberikan hiburan,
penerangan dan pendidikan bagi masyarakat. Siaran-siaran
keagamaan juga banyak disiarkan di radio. Di Polewali Mandar ada 3
radio mengudara yang sangat akrab dengan masyarakat Polewali
Mandar yaitu, Radio STFM, Radio Amanda, Mario FM dan Radio
Sawerigading:
Siaran-siaran keagamaan lewat radio di Polewali Mandar,
Menurut Rusman48
“Saat ini radio di daerah khususnya di Polewali Mandar
sudah banyak digunakan oleh para muballigh, khususnya
para annangguru untuk berdakwah, baik itu melalui dialog
interaktif maupun ceramah monolog, antusiasme para
pendengar cukup tinggi dibuktikan banyak penelpon di saat
dilakukan interaktif”

antena yang mampu menayangkan lebih dari 30 siaran dalam dan luar negeri,
dengan biaya Rp.10.000-Rp.20.000, tergantung siaran yang dipesan.
47
Wawancara dengan Herman, pengelola televisi cable, di Polewali
pada tanggal 5 April 2017.
48
Direktur Mario FM, Wawancara di Polewal 5 April 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 228

Selain radio, surat kabar juga menjadi media informasi dan


komunikasi yang memiliki fungsi pendidikan dan hiburan bagi
masyarakat massa (mass education and entertainment). Sebagai
sarana pendidikan, surat kabar memuat tulisan-tulisan ilmiah yang
dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca, baik berupa
artikel, tajuk rencana, opini maupun berita-berita lain. Sebagai sarana
hiburan, surat kabar menyediakan tulisan-tulisan yang bersifat
hiburan, sosial, keagamaan, budaya dan lain-lain, begitu pula lewat
koran-koran lokal seperti, Radar Sulawesi Barat dan Fajar.
Globalisasi melalui gencarnya komunikasi, memberikan pengaruh
besar terhadap masyarakat Mandar, terutama wawasan
keagamaannya. Semakin sering mereka menonton muballig muda
melalui televisi yang memberikan penjelasan keagamaan melalui
beberapa pendekatan yang menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat sekarang, sehingga dakwah agama tidak lagi dianggap
sebagai sesuatu yang serius. Hal ini memberikan dampak kepada para
annangguru yang bergerak pada bidang dakwah, sehingga menjadikan
pengaruh globalisasi ini sebagai tantangan tersendiri.
Menurut Annangguru Fauzi,
bahwa dalam konsep sekarang harus disajikan sesuai
dengan zaman sekarang, harus lebih terbuka dan luwes, dan tentunya
wawasan sangat dibutuhkan karena semakin banyak problem yang
dihadapi masyarakat saat ini.49
Tantangan annangguru saat ini di era globalisasi
khususnya di bidang dakwah dan pengajaran agama adalah, semakin
banyaknya muncul muballigh muda yang ditayangkan lewat televisi,
kemudian informasi keagamaan sangat mudah diakses, lewat

49
Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal
1 April 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 229

internet, televisi dan media massa, olehnya itu para annangguru harus
mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan tersebut. Dibutuhkan
keterampilan tersendiri bagi annangguru untuk menyesuaikan
perkembangan zaman, tetapi dari segi penguasaan kajian keagamaan,
annangguru tidak kalah dengan dai-dai yang sering muncul di layar
kaca, namun mereka lebih unggul dari segi metode dakwah.
Teknologi dan informasi adalah pendukung utama bagi
terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi dan
informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan,
dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat
mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu
bangsa. Kecepatan arus informasi yang cepat membanjiri masyarakat
seolah-olah tidak memberikan kesempatan untuk menyerap dengan
filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi
tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan
jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas
“kebebasan arus informasi” berupa proses dua arah yang cukup
berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain.
Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan
teknologi informasi dan komunikasi meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan
dengan adanya peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan
kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang
khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh
manifestasi informasi pada bidang keagamaan adalah mudah dilihat
di sekitar masyarakat, melalui televise, radio, tv cable, internet dan
lain-lain.
Demikian pula informasi keagamaan lewat artikel dan
karya-karya ilmiah lainnya dapat cepat diakses melalui internet.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 230

Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya


informasi teknologi dan komunikasi misalnya dari globalisasi aspek
ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri
masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan
ditambah harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa
kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan
hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan
gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap
bangsa Indonesia. Pada hakikatnya teknologi diciptakan, sejak dulu
hingga sekarang ditujukan untuk membantu dan memberikan
kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada saat manusia
bekerja, berkomunikasi, bahkan untuk mengatasi berbagai persoalan
pelik yang timbul di masyarakat. Informasi dan teknologi tidak hanya
membantu dan mempermudah manusia tetapi juga menawarkan cara-
cara baru di dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sehingga
dapat mempengaruhi budaya masyarakat yang sudah tertanam
sebelumnya.
Budaya atau kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku
bagi masyarakat pendukungnya yang berupa nilai-nilai (kebenaran,
keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebijaksanaan, dll) yang
berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup
manusia yang relatif menetap dan dapat dilihat dari pilihan warga
budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan
peristiwa kehidupan. Jadi, bagaimana informasi dan teknologi ini
dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah tumbuh di masyarakat
khususnya masyarakat Mandar, sangat tergantung dari sikap
masyarakat tersebut. Seyogyanya, masyarakat harus selektif dan
bersikap kritis terhadap informasi dan teknologi yang berkembang
sangat pesat, sehingga semua manfaat positif yang terkandung di

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 231

dalam informasi dan teknologi mampu dimanifestasikan agar mampu


membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat, dan efek
negatif dapat lebih diminimalkan.
Tapi hal tersebut menimbulkan masalah bagi annangguru
sebagai tokoh agama berlatar belakang Islam tradisional, dalam
pengembangan dakwah dan pengajaran Islam masih menggunakan
pola-pola tradisional, sehingga ia harus bersaing dan membendung
arus globalisasi tersebut dengan memberikan perimbangan terhadap
metode dakwah yang telah membaur dengan pola-pola modern
seperti yang dilakukan oleh para dai atau ustadz dari perkotaan yang
sering muncul di layar kaca ataupun informasi keagamaan yang
mudah diakses dimana saja. Dampaknya adalah annangguru akan
semakin ditinggalkan jika ia hanya mengandalkan metode dakwah
dan pengajaran yang terwariskan dari annangguru sebelumnya.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 232

BAB V
STRATEGI BERTAHAN ANNANGGURU
DALAM DINAMIKA PERUBAHAN

Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan.


Perubahan ini dapat terjadi pada setiap aspek kehidupan, baik yang
menyangkut tata nilai dan norma, status, fungsi, struktur sosial dan
lain sebagainya. Perubahan ini dapat terlihat apabila dibandingkan
perkembangan keadaan suatu masyarakat dari zaman ke zaman.
Cepat atau lambatnya perubahan sosial pada masyarakat tergantung
dari substansi dari masyarakatnya itu sendiri. Masyarakat kota lebih
cepat berubah dibandingkan dengan masyarakat desa. Pada
masyarakat terasing (terisolasi) perubahan sosial berjalan sangat
lambat bahkan cenderung terjadi stagnasi. Masyarakat ini sering
disebut dengan masyarakat tertutup, contohnya masyarakat yang
terdapat di pedalaman Polewali Mandar seperti beberapa desa yang
terdapat di pegunungan. Namun, walaupun demikian perubahan-
perubahan sosial budaya tetap saja terjadi untuk jangka waktu yang
panjang. Pada masyarakat kota, perubahan sosial budaya lebih
terbuka lagi. Perubahan pada fungsi, sistem, dan struktur sosial
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 233

berjalan dengan cepat seiring dengan perkembangan waktu.


Masyarakat yang mudah sekali mengalami perubahan sosial sering
disebut dengan masyarakat dinamis.
Perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dapat
menyangkut perubahan nilai-nilai, norma, pola perilaku struktur,
susunan lembaga sosial, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial,
dan lain sebagainya. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan
bab lima mengenai tantangan yang dihadapi oleh para annangguru,
maka pada bab ini, memberikan penjelasan strategi yang dilakukan
oleh para annangguru dalam mempertahankan diri dalam dinamika
perubahan yang terjadi di masyarakat. Adapun strategi yang
dilakukan annangguru supaya tetap bertahan dalam masyarakat
adalah sebagai berikut:

A. KADERISASI DAN STRATEGI PENGAJARAN


Strategi pertama adalah kaderisasi dan strategi pengajaran,
kaderisasi dalam pembahasan ini merupakan upaya yang dilakukan
annangguru untuk melahirkan annangguru-annangguru muda sebagai
penerus, kemudian yang dimaksud dengan strategi ajaran adalah
sebuah perubahan metode pengajaran kitab kuning yang dilakukan
oleh annangguru dengan menyesuaikan dengan perkembangan
zaman, meliputi:

1. Kaderisasi Annangguru
Meskipun secara kultural istilah ataupun gelar
annangguru seseorang tidak dapat ‘dibeli’ atau diberikan secara
formal, namun mengingat struktur sosio-kultural masyarakat yang
memposisikan annangguru sebagai sentral kebajikan nilai perlu
mendapatkan perhatian, artinya diperlukan wadah yang secara
struktural menopang kultur patronase masyarakat tersebut untuk
mempersiapkan annangguru-annangguru yang mempunyai

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 234

kredibilitas dan bisa diterima dengan baik di masyarakat. Pondok


pesantren adalah wadah tersebut yang memang sudah secara lahir
maupun batin bertujuan untuk mempersiapkan calon-calon
annangguru yang diharapkan bisa menjadi tulang punggung di
masyarakat dalam mengawal isu-isu ideologis strategis terutama soal
moralitas dan keagamaan apalagi di era globalisasi saat ini semakin
banyak persoalan yang muncul.
Sama halnya dengan pesantren, madrasah dalam bentuk
formal juga didirikan untuk melakukan peran tersebut, sebagai
tempat pendidikan yang bernuansa keagamaan, materi pelajaran yang
didominasi oleh pelajaran agama adalah ciri khas yang terus
dipertahankan. Namun kondisi saat ini memiliki tuntutan lain,
sebagai lembaga pendidikan, madrasah saat ini dipandang sebelah
mata dan dianggap sebagai model pendidikan yang kurang bermutu.
Banyak persoalan dalam hal ini yang menyebabkan madrasah seakan-
akan turun kelas dalam pandangan masyarakat. Madrasah saat ini
sudah bergeser dari nilai-nilai keagamaan yang dianutnya, menjadi
lembaga pendidikan kelas dua atau pilihan terakhir, tentu bukanlah
faktor kesalahan internal kelembagaan madrasah semata, melainkan
juga sebagai akibat dari lingkungan yang terbentuk pada konstruksi
budaya masyarakat di tengah kebutuhan industrialisasi dan slogan-
slogan modern lainnya. Maka sudah saatnya melakukan pembenahan-
pembenahan internal untuk meraih kembali citra pendidikan
madrasah yang telah lama terlupakan.
Melihat pada masa lalu, penting kiranya untuk
mengembalikan kembali Pambusuang sebagai wadah kaderisasi
annangguru (bentuk dengan penguatan ilmu-ilmu keagamaan)
sebagai fokus konsentrasi pembelajaran dan berprinsip pada metode
pengamalan ilmu melalui akhlaqul karimah sebagai implementasinya
dimana metode disesuaikan dengan zaman itu. Olehnya itu misi
utama untuk mempertahankan annangguru supaya tetap eksis di

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 235

masyarakat mulai dirintis semenjak Annangguru Yasin (75 thn),


Imam Masjid Taqwa Pambusuang dan pemimpin pengajian kitab di
Pambusuang mulai sakit-sakitan karena lanjut usia. Maka sekitar
akhir tahun 2009, ia sudah jarang mengikuti salat berjamaah di masjid
atau memimpin salat berjamaah. Tugas sebagai imam dan pemimpin
pengajian kitab kuning di Pambusuang dipercayakan kepada tiga
muridnya, yaitu: Annangguru Bisri, Annangguru Jare’je atau
Annangguru Syahid dan Annangguru Muhasib. Mereka inilah yang
bertugas secara bergantian sebagai imam dan pemimpin pengajian
kitab kuning di Pambusuang, baik di masjid maupun di rumah.
Saat masih kuat dan sehat, Annangguru Yasin yang
memimpin pengajian kitab di Pambusuang diselenggarakan antara
salat maghrib dan salat isya yang bertempat di Masjid Taqwa. Pada
sore hari, pengajian kitab diselenggarakan di rumah annangguru dan
beliau dibantu oleh tiga annangguru muda yaitu Bisri, Syahid dan
Muhasib. Berdasarkan pertemuan penulis dengan Annangguru
Syahid, ia menuturkan:
Pangaji kitta’ atau santri dari berbagai usia, mulai dari 15
tahun hingga 25 tahun. Masing-masing membawa kitab
yang berbeda.
Pangaji kitta’ ini terdiri dari berbagai macam latar
belakang, mulai dari tingkat tsanawiah hingga yang telah
memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Mereka
berjumlah sekitar 30 orang.
Bagi santri pemula membaca kitab Durrah an-Nasihin
sebuah kitab hadist, dan bagi santri menengah membaca
kitab An-Nasa>ih ad-Diniyah wa al-Was}a>ya al-Imaniyah.
Sedangkan santri senior membaca kitab khasiah, sebuah
kitab fara>id pembagian harta waris.
Pangaji menghadap ke annangguru satu persatu dengan
membawa kitabnya masing-masing untuk dibahas, mulai

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 236

dari cara membacanya hingga penjelasan isi kitab


tersebut.1

Model pengkaderan annangguru muda di Pambusuang


adalah dengan membentuk pengajian-pengajian kitab kuning
menggunakan model tutorial. Di tempat tersebut pangaji kitta’ ini
mendapatkan kesempatan untuk membaca satu kitab secara tuntas
mulai dari kitab nahwu hingga kitab-kitab fiqh. Bagi santri pemula
wajib membaca kitab-kitab nahwu dan sharaf bahkan
menghapalkannya, sebagai dasar sebelum mengkaji kitab-kitab
hadits, tas}awuf maupun kitab fiqh. Jumlah santri pangaji kitta’ di
Pambusuang sekitar 60 orang yang berguru pada tiga annangguru
muda, dengan latar belakang usia dan pendidikan yang variatif.
Seorang pangaji yang bernama Mahmud (22 thn) berasal dari
Tinambung, menuturkan:
“Bahwa setelah menyelesaikan studinya di UIN Alauddin
Makassar pada Fakultas Tarbiyah, saya kemudian
memilih untuk mangaji (belajar membaca kitab kuning)
di Pambusuang, karena di saat saya kuliah di UIN jurusan
bahasa Arab, saya belum merasa puas”. 2

Demikian pula Hamid (19 thn), setelah tamat di salah


satu pesantren di Makassar, ia kemudian memilih mangaji kitta’
(belajar kitab kuning) di Pambusuang untuk memperdalam ilmu baca
kitabnya sebelum melanjutkan studi di Fakultas Syariah UIN
Makassar.
Saya memilih belajar membaca kitab kuning di
Pambusuang atas saran teman saya yang pernah mengaji
di Pambusuang dengan metode yang sederhana tapi

1
Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 29 Juli 2010.
2
Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 1Agustus
2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 237

mudah dimengerti, apa yang saya dapatkan di pesantren


selama enam tahun, belum sebanding ketika saya
mengaji disini, pengajiannya lebih fokus.3

Demikian pula yang diungkapkan oleh Syamsuhri:4


Pengajian kitab di Pambusuang pada umumnya diikuti
oleh sarjana-sarjana agama islam yang ingin melanjutkan
studinya ke jenjang magister maupun doktoral, atau
sekedar ingin memperdalam ilmu agamanya.

Pangaji ini berasal dari berbagai daerah di Polewali


Mandar termasuk Pambusuang, Majene, Kalimantan hingga dari
Sulawesi Selatan, namun mayoritas berasal dari Sulawesi Barat.
Pangaji kitta’ inilah nantinya yang akan mengajar di berbagai tempat
di Polewali Mandar, seperti Campalagian, Wonomulyo Tinambung,
dan daerah lain. Kaderisasi bagi annangguru pangaji kitta’ terbentuk
dengan baik melalui model yang dilakukan tiga annangguru muda:
Syahid, Muhasib dan Bisri. Yaitu: melalui pengajian kitab kuning di
masjid dan di rumah-rumah, para pangaji secara bergantian
mendatangi rumah annangguru mulai pagi hingga malam hari.
Sehingga tak ada waktu yang terlewatkan oleh mereka selama belajar
di Pambusuang.
Adapun kitab yang dipelajari oleh pangaji kitta’
dijelaskan pada tabel 22,23 dan 24 di bawah ini disertai dengan nama
annangguru yang mengajar, kitab yang diajarkan, pengarangnya,
jadwal pengajian dan jumlah pangaji.

3
Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 1 Agustus
2010.
4
Hasil wawancara di Polewali pada tanggal 15 Mei 2015.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 238

Tabel 15
Annangguru dan Kitab yang diajarkannya
Jadwal Pengajian kitab di rumah dan masjid annangguru muda
Nama Kitab- Pengarang Jadwal Jumlah
Annanggur kitab Kitab Pengajia Pangaji
u yang n
Diajarka
n
30-35
pangaji
Annanggur al-Allamah Masjid (santri)
u Syahid Khasyiah Khabar Taqwa yang
al-Fuhamah malam pegang
Sabtu kitab,
maghrib- masyaraka
isya t umum 30
orang tidak
memegang
kitab
Rumah,
- setiap 30-35
Al-Wa>fi Dr. malam, pangaji
Musthafa kecuali
Dib Buga malam
Sabtu
- An- Sayyid Rumah,
Nasa>ih Abdullahi setiap 30-35
Ad- Ibn Alawy malam, pangaji
Diniyah Ibn al- kecuali
wa al- Haddad malam
Was}aya> Sabtu

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 239

al-
Imaniyah
- Fath al- Imam Rumah,
Qari>b Allamah pagi
Ahmad (06.00- 30-35
Husain 07.00) pangaji
Assyuhair (09.00-
bi Aby 11.00)
Syuja’ Siang
(13.00-
1500)
Sore
(15.30-
18.00)
- Tanwi>r Muhamma - 30-35
al- Qulu>b d Amin al- pangaji
Kurdy
- Durrah - - 30-35
an- pangaji
Nasihin

Tabel 16
Nama Kitab- Pengarang Jadwal Jumlah
Annangguru kitab Kitab Pengajian Pangaji
yang
diajarkan
al-Jawa>b Masjid 50-60
al-Ka>fi, Taqwa pangaji
Annangguru ad-Dau malam dan
Bisri wa ad- Ibn Senin masyarakat
Dawa' Qayyim umum
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 240

Liman (maghrib-
Sa’ala isya)
ani ad-
Dawa>i
'as-Sya>fi
(1420 H,
1999)
- Fiqh al- Rumah, 25-30
Iba>dah Hasan Ba’da pangaji
(1306 H, Ayyoub Isya
1986) (20.00-
22.00)
- al-Nas}a>ih Syekh Masjid 50-60
ad- Imam Bala’ pangaji dan
Diniyah Qutub masyarakat

Tabel 17
Nama Kitab- Pengarang Jadwal Jumlah
Annangguru Kitab Kitab Pengajian pangaji
yang
diajarkan
at-Tazhib Masjid 50-60
Annangguru fi- Taqwa, pangaji dan
Muhasib Adillah Dr. malam masyarakat
Matni al- Mosthafa Kamis umum
Ga>yah Dib Buga (maghrib-
wa at- isya)
Taqri>b
(1397 H,
1978)

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 241

- Rumah, 50-60
Kitab at- Muhasib (15.30- pangaji
Tasyrif 18.00)
setiap
sore

Ketiga annangguru muda tersebut di atas bermukim di


Pambusuang dan konsentrasi mengajarkan kitab kuning kepada
pangaji kitta’, Annangguru Muhasib dan Annangguru Bisri selain
sebagai annangguru pangaji, keduanya juga pegawai negeri sipil,
sehingga waktu yang digunakan mengajar setelah mereka pulang dari
kantor, dan sebagian besar pangaji kitta’ tersebut berguru pada ketiga
annangguru sekaligus.
Awal kaderisasi annangguru dilakukan oleh Annangguru
Yasin dengan memberikan kepercayaan kepada annangguru muda
tersebut untuk memimpin pengajian kitab dan sudah menuai hasil.
Saat ini pengajian kitab di Pambusuang dikendalikan oleh tiga
annangguru yaitu: Muhasib, Syahid dan Bisri, dan mereka tengah
mengkader sekitar enam puluh pangaji yang saat ini sedang belajar di
Pambusuang. Tradisi yang berkembang bahwa annangguru itu harus
berumur, sudah dapat ditepis oleh langkah yang telah dilakukan
ketiga annangguru tersebut dimana mereka ternyata mampu
mengemban amanah sebagai pengajar dan imam masjid dengan baik.
Uraian di atas menunjukkan kelangkaan annangguru akibat beberapa
faktor antara lain kelangkaan lembaga pengkaderannya. Masyarakat
mulai mengeluhkan tentang kelangkaan annangguru yang dapat
dijadikan panutan dan mampu memberikan nasehat dan pegangan
agama yang meyakinkan.
Sementara kondisi masyarakat modern sangat rentan
dengan pengaruh sekuler yang membuat akidah manusia liar,
batinnya keropos dan mengalami depresi. Karena itu, perlu ada upaya

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 242

mengatasi kelangkaan annangguru ini yang selama ini berpusat di


Pambusuang dengan membangun wadah khusus untuk
pengkaderannya. Dalam rangka mengatasi kelangkaan annangguru
ini, sejak tahun 2000-an di Pambusuang telah lahir kelompok-
kelompok pengajian yang digerakkan oleh annangguru muda atau
lembaga nonformal, seperti pengajian kitab kuning yang digerakkan
oleh tiga annangguru muda tersebut di atas. Program pengajaran
tersebut diikuti oleh berbagai kalangan anak muda mulai yang berusia
15 tahun hingga yang berusia 30 tahun. Kelompok pengajian ini
bertujuan menyiapkan kader annangguru yang menguasai ilmu-ilmu
agama melalui kitab kuning, baik yang klasik maupun modern.
Pengkaderan bermaksud mencetak para ahli agama, pengamal agama,
dan pembela agama, terutama menurut paham ahlu sunnah wa al-
jamaah.
Alumni diharapkan mampu mempertahankan ajaran
Islam yang benar dan menangkis segala paham yang menyimpang
berdasarkan dalil-dalil al-Quran dan hadits dengan mssetode ilmiah
serta kaidah-kaidah yang dapat dipertanggungjawabkan dunia dan
akhirat. Kompetensi annangguru muda ini menguasai ilmu-ilmu
dasar agama dalam bidang akidah, syariah, akhlak secara integral
dengan kaidah-kaidah klasik dan didukung dengan metodologi ilmiah
modern serta mampu mengkomunikasikan kepada masyarakat untuk
diterapkan dalam kehidupan modern. Sehingga regenerasi
annangguru di Mandar tetap bertahan dalam dinamika perubahan
yang terjadi di masyarakat.

2. Strategi Pengajaran
Strategi pengajaran dilakukan annangguru untuk menjawab
stagnannya metode pengajaran yang dilakukan annangguru selama
ini, yang cenderung tidak menyesuaikan perkembangan zaman,
sehingga ditempuhlah beberapa strategi ajaran yaitu:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 243

a. Memadukan Literatur Islam Klasik dan Modern


Literatur klasik merupakan kitab-kitab penopang utama
tradisi keilmuan Islam yang ditulis pada abad ke-10 sampai dengan
ke-15 M. Beberapa karya penting ditulis sebelum periode tersebut,
dan beberapa karya baru dengan corak yang sama terus ditulis, tetapi
sejak akhir abad ke-15 pemikiran Islam tidak mengalami kemajuan
yang berarti. Pola pemikiran dalam ilmu-ilmu keislaman tetap sama,
namun dalam ilmu lain seperti matematika, fisika, kedokteran,
paradigmanya telah mengalami perubahan karena pengaruh Eropa.5
Dalam tradisi abad pertengahan ini, ilmu dianggap sistem
pengetahuan yang pada dasarnya bisa selesai. Ide untuk memperluas
ilmu pengetahuan dianggap absurd bahkan bid’ah. Pandangan ini
secara tegas membatasi jenis karya yang bisa ditulis.
Aziz Al-Azmeh, yang menganalisis dengan sangat cermat
dasar metafisika dari pemikiran Arab abad pertengahan, menyurvei
secara singkat jenis karangan para ulama dan ilmuwan zaman itu.
Jenis karya itu menurutnya agak terbatas karena setiap mengenai
suatu subyek pasti termasuk satu dari tujuh jenis pembahasan berikut,
yaitu: pelengkapan atas teks yang belum lengkap; perbaikan teks
yang mengandung kesalahan; penjelasan (penafsiran) atas teks yang
samar; peringkasan (ikhtisar) dari teks yang lebih panjang;
penggabungan atas teks-teks terpisah tetapi saling berkaitan (namun
tanpa adanya usaha sintesis); penataan tulisan yang masih simpang
siur; dan pengambilan kesimpulan dari premis-premis yang sudah
disetujui. Untuk masa pascaklasikpun hal ini masih sah sebagai

5
Karya Albert Hourani yang sangat bagus mengenai prmikiran Arab
Modern (1962) menunjukkan bagaimana pemikiran yang secara sadar
menyimpang dari tradisipun masih dipengaruhi olehnya. Buku ini tidak
menaruh perhatian kepada mereka yang tetap berada di dalam tradisi dan
tidak tertarik kepada dialog dengan pemikiran Arab, dikutip dari Martin van
Bruinessen, kita>b Kuning (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 30.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 244

gambaran pembahasan kitab kuning dan jika kita menambahkan


terjemahan ke dalam bahasa setempat sebagai jenis kedelapan,
praktis semua kitab yang ditulis ulama Indonesia selama abad yang
lalu tercakup dalam delapan jenis ini.6
Survei pendidikan pribumi pertama yang dilakukan
pemerintah (Belanda) di Kabupaten Rembang pada tahun 1864 telah
pula mencatat kitab yang dipelajari di pesantren. Santri mempelajari
dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kitab ‘a>mil karya Jurjani (atau
awa>mil) dan kitab juru>miyah (yang masih dipelajari di Pesantren).7
Demikian pula kajian kitab kuning di Mandar (Pambusuang dan
Campalagian) yang telah berlangsung dari generasi ke generasi sejak
tahun 1700-an. Kitab-kitab klasik tersebut terwariskan dari
annangguru ke santri atau dari ayah ke anak hingga beberapa
generasi, seperti Annangguru Syu’aib Abdullah mewarisi kitab-kitab
kuning dari ayahnya Annangguru Abdullah. Demikian pula ayahnya
mewarisi dari kakek Annangguru Syu’aib untuk diajarkan kepada
pangaji kitta’ di Pambusuang.

Menurut penuturan Annangguru Muhasib:8


Pengajian kitab di Pambusuang mencapai puncaknya
sekitar tahun 1970 sampai awal 1980. Pada waktu itu
pengajian dibawakan oleh sejumlah para annangguru
kharismatik. Annangguru Yusuf Polewali membawakan
kitab syarh al-Hikam pada malam Ahad. Annangguru
Madeppungan Campalagian membawakan kitab fiqh
pada malam Senin. Annangguru Saleh Pambusuang
membawakan kitab minha>j al- abidi>n pada malam Selasa.
Annangguru Jalaluddin membawakan kitab tafsi>r al-

6
Martin van Bruinessen, kita>b Kuning (Bandung: Mizan, 1995),
hlm. 31.
7
Ibid., hlm. 29.
8
Hasil Wawancara di Pambusuang, pada tanggal 5 Agustus 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 245

Jala>lain pada malam Rabu. Annangguru Said


Pambusuang membawakan kitab tauhi>d pada malam
Kamis. Annangguru Abd. Rasyid Sabang Subik
membawakan kitab tas}awuf pada malam Sabtu, dan
khusus malam Jumat di Masjid Taqwa Pambusuang
digunakan membaca kitab Barazanji yang dipimpin
langsung Imam Pambusuang Annangguru Mu’thi. Para
annangguru yang membawakan pengajian kitab di
Masjid Taqwa Pambusuang menggunakan kitab-kitab
klasik yang pada umumnya karangan ulama sekitar abad
ke 10-15 Masehi. Ketika pengajian kitab di Pambusuang
mencapai puncaknya benar-benar diikuti oleh ratusan
jamaah yang memenuhi masjid. Sedangkan annangguru
yang memandu pengajian rata-rata adalah alumni Timur
Tengah yang pada awalnya juga belajar mengaji di
Pambusuang atau di Campalagian”.

Demikian pula yang disampaikan oleh kepala desa Pambusuang


dalam sebuah dialog pencanangan desa SIPMANDAQ untuk desa
Pambusuang
Bahwa:
Pada era tahun 1970-an hingga 1980-an merupakan
masa-masa emas pengajian kitab kuning di Pambusuang
sebagai pusat pengajian dan pembelajaran kitab kuning,
di masa tersebut, para annangguru kharismatik masih
hidup, seperti Annangguru Shaleh, Annangguru Thahir
Imam Lapeo, Annangguru Said dan lain-lain.9

Literatur Islam modern merupakan kitab yang ditulis oleh


ulama-ulama modern sekitar abad 17 ke atas, seperti Bida>yah al-
Mujtahi>d karangan Ibn Rushd sebagai pengganti kitab-kitab klasik

9
Wawancara dengan H. Mansur (50 thn) kepala desa Pambusuang,
pada tanggal 9 September 2016.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 246

syafi’i, kitab bida>yah ini belakangan juga dicetak di Indonesia, yang


berarti makin besarnya minat masyarakat. Kitab fiqh As-Sunnah,
yang terdiri dari 14 jilid, karya pengarang Mesir modern Sayyid
Sabiq, dengan cepat juga mendapat tempat di kalangan pesantren.
Untuk mempertahankan tradisi pengajian kitab di Pambusuang,
annangguru muda juga mencoba memadukan antara kitab kuning
klasik dan modern sebagai tambahan wawasan bagi para pangaji
kitta’. Salah satu annangguru muda yang mencoba mengajarkan kitab
Islam modern di Pambusuang adalah Annangguru Bisri. Penulis
sempat bertemu dengan Annangguru Bisri, ia sedang membawakan
pengajian.
Malam itu Annangguru Bisri membawakan pengajian
kitab yang dikarang oleh seorang ulama modern, Hasan Ayyoub.
Judulnya, fiqh al-Iba>dah yang ditulis sekitar tahun 1406 H atau 1987.
Setelah berbincang sejenak tentang berbagai hal, annangguru
kemudian mengajarkan kitab tersebut. Caranya, pangaji kitta’
menghadap satu persatu. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk
membaca kitab tersebut dan menterjemahkan isinya dan mengulas
apa maksud isi kitab. Setelah itu dia mendapatkan penjelasan
tambahan dari annangguru. Pangaji kitta’ sebagian besar telah
mengusai tata bahasa Arab. Rata-rata pangaji kitta’ mempunyai
kesempatan sekitar 5 menit untuk mengurai isi kitab di depan
annangguru, setelah pangaji kitta’ mendapatkan giliran untuk
membaca dan menterjemahkan isi kitab, selanjutnya annangguru
memberikan penjelasan secara umum dan evaluasi dari hasil bacaan
pangaji kitta’ secara keseluruhan meliputi tata bahasa, terjemahan,
hingga kandungan kitab tersebut. Setelah itu lalu dibuka sesi tanya
jawab, pengajian ini berlangsung hingga pukul 23.00 wita.
Ulasan-ulasan yang dilakukan annangguru dalam kajian
fiqh banyak menyentuh persoalan-persoalan yang tengah dihadapi
masyarakat dalam berbagai hal. Kitab-kitab modern ditulis oleh

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 247

ulama modern, perlu disajikan kepada pangaji kitta’ untuk memahami


pemikiran-pemikiran Islam kontemporer sehingga pangaji kitta’
tidak hanya mengetahui pemikiran ulama klasik tetapi juga
memahami tulisan para ulama modern. Bentuk kajian kitab modern
tidak hanya disuguhkan kepada para pangaji kitta’ tetapi juga kepada
masyarakat umum.
Penulis salat maghrib berjamaah di Masjid Taqwa
Pambusuang. Malam itu bertepatan dengan jadwal pengajian kitab
yang akan dibawakan oleh Annangguru Muda Muhasib (35 thn), yang
juga berprofesi sebagai guru agama di salah satu SMP di Balanipa.
Salat jamaah Maghrib saat itu dipimpin oleh Annangguru Bisri,
terdiri dari 5 shaf dan masing-masing shaf terdiri dari 25-30 jamaah.
Pada rakaat pertama imam membaca surah Ya>sin hingga ayat ke 15,
dan pada rakaat kedua dilanjutkan hingga ayat ke 25. Salat jamaah
dan dzikir berlangsung sekitar 15 menit, lalu dilanjutkan dengan salat
sunnah rawatib. Setelah salat, jamaah yang berjumlah kurang lebih
seratus orang, separuhnya masih tinggal di masjid. Dari jumlah
tersebut kira-kira 30 orang adalah pangaji kitta’ selebihnya adalah
mustami’ (pendengar). Annangguru Jare’je, panggilan akrab
Annangguru Muhasib, kemudian melangkah ke depan dan menaiki
tempat duduk khusus annangguru yang berukuran sekitar 100x70 cm
dan tinggi sekitar 50 cm. Di depan annangguru ada tempat khusus
bagi kitab yang siap dibacakan. Pangaji kitta’ duduk setengah
lingkaran di depan annangguru. Sedangkan di belakang pangaji kitta’
ikut pula para jamaah yang terdiri para orang tua yang berusia sekitar
50-70 tahun. Pangaji kitta’ masing-masing membawa kitab yang
akan dikaji malam itu, yaitu kitab fiqh modern yang ditulis oleh Dr.
Mushtofa Diib Baga’ yang berjudul at-Tadzhib fii Adillah Matni al-
Gayat Wa Taqri>b ditulis pada tahun 1397 H atau 1978 Masehi.
Pengajian dimulai dengan salam lalu shalawat kepada nabi
dan mengirimkan surah al-Fa>tihah kepada pengarang kitab yang akan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 248

dibaca. Lalu annangguru memberikan prolog tentang bab yang akan


diuraikan dan dilanjutkan dengan mempersilahkan kepada salah
seorang pangaji kitta’ untuk membaca dan menterjemahkannya.
Sesekali annangguru memotong bacaan pangaji kitta’ jika ada yang
salah baca atau salah menterjemahkannya. Pembenaran dapat
dilakukan oleh annangguru, atau memberikan kesempatan pada
pangaji kitta’ yang lain untuk membenarkannya. Setelah bacaan
selesai annangguru kemudian mempersilahkan kepada pangaji kitta’
untuk memberikan penjelasan tentang isi kitab yang telah dibaca dan
meminta pendapat yang lain, mulai dari qawa>id atau tata bahasa,
terjemahan hingga penjelasannya menjadi bahan diskusi antara
annangguru dan pangaji kitta’. Dalam pengkajian ini yang
mempunyai hak suara hanyalah pangaji kitta’ sedangkan mustami’
yang duduk di belakang para pangaji hanya sebagai pendengar.
Setelah terjadi dialog, penjelasan atau kesimpulan akhir dijelaskan
oleh annangguru, lalu dilanjutkan pada bacaan berikutnya. Dalam
satu kali pertemuan biasanya hanya menyelesaikan sekitar 1 hingga
3 halaman. Pengajian dengan memadukan kitab modern dan klasik
berlangsung sekitar lima tahun terakhir yang dipelopori oleh para
annangguru muda yaitu Bisri, Syahid dan Muhasib yang sebelumnya
belum pernah dilakukan. Menurut penuturan Annangguru Bisri,
“Memadukan kajian kitab klasik dan modern merupakan
metode baru yang digunakan dalam sejarah pengajian kitab
di Mandar khususnya di Pambusuang dan mendapatkan
respon positif dari masyarakat”.10

Metode penyajian dengan memadukan kitab klasik dan


modern memang diminati oleh para pangaji kitta’ menurut Rusdi (25
tahun) peserta pangaji:

10
Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 11 Agustus
2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 249

Terobosan yang dilakukan oleh para annangguru muda ini


dengan mengajarkan kitab klasik dan modern kepada kami
itu sangat tepat sehingga kita dapat melihat perkembangan
pemikiran dalam Islam, yang diungkapkan oleh ulama dari
berbagai generasi dan saya pikir ini adalah hal yang baru di
Pambusuang.11

Dampak yang dihasilkan atas strategi ini adalah


merangsang anak didik untuk mengetahui lebih banyak tentang
sejarah pemikiran atau penafsiran dalam Islam, kemudian dampak
lainnya adalah mereka dapat menjawab persoalan yang dihadapi
masyarakat saat ini. Annangguru Syahid yang mengajarkan ilmu
fara’id, lebih banyak memberikan tugas kepada para pangaji-nya yang
kemudian mereka presentasikan pada pertemuan berikutnya, artinya
adalah bahwa kajian kitab yang disajikan para annangguru lebih
terbuka dan siap menerima saran, sehingga pengajian-pengajian
dengan metode ini akan berkembang bukan sebaliknya.
Kitab kuning merupakan hasil kerja keras para sarjana Islam
klasik yang menyimpan segudang jawaban atas permasalahan-
permasalahan masa lalu. Sementara itu, di sisi lain adalah generasi
yang hidup di ruang dan kondisi yang berbeda serta menghadapi
peliknya problematika modern. Upaya yang dilakukan annangguru
untuk tetap merespon modernitas dan mempertahankan kitab kuning
tersebut adalah memadukan keduanya. Namun menjadikan kitab
kuning sebagai pedoman yang ’sepenuhnya laku’ adalah tindakan
yang kurang bijaksana, karena hanya al-Quran dan hadist-lah yang
bersifat universal. Diibaratkan seorang anak yang mendapat warisan
harta yang berlimpah dari orang tunya, akan tetapi apabila anak
tersebut tidak mampu memperbaharui melakukan invosai terhadap

11
Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 11 Agustus
2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 250

warisan ayahnya tersebut dalam merespons dinamika perubahan


zaman, maka harta tersebut akan habis secara sia-sia dan tidak
bermanfaat.
Kesimpulannya, harta ayahnya akan habis dan hanya
meninggalkan cerita pada anak cucunya. Dengan pendekatan-
pendekatan di atas untuk memahami kitab kuning dengan membenahi
strategi pengajaran, maka tradisi pengajaran kitab kuning di Mandar
tetap bertahan, karena ia tetap menyesuaikan dengan zaman. Kitab
kuning yang dipelajari oleh pangaji akan tetap aktual, up to date dan
layak pakai sepanjang masa. Dengan berbekal pendekatan tekstual
dan pemahaman yang terwariskan secara turun temurun maka akan
menjadikan pengajaran kitab kuning yang dibaca hanya sekedar
setumpuk kertas peninggalan ratusan tahun silam. Tetapi dengan
dibandingkannya dengan kitab modern maka kitab klasik itu seakan
berjilid dan seakan ada jembatan yang terbentang antara kitab klasik
dan modern yang menjadi penghubung yang kuat. Realitas
mengatakan bahwa yang berhasil menjadi pemikir-pemikir besar
Islam Indonesia adalah mereka yang betul-betul mampu mengusai
khazanah Islam dengan baik antara klasik dan modern. Tokoh seperti
Gus Dur, K. H. Mustafa Bisri, Prof. Quraisy Syihab, Prof. Said Aqil
Siraj, dll adalah tokoh-tokoh yang berlatar belakang pendidikan
pesantren dan kitab kuning. Penulis sangat yakin bahwa orang yang
mampu mengusai kitab kuning dengan sempurna klasik maupun
modern adalah orang yang layak meneruskan estafet intelektual
pemikiran Islam masa depan. Hal tersebut sedang dirintis oleh
annangguru di Mandar.

b. Memasukkan Kajian Tarekat di Kalangan Kampus


Tarekat beserta jamaahnya (pengikut) biasanya
merupakan gejala dari kehidupan tradisi Islam di pedesaan, dan
jumlah pengikutnya akan mencapai puncak pada masa-masa krisis.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 251

Namun, dengan merebaknya barang-barang elektronik; televisi, jalan


beraspal, dan tersedianya kendaraan angkutan yang murah sampai ke
pelosok desa, tampaknya justru telah mengakibatkan jumlah pengikut
tarekat mengalami penurunan secara mencolok, meski tidak di
seluruh wilayah menunjukkan gejala yang sama. Di pihak lain,
beberapa tarekat mendapatkan pengikut baru di kalangan penduduk
perkotaan, dan tidak hanya di lingkungan masyarakat tradisional.
Beberapa orang guru tarekat sempat menarik perhatian kalangan
berpendidikan dan berhasil mendapatkan murid-murid di kalangan
menengah atas. Sebagian dari murid baru ini termasuk orang-orang
muslim yang berlatar belakang modernis atau sekuler. Mereka merasa
tidak puas dengan suasana keagamaan tradisional yang tidak
memberi sentuhan emosional di lingkungan mereka. Dengan kata
lain, mereka ingin mencari pengalaman keagamaan yang bersifat
langsung dan emosional melalui tarekat.
Sebagian tarekat juga menjalankan sejumlah fungsi lain
yang tidak bersifat keagamaan. Dalam praktiknya, setiap tarekat
sekaligus juga berfungsi sebagai jaringan sosial, karena keanggotaan
tarekat melahirkan sejumlah hubungan sosial yang akhirnya dapat
dimanfaatkan. Terutama bagi orang-orang yang baru mencari
penghidupan di kota, jaringan tarekat dapat berguna dalam
mendapatkan pekerjaan, bantuan-bantuan ketika dalam kesulitan,
dan seterusnya. Bagi sebagian anggotanya, tarekat juga berfungsi
sebagai pengganti keluarga yang memberikan kehangatan dan
perlindungan dan tidak didapatkan pada tempat lain.12
Dengan mulai memudarnya perkembangan tarekat di
pedesaan Mandar membuat beberapa tokoh tarekat modern berusaha
membuka kawasan baru, yaitu menjadikan kampus dan kalangan elit

12
Lihat, Martin van Bruinessan, kita>b Kuning, hlm. 205-206.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 252

perkotaan menjadi sasaran pengajian tarekat mereka. Strategi ini


dinilai cukup efektif dan menjanjikan guna menangkal berbagai
dampak negatif yang muncul akibat globalisasi dan modernisasi,
seperti misalnya sekularisasi dan materialisme yang berlebihan.
Dengan melakukan pengajian tarekat di kampus, sama halnya para
annangguru telah melakukan adaptasi terhadap perkembangan
masyarakat dunia perguruan tinggi sekaligus menanamkan
(mewariskan) ajaran Islam sesuai dengan paham tarekat yang menjadi
keyakinan mereka turun temurun. Sejak awal tahun 2000 pengajian
tarekat Qadiriah misalnya, berlangsung di rumah Annangguru
Sahabuddin di Makassar. Pengajian dihadiri berbagai tokoh
masyarakat Mandar di Makassar mulai dari pejabat teras Kanwil
Departemen Agama Sulawesi Selatan, Guru Besar Universitas
Hasanuddin Makassar, serta beberapa annangguru lain. Pengajian
diawali dengan membaca shalawat nabi, dilanjutkan membaca kitab
tas}awuf. Selanjutnya diadakan dialog dengan jamaah sekaligus
mencoba memadukan antara mystic truth dan intellectual truth,
antara mystic experience dan cognitive experience.
Pengajian tarekat terus berkembang di perkotaan bahkan
kadang dipusatkan di Baruga Syekh Yusuf Makassar atau di
Pesantren IMMIM Makassar. Semenjak Sahabuddin menjabat
sebagai Rektor Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN), ia
menjadikan kampus sebagai tempat kajian tarekat yang diikuti oleh
berbagai kalangan masyarakat. Dengan demikian, UNASMAN yang
didirikan oleh Annangguru Sahabuddin pada tahun 2002,
memberikan dinamika tersendiri dalam perkembangan tarekat di
Mandar. Sahabuddin sebagai rektor sekaligus murid Annangguru
Saleh, Pimpinan Tarekat Qadiriah di Mandar, menjadikan kampus
UNASMAN tak dapat dipisahkan dari nuansa tarekat. Pada tahun
2007, penulis sempat berkunjung ke rumah jabatan Rektor
UNASMAN, yang saat itu masih dijabat oleh Prof. Dr. Annangguru

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 253

Sahabuddin. Rumah jabatan rektor tepat berdiri berdampingan


dengan masjid kampus. Di ruang tamu terpajang foto tokoh tarekat
Qadiriah Syekh Alwi al-Maliki, dan beberapa jilid kitab kuning di
lemari yang tersimpan di ruang tengah.
Sepeninggal Annangguru Sahabuddin, Rektor
UNASMAN dipegang oleh putranya Annangguru Sybli Sahabuddin.
Pada kepemimpinan Annangguru Sybli tarekat Qadiriah di kalangan
institusi kampus makin berkembang. Hal itu dibuktikan dengan
banyaknya digelar berbagai kegiatan tarekat Qadiriah di lingkungan
kampus UNASMAN. Salah satu kegiatannya adalah pengajian-
pengajian tarekat di masjid kampus atau di rumah dinas annangguru
(rektor) serta memperoleh perhatian cukup besar dari civitas
academica. Dengan adanya pengajian halaqah di lingkungan kampus
telah memberikan ruang ideal mengenai bagaimana pikiran-pikiran
ilmiah dapat menjelaskan kepercayaan yang serba mistis dengan
memadukan pengalaman empiris mengenai eksistensi Tuhan. Untuk
sekadar contoh, apa yang disampaikan dalam pengajian dapat
dianalogikan dengan memberikan pemahaman mengenai lemari,
meja, jendela, kursi dan lain-lain yang terbuat dari kayu yang pada
esensinya adalah kayu. Demikian juga dengan Tuhan, bahwa Tuhan
ada dimana-mana dalam bentuk esensi, karena Tuhan yang
menciptakan esensi itu pada dirinya. Pandangan itu sangat rasional
dan mirip dengan pandangan filosof kaum eksistensialisme Soren
Kierkegaard. Menurut penuturan Tammalele13
“Salah satu ritual yang sangat penting dalam tarekat
Qadiriah adalah salat 27 Ramadhan atau massambayang
bukku’. al-Alim al-Allama as-Syekh Annangguru Shaleh
pada tahun 1950-an dalam menyambut malam lailah al-
qadr yang diyakini jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.
Beliaulah yang memprakarsai ritual tersebut serta

13
Wawancara di Pambusuang, tanggal 14 November 2015
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 254

diselenggarakan di Gunung Salabose yang berada pada


bagian timur Kota Banggae, Kabupaten Majene, atau
sekitar 10 km sebelah barat Desa Pambusuang. Di Gunung
Salabose ini terdapat makam seorang ulama besar Syekh
Abdul Mannan yang setiap saat orang dapat berziarah.
Pada awalnya salat 27 Ramadhan dilaksanakan di
kediaman Annangguru Shaleh di Pambusuang, yang
selanjutnya diselenggarakan dari rumah ke rumah.
Namun, karena jumlah jamaah semakin banyak, akibatnya
rumah orang-orang pun tidak dapat menampung lagi. Saat
itulah Annangguru Shaleh melakukan salat istikharah,
selesai salat beliau menetapkan renungan Lailah al-qadr
selanjutnya akan ditempatkan di Gunung Salabose,
tepatnya di anak bukit yang bernama “Bukku”. Maka, di
bukit inilah dimulai awal upacara dilakukan perenungkan
makna lailah al-qadr yang diyakini jatuh pada tanggal 27
Ramadhan setiap tahunnya. Malam itu pula sekaligus
dijadikan puncak pertemuan tahunan seluruh jamaah
tarekat Qadiriah. Hingga saat ini masyarakat sekitar
menyebut upacara tadi massambayang bukku’ yang
diambil dari nama anak bukit yang terletak di Gunung
Salabose”.

Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, di atas


gunung itu Annangguru Saleh sering bertemu Syekh al-Maliky, dan
karena itulah Annangguru Shaleh memilih tempat tersebut. Tentu hal
ini merupakan mitos untuk melegitimasi kharisma Sang Annangguru,
yang secara sosiologis merupakan fakta sosial. Seluruh rangkaian
ritual 27 Ramadhan dilaksanakan dengan cara berjamaah di dalam
masjid yang berukuran 15x15 meter. Nampak terasa sesak, bahkan di
luar masjid pada acara ritual berlangsung tidak ada pemisahan antara
s}af (barisan dalam salat) laki-laki dan perempuan, baik itu di halaman
masjid maupun di halaman rumah penduduk. Secara sosiologis hal ini
menunjukkan entitas sosial yang kuat di antara pengamal tarekat

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 255

dalam membangunan solidaritas mereka. Para pengunjung datang ada


yang berjalan kaki, naik kendaraan, bahkan terdapat pula kendaraan
dinas dan angkutan umum yang digunakan para jamaah untuk
menghadiri upacara tersebut.
Tujuan pelaksanaan ritual ini adalah untuk memperbanyak
ibadah salat dalam rangka taqarrub kepada Allah swt. Karena nilai
ibadah pada malam lailah al-qadr diyakini nilai pahalanya lebih mulia
dari seribu bulan. Menurut Kesa14 (mantan sekretaris pribadi
Annangguru Shaleh),
“Pengamal tarekat Qadiriah meyakini bahwa lailah al-qadr
jatuh pada tanggal 27 Ramadhan hal itu berdasarkan suatu
keyakinan bahwa setiap ayat dalam al-Qur’an mempunyai
makna hakiki yang mendalam. Kata lailah al-qadr disebut
sebanyak 3 kali, masing-masing hurufnya 9, jika 9 x 3 maka
jumlahnya 27 yang berarti lailah al-qadr diturunkan pada
malam 27 Ramadhan. Argumen tersebut merujuk pada
kitab yang ditulis oleh Ahmad Ibn Muhammad al-Shawy al-
Maliky dalam kitabnya yang berjudul khasiyah tafsi>r al-
Jala>lain jilid IV. Setelah Annangguru Saleh wafat, pimpinan
upacara ritual bukku’ dilanjutkan oleh Annangguru
Sahabuddin (salah seorang murid yang cerdas dan banyak
mendampingi Annangguru Saleh semasa hidupnya). Hal itu
berlangsung selama putra Annangguru Shaleh yang
bernama Ilham Shaleh masih menuntut ilmu di Makkah.
Sedangkan ketika Ilham Shaleh telah kembali ke Mandar,
posisi Annangguru Sahabuddin langsung digantikan oleh
Ilham Shaleh. Sejak itulah terjadi konflik otoritas Pimpinan
Tarekat Qadiriah antara Sahabuddin dan Ilham Shaleh LC.
Pada masa itu pula Annangguru Sahabuddin mengambil
sikap kontroversial dengan memindahkan upacara ritual itu
untuk pertama kalinya di Pondok Pesantren Modern

14
Wawancara dengan Refat Kesa, mantan Sekretaris Pribadi
Annangguru Saleh, di Majene pada 10 April 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 256

IMMIM Tamalanrea Makassar pada tanggal 27 Ramadhan


1424 H, bertepatan pada hari Jumat tanggal 21 Nopember
2003. Ketetapan tersebut dilakukan setelah diadakan
konsolidasi dengan pengikut yang melakukan upacara yang
sama pada tanggal 25 Ramadhan 1424 H/19 Nopember
2003”.

Upacara ritual ini benar-benar diciptakan sendiri oleh


Annangguru Sahabuddin, dan setelah beliau wafat dilanjutkan oleh
putranya Annangguru Sybli Sahabuddin. Di bawah kepemimpinan
Sybli Sahabuddin tarekat Qadiriah mulai masuk kampus dan
mendapat sambutan yang sangat antusias dari mahasiswa dan jamaah
tarekat Qadiriah. Termasuk pelaksanaaan salat lailah al-qadr yang
dulunya diadakan pada tanggal 25 Ramadhan dan 27 Ramadhan di
Baruga Syekh Yusuf Makassar, tapi saat ini dipimpin oleh putra
Annangguru Sahabuddin di kampus Universitas Asy’ariah Mandar
Polewali yaitu Annangguru Sybli Sahabuddin. Sekilas gambaran
mengenai peristiwa tersebut sempat dialami oleh penulis sebagai
berikut:
“Pada bulan Ramadhan 1431 H, digelar sambayang bukku’.
Tepat pukul 19.00 wita, setelah buka puasa malam ke 25
Ramadhan 1431 Hijriyah, jamaah Qadiriah mulai
berdatangan di kompleks kampus UNASMAN, tepatnya
berkumpul di Masjid Kampus Unasman. Mereka datang
dari Makassar Sulawesi Selatan, Majene, Mamuju dan
Polewali Mandar. Mereka terdiri dari berbagai kalangan,
mulai dari masyarakat biasa, mahasiswa, pegawai negeri
sipil hingga pejabat, pengusaha dan politisi.
Jumlah jamaah yang malam itu berkumpul tidak kurang
dari seribu orang. Annangguru Sybli Sahabuddin bergabung
dengan jamaah tepat pukul 20.00 wita, diikuti beberapa
jamaah lainnya. Beliau mengenakan baju koko putih,
sarung putih, kopiah putih dan sorban putih yang dililit di
lehernya. Sybli langsung duduk di s}af paling depan bersama
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 257

dengan Sekretaris Kabupaten Polewali Mandar (SEKKAB)


Bapak H. M. Natsir Rahmat, dan beberapa pejabat daerah
lainnya.
Tepat pukul 20.25 wita, adzan isyapun dikumandangkan
oleh seorang santri dari pesantren mahasiswa UNASMAN.
Selesai adzan, seluruh jamaah berdiri menunaikan salat
rawatib, dilanjutkan dengan salat isya 4 rakaat yang
diimami oleh Annangguru Sybli. Kemudian secara
berurutan dilanjutkan dengan salat qada’ 17 rakaat, salat
tasbih 4 rakaat 2 kali salam, salat taubat 2 rakaat, salat
hajat 2 rakaat, salat tarwih 20 rakaat dan salat witir 11
rakaat.
Selesai salat dilanjutkan dengan dzikir dan doa. Salat
bukku’ ini berlangsung sekitar tiga setengah jam. Usai salat
Annangguru Sybli menyampaikan tausiah sekitar 15 menit.
Isinya memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat
sambayang bukku’ dalam perspektif tarekat Qadiriah”.

Tarekat di Mandar beberapa tahun terakhir mengalami


perkembangan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Salah satu faktor
penyebabnya adalah strategi annangguru dengan mengubah metode
penyampaian tarekat yang lebih terbuka tentunya juga didukung
perubahan sosial, dimana proses modernisasi diiringi pula oleh
memudarnya ikatan sosial tradisional, telah menimbulkan kekosongan
emosional dan moral. Lalu tampillah tarekat sebagai kebutuhan yang
dirasakan orang banyak tersebut. Tarekat seperti itu menawarkan
suasana emosional dan spiritual yang semakin sulit dicari dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu, proses depolitisasi Islam
beberapa dasawarsa ini mendorong umat tidak lagi menaruh perhatian
pada cita-cita politik Islam tetapi kepada pengalaman rohani dan akhlak
pribadi. Strategi ini pula yang memasukkan tarekat di kalangan kampus
perguruan tinggi yang kemudian ikut menambah populeritas tarekat

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 258

dan sekaligus populeritas annanggurunya yang mengajarkan tarekat


tersebut.
Walaupun suburnya perkembangan tarekat sebagian
disebabkan oleh depolitisasi Islam, namun sebagai akibat potensi
politik tarekat dalam arti terbatas, tentunya menjadi semakin nampak.
Jumlah pengikut seorang annangguru tarekat rata-rata jauh lebih
banyak daripada pengikut annangguru lainnya, dan pengaruh terhadap
pengikutnya lebih besar karena gudang suara yang digenggamnya.
Tarekat di Mandar pada awalnya identik dengan orang-orang tua dan
kalangan masyarakat pedesaan, namun setelah kajian tarekat dan
pengajian-pengajiannya dimasukkan dalam kampus yang diikuti
justru kebanyakan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum
menjadikan tarekat bukan lagi issu yang eksklusif yang hanya
dipahami oleh kalangan tertentu, dan bahkan salat lailat al-Qadr yang
dibawakan oleh tarekat Qadiriah, justri digelar di halaman kampus.
Atas ide ini tarekat Qadiriah yang dulunya hanya populer di pedesaan
tapi saat ini sudah dipahami bahkan digeluti oleh kalangan kampus.

B. STRATEGI REKRUITMEN
Strategi rekruitmen dan pelestarian adalah strategi kedua
yang dilakukan annangguru untuk menghadapi berkembangnya
organisasi kegamaan Islam dan kelompok Islam lainnya, yang
dimaksud dengan strategi rekruitmen pada pembahasan ini adalah,
pola yang dilakukan oleh annangguru untuk merekrut semua
kelompok tersebut sebagai sebuah kekuatan dalam masyarakat, maka
annangguru menempuh beberapa strategi rekruitmen yaitu:

1. Membuka Kajian Keagamaan dan Organisasi Extra Kampus


Annangguru Sybli sebagai Rektor Universtas Asy’ariah
Mandar (kini menjabat sebagai ketua yayasan UNASMAN)
mempunyai peran penting dalam memajukan kampusnya, dengan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 259

mendesain kampus menjadi kampus semua golongan, baik NU,


Muhammadiyah, moderat atau dari kalangan mana saja, hingga
nonmuslimpun diberikan kesempatan terbuka untuk kuliah di
UNASMAN. Setiap mahasiswa diberikan peluang untuk membentuk
kelompok kajian keagamaan dan aktif di organisasi extra kampus.
Secara formal, aktivitas keagamaan di perguruan tinggi umum
memperoleh landasan dari ketetapan: MPRS Nomor II Tahun 1960
dan Undang-Undang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961, yang
mewajibkan pengajaran mata kuliah agama di perguruan tinggi
negeri. Legitimasi formal semacam itu mendapat tempat bagi
tumbuhnya kelompok-kelompok kajian keagamaan di kampus,
apalagi pada dasawarsa 1970-an terjadi arus masuk perguruan tinggi
dari kalangan kaum santri. Gejala ini telah turut mempengaruhi
perkembangan aktivitas keagamaan di kampus dan pada akhirnya
mendorong pertumbuhan berbagai gerakan keagamaan di kalangan
mahasiswa. Situasi semacam itu mendapat dukungan pula dari
kebijakan pemerintah terhadap perguruan tinggi.15
Semenjak 1978, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kini Menteri Pendidikan Nasional, mengeluarkan
kebijakan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Dimana
pada intinya membatasi gerakan mahasiswa di bidang politik dan
lebih memfokuskan diri pada kegiatan-kegiatan studi. Kebijakan
tersebut mendorong pertumbuhan kelompok studi yang meluas di
kalangan mahasiswa. Gejala ini dapat dilihat sebagai upaya pencarian
bentuk baru aktivitas mahasiswa setelah peranannya sebagai
kekuatan politik yang mampu mendesakkan perubahan (agent of
social change) mengalami stagnasi. Upaya pencarian bentuk baru
yang tetap menjadikan kampus sebagai sentral kegiatan, secara

15
Mimbar Jumal Agaau & Budaya, Vol. 24, No. 4, 2007, hlm. 481-
482.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 260

simultan ikut pula mengembangkan tradisi keilmuan dalam bentuk


pengembangan intelektual. Kelompok studi yang pada mulanya
bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan umum dengan segera
memasuki pula lapangan keagamaan. Suatu hal yang amat menarik
diamati adalah kelompok studi keagamaan ini justru tumbuh subur di
perguruan tinggi umum. Hal ini membawa kepada asumsi bahwa
telah terjadi perubahan orientasi di kalangan pemikir-pemikir Islam,
termasuk generasi mudanya, dalam arti transformasi kultural melalui
proses pencarian identitas dan orientasi baru sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman.
Motivasi mahasiswa melakukan kegiatan keagamaan di
kampus sering tidak terlepas dan materi dan proses pembelajaran
yang terjadi dalam pendidikan formal di kampus yang bersangkutan.
Penekanan dalam substansi mata kuliah, apakah cenderung lebih
menekankan pada aspek syariah, akidah, keilmuan atau lainnya yang
termuat dalam mata kuliah Agama Islam mendorong motivasi
mahasiswa dalam berperilaku yang sesuai dengan tekanan substansi
tersebut. Di samping itu, faktor-faktor lainpun tidak sedikit memiliki
andil, misalnya dalam proses pembelajaran penunjang, seperti
diskusi-diskusi pendalaman materi perkuliahan, peranan para
pendamping atau dosen. Faktor lain yang juga tidak dapat diabaikan
adalah Organisasi Mahasiswa Islam, dinamika kehidupan kelompok
keagamaan lain dalam perkembangannya juga menjadi faktor penting
kehidupan beragama di kampus.
UNASMAN sebagai kampus yang terbuka meskipun masih
baru, namun telah berdiri beberapa organisasi extra kampus yang
berlatar belakang keagamaan, seperti Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), organisasi ini adalah organisasi kemahasiswaan yang
menghimpun kalangan netral atau keberpihakannya pada organisasi
keagamaan masyarakat, apakah NU atau Muhammadiyah,
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berhaluan ke

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 261

NU, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berhaluan


ke Muhammadiyah. Selain oeganisasi tersebut di atas terbentuk juga
kelompok-kelompok diskusi kampus yang rutin membahas tema
mutakhir yang dinilai penting pada masanya, misalnya: peran wanita
di era modern, hubungan antara agama, kebebasan berpikir, poligami
dan Islam, kebudayaan dan lain-lain. Berkembangnya organisasi-
organisasi Islam di dalam kampus perguruan tinggi dan kelompok
diskusi tersebut memberikan kontribusi pada perkembangan
pemikiran masyarakat sekitarnya, dan tentunya semakin menguatkan
identitas annangguru sebagai rektor yang mencerminkan sebagai
tokoh agama yang pluralis. Menurut penuturan Annangguru Habib
Ahmad al-Mahdali16:
Unasman merupakan kampus yang modern namun tidak
melepaskan karakter ke NU-annya yaitu dengan
menambahkan program ekxtrakurikuler bagi mahasiswa
yang disebut dengan pesantren mahasiswa, saya adalah
salah satu yang diminta untuk mengisi acara pengajian di
mesjid kampus seminggu sekali, ini merupakan strategi
untuk menjadikan kampus UNASMAN melahirkan
“sarjana pless” yaitu sarjana yang mampu membaca kitab
kuning meskipun ia bukan sarjana agama.

Dengan model pembelajaran demikian kampus UNASMAN


akan memiliki daya tarik bagi calon mahasiswa khususnya di
Polewali Mandar dan pada umumnya di Sulawesi Barat.\

2. Ikon Politik “Mengabdi Untuk Semua”


Dalam perkembangannya, konfigurasi politik di Sulawesi
Barat tidak lagi monoton. Pada kesempatan pertama mengikuti
Pemilu Legislatif 2009, muncul sosok politisi dan partai politik

16
Hasil wawancara di Majene, pada tanggal 12 februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 262

pemenang yang beragam. Akankah keragaman politik semacam ini


menjadi kekuatan bagi provinsi termuda di Indonesia ini?
Pada pemilu legislatif tahun ini, Sulawesi Barat yang
berpenduduk sekitar 1 juta jiwa menempatkan tiga sosok wakil
masyarakat untuk duduk di kursi DPR RI dan empat sosok politisi di
kursi DPD RI. Berdasarkan hasil perolehan suara pemilu, jatah kursi
yang ada dibagi rata untuk tiga partai dengan suara terbanyak. Partai
Golkar, Partai Demokrat, dan PAN masing-masing memperoleh satu
kursi. Selanjutnya, tiga orang yang akan mewakili rakyat Sulbar di
DPR adalah mereka yang berhasil meraup suara terbanyak di
partainya masing-masing. Dari Partai Golkar muncul nama Ibnu
Munzir, politisi yang pernah menjadi anggota DPRD Provinsi
Sulawesi Selatan (1992-1997) serta DPR RI (1997-1999 dan 1999-
2004). Pada periode DPR RI 2004-2009, ia tidak lagi menjabat
sebagai wakil rakyat dan memilih bergelut di sektor swasta. Kini Ibnu
Munzir kembali ke parlemen. Tingginya populeritas tokoh
sebenarnya secara ideal akan tampak jelas pada perebutan kursi DPR
RI.
Muh. Asri, yang selama ini dikenal sebagai kader Golkar,
misalnya, meraih suara 43.750. Posisi kedua diraih oleh Annangguru
Sybli Sahabuddin, dengan perolehan suara 41.866. Peroleh suara
Sybli cukup besar dimungkinkan lantaran ia dikenal sebagai Rektor
Universitas Asy’ariah Mandar, dan juga putra dari ulama kharismatik
Mandar, Annangguru Sahabuddin. Annangguru Sybli dengan jargon
kampanyenya “Mengabdi Untuk Semua” ternyata dapat meraup
suara dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari komunitas NU, tapi
juga dari kalangan Muhammadiyah dan masyarakat umum lainnya.
Cukup mengejutkan karena dukungan tersebut juga muncul dari
kalangan nonmuslim. Dengan kemenangan tersebut mengindikasikan
Annangguru Sybli berhasil menjadi milik semua golongan. Selama
kampanye pun ia menggunakan tim sukses dari berbagai kalangan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 263

Hasilnya, pendukung Sybli cukup besar dan tersebar. Seperti di


Kabupaten Mamasa yang mayoritas nonmuslim, di daerah perkotaan
Polewali juga mendapat dukungan dari kalangan Muhammadiyah,
demikian pula para NU tradisional yang banyak bermukim di
pedesaan dan NU modern yang bermukim di perkotaan. Sekretaris
pribadi Annangguru Sybli, Mas’ud Shaleh menuturkan:
Bahwa ikon mengabdi untuk semua, merupakan ikon politik
yang mengantarkan Annangguru Syibli menjadi anggota
DPD RI, periode 2009-2013 dan 2014-2019, keterlibatannya
di dunia politik adalah merupakan desakan dari jama’ah
Qadiriah dan masyarakat kampus supaya beliau mencalonkan
diri menjadi anggota DPD RI, demikian pula halnya di saat
partai Golkar mencari sosok, calon wakil Gubernur Sulawesi
Barat (2017-2022) Annangguru Sybli kemudian ditetapkan
oleh partai Golkar sebagai calon wakil gubernur untuk
mendampingi Hasanuddin Mas’ud, namun berbagai
pertimbangan, akhirnya Annangguru Sybli mengundurukan
diri dari pencalonan tersebut.17

Strategi yang dilakukan Annangguru Sybli di atas adalah


untuk merekrut semua lapisan masyarakat yang terdiri dari dinamika
kelompok dalam mengkampanyekan dirinya untuk duduk di kursi
senator, ternyata strategi ini berhasil mendudukkannya, untuk
merekrut suara NU, Muhammadiyah, bahkan suara nonmuslim.
Demikian pula Annangguru Syarifah, ia tak hanya dikenal sebagai
Pemimpin Panti Asuhan tapi juga aktivis LSM khusus pada
perlindungan anak dan perempuan, dengan jalur LSM ini
keannangguruanya tidak dibatasi oleh dinding NU atau tradisional
Islam, justru terbuka oleh semua kalangan yang membutuhkan
bantuannya.

17
Hasil wawancara di Majene, pada tanggal 12 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 264

3. Menggelar Zikiran “Politik”


Menjelang Pemilihan Bupati Polewali Mandar pada tahun
2013, Annangguru Fauzi memanfaatkan momentum tersebut dengan
memanfaatkan salah satu pasangan calon kuat yaitu H.Andi Ibrahim
Masdar dan H.M.Natsir Rahmat, untuk menggelar zikir bersama
setiap malam Jum’at, di kediaman H.Andi Ibrahim Masdar, yang
diberi nama Majelis Zikir AIM BeNar, yang merupakan akronim dari
Andi Ibrahim Masdar bersama Natsir, zikiran ini digelar di kediaman
Andi IbrahimMasdar sebagai calon bupati Polewali Mandar, yang
merupakan adik kandung dari Ali Baal Masdar Bupati Polewali
Mandar yang segera mengakhiri masa jabatannya di tahun 2013.
Majelis zikir AIM BeNar18 yang didirikan oleh
Annangguru Fauzi ini, awal mulanya hanya diikuti oleh simpatisan
pada calon pasangan bupati Andi Ibrahim Masdar bersama
H.M.Natsir Rahmat, dalam perkembangannya semakin banyak
diikuti oleh masyarakat menengah ke atas baik di kalangan pengusaha
pejabat, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat, pada majelis zikir ini
rutin membaca Ratib Al-Haddad19, dengan banyaknya tokoh
masyarakat yang bergabung dalam majelis zikir AIM BeNar ini,

18
Majelis Zikir AIM BeNar mulai digelar pada hari Kamis
(malam Jum’at) tanggal 15 Mei 2013 dikediaman Andi Ibrahim Masdar,
jika dihitung malam Jum’at yang lalu tanggal 30 Maret 2017, maka majelis
zikir ini telah digelar kuarang 400 kali. Wawancara Ust Bakri, Imam Mesjid
Abdurrahman Matakali, tanggal, di Polewali pada tanggal 1 April 2017,
19
Ratib Al-Haddad berasal dari nama penyusunnaya, yaitu
Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam
(Mujaddid) yang terkenal. Di antara do’a-do’a yang pernah disusun Ratib
Haddad lah yang paling terkenal. Ratib yang bergelar yang bergelar Al-
Ratib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) ini, disusun berdasarkan inspirasi
pada malam lailatul qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriah (bersamaan 26 Mei
1661 M), lihat, https://dalwadakwah.blogspot.co.id/2015/04/ratib-al

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 265

membuat Andi Ibrahim Masdar sebagai calon bupati semakin popular


di tengah masyarakat, yang dikenal sebagai calon bupati yang
religius, disisi lain memberikan keuntungan tersendiri bagi
Annangguru Fauzi sebagaimana yang katakan:
“Salah satu strategi dakwah yang saya lakukan di
Polewali Mandar adalah, dengan membentuk majelis
zikir AIM BeNar, coba bayangkan tanpa saya
mengumpulkan orang, mereka datang sendiri, fasilitas
sudah disediakan semuanya oleh Bapak Andi Ibrahim
Masdar mulai dari tempat, snack dan bahkan saya
diberikan amplop di saat selesai zikiran, karena tidak
mungkin kalau saya yang akan mengumpulkan jama’ah
sebanyak itu, disisi lain dakwah saya bawakan juga
sampai ke mereka, jadi saya melihat disini kita saling
memanfaatkan”.20

Dalam strategi dakwah yang dilakukan oleh Annangguru


Fauzi ini, dengan memanfaatkan momentum pemilihan bupati, saling
memberikan keuntungan baik di pihak Andi Ibrahim Masdar sebagai
calon bupati, maupun di pihak Annangguru Fauzi sebagai
Annangguru muda berstatus sebagai Imam Mesjid Agung Kabupaten,
yang ingin lebih dikenal luas oleh masyarakat Polewali Mandar, dan
dakwah dapat tersalurkan melalui pendekatan politik. Majelis zikir
ini merupakan salah satu strategi politik yang ditempuh Andi Ibrahim
sehingga ia bersama H. M. Natsir Rahmat dapat terpilih menjadi
bupati maupun wakil bupati Polewali Mandar periode 2014-2019.
Setelah pelantikan Bupati Polewali Mandar untuk
periode 2014-2019, majelis zikir AIM BeNar tetap berjalan yang
digelar setiap malam Jum’at, dan semakin berkembang karena
jama’ahnya diikuti hampir seluruh pejabat lingkup pemerintah

20
Wawancara Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal 15
Maret 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 266

Kabupaten Polewali Mandar, tentunya Annangguru Fauzi semakin


dikenal luas terutama lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN)
Kabupaten Polewali Mandar. Dan setiap tahun diadakan undian
umrah bagi jama’ah zikir, dan Annangguru Fauzi diamanahkan oleh
bapak bupati sebagai pendamping jama’ah haji umrah.
Dianggap berhasil membina majelis zikir, membuat Ali
Baal Masdar mengundang Annangguru Fauzi untuk menggelar Zikir
bersama setiap malam kamis di kediamannya semenjak bulan
Oktober tahun 2016, sebagai sarana silaturrahmi antara tim sukses
dan simpatisan, Ali Baal Masdar yang akrab disapa ABM merupakan
calon Gubernur Sulawesi Barat yang diusung oleh Partai Gerindra,
Nasdem, PDI Perjuangan, PKB, PPP.
Melalui zikiran ini yang digelar setiap malam kamis
diikuti oleh masyarakat luas tokoh-tokoh politik, pejabat kabupaten
dan majelis taklim, berlangsung cukup meriah, Annangguru Fauzi
berperan sebagai pemimpin zikir dan menyampaikan tauziah sekitar
20 menit setelah zikiran, yang diawali sambutan sambutan dari tuan
rumah, menjelang pemilihan Gubernur Sulawesi Barat 2017, majelis
zikir Maju Malaqbiq21 semakin ramai, bahkan diikuti oleh jama’ah
dari Kabupaten Majene dan Mamuju. Dan pada malam pemilihan
Gubernur Sulawesi Barat yang serentak dilakukan di beberapa daerah
di Indonesia tepatnya 15 Februari 2017, Annangguru Fauzi
menghimbau supaya majelis zikir Maju Malaqbiq harus digelar, maka
pada malam rabu kediaman Ali Baal Masdar didatangi ratusan
jama’ah zikir yang datang dari berbagai kabupaten di Sulawesi Barat.
Tentunya sebagai tokoh agama muda, Annangguru Fauzi semakin
popular di masyarakat Sulawesi Barat, karena beberapa kali
momentum kampanye akbar Ali Baal Masdar sebagai calon gubernur,

21
Nama majelis Zikir di kediaman Ali Baal Masdar, diambil
dari nama taqline Visi Misinya sebagai calon Gubernur Sulawesi Barat
2017-2022 yaitu Sulawesi Barat Maju Malaqbiq.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 267

Annangguru Fauzi terlibat sebagai juru kampanye bersama dengan


Annangguru Sybli.
Dua majelis zikir yang diprakarsai oleh Annangguru
Fauzi yaitu Majelis Zikir AIM BeNar dan Majelis Zikir Maju
Malaqbiq, yang digerakkan dari awal dengan pendekatan politik,
mampu menjadikan Annangguru Fauzi dapat survive di tengah-
tengah masyarakat Mandar. Menurut penuturan salah satu tokoh
masyarakat
Antusias masyarakat cukup meningkat memberikan
dukungan ke bapak Ali Baal Masdar menjadi Gubernur
Sulawesi Barat, karena masyarakat Mandar ini sangat
religius, sehingga dibutuhkan sosok pemimpin yang
memberikan perhatian serius terhadap agama, melalui
media zikiran yang dipimpin oleh Annangguru Fauzi
setiap malam kamis, merupakan media sosialisasi secara
langsung ke masyarakat tentang visi dan misi dan janji
kerja Ali Baal Masdar ke masyarakat.22

Media zikiran “Maju Malaqbiq” yang diprakarsai oleh


Annangguru Fauzi, menjelang pemilihan Gubernur Sulawesi Barat
menjadi media sosialisasi politik, yang dibungkus dalam sebuah
majelis zikir, sehingga ada tiga yang dihasilkan dalam media
tersebuat, yaitu: melaksanakan zikiran untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan diberikan kemudahan untuk sukses dalam
pemilihan gubernur dan media sosialisasi visi dan misi Ali Baal
Masdar sebagai calon gubernur, kemudian yang ketiga, memperkuat
pengaruh Annangguru Fauzi ke masyarakat yang lebih luas.

22
Wawancara dengan Asnoen tokoh masyarakat, di Polewali ,
pada tanggal 3 April 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 268

4. Pendekatan Supranatural
Supranatural23 merupakan sebuah pendekatan yang
dilakukan oleh hampir seluruh annangguru di Mandar, karena salah
satu peran yang sangat strategis dan masih bertahan saat ini adalah
memberikan layanan supranatural pada masyarakat, salah satunya
penuturan salah seorang warga masyarakat:

Masae sannaqma andiang mala battang, diang mesa


wattu, sitta boyang pissangngu, maungi coba req lao’o
pesitai Annangguru Maruhmah, peraui doangano’o
malao marruppaq barakkaqna, inai lao maissangi mua
malao massaqding bulang, apa’ meloqsanna’ diang
annaqu akhirna naunga dzi Lapeo upisita annangguru
merau barakkaqna, Alhamdulillah dzi wattuna urundi
uwai anu pura najappi annangguru, mala tongangma
masa’ding bulang, makanya membalia mai di
woyangnna annangguru untuk massiara nasabaq syukura
lao di puangataala.24

Artinya:
Sudah lama saya tidak bisa hamil, pada suatu hari salah
seorang kerabat dekat saya, coba kamu datangi
Annangguru Marhumah untuk meminta dido’akan dan
semoga kamu mendapatkan berkah dari annangguru,
siapa tau kamu dapat terlabat bulan (hamil), keinginan
kuat untuk mendapatkan anak, akhirnya saya ke Lapeo
untuk menemuai Annangguru Marhumah untuk

23
Supranatural merupakan kelebihan, kemampuan serta
kekuatan yang tidak lazim bahkan tidak pada umumnya, yang dimiliki
seorang manusia. Kata supranatural itu sendiri terdiri dari 2 kata, supra dan
natural yang memiliki arti singkat yaitu di luar ambang kodrati atau ke umum
an yang yang terjadi pada manusia.lihat,
http://id.m.wikipedia.org>Adikodrati
24
Wawancara dengan Icci Sakinah Ibu Rumah Tangga di
Lapeo, pada tanggal 5 April 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 269

meminta berkahnya, kemudian annangguru memberikan


saya air putih yang telah dido’akan, Alhamdulillah
berselang beberapa lama, akhirnya saya dapat hamil,
makanya saya kembali kesini ke rumah annangguru
untuk berziarah sebagai ucapan rasa syukur kepada
Allah AWT

Annangguru Marhumah yang merupakan putri ulama


kahrismatik Annangguru Thahir Imam Lapeo, setiap hari rumah
kediaman Annangguru Marhumah dikunjungi oleh ratusan peziarah
dari berbagai daerah di pulau Sulawesi bahkan dari Kalimantan,
dengan tujuan bermacam-macam untuk meminta berkah dan
dido’akan oleh Annangguru. Menurut penuturan Alimuddin tokoh
masyarakat Polewali Mandar:
“Di kediaman Annangguru Marhumah yang terletak
persis di depan mesjid At-Taubah Lapeo, setiap harinya
dikunjungi ratusan peziarah dari berbagai daerah, setelah
berziarah di makam Imam Lapeo yang terletak di
halaman mesjid At-Taubah, para peziarah langsung
menuju kediaman Annangguru Marhumah untuk
meminta berkah, para peziarah tersebut biasanya
membawa makanan yang banyak, bahkan ada yang
membawa Ayam, Kambing hingga Sapi, sesuai dengan
nadzarnya untuk disembelih dan dibagikan pada anak
yatim piatu atau fakir miskin. Sehingga sepengatahuan
saya, di kediaman Annangguru Marhumah tidak pernah
memasak nasi, karena banyaknya makanan yang dibawa
oleh para peziarah setiap harinya”.25

Banyak pengunjung ke kediaman Annangguru


Marhumah karena telah banyak yang merasakan berkah dari

25
Wawancara dengan Alimuddin tokoh masyarakat, di
Polewali tanggal 5 April 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 270

Annangguru Marhumah tersebut. Demikian pula dengan Annangguru


Fauzi, kalau Annangguru Marhumah didatangi para peziarah, berbeda
dengan Annangguru Fauzi, ia yang justru mendatangi rumah
masyarakat yang membutuhkan untuk dido’akan. Seringkali
Annangguru Fauzi mengunjungi masyarakat untuk melakukan
pengobatan terutama yang terkena paqissangang (sihir), bahkan pada
melakukan pengobatan pada penyakit-penyakit yang telah ditangani
dokter ahli seperti leukemia, sebagaimana penuturan Aswan26 warga
Polewali:
Istri saya menderita penyakit leukemia dan telah berobat
hingga ke Makassar, bahkan hampir semua orang pintar
(orang yang pandai mengobati) di Mandar saya sudah
datangi, suatu hari saya mengundang Annangguru Fauzi
untuk datang ke rumah, yang kebetulan rumahnya
dengan rumah saya hanya berjarak sekitar 1 kilometer,
setibanya di rumah, ia langsung melakukan pengobatan
kepada istri saya dengan membaca berbagai macam zikir
dan langsung melakukan pengobatan dengan
menggunakan air putih, dan saya menemukan sebuah
keajaiban tatkala istri saya meminum air yang telah
dido’akan oleh Annangguru Fauzi, tiba-tiba istri saya
gemetar, dan keringatan sehingga mengeluarkan muntah
yang sangat banyak. Berselang beberapa lama ia sudah
merasa segar, dan saat ini Annangguru Fauzi masih rutin
melakukan pengobatan pada istri saya.

Rekrutmen yang dilakukan para annangguru ini


berdampak positif pada kiprah dan peran annangguru di tengah
masyarakat, di tengah perubahan social yang terjadi, justru semakin
banyak masyarakat yang membutuhkan kehadiran annangguru bukan

26
Wawancara di Polewali tanggal 6 Aparil 2017
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 271

sebatas pada peran-peran keagamaan bahkan sudah menyentuh pada


aspek yang lebih luas, seperti pengobatan.

C. AKTIF BERORGANISASI DAN MENDIRIKAN YAYASAN


Annangguru yang sebelumnya dianggap sebagai orang
yang menguasai hampir semua persoalan seperti: agama, pertanian,
kesehatan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, sekarang sudah
mulai bergeser. Peran-peran annangguru perlahan diambil oleh
pemerintah yang berkedudukan di kabupaten hingga desa.
Annangguru tidak selamanya didudukkan sebagai sosok yang harus
mampu mengatasi semua persoalan. Artinya, telah terjadi pemilahan
atau spesialisasi peran. Misalnya, pada masa lalu masyarakat
berkonsultasi ke annangguru masalah perikanan, kelautan dan
pertanian bahkan arsitek sebuah bangunan yang akan dibangun.
Sekarang untuk urusan tersebut masyarakat lebih banyak
berkonsultasi kepada kalangan atau petugas di bidang masing-
masing, seperti penyuluh pertanian, perikanan dan arsitek, dokter,
dan lain-lain. Berdasarkan perubahan tersebut di atas, annangguru
mulai berkiprah di organisasi kemasyarakatan, lembaga sosial dan
lain-lain, supaya tetap survive di tengah masyarakat.
Menurut Asnun dosen Institut Agama Islam DDI
Polewali27,

“saat ini annangguru di Mandar telah banyak melakukan


inovasi dalam rangka merespon perkembangan jaman,
annangguru diantaranya terlibat banyak pada organisasi
sosial kemasyarakatan, mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan, aktif di dunia politik, dan tetap tidak
meninggalkan crri khas keannanggurannya yaitu
mengajarkan ilmu Agama Islam, baik melalui pengajian,

27
Hasil wawancara di Polewali pada tanggal, 10 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 272

ceramah, maupun konsultasi-konsultasi pribadi di rumah


annangguru”.

Berikut ini dijelaskan kiprah annangguru pada organisasi


kemasyarakatan Islam (ormas) dan lembaga sosial:

1. NU Sulawesi Barat
Ada definisi resmi tentang Nahdataul Ulama atau ke-NU-an,
seperti yang tertuang dalam Qanu>n Asasi, bahwa NU adalah satu
organisasi yang dalam hal ber-fiqh menganut salah satu madzhab
empat, dalam berakidah menganut Asy’aria-Maturidi, dan dalam hal
ber- tas}awuf menganut al-Ghazali Junaidi al-Baghdadi.28 Nahdatul
Ulama yang berarti kebangkitan ulama adalah salah satu organisasi
sosial keagamaan di Indonesia, didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344/
31 Januari 1926 di Surabaya atas prakarsa K. H. Hasyim Asy’ari dan
K. H. Abd. Wahab Hasbullah disingkat NU. Tempat pengurus besar
organisasi ini berkedudukan di ibukota negara, Jakarta. NU berakidah
Islam menurut paham Ahlusunnah wal jamaa>h, menganut mazhab
empat (Hana>fi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), berasas Pancasila.
Tujuan didirikannya adalah untuk memperjuangkan berlakunya
ajaran Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah wa al-Jamaah dan
menganut madzhab empat di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia yang berasaskan Pancasila. Keanggotaan NU terdiri atas
keanggotaan biasa dan anggota kehormatan. Susunan kepengurusan
NU terdiri atas Mustasyar (Dewan Penasehat), Syuriah (Pimpinan
Tertinggi NU), dan Tanfiziah (Pelaksana Harian NU). Tingkat
kepengurusan terdiri atas Pengurus Besar (PB) untuk tingkat pusat,
Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat provinsi, Pengurus Cabang
(PC) untuk tingkat kabupaten dan kotamadya, Pengurus Majelis

28
Munawir Abdul Fatah, Tradisi orang-orang NU (Yogyakarta:
LKIS, 2006), hlm. Xii.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 273

Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat kecamatan, dan Pengurus


Ranting (PR) untuk desa dan kelurahan. Pengangkatan pengurus
dilakukan untuk waktu 5 tahun bagi PB, 4 tahun bagi PW, 3 tahun
bagi PC, MWC dan PR.
Pengurus Besar (PB) terdiri atas Mustasyar Pengurus Besar,
Pengurus Besar Harian Syuriah, Pengurus Besar Harian Tanfiziah,
Pengurus Besar Lengkap Syuriah, Pengurus Besar Lengkap Tanfiziah
dan Pengurus Besar Pleno.29 Provinsi Sulawesi Barat yang terbentuk
pada hari Rabu tanggal 22 September 2004 sebagai provinsi yang 33,
secara otomatis pisah dari provinsi induknya, Sulawesi Selatan.
Sebagai provinsi baru tentu belum memiliki Pengurus Wilayah atau
PW NU. Pada tahun 2005, K. H. Hasyim Musadi berkunjung di
Mandar dalam rangka menghadiri undangan dari Pesantren DDI
Kanang Polewali Mandar. Pada pertemuan tersebut dihadiri
Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, Rektor Universitas
Asy’ariah Mandar, dan Pengurus NU Polewali Mandar seperti; Hasan
Bado dan Akmal Hidayah. Pada kesempatan tersebut Bapak Hasyim
Muzadi sebagai ketua PBNU mengatakan:
“Apa sudah terbentuk Pengurus Wilayah (PW) Sulawesi
Barat? Jika belum terbentuk, supaya segera dibentuk dan saya
akan datang untuk melantik.”

Saat itu tahun 2006 PW NU Sulawesi Barat memang belum


terbentuk, dan Bapak Gubernur Anwar Adnan Saleh mengatakan:
“Bahwa saya adalah warga NU. Saya dapat kuliah di APDN
karena rekomendasi dari tokoh NU Sulawesi Selatan Pak
Yusuf. Padahal saat itu telah berlangsung kuliah beberapa
hari. Rekomendasi tersebut berisi bahwa saya adalah pengurus
Ansor Kota Makassar dan akhirnya saya diterima menjadi
mahasiswa APDN. Pada prinsipnya, sebagai Gubernur

29
Ensiklopedia Isla>m, (PT. Intermesa: Jakarta, 1997), hlm. 346.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 274

Sulawesi Barat saya sangat setuju jika PW NU Sulawesi Barat


segera dibentuk.”

Kunjungan Hasyim Muzadi benar-benar membuahkan hasil.


Terbukti, selesai pertemuan bergeraklah Hasan Bado, Salam
Ariyanto, Akmal Hidayah dan lain-lain, melakukan lobi-lobi di
beberapa kabupaten Sulawesi Barat untuk segera menyusun panitia
persiapan pembentukan PW NU Sulawesi Barat. Hasilnya, Akmal
Hidayah, Taksir Ariyanto diposisikan sebagai Steering Committee
(SC), bersama dengan Yahya Amin sebagai ketua SC. Pada tingkat
SC inilah digodok siapa Bakal Calon (Balon) PW NU Sulawesi Barat.
Dari sana muncul beberapa nama di antaranya Sybli Sahabuddin
Rektor Unasman; Dr. Nafis dosen IAIN Alaudin Makassar; Tsabit
Nadjamuddin mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten
Polewali Mamasa. Panitia pelaksana kemudian melakukan rapat di
Pesantren DDI Kanang, dan ditetapkanlah tiga calon Ketua PWNU
Sulawesi Barat, yaitu: Sybli Sahabuddin, Dr. Nafis, dan Tsabit
Nadjamuddin. Pada awalnya Sybli kurang diperhitungkan karena
masih dianggap junior dibanding dengan dua calon lainnya. Namun,
dalam perkembangan forum Tsabit Nadjamuddin membuat manuver
politik dengan menggoyang suara Dr. Nafis dan beralih mendukung
Sybli. Akhirnya, Sybli Sahabuddin yang terpilih menjadi Ketua PW
NU Sulawesi Barat pertama. Artinya, masyarakat Mandar yang
mayoritas sebagai nahdyin telah mendudukkan Sybli sebagai tokoh
agama dan akademisi yang dapat diandalkan untuk dapat mewarnai
pembangunan di Sulawesi Barat sebagai provinsi baru di Indonesia.
Semenjak terpilihnya sebagai Ketua PW NU Sulawesi Barat
di tahun 2006, Sybli Sahabuddin makin populer di masyarakat.
Aktualisasi diri sebagai annangguru di Mandar juga makin menguat
dan tidak dimiliki oleh annangguru lain. Apalagi sejak itu sering
tampil sebagai pembicara di berbagai forum ilmiah maupun

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 275

keagamaan dalam kapasitasnya sebagai rektor dan Ketua PW NU.30


Demikian juga Annangguru Syarifah yang terpilih sebagai Ketua
Muslimat NU Polewali Mandar (1996) sekarang pengurus Muslimat
NU Sulawesi Barat, Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Bisri,
mereka adalah pengurus NU di kabupaten maupun di provinsi,
sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, menjadikan mereka
mempunyai jaringan semakin luas, mulai dari jaringan dakwah dan
akses ke pemerintah. Tak bisa dipungkiri dengan aktifnya di
organisasi, para anangguru ini lebih diperhitungkan dibanding jika
tidak berorganisasi. Paling tidak jika mereka ingin mengeluarkan
kritik atau masukan kepada pemerintah dengan mengatasnamakan
NU akan lebih didengar dibandingkan jika hanya mengatasnamakan
perorangan.

2. Yayasan Panti Asuhan dan Pendidikan


Ada tiga annangguru perempuan di Polewali Mandar yang
cukup eksis di tengah masyarakat. Masing-masing adalah
Annangguru Marhumah putri Annangguru Thahir Imam Lapeo,
Annangguru Alwiah putri Annangguru Fatahannu, dan Annangguru
Syarifah Tanri Ampa putri Sayyid Muhdar al-Attas. Secara
geneologis sebagai turunan Annangguru, mereka juga aktif pada
lembaga sosial yang bergerak pada bidang pendidikan dan panti
asuhan. Panti asuhan yang didirikan oleh ketiga annangguru
perempuan tersebut berkembang cukup pesat dengan menggunakan
metode pembinaan secara kekeluargaan. Di samping itu, panti
asuhan mereka juga sering memperoleh kunjungan dan bantuan dari
pejabat kabupaten hingga provinsi. Bahkan di musim kampanye, para
anggota DPR wakil Sulawesi Barat banyak juga menjadikan panti

30
Wawancara Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulawesi Barat,
di Polewali 1 Agustus 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 276

asuhan tersebut sebagai lokasi kampanyenya. Berbekal keprihatinan


dan kepedulian yang tinggi kepada masyarakat kurang mampu, ketiga
annangguru itu benar-benar termotivasi untuk mendirikan panti
asuhan bagi anak-anak yatim piatu. Adapun panti asuhan tersebut
adalah:

a. Panti Asuhan Husnu al- Khatimah


Panti Asuhan Hhusnu al- Khatimah didirikan oleh
Annangguru Hj. Alwiah pada 12 Juni 2003. Melalui panti asuhan ini
Annangguru Hj. Alwiah bertekad untuk menampung anak-anak
terlantar dan yatim piatu. Di sana mereka juga diberikan pendidikan
dasar agama sebagai bekal untuk mempelajari ilmu-ilmu lain serta
bekal membangun akhlak perilaku sebagai orang muslim. Nama
Husnu al-Kha>timah diberikan karena dianggap bermakna baik yang
dapat mendatangkan rezeki dan kebaikan. Pernyataan tersebut
sempat disampaikan oleh Annangguru Hj. Alwiah sebagai berikut:
“Panti asuhan ini saya beri nama Husnu al-Kha>timah,
supaya anak-anak panti mendapatkan kebaikan dunia dan
akhirat, dan nama ini adalah nama yang terbaik”.31

Anak panti yang ditampung oleh annangguru berasal dari


berbagai macam latar belakang kehidupan. Mulai anak terlantar, anak
yang kurang mampu dan anak yatim piatu, dari berbagai kecamatan
di Kabupaten Polewali Mandar. Waktu itu penghuni panti asuhan
terdiri dari 35 putra dan 25 putri, hingga secara keseluruhan
berjumlah 60 anak. Semuanya disekolahkan sampai pada tingkat
tsanawiyah. Lokasi panti asuhan terletak di jalan olahraga Kelurahan
Wattang Kecamatan Polewali. Bangunan yang terdapat di sana
terdiri dari masjid yang luasnya sekitar 12x10 meter persegi. Dua

31
Wawancara dengan Annangguru Alwiyah, Pimp. Panti Asuhan
Husnu al-Kha>timah, di Polewali 1 Juni 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 277

rumah panggung yang digunakan untuk pemondokan anak putra dan


putri di lantai dua, sedangkan lantai satu untuk kediaman annangguru
yang terdiri dari ruang tamu dan perpustakaan, serta ruang makan.
Data tahun 2017 panti asuhan Khusnul Khatimah saat ini dihuni
sekitar 86 anak panti yang terdiri dari 40 laki-laki, 46 perempuan.
Seluruh aktivitas belajar dilakukan di masjid. Pendidikan
nonformal diberikan sore, seperti belajar bahasa Arab dan Inggris
serta keterampilan lainnya seperti latihan pidato atau jahit menjahit
bagi anak putri. Sedangkan antara salat maghrib dan isya diisi
pengajian agama, seperti membaca al-Qur’an dan membaca
Barazanji. Pengajian dilaksanakan oleh ustadz-ustadz muda yang
tinggal di sekitar Polewali dan kebanyakan alumni pesantren atau
sarjana dari UIN Alauddin Makassar. Sedangkan pendidikan formal
ditempuh di Madrasah Husnu al-Kha>timah yang terletak sekitar
4kilometer sebelah barat panti asuhan. Anak-anak di panti asuhan
hanya ditampung hingga tingkat SLTA atau sanawiyah. Setelah
tamat dari tsanawiyah mereka dilepas untuk hidup mandiri, dan
hanya beberapa orang yang tetap tinggal di panti asuhan untuk
membantu annangguru membina adik-adiknya.
Menurut keterangan Amma Muni32, salah satu pengurus
panti asuhan Khusnul Kahtimah: pantia asuhan milik Annangguru
Alwiyah semakin berkembang, baik dari sarana dan prasarana
maupun jumlah anak yang menetap di panti, keberadaan panti asuhan
milik Annangguru Alwiyah ini, menjadikan Puang Lawi (panggilan
lain dari Annangguru alwiyah) semakin dicintai oleh lingkungan
sekitarnya, karena ia dipandang sosok yang mampu membantu
pemerintah dan masyarakat yang kurang mampu terutama anak-anak
terlantar, ia sekolahkan secara cuma-cuma.

32
Hasil wawancara di Polewali, pada tanggal 11 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 278

b. Yayasan H. S. Muhdar al-Attas


Pada awal tahun 1984, Annangguru Hj. Syarifah Tanri
Ampa melakukan pembinaan pengajian al-Qur’an bagi masyarakat
Bonne-bonne dan sekitarnya. Pengajian tersebut mendapat respon
positif dari masyarakat, sehingga dapat berjalan sampai sekarang.
Dengan berbagai upaya dan usaha Annangguru Hj. Syarifah Tanri
Ampa dapat memajukan pengajian dari segi kualitas maupun
kuantitasnya.
Pada tahun 1990-an Annangguru Hj. Syarifah Tanri Ampa
mendirikan yayasan panti asuhan, yang diberi nama Yayasan H. S.
Muhdar dan mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya
terutama Departemen Sosial dan pemerintah setempat. Pada tanggal
3 Mei 1990 panti asuhan secara resmi dibuka, bertepatan dengan
tanggal kelahiran annangguru selaku Ketua Yayasan. Alasan dasar
mendirikan yayasan adalah untuk pembinaan generasi muda dan
membantu bagi anak yang kurang mampu. Nama Yayasan H. S.
Muhdar diambil dari nama ayah Annangguru Tanri Ampa. Selain itu
juga dikarenakan banyaknya kitab-kitab agama peninggalan
almaruhm H. S. Muhdar yang dapat dimanfaatkan dibaca oleh anak-
anak panti asuhan, dan sangat mubazir jika dibiarkan berdebu di
dalam lemari.
Pandangan tersebut kemudian diramu dalam sebuah visi
dan misi, yaitu:
Visinya, memanusiakan manusia dan membentuk peningkatan
manusia yang berkualitas, berpengalaman dan berwawasan Islam
serta peka terhadap lingkungan. Kemudian misinya adalah agar dapat
menemukan jati diri serta hidup mandiri mengabdi kepada Allah swt,
kemudian berbakti pada nusa dan bangsa, dan membentuk pribadi
anak didik yang berakhlakul karimah dan bermoral.
- Perkembangan Yayasan H. S. Muhdar

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 279

Dalam waktu relatif singkat panti asuhan H. S. Muhdar,


dapat mendirikan sarana ibadah masjid pada tahun 1990 guna
kepentingan anak panti asuhan dan masyarakat setempat. Pada
tanggal 3 Mei 1992 Yayasan H. S. Muhdar mendirikan satu unit
gedung asrama putri. Pada tahun 1994 panti asuhan mengalami
kemajuan yang berarti dengan setiap tahunnya membuka kelas untuk
taman kanak-kanak. Jumlah taman kanak-kanak yang telah dibangun
mencapai 13 buah pada 5 kecamatan di Polewali Mandar. Sedangkan
tenaga pengajarnya diambil dari panti asuhan. Pada tahun 1996, panti
asuhan ini mendirikan sebuah unit gedung serba guna yang juga
digunakan untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Taman Kanak-
Kanak (TK) atau Raodah al- Atfal (RA). Pada perkembangan
selanjutnya tahun 2003 mendirikan Madrasah Tsanawiyah Miftahul
Khair H. S. Muhdar yang sederajat dengan SMP. Hingga saat ini
pembinaan anak yatim, yatim piatu dan anak terlantar pada panti
asuhan H. S. Muhdar dengan pendidikan yang diajarkan adalah
perpaduan antara pendidikan umum, agama, keterampilan, dan budi
pekerti.
Annangguru Syarifah Tanri Ampa, selain aktif bergelut di
dunia pendidikan dan pembinaan panti asuhan, kini ia juga aktif pada
lembaga swadaya masyarakat (LSM) perlindungan anak dan
perempuan33. Dampak dari aktivitas annangguru dengan melibatkan
diri pada organisasi, lembaga sosial dan LSM, menjadikan mereka
semakin survive di tengah masyarakat, dampaknya berupa:

33
Menurut Khalid Rasyid (Kepala KUA Kecamatan
Campalagian), salah satu kelebihan dari Annangguru Syarifah Tanri Ampa
adalah: Ia merupakan satu-satunya Annangguru perempuan di Mandar yang
aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen pada
perlindungan terhadap kekerasan ibu dan anak, selain aktif di LSM ia juga
memiliki panti asuhan, dan panti asuhannya itu yang kadang digunakan juga
untuk menampung korban kekerasan perempuan dan anak. Hasil wawancara
di Polewali pada tanggal 14 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 280

Pertama: Annangguru yang bersangkutan semakin


populer karena organisasinya atau panti asuhan yang ia pimpin,
misalnya Annangguru Sybli sebagai Ketua PW NU Sulawesi Barat,
Annangguru Alwiyah dan Syarifah Tanri Ampa sebagai Pimpinan
Panti Asuhan dan Ketua Yayasan Pendidikan.
Kedua: Panti Asuhan yang dipimpin menjadi ramai
dikunjungi oleh masyarakat luas untuk berkonsultasi dalam berbagai
persoalan kehidupan.
Ketiga: Legitimasi keannangguruannya semakin kuat
karena kiprahnya di masyarakat terbukti dengan lembaga sosial.
Keunikan annangguru perempuan di Polewali Mandar
yang menjadi pengamatan penulis adalah, rata-rata mereka memiliki
panti asuhan dan madrasah dan keunikan lainnya adalah mereka
turunan annangguru kharismatik dan sekaligus menjadi konsultan
spiritual. Alasan yang paling logis adalah annangguru perempuan
lebih mempunyai kapabilitas untuk memelihara anak, karena mereka
adalah kaum hawa dibanding annangguru laki-laki.

D. PENINGKATAN KREDIBILITAS LEMBAGA


Untuk menjawab tantangan annangguru dengan issu
persaingan pasar terhadap institusi yang tradisional yang selama ini
melekat pada annangguru, maka strategi yang dilakukan adalah
peningkatan kredibilitas lembaga. Uraian-uraian tentang
problematika kedudukan lembaga-lembaga kependidikan Islam di
Indonesia sudah sejak lama dilakukan dan banyak dibicarakan di
referensi-referensi. Diawali oleh LP3ES dengan penelitiannya yang
dilakukan oleh M. Dawam Rahardjo (1974), yaitu Pesantren dan
Perubahan Sosial. Kemudian Kuntowijoyo (1991), dalam Paradigm
Islam, dan terakhir tulisan Steenbrink (1986) sarjana barat yang
mengungkapkan Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Dalam diskusi ini

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 281

banyak dibahas tentang bagaimana cara peningkatan kredibilitas


Lembaga Pendidikan Islam?
Dalam konteks ini, pertama-pertama yang harus disadari
adalah bahwa semua kelemahan-kelemahan yang menjadi persoalan
dan problematika pendidikan Islam di Indonesia selama ini adalah
produk sejarah yang berkembang sejak zaman sebelum kemerdekaan.
Pendidikan Islam berkembang dari tradisi pesantren yang semata
menekankan kepada pembinaan batin dan kerohanian. Sedangkan
pendidikan dan pengajaran di bidang ilmu pengetahuan umum berasal
dari tradisi Eropa Barat yang menekankan kepada kecerdasan. Dua
jenis pendidikan dengan tradisi yang terpisah ini berkembang cukup
lama yaitu dari sejak abad ke-19 sampai dengan tahun 1970-an. Pola
pendidikan ganda tersebut menimbulkan dua golongan masyarakat
terpelajar yang terpisah. Yaitu, antara kelompok cendekiawan dan
kelompok ulama, baik dalam pergaulan, kebiasaan dan pola pikir. Hal
ini mengakibatkan timbulnya berbagai ketimpangan dan
ketidakserasian dalam kehidupan masyarakat.34
Melalui upaya pemerintah di bidang pendidikan selama ini
telah terbentang jembatan yang menghubungkan bersatunya
golongan cendekiawan dan kaum agama di lingkungan masyarakat
Islam. Antara lain dengan ditandai berkembangnya empat macam
pendidikan Islam yang dapat dilihat perbedaannya dari segi program
serta praktik-praktik pendidikan yang dilaksanakan. Keempat macam
pendidikan Islam itu ialah: (1) pendidikan pondok pesantren; (2)
pendidikan keagamaan (dari ibtidaiyah hingga IAIN); (3) pendidikan
umum yang bercirikhaskan Islam; dan (4) pendidikan agama Islam di
lembaga-lembaga pendidikan umum.35 Kaitannya dengan
pengembangan kualitas sumber daya manusia menjelang era

34
Muhammad Fuad, Eksistensi Lembaga Kependidikan Isla>m di
Indonesia, dalam UNISIA, Vol. XXXI, No. 67 Maret 2008, hlm. 69.
35
Ibid,. hlm. 70.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 282

industrialisasi dan teknologi, program-program pendidikan harus


peka terhadap berbagai gejolak perubahan yang terjadi dalam
berbagai bidang kehidupan. Dalam rangka menciptakan pendidikan
yang luwes, fleksibel, serta relevan dengan kebutuhan berbagai
bidang dan sektor pembangunan, maka prioritas pembangunan
pendidikan nasional diarahkan pada:
Pertama: Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.
Menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan, maka
keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun tidak semata-mata menyangkut
penyediaan kesempatan belajar, tetapi juga mutu relevansinya.
Artinya, perluasan dan pemerataan di satu sisi dan perbaikan mutu di
sisi lain.
Kedua: Peningkatan Mutu pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
Upaya peningkatan mutu pendidikan serta prioritasnya perlu
didasarkan pada suatu konsepsi atau cara berpikir yang benar atau
selaras dengan keadaan pendidikan Indonesia dan masalah-
masalahnya. Pemahaman terhadap status dan kedudukan Indonesia
dalam lingkungan nasional dan global dalam berbagai indikator mutu
pendidikan dasar, menengah dan tinggi perlu terus dikaji secara
intensif. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran secara konsisten
terhadap berbagai indikator mutu pendidikan, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.36 Dalam rangka peningkatan mutu semua
jenis dan jenjang pendidikan (dasar, menengah, dan tinggi), perlu
dipusatkan perhatian pada tiga faktor utama, yaitu, pertama:
Kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses
pendidikan. Sedangkan arti kecukupan adalah penyediaan jumlah dan
mutu guru dan tenaga pendidik lainnya: buku teks bagi murid,

36
Yaya M. Abd Aziz (ed), Visi Global: Antisipasi Indonesia
Memasuki Abad ke 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 57-58.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 283

perpustakaan dan sarana prasarana belajar. Kedua: Mutu proses


pendidikan itu sendiri dalam arti kurikulum dan pelaksanaan
pengajaran untuk mendorong para siswa belajar lebih efektif. Ketiga:
Mutu output dari proses pendidikan dalam arti keterampilan dan
pengetahuan yang telah diperoleh para siswa.
Ketiga: Pendidikan untuk memacu penguasaan Iptek.
Dalam rangka memacu penguasaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) prioritas diarahkan pada upaya pendidikan dan
pengembangan IPTEK itu sendiri. Pendidikan IPTEK harus
merupakan paduan yang berkesinambungan antara pendidikan dasar
IPTEK, pendidikan persiapan akademis, serta pendidikan tinggi
IPTEK. Pengembangan IPTEK diprioritaskan pada peningkatan
penelitian dan pengembangan di lingkungan pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan IPTEK lebih
menekankan pada perluasan wawasan IPTEK melalui upaya
peningkatan “kemelekan IPTEK” (science and technology literacy).
Wawasan IPTEK tersebut perlu dikembangkan melalui mata
pelajaran yang telah ada dengan lebih banyak upaya untuk
meningkatkan budaya baca. Pada jenjang pendidikan tinggi,
pendidikan IPTEK diarahkan untuk memperkuat kemampuan bahasa
Indonesia, mengusai IPTEK dalam rangka menunjang pengembangan
industri di masa depan. Dengan prioritas pada penguasaan spesialisasi
ilmu-ilmu dasar, matematika dan bahasa, serta peningkatan
penguasaan bidang-bidang keahlian unggulan.
Keempat: Peningkatan relevansi melalui kebijakan,
keterkaitan dan kesepadanan.
Pendidikan kejuruan dan teknologi, baik yang
diselenggarakan melalui sekolah maupun pendidikan luar sekolah,
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Pendidikan kejuruan tersebut memiliki kaitan langsung dengan
proses industrialiasasi, terutama jika dikaitkan dengan fungsinya

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 284

memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil, fleksibel, dan


melek teknologi (technology literate)37. Ketika arus globalisasi telah
memasuki semua lingkup kehidupan, menjadikan annangguru
semakin kreatif untuk meningkatkan kredibilitas lembaga yang ia
pimpin mulai dari tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi. Adapun
caranya dengan melakukan perubahan-perubahan pengajaran di
pesantren atau madrasah sehingga lembaga atau institusi agama tetap
bertahan di tengah masyarakat. Proses pengintegrasian dan pencarian
sifat dikotomik sistem pendidikan nasional terus berjalan
sebagaimana yang telah dilakukan beberapa annangguru di Polewali
Mandar, mulai dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi, sebagai
berikut:

1. Mendirikan Lembaga (Institutsi Pendidikan) Formal dan


Modern
- Mendirikan Universtas Asy’ariah Mandar
Universitas Asy’ariah Mandar atau UNASMAN bermula
dari sebuah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP). Lembaga pendidikan ini
berada di dibawah naungan “Yayasan Darud ad-Dakwah wa al-
Irsyad” (YADDI) yang berasaskan pengabdian demi untuk
kemaslahatan umat di bidang pendidikan. Pada tahun 2002 beberapa
pengurus dan pengelolanya bersepakat menyatukan dua sekolah
tinggi tersebut (merger) dalam satu lembaga yang bernama
Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) di bawah naungan
Yayasan al-Asy’ariah Mandar (YASMAN). Pendirian Perguruan
Tinggi (PT) tersebut dikarenakan apresiasi masyarakat pada dunia
pendidikan semakin tinggi. Di samping juga untuk menopang sarana
pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Pada momentum itulah

37
Ibid., hlm. 59.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 285

UNASMAN memperoleh posisinya yang strategis sebagai basis


pendidikan pertama di tanah Mandar dan laboratorium pencetak
Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Sebagai salah satu perguruan tinggi yang berada di Kota
Polewali, Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) memiliki
peran yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas SDM dalam
mendukung pengembangan kapasitas Polewali. Sebagai perguruan
tinggi yang berbasis teknologi informasi dan komputer, lembaga ini
mulai beroperasi dengan izin operasional SK Menteri Pendidikan
Nasional No.59/D/O/2004, terhitung mulai tanggal 27 April 2004 dan
terakreditasi. Staf pengajar yang direkrut terdiri atas dosen tetap
yayasan, dosen luar biasa (tidak tetap) dan yang dipekerjakan dari
lingkup Kopertis Wilayah IX Sulawesi. Saat ini Universitas
Asy’ariah Mandar membina 6 fakultas dengan 12 program studi
yaitu; FKIP (Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, Pendidikan
Bahasa Indonesia, Pendidikan Matematika), Pertanian
(Agroteknologi, Agribisnis, Peternakan), FISIP (Ilmu Komunikasi,
Ilmu Pemerintahan), FIKOM (Sistem Informasi dan Teknik
Informasi), FKM (Kesehatan Masyarakat), dan FAI (Agama Islam
jurusan Ekonomi Islam).
Adapun VISI-nya adalah: Menjadikan pendidikan
unggulan yang bermutu dalam pengembangan IPTEK dan IMTAK
berorientasi pada tuntunan dan kebutuhan dunia kerja, sehingga
sistem pendidikan di Universitas Asy’ariah Mandar harus terarah
kepada tuntunan kecerdasan intelektual berupa olah pikiran dan
kecerdasan spiritual berupa olah dzikir berhaluan ke-Asy’ariah-an
dan ke-Aswajah-an.
Tujuan perguruan tinggi ini didirikan, salah satunya
untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan berpikir
melalui pendekatan masalah dan kemampuan untuk mengembangkan
penampilan profesinya dengan wawasan yang luas. Dampak positif

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 286

dengan berdirinya perguruan tinggi ini antara lain, anak-anak


Sulawesi Barat tidak perlu lagi melanjutkan kuliahnya ke Makassar
atau ke Pulau Jawa. Cukup di kampung halaman sendiri, dan hingga
saat ini UNASMAN juga telah banyak merekrut dosen dari putra-
putra daerah. Annangguru Sybli sebagai Rektor UNASMAN (2004-
2009), telah menjadikan kampus ini sebagai basis legitimasinya,
sebagai corong politik untuk mendapatkan suara dalam pemilihan
Anggota DPD RI yang lalu. Dengan menjabatnya Sybli sebagai rektor
menjadikan ia mampu bertahan sebagai annangguru di Mandar.
Bahkan ia adalah annangguru yang sangat populer karena ditunjang
beberapa faktor antara lain yang dimiliki, seperti: sebagai pengajar
tarekat, Pimpinan PW NU Sulawesi Barat, dan sebagai Anggota DPD
RI. Melalui kampus UNASMAN oleh ayahnya, Sybli justru berhasil
bertahan sebagai annangguru, karena ia mampu membaca keinginan
masyarakat yang terus berubah.

2. Mendirikan Pondok Pesantren


Pengajian kitab merupakan model pengajaran Islam
tradisional yang dipimpin seorang annangguru pangaji, di Polewali
Mandar ada dua tempat menjadi pusat pengajian kitab yaitu,
Pambusuang dan Campalagian, namun seiring dengan perkembangan
zaman, dan semakin berkembangnya dunia pendidikan Islam maka
annangguru mendirikan pondok pesantren sebagai sekolah formal,
adapun pondok pesantren yang didirikan tersebut adalah:

a. Pondok Pesantren Salafiah Parappe Campalagian


Pondok Pesantren Salafiah ini terletak di Desa
Parappe Campalagian, pesantren yang dinisbatkan kepada aliran
salaf, namun tetap berinteraksi pada perkembangan modern
untuk lebih jelasnya diuraikan berikut ini:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 287

1) Latar Belakang Berdirinya


Pondok Pesantren Salafiah Parappe (PPSP) atau
yang lebih dikenal dengan Pondok Pengajian Kitab
Kuning/Gundul terletak di Desa Parappe Kecamatan
Campalagian. Lebih kurang 30 km arah barat Kota Polewali
ibukota Kabupaten Polewali Mandar (Polman). PPSP ini adalah
sebuah wadah pendidikan yang hadir secara khusus berorientasi
membina dan membentuk generasi-generasi Islam agar faqih fi
ad-din melalui kajian-kajian kitab kuning atau kitab gundul
(kitab klasik Islam). Sesungguhnya PPSP sudah melaksanakan
agenda kegiatannya sejak tahun 1970-an, meskipun dengan
sistem yang masih sederhana. Yaitu, dengan cara sorogan atau
mangaji tudang di kediaman Annangguru Latif (Pendiri dan
Pimpinan PPSP).
Dengan melihat perkembangan santri yang terus
bertambah dari waktu ke waktu bahkan banyak yang datang dari
luar provinsi, maka pengurus mulai mengusahakan tempat yang
kondusif untuk menyelenggarakan pembelajaran terhadap
mereka. Upaya tersebut terwujud pada tahun 1997 dengan
berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Salafiah Parappe (YPPSP).
Yayasan ini menaungi Madrasah Diniyah, Madrasah ‘Ula atau
Ibtidaiyah, Madrasah Wusta’ atau Tsnawiyah dan Madrasah
Ulya’ atau Aliyah di bawah naungan Kementerian Agama.
Diharapkan kelak PPSP dapat menjadi kiblat pendidikan Islam di
tanah Mandar Sulawesi Barat dalam melahirkan ulama-ulama
yang profesional di bidangnya.

2) Visi dan Misi PPSP


Visinya adalah: Mencetak santri yang alim, saleh dan
kafi.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 288

Misinya adalah: a) Menyelenggarakan proses


pendidikan Islam yang berorientasi pada profesionalisme dan
mutu serta kemandirian. b) Membentuk santri yang berakhlakul
karimah, amanah serta terampil. c) Membentuk lembaga
pendidikan yang bernuansa ke-salafiah-an (tradisional) untuk
menjawab tantangan-tantangan ke-khalfiyah-an (kemodernan).
Menurut Abd Majid (orang tua santri), bahwa
pesantren Salafiah Parappe milik Annangguru Latif
Busyra merupakan pesantren yang sangat bermutu,
terutama pengajarn kitab-kitab klasik kepada santri,
dan ini penting karena salah satu cirri khas santri
adalah mampu dan menguasai isi kitab kuning, dan
terbukti anak saya baru setahun belajar di pesantren
ini, sudah mampu membaca kitab kuning dengan
baik. Meskipun demekian santri juga dibuka
wawasannya melihat perkembangan dunia luar
pesantren, sehingga santri dapat merespon perubahan
yang terjadi38

3) Program Pendidikan PPSP


Program pendidikan PPSP terdiri dari: Formal
meliputi; Madrasah Diniyah, madrasah Ula’ (ibtidaiyah),
madrasah Wusta’ (tsanawiyah) dan madrasah Ulya’ (aliyah).
Kemudian nonformal meliputi: Pengajian pondokan (Pembinan
kitab kuning dan pembinaan bahasa asing yaitu: Arab dan
Inggris), kemudian kursus kursus, meliputi, bahasa Arab dan
Inggris, menjahit, komputer, serta pengembangan budidaya
udang lobster, serta latihan ceramah dalam tiga bahasa (Arab,
Inggris dan Indonesia).
4) Kegiatan harian PPSP

38
Hasil wawancara di Polewali, pada tanggal 16 Juni
2016.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 289

Mulai pukul 03.30 salat tahajud, belajar bersama dan


salat subuh berjamaah, pengajian pondokan, setelah pengajian
kemudian santri sarapan pagi, mandi dan persiapan masuk kelas,
dilanjutkan dengan salat dhuha, kemudian belajar di kelas, tepat
jam 12.00 para santri siap-siap salat dzuhur, lalu pengajian
pondok dan salat ashar berjamaah, usai salat para santri
berolahraga, kemudian persiapan salat maghrib, lalu dilanjutkan
tadarrus setelah menunaikan salat maghrib, para santri tadarrus
bersama, kemudian salat isya berjamaah dan makan malam,
dilanjutkan belajar malam di kelas, demikianlah kegiatan para
santri setiap harinya. Kemudian tambahan bagi santri adalah:
setiap malam Jumat berdzikir bersama di masjid, subuh jumat
berolahraga lalu dilanjutkan dengan kerja bakti hingga pukul 10
pagi dan pada sore hari shalawatan.

b. Pondok Pesantren Nuhiah Pambusuang


1) Latar Belakang Berdirinya
Pesantren Nuhiah terletak di Desa Pambusuang,
Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Berjarak
sekitar 300kilometer sebelah utara Kota Makassar
Sulawesi Selatan. Luas tanah sekitar 2.825meter persegi
dengan bangunan terdiri dari gedung sekolah, asrama
santri, masjid, kantor, koperasi, aula dan lain-lain.
Lokasinya berada tepat di jalan poros provinsi dan di
tengah perumahan penduduk. Pesantren Nuhiah bermula
dari pengajian kitab kuning yang didirikan oleh
Annangguru Muh. Nuh atau Annangguru Kaiyang (guru
besar) Puayi Toa, qadi’ pertama di Pambusuang. Beliau
adalah putra pertama Annangguru Memang (Abdul
Mannan bin Abdullah Syekh Al-Adiy (w. 1755) salah

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 290

seorang penyiar Islam di tanah Mandar yang silsilahnya


berasal dari Maulana Malik Ibrahim (Wali Songo).
Annangguru Muh. Nuh adalah orang pertama
yang mendirikan pengajian kitab (pesantren tradisional
di Mandar). Ia mempunyai sepuluh orang anak, dan
semua putranya ikut membantu dalam mengembangkan
pengajian kitab yang dilaksanakan di serambi Masjid
Pambusuang. Pada mulanya pesantren ini tidak
mempunyai nama, hanya disebut “Pangajian Kitta”
(Pengajian Kitab Kuning), yang diasuh oleh Annangguru
Muh. Nuh sekembali dari Makkah (1823) setelah
bermukim di sana selama tujuh tahun. Sepeninggal
Annangguru Muh. Nuh, pengajian kitab diambil alih oleh
putranya yang bernama Annangguru Lolo, kemudian
Annangguru Yasin (Kacing). Pada masa Annangguru
Yasin berdatanganlah orang-orang Arab keturunan
sayyid dan syarifah dan menikah dengan keluarga Muh.
Nuh, sehingga pengajian kitab kuning semakin
berkembang pesat, dan kampung Pambusuang dibanjiri
para pangaji kitta’.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1935,
Annangguru S. H. Hasan Ibn Sahil cucu Nuh menjadi
Imam Masjid Pambusuang sekaligus memimpin
pengajian kitab. Maka untuk mengalihkan pengajian dari
politik melawan penjajah pada waktu itu, maka pengajian
itupun diberi nama Madrasah Arabiah Islami (MAI).
Pendidikannya tetap menerapkan sistem halaqah di
serambi masjid. Sedangkan para pangaji yang setingkat
ibtidaiyah diajar di rumah annangguru, mengikuti system
kurikulum Saudi Arabia. Pada zaman Jepang MAI ini
sempat ditutup. Pada tahun 1945 MAI dibuka kembali

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 291

oleh cucu Muh. Nuh yang bernama Annangguru Muh.


Alwi (Imam Janggo). Nama pengajian diubah menjadi
Madrasah Diniyah Isla>miyah (MDI).
Penyelenggaraannya hanya berjalan beberapa tahun
karena gangguan pemberontakan DI/TII. Pada tahun
1968 (12 Rabiul Awal 1388), salah seorang keturunan
Annangguru Muh. Nuh yang berdomisili di Makassar,
Mochtar Husain (Prof. Dr. Annangguru H. Mochtar
Husain), mengganti MDI menjadi Yayasan Pesantren
Nuhiah (diambil dari kata “NUH” menjadi Nuhiah)
Pambusuang. Kemudian pada tahun 1981 Pesantren
Nuhiah memperoleh bantuan gedung bertingkat dari
Saudi Arabiya atas kerja sama dengan bapak Prof. Dr. K.
H. Umar Syihab (kakak Ahli Tafsi>r Indonesia Quraish
Shihab). Pembangunan gedung berlokasi di tanah wakaf
H. Lopa (Ayah kandung Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH).

1) VISI dan MISI


VISI: Membina dan mengembangkan ilmu
pengetahuan agama Islam menuju terbentuknya muslim
yang ilmiah, amaliah, muhsi>n dan mukhli>s dan MISI:
Melahirkan insan yang berakhlakul karimah,
mengembangkan kegiatan keagamaan, mengembangkan
kegiatan keorganisasian pondok pesantren yang realitas
dan membentuk manusia yang cerdas, kreatif, mandiri
berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya.
2) Kurikulum
Kurikulum yang dipergunakan Pesantren
Nuhiah adalah kurikulum Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan Nasional. Kedua kurikulum
dipadukan hingga sejalan dan seimbang guna

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 292

menghasilkan santri yang memiliki kemampuan dan


keahlian yang ganda. Di sisi lain para santri dibekali
ilmu-ilmu agama atau pendidikan Islam untuk mengubah
tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya. Agar
dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
kemasyarakatan di lingkungannya yang dilandasi nilai-
nilai Islami untuk menghadapi tantangan-tantangan dan
pengaruh globalisasi dan informasi.
Pesantren tersebut di atas merupakan lembaga pendidikan
yang berbasis Islam sebagaimana halnya pesantren lainnya di
Indonesia, yang dikelola oleh annangguru. Annangguru mencoba
menghadirkan pesantren yang sesuai dengan tuntutan masyarakat,
memberikan pembinaan kepada santri pendidikan agama maupun
umum, dengan memperkokoh pendidikan moral atau akhlak. Dengan
berdirinya pesantren tersebut atas inisiatif annangguru menjadikan
annangguru semakin dapat bertahan di tengah masyarakat. Terbukti
bahwa annangguru yang memiliki pesantren sebagai lembaga formal,
lebih kuat legitimasinya dibanding annangguru yang tidak memiliki
lembaga pendidikan. Ia kemudian lebih dikenal masyarakat karena
menghadirkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
mengharapkan anak didiknya tidak hanya menguasai ilmu-ilmu
agama namun juga menguasai ilmu-ilmu modern seperti komputer
dan keterampilan lainnya.
Peningkatan kredibilitas lembaga, melalui peningkatan mutu
pendidikan dengan merancang visi lembaga pendidikan secara
professional merupakan tolok ukur lembaga itu modern atau
ketinggalan zaman, dengan strategi peningkatan kredibiltas lembaga
yang dilakukan ole para annangguru yang memiliki lembaga
pendidikan adalah strategi yang dilakukan untuk bersaing dengan
lembaga pendidikan lainnya. Sehingga peminatnya semakin
bertambah. Perguruan tinggi yang didirikan oleh Annangguru

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 293

Sahabuddin lalu dikembangkan oleh putranya Annangguru Sybli


merupakan sejarah baru di tanah Mandar, seorang annangguru
mendirikan perguruan tinggi sebuah lompatan berpikir yang sangat
maju, bahkan di perguruan tinggi ini lebih dominan fakultas
umumnya dibanding fakultas agama, hal itu dilakukan untuk
merangsang masyarakat untuk menimbah ilmu di UNASMAN. Pola
pikir Annangguru Sybli dengan mengembangkan kampus ini
berorientasi pada universitas dibawah naungan Kemendiknas, untuk
menjawab tantangan yang sedang dihadapi saat ini, yaitu sebagai
provinsi baru terbentuk tentu membutuhkan sumber daya manusia
yang memadai dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Semenjak
berdirinya, ia telah member kontribusi pengembangan sumber daya
manusia di Polewali Mandar khususnya dan umumnya di Sulawesi
Barat.
Demikian pula pesantren yang dipimpin oleh Anangguru
Latif Busyra dan Annangguru Bisri yang telah mengalami
peningkatan yang dulu hanya pengajian kitab kuning telah diubah
menjadi sebuah pesantren yang mensinerjikan antara pendidikan
agama dan pendidikan umum, strategi ini dilakukan supaya dapat
bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya baik negeri maupun
swasta, dan yang paling penting adalah alumninya dapat bersaing
untuk mendapatkan pekerjaan, maka dibuatlah kurikulum yang
menambahkan keterampilan bagi para santri, seperti penguasaan
bahasa asing (Arab dan Inggris), komputer dan keterampilan lainnya.
Strategi annangguru dalam peningkatan kredibilitas lembaga adalah:
mendesain perguruan tinggi dan pesantren menjadi sebuah lembaga
pendidikan yang dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya.
Kehadiran sebuah perguruan tinggi dan pesantren dalam
masyarakat Mandar bukanlah sekedar menghadirkan saja tetapi
bagaimana perguruan tinggi dan pesantren tersebut memiliki dampak
dan berkontribusi pada masyarakat luas dan sesuai dengan keinginan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 294

zaman. Sebagai perguruan tinggi pertama di Sulawesi Barat,


Universitas Asy’ariah Mandar tampil sebagai alternatif utama bagi
calon mahasiswa di Sulawesi Barat untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi. Ide dan kreativitas tokoh pendirinya Annangguru Sahabuddin
yang memiliki lompatan berpikir ke depan dengan menyiapkan sarana
pendidikan tinggi dalam bentuk universitas yang kemudian
diwariskan kepada putranya Annangguru Sybli sebagai rektornya.
Dengan kehadiran perguruan tinggi tak dapat dipungkiri bahwa sosok
annangguru menjadi terdefenisikan lebih luas bukan sekedar
pemimpin yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan,
tetapi dapat berkiprah lebih luas. Sebuah sejarah baru,
keannangguruan di Mandar mendirikan dan menjabat sebagai rektor.
Kehadiran Universitas Asy’ariah Mandar yang bernaung di
bawah Kementerian Pendidikan Nasional bukan Kementerian
Agama, melihat dan belajar fenomena perguruan tinggi Islam saat ini
berlomba-lomba mengubah IAIN menjadi UIN, salah satu alasannya
adalah supaya dapat membuka fakultas umum di kampus dan dapat
menarik mahasiswa lebih banyak. Salah satu yang membuat
Annangguru Sybli semakin populer di Mandar karena kedudukannya
sebagai rektor, dan dengan muda ia bergaul dari berbagai golongan
dan berbaur dengan masyarakat luas. Ia tidak hanya diundang
menjadi penceramah di masjid tetapi ia kerap kali diminta menjadi
pembicara pada seminar-seminar. Gerak dan pergaulannya lebih
terbuka, seiring semakin berkembangnya universitas yang ia pimpin
dengan ditandai semakin banyaknya mahasiswa yang berminat kuliah
di kampus tersebut dan semakin banyak fakultas yang didirikan
sehingga dapat bersaing dengan perguruan tinggi yang lebih dulu
berdiri di Kota Makassar.
Kemudian ada dua annangguru yang konsisten dalam
pengembangan, pada awal perkembangan pembelajaran Islam di
Mandar, annangguru sebagai pengajar menyampaikan ilmunya pada

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 295

pengajian-pengajian kitab kuning yang digelar di rumah annangguru


dan di masjid, saat itu belum berdiri sebuah lembaga pendidikan
formal seperti pesantren. Lalu muncul Annangguru Bisri Latif di
Campalagian mendirikan Pesantren Salafiah yang berasal dari
pengajian kitab yang dipimpin oleh annangguru pendahulunya.
Demikian pula di Pesantren Nuhiah di Pambusuang yang didirikan
oleh Annangguru Mochtar Husain, yang saat ini dipimpin oleh
Annangguru Bisri, kehadiran kedua pesantren ini untuk menjawab
tantangan zaman, tentang pentingnya sebagai lembaga pendidikan
formal. Pesantren bukanlah sejenis institusi pendidikan saja.
Pernyataan ini sering disebut dalam wacana-wacana tentang
pesantren. Hal tersebut bermakna bahwa pesantren memiliki fungsi
dan tugas sosiokultural. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi ini,
pesantren telah terlibat dalam wacana-wacana modernitas. Nilai-nilai
tradisional agama yang berdasarkan Islam sering mendapat tantangan
yang diusung pertama kali oleh Pesantren Nuhiah dan Pesantren
Salafiah yang keduanya terlahir dari sebuah pengajian kitab Islam
secara tradisional, bertujuan menata kehidupan, kemandirian, dengan
tujuan puncak menjadi manusia sempurna. Mempelajari agama dari
sumber-sumber aslinya ini merupakan situasi dalam sebuah pesantren
tradisional, melalui pengajian kitab yang digelar oleh annangguru.
Semua ini mendapat tantangan dari motivasi pragmatis dan
materialis dalam modernitas dan sistem pendidikan sekuler.
Bagaimanapun, semua ini harus dipandang oleh annangguru sebagai
tantangan produktif, momen dan kesempatan yang baik untuk
melakukan proses adaptasi kreatif, analisa kritis untuk mencari
sebuah pengembangan dari dalam. Sebagai motor penggerak
pesantren, annangguru hadir untuk menekankan beberapa fungsi-
fungsi sosiokultural yang dianggap penting dalam konteks pesantren
hadir dan berbaur dengan perubahan sosial berikut:

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 296

Pertama: dinamika perubahan sosial mempengaruhi


keberadaan pesantren secara fundamental dan realistis sehingga
menyebabkan problem bagi identitas kultural pesantren dengan
pembelajarannya. Lalu berhadapan dengan problem perkembangan
dunia pendidikan yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi, annangguru sebagai pemegang otoritas pesantren
mendesain ulang visi misi dan kurikulum pesantren menjadi sebuah
yang modern tanpa meninggalkan identitas aslinya.
Kedua: nilai-nilai agama Islam dapat secara produktif
menggerakkan dan mendorong pesantren sebagai institusi untuk
mengimplementasikan tugas sosiokultural dan kerangka kerja social,
juga menyediakan unsur-unsur budaya tandingan dalam menghadapi
perubahan sosial. Dengan kata lain, praktik sosial yang ideal tentang
pesantren dipandang secara inheren sebagai konsekuensi dan hasil
doktrin dan motivasi agama Islam. Oleh karena itu, pesantren sebagai
institusi pendidikan dapat menjadi budaya tandingan terhadap unsur-
unsur budaya modern yang merendahkan idealitas spiritual sosial, itu
telah dituangkan dalam visi misi Pesantren Nuhiah dan Pesantren
Salafiah.
Dengan peningkatan kredibilitas lembaga pesantren menjadi
sebuah institusi yang memadukan ilmu pengetahuan Islam dan ilmu
pengetahuan umun yang didesain oleh annangguru menjadikan
pesantren menjadi pusat pengkaderan cendekiawan muslim.
Pesantren Nuhiah dan Pesantren Salafiah sebagai pesantren yang
dapat menghadapi perubahan sosial dalam dunia modern.
Ringkasnya, tugas pesantren dapat dilihat dari kreativitas
annangguru sebagai vioner menghadirkan pesantren yang dapat
bertahan di era perubahan sosial.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 297

E. PENDIDIKAN FORMAL
Sebagaimana diamanatkan di dalam GBHN 1993,
pembangunan dalam bidang pendidikan di Indonesia merupakan
bagian yang sangat inti dalam pengembangan sumber daya manusia
(SDM) menjelang era tinggal landas. Titik berat pembangunan
nasional dalam era PJPT II adalah bidang ekonomi seiring dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan kualitas
SDM melalui pendidikan perlu dilaksanakan secara terpadu
khususnya rangka meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia.39
Sebab dalam era globalisasi yang melanda dunia saat ini
bangsa Indonesia saat ini harus mampu mencetak sumber daya
manusia yang handal agar mampu menyesuaikan diri dalam
modernisasi dan globalisasi. Bukan malah hanyut terbawa arus
globalisasi sehingga kehilangan kepribadiannya sebagai umat muslim
maupun warga negara yang bertanggung jawab terhadap negara dan
bangsa. Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah
bahwa informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain
harus mengembangkan kesadaran dan pemahaman terhadap diri
sendiri. Artinya, globalisasi sangat membutuhkan penguatan diri
sendiri agar tidak terombang-ambing dalam perubahan dan
pembaruan zaman dan untuk memperoleh pribadi yang kuat. Dalam
sejarah keannangguruan di Mandar, pendidikan para annangguru
banyak ditempuh di pendidikan informal lewat pengajian-pengajian.
Caranya adalah dengan mendatangi para ulama dari berbagai disiplin
ilmu untuk belajar ilmu agama, seperti yang dilakukan oleh
Annangguru Thahir. Pada mulanya beliau belajar agama di
Pambusuang, lalu ke Pulau Masalembu dan terakhir di Makkah.
Demikian pula Annangguru Saleh, mulai belajar agama di
Pambusuang selanjutnya hijrah ke Makkah. Beberapa tahun di sana

39
Ibid., hlm. 56.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 298

belajar Islam, kemudian kembali ke Mandar. Annangguru Gani juga


belajar dari berbagai ulama yang terkemuka di tanah Mandar,
semuanya ditempuh melalui jalur informal, dan yang dipelajari adalah
ilmu agama secara murni.
Namun dalam perkembangannya, para annangguru juga
dihadapkan pada tuntutan zaman yang terus berubah, serta tantangan
dan permasalahan global yang beraneka warna. Dengan demikian,
jika annangguru ingin bertahan di tengah kehidupan masyarakat yang
makin kompleks, mau tidak mau mereka harus berbenah diri. Antara
lain dengan meningkatkan sumber daya keannangguruannya melalui
berbagai macam cara yang strategis dan mampu dijadikan bekal
untuk proses ke depan. Beberapa langkah strategis dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia sebagai berikut:
- Mengikuti Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang ditempuh
dengan jalur-jalur formalitas dan diatur dalam kurikulum resmi
sebagai acuan, mulai tingkat sekolah dasar hingga ke bangku kuliah
di perguruan tinggi, dengan peraturan-peraturan yang mengikat.
Sedangkan pendidikan nonformal adalah sebuah model pendidikan
bebas tidak memilki kurikulum yang terikat. Para annangguru yang
berkiprah di tengah masyarakat sekitar tahun 1950-1980-an, hanya
memilki kualifikasi pendidikan nonformal atau menimba ilmu lewat
pengajian-pengajian kitab di Pambusuang atau di Campalagian.
Berikut ini ditampilkan tabel para annangguru dan pendidikannya.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 299

Tabel 25
Annangguru di Tinambung dan Pendidikan Informal
Annangguru Mandar 1950-1980-an
NO Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu
Agama
1. Annangguru Jalaluddin Gani Masjid Taqwa
Pambusuang dan Masjid
al-Haram Makkah
2. Annangguru Ka’do Masjid Taqwa
Pambusuang
3. Annangguru M. Saleh Masjid Taqwa
Pambusuang dan Masjid
al-Haram Makkah
4. Annangguru Latif Subaidi Masjid Taqwa
Pambusuang
5. Annangguru Jurairi Masjid Taqwa
Pambusuang

Tabel 26
Annangguru di Pambusuang dan Pendidikan Informal
Annangguru Mandar 1950-1980-an

Non Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu


Agama
1. Annangguru Abdullah Said Keba’ Masjid Pambusuang
2. Annangguru H. Abd Hadi Masjid Pambusuang
3. Annangguru H. Ismail Masjid Taqwa
Pambusuang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 300

4. Annangguru H. Thaha al-Mahdali Masjid Taqwa


Pambusuang dan Masjid
al Haram Makkah
5. Annangguru H. S. Hasan Alwi Masjid al-Haram
6. Annangguru H. Galib Masjid Pambusuang
7 Annangguru H. Hafidz Masjid Pambusuang
8 Annangguru Suyuti Masjid Pambusuang
9 Annangguru Nadjamuddin Matini Masjid Pambusuang dan
Masjid al-Haram
Makkah
Tabel 27
Annangguru di Campalagian dan Pendidikan Informal
Annangguru Mandar 1950-1980-an

No Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu


Agama
1. Annangguru Thahir Imam Masjid Taqwa
lapeo Pambusuang, Jawa Timur,
Masjid al-Haram Makkah
2. Annangguru H. Masjid Campalagian dan
Maddappungan Masjid al-Haram
3. Annangguru H. M. Zain Masjid Campalagian
4. Annangguru H. Hafidz Masjid Campalagian
5. Annangguru H. Mahmud Masjid Taqwa
Ismail Pambusuang
7. Annangguru H. Mahdi Masjid Campalagian
8. Annangguru H. Masjid Campalagian dan
Muhammadiyah Pambusuang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 301

Tabel 28
Annangguru di Polewali, Wonomulyo dan Pendidikan Informal
Annangguru Mandar 1950-1980-an
No Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu
Agama
1. Annangguru H. M. Idrus Masjid Taqwa Pambusuang
dan Masjid al-Haram Makkah
2. Annangguru H. Muhsin Masjid Taqwa Pambusuang
Thahir dan Masjid al-Haram Makkah
3. Annangguru H. Mas’ud Masjid Campalagian dan
Masjid Haram Makkah,
Hijaz, Salemo dan Pare-pare
4. Annangguru Mochtar Masjid al-Haram Makkah
Badawi
5. Annangguru H. Yusuf Masjid al-Haram Makkah

Tabel 25, 26, 27 dan 28 di atas menunjukkan nama-nama


annangguru periode tahun 1950 hingga 1970-an dimana sebagian
besar mengenyam pendidikan agama secara informal melalui
pengajian-pengajian kitab kuning yang digelar di masjid-masjid dan
berguru kepada ulama-ulama besar, hingga ke Pulau Jawa, maupun ke
Makkah. Kharismatik para annangguru muncul karena ilmu agama
yang ia kuasai, seperti tas}awuf, tafsi>r, hadist, dan fiqh, ditambah
kemampuan memecahkan berbagai macam persoalan di tengah
masyarakat. Menjelang tahun 1990-an jumlah annangguru yang
memiliki pengaruh kuat masyarakat mulai berkurang. Kecuali
sebagian putra-putri annangguru yang masih dianggap mewarisi
kharismatik ayahnya, dan masih ditokohkan dalam memecahkan
berbagai persoalan kehidupan. Seperti Annangguru Hj. Marhumah
putri almarhum Annangguru Thahir dan Annangguru Alwiah putri
almarhum Annangguru Kacing.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 302

Pandangan masyarakat terhadap annangguru, berubah


sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Annangguru tidak lagi dijadikan satu-satunya rujukan di masyarakat
karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Juga karena
makin banyaknya putra-putra daerah yang mengenyam pendidikan
formal dan meraih gelar sarjana dan memiliki kemampuan cukup
dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat.
Inilah salah satu tantangan berat bagi para annangguru muda untuk
dapat tetap survive di tengah masyarakatnya. Beberapa annangguru
pada akhirnya berhasil dikenal dan terkenal bukan saja karena
kemampuan keagamaan, atau keorganisasian yang dimiliki, tetapi
juga karena memiliki potensi keilmuan modern yang diperoleh dari
perguruan tinggi. Sejumlah annangguru yang juga memiliki gelar
akademik, antara lain:
Tabel 29
Annangguru yang Mengikuti Pendidikan Formal
No Nama Annangguru Pendidikan Formal/Pekerjaan
1. Prof. Dr. Annangguru H. S3 IAIN Sunan Kalijaga Guru
Mochtar Hussein Besar UIN Alauddin Makassar,
dan Ketua Yayasan Pesantren
Nuhiah Pambusuang.
2. Prof. Dr. Annangguru H. S3 IAIN Sunan Kalijaga
Sahabuddin Yogyakarta Guru Besar IAIN
(almarhum) Alauddin Makassar, Pendiri dan
Rektor UNASMAN 2003-2007
3 Prof. Dr. Annangguru H. S3 Universitas Kebangsaan
Danial Djalaluddin Gani, Malaysia, Dosen UIN Makassar
LC, MA (almarhum) dan UNASMAN Polewali
4. Annangguru H. Sybli S2 UIN Syarif Hidayatullah
Sahabuddin, M. A. Jakarta dan Ketua NU Sulbar

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 303

dan Anggota DPD RI wakil


Sulbar
5. Annangguru Dra. Hj. S1 IAIN Alauddin Makassar F.
Alwiah Tarbiyah dan Ketua Yayasan
Perguruan Islam Husnu al-
Khatimah dan Pimpinan Panti
Asuhan Husnu al-Kha>timah
6. Annangguru H. Latif Busyra Pimpinan Pesantren Salafiah
Parappe

Perbedaan annangguru tahun 1950-1970-an dengan


annangguru 1980-2000-an salah satunya adalah pendidikan yang
mereka ikuti. Pada periode 1950-1970-an mereka banyak mengenyam
pendidikan informal berupa pengajian-pengajian kitab kuning dari
ulama yang satu ke ulama lainnya. Atau pengajian yang digelar di
masjid. Namun pada tahun 1980-2000-an mereka telah mencoba
memadukan antara pendidikan informal dan formal, dan berani
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Prof. Dr. Danial
Djalaluddin (alm) adalah putra dari Annangguru H. Djalaluddin Gani,
ayahnya hanya belajar Islam lewat pengajian-pengajian kitab kuning
di Masjid Pambusuang. Namun, putranya belajar Islam lewat jalur
pendidikan formal hingga ke perguruan tinggi dan meraih gelar
doktor; derajat tertinggi dalam bidang keilmuan menurut tolok ukur
akademi. Demikian pula Prof. Dr. Annangguru H. Sahabuddin, murid
kesayangan dari Annangguru Shaleh. Sahabuddin mempelajari
tarekat lewat pengajian-pengajian informal yang digelar oleh
Annangguru Shaleh, kemudian ia mampu melakukan penelitian
mengenai tarekat dalam sebuah disertasi doktor di UIN Sunan
Kalijaga. Hal yang serupa juga dilakukan Prof. Dr. Annangguru H.
Mochtar Hussein, cucu pendiri pengajian kitab di Pambusuang Muh.
Nuh. Beliau akhirnya mampu eksis sebagai annangguru dengan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 304

menyandang gelar guru besar di bidang tafsi>r. Sejumlah indikator


tersebut membuktikan bahwa annangguru dapat bertahan saat ini jika
mampu memadukan pendidikan informal dan formal sehingga
mendapat pengakuan di tengah masyarakat.
Di era tahun 2000-an ada beberapa annangguru telah
mengikuti pendidikan formal hingga ke jenjang S3
(dioktoral) ini merupakan tuntunan jaman tentang
pentingnya pendidikan formal, bahkan terdapat beberapa
annangguru yang bergelar guru besar, tetapi rata-rata
annangguru di Mandar, telah mendapatkan gelar annnagguru
dari masyarakat terlebih dahulu kemudian diikuti gelar
akademiknya, dan biasanya annangguru yang memiliki gelar
akademik terutama Doktor dan Professor, akan mendapatkan
apresiasi yang lebih dari masyarakat, misalnya diundang
untuk membawakan materi di forum-forum ilmiah. 40

Annangguru menduduki tempat yang sangat penting dalam


masyarakat Mandar dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam
banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan peran
keagamaan. Karenanya mereka sangat dihormati oleh masyarakat
lainnya, dan pendapat-pendapat mereka dianggap mengikat dalam
berbagai masalah yang bukan hanya terbatas pada masalah
keagamaan saja melainkan dalam berbagai masalah lainnya. Strategi
annangguru pada bagian ini adalah mengenyam pendidikan formal.
Adapun pendidikan formal yang dimaksud pada pembahasan ini
adalah pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan
yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan
nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna
terjun ke masyarakat. Mengenyam pendidikan pada institusi
pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan Negara

40
Hasil wawancara dengan Asnun Dosen IAI DDI Polewali,
di Polewali pada tanggal 13 Februari 2017.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 305

adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Bahkan diwajibkan


bagi seluruh warga Negara tanpa terkecuali harus bersekolah minimal
9 tahun hingga lulus SMP. Pendidikan formal sangatlah penting.
Pendidikan ini nantinya akan menjadi dasar bagi pendidikan
nonformal. Pendidikan nonformal tidak akan mengajarkan sesuatu
yang tidak ada di pendidikan formal dan yang didapatkan hanya satu
bidang, tidak bermacam-macam seperti yang ada pada pendidikan
formal. Maka dari itu pemerintah menyadari akan pentingnya
pendidikan formal, SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi.
Pendidikan formal jelas sangat penting di semua aspek,
bukan hanya dalam memasuki dunia kerja, namun beberapa
keterampilan dan keahlian bukan hanya diperlukan dalam lapangan
kerja saja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lapangan
kerja, pendidikan formal sangatlah menentukan tingkatan/ jenis
pekerjaan yang diambil, tetapi yang banyak terjadi sekarang adalah
perlunya sertifikasi keahlian untuk mendukung dan mungkin sebagai
syarat utama memasuki lapangan kerja yang dimaksudkan. Banyak
sarjana pendidikan (S1) yang menganggur karena kurang memiliki
keterampilan di bidang tertentu dan menjadi syarat masuk ke suatu
perusahaan. Tidak menutup kemungkinan orang yang bukan sarjana
bisa memasuki perusahaan tersebut karena telah memiliki sertifikat
kursus dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan perusahaan
tersebut. Dengan demikian, pendidikan formal perlu dibuat lebih
spesifik lagi agar bisa terfokus pada cabang-cabang yang sedang
digeluti. Sebagaimana data yang telah diuraikan di atas bahwa
banyak annangguru yang mengenyam pendidikan formal bahkan ada
beberapa yang meraih gelar doktor bahkan sebagai guru besar atau
professor.
Perbedaan antara annangguru yang berkiprah di tahun 1960-
1980-an, dan annangguru yang berkiprah 1990-2000-an, adalah: pada
pendidikannya, di era 1960-1980-an annangguru memperdalam

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 306

pendidikan agamanya melalui pendidikan informal hingga ke


Makkah, sedangkan di era sekarang selain mereka memadukan antara
pendidikan informal melalui pengajian kitab kuning dan formal di
madrasah hingga perguruan tinggi, dampak bagi annangguru yang
menempuh pendidikan hingga ke tingkat sarjana adalah mereka dapat
berkiprah lebih luas di masyarakat, misalnya sebagai dosen, pegawai
pemerintahan, penyuluh agama dan guru agama pada sekolah umum
dan lain-lain.

F. MENGGUNAKAN INFORMATION TECHNOLOGY (IT)


Dalam perkembangannya, teknologi saat ini tidak hanya
berhenti di perkotaan tetapi juga masuk ke level paling bawah
masyarakat yaitu pedesaan. Dengan demikian, berbagai informasi
dapat begitu cepat diterima di rumah-rumah hingga ke pelosok
melalui televisi. Bahkan, pada gilirannya internet pun telah
menyelusup sampai ke ruang pribadi jutaan penduduk Indonesia.
Melalui media elektronik ini, hampir seluruh informasi, seluruh nilai,
dapat diketahui dan diakses oleh siapapun, termasuk digunakan untuk
apapun. Demikian pula mengenai VCD atau video compact disc.
Hiburan menggunakan keeping elektronik ini juga sudah
menjamur di tengah masyarakat. Bahkan diperkirakan, separuh
penduduk Polewali Mandar telah memiliki VCD, untuk memutar film
atau lagu-lagu daerah Mandar atau Bugis. Sejak terbentuknya
Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004, media koran lokal juga
menjadi alternatif utama bagi masyarakat dalam memperoleh berita,
baik lokal, nasional, hingga mancanegara. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan berita media cetak, maka diterbitkan
koran Radar Sulawesi Barat dan Polewali Pos. Dengan perubahan
yang demikian pesat sebagai hasil modernisasi dan teknologi,
annangguru mulai memanfaatkannya sebagi media dakwah dalam
menyampaikan pesan-pesan mereka. Beberapa model strategi

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 307

dakwah yang telah dilaksanakan para annangguru dengan


memanfaatkan media modern, antara lain:

1. Ceramah melalui Compact Disc (CD) dan Menulis Buku


Hasil pemantauan penulis di lapangan, hampir separuh
penduduk Polewali Mandar memiliki video compact disc atau VCD.
Mereka rata-rata membeli VCD untuk karaoke, nonton lagu Mandar
atau nonton film. Momentum ini dimanfaatkan oleh Annangguru
Sopian untuk ceramah lewat VCD, sehingga pada tahun 2005 sampai
2010 Annangguru Sopian telah mengeluarkan 4 album rekaman
ceramah yaitu:
Pertama: Parallunna Ma’ingarang di Puang (Pentingnya
Mengingat Allah)
Rekaman pertama dikopi hingga 500 keping yang disebar di
sekitar Kabupaten Polewali Mandar. Respon masyarakat cukup baik,
terbukti pada tahun 2006, dikopi lagi hingga 500 keping dan
semuanya habis terjual di pasaran. Ceramah ini berisi tentang dzikir-
dzikir.
Kedua: Isra’ Mi’ra>j
Album ceramah ini disebarkan di tengah masyarakat pada
tahun awal tahun 2008. Album kedua inilah yang membuat
Annangguru Sopian mulai populer karena mengungkap tentang
rahasia isra’ mi’ra>j.
Ketiga: Ala’birang Ampe Macoa (Kemuliaan Budi Pekerti)
Album ceramah ini berisi tentang moral, dan rekamannya
dimulai pada tahun 2009, disponsori oleh salah seorang caleg DPR RI
wakil Sulawesi Barat. Album inilah yang terlaris di antara semua
album rekaman annangguru. Bahkan karena album ini pula beliau
beberapa kali mendapat undangan khusus ke Kuala Lumpur,
Malaysia. Di antaranya, bulan Februari 2009 Annangguru Sopian

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 308

mendapat undangan masyarakat Mandar di Kelantan, kemudian


bulan Mei 2009 di Tawau.
Keempat: Dzikir dan Pikir
Album ceramah ini disebarkan di masyarakat Mandar dan
sekitarnya pada bulan Mei 2010. Dikopi sekitar 700 keping dan
konsumennya kebanyakan anak-anak muda dan masyarakat di luar
wilayah Sulawesi Barat seperti Sulawesi Selatan dan Kalimantan.
Rekaman ceramah Annangguru Sopian, yang berjumlah
empat album dimana tiga di antaranya disampaikan dalam bahasa
Mandar. Dampak dan respon masyarakat Mandar sangat luar biasa.
Terbukti CD rekaman tersebut tersebar hingga ke masyarakat
Mandar di perantauan, seperti masyarakat Mandar di Kalimantan,
Sulawesi Selatan, Jawa, hingga Malaysia. Berkat kepopulerannya
lewat rekaman ceramah, kesibukan Annangguru Sopianpun makin
bertambah untuk memenuhi undangan masyarakat di beberapa
tempat. Annangguru Sopian tidak hanya rekaman ceramah, namun
beliau juga telah menulis 4 buku, yaitu: Ma’rifat tentang Tuhan
(2004), Tuntunan Salat Menurut Syariah dan Hakikat (2006), Kunci
Memahami Jalan Menuju Kepada Sang Pencipta (2008), Dua
Tammasarang Tallu Tammalaisang (2010).
Buku-buku annangguru tersebut banyak dikonsumsi oleh
para orang tua untuk memahami Islam dalam pendekatan tas}awuf.
Dalam pemahaman Annangguru Sopian, tarekatnya adalah tarekat
ahlusunnah wal jamaa>h, karena itu harus disebarluaskan. Meskipun
tarekat ini memang tidak ada dalam sejarah tarekat di dunia Islam,
namun ia berlandaskan pada hadist nabi: “Bahwa umatku terbagi
pada 70 aliran, yang selamat adalah ahlusunnah wal jamaa>h.”

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 309

2. Menulis Essai Islami Lewat Radar Sulawesi Barat dan


Polewali Pos
Annangguru Sybli adalah satu-satunya annangguru yang
menulis di koran, rektor UNASMAN ini selain. Beliau mulai dikenal
masyarakat setelah sering menulis essai atau opini tentang
keagamaan di Harian Radar Sulawesi Barat dan Polewali Pos.
Tulisannya termuat hampir setiap minggu, bahkan pada bulan
Ramadhan tulisannya di Radar Sulawesi Barat tentang tas}awuf, fiqh,
dan pemikiran Islam lainnya dapat ditemui. Dampak karena
tulisannya sering muncul di Koran, undangan untuk ceramah sebagai
annangguru makin mengalir. Bahkan pada tahun 1430 H, beliau
mendapat undangan dari Bupati Polewali Mandar untuk
membawakan khutbah Idul Fitri di lapangan Pancasila Polewali.
Dalam diskusi-diskusi keagamaanpun beliau sering menjadi
narasumber, dan selalu dimintai tanggapan jika terjadi perselisihan di
tengah masyarakat, baik oleh Gubernur Sulawesi Barat maupun
Bupati Polewali Mandar, termasuk masalah aliran sesat yang
berkembang di salah satu desa di Polewali Mandar pada tahun 2008.
Menurut Amri wartawan Radar Sulawesi Barat, bobot
tulisan beliau adalah sebagai berikut:
“Sybli Sahabuddin adalah penulis essai keagamaan di
Radar Sulbar yang paling produktif, tulisannya tentang
keagamaan sering dimuat setiap minggu, tulisannya
mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang
sangat sederhana”.41

Menurut Akmal Hidayah:


“Saya mulai mengenal pemikiran Annangguru Sybli
setelah sering membaca tulisan-tulisan beliau di Radar
Sulawesi Barat, beliau adalah ulama yang mempunyai

41
Wawancara dengan Amri, Wartawan Radar Sulbar, di Polewali 27
September 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 310

wawasan luas dalam berbagai persoalan-persoalan


kekinian”.42

Strategi-strategi inilah yang dilakukan oleh para


annangguru di era perubahan sosial di Mandar. Antara lain dengan
ceramah lewat VCD, menulis di koran, menulis buku, sehingga
dengan demikian posisi dan keberadaannya sebagai annangguru dapat
terus dan lebih dikenal serta bermanfaat bagi umat yang
membutuhkannya. Dalam dinamika perubahan yang terjadi di tengah
masyarakat Mandar, mengapa para annangguru tetap bertahan di
tengah gencarnya arus globalisasi?, karena selain mereka sebagai
tokoh agama yang mengajarkan agama, muballig, konsultan spiritual,
pemangku masjid, mereka juga terlibat langsung pada bidang sosial,
seperti, mereka juga mengaktifkan diri pada organisasi
kemasyarakatan Islam, mendirikan lembaga sosial dan pendidikan,
menjadi pegawai negeri sipil bahkan sebagai senator, sehingga peran
mereka semakin dibutuhkan di tengah masyarakat, annangguru juga
mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat,
melalui materi kajian kitab kuning yang mereka sajikan dengan lebih
banyak diskusi dan membahas persoalan kekinian, demikian pula
kajian tarekat, mulai dibuka di kalangan masyarakat yang lebih luas.
Ceramah-ceramahnya tidak hanya melalui masjid, tapi dapat juga
dinikmati lewat compactt disc (CD), dalam perspektif masyarakat
Mandar, bahwa annangguru biasanya telah berusia sepuh sekitar 50
tahun hingga 60 tahunan, namun saat ini ada perkembangan dengan
munculnya annangguru-annangguru muda yang berusia, 30 tahun
sampai 40 tahunan. Ini diakibatkan karena munculnya pengkaderan
annangguru yang begitu cepat, meskipun jumlahnya belum terlalu

42
Wawancara dengan Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulawesi
Barat, di Polewali
28 September 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 311

banyak. Sehingga ke depan annangguru di Mandar akan tetap


bertahan jika mereka dapat menyesuaikan kondisi perkembangan
zaman, dengan mempertahankan yang tradisi lama, yaitu fungsi
pokok keannangguruan yaitu, sebagai pemangku keagamaan, juga
membuka diri terhadap hal-hal yang baru.
Satu-satunya annangguru yang eksis di bidang dakwah
adalah Annangguru Sopian, lewat metode dakwah yang langka
digunakan di daerah justru ia memberanikan diri untuk mencoba
dengan merekam ceramah-ceramahnya dalam bentuk compact disc.
Ada beberapa alasan sehingga ia menempuh ide ini, ia terinspirasi
pada K. H. Zainuddin MZ, yang awal munculnya direkam lewat CD,
kemudian indikator yang ia gunakan jika terobosan ini akan diminati
adalah: pertama, sebagian besar masyarakat Mandar memiliki video
compact disc; kedua, muballig lokal Mandar yang merekam
ceramahnya belum pernah dilakukan; ketiga, menyesuaikan dengan
zaman, ceramah boleh dilakukan dimana saja dengan memanfaatkan
teknologi modern.43 Strategi yang dilakukan Annangguru Sopian
ternyata berhasil, peminat yang memesan CD ceramahnya semakin
banyak. Bahkan terjual hingga ke Kalimantan dan Gersik Jawa
Timur.
Metode ceramahnya yang mudah diterima oleh masyarakat
karena menggunakan bahasa daerah Mandar yang jarang mereka
dengarkan karena saat ini muballig lebih banyak menggunakan
bahasa Indonesia. Tema yang dibawakan adalah tema tas}awuf,
masyarakat Mandar pada umumnya menyukai kajian tas}awuf.
Kemudian dari segi efektivitas, dengan berkembangnya informasi
dan teknologi atau IT, justru dijadikannya peluang bagi Annangguru
Sopian untuk syiar Islam, ceramahnya dapat didengar di rumah-

43
Wawancara Annangguru Sopian di Pambusuang pada tanggal 15
September 2010.
DR. ACO MUSADDAD HM
ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 312

rumah penduduk lewat CD atau HP, dan kadang disiarkan lewat


Radio Sawerigading dan STFM. Selain lewat VCD, pesan-pesan
agama dapat juga disampaikan lewat tulisan-tulisan, selain aktif
ceramah Annangguru Sopian juga menuangkan lewat tulisan di buku
yang lebih fokus pada kajian tas}awuf, demikian pula Annangguru
Sybli dan Annangguru Danial aktif menulis di Koran Harian Radar
Sulbar. Seiring dengan berkembangnya arus globalisasi dan
informasi, annangguru di Mandar, tidak lagi terkungkung dalam satu
rutinitas pemangku masjid dan pemimpin pengajian kitab, tapi
mereka mampu menembus globalisasi dengan mengikuti
perkembangan zaman, sehingga mereka tetap mampu survive di
tengah masyarakat.
Dalam uraian di atas dijelaskan bahwa seorang annangguru
muballig dalam konteks perubahan sosial harus mampu mengikuti
perkembangan zaman dan menggunakan metode modern dalam
menyampaikan dakwahnya, sebagai strategi untuk dapat bertahan
dalam gencarnya perubahan. Strategi dakwah yang modern menjadi
daya pikat tertentu. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan
atau planning dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi
untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai
peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus
menunjukkan bagaimana teknik (cara) operasionalnya.
Dengan demikian strategi dakwah merupakan perpaduan dari
perencanaan dan manajemen dakwah untuk mencapai suatu tujuan.
Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah harus dapat
menunjukkan bagaimana operasionalnya secara teknik harus
dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) dapat
berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Untuk
memantapkan strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus
dipertautkan dengan komponen-komponen dakwah yaitu: pertama,
muballig atau penyampai pesan dakwahnya; kedua, pesan yang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 313

disampaikan; ketiga, media yang digunakan; keempat, audiens;


kelima, dampak dari ceramahnya.
Strategi dakwah tersebut digunakan oleh Annangguru Sopian
di tengah perubahan sosial di Mandar. Ia memposisikan diri sebagai:
pertama, muballig yang berciri khas bahasa daerah, kedua, materi
dakwahnya adalah tas}awuf; ketiga, menggunakan media compact
disc, kaset dan menulis buku; keempat, audiens adalah mayoritas
orang Mandar di berbagai daerah; kelima, dampak ceramahnya adalah
semakin banyak undangan untuk berceramah hingga ke luar negeri.
Pentingnya strategi dakwah yang diterapkan oleh annangguru untuk
mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah
memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena
berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan
oleh strategi dakwah itu sendiri. Selain strategi tersebut di atas,
masyarakat Mandar saat ini adalah masyarakat terbuka seperti halnya
masyarakat lain di Indonesia. Dakwah yang terbuka, lebih cepat
dipahami masyarakat dan lebih diminati. Olehnya itu Annangguru
Sopian sebagai sosok annangguru yang fokus pada dakwah,
menggunakan metode dakwah:
Pertama: dakwah secara tatap muka (face to face). Sebuah
metode yang ia terapkan jika mendpatkan undangan khusus dari
masyarakat dalam bentuk pengajian, dilanjutkan dengan tanya jawab.
Metode ini cenderung terbuka dan memuaskan audience, sekaligus
memperkuat legitimasi annangguru sebagai ahli agama jika ia mampu
menjawab dengan baik pertanyaan audience.
Kedua: dakwah melalui media. Metode ini digagas pertama
kali oleh Annangguru Sopian dengan menggunakan media elektronik
dan ternyata ampuh. Lewat dakwahnya ia semakin populer dan
dijangkau oleh masyarakat luas, tidak hanya terbatas pada

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 314

masyarakat Polewali Mandar. Selain media elektronik ia juga


menuangkan dakwah lewat tulisan di buku-buku.
Dalam strategi dakwah, peranan dakwah sangatlah penting.
Strategi dakwah harus luwes sedemikian rupa sehingga dai sebagai
pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu
faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses
dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika proses dakwah
berlangsung melalui media. Pendekatan dakwah yang digunakan
Annangguru Sopian dengan memanfaatkan teknologi dan
menggunakan bahasa Mandar dipadukan dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan dakwahnya, ternyata
mendapat respon positif di masyarakat. Tampil beda dengan muballig
lainnya yang sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar, karena mereka sangat kesulitan menggunakan
bahasa daerah, sehingga masyarakat merindukan munculnya seorang
dai yang mampu keduanya, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
Annangguru Sopian tampil sebagai tokoh yang mempertahankan
budaya lokal, dalam hal ini bahasa Mandar, yang cenderung
ditinggalkan oleh generasi muda.
Muballig adalah imam dan pemimpin pesan agama, dakwah
yang disampaikan Annangguru Sopian adalah dakwah yang
sistematis dan objektif, bahasanya ringan sesuai dengan situasi dan
kondisi. Tidak harus panjang lebar. Pesan-pesan dakwah sesuai
dengan al-Qur'an dan hadits, kadang mengambil contoh dari tradisi
lokal dengan selalu tampil dengan meyakinkan, tidak meragukan.
Isinya menggambarkan tema pesan secara menyeluruh dan selalu
menyesuaikan dengan zaman. Ia juga selektif dan kritis
memperhatikan setiap pesan dakwah yang disampaikan.

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 315

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada data-data serta pembahasan yang telah
penulis paparkan pada bab-bab terdahulu maka diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama: Annangguru Mandar adalah pemimpin kharismatik,
dalam sejarahnya dikenal sebagai seorang pemimpin agama sekaligus
tokoh masyarakat. Ia berposisi penting di tengah masyarakat Mandar,
dengan posisi penting tersebut menjadikannya sebagai sumber
rujukan, panutan sekaligus pelindung, dengan berbekal wawasan
keagamaan yang mendalam dan terlahir dari lingkungan annangguru
semakin memperkuat posisinya, tentunya didukung oleh karaketristik
masyarakat Mandar secara umum yang masih religious.

Kedua: Di dalam masyarakat terjadi tiga perubahan sekaligus


yaitu, perubahan peradaban yang biasanya dikaitkan dengan

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 316

perubahan unsur-unsur atau aspek yang lebih bersifat fisik, sarana


komunikasi-transportasi dan lain-lain. Kemudian perubahan budaya,
yang menyangkut aspek rohaniah, seperti keyakinan, nilai-nilai,
pengetahuan lalu perubahan sosial yang menunjuk kepada perubahan
aspek-aspek hubungan sosial, pranata-pranata masyarakat, dan pola
perilaku kelompok. Sebagai contoh perubahan sosial adalah semakin
banyaknya bermunculan di tengah masyarakat organisasi formal,
mulai dari pemerintah maupun nonpemerintah dengan pola hubungan
yang lebih rasional. Perubahan budaya maupun sosial tersebut
tentunya mempengaruhi kedudukan maupun peran annangguru yang
dulunya sangat kokoh dan tampil tunggal, dan para annangguru yang
terlahir di era modern ini melakukan langkah-langkah strategis untuk
tetap survive atau bertahan di tengah perubahan sosial budaya yang
terjadi di tengah masyarakat.
Ketiga: Dalam merespon perubahan sosial maupun budaya
para annangguru melakukan berbagai macam strategi dalam bentuk
peran-peran sosial maupun keagamaan. Para annangguru dari
kalangan perempuan menjadikan panti asuhan sebagai basis
legitimasinya, panti asuhan ini kemudian dijadikan annangguru
sebagai tempat pembinaan bagi anak-anak terlantar dan yatim piatu,
sekaligus sebagai pusat pendidikan keagamaan. Para annangguru
yang berkedudukan di panti asuhan tersebut kemudian dimanfaatkan
juga untuk memberikan pusat pelayanan pada masyarakat sekitarnya
baik masalah spiritual maupun supranatural.
Keempat: Para annangguru lainnya yang berkedudukan di
pesantren, posisinya sebagai pimpinan pesantren sekaligus berperan
sebagai pengajar kitab-kitab agama Islam yang telah terwariskan
secara turun temurun, jika dalam perkembangan awalnya pengajian
kitab di Mandar dikelolah secara tradisional dalam bentuk pendidikan
nonformal, kini annangguru tampil sebagai pembaharu di bidang
pendidikan keagamaan dengan mendirikan pesantren atau lembaga

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 317

pendidikan formal supaya dapat bersaing dengan lembaga pendidikan


lainnya sekaligus memberikan sentuhan metode pengajaran yang
lebih kreatif sesuai dengan tuntunan zaman, bahkan annangguru
kemudian tampil sebagai pencetus berdirinya universitas pertama di
Mandar, perguruan tinggi ini diharapkan dapat menjawab tantangan
zaman dan yang lebih penting lagi adalah untuk melahirkan sumber
daya manusia yang tangguh untuk melanjutkan pembangunan di
tanah Mandar. Selain hal tersebut di atas para annangguru kemudian
tampil di tengah masyarakat tidak sebatas sebagai pengajar kitab
kuning atau muballigh tapi juga tampil sebagai aktivis LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), rektor perguruan tinggi hingga
menjadi senator, muballigh yang mampu memanfaatkan situasi
politik lokal, peran-peran tersebut menjadikannya semakin populer di
tengah masyarakat, dan memberikan pemahaman pada masyarakat,
bahwa annangguru juga mampu tampil untuk memimpin lembaga-
lembaga modern, memimpin organisasi.
Kelima: Dengan pola interaksi sosial yang dilakukan oleh
para annangguru diharapkan kehadiran para annangguru muda dapat
melanjutkan keannangguruan di Mandar dengan tampil sesuai dengan
perkembangan zaman sehingga tetap dapat survive atau bertahan di
era perubahan sosial mapun budaya yang pasti terjadi. Namun tak
dapat dielakkan masih banyak annangguru di Mandar saat ini yang
tetap stagnan dan kurang mampu berinteraksi keluar karena
kurangnya akses yang ia miliki baik secara akademis maupun
organisasi sehingga ia kurang dikenal kecuali dari kalangan tertentu
saja. Sehingga jika pola ini yang dipertahankan maka annangguru ke
depan akan punah baik secara istilah maupun peran
kemasyarakatannya tergantikan oleh figur-figur lain.
B. Saran
Pertama: Dengan melihat dinamika perubahan yang terjadi
maka disarankan bagi annangguru untuk, (1) Melakukan kajian ulang

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 318

terhadap statusnya, yakni berusaha melakukan retrospeksi bahwa


dirinya bukan satu-satunya institusi tempat masyarakat bertanya
mengenai problem kehidupan, sebab kini telah tumbuh dan
berkembang berbagai agen yang dapat menjawab berbagai problem
yang dihadapi oleh masyarakat. (2) Di sisi lain, annangguru juga
mesti menyadari bahwa perubahan sikap masyarakat terhadap peran
annangguru yang sebelumnya cukup strategis adalah akibat
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sehingga suka atau
tidak para annangguru perlu menyesuaikan diri dengan situasi yang
sedang berubah jika ingin tetap survive terus diterima oleh
masyarakat. (3) Dengan fenomena demikian, sudah waktunya bagi
annangguru dan annangguru muda untuk melakukan langkah-langkah
strategis seperti, kaderisasi annangguru dan strategi metodologi
pengajaran kitab kuning, ikhtiar meningkatkan kualitas kepribadian
dan wawasan intelektualitasnya, misalnya dengan melakukan studi
lanjut (post graduate) di lembaga pendidikan formal, yang dengan
bekal demikian annangguru lebih siap dalam arti tidak gagap dan
tidak mengalami post power syndrome dalam melakukan reposisi
fungsi sosialnya di tengah derasnya dinamika perubahan yang tidak
lagi berpihak padanya untuk diperlakukan sebagai figur kunci di
masyarakatnya, dan menggunakan IT dalam menyampaikan dakwah
sebagai tuntutan zaman.
Kedua: Bagi para peminat studi tentang sosiologi agama
khususnya yang membahas keannangguruan, penulis sarankan bagi
peneliti selanjutnya yang meminati studi ini, sebaiknya diadakan
penelitian lanjutan yang belum sempat dikaji diantaranya, (1) Jejak
keannangguruan di Mandar dalam perspektif historisnya. (2) Pola
hubungan kekerabatan dan intelektual annangguru di Mandar dan
pola hubungan sesama annangguru di Mandar dan di kawasan
sekitarnya. (3) Perbandingan status dan peran annangguru di Mandar

DR. ACO MUSADDAD HM


ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 319

dan di tempat lain. (4) Annangguru dan Tradisi kajian kitab kuning
di Pambusuang
Ketiga: Bagi para penentu kebijakan mengenai masalah
peran-peran tokoh agama dalam pembangunan di Mandar, supaya
menjadikan penelitian sebagai salah satu sumber rujukan.

DR. ACO MUSADDAD HM


320

DAFTAR PUSTAKA

Abdulfattah, Munawir, Tradisi Orang-Orang NU, Yogyakarta:


Pustaka Pesantren, 2006.

Abdullah, Irwan, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

_______________, Makalah, Privatisasi Agama: Globalisasi atau


Melemahnya Referensi Lokal? Yogyakarta: Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama
dengan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Kantor
Wil Provinsi Yogyakarta, 1995.

_______________, dkk (editor), Agama, Pendidikan Islam dan


Tanggung Jawab Sosial Pesantren, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.

_______________, dkk, (editor), Agama dan Kearifan Lokal dalam


Tantangan Global, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Abdullah, M. Amin, Falsafah Kala>m di Era Posmodernisme,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Abdullah, Taufiq, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia,


Jakarta: LP3ES, 1997.
______________, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali,
1983.
321

Abercrombie, Nicholas dkk, Kamus Sosiologi, terj. Desi Noviyani


dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Achidsti, Syafa Aulia, Kiai dan Pembangunan Institusi Sosial,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Ahimsa Putra, H.S, Minawang Hubungan Patron-Klien di Sulawesi


Selatan. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1988.

________________, Makalah, Paradigma, Epistemologi dan


Metodologi Ilmu Sosial-Budaya, Yogyakarta: CRCS-
UGM, 2007.

Ahmad, Abd Kadir, Disertasi, Ulama dalam Dinamika Sosial di


Sulawesi Selatan, Makassar: Program Pasca Sarjana
Universitas Hasanuddin Makassar, 2005.

Ali, Muhammad Daud dkk, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia,


Jakarta: Grafindo Persada, 1995.

Asfar, Muhammad, Pergeseran Otoritas Kepemimpinan Politik


Kyai,Vol.5: 29-41 Prisma, 1985.

Azizah, Nurul, Artikulasi Politik Santri Dari Kyai Menjadi Bupati,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

Badan Pusat Statistik, Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka,


Polewali Mandar: BPS, 2016

Baharuddin, Nahdatul Wathan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta:


Genta Press, 2007.

Barker, Chris, Cultural Studies : Teori dan Praktek, terj. Nurhadi,


Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008.
322

Beilharz, Peter, Teori-Teori Sosial Obsevasi Kritis Terhadap Para


Filosof Terkemuka, terj. Sigit Jatmiko, 2002.

Boolland, BJ, Pergumulan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali


Press, 1987.

Bruinessen, Martin van, NU, Tradisi, Relasi Kuasa, Pencarian


Wacana Baru, Yogyakarta: LKIS, 1994.

_________________, Tarekat dan Politik, Amalan untuk Dunia dan


Akhirat, Pesantren. Vol. 9:3-4.

_________________, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-


Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995.

Budiman, A, Ilmu-ilmu Sosial dan Perubahan Masyarakat Di


Indonesia, Bandung: Majalah Kumpulan Karangan,
1983.

Burhanuddin, Jajat & Baedawi, Ahmad (eds), Transformasi Otoritas


Keagamaan: Pengalaman Islam Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Burke, Peter, History and Social Theory, terj. Mestika Zed, Zulfami
Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2001.

Bodi, M.Idham Khalid, Kamus Besar Bahasa Mandar-Indonesia,


Solo: Zada Haniva, 2002.

Campbell, Tom, Tujuh Teori Sosial, terj. F. Budi Hardiman,


Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Collin, Randall, Conflic Sociology, New York: Academic Press,


1975.
323

Dagun, Save M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan,


Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara,
2006.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1990.

____________________, K.H. Hasyim Asy’ari, Penggalang Islam


Tradisional, dalam, Prisma, 1984.

Dirdjosanjoto, Pradjarta, 1994. Memelihara Umat, Kyai di Antara


Usaha Pembangunan dan Mempertahankan Identitas
Lokal di Daerah Muria, Amsterdam: VU Universitas
Press.

El Maknun, Sahabuddin A, 1986. Skripsi, Pesantren Nuhiyah


Pambusuang, Suatu Studi Tentang Peranannya Dalam
Masyarakat, Ujung Pandang: F.A. IAIN Alauddin, 1986.

Geertz, Clifford, “The Javanesse Kijaji: The Changing Role of a


Cultural Broker”, Comperative Studies in Society and
History (1959-1960).

_______________, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat


Jawa, terj. Aswab Mahasin.

Giddens, Anthony dkk, Sosiologi, Sejarah dan Berbagai


Pemikirannya, terj. Ninik Rochani Sjam, Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2009.

Glynn, Frank Mc dkk (ed), Pendekatan Antropologi pada Perilaku


Politik, terj. Suwargono dkk, Jakarta: Penerbit UI-Press,
2000.

Haryanto, Sindung, Spektrum Teori Sosial, Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media. 2016
324

Hefner, Robert W, 1995. ICMI dan Perjuangan Klas Menengah


Muslim Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

______________, Hindu Javanese, Tengger Tradition and Islam,


New Jersey: Princeton University Press, 1985.

Horikoshi, Hiroko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1977.

Indonesian Journal of Social and Cultural Antropology, vol. 29, no.2:


Departemen Antropologi FISIPOL Universitas
Indonesia, 2006.

Jackson D Karl, Kewibawaan Tradisional, Islam dan Pemberontakan


Kasus Darul Islam Jawa Barat, terj., Jakarta: PT Pustaka
Utama Grafiti, 1990.

Jaiz, Hartono Ahmad dkk, Bila Kyai Dipertuhankan, Jakarta: Pustaka


Kautsar, 2008.

Johnson, Paul Doyle, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert
M.Z. Lawang, Jakarta: PT Gramedia, 1986.

Jonge, Huub de, Madura, Jakarta: Gramedia, 1984.

Juergensmeyer, The New Religious State. Dalam Comperative


Politics. Vol. 27:
379-91.

Kasali, Rhenald, Change, 2005, Jakarta: PT Gramedia, 1995.

Keller, David, Suzanna, Penguasa dan Kelompok Elite, terj. Zahara


D Noor, Jakarta: Rajawali, 1984.

Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Wawancara” dalam,


Metodologi Penelitian Masyarakat, Jakarta: LIPI, 1973.
325

Koentowidjoyo, Paradigma Islam: Interprtesai untuk Aksi, Bandung:


Mizan, 1991.

Koiruddin, Politik Kiai: Polemik Keterlibatan Kiai Dalam Politik,


Praktis Malang: Averroes Press, 2007.

Mansurnoor, Lik Arifin, Islam in an Introduction World, Ulama of


Madura, Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1990.

Martin, Redorick, Sosiology Kekuasaan, terj. Hery Yudiono, Jakarta:


Raja Grasindo Persada, 1993.

Martono, Nanang, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Persada,


2016.

______________, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada, 2015

Mattulada dkk, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali,


1983.

Moleong, L.J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja


Rosdakarya, 1990.

Morse, Janice M, Critical Issue in Qualitative Research Methods,


New Delhi: Sage Pulicatis, 1994.

Mudhor, A, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta:


Liberty, 1988.

Mughni A, Syafiq, Dinamika Intelektual Islam, Surabaya: Lembaga


Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2002.

Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2005.
326

Mulkhan, Munir, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Yogyakarta: SI


Press, 1992.

Musaddad, Aco, Islam Mandar, Islam Hilir, Radar Sulbar, November,


2006.

Nottingham, Elizabeth, K, Agama dan Masyarakat, terj., Jakarta:


Rajawali, 1992.

Nursyam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS 2004.

Pababari, Musafir, Disertasi, Tarekat Qadiriah, Kajian Sosiologis


Pola hubungan Otoritas Agama dan Politik Di Mandar,
Makassar: Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2004.

Pals, Danial A, Seven Theories Of Religion, Yogyakarta: Penerbit


Qalam, 1996.

Patoni, Ahmad, Peran Kiai Pesantren Dalam Partai Politik,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Perdue D, William, Sociological Theory Explanation, Paradigm and


Ideology, USA: Mayfiels Publishing Computer, 1986.

Qoyim, Ibnu, Ulama’ di Indonesia pada Akhir XIX dan Awal Abad
XX. Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, dalam, Persepsi.
Vol.3:25-33, 1993.

Rahardjo, M. Dawam, Pergulatan Dunia Pesantren:


(ed.),
Membangun dari Bawah, Jakarta: P3M, 1985.

______________,1974. Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta:


LP3ES.
327

Redaksi, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama, 2008.

Ritzer, George, Contemporary Sociology Theory, New York: Mc


Graw Hill, Inc, 1992.

____________,Sosiologi Ilmu Pengetahuan terj. Alimandan, Jakarta:


Rajawali, 1992.
Robertson, Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, terj.
Hasan Basri, Jakarta: Rajawali, 1986.

Robertson, Roland, (Ed.), Agama dalam Analisa dan Interpretasi


Sosiologis, terj. Ahmad Fedyani Syaifuddin, Jakarta: CV
Rajawali, 1992.

Rofangi, Mahmud, Elit NU: Kyai, Ulama dan Cendekiawan Muslim,


al Jami’ah, 1999.

Saifuddin, Ahmad Fedyani, Antropologi Kontemporer: Suatu


Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana,
2006.

Scharf, Betty R, Kajian Sosiologi Agama, Terj. oleh Machnun


Husein, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.

Scott, James, 1972, Patron-Client Politics and Political Change in


Southeast Asia. The American Political Southeast Asia,
1972.

Setiawanto, R Tikno, Peranan Kyai Dalam Masyarakat Tradisional:


Studi Tentang Pergulatan Politik Kyai Di Tengah
Persoalan Sosial dan Budaya Di Kecamatan Muntilan,
Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2003.
328

Setiyanto, Agus, Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX


(Peran Elit Politik Tradisional dan Elit Agama),
Disertasi, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga. 2015.

Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang Sedang Berubah, Jakarta:


Grafindo, 1991.

Soekanto, Soerjono, Talcott Parsons Fungsionalisme Imperatif,


Jakarta: Rajawali Press, 1986.

Soyomukti, Nurani, Pengantar Sosiologi, Dasar Analisis, Teori, &


Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial,
Perubahan Sosial & Kajian-Kajian Strategis,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Steebrink, Karel A, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia


Abad ke 19, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Sukamto, Kepemimpinan dan Struktur Kekuasaan Kyai. Studi Kasus


Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, dalam, Prisma,
1997.

Suparjo, Komunikasi Interpersonal Kiai-Santri (Studi Tentang


Keberlangsungan Tradisi Pesantren di Era Modern,
Disertasi, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga. 2013

Suparlan, Parsudi, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, dalam,


Media edisi 14, tahun III/Maret, 1993.

_________________, Pesantren, Madrasah Sekolah; Pendidikan


Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1986.

Suprapto, Riyadi, Status dan Peran Elite Agama dalam Proses


Pembangunan Desa Diundangkannya UU Nomor 5/1979,
Disertasi, Surabaya: PPS Universitas Airlangga, 1997.
329

Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai,


Malang: UIN Malang Press, 2007.

Suryo, Djoko, Laporan Penelitian Agama dan Perubahan Sosial:


Studi Tentang Hubungan Antara Islam, Masyarakat, dan
Struktur Sosial Politik Indonesia, Yogyakarta: PAU-SS-
UGM, 1992-1993.

Susanto, Astrid S, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial,


Bandung: Karya Nusantara, 1977.

Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Pendekatan


Sosiologi Agama), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 41.

Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Yogyakarta:


Lkis, 2004.

Turner, Bryan S, Religion and Social Theory, New Delhi: Sage


Publication, 1991.

Turner, Jonathan H, Fungsionalime, terj. Anwar Efendi dkk,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Usman, Sunyoto, Interaksi Antara Elite Lokal dalam Implemantasi


Pembangunan Pedesaan, Pusat Penelitian UGM,
Yogyakarta: Pusat Penelitian UGM, 1988.

____________, Politik, Taklid dan Interaksi Guru dalam Tarekat.


Yogyakarta: Pusat Antara Universitas Studi Sosial
UGM, 1994.

Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi NU, Yogyakarta: Lkis,


2007.
330

Weber, Max the Theory of Social and Economic Organization, terj.


Talcott Parsons, New York: The Free Press, 1966.

____________, Essays in Sociology, ed, New York: Oxford


University Press, 1946.

Wibisono, Koento, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme


Auguste Comte, Yogyakarta: Gadjah Mada Universty
Press, 1983.

Yusuf, Slamet Effendy, Dinamika Kaum Santri, Jakarta: Rajawali


Press, 1983.

Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta: Tiara


Wacana, 1992.

Ziemek, Manfred, Pesantren dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M,


1986.

Zulkifli, s}ufi Jawa, terj. Sibawaihi, Yogyakarta: Pustaka S}ufi, 2003.

Sumber Data dari Internet

http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-peran-
norma.
http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-peran-
norma.
http://rud1.ngeblogs.com/2009/12/17/pengertian-elit-dan masa/
http://wikipedia.org/wiki/legitimasi_tradisional
http://nabilhusein.com/perkembangan-pondok-
pesantren.html?start=1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat
http://sarinapraktikum.blogspot.com/2009/07/definisi-pengajaran-
dan-pembelajaran.html
http://nusetendo.wordpress.com/2010/02/19/dasar-dasar-paham-
keagamaan-nu/#more-64.
331

Gambar 7

PETA PROVINSI SULAWESI BARAT


332

Gambar 8

PETA KABUPATEN POLEWALI MANDAR


SULAWESI BARAT
333

Gambar 9

Yayasan Pengurus Islam Panti Asuhan Husnul Khatimah


Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah. (Foto: Aco Musaddad.
H. M.)

Gambar 10

Madrasah Tsanawiyah Husnul Khatimah Polewali


milik Annangguru Hj. Alwiah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)
334

Gambar 11

Universitas Asy’ariah Mandar Sulawesi Barat di Polewali,


milik Annangguru H. Sybli Sahabuddin. (Foto: Aco Musaddad.
H. M.)

Gambar 12

Masjid Kampus Universitas Asy’ariah Mandar sekaligus


menjadi Pesantren Mahasiswa. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)
335

Gambar 13

Annangguru Bisri memimpin salat berjamaah


di Masjid Taqwa Pambusuang, pusat pengajian kitab kuning di
Mandar. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)

Gambar 14

Pesantren Nuhiah Pambusuang, Pimpinan Annangguru Bisri.


(Foto: Aco Musaddad. H. M.)
336

Gambar 15

Anak Panti Asuhan Ummahat Lapeo, asuhan Annangguru Hj.


Marhumah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)

Gambar 16

Masjid Taubah Lapeo, peninggalan Annangguru H. M. Thahir,


ayah Annangguru Hj. Marhumah.
(Foto: Aco Musaddad. H. M.)
337

LAMPIRAN 1
GLOSSARY

A
Ada’ amara’diangang: adat kerajaan.
Ada’ makkesyara’: hadat yang berasaskan syariah.
Aka’balang: alat untuk mendatangkan kekebalan.
Amara’diangang: sistem kerajaan.
Anak matola payung: keturunan bangsawan murni.
Angrengguru: penyebutan tokoh agama bagi orang Bugis.
Anrongguru: penyebutan tokoh agama bagi orang Makassar.
Apuangang: kebangsawanan.
Arayang: kerajaan.
Ataupiyangang: manusia pilihan.
Atuwoang lino anna’ allo dhiwoe: kehidupan dunia akhirat.

B
Balu’bur: jin penunggu rumah.
Banguttuwo: tumbuhan yang mudah tumbuh dimana saja,
dan selalu awet meskipun sudah lama dipetik.
Batua: budak.
Batua inranang: budak karena hutang.
Batua nialli: budak yang dibeli.
Batua naluang paleko’: budak karena membuat kesalahan.
Batua sassabuarang: budak sejak lahir.
Batua sossorong: budak karena turunan.
Bija ada’: turunan hadat.
Bija mara’dia: turunan raja.
Burewe tadhu : buah pinang.
338

C
Cika: sakit perut.
Cucur: kue khas Mandar, terbuat dari gula merah berbentuk
bundar.

D
Daeng: sapaan keturunan bangsawan/ mara’dia.
Dappi ngallo: sebelum subuh.
Darras: pembacaan ayat-ayat al-Qur’an secara massal oleh
santri.
Dehata buttu: dewa gunung.
Dehata langi: dewa langit.
Dehata lita’: dewa tanah.
Dehata malino: dewa yang menempati banyak tempat.
Dewata seuwwae: tuhan tunggal yang menguasai dan
mengatur segalanya.
Dehata tario-rio: dewa setan mati.
Dehata tomate makombong: dewa orang mati tiba-tiba.
Dehata tomelumbai: dewa pelindung.
Dehata tungga: dewa yang dalam mengatur dunia.
Dehata uwai: dewa yang tinggal di air.

G
Gogos: Nasi ketan yang dibungkus daun pisang lalu dibakar.

J
Jima’: jimat.
Jeppeng: tarian khas Arab.

K
Kalinda’da’: syair-syair pantun.
Karapoppo’: jin yang memakan bayi.
Katirimandi: kue khas Mandar terbuat dari tepung berbentuk
bulat dan dicampur saus yang terbuat dari gula merah yang
encerkan.
Kero: tingkah laku
339

L
Laso angin: angin puting beliung.
Lokko’: rasa malu yang dirasakan dari dalam hati.
Longga’: jin yang berbadan tinggi seperti pohon.
Lopi: perahu.

M
Ma’alepu: tingkatan pengajian dasar.
Ma’baca kitta’ Barazanji: membaca kitab al-barazanji yang
dibarengi dengan lagu.
Ma’linrung: gaib.
Maccera’/ mappa’giling: ritual.
Maccera’ arayang: membersihkan alat pusaka.
Macco’bo: prosesi ritual dengan cara mengoleskan.
Makarra: kekuatan sakti.
Makkasiwiang: demam tinggi.
Makkora’ang kaiyyang: tingkatan membaca al-Qur’an
setelah membaca Juz Amma.
Mala’bi: bermartabat.
Mala’bi pau: bertutur kata yang baik.
Mala’bi gau: bertingkah laku yang baik.
Mallamungi tomate: menurunkan mayat ke dalam liang lahat.
Mallango’i : membahas berulang-ulang hingga bacaan
menjadi lancar, fasih dan dihapal.
Mambalaga: membaca kitab Balagah.
Mambalung tomate: mengkafani mayat.
Mambulle tomate: memikul mayat dari rumah duka menuju
pemakaman.
Manassa ressu’: benar-benar ranuh.
Mangaji kitta’: membaca kitab kuning.
Mangera’: menguraikan kalimat bahasa Arab.
Manjuz-Amma: membaca Juz Amma.
Mannahwu: membaca kitab Nahwu.
Manu’ kalepu: ayam utuh dimasak tanpa bulu.
Mappake’de’ tinda’: pemasangan nisan.
Mappakihi: membaca kitab Fiqh.
340

Mappanassa: mencari kebenaran.


Mappande banua: sesajian untuk dewa kampung.
Mappande totannita: sesajian untuk dewa yang tidak tampak.
Mappande sasi: sesajian untuk dewa laut.
Mappandoe’ tomate: memandikan mayat.
Mappangajiang tomate: pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an
yang pahalanya ditujukan kepada orang yang meninggal
dunia.
Mapparima: upacara syukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang dilaksanakan dalam kurun waktu delapan tahun sekali.
Mappasoro: memberikan sesajian.
Mappepissang: menyampaikan undangan kepada kerabat dan
handai taulan.
Mara’dia tallu parapa: kadar kebangsawannya tiga perempat.
Mara’dia malolo: menteri pertahanan.
Maradeka: orang yang merdeka.
Massambayangi tomate: menyalati mayat.
Massapina, yaitu: membaca kitab Safinah an-Najah.
Massara’ baca: pembacaan ulang ayat-ayat al-Qur’an fokus
pada ilmu tajwid.
Massarapa: membaca kitab Syaraf.
Massunna : (khitan), pemotongan kulit pada ujung alat
kelamin bagi anak laki-laki, dan bagi anak perempuan adalah
pengerokan ringan pada alat kelaminnya.
Mattalakking: pembacaan doa keselamatan buat orang mati.
Mattapsir: membaca kitab Tafsir.
Mattarima passolo’: menerima angpaw.
Mattasoup: membaca kitab Tasawuf.
Melabu tongang: utuh dan sempurna.
Meuri’: mengurut.
Monge’ amateang: penyakit yang mematikan.
Monge’ ba’bua: sakit ulu hati.
N
Nacalla toaja: menanggung atau termakan kutukan nenek
moyang.
Nagasi koi: memberi sugesti.
341

Narua sai: wabah penyakit.


Natora guttur: disambar petir.
Ni pande mangirang: ritual memberi makan untuk ibu hamil.
Nigeso/ nitata’: acara meratakan gigi anak yang telah
dikhitan, dengan menggunakan batu asahan dan batu keras
tetapi halus permukaannya.

O
Onde-onde: kue khas Mandar, terbuat dari gula merah yang
dibalut dengan tepung dan kelapa parut.

P
Pa’bannetauang: tata cara aturan perkawinan.
Pa’bicara: jabatan dalam kerajaan yang melantik para raja
Mandar.
Pa’bijaga amba-ambaran: kerasukan.
Pa’bisuang: tata cara pemujaan dewa.
Pa’ita-ita, papputika: peramal/suprantural
Pa’tatibojongan: tata aturan pertanian.
Pacalong: pemain calong.
Pakeke: pemain suling.
Pakkacaping: pemain kecapi.
Pallili: Kapur.
Pallattigian: pengolesan daun pacar yang sudah dihaluskan
pada kedua telapak tangan.
Pammamca: pemain silat.
Pangaji: santri.
Pangaji kitta’: santri yang sedang belajar membaca kitab
kuning.
Pappuangang: kelompok kerajaan kecil.
Passaulang/ pakkuliwang: makanan yang digunakan untuk
persembahan.
Passinding: penangkal.
Passolo’: undangan.
Pattorioloang: agama leluhur.
Pattu’du: tarian khas Mandar.
342

Pemali appa’ randanna: empat pantangan dan tata aturan.


Pembuluan: keturunan.
Peulle : jin yang mengikuti manusia.
Pingnge’ dengo’o: meminta mendorong bayi keluar dengan
cara mengedan.
Pitu pindang-pindang: tujuh piring kecil.
Politomate/ punda anitu: urusan kematian.
Posi’ arriang: tiang rumah yang persis berada di tengah.
Posi’ tana: pusat bumi.
Ponna lambe: pohon beringin.
Puang: sapaan bagi bangsawan Mandar turunan hadat.
Puang dipisupai anna’ sarombong: bangsawan yang digosok/
dicaritahu baru muncul bau harum/ ketahuan turunannya.
Puang kali: sebutan ahli agama kerajaan.
Puang ressu’: turunan bangsawan murni (‘ranuh’).
Puang sallessor/ salleso’: kadar kebangsawanannya kurang
dari seperempat.
Puang sassigi: kadar kebangsawanannya setengah.
Puang siparapa: kadar kebangsawanannya seperempat.

R
Rakkeang: baki, wadah untuk sesajian.
Ribu-ribu: tumbuhan yang bunganya lebih banyak dari
daunnya.

S
Salle kalla: mengganti salat.
Sando boyang: dukun untuk upacara ritual masuk rumah.
Sando banua/ pa’ambi: orang yang mempunyai kekuatan
supranatural.
Sando kasiwiang: dukun untuk mengobati orang yang sakit
demam tinggi.
Sando piana’: dukun beranak.
Sipappas li’a anna’ loa: seiring kata dan perbuatan.
Sipettuleang: tanya jawab.
Siri’: malu yang nampak dari luar.
343

Siwiya: hubungan keluarga.


Sokkol patanrupa: sasi ketan empat macam/ warna.
Sorong: Mahar.
Sumanga’: semangat.
Syara’ makkeada’ : syariah yang berhubungan dengan hadat.

T
Tama-tamang: kerasukan jin.
Tau maradeka: golongan kedua dalam tingkat
kebangsawanan.
Tau mendiolo: nenek moyang yang telah meninggal.
Tau pia: manusia pilihan.
Tau pia na’e: hasil perkawinan antara turunan raja dan hadat.
Tau pia tongang/ tau pia manassa: pilihan asli.
Tau samar: masyarakat umum.
Tau tannita: jin, setan.
Tauni: plasenta.
To’dona banua: kepala desa, pasaknya kampung.
Toaja: roh halus.
Todi oro-oroanna: jin penunggu tempat tertentu.
Todiang laiyana: turunan bangsawan.
Tomawuweng: orang tua, sesepuh.
Tongang loa: sumber panutan.
Tosalama’: orang yang diberi keselamatan oleh Allah swt.
Totamma’: orang yang telah khatam al-Qur’an.
Totandita: makhluk halus.
Toto’: nasib, takdir.
344

TENTANG PENULIS
DR. ACO MUSADDAD HM
Menulis biografi, opini adalah profesi yang telah lama
digeluti oleh Aco Musaddad HM. Penulis kelahiran Polewal, 6
Oktober ini memulai karirnya sebagai staf pengajar Bahasa Inggris
dan Bahasa Arab pada Pesantren Modern IMMIM dan Pesantren
Pondok Madinah di Makassar tahun 2002, dan sempat mengajar di
Universitas Islam Makassar di tahun yang sama. Pada tahun 2008
mendirikan The Man dar Institute dan sekaligus dosen pada Filasafat
Ilmu dan Metodologi Riset pada Sekolah Tinggi Agama Islam DDI
(IAI DDI). Diawal berdirinya Radar Sulbar Aco Musaddad HM
345

sebagai salah penulis opini yang cukup intens, kurang lebih seratus
tulisannya yang telah dimuat oleh Harian Radar Sulawesi Barat.
Karir PNS-nya dimulai tahun 2010 sebagai pejabat
fungsional Penyuluh Keluarga Berencana pada kantor Badan
Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB dan PP), dan akhirnya
dimutasi ke Kantor Bappeda Polewali Mandar, dan menjabat sebagai
Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat (2013-2015), kemudian kepala
Bidang Sosial Budaya (2016).
Sejak kuliah aktif di berbagai organisasi baik dalam
kampus maupun luar kampus dan ikut mendirikan beberapa
organisasi daerah, diantaranya; Ikatan Pelajar Mahasiswa Polman
Yogyakarta, Forum Komunitas Mahasiswa Mandar Yogyakarta,
Ikatan Keluarga Masyarakat Mandar Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa
Pasca Sarajana Yogyakarta dan lain. Serta ikut mengkoordinir dan
pengadaan dan pembangunan Asrama Mandar Todilaling di Taman
Siswa dan Asrama Ammana I Wewang di Golo.
Konsentrasi dalam penulisan Biografi dimulai Biografi
pemikiran Filsafat Sosial Antonio Gramsci (1891-1937) dalam
bentuk Skripsi ( S.1.), Religion Experience of Al-Hallaj dalam bentuk
Tesis (S.2) dan Annangguru Mandar, sebuah riset tentang Kedudukan
dan Peran Para Annangguru Disertasi Doktor (S3), ketiga karya
ilmiah ini diselesaikannya di Universtas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Selain aktif menulis, mengajar juga aktif sebagai
penceramah di berbagai tempat. Aco Musaddad HM juga aktif di
berbagai organisasi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.
Diantaranya DPW NU Sulbar, Pernah menjadi Presidium KAHMI
Sulbar, saat ini menjadi Presidium Alumni Yogyakarta, aktif di
Dewan Pendidikan Polman, Baznas Polman, Badan Wakaf Indonesia
(BWI), pernah menjadi pengurus KNPI dan sekarang menjadi MPI
dan lain-lain.
Saat ini Aco Musaddad HM telah dikarunia dua orang
anak Andi Kynthiaphalosa (5 thn), Muhammad Avicenna (8 bulan)
dari Istri Dr. HJ. Andi Emy Purnama (Diretur UTD PMI Polewali
Mandar).

Anda mungkin juga menyukai