Anda di halaman 1dari 4

CASE 1: Analisis Struktur Zat Pati pada Tortilla

Tortilla merupakan makanan khas dari Meksiko berbentuk keripik dengan bahan baku
jagung. Tortilla merupakan salah satu produk olahan jagung yang paling populer. Tortilla biasanya
berupa sejenis keripik atau chips yang terbuat dari jagung berbentuk bundar gepeng dengan ukuran
ketebalan yang berbeda-beda. Pengusaha pada industri makanan ingin mengembangkan tortilla
chipsnya agar memiliki tekstur serta kandungan yang baik. Pada proses pengolahan tortilla chips
terjadi perubahan struktural dan molekular pada zat pati jagung yang dapat dievaluasi dengan x-
ray, liquid kromatografi, viskositas, dan teknik mikroskopis lainnya. Perubahan tersebut
disebabkan oleh proses pembuatan tortilla yaitu nikstamalisasi, produksi meliputi penggorengan
dan pemanggangan, dan penyimpanan dari tortilla dalam pendingin yang menyebabkan
meningkatnya kristalinitas yang kemudian menyebabkan meningkatnya RS (Resistant Starch)
pada tortilla chips. RS merupakan zat yang bila dikonsumsi dapat menurunkan kandungan gula
darah. RS akan melepaskan energi pada usus halus dalam bentuk glukosa yang kemudian
difermentasi di dalam usus besar. RS menghasilkan energi dengan proses yang cukup lambat
sehingga tidak segera dapat diserap dalam bentuk glukosa. RS juga dapat menurunkan potensi
diabetes tipe 2.
Untuk mendapatkan tortilla dengan karakteristik fisika atau kimia tertentu dilakukan
modifikasi dalam proses-prosesnya. Dalam pembuatan tortilla, proses nikstamalisasi jagung
menggunakan konsentrasi alkali 5% mempunyai karakteristik fisik berupa tekstur tortilla yang
paling baik, dikarenakan penggunaan alkali yang dapat memicu terjadinya gelatinisasi sempurna
dimana struktur tortilla akan lebih porous setelah dilakukan penggorengan. Namun, proses
memasak pada tortilla dapat merusak struktur kristalin pada pati jagung yang terkandung. Zat pati
kemudian mengalami rekristalisasi selama direndam untuk membentuk struktur polimerik baru.
Pemanggangan tortilla menyebabkan kristalinitas zat pati berkurang secara signifikan dan
penggorengan dari tortilla chips mengakibatkan gelatinisasi serta terbentuknya kompleks amilosa-
lemak. Selama proses nikstamalisasi, karakteristik kimia meliputi kandungan air, protein, dan
lemak, mengalami penurunan jumlah atau kadar dalam tortilla, dikarenakan semakin banyak
penggunaan alkali maka semakin banyak pula kandungan-kandungan kimia tersebut yang larut
kedalam rendaman. Sedangkan untuk kandungan kimia seperti abu dan karbohidrat mengalami
kenaikan kadar kandungan, disebabkan oleh penggunaan alkali yang dapat meningkatkan jumlah
mineral dalam tortilla sehingga kandungan kimia yang dimaksudkan pun meningkat. Dengan
melakukan analisis terhadap kandungan zat pati dan alkali yang dibutuhkan, dapat dilakukan
langkah-langkah pemrosesan tortilla yang tepat. Pemilihan bahan yang selektif untuk memperoleh
tortilla dengan tekstur yang renyah serta kandungan nutrisi tortilla yang bergizi pun dapat
dilakukan sehingga produk tortilla chips yang dihasilkan dapat laku di industri.
REFERENCE:
Piña-Barrera, A., Meza-Márquez, O. G., Osorio-Revilla, G., & Gallardo-Velázquez, T. (2014).
Identification and quantification of corncob as adulterant in corn dough and tortilla by MIR-FTIR
spectroscopy and multivariate analysis. CyTA - Journal of Food, 12(1), 65-72.
doi:10.1080/19476337.2013.796572
Chen, Y., Delaney, L., Johnson, S., & Wendland, P. (10/01/2017). Using near infrared
spectroscopy to determine moisture and starch content of corn processing products NIR
Publications. doi:10.1177/0967033517728146
Flores-Morales, A., Jiménez-Estrada, M., & Mora-Escobedo, R. (2012). Determination of the
structural changes by FT-IR, raman, and CP/MAS 13C NMR spectroscopy on retrograded starch
of maize tortillas. Carbohydrate Polymers, 87(1), 61-68. doi:10.1016/j.carbpol.2011.07.011
Rico Molina, R., Hernández Aguilar, C., Dominguez Pacheco, A., Cruz-Orea, A., & López
Bonilla, J. L. (2014). Characterization of maize grains with different pigmentation investigated by
photoacoustic spectroscopy. International Journal of Thermophysics, 35(9), 1933-1939.
doi:10.1007/s10765-013-1445-8

CASE 2: Chemistry of Copper and Iron in Wine


Minuman anggur (Wine) adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di
dunia sehingga kontrol analisis ketat terhadap kandungan unsur-unsur didalamnya sangat
diperlukan selama proses produksinya. Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi
bahan baku, proses fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik alami atau disengaja
dalam periode setelah fermentasi selesai. Analisis terhadap kandungan unsur-unsur dalam wine
berguna sebagai penentu kualitas citarasa wine. Umumnya, dilakukan analisis terhadap kandungan
besi (Fe) dan tembaga (Cu). Tembaga adalah salah satu unsur dalam anggur yang memiliki
kemahsyuran tersendiri. Pembuatan anggur pada masa ini cenderung meminimalkan kandungan
tembaga yang utamanya bersumber dari pemrosesan di kebun anggur dan kilang anggur. Karena
kerusakan pada wine dapat disebabkan oleh logamnya atau garamnya, enzim dan bahan-bahan
yang digunakan dalam proses penjernihan wine. Besi misalnya, dapat menyebabkan terbentuknya
endapan putih besi fosfat pada white wine yang dikenal sebagai casse. Timah dan tembaga dapat
menyebabkan timbulnya kekeruhan pada wine. Gelatin yang digunakan dalam proses penjernihan
juga dapat menimbulkan kekeruhan. Enzim-enzim pengoksidasi seperti peroksidase dari kapang
tertentu dapat menyebabkan white wine berubah menjadi coklat, dan warna merah red wine
mengendap. Residu tembaga pada anggur putih telah banyak dihubung-hubungkan pada proses
pembusukan oksidatif dan reduktif, meskipun mekanismenya disebut secara spekulatif.
Permasalahan terbaru adalah terkandungnya residual tembaga dan hidrogen sulfide secara
bersamaan pada anggur yang disimpan pada kondisi oksigen rendah.
REFERENCE:
López-López, J. A., Albendín, G., Arufe, M. I., & Mánuel-Vez, M. P. (2015). Simplification of
iron speciation in wine samples: A spectrophotometric approach. Journal of Agricultural and Food
Chemistry, 63(18), 4545-4550. doi:10.1021/acs.jafc.5b01571
Yamasaki, A., Oliveira, J. A. B. P., Duarte, A. C., & Gomes, M. T. S. R. (2012). An insight into
the adsorption and electrochemical processes occurring during the analysis of copper and lead in
wines, using an electrochemical quartz crystal nanobalance. Talanta, 98, 14-18.
doi:10.1016/j.talanta.2012.06.025
Clark, A. C., Kontoudakis, N., Barril, C., Schmidtke, L. M., & Scollary, G. R. (2016).
Measurement of labile copper in wine by medium exchange stripping potentiometry utilising
screen printed carbon electrodes. Talanta, 154, 431-437. doi:10.1016/j.talanta.2016.03.099
Clark, A. C., Grant‐Preece, P., Cleghorn, N., & Scollary, G. R. (2015). Copper(II) addition to white
wines containing hydrogen sulfide: Residual copper concentration and activity. Australian Journal
of Grape and Wine Research, 21(1), 30-39. doi:10.1111/ajgw.12114
McKinnon, A., & Scollary, G. (1986). Determination of copper in wine by potentiometric-
stripping analysis. The Analyst, 111(5), 589-591. doi:10.1039/an9861100589
Green, A. M., Clark, A. C., & Scollary, G. R. (1997). Determination of free and total copper and
lead in wine by stripping potentiometry. Fresenius' Journal of Analytical Chemistry, 358(6), 711-
717. doi:10.1007/s002160050496

CASE 3: Analisa Kecepatan Korosi Pipa Galvanis pada Tanah


Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka salah
satu bidang pembangunan sangat vital adalah pembangunan dibidang teknologi dan industri.
Logam merupakan bahan dasar yang sangat vital khususnya dalam menunjang kemajuan industri
sehingga tidaklah dapat dibantah bahwa bahan dasar tersebut memegang peranan penting dalam
perkembangan peradaban manusia, dengan banyak bukti yang jelas tentang usaha manusia dalam
mengubah dan menemukan bahan –bahan dasar industri yang murah, tahan lama tidak mengalami
korosi selama dalam pemakaian. Korosi merupakan salah satu masalah utama yang paling sering
terjadi dalam sektor industri. Dampak kerusakan logam dapat berupa bocornya pipa – pipa minyak,
korosi pada pelat kapal dan kerugian besar lain yang dapat ditimbulkan baik berupa kerugian biaya
perawatan maupun kerugian keselamatan manusia. Salah satu penggunaan logam sebagai bahan
dasar adalah pembuatan saluran dari pipa. Dalam aplikasi pada umumnya, saluran pipa dapat
dipasang di bawah tanah atau sekitar permukaan tanah, maka kemungkinan untuk terjadinya
kerusakan adalah sangat besar, sehingga perlu diketahui beberapa hal yang berpengaruh terhadap
pipa, terutama lingkungan dimana pipa tersebut terpasang. Karena apabila kerusakan akibat korosi
ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi kerusakan dan kebocoran yang akan menyebabkan
turunnya efesiensi supply fluida yang melewati pipa tersebut.
Ketahanan material logam terhadap laju korosi sangat penting karena kapal akan
berhubungan langsung dengan air laut maupun muatan yang di angkut. Sehingga dibutuhkan
material yang tahan cukup lama terhadap laju korosi. Saat ini, pipa atau material yang digunakan
pada fabrikasi kapal telah mengalami kemajuan dalam hal ketahanan terhadap proses korosi. Salah
satu material yang sering dipakai dalam instalasi sistem yaitu pipa baja karbon dan pipa galvanis.
Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh pipa tersebut adalah korosi. Pipa yang sering
dialiri oleh fluida sangat rentan mengalami korosi dalam praktiknya. Pipa Baja galvanis adalah
pipa baja lapis seng (Zn) yang mengandung bahan seng dengan tingkat kemurnian tinggi (99,7%)
ditambah dengan sejumlah timah hitam dan aluminium dalam jumlah tertentu yang diproses
dengan kondisi bebas oksidasi sehingga menghasilkan baja lapis seng dengan kualitas yang handal.
REFERENCE:
Nguyen, C. K., Stone, K. R., Dudi, A., & Edwards, M. A. (2010). Corrosive microenvironments
at lead solder surfaces arising from galvanic corrosion with copper pipe. Environmental Science
& Technology, 44(18), 7076-7081. doi:10.1021/es1015185
Katkar, V. A., & Gunasekaran, G. (2016). Galvanic corrosion of AA6061 with other ship building
materials in seawater. Corrosion, 72(3), 400-412. doi:10.5006/1870
Trueman, B. F., Sweet, G. A., Harding, M. D., Estabrook, H., Bishop, D. P., & Gagnon, G. A.
(2017). Galvanic corrosion of lead by iron (oxyhydr)oxides: Potential impacts on drinking water
quality. Environmental Science & Technology, 51(12), 6812-6820. doi:10.1021/acs.est.7b01671
Ng, D., Chen, C., & Lin, Y. (2018). A new scenario of lead contamination in potable water
distribution systems: Galvanic corrosion between lead and stainless steel. Science of the Total
Environment, 637-638, 1423-1431. doi:10.1016/j.scitotenv.2018.05.114
Clark, B., Cartier, C., Clair, J. S., Triantafyllidou, S., Prévost, M., & Edwards, M. (2013). Effect
of connection type on galvanic corrosion between lead and copper pipes. Journal (American Water
Works Association), 105(10), E576-E586. doi:10.5942/jawwa.2013.105.0113
Platt, S., & Harries, K. A. (2018). Study of galvanic corrosion potential of NSM titanium
reinforcing bars. Case Studies in Construction Materials, 9, e00175.
doi:10.1016/j.cscm.2018.e00175

Anda mungkin juga menyukai