Anda di halaman 1dari 20

RESUME PENGENDALIAN PROSES

Kelas Pengendalian Proses – 03 (Senin Siang)


Edma Nadhif Oktariani (1706027156), Daniel Rael Chandra (1706070860),
Hana Safira Yudanti (1706027036)
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

OUTLINE
1. Process Control and Control Objectives
2. Mathematical Modelling Principles
3. Modelling and Analysis for Process Control
4. Istilah dalam Process Control

1. Process Control and Control Objectives


Sistem kontrol adalah proses pengaturan/pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran
(variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range)
tertentu. Dalam istilah lain disebut juga teknik pengaturan, sistem pengendalian atau sistem
pengontrolan. Sistem kontrol dirancang untuk mempertahankan proses operasi yang stabil dengan
mengkompensasi gangguan (disturbance). Adapun istilah utama yang digunakan oleh seorang
control engineer adalah:

• Process Variable (PV): Variabel proses yang ingin Anda pertahankan pada titik operasi
atau titik setel tertentu
• Manipulated Variable (MV): Variabel proses yang diubah oleh controller
• Disturbance Variable (DV): Variabel proses yang mengganggu proses dan menyebabkan
variabel kontrol berpindah dari set-points yang diinginkan
• Actuator: peralatan mekanis untuk menggerakkan atau mengontrol sebuah mekanisme
atau sistem.
• Disturbance: Disturbance adalah sebuah signal yang mempunyai kecenderungan
mempengaruhi nilai keluran system. Jika disturbance ini dibangkitkan di dalam system
disebut internal disturbance, tapi jika dibangkitkan di luar system disebut external
disturbance,misalnya terjadi pada input.
• Set-point: elemen yang digunakan untuk menyatakan nilai yang dikehendaki atau nilai
referensi dari variabel dinamik atau variabel yang dikendalikan dari suatu sistem.
Dengan kontrol, dapat dilakukan apa yang tidak bisa dilakukan oleh seorang process engineer.
Contoh proses kontrol pada kehidupan sehari-hari adalah saat seseorang sedang menyetir mobil.
Perhitungan control dilakukan oleh otak, yang memberi input kepada sensor yaitu mata. Final
element pada saat menyetir adalah tangan yang mengarahkan stir mobil. Contoh lainnya adalah
pada heater suatu rumah yang digunakan saat musim dingin. Thermostat berfungsi sebagai sensor
kemudian memberikan output berupa perubahan pada furnace yang kemudian mempengaruhi laju
alir bahan bakar yang diperlukan (final element). Pada grafik dibawah ini dapat diamati bagaimana
ketiga variabel yang digunakan pada control suhu heater.

Feedback System

Komponen utama dari feedback system adalah controller, sensor, dan final element.
a. Controller
Controller memperoleh informasi dari measuring device yaitu sinyal Process
Variable (PV), membandingkan dengan Set Point (SP), menghitung banyaknya koreksi
yang diperlukan sesuai dengan algoritmanya (P, PI, dan PID), dan kemudian memutuskan
atau mengeluarkan sinyal koreksi (Manipulated Variable/MV) untuk ditransmisikan ke
Control Valve.
Controller dapat berupa controller mekanik (pneumatic), controller elektronik atau
controller digital yang terkomputerisasi dengan kemampuan dapat melaksanakan tugas-
tugas kontrol yang cukup rumit.
b. Sensor
Sensor adalah komponen yang dapat digunakan untuk mengkonversi suatu besaran tertentu
menjadi satuan analog sehingga dapat dibaca oleh suatu rangkaian elektronik. Sensor
digunakan untuk pengukuran (measurement). Adapun yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih sensor adalah
1. Akurasi 7. Maintenance
2. Repeatability 8. Konsistensi dengan
3. Reproducibility lingkungan proses
4. Range/span 9. Dynamic
5. Reliability 10. Safety
6. Linearity 11. Cost
c. Final Element
Salah satu elemen pengendali akhir yang sering dijumpai adalah control valve.
Elemen ini mengimplementasikan keputusan yang diambil oleh kontroler. Misalnya,
apabila kontroler “memutuskan” untuk menaikkan laju aliaran (flow rate) suatu fluida,
maka control valve akan membuka atau menutup untuk mengimplementasikannya.
Feedback system memanfaatkan output dari suatu sistem untuk mempengaruhi input ke
sistem yang sama.

Pada feedback system, terdapat positive dan negative feedback. Pada proses control, yang
dimaksud dengan negative feedback artinya tindakan untuk mengurangi error dari yang diinginkan
dan positive feedback adalah kebalikannya yaitu memperbanyak error.

Tujuan Pengendalian
Kegiatan pengendalian suatu proses tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai sehingga
pengendalian tidak sia-sia. Dari tujuan yang telah tercapai juga akan diperoleh keuntungan pada
kegiatan pemrosesan tersebut. Jika tujuan-tujuan ini gagal tercapai, proses akan berjalan dengan
tidak aman dan merugikan. Dalam pengendalian proses terdapat tujuh tujuan yang ingin dicapai,
yaitu:
1. Keamanan
Keamanan adalah salah satu tujuan terpenting yang harus dicapai dalam kegiatan
proses. Keamanan dapat berupa keamanan terhadap lingkungan sekitarnya maupun
orang-orang yang mengoperasikan kegiatan proses tersebut. Tentunya suatu industri
tidak menginginkan kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya ledakan dari tangki
atau kebocoran gas beracun dari salah satu pipa. Maka, dilakukan pengendalian untuk
mencegah hal-hal tersebut terjadi. Salah satu contohnya adalah dengan menggunakan
pressure controller pada alat yang beresiko memiliki tekanan tinggi.
2. Perlindungan Lingkungan
Selain menjaga keamanan, tujuan dari pengendalian juga adalah untuk melindungi
lingkungan dari pengaruh buruk zat-zat sisa maupun hasil dari pemrosesan. Suatu
proses yang berjalan pasti akan menghasilkan limbah yang berpotensi untuk merusak
lingkugan, maka dari itu, dilakukan pengendalian untuk meminimalisir kerusakan pada
lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendaur ulang zat tersebut atau
menetralisirnya sebelum dikeluarkan ke lingkungan.
3. Perlindungan Alat
Proses yang berjalan tidak semestinya tentu dapat menyebabkan kerusakan pada alat
yang dapat mengakibatkan hambatan pada proses maupun tambahan biaya yang
seharusnya tidak diperlukan. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian agar alat-alat
yang dipakai pada proses tidak cepat rusak. Contoh dari penyebab kerusakan misalnya
rusaknya pompa karena tidak adanya aliran atau aliran yang terlalu deras sehingga
mempercepat korosi pada alat.
4. Kestabilan Operasi dan Laju Produksi
Sebuah proses tentunya terdiri dari tahap-tahap atau jaringan yang kompleks. Operasi
yang lancar tentunya dibutuhkan untuk meminimalisir gangguan pada sistem yang
telah terintegrasi. Variabel dalam aliran yang keluar harus dijaga agar tidak terlalu jauh
dari nilai yang diinginkan. Contohnya adalah dengan mengendalikan katup feed
sehingga nilai laju alir feed sesuai dengan yang diinginkan.
5. Kualitas Produk
Hasil akhir dari suatu proses tentunya harus memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan oleh pelanggan. Spesifikasi yang dimaksudkan disini misalnya komposisi,
sifat fisika, atau kinerja dari produk tersebut. Pengendalian proses berperan penting
dalam menjaga kondisi operasi sehingga diperoleh kualitas produk yang baik.
6. Memperoleh Keuntungan Tinggi
Tujuan paling umum dari suatu pabrik adalah untuk meraih pemasukan tinggi dengan
pengeluaran serendah mungkin. Dengan meraih tujuan dari pengendalian proses,
keuntungan akan menjadi semakin tinggi. Misalnya, dengan menjaga kualitas alat,
akan mengurangi biaya perbaikan atau penggantian alat. Selain itu, dengan menjaga
kualitas produk, harga produk akan semakin meningkat dan keuntungan yang
diperolehpun semakin meningkat. Contoh dari cara memperoleh keuntungan tinggi
adalah memakai proses pemanasan yang membutuhkan energi paling rendah, sehingga
biaya yang diperlukan juga semakin kecil.
7. Memantau dan Mendiagnosa
Pabrik yang memiliki proses kompleks tentunya membutuhkan pemantauan dan
diagnosa yang cepat dan tepat. Pemantauan ini dapat bertujuan untuk kebutuhan jangka
pendek seperti keamanan dan proses operasi yang sedang berjalan atau jangka panjang
seperti analisis kinerja alat-alat yang dipakai. Karena variable yang dimonitor tidak
sedikit, maka dibutuhkan sistem kontrol seperti misalnya sensor alarm yang
memberitahu jika terdapat variable yang hampir melewati batas yang ditentukan,
sehingga operator dapat langsung merespon pada masalah tersebut.

Dengan melakukan pengendalian proses, maka kita dapat mengurangi perubahan dari
variable kunci untuk mencapai tujuh tujuan tersebut. Kita dapat memperoleh manfaat seperti
peningkatan efisiensi, keuntungan, produktivitas, dan juga keamanan dalam operasi.

2. Mathematical Modelling Principles


Model dinamik dan model matematis dibutuhkan untuk mensimulasikan proses yang akan
dijalankan sehingga kita dapat menghitung kebutuhan yang diperlukan dalam suatu proses.
Dengan menguasai model dinamik dan matematis, kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang kejadian yang mungkin terjadi dalam suatu proses. Dalam hal ini kejadian yang dimaksud
dapat berupa kebutuhan kapasitas alat hingga hambatan atau bahaya yang dapat terjadi.
Dengan model matematis, kita dapat menentukan perubahan yang terjadi disaat terdapat
perbedaan variable yang terjadi dalam proses. Model matematis membantu kita dalam menentukan
respon yang akan diberikan terhadap suatu proses. Untuk melakukan pemodelan, terdapat enam
tahap yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Menetapkan Tujuan
Dalam tahap ini, kita menentukan apa yang ingin dicapai dalam proses. Dalam menentukan
tujuan ini, kita dapat menjabarkan variable apa saja yang dibutuhkan, keputusan yang akan
dibuat, dan lokasinya. Contoh dari variable yang dapat dimasukkan yaitu tekanan, suhu,
konsentrasi, dan tingkat cairan.
2. Mengumpulkan Informasi
Dalam melakukan pemodelan, tentunya dibutuhkan data-data yang lengkap dan tepat agar
perhitungan yang dilakukan lebih akurat dan tidak menyebabkan kegagalan pada proses
nantinya. Untuk mengumpulkan informasi, dapat dilakukan cara-cara seperti menggambar
prosesnya, mengumpulkan data dari sumber-sumber tertentu, menciptakan asumsi-asumsi
yang dapat terjadi, dan menjabarkan sistem yang akan dipakai.
3. Merumuskan Model
Untuk merumuskan model, kita dapat memasukkan variable-variabel ke dalam rumus
kesetimbangan:
a. Untuk material keseluruhan
{Akumulasi Massa} = {Massa masuk} - {Massa keluar}
b. Untuk Komponen
{Akumulasi Massa Komponen} = {Massa komponen masuk} - {Massa komponen
keluar} + {Generasi massa komponen}
c. Energi
{Akumulasi U+PE+KE} = {H+PE+KE}masuk - {H+PE+KE}keluar + Q – Ws

4. Menyelesaikan model yang diberikan sehingga menunjukkan hubungan antara proses dan
respon dinamik :
𝑡
𝐶𝐴 (𝑡) = 𝐶𝐴 (𝑡)|𝑡=0 + (Δ𝐶𝐴0 )𝐾(1 − 𝑒 −𝜏 )
Dimana, t > 0
Semua hasil dari model diatas akan menghasilkan model persamaan yang sama.
Kemudian selanjutnya perlu mengetahui pengaruh K dan 𝜏 sehingga menghasilkan
𝐹 𝑉
𝐾= 𝜏=
𝐹+𝑘 𝐹 + 𝑉𝑘
Untuk bentuk permodelan pada proses lain didapatkan hasil K dan 𝜏 dalam bentuk tabel
sebagai berikut:

Dari hasil persamaan yang didapat, dilakukan penyelesaian model secara numerical,dan
lainnya.
𝑑𝐶𝐴
𝑉 = 𝐹 ( 𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) − 𝑉𝑘𝐶𝐴2
𝑑𝑡
Dengan menggunakan perkiraan perbedaan untuk turunan, kita dapat menurunkan
metode Euler
𝐹 ( 𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) − 𝑉𝑘𝐶𝐴2
𝐶𝐴𝑛 = 𝐶𝐴𝑛−1 + (Δt) [ ]
𝑉 𝑛−1

Dan terdapat metode lain termasuk Runge-Kutta dan Adams.

5. Menganalisis Hasil yang perlu dilakukan adalah :


1. Memeriksa kebenaran hasil:
a. Membatasi dan memperkirakan hasil
b. Akurasi metode numerik
2. Menginterpretasikan hasil
a. Memplot solusi
b. Menganalisis perilaku karakteristik
c. Menghubungkan hasil dengan data dan asumsi
d. Mengevaluasi sensitivitas
e. Menjawab pertanyaan “bagaimana jika”

6. Melakukan validasi model dengan cara :


1. Membandingkan hasil dengan data eksperimen
2. Membandingkan dengan hasil dari model yang lebih kompleks
3. Memilih nilai kunci untuk validasi
Terdapat 3 tipe solusi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan persamaan :
1. Numerical Solution
merupakan teknik penyelesaian permasalahn yang diformulasikan secara matematis
dengan menggunakan operasi hitungan (aritmatik)
𝑑𝐶𝐴
𝜏 + 𝐶𝐴 = 𝐾𝐶𝐴0
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴
𝜏 = 𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴
𝑑𝑡

𝑑𝐶𝐴 1
= (𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 )
𝑑𝑡 𝜏
1
𝐶𝐴 (𝑡 + 1) = 𝐶𝐴 (𝑡) + (𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 (𝑡)). Δt
𝜏
2. Analytical Soultion
Merupakan metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus aljabar yang
sudah baku(lazim)
𝑑𝐶𝐴
𝜏 + 𝐶𝐴 = 𝐾𝐶𝐴0
𝑑𝑡
𝑑𝐶𝐴 1
= (𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 )
𝑑𝑡 𝜏
𝑑𝐶𝐴 1
= 𝑑𝑡
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 𝜏
𝑑𝐶𝐴 1
∫ = ∫ 𝑑𝑡
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 𝜏
𝑑(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 1
−∫ = ∫ 𝑑𝑡
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 𝜏
1
− ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) = 𝑡 + ln 𝐶
𝜏

Apabila t = 0, maka
−ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 ) = 0 + ln 𝐶
𝐶 = −(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 )
1
−ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) = 𝑡 −ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 )
𝜏
1
ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) −ln(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 ) = − 𝑡
𝜏
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 1
ln =− 𝑡
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 ) 𝜏
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 ) 1
= 𝑒 −𝜏
(𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 )
1
𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴 = (𝐾𝐶𝐴0 − 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 )𝑒 −𝜏
1 1
𝐶𝐴 = 𝐶𝐴𝑖𝑛𝑖𝑡 𝑒 −𝜏 + 𝐾𝐶𝐴0 (1 − 𝑒 −𝜏 )

Setelah mendapatkan hasil tabel diatas, maka dapat terlihat hasil grafik seperti dibawah
ini dan mampu menganalisisnya.

3. Laplace Transform
Rumus dasar laplace transform :

ℒ(𝑓(𝑡)) = 𝐹(𝑠) = ∫ 𝑒 −𝑡𝑠 𝑓(𝑡)𝑑𝑡
0

Sedangkan untuk inverse laplace transform menggunakan rumus :

𝑓(𝑡) = ℒ −1 (𝐹(𝑠))

3. Modelling and Analysis for Process Control


Mengapa kita membutuhkan pemodelan dinamik?
Pemodelan dinamik memiliki peran penting dalam proses dinamik dan pengendalian
proses. Pemodelan dinamik dapat membantu seseorang untuk semakin mengerti proses yang
sedang berjalan dengan simulasi tanpa harus mengganggu proses yang sebenarnya. Dengan
pemodelan dinamik kita juga dapat menyusun strategi pengendalian pada proses. Pemodelan
dinamik dapat membantu kita dalam mengidentifikasi variabel-variabel dalam proses yang harus
dikendalikan atau yang harus dirubah. Selain itu, pemodelan dinamik juga digunakan untuk
mengoptimalkan kondisi operasi sehingga dapat diperoleh kondisi operasi paling menguntungkan
atau mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk proses tersebut.
Setelah menguasai pemodelan dinamik, kita juga dapat melakukan pemodelan pada
masing-masing unsur proses. Pemodelan ini dinamakan transfer function. Setelah menguasai
pemodelan pada masing-masing unsur, unsur yang telah dimodelkan tadi dapat kita gunakan untuk
memodelkan struktur proses yang lain, sehingga dengan unsur-unsur ini, pemodelan dapat
dilakukan dengan lebih fleksibel karena kita dapat menggabungkan unsur-unsur yang telah
dimodelkan ini menjadi proses yang berbeda-beda.
Laplace Transform
Transformasi Laplace adalah suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan
persamaan diferensial linier. Dengan transformasi Laplace, fungsi-fungsi seperti sinusoida dan
eksponensial dapat diubah menjadi fungsi aljabar variabel kompleks. Kelebihan dari metode ini
adalah kita dapat memprediksi kinerja dari sistem dengan teknik grafis, tanpa menyelesaikan
persamaan diferensialnya. Selain itu, komponen transien maupun komponen tunak dapat diperoleh
secara bersamaan. Persamaan Laplace dapat dituliskan sebagai berikut:

ℒ[𝑓(𝑡)] = 𝐹(𝑠) = ∫ 𝑓(𝑡)𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡


0

∞ 𝐶 𝑡=∞ 𝐶
Constant: 𝐿(𝐶) = ∫0 𝐶𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡 = − 𝑆 𝑒 − 𝑠𝑡| =
𝑡=0 𝑆
Kesimpulan dari laplace transform berdasarkan rumus dasar diatas didapatkan tabel dibawah ini :
Pada grafik respon dinamik dalam kenyataan tidak sebaik dengan hasil grafik yang
diperkirakan seperti grafik dibawah ini.

Seharusnya pada waktu yang telah ditentukan konsentrasi berubah sesuai dengan waktu
yang telah diperkirakan tetapi terdapat pada kenyataan grafik menunjukkan terdapat waktu diam
sebelum terjadi kenaikan konsentrasi. Waktu diam itu disebut dead time.
Terdapat model dinamik untuk dead time (Ꝋ) yaitu

𝑋𝑜𝑢𝑡 (𝑡) = 𝑋𝑖𝑛 (𝑡 − 𝜃)

Dan rumus laplace transform yang digunakan setelah dead time adalah

ℒ(𝑋𝑜𝑢𝑡 (𝑡)) = ℒ(𝑋𝑖𝑛 (𝑡 − 𝜃)) = 𝑒 −𝜃𝑠 (𝑋𝑖𝑛 (𝑠))


Contoh permodelan menggunakan Laplace transform

• CSTR (atau mixing tank)


Mengasumsikan komposisi feed dengan semua variable lainnya konstan. Maka
tentukanlah respon dinamiknya!

Menyelesaikan bentuk permodelan umum untuk mixing tank pada soal diatas.
𝑑𝐶 ′𝐴
𝑉 = 𝐹 ( 𝐶 ′𝐴0 − 𝐶 ′𝐴 ) − 𝑉𝑘𝐶𝐴′
𝑑𝑡
𝑑𝐶′𝐴
𝜏 + 𝐶′𝐴 = 𝐾𝐶′𝐴0
𝑑𝑡
Dimana,
𝐹 𝑉
𝐾= 𝑑𝑎𝑛 𝜏=
𝐹+𝑘 𝐹 + 𝑉𝑘
Karena tidak terdapat generation pada mixing tank rumus awal berubah menjadi :
𝑑𝐶 ′𝐴
𝑉 = 𝐹 ( 𝐶 ′𝐴0 − 𝐶 ′𝐴 )
𝑑𝑡
Merubah rumus untuk mixing tank tersebut kedalam bentuk laplace transform
menjadi :

𝑉[𝑠𝐶 ′𝐴 (𝑠) − 𝐶 ′𝐴 (𝑡)|𝑡=0 ] = 𝐹[𝐶 ′𝐴0 (𝑠) − 𝐶 ′𝐴 (𝑠)]


Initial value untuk konsentrasi tangki dianggap 0 dan konsentrasi yang masuk
konstan pada saat t > 0 dan 𝐶 ′𝐴0 (𝑠) = ∆𝐶𝐴0 /𝑠.
Melakukan subtitusi dan mengatur ulang persamaan diatas sehingga didapatkan:
∆𝐶𝐴0 1
𝐶 ′𝐴 (𝑠) = 𝑠 𝜏𝑠+1

𝑉
Dimana, 𝜏 = 𝐹 = 24,7 𝑚𝑖𝑛

Untuk inverse transform persamaan diatas menghasilkan


1
𝐶 ′𝐴 (𝑡) = ∆𝐶𝐴0 (1 − 𝑒 −𝜏 )

• Dua Isothermal CSTR


Untuk ini kondisi dalam keadaan steady state dan mengalami perubahaan pada
komposisi masuk ke dalam tangki pertama. Rumuskan model untuk 𝐶𝐴2 !

Terdapat dua tangki maka perlu menentukan bentuk permodelan persamaan kedua
tangka. Karena kedua tangki merupakan CSTR maka
𝑑𝐶 ′𝐴1 ′
𝑉1 = 𝐹 ( 𝐶 ′𝐴0 − 𝐶 ′𝐴1 ) − 𝑉𝑘𝐶𝐴1
𝑑𝑡
𝑑𝐶 ′𝐴2 ′
𝑉2 = 𝐹 ( 𝐶 ′𝐴1 − 𝐶 ′𝐴2 ) − 𝑉𝑘𝐶𝐴2
𝑑𝑡

𝑑𝐶′𝐴1
𝜏 + 𝐶′𝐴1 = 𝐾1 𝐶′𝐴0
𝑑𝑡
𝑑𝐶′𝐴2
𝜏 + 𝐶′𝐴2 = 𝐾2 𝐶′𝐴0
𝑑𝑡

Pada kondisi initial = 0, Rumus Laplace transform menjadi


𝑠 𝑉𝐶 ′𝐴1 (𝑠) = 𝐹( 𝐶 ′𝐴0 (𝑠) − 𝐶 ′𝐴1 (𝑠)) − 𝑉𝑘𝐶𝐴1 (𝑠)
′ (𝑠) ′ ′ ′
𝑠 𝑉𝐶 𝐴2 = 𝐹( 𝐶 𝐴1 (𝑠) − 𝐶 𝐴2 (𝑠)) − 𝑉𝑘𝐶𝐴2 (𝑠)
Kedua persamaan diatas dilakukan subtitusi menjadi satu persamaan sehingga
menghasilkan

𝐹
( )
𝐶 ′𝐴1 (𝑠) = 𝐹 + 𝑘 𝐶 ′𝐴0
𝜏𝑠 + 1
𝐾𝑝 ∆𝐶𝐴0
𝐶 ′𝐴2 (𝑠) =
𝑠(𝜏𝑠 + 1)2
Dimana,
𝐹 2
𝐾=( ) = 0,448
𝐹+𝑘
𝑉
𝜏= = 8.25 𝑚𝑖𝑛
𝐹 + 𝑉𝑘
∆𝐶𝐴0 = 0.925 𝑚𝑜𝑙𝑒/𝑚3

𝐶𝐴2 = 0.414 𝑚𝑜𝑙𝑒/𝑚3

Invers transform dapat ditentukan sbb.

𝑓(𝑡) = ℒ −1 {𝐹(𝑠)}
Sehingga diperoleh:
𝑡 𝑡
𝐶 ′𝐴2 = ∆𝐶 ′𝐴0 𝐾𝑝 [1 − (1 + ] 𝑒 −𝜏
𝜏
𝑡 𝑡
𝐶𝐴2 (𝑡) = 0.413 + 0.414 (1 − 𝑒 −8.25 ) − 0.050𝑡𝑒 −8.25

Fungsi Transform (Alih): Model yang Valid untuk Fungsi Input Apa Saja
Dengan menyusun transformasi Laplace menjadi model dinamik

Dengan Fungsi Transfer sebagai variabel output, Y(s), dibagi oleh variabel input, X(s), dimana
semua kondisi awal adalah nol.
G(s) = Y(s)/X(s)
Contoh Fungsi Transfer
Jika model diatas diaplikasikan pada sistem ini maka
akan menjadi sbb.

𝐹0 (𝑠) 𝑚3
𝐺𝑣𝑎𝑙𝑣𝑒 (𝑠) = = 0.10
𝑣(𝑠) %𝑜𝑝𝑒𝑛
𝐾
𝑇𝑖 (𝑠) −1.2 3
𝐺𝑡𝑎𝑛𝑘1 (𝑠) = = 𝑚
𝐹0 (𝑠) 250𝑠 + 1
𝐾
𝑇𝑚𝑒𝑎𝑠𝑢𝑟𝑒𝑠 (𝑠) 1.0 𝐾
𝐺𝑠𝑒𝑛𝑠𝑜𝑟 (𝑠) = =
𝑇2 (𝑠) 10𝑠 + 1
𝐾
𝑇2 (𝑠) 1.0 𝐾
𝐺𝑡𝑎𝑛𝑘2 (𝑠) = =
𝐹1 (𝑠) 300𝑠 + 1
Blok diagramnya adalah sbb.

𝑇𝑚𝑒𝑎𝑠 (𝑠) 𝑇𝑚𝑒𝑎𝑠 (𝑠) 𝑇2 (𝑠) 𝑇1 (𝑠) 𝐹0 (𝑠)


= 𝐺(𝑠) = [ ][ ][ ][ ] = 𝐺𝑠 (𝑠)𝐺𝑇2 (𝑠)𝐺𝑇1 (𝑠)𝐺𝑣 (𝑠)
𝑣(𝑠) 𝑇2 (𝑠) 𝑇1 (𝑠) 𝐹0 (𝑠) 𝑣(𝑠)

Adapun dalam membuat suatu block diagram aljabar, terdapat aturan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan sbb.

Fungsi Transformasi Laplace


4. Istilah dalam Process Control
Partial Fractions
Metode fraksi parsial dapat digunakan untuk menyatakan rasio polinomial sebagai jumlah
suku yang lebih sederhana. Misalnya, jika akar penyebut berbeda, rasio pembilang orde tinggi dan
polinomial penyebut dapat dinyatakan sebagai jumlah istilah, yang semuanya memiliki pembilang
konstan dan penyebut urutan pertama, seperti yang diberikan di bawah ini.

Kegunaan utama untuk fraksi parsial adalah membuktikan bagaimana beberapa aspek
kunci dari perilaku variabel dapat ditentukan secara langsung dari transformasi Laplace tanpa
menyelesaikan invers. Untuk setiap persamaan diferensial yang dapat diatur sebagai berikut.

Persamaan ini mencakup perbedaan (a1), real berulang (ap), dan akar kompleks (aq), tidak
semuanya dapat muncul dalam solusi spesifik, dalam hal ini beberapa konstanta (A, B, atau C)
akan menjadi nol. Dua kesimpulan penting dapat ditarik:
4. Stability: Bagian nyata dari akar polinomial karakteristik, D(s), menentukan
eksponen (a) dalam penyelesaian. Eksponen ini menentukan apakah fungsi tersebut
mendekati nilai konstan setelah waktu yang lama. Sebagai contoh, ketika semua
bagian nyata dari akar, yaitu, semua Re (𝛼 i), negatif, semua istilah di sebelah kanan
persamaan (4.43) mendekati nilai konstan setelah transien awal; sebuah sistem
yang cenderung menuju nilai akhir yang konstan disebut stabil. Jika ada Re
(𝛼i)lebih besar dari nol, fungsi Y(t) akan meningkat (atau menurun) secara tidak
terbatas seiring dengan meningkatnya waktu; ini disebut tidak stabil.
Kita harus melihat dengan hati-hati pada kasus akar dengan nilai nol. Jika satu root
berbeda memiliki nilai nol, sistem stabil, sedangkan jika root berulang memiliki nilai
nol, sistem tidak stabil. Hasil ini diringkas sebagai berikut.
5. Damping:. Sifat akar dari polinomial karakteristik menentukan apakah respons
dinamis akan mengalami perilaku periodik untuk input non periodik; akar
kompleks D(s) menyebabkan perilaku periodik (underdamped), dan akar nyata
menyebabkan perilaku non periodik (overdamped).
Parameter 𝜉 disebut koefisien redaman, dan 𝛼 1,2 adalah dua akar dari polinom
karakteristik, yang menentukan eksponen fungsi output domain waktu. Ketika
koefisien redaman kurang dari 1.0, sistem disebut underdamped, akar polinom
karakteristik adalah kompleks, dan sistem akan memiliki perilaku periodik untuk input
non periodik. Misalnya, sistem reaktor nonisotermal dalam Bagian 3.6, yang
menunjukkan osilasi untuk input langkah, memiliki koefisien redaman 0.15. Ketika
koefisien redaman lebih besar dari 1.0, sistem disebut overdamped, akar polinom
karakteristik adalah nyata, dan sistem akan memiliki respons non periodik terhadap
input non periodik. Akhirnya, sistem reaktor seri dalam Contoh 3.3 memiliki koefisien
redaman 1.0, yang menunjukkan akar yang nyata dan berulang; jenis sistem ini disebut
critically damped.

Gambar 5.1 Respon Dinamik untuk Proses Dasar Unsur Modelling

Dua entri diberikan pada Gambar 5.1 untuk sistem orde kedua; satu untuk
sistem overdamped, dan yang lainnya untuk sistem underdamped. Respon langkah
untuk sistem overdamped awalnya pada kondisi tunak adalah monotonik dengan
kemiringan awal nol dan titik belok. Perhatikan bahwa sistem underdamped
mengalami perilaku periodik bahkan untuk input sederhana ini.
• Overdamp Step Response (𝝃 > 1)

• Critically Damp Step Response (𝝃 = 1)

• Underdamp Step Response (𝝃 < 1)

• Overdamp Impulse Response (𝝃 > 1)

• Critically Damp Impulse Response (𝝃 = 1)

• Underdamp Impulse Response (𝝃 < 1)

Order: Order adalah eksponen tertinggi dalam transfer function. Misalnya, pada transfer
function sebagai berikut: 𝐺(𝑆) = 𝐾(𝑆 + 𝑍𝑖)/𝑆 𝑛 (𝑆 + 𝑃𝑖). Pada persamaan ini, Zi sebagai zero,
dan Pi sebagai poles. Pada persamaan ini, order adalah nilai maksimum dari S pada denominator.
Order juga dapat didefinisikan sebagai nilai tertinggi eksponen yang muncul pada denominator
transfer function (jumlah poles total).
Poles: Poles adalah akar dari denominator (s) yang diperoleh dengan memasukkan nilai D (s) =
0 dan penyelesaian untuk s. Karena transfer function tidak boleh memiliki lebih banyak nol
daripada poles, maka dapat disimpulkan bahwa urutan polinomial D (s) harus lebih besar dari
atau sama dengan urutan polinomial N (s).
Zero: Menyatakan titik baca terendah dari suatu skala baca.
Frequency Response: Merupakan Respon yang spesifikasi performansinya didasarkan
pengamatan magnitude dan sudut fase dari penguatan/gain (output/input) sistem untuk masukan
sinyal sinus (A sin wt), pada rentang frekuensi ω = 0 s/d ω = ∞.
Tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon frekuensi ini antara lain;
Frequency Gain Cross Over, Frequency Phase Cross Over, Frequency Cut-Off (filter), Frequency
Band-Width (filter), Gain Margin, Phase Margin, Slew-Rate Gain dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA
Barton, G. (1996). Process control: Designing processes and control systems for dynamic
performance: By thomas E. marlin (McGraw-hill, new york, 1995, ISBN 0-07-040491-7, pp
954 +xxii) Elsevier Ltd. doi:10.1016/S0959-1524(96)90017-7
Sharma, K. R. (2015). Continuous process dynamics, stability, control and automation Wahid,
Abdul. (2007). Prinsip Pemodelan Matematika. Depok: Universitas Indonesia.
Marlin, Thomas E. 2015. Process Control : Designing Process and Control System for Dynamic
Performance. 2nd Edition. Mc Graw Hill : Ontario.
Andika, Riezqa. 2020. Bahan Ajar Perkuliahan, PPT Materi 1, 2, dan 3.

Anda mungkin juga menyukai