Anda di halaman 1dari 21

Tugas Paper Perpindahan Massa

Disusun oleh:
Kelompok 3
Aditya Kristianto / 1206249681
Alan Try Putra / 1206254403
Angela Susanti / 1206247303
Devi / 1206243601
Juan / 1206237492
Julius Ferdinand / 1206254731
Putu Geraldo Chiyoda / 1206253003
Salman Naufal / 1206261232

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Ekstraksi Cair – Cair (Liquid – Liquid Extraction / LLX)

Ekstraksi adalah proses cair – cair. Ekstraksi merupakan


sebuah proses pemindahan zat terlarut dari sebuah fasa cair
menuju fasa cair lain yang tidak larut (imisibel) atau larut
sebagian dalam kontak dengan fasa yang pertama. Kedua
fasa sangat berbeda secara kimiawi, yang menyebabkan
terjadinya sebuah proses pemisahan berdasarkan
distribusinya atau pembagian (sekat) antara kedua fasa,
biasanya salah satu fasa bersifat organik sedangkan fasa
yang lain berupa air. Pemisahan dengan ekstraksi berbeda
dengan distilasi, di mana cairan diuapkan sebagian untuk
membentuk fasa (uap) lainnya, tetapi kedua fasa yang
terbentuk serupa secara kimiawi.

Hubungan Kesetimbangan dalam Ekstraksi


1. Aturan Fasa
Dalam sebuah sistem cair – cair, jumlah minimum komponen adalah tiga dan terdapat dua
fasa dalam kesetimbangan. Untuk sebuah sistem terner, jumlah derajat kebebasan adalah tiga,
seperti yang dihitung dengan aturan fasa (F = C –P + 2 = 3 – 2 + 2 = 3). Terdapat enam buah
variabel : temperatur, tekanan, dan empat konsentrasi. Jika tekanan dan temperatur
ditentukan, pengaturan salah satu nilai konsentrasi akan menyelesaikan sistem. Ketiga nilai
konsentrasi lainnya harus dihitung dari kesetimbangan fasa.

1
Universitas Indonesia
2. Koordinat Triangular dan Data Kesetimbangan
Karena terdapat tiga buah komponen, data kesetimbangan seringkali dinyatakan dalam
koordinat segitiga (triangular) sama sisi. Hal ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1. Koordinat untuk sebuah diagram triangular.


Ketiga titik sudut merepresentasikan ketiga komponen murni, A,B, dan C. Titik M
merupakan sebuah campuran. Jarak tegak lurus yang dari titik M menuju setiap garis dasar
(base line) merupakan fraksi massa dari komponen yang terletak pada sudut yang berlawanan
dari garis dasar tersebut. Sebagai contoh, jarak dari M ke garis dasar AB merupakan fraksi
massa dari C (xC = 0.4).

2
Universitas Indonesia
Diagram fasa yang umum adalah sistem Tipe I yang ditunjukkan pada Gambar 2, di mana
sepasang komponen A dan B bersifat larut sebagian, dan cairan C terlarut sempurna dalam A
maupun B. Wilayah atau daerah dua fasa terletak di bawah kurva. Sebuah campuran awal
dengan komposisi M akan terpisah menjadi dua fasa konjugat a dan b yang terletak di pada
garis hubung kesetimbangan (tie line) yang melalui titik M. Beberapa garis hubung lain juga
diplot. Dua fasa bernilai identik pada titik P, yang disebut titik isotermal kritis (Plait point).
Daerah di luar kurva merupakan daerah satu fasa.

Gambar 2. Diagram fasa cair-cair di mana komponen A dan B bersifat larut sebagian.
Kurva kelarutan kesetimbangan diperoleh melalui eksperimen. Jika komponen B dan S larut
sebagian, kita dapat memilih campuran cairan biner B dan S apa saja, misalnya titik D yang
terdapat pada Gambar 3. Campuran ini dipisahkan ke dalam dua fasa cair yang setimbang, P
dan Q.

Gambar 3. Kelarutan eksperimental.


Pada temperatur yang konstan, jika komponen A ditambahkan ke dalam campuran biner tetes
demi tetes, komposisi campuran terner akan berubah di sepanjang garis DA. Rasio dari B/S
adalah tetap sementara jumlah A mengalami perubahan. Kondisi ketika jumlah A tepat
mengubah campuran dari dua fasa menjadi satu fasa yang homogen, komposisi campuran
direpresentasikan oleh titik D’. Dengan mengulang prosedur ini untuk campuran biner yang
lain dengan komposisi E,F,G, kita dapat memperoleh titik E’,F’,G’. Kurva yang
menghubungkan titik – titik PD’E’F’G’Q merupakan kurva kelarutan kesetimbangan. Jika B
dan S tidak saling larut, kedua titik ujung P dan Q yang terletak pada kurva kelarutan masing
– masing akan terletak di atas titik atas B dan S.

3
Universitas Indonesia
Garis Konjugat. Selama masih terdapat beberapa garis
hubung kesetimbangan, garis – garis hubung lain dapat
diperoleh melalui interpolasi dengan bantuan kurva
konjugasi. Dengan mengasumsikan garis hubung, E1R1,
E2R2, E3R3, E4R4 diketahui, kita dapat menggambar
sebuah garis vertikal dari E1, yang memotong garis
horizontal dari R1 pada titik F. Serupa dengan hal tersebut,
garis – garis vertikal lain dari E2, E3, E4 akan memotong
garis – garis horizontal dari R2, R3, R4 pada titik G, H, dan
J. Kurva yang menggabungkan titik FGHJ dan titik
isotermal kritis P disebut sebagai garis konjugat. Interpolasi tie line dengan kurva konjugat

Contoh E1: Campuran terner asam asetat – benzena - air. Data kesetimbangan cair-cair pada
25oC diberikan pada tabel berikut. Segitiga siku – siku menggambarkan
(1) Kurva kelarutan
(2) Garis hubung untuk percobaan No. 2, 3, 4, 6, 8
(3) Titik isotermal kritis dan garis konjugat
Fasa benzena (% massa) Fasa air (% massa)
No. Asam Asam
Benzena Air Benzena Air
Asetat asetat
1 0,15 99,85 0,001 4,56 0,04 95,4
2 1,4 98,56 0,04 17,7 0,20 82,1
3 3,27 96,62 0,11 29,0 0,40 70,6
4 13,3 86,3 0,4 56,9 3,3 39,8
5 15,0 84,5 0,5 59,2 4,0 36,8
6 19,9 79,4 0,7 63,9 6,5 29,6
7 22,8 76,35 0,85 64,8 7,7 27,5
8 31,0 67,1 1,9 65,8 18,1 16,1
9 35,3 62,2 2,5 64,5 21,1 14,4
10 37,8 59,2 3,0 63,4 23,4 13,2
11 44,7 50,7 4,6 59,3 30,0 10,7
12 52,3 40,5 7,2 52,3 40,5 7,2

(1) Titik-titik data diplot dalam koordinat segitiga siku-siku, penghubungan titik – titik akan
menghasilkan kurva kelarutan

(2) Percobaan No. 2, 3, 4, 6, 8 ditampilkan sebagai titik – titik R1, E1, R2, E2, R3, E3, R4, E4,
R5, E5. Garis hubung adalah garis lurus R1E1, R2E2, R3E3, R4E4, R5E5.

4
Universitas Indonesia
(3) Kumpulan terakhir data memiliki komposisi yang sama dalam kedua fasa, yaitu yang
terletak pada titik isotermal kritis (Plait point). Kurva pembantu diperoleh dengan
menggambar garis vertikal dari E1, E2, E3, E4, E5, yang memotong garis horizontal dari R1,
R2, R3, R4, R5 pada titik-titik G, H, I, J, L. Penggabungan GHIJLP memberikan garis
konjugat.

Contoh E2: Untuk sistem terner pada contoh E1 pada suhu 25oC, campuran dipisahkan
menjadi dua fasa cair setelah menetap. Satu fasa mengandung 15% asam asetat, 0,5% air dan
sisanya menjadi benzena (semua % massa). Gunakan garis konjugat dalam contoh E1 untuk
menentukan komposisi fase cair konjugat lain dan gambar garis hubung.

Solusi: Kelarutan dan kurva konjugat diketahui


1. Mencari komposisi dari 15% asam asetat, 0,5% air sebagai titik R.
2. Menggambar sebuah garis horizontal dari R untuk memotong garis konjugat di Q.
3. Menggambar sebuah garis vertikal dari Q untuk memotong kurva kelarutan di E, yang
merupakan komposisi fase konjugasi lainnya, 59% asam asetat, 37% air, 4% benzena.
4. Menggabungkan RE untuk mendapatkan garis hubung.

5
Universitas Indonesia
3. Data kesetimbangan pada koordinat persegi panjang
Karena koordinat - koordinatnya khusus, diagram segitiga tidak sesuai untuk digunakan. Fasa
kesetimbangan cair-cair lebih sering disajikan dalam koordinat persegi panjang, yang
ditunjukkan pada Gambar. 4 untuk asam asetat (A) - air (B) - pelarut isopropil eter (C).

Gambar 4. Diagram fasa cair – cair Asam asetat (A) - Air (B) - Isopropil eter (C) pada 293
K (20oC)

Pasangan pelarut B dan C larut sebagian. Konsentrasi A diplot pada sumbu horizontal dan C
pada sumbu vertikal. Konsentrasi B dihitung dari persamaan berikut.
xB = 1,0 – xA – xC yB = 1,0 – yA - yC
Sebuah garis hubung gi tampak menghubungkan lapisan kaya-air i, yang disebut lapisan
rafinat (raffinate), dan lapisan kaya-pelarut eter g, yang disebut lapisan ekstrak (extract).
Komposisi rafinat ditunjukkan dengan x, dan ekstrak ditunjukkan y. Oleh karena itu, fraksi
massa dari C dapat dituliskan sebagai yC pada garis ekstrak dan sebagai xC pada garis rafinat.
Untuk membentuk garis hubung gi dengan menggunakan plot kesetimbangan yA-xA di bawah
diagram fasa, garis – garis vertikal menuju g dan i digambar.

Contoh E3: Neraca komponen untuk lapisan kesetimbangan.

6
Universitas Indonesia
Sebuah campuran asli seberat 100 kg dan mengandung 30 kg isopropil eter (C), 10 kg asam
asetat (A), dan 60 kg air (B) yang disetimbangkan dan fasa kesetimbangan dipisahkan.
Bagaimana komposisi dari kedua fase kesetimbangan?

Solusi: Komposisi campuran asli adalah


xC = 0,30 xA = 0,10 xB = 0,60
Komposisi ini diplot sebagai titik h pada Gambar. 4. Garis hubung gi diperoleh melalui titik h
dengan metode trial and error. Komposisi lapisan ekstrak (eter) di g adalah yA = 0,04, yC =
0,94, dan yB = 1 - 0,04 - 0,94 = 0,02 dalam fraksi massa. Komposisi lapisan rafinat (air) di i
adalah xA = 0,12, xC = 0,02, dan xB = 1 - 0,12 - 0,02 = 0,86 dalam fraksi massa.

Dalam sistem di atas (Gbr. 4) pasangan pelarut B dan C larut sebagian, sementara A benar-
benar larut dalam B atau C. Hal ini juga bersifat umum untuk beberapa sistem lain di mana
kedua pasangan, A dan C, dan B dan C bersifat larut sebagian. Ini adalah sistem tipe II yang
ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram fasa cair – cair di mana pasangan pelarut A-C dan B-C bersifat larut
sebagian
Contohnya adalah sistem yang terdiri dari Stirena (A) - Etilbenzena (B) - Dietilen Glikol (C),
dan Klorobenzena (A) -Methiletil Keton (B) - Air (C).

Ekstraksi Satu Tahap Kesetimbangan

Dalam proses ekstraksi terdapat dua aliran masuk (L kg dan V kg) yang TIDAK berada
dalam kesetimbangan, seperti ditunjukkan pada Gambar. 6. Pelarut, sebagai aliran V2, masuk
dan L0 masuk dari sisi lain. Dua aliran masuk dicampur dan disetimbangkan dan kemudian
keluar sebagai aliran L1 dan V1, yang berada dalam kesetimbangan dengan satu sama lain.
Untuk menemukan komposisi produk akhir dalam kedua fasa, massa total dan komposisi
campuran harus diketahui (titik M). Hal ini dapat diperoleh dengan neraca komponen. Setelah
titik M diidentifikasi, komposisi produk dapat ditentukan dengan garis hubung
kesetimbangan.

7
Universitas Indonesia
Gambar 6. Ekstraksi satu tahap cair – cair : (a) diagram alir proses, (b) diagram fasa

Neraca komponen :
Keseluruhan : L0 + V2 = L1 + V1 = M (1)
(A) : L0xA0 + V2yA2 = L1xA1 + V1yA1 = MxAM (2)
(C) : L0xC0 + V2yC2 = L1xC1 + V1yC1 = MxCM (3)

Karena xA + xB + xC = 1, sebuah persamaan untuk B tidak diperlukan, karena L0 dan V2


diketahui, nilai M, xAM, dan xCM, dapat ditentukan dari persamaan (1) hingga (3). L1 dan V1
diperoleh dengan menggambar garis hubung melalui titik M.

Penurunan aturan lengan-tuas (lever arm) untuk penambahan grafis


Dalam Gambar 7 kita memiliki dua aliran (L&V) yang tercampur untuk menghasilkan aliran
campuran M kg dari massa total

8
Universitas Indonesia
Gambar 7. Penambahan grafis dan aturan lengan-tuas: (a) aliran proses, (b) penambahan
grafis
Dengan menggunakan neraca komponen, kita memiliki
Keseluruhan: V + L = M (4)
(A): LxA + VyA == MxAM (5)
(C): LxC + VyC == MxCM (6)
Mengkombinasikan persamaan (4) & (5), dan (4) & (6), kita memiliki
L x AM  y A
 (7)
V x A  x AM
L x CM  y C
 (8)
V x C  x CM
Menyetarakan persamaan (7) & (8) menghasilkan,
x AM  y A x CM  y C
= (9)
x A  x AM x C  x CM
Ruas kiri merupakan kemiringan dari garis LM dan sisi sebalah kanan merupakan kemiringan
dari garis MV. Karena kedua kemiringan tersebut bernilai sama dan kedua garis memiliki
titik temu pada titik M, ketiga titik L, M, dan V harus berada pada garis lurus. Aturan lengan-
tuas adalah sebagai berikut
L VM L VM
 &  (10)
V LM M LV

Contoh E4: Jumlah fasa – fasa dalam ekstraksi pelarut


Komposisi dari dua lapisan kesetimbangan dalam contoh E1 adalah:
Untuk lapisan ekstrak (V)
yA = 0,04, yB = 0,02, yC = 0,94
Untuk lapisan rafinat (L),
xA = 0,12, xB = 0,86, xC = 0,02
Campuran asli mengandung 100 kg dan xAM = 0,10.
Menentukan jumlah V dan L

Solusi: Neraca komponen keseluruhan adalah


V + L = M = 100 kg
Neraca komponen A adalah
V(0,04) + L(0,12) = 100(0,10)

9
Universitas Indonesia
Oleh karena itu,
V= 75 kg, L = 25 kg
Alternatifnya, dengan menggunakan aturan lengan-tuas , jarak hg dalam Gambar 4 dihitung
sebagai 4,2 unit dan gi sebagai 5,8 unit. Kemudian
L L hg 4,2
  
M 100 gi 5,8
Penyelesaikan menghasilkan L = 72,5 kg dan V = 27,5 kg, di mana hasil yang diperoleh
masih berada dalam perjanjian yang wajar dengan metode neraca komponen.

Ekstraksi Aliran Berlawanan Arah Bertahap


(Countercurrent Multistage Extraction)

1. Proses aliran berlawanan arah dan neraca total


Sebuah proses multi-tahap dengan aliran berlawanan arah ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Diagram alir proses ekstraksi multistage aliran berlawanan arah


10
Universitas Indonesia
Neraca total pada seluruh N tahap adalah
L0 + VN+1 = LN + V1 = M (11)
di mana M adalah massa total (kg/h) dan merupakan sebuah konstanta, L0 merupakan laju
alir inlet umpan (kg/jam), VN+1 laju alir inlet pelarut (kg/jam), V1 keluaran aliran ekstrak, dan
LN keluaran aliran rafinat. Neraca komponen pada C menghasilkan
L0xC0 + VN+1yC,N+1 = LNxC,N + V1yC1 = MxCM (12)
xCM didapatkan dengan menyelesaikan persamaan (11) & (12)
L 0 x C 0  VN 1 y C, N 1 L N x CN  V1 y C1
x CM   (13)
L 0  VN 1 L N  V1
Neraca yang serupa pada komponen A menghasilkan
L 0 x A 0  VN 1 y A , N 1 L N x AN  V1 y A1
x AM   (14)
L 0  VN 1 L N  V1
Jadi titik M, yang mengikat kedua aliran masuk (biasanya diketahui) dan dua aliran keluar,
dapat ditemukan. Komposisi keluaran yang diinginkan xAN seringkali diatur, yang berada
pada kurva kesetimbangan (batas fasa). Kemudian garis LNM diperpanjang untuk memotong
batas fasa dari fasa ekstrak untuk memberikan komposisi V1.

Contoh E5: Pelarut murni isopropil eter (C) dengan laju alir massa (VN+1) = 600 kg/jam
digunakan untuk mengekstrak sebuah larutan encer (L0) = 200 kg/jamyang mengandung
30%-wt asam asetat (A) dan 70%-wt air (B) dengan arah aliran berlawanan dan muli-tahap.
Konsentrasi keluaran asam asetat dalam fasa cair yang diinginkan adalah sebesar 4%.
Hitunglah komposisi dan jumlah dari ekstrak eter V1 dan cairan rafinat LN. Data
kesetimbangan pada 20C dan 1 atm diberikan dan diplot di bawah ini.
Fasa air Fasa isopropil eter
(fraksi massa) (fraksi massa)
Asam Asam
Air Isopropil Isopropil
Asetat Asetat Air (yB)
(xB) Eter (xC) Eter (yC)
(xA) (yA)
6,9e-3 0,9810 0,0120 1,8e-3 5,0e-3 0,9930
0,0141 0,9710 0,0150 3,7e-3 7,0e-3 0,9890
0,0289 0,9550 0,0160 7,9e-3 8,0e-3 0,9840
0,0642 0,9170 0,0190 0,0193 0,0100 0,9710
0,1330 0,8440 0,0230 0,0482 0,0190 0,9330
0,2550 0,7110 0,0240 0,1440 0,0390 0,8470
0,3670 0,5890 0,0440 0,2160 0,0690 0,7150
0,4430 0,4510 0,1060 0,3110 0,1080 0,5810
0,4640 0,3710 0,1650 0,3620 0,1510 0,4870

11
Universitas Indonesia
Solusi :

Nilai yang diberikan adalah


Pelarut murni yang masuk :
VN+1 = 600 kg/jam, yA,N+1 = yB,N+1 = 0, yC,N+1 = 1
Umpan:
L0 = 200 kg/jam, xA0 = 0,3, xB0 = 0,7 (%wt), xC0 = 0
Rafinat:
xAN = 0,4
VN+1 dan L0 ditentukan oleh komposisi
Karena LN berada pada batas fasa dari fasa rafinat, maka LN dapat diplot pada xAN = 0,04 dan
kita mendapatkan nilai xCN = 0,017.
Komposisi dari campuran, yaitu xCM dan xAM, dihitung dengan Persamaan (13) dan
Persamaan (14) sehingga didapatkan besar nilai xCM = 0,75 dan xAM = 0,075. Selanjutnya
kedua nilai tersebut diplot untuk mendapatkan titik M. V1 ditentukan menggambar sebuah
garis dari LN dan memanjangkannya hingga garis tersebut memotong batas fasa pada fasa
ekstrak. Dengan demikian, didapatkanlah nilai yA1 = 0,08 dan yC1 = 0,90.

Dengan menyelesaikan persamaan (11) dan (12), diperoleh nilai LN = 136 kg/jam dan V1 =
664 kg/jam.

2. Perhitungan tahap-ke-tahap untuk ekstraksi dengan arah aliran berlawanan


Langkah selanjutnya adalah melihat disetiap tahapnya untuk menentukan konsentrasi di
setiap tahap dan jumlah tahap N yang dibutuhkan untuk mencapai LN dalam proses.

12
Universitas Indonesia
Membuat neraca total pada tahap 1 dan pada tahap n,
L0 + V2 = L1 + V1 (15)
Ln-1 + Vn+1 = Ln + Vn (16)
Persamaan di atas kemudian dapat disusun ulang menjadi :
L0 – V1 = L1 – V2 = ... = Ln – Vn+1 = LN – VN+1 = ∆ (17)
Nilai ∆ adalah tetap untuk semua tahap. Koordinat untuk titik operasi ∆ dapat ditentukan
dengan neraca pada A, B, dan C :
L0xA0 – V1 yA1 = ... = LN xAN – VN+1 yA,N+1 = ∆ xA∆ (18)
L0xC0 – V1 yC1 = ... = LN xCN – VN+1 yC,N+1 = ∆ xC∆ (19)
L x  V1 y A1 L N x AN  VN 1 y A , N 1
x A  0 A 0  (20)
L 0  V1 L N  VN 1
Persamaan yang serupa untuk xB∆ dan xC∆ dapat ditentukan. Titik ∆ ini ditempatkan melalui
koordinatnya sebagaimana yang dihitung dengan Persamaan (20) atau secara grafis sebagai
perpotongan dari garis L0V1 dan LN,VN+1. Metode untuk menentukan V1 telah didiskusikan
dalam contoh E5. Semua garis operasi (L0V1, L1V2, LnVn+1, ..., LNVN+1) harus melewati titik
∆.
Untuk menentukan jumlah tahap secara grafis, ikutilah prosedur di bawah ini :
(1) Tempatkan L0, VN+1, dan LN dengan melihat komposisinya.
(2) Gambarlah garis L0VN+1 dan tempatkan titik campuran M dengan menghitungnya
menggunakan Persamaan (13) atau (14).
(3) Gambarlah sebuah garis dari LN melewati titik M dan kemudian tarik lagi sampai
memotong batas fasa, dimana terletak V1.
(4) Tariklah garis L0V1 dan LNVN+1 yang mana akan memotong di titik operasi ∆
(5) Dimulai dari titik L0, gambarlah garis L0∆ yang mana akan memotong batas fasa di V1.
(6) Gambarlah garis kesetimbangan melalui V1 untuk menempatkan L1.
(7) Gambarlah garis L1∆ untuk menempatkan V2 pada batas fasa
(8) Sebuah garis dari V2 akan memberikan titik L2. Ini kemudian dilanjutkan sampai LN
yang diinginkan tercapai.

13
Universitas Indonesia
Secara bergantian titik ∆ dapat ditempatkan pertama kali menggunakan Persamaan (20).
Kemudian kita memulai lagi pada L0 dan membuat garis L0∆ untuk menempatkan V1.
Selanjutnya sebuah garis kesetimbangan yang melalui V1 akan menempatkan L1. Garis L1∆
kemudian dibuat untuk menentukan V2. Sebuah garis dari V2 kemudian akan menentukan
titik L2. Langkah ini kemudian terus dilanjutkan hingga LN tercapai.

Contoh E6 : Jumlah tahap dalam ekstraksi berlawanan arah


Isopropil eter murni (C) dengan laju 450 kg/jam digunakan untuk mengekstrak larutan cair
dengan laju 150 kg/jam dengan fraksi massa asam asetat (A) 30%, dan fraksi massa air (B)
70% dengan ekstraksi multi-tahap aliran berlawanan arah. Hasil konsentrasi keluaran dalam
fasa cair adalah 10% massa. Hitunglah jumlah tahap yang diperlukan :

Solusi : Gambarkan diagram

Nilai – nilai diketahui :


Pelarut murni dari N+1 :
VN+1 = 450 kg/jam
yA,N+1 = yB,N+1 = 0
yC,N+1 = 1
Umpan:
L0 = 150 kg/jam
xA0 = 0,3
xB0 = 0,7
14
Universitas Indonesia
xC0 = 0
Keluaran dalam fasa air:
xAN = 0,1
LN harus didalam garis kelarutan raffinate
Titik – titik yang terdapat di plot adalah VN+1, L0, dan LN

Titik pencampuran didapat dengan persamaan (13) dan (14), xCM = 0,75, xAM = 0,075. Titik
V1 terletak sebagai titik potong dari garis LNM dengan batas fasa pada fasa ekstraksi, yA1 =
0,072, yC1 = 0,895. Kemudian garis L0V1 dan LNVN+1 diambil untuk menentukan titik Δ

Mulai dari L0, kita menarik garis L0Δ untuk menentukan V1. Kemudian, sebuah garis
pembagi kesetimbangan melewati V1 untuk menentukan L1. Garis L1Δ ditarik untuk
menentukan V2. Garis pembagi dari V2 menentukan L2. Garis pembagi terakhir menentukan
L3, yang berada di luar LN yang diinginkan. Maka sekitar 2,5 tahap teoritis yang dibutuhkan.

15
Universitas Indonesia
3. Metode McCabe-Thiele

Untuk menggambarkan jumlah tahapan yang banyak dalam diagram segitiga akan menjadi
hal yang sulit dan tidak akurat. Perhitungan yang lebih akurat dapat dilakukan dengan
memanfaatkan diagram McCabe-Thiele. Dalam hal ini, pengkajian dikhususkan pada
konsntrasi dari zat terlarut dalam fasa ekstrak dan setelah terekstraksi (fasa rafinat). Dalam
diagram ini tidak ditunjukkan konsentrasi dari diluen dalam ekstrak atau konsentrasi dari zat
pelarut dalam pelarut. Komponen yang minor dalam kedua fasa dipertimbangkan untuk
menentukan jumlah aliran dari ekstrak dan rafinat, yang akan mempengaruhi posisi dari garis
operasi.

Dalam diagram McCabe-Thiele, data kesetimbangan ditunjukkan dalam grafik persegi


panjang, di mana fraksi massa dari zat terlarut dalam larutan ekstrak (V), yA, akan
digambarkan sebagai ordinat dan fraksi massa dari zat terlarut dalam larutan rafinat (L), fase
xA, sebagai absis. Konversi garis hubung kesetimbangan pada diagram segitiga menuju
diagram y-x ditunjukkan di bawah ini.

16
Universitas Indonesia
Karena total laju aliran tidak konstan, diagram segitiga dan titik ∆ dimanfaatkan untuk
menggambarka garis operasi pada diagram McCabe-Thiele. Konstruksi diagram McCabe-
Thiele diberikan pada Gambar berikut untuk sebuah titik tunggal.

Dua titik ujung dari garis operasi telah diberikan pada contoh E6 (xAN = 0,1, yA,N+1 = 0), dan
(xA0 = 0,3, yA1 = 0,072).

Untuk sembarang garis operasi (dengan syarat melewati titik ∆), nilai konsentrasi zat A
dalam larutan ekstrak dan rafinat ditentukan dari diagram fasa menggunakan titik ∆ yang
umum dan dipindahkan menuju diagram y-x, seperti yang dtunjukkan pada gambar berikut.

Jumlah tahap kemudian dihitung dengan membuat tahap-tahap segitiga dengan garis operasi
dan kesetimbangan, di mana dalam soal ini nilainya berkisar pada 2 tahap.

17
Universitas Indonesia
4. Laju pelarut minimum
Jika laju pelarut yang digunakan sangat rendah, kasus pembatas akan tercapai, di mana garis
operasi yang melalui Δ dan garis hubung atau garis pemisah akan berhimpitan. Dengan
demikian, akan dibutuhkan jumlah tahap yang tak terhingga untuk mencapai pemisahan yang
diinginkan. Dalam kasus ini, jumlah pelarut yang dibutuhkan bernilai minimum. Namun,
pada operasi yang sesungguhnya, jumlah pelarut yang digunakan harus lebih besar.

Prosedur untuk mendapatkan laju pelarut minimum ini adalah sebagai berikut dan
ditunjukkan dengan gambar di bawah ini.

18
Universitas Indonesia
Pertama, garis LNVN+1 diperpanjang, kemudian semua garis hubung di antara L0 dan LN
digambar memotong perpanjangan garis LNVN+1. Perpotongan yang paling jauh dari VN+1
(jika Δ berada pada sisi LN seperti kasus yang terdapat pada gambar di atas) atau perpotongan
yang paling dekat VN+1 (jika Δ berada pada sisi VN+1) adalah titik Δmin untuk pelarut
minimum. Posisi sebenarnya dari Δ harus lebih jauh dari VN+1 (jika pada sisi LN) atau lebih
dekat ke VN+1 (jika pada sisi VN+1) untuk penggunaan jumlah tahap yang berhingga (dapat
dihitung). Semakin besar jumlah pelarut, semakin sedikit jumlah tahap yang dibutuhkan
dalam ekstraksi.

Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.

Jika Δ terletak pada sisi LN, maka:


LN - VN+1 = ∆
LN = VN+1 + ∆
Menurut aturan lengan tuas:
(VN1 )VN1L N  L N  (L N  VN1 )L N  L N L N  VN1 L N
L N L N LN
VN 1  
VN 1 L N  L N VN 1L N
1
L N

19
Universitas Indonesia
Karena LN dan ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑉𝑁+1 𝐿𝑁 bernilai konstan, VN+1 akan mencapai nilai maksimum ketika panjang
̅̅̅̅̅
∆L N berada pada keadaan maksimum.

Jika Δ berada pada sisi VN+1,


(VN1 )VN1  L N L N 
LN LN L N VN 1  VN 1   L V 
V N 1   LN  L N 1  N N 1 
VN 1  VN 1   VN 1  

Karena LN dan ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅


𝑉𝑁+1 𝐿𝑁 bernilai konstan, VN+1 akan mencapai nilai maksimum ketika panjang
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑉𝑁+1 ∆ berada pada keadaan minimum.

20
Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai