RANCANG BANGUN MESIN PERAJANG RANTING POHON Dinamis-Dikonversi
RANCANG BANGUN MESIN PERAJANG RANTING POHON Dinamis-Dikonversi
RANTING POHON
TUGAS AKHIR
Oleh :
MUHAMMAD ZAKARIALLAH
361421401016
TUGAS AKHIR
Oleh :
MUHAMMAD ZAKARIALLAH
NIM. 361421401016
i
HALAMAN PERSEMBAHAN
ii
MOTTO
(Muhammad Zakariallah)
(Q.S Ar – Rahman)
iii
PERNYATAAN
Muhammad Zakariallah
NIM. 361421401016
iv
RANCANG BANGUN MESIN PERAJANG
RANTING POHON
TUGAS AKHIR
Oleh :
Muhammad Zakariallah
361421401016
Pembimbing I Pembimbing II
v
RANCANG BANGUN MESIN PERAJANG
RANTING POHON
Oleh :
Muhammad Zakariallah
NIM. 361421401016
Menyetujui,
Mengesahkan, Mengetahui,
Direktur Ketua
Politeknik Negeri Banyuwangi Program Studi Teknik Mesin
vi
RANCANG BANGUN MESIN PERAJANG
RANTING POHON
ABSTRAK
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan
teknologi berjalan erat dengan dunia manufaktur, baik dari skala rumah tangga hingga skala
industri. Penulis akan merancang mesin perajangan dengan berpedoman pada desain yang ada dan
pisau dapat mengatur ketebalan hasil dengan judul “Rancang Bangun Mesin Perajang Ranting
Pohon”.
Tujuan penulis yang utama dalam menciptakan inovasi teknologi supaya dapat lebih
efektif, efisien dan berkualitas. Pembuatan alat ini melalui beberapa proses perhitungan secara
teoritis gaya-gaya yang terjadi pada saat mesin bekerja, pemilihan material komponen, dan proses
pengerjaan kemudian merakit komponen-komponen mesin, menguji kinerja mesin sesuai
perancangan dengan kebutuhannya.
Perencanaan dalam pembuatan alat tersebut dapat di simpulkan bahwa dengan
menggunakan motor bensin 6,5 HP, pulley penggerak 65mm dan pulley yang digerakkan 156mm,
V-belt didapat 1 buah serta Momen terbesar pada poros yaitu 2688 kg.mm. Momen terbesar pada
rangka yaitu 13260 N.mm. Tegangan geser pengelasan 0,065 N/mm². Alat ini mampu merajang
ranting pohon secara masal dan baik, dengan waktu yang relatif lebih cepat.
Kata kunci : Rancang Bangun Mesin Perajang Ranting Pohon, Statis, Dinamis.
vii
DESIGNING MACHINE
CHOPSTICK
ABSTRACT
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya,
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan salah satu syarat
untuk kelulusan program studi teknik mesin dan mencapai gelar Ahli Madya
(A.Md).
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang
telah membantu dan memberi jalan dalam menyelesaikan laporan ini. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan dengan tepat waktu.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca, apabila terdapat kesalahan sumber atau pengetikan, penyusun mohon
maaf, atas perhatiannya mengucapkan terimakasih.
Muhammad Zakariallah
NIM. 361421401016
ix
DAFTAR ISI
xi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 71
5.2 Saran.................................................................................................................... 71
Daftar Pustaka ......................................................................................................... 73
Lampiran ................................................................................................................. 75
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
Gambar 2.30 Sambungan Las Butt Joint .................................................................... 31
Gambar 2.31 Jarak Profil Ulir ................................................................................. 33
Gambar 3.1 Rancangan Mesin Perajang Ranting Pohon ......................................... 37
Gambar 3.2 Diagram Alur Proses Pengerjaan Tugas Akhir .................................... 40
Gambar 4.1 Analisis Gaya Poros ............................................................................. 47
Gambar 4.2 Analisis Beban Sumbu Y ..................................................................... 48
Gambar 4.3 Analisis Beban Terpusat ...................................................................... 48
Gambar 4.4 Bidang Geser Pada Potongan I ............................................................ 49
Gambar 4.5 Bidang Geser Pada Potongan II ........................................................... 50
Gambar 4.6 Bidang Geser Pada Potongan III .......................................................... 51
Gambar 4.7 Bidang Geser Pada Potongan IV.......................................................... 51
Gambar 4.8 Diagram Bidang Geser Dan Bidang Momen ....................................... 52
Gambar 4.9 Analisis Beban Sumbu Z ..................................................................... 52
Gambar 4.10 Bidang Geser Pada Potongan I .......................................................... 52
Gambar 4.11 Bidang Geser Pada Potongan II ......................................................... 53
Gambar 4.12 Diagram Bidang Geser Dan Bidang Momen ..................................... 54
Gambar 4.13 Diagram Benda Bebas Pada Rangka ................................................. 59
Gambar 4.14 Momen Dan Bidang Geser Potongan 1 Pada Rangka ....................... 61
Gambar 4.15 Momen Dan Bidang Geser Potongan 2 Pada Rangka ....................... 62
Gambar 4.16 Momen Dan Bidang Geser Potongan 3 Pada Rangka ....................... 63
Gambar 4.17 Momen Dan Bidang Geser Potongan 4 Pada Rangka ....................... 64
Gambar 4.18 Momen Dan Bidang Geser Potongan 5 Pada Rangka ....................... 65
Gambar 4.19 Diagram Momen Dan Bidang Geser Pada Rangka ........................... 66
Gambar 4.20 Hasil Perajangan ................................................................................ 68
Gambar L.1 Grafik Uji Tarik Poros ........................................................................ 76
Gambar L.2 Grafik Uji Tarik Plat ........................................................................... 77
Gambar L.3 Tampak Depan .................................................................................... 83
Gambar L.4 Tampak Sisi Kanan ............................................................................. 83
xiv
Gambar L.5 Tampak Sisi Kiri ................................................................................. 84
Gambar L.6 Tampak Atas ....................................................................................... 84
Gambar L.7 Tampak Belakang ............................................................................... 84
Gambar L.8 Mesin Perajang Ranting Pohon ........................................................... 85
Gambar L.9 Grafik Potongan II Poros .................................................................... 85
Gambar L.10 Grafik Potongan II Rangka ............................................................... 86
Gambar L.11 Grafik Potongan IV Rangka .............................................................. 86
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor Koreksi Daya Pembebanan Dan Lama Operasi ............................ 8
Tabel 2.2 Diameter Pulley Yang Diijinkan Dan Diajukan ....................................... 10
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Tugas Akhir ..................................................................... 41
Tabel L.1 Kapasitas Daya Yang Ditransmisikan Untuk Sabuk Tunggal ................. 75
Tabel L.2 Faktor koreksi Kɵ..................................................................................... 75
Tabel L.3 Type Bearing Seri 6300 ........................................................................... 78
Tabel L.4 Ulir Whitworth ........................................................................................ 79
Tabel L.5 Ukuran Sabuk-V ...................................................................................... 80
Tabel L.6 Daerah Penyetelan Jarak Sumbu Poros ................................................... 81
Tabel L.7 Ukuran Pulley-V ...................................................................................... 81
Tabel L.8 Faktor – Faktor V,X,Y Pada Bantalan ..................................................... 82
Tabel L.9 Kekuatan Bahan Mur dan Baut ................................................................ 82
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perancangan dari Mesin Perajang Ranting Pohon bagian statis
dan dinamis.
2. Bagaimana mekanisme kerja Mesin Perajang Ranting Pohon.
3. Bagaimana hasil perajangan setelah proses dilakukan.
4. Bagaimana cara merawat Mesin Perajang Ranting Pohon.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memproses perancangan Mesin Perajang Ranting Pohon
dengan baik dan benar.
2. Mahasiswa mampu menjalankan Mesin Perajang Ranting Pohon.
3. Mahasiswa dapat membandingkan hasil perajangan dengan mesin yang lainnya.
4. Mahasiswa mampu merawat Mesin Perajang Ranting Pohon sesuai Standart
Operational Procedure.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan Mesin Perajang Ranting Pohon adalah :
1. Bagi mahasiswa :
a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya (Amd).
b. Sebagai media penerapan ilmu yang diperoleh di perkuliahan.
2. Bagi perguruan tinggi :
a. Sebagai bahan kajian kuliah di Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri
Banyuwangi.
b. Menambah pembendaharaan alat – alat di Politeknik Negeri Banyuwangi.
3. Bagi masyarakat :
a. Mempermudah dalam proses perajangan.
b. Mempercepat proses perajangan sehingga dapat menghemat waktu.
2
1.5 Batasan Masalah
Dalam pembuatan Rancang Bangun Mesin Perajang Ranting Pohon ini
memiliki batasan masalah sebagai berikut :
1. Ukuran ranting pohon maksimal diameter 7 cm.
2. Tidak membahas tentang pengambilan sampel ranting pohon
3
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
5. Tidak memakan banyak tempat dalam penempatannya.
6. Harga lebih terjangkau.
Dengan adanya Mesin Perajang Ranting Pohon ini, dapat mengurangi waktu
perajangan yang semulanya manual (menggunakan tangan).
6
Hasil dari pembakaran tersebut akan menghasilkan tekanan yang sangat
tinggi sehingga mendorong torak ke bawah. Daya yang berasal dari torak tersebut
diteruskan ke batang torak (Connecting Rod) dan diubah oleh poros engkol menjadi
kerja mekanik. Sedangkan gas hasil pembakaran akan dibuang keluar silinder.
Adapun keuntungan motor bensin (Gambar 2.2) dibandingkan motor diesel di
antaranya :
1. Tekanan kompresi yang dibutuhkan lebih kecil.
2. Konstruksi mesin lebih kecil dan tidak perlu sekokoh mesin diesel.
3. Berat mesin lebih ringan.
4. Getaran yang dihasilkan lebih kecil dengan suara yang halus.
5. Tidak memerlukan baterai terlalu besar pada awal penyalaan.
6. Konstruksi ruang bakar lebih sederhana
7
b. Daya yang diperlukan
𝑇/1000 (2.𝑇.𝑇2/60)
P=
102
Dimana :
P = Daya nominal input poros (kW)
T = Torsi (kg.mm)
n2 = Putaran poros (rpm)
c. Untuk menjaga keamanan maka daya dikalikan (fc) sehingga didapatkan daya
rencana
Pd = fc.P
Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
Fc = Faktor koreksi daya yang ditransmisikan (Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Faktor Koreksi Daya Pembebanan Dan Lama Operasi (Sularso,1997)
Mesin yang digerakkan Penggerak
Momen punter puncak 200% Momen punter puncak > 200%
Motor arus bolak-balik (momen
Motor arus bolak-balik (momen tinggi, fasa tunggal, lilitan seri),
normal, sangkar bajing, sinkron), motor arus searah (lilitan
motor arus searah (lilitan shunt) kompon, lilitan seri), mesin
torak, kopling tak tetap
Jumlah jam kerja tiap hari Jumlah jam kerja tiap hari
3-5 8-10 16-24 3-5 8-10 16-24
Jam Jam Jam Jam Jam Jam
Variasi beban Variasi beban
8
Variasi beban Variasi beban
Konveyor (ember,
sekrup), pompa torak,
kompresor, gilingan palu, 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8
sedang pengocok, roots-blower,
mesin tekstil, mesin kayu
kalender)
9
Gambar 2.4 Diagram Pemilihan Sabuk-V (Sularso, 1997)
Pulley adalah suatu peralatan mesin yang berfungsi untuk meneruskan
putaran dari motor penggerak kebagian yang lainnya yang akan digerakan,
mengatur kecepatan atau dapat mempercepat dan memperlambat putaran keluar
yang diperlukan dengan cara mengatur diameternya. Diameter pulley penggerak
dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan gambar pulley dilihat pada gambar 2.5
Tabel 2.2 Diameter pulley yang diijinkan dan diajukan (mm)
Penampang A B C D E
Dp Dk
10
a. Perbandingan reduksi (Sularso, 1997).
𝑇1
i=
𝑇2
Keterangan :
n1 = putaran pulley penggerak (rpm)
n2 = putaran pulley yang digerakan (rpm)
b. Diameter nominal pulley yang digerakan (Sularso, 1997).
𝑇𝑇 = 𝑇𝑇 . i
Keterangan :
Dp = diameter nominal pulley yang digerakan (mm)
dp = diameter nominal pulley penggerak (mm)
c. Diameter luar pulley yang digerakan (Sularso, 1997).
𝑇𝑇 = 𝑇𝑇 + 2.k
Keterangan :
k = ukuran pulley
Sabuk-V
Penenentuan tipe penampang sabuk dapat dilakukan dengan mengetahui daya
rencana dan putaran motor.
Dalam perhitungan perencanaan jarak sumbu poros adalah C = 2 x Dp :
a. Menghitung panjang keliling sabuk-V
π 1
L = 2.C + + 𝑇 𝑇) + (𝑇 − 𝑇𝑇 )2
(𝑇 4C 𝑇
𝑇
2
Keterangan :
L = panjang V-belt (mm)
C = jarak antar poros (mm)
Dp= diameter pulley yang digerakan (mm)
dp= diameter pulley penggerak (mm)
b. Menghitung jarak sumbu poros sabuk-V (Sularso, 1997).
b = 2.L – 3,14 (Dp + dp )
11
c. Menghitung jarak poros
b+√b2−8 (Dp− dp )2
C=
8
d. Untuk mengetahui sudut kontak ( Sularso, 1991).
57(Dp−dp )
θ = 180° –
C
Keterangan :
θ = sudut kontak
e. Kecepatan linier sabuk V sebagai penerus daya dari motor bensin ke poros,
dapat dihitung dengan rumus :
Kecepatan linier sabuk (Sularso, 1997).
π.dp .n1
v=
60.1000
Keterangan :
v = kecepatan sabuk (m/s)
dp = diameter pulley penggerak (mm)
n1 = putaran pulley penggerak (rpm)
f. Daya yang mampu ditransmisikan oleh sabuk V.
𝑇𝑇 .102
𝑇𝑇 =
V
g. Jumlah sabuk yang diperlukan (Sularso dan Suga, 1997).
𝑇𝑇
𝑇=
𝑇𝑇 ×𝑇∅
Diketahui : 𝑇𝑇 = Daya rencana.
𝑇∅ = Faktor koreksi
𝑇𝑇 = Daya tambahan
2.3.3 Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari suatu mesin. Hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama – sama dengan putaran. Peranan utama
dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros. Poros mendapatkan benda puntir
12
murni atau puntir dan lentur. Pada Gambar 2.6 daya yang ditransmisikan kepada
poros melalui kopling, pulley, sabuk sproket rantai. Poros transmisi juga mengalami
beban tarik atau tekan seperti poros baling – baling kapal dan turbin (shigley,1983).
13
4. Korosi
Bahan-bahan yang tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros
propeler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korotif. Demikian pula
untuk poros – poros mesin yang sering berhenti lama.
Bidang geser dan bidang momen suatu poros dirancang untuk mendukung
beban dalam bentuk tertentu dan yang terpenting dalam kasus yang terjadi hanya
mengalami sedikit deformasi jika mengalami pembebanan. Semua struktur teknik
atau unsur struktural mengalami gaya eksternal atau pembebanan. Hal ini akan
mengakibatkan gaya eksternal lain atau reaksi pada titik pendukung strukturnya.
Semua gaya yang bekerja pada benda dianggap bekerja pada titik tersebut,
dan jika gaya – gaya ini tidak seimbang maka benda mengalami gerak translasi.
Oleh karena itu agar sebuah sistem gaya dalam keseimbangan, resultan semua gaya
dan resultan semua momen terhadap suatu titik = 0, persyaratan yang harus
dipenuhi adalah : Σ 𝑇𝑇 = 0 dan Σ 𝑇 = 0. Dalam analisis poros ini menggunakan
beban campuran yaitu beban terdistribusi atau merata dan beban terpusat, adapun
perencanaan benda bebas di tunjukkan pada Gambar 2.7.
RBZ
q
RBY
d
RAZ
c
RAY b
a
14
Keterangan :
Q = Beban terpusat
q = Beban merata
a,b,c,d = panjang penampang
Sehingga dari rumus tersebut menghasilkan analisis beban campuran yang
sudah menjadi beban terpusat. Adapun analisis dapat ditunjukkan pada Gambar
2.8. Berikut perhitungan sumbu y :
a b c d
Gambar 2.8 Analisis Beban Sumbu Y
Selanjutnya melakukan perancangan dengan tahap – tahap sebagai berikut:
∑Fx = 0
∑MA = 0
-Q1.(a+(1/2.b)+RBy.(a+b+c) = 0
∑Fy = 0
RAy - Q1 + RBy = 0
a. Perhitungan momen potongan I
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ a. Adapun potongan I bidang geser ditunjukkan
pada Gambar 2.9.
15
b. Perhitungan momen potongan II
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ b. Adapun potongan II bidang geser ditunjukkan
pada Gambar 2.10.
16
Gambar 2.11 Bidang Geser Pada Potongan III
∑Fy = 0
RAY – Q1 - V = 0
∑M = 0
-RAy (a+b+x) + Q1.(b/2+x)+M= 0
d. Perhitungan momen potongan IV
Potongan IV dengan 0 ≤ x ≤ d. Adapun potongan IV bidang geser ditunjukkan
pada Gambar 2.12.
17
q
a b c d
M
Gambar 2.13. Diagram Bidang Geser Dan Bidang Momen
RAz RBz
a b
Gambar 2.14 Analisis Beban Sumbu Z
∑MA = 0 ∑Fz = 0
RBz.(120) – Q.(a+b) = 0 RAz + RBz – Q = 0
a. Perhitungan momen potongan I
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ a. Adapun potongan I bidang geser ditunjukkan
pada Gambar 2.15.
RAZ
x
Gambar 2.15 Bidang Geser Pada Potongan I
∑Fz = 0 ∑M = 0
RAz – v = 0 -RAZ.x + M = 0
b. Perhitungan momen potongan II
Potongan II dengan 0 ≤ x ≤ b. Adapun potongan II bidang geser ditunjukkan
pada Gambar 2.16.
18
RAZ RBZ
a x
Gambar 2.16 Bidang Geser Pada Potongan II
∑Fz = 0 ∑M = 0
RAZ + RBZ - v = 0 -RAZ.(a+x) – RBZ.x + M = 0
Adapun diagram bidang geser dan bidang momen beban campuran pada
poros perajang ranting pohon dapat ditunjukkan pada Gambar 2.17.
RAz RBz
a b
19
Perumusan uji tarik pada poros, berikut rumus perhitungan nya :
- Stress (tegangan mekanis)
𝑇
𝑇 =
𝑇
𝑇
Keterangan:
T = Momen puntir (kg.m)
Pd = Daya rencana (KW)
n1 = Putaran poros motor (rpm)
b. Tegangan geser yang diijinkan (Sularso,1997):
𝑇𝑇
τa =
𝑇𝑇1.𝑇𝑇2
keterangan:
τa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)
𝑇𝑇 = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
𝑇𝑇1 = Faktor keamanan
- Harga 5,6 untuk bahan yang digunakan SF
- Harga 6,0 untuk bahan yang digunakan S-C
𝑇𝑇2 = Faktor keamanan
- Harga 1,3 – 3,0 jika poros diberi pasak
c. Menghitung Diameter Poros
1⁄
5,1 3
𝑇𝑇 ≥ [ 𝑇
. √(𝑇𝑇 . 𝑇)2 + (𝑇𝑇 . 𝑇)2]
𝑇
20
Keterangan :
ds = Diameter Poros (mm)
𝑇a = Tegangan geser yang diijinkan (Kg/mm2)
T = Momen puntir (Kg.mm)
M = Momen terbesar
Kt = Faktor koreksi puntiran
- Harga faktor koreksi puntiran 1,0 – 1,5
Km = Faktor koreksi momen lentur
- Harga faktor koreksi momen lentur 1,5 – 2,0
2.3.4 Bantalan
Menurut Sularso (1997:103) bantalan adalah elemen mesin yang menumpu
poros berbeban sehingga putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung
halus. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin
lainnya berkerja dengan baik maka presentasi seluruh system akan menurun atau
tidak dapat berkerja secara semestinya (Sularso, 1997).
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros.
a) Bantalan luncur: pada bantalan ini terjadi gesekan luncut antara poros dan
antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditutup oleh permukaan
bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.
b) Bantalan gelinding: pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian
yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding, seperti bola
(pluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat.
2. Atas dasar arah beban terhadap poros
a) Bantalan radial: Arah beban yang ditumpu bantalan ini tegak lurus sumbu
poros.
b) Bantalan axiatan: arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c) Bantalan gelinding khusus: bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya
sejajar dan tegak lurus dengan sumbu poros.
21
Berdasarkan bentuk bantalan di klasifikasikan menjadi bantalan beberapa macam
antara lain:
1) Bantalan luncur.
Bantalan luncur seperti Gambar 2.18 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
macam antara lain:
a) Bantalan radial yang dapat berbentuk silinder belahan silinder, ellips, dll
b) Bantalan axiatan yang dapat berbentuk engsel, kerah michel, dll.
c) Bantalan khusus yang berbentuk bola,
22
Gambar 2.19 Macam – Macam Bantalan Gelinding
Bantalan yang akan digunakan untuk mesin perajang ranting pohon ini
adalah bantalan radial jenis bantalan dan ukuran bantalan dapat diketahui dengan
persamaan berikut:
a. Perhitungan beban ekivalen dinamis
Suatu beban yang besarnya yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran
sebenarnya disebut beban ekivalen dinamis.
Pr =X.V.Fr.+Y.Fa
Dimana :
Pr = Beban ekivalen dinamis (kg)
X = Faktor beban radial
V = Faktor putaran
Fr = Beban radial (kg)
Y = Faktor beban aksial
Fa = beban aksial (kg)
b. Faktor kecepatan putaran bantalan
33.3 1
fn = ( ) 3
𝑇2
fh = 𝑇𝑇
𝑇𝑇
Dimana :
fh = Faktor umur
fn = Faktor kecepatan putaran bantalan
C = Bahan normal spesifik (kg)
23
P = Beban ekivalen (kg)
c. Umur nominal
3
Lh= 500f
ℎ
Dimana :
Lh = Faktor nominal (jam)
Fh = Faktor umur
24
anil setelah pengelasan atau dimana perawatan stres suhu rendah menghilangkan
yang diinginkan. (Toko, -)
RAV RBV
a b c d e
L
Gambar 2.21 Diagram Benda Bebas Pada Rangka
Dengan ketentuan :
Arah momen
25
Searah jarum jam : (-)
Kebalikan arah jarum jam : (+)
Arah gaya
∑ Fx =0
∑ Fy = 0
∑M =0
∑ MA = 0
RBV. L – F2 . (b+c) – F1 . c = 0
∑ Mb = 0
- RAV. L – F2 . a – F1 . (a+b) = 0
Potongan I dengan 0 ≤ x ≤ e, seperti Gambar 2.22 berikut :
FI x
RBV
Gambar 2.22 Momen Dan Bidang Geser Potongan 1 Pada Rangka
∑ FI = 0
FI + RBV = 0
∑M=0
-M + RBV . x = 0
26
Q2
FII x e
RBV
Gambar 2.23 Momen Dan Bidang Geser Potongan 2 Pada Rangka
∑ FII =0
FII + RBV – Q2 = 0
∑M=0
-M + RBV . (e + x) – Q2 . x²/2 = 0
FIII x d e
RBV
Gambar 2.24 Momen Dan Bidang Geser Potongan 3 Pada Rangka
∑ FIII = 0
FIII + RBV – Q2 = 0
∑M=0
-M + RBV . (d + e + x) – Q2 . (d/2 + x) = 0
27
Q1 Q2
FIV x c d e
RBV
Gambar 2.25 Momen Dan Bidang Geser Potongan 4 Pada Rangka
∑ FIV = 0
FIV + RBV – Q2 – Q1 = 0
∑M=0
-M + RBV . (c + d + e + x) – Q2 . (c + d/2 + x) – Q1 . (x²/2) = 0
FV x b c d e
RBV
Gambar 2.26 Momen Dan Bidang Geser Potongan 5 Pada Rangka
∑ FV =0
FV + RBV – Q2 – Q1 = 0
∑M=0
-M + RBV . (b + c + d + e + x) – Q2 . (b + c + d/2 + x) – Q2 . (b/2 + x) = 0
28
Q1 Q2
RAV RBV
a b c d e
12,6 kN.mm
4,6 kN.mm
29
Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Instron dan
Dartec. Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang
bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva
pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
“Rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan”.
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah
pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan (Sastranegara, 2009).
Rumus uji tarik
- Stress (tegangan mekanis)
𝑇
𝑇 =
𝑇
𝑇
Dimana :
F = Gaya tarik
A = Luas penampang
Untuk memudahkan pembahasan, E adalah gradient kurva dalam daerah
linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi
nama "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva yang menyatakan
hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Seperti pada gambar berikut :
30
2.7 Sambungan Las
Pengelasan adalah salah satu cara untuk menyambung dua buah benda
logam dengan jalan menggabungkan dan memanaskan kedua logam tersebut
sampai mencapai suhu las.
Berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat digolongkan menjadi :
1. Pengelasan cair yaitu ruangan yang hendak di sambung di isi dengan suatu bahan
cair, sehingga dengan waktu yang sama tepi yang berbatasan juga ikut mencair.
Kalor yang di butuhkan dapat di bangkitkan secara kimia atau listrik.
2. Pengelasan tekan yaitu pengelasan yang sambungannya di panaskan kemudian di
tekan hingga menjadi satu.
Berikut skema proses pengelasan seperti Gambar 2.29
31
2. Apabila arus terlalu besar.
Elektroda mencair terlalu cepat.
Hasil permukaan las lebih besar.
Penembusan terlalu dalam.
c). Mampu las.
Tidak semua bahan yang mampu di las dapat di handalkan serta dapat di
pergunakan sesuai dengan yang di kehendaki, baik dari segi kekuatan dan
ketangguhan.
Beberapa factor untuk mengetahui bahan yang dapat dan mampu di las :
1. Sifat fisik dan sifat kimia bahan untuk bagian hendak di las termasuk pra sejarahnya
(metode pembentukan dan perlakuan las).
2. Tebal bagian yang akan di sambung, dimensi dan kekuatan konstruksi yang hendak
di buat.
3. Teknologi metode las yaitu sifat dan susunan elektroda, langkah pengelasan,
perlakuan panas pada saat sebelum, selama dan setelah pengelasan serta
temperature pada waktu pengelasan di lakukan.
d). Perhitungan kekuatan sambungan las.
Untuk mengetahui tegangan maksimum yang terjadi pada rangka adalah
sebagai berikut :
Kekuatan sambungan butt joint
Untuk mengetahui tegangan maksimum yang terjadi pada rangka sambungan
butt joint seperti pada Gambar 2.30 adalah sebagai berikut : (Shigley, 1989)
𝑇
𝑇 = ℎ
𝑇
Dimana :
𝑇 = Tegangan (N/mm²)
F = Gaya rentang plat (N)
h = Ketebalan plat (mm)
𝑇 = Panjang area las (mm)
32
e). Ukuran elektroda.
Ukuran standart diameter kawat inti adalah 1,5–7 mm dengan panjang 350–
450 mm. Jenis selaput terbuat selulosa, kaolin, kalium, karbonat, titanium oksida,
kalium oksida mangan, oksida besi. Tebal selaput berkisar antara 10 % - 50 %
diameter elektroda. Pada waktu pengelasan selaput elektroda akan ikut mencair
menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda
kerja terhadap udara luar. Cairan selaput yang disebut terak akan mengapung dan
membeku melapisi permukaan las yang masih panas.
33
Keterangan :
do: diameter mayor (nominal)
di: diameter minor
dp: diameter pitch
Untuk menentukan ukuran baut dan mur dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
F = π . di². 𝑇
4 𝑇
4.𝑇
di ≥ √
𝑇 . 𝑇𝑇
Keterangan :
F = Gaya yang terjadi (N)
di = Diameter minor (mm)
𝑇𝑇 = Tegangan tarik (kg/mm2)
34
1. Perawatan pencegahan (preventive)
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan untuk mencegah timbulnya
kerusakan-kerusakan tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang
menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi
dan mencegah menurunnya fungsi peralatan dan fasilitas. Perawatan ini di bagi
menjadi 2 yaitu perawatan rutin dan perawatan periodik.
2. Perawatan perbaikan (corrective maintenance)
Kegiatan perawatan yang sudah direncanakan berupa penggantian
komponen yang sudah tidak berfungsi. Perawatan perbaikan dapat berupa
perbaikan yang tidak ditemukan pada saat pemeriksaan seperti penggantian
komponen secara serentak juga overhaul (perbaikan menyeluruh) terencana.
Hal yang harus di perhatikan berikutnya adalah prosedur dalam pelaksanaan
perawatan, dalam setiap kegiatan tidak dapat terlepas dari prosedur atau langkah-
langkah untuk melakukan kegiatan tersebut. Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam kegiatan perawatan antara lain :
1. Inspeksi.
2. Kegiatan teknik.
3. Kegiatan produksi.
4. Pekerjaan administrasi.
5. Perawatan bangunan.
35
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
36
BAB III
METODE PENELITIAN
37
- Kunci pas 10, 12, 14 - Mesin bor
- Mesin bubut - Meteran
- Gergaji mesin - Mesin Las
- Tang - Ragum
- Jangka sorong - Ampelas
- Mistar siku - Alat cat dan Compresor
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu :
- Plat besi - Plat besi siku
- Elektroda - Mur dan Baut
- V-Belt - Besi ST.37 diameter 1¼”
- Pulley - Bearing
- Dempul - Bantalan 2 buah
38
7. Setelah semua sudah siap, masukkan ranting pohon ke input Mesin
Perajang Ranting Pohon.
8. Kemudian lihat hasil yang didapat, jika terlalu halus atau tebal maka
matikan mesin terlebih dahulu dan atur pisau sesuai kebutuhan lalu tutup
kembali dan nyalakan.
9. Setelah semua sudah selesai matikan Mesin Perajang Ranting Pohon.
10. Bersihkan keseluruhan mesin dan beri oli pada bagian yang bergesekan
supaya tahan lama
11. Kembalikan ke tempat semula.
12. Selesai.
START
Survey Lapangan
Study Pustaka
Gagasan
Perancangan
Statis Dinamis
A B
39
A B
Perbaikan Perakitan
Tidak
Pengujian
Ya
Hasil
Laporan
Selesai
40
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Tugas Akhir
April Mei Juni Juli Agustus
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survey dan Analisa Subyek
2 Pencarian data atau referensi
3 Pembuatan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Perancangan perhitungan
6 Persiapan bahan dan alat
7 Pembuatan bagian mesin
8 Perakitan
9 Pengujian
10 Evaluasi
41
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
42