Hisyam BAB 1-4 FIX

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 68

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pembangunan ekonomi suatu negara

diperlukan adanya pengaturan mengenai pengelolaan sumber-sumber ekonomi

yang tersedia seccara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan secara maksimal bagi

peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, lembaga lembaga keuangan baik

lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank haruslah bahu-

membahu dalam mengelola mengerakan semua potensi ekonomi agar berdaya guna

dan berhasil guna.

Lembaga keuangan pada umumnya dan lembaga perbankan pada khususnya

mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam menggerakan roda

perekonomian suatu negara. Peranan yang penting dalam strategis dari lembaga

perbankan itu merupakan bukti bahwa lembaga perbankan merupakan salah satu

pilar utama bagi pembangunan ekonomi nasional. Yang didalamnya memiliki salah

satu fungsi yaitu tentang kredit, yang bersangkutan dengan kreditur atau yang

memberi suatu pinjaman kepada debitur atau seseorang yang melakukan proses

peminjaman.1

1
Hermansyah, hukum perbankan nasional indonesia, prenadamedia group, 2005, hlm. Vii.

1
2

Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di kemudian hari penilaian suatu

bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan

dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.

Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Peersonality. Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap

mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat

hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat.

Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh

pemohon kredit.

2. Purpose. Mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai

line of busines kredit bank yang bersangkutan.

3. Prospect. Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan

mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit.

Misalnya apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai

prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan

masyarakat.

4. Payment. Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan

jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang

kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.

Formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Character. Bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral, dan sifat-

sifat pribadi yang baik.


3

2. Capacity. Yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah

debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif

masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan

memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang

kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

3. Capital. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian

terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini

tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi

lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh

pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan

seccara efektif.

4. Collateral. Adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang

merupakan sarana pengaman (back up) atas resiko yang mungkin terjadi

atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari, misalnya terjadi

kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik

utang pokok maupun bunganya.

5. Ondition of economy. Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi

secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh

perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang

diakibatkan ileh kondisi ekonomi tersebut.

Jaminan atau yang lebih dikenal dengan agunan adalah harta benda milik

debitur atau pihak ketiga yang ikut sebagai alat pembayaran jika terjadi wanprestasi

terhadap pihak ketiga. Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan
4

debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan

menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas

UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang dimaksud dengan anggunan adalah

jaminan tambahan yang diserahkan kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas

kredit.

Jaminan dalam pembiayaan memiliki dua fungsi yaitu: Pertama, untuk

pembayaran utang seandainya terjadi wanprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan

jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua sebagai akibat dari fungsi

pertama, atau sebagai indikator penentu jumlah pembiayaan yang dapatdiberikan

kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai

harta yang dijaminkan.2

Sejak Undang-Undang Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996 diberlakukan,

terjadi perubahan besar besaran terhadap sistem dan metode penjaminan atas suatu

utang. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tersebut,

berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat, bank yang memberikan

fasilitas kredit hanya mewajibkan debiturnya untuk menandatangani Akta Surat

Kuasa Memasang Hipotek yang dibuat di depan notaris agar dapat menjamin

pelunasan utang atau kewajiban debitur tersebut. Jadi, dengan bank sudah melihat

gelagat bahwa debitur tersebut mulai macet atau kondisi keuangannya sudah tidak

memungkinkan untuk mengembalikan fasilitas kredit yang diterimanya, maka bank

akan mendaftarkan Akta Hipotek tersebut ke kantor pertahanan setempat. Setelah

2
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawat, Hukum Jaminan DI Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, 2018, hlm. 1-2.
5

terdaftar, bank dapat menjual lelang rumah atau tanah tersebut untuk melunasi

kewajiban debitur.

Sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan pada 1996 tentang tanah

beserta benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah (selanjutnya untuk

memudahkan, undang-undang ini akan disebut dengan “UUHT”), istilah Hipotek

menjadi Hak Tanggungan pada saat itu, seluruh Akta Surat Kuasa Memasang

Hipotek yang sudah ada harus ditindak lanjuti menjadi Hak Tanggungan dan

didaftarkan langsung ke kantor pertahanan, walaupun debitur yang bersangkutan

masih dalam kondisi baik dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan

perjanjian kredit yang berlaku.3

Pengaturan undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) yang sangat

terkait dengan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen perbankan

adalah ketentuan mengenai tata cara pencantuman klausula baku. Klausula baku

adalah setiap aturan atau ketentuan dan syrat-syarat yang telah dipersiapkan dan

ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam

suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Di tingkat teknis payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya

pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan

dalam, Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Debitur dalam perjanjian kredit bank merupakan nasabah dalam bank tersebut,

dalam undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) disamakan dengan

3
Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Pebankan, Kaifa PT Mizan Pustaka, 2011 hlm. 39-40.
6

konsumen, ini dapat dilihat dari UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen, Pasal 1 ayat (2) yang menegaskan bahwa konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan

diri sendiri, keluarga, maupun orang lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Apabila

dilihat dari pasal tersebut maka unsur dari konsumen adalah setiap pemakai barang

dan jasa, dan tidak untuk diperdagangkan. Nasabah adalah pemakai barang dan jasa

yang diberikan bank tidak untuk diperdagangkan. Maka dalam hal ini nasabah

termasuk juga konsumen.

Pengertian perlindungan konsumen terdapat pada pasal 1 angka 1Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan

konsumen adalah segala uapaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.

Perlindungan bagi konsumen ada bermacam-macam, seperti perlindungan

kesehatan dan keselamatan konsumen, hak atas kenyamanan, hak dilayani dengan

baik oleh produsen maupun pasar, hak untuk mendapatkan barang atau jasa yang

layak dan yang lain sebagainya. Banyak hak dalam perlindungan konsumen

disebabkan oleh faktor bahwa konsumen adalah pelaku ekonomi yang penting,

karena tanpa adanya konsumen dalam produksi barang atau jasa, maka suatu

kegiatan perekonomian tidak akan bisa dilakukan. Bila produk atau jasa yang

dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan dari konsumen, maka kepuasan

konsumen akan menjadi kurang sehingga terjadi ketimpangan dalam perekonomian

maupun produksi suatu barang atau jasa tersebut.


7

Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan umumnya berbentuk

perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam

praktiknya bentuk perjanjiannya sudah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor

sedangakan dari pihak debitor hanya banyak mempelajari dan memahaminya

dengan baik. Perjanjian yang demikian itu disebut sebagai perjanjian baku (standard

contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi

menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi yang

pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi

salah satu pihak.4

Dalam suatu pemberian kredit, bank atau pihak pemberi selalu berharap agar

debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi tepat pada waktunya

terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam praktek, tidak semua kredit yang

sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalandan terselesaikan dengan lancar. Tidak

sedikitpula terjadinya kredit bermasalah yang disebabkan oleh debitur tidak dapat

melunasi kreditnya tepat pada waktunya sebagaimana yang telah disepakati dalam

perjanjian kredit antara pihak debitur dan perusahaan perbankan. Hal-hal yang

menyebabkan terjadinya kredit bermasalah karena debitur tidak mampu atau karena

menglami kemerosotan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan

berkurangnya pendapatan usaha debitur atau debitur memang sengaja karena

debitur memiliki perilaku yang tidak baik.

4
Jurnal skripsi pada website media.neliti.com/media/publications/149520-ID-Perlindungan-
hukum-bagi-nasabah-debitur, pada tanggal 6 januari 2019 pukul 21.00.
8

Berdasarkan keadaan debitur yang demikian, maka pihak kreditur berupaya

mengambil pelunasan piutang dengan penjualan aset jaminan debitur shingga

lahirlah Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) yang dirancang memberikan

kepastian hukum sebagai hak jaminan yang kuat, dengan ciri khas eksekusi mudah

dan pasti namun ternyata dalam praktiknya tidak seperti itu. Proses penyelesaian

kredit bermasalah dengan pelaksanaan lelang jaminan hak tanggungan sering

memunculkan perlawanan dari pihak debitur (nasabah) berupa gugatan perdata

yang di ajukan ke Pengadilan Negeri.

Karena adanya kelemahan yang ada pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah, khususnya pasal 6 yang berisi, apabila debitor cidera

janji,pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak

tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dan 20 yang berisi:

1. Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a. hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek

tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, atau

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan, hak

tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan dijual melalui

pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak

tanggungan dengan mendahulu dri pada kreditor-kreditor lainnya.


9

2. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek

hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian

itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

3. Pelaksanaan penjualan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu satu

bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang

hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan

sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar beredar di daerah yang bersangkutan

dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan

keberatan.

4. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan cara yang

bertentangan dengan ketentuan yang ditentukan batal demi hukum.

5. Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan dapat

dihindarkan dengan pelunasan utangnya dijamin dengan hak tanggungan itu

beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.

Sehingga hal ini dijadikan peluang dalam mengajukan perlawanan oleh pihak

debitur. Pasal-pasal tersebut tidak tegas dan jelas tentang definisi Cedera Janji

(wanprestasi) seorang debitur, batasan kewenangan menjual objek Hak

Tanggungan yang menimbulkan kompleksitas pelaksanaan lelang terutama terkait

dengan penetapan nilai limit obyek lelang secara sepihak oleh kreditur yang dinilai

tidak wajar.

Berdasar perkara-perkara perlawanan debitur tersebut memunculkan konsepsi

perlindungan hukum bagi debitur agar proporsionalitas kepentingan baik pihak

debitur maupun kreditur bisa terjaga, sebagaimana juga Undang-Undang


10

Perlindungan Konsumen yang mengatur perlindungan hukum bagi debitur dan aset

jaminan debitur dari kesewenang-wenangan penentuan nilai limit oleh Mafia

Lelang dalam proses objek jaminan hak tanggungan tersebut.5

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis

dalam hal ini terdorong untuk mengkaji dan meneliti ke dalam penulisan skripsi

dengan judul EKSEKUSI OBJEK HAK TANGGUNGAN (STUDI PUTUSAN

NOMOR:316/Pdt.G/2016/Pn.Pbr).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis

akan membatasi permasalahan sesuai dengan judul penelitian “Eksekusi Objek Hak

Tanggungan (Studi Putusan Nomor: 316/Pdt.G/2016/Pn.Pbr). Perumusan masalah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Objek Hak Tanggungan Dalam Peraturan Perundang-undangan.

2. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 316/Pdt.G/2016/Pn.Pbr).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas,

maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

5
Jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/viewFile/1418/109, pada tanggal 7 januari 2019 05.00.
11

Tujuan penelitiaan ini yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan tentang

Prosuder Eksekusi Hak Tanggungan.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk menambah pengetahuan dan

wawasan penulis di bidang Eksekusi Objek Hak Tanggungan, dan

sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban akademik guna memperoleh

gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Bhayangkara Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum perdata khususnya di

bidang Eksekusi Objek Hak Tanggungan.

b. Hasil Penelitian ini di harapkan dapat menambah kepustakaan di

dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Bhayangkara Surabaya.

c. Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai referensi di

bidang Eksekusi Objek Hak Tanggungan

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi para pihak yang berkepentingan

langsung dengan penilitian ini, serta sebagai sarana untuk

menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca mengenai

Eksekusi Objek Hak Tanggungan.


12

b. Memberikan lebih banyak pengetahuan bagi masyarakat untuk

mengetahui lebih banyak mengenai Eksekusi Objek Hak

Tanggungan dan bagaimana perlindungan hukum yang didapatkan

oleh debitur yang bersangkutan.

E. Kajian Pustaka

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang berarti

kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank

adalah tentu seorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal inimenunnjukan

bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah

kepercayaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah

pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau

pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.

Dalam pasal 1 butir 11 UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU NO.7

Tahun 1992 tentang perbankan, dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan utang

atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.

Berdasarkan pengertian yang ada menunjukan bahwa prestasi yang wajib

dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-
13

mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian

yang telah disepakati.6

Suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditur sebagai pemberi

fasilitas kredit dan debitur sebagai pihak peminjam atau penerima kredit diperlukan

suatu benda bergerak maupun benda tetap. Jaminan yang paling banyak digunakan

sebagai anggunan adalah berupa tanah, baik mencakup hak pakai, hak guna

bangunan, hak milik, maupun hak guna usaha karena memiliki nilai yang umumnya

meningkat.

Suatu kelemahan yang ada pada Undang-Undang Hak Tanggungan khususnya

pasal 6 dan 20 yang dijadikan peluang dalam mengajukan perlawanan oleh pihak

debitur. Pasal-pasal tersebut tidak tegas dan jelas tentang definisi Cedera Janji

(wanprestasi) seorang debitur, batasan kewenangan menjual objek Hak

Tanggungan yang menimbulkan kompleksitas pelaksanaan lelang terutama terkait

dengan penetapan nilai limit obyek lelang secara sepihak oleh kreditur yang dinilai

tidak wajar.

Semua perbuatan penyitaan, penahanan dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan

dengan alasan sesuai klausula-klausula dalam perjanjian yang telah terpojok dan

berada didalam kondisi yang lemah. Padahal isi perjanjian tersebut tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan konsumen sesuai demgam umdamg-undang No.

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada pasal :

6
Hermansyah, hukum perbankan nasional indonesia, prenadamedia group, 2005, hlm. 57,58, 63,
65.
14

1. Pasal 1 angka (1) permendagri nomor 06/M-DAG/PER/2/2017, konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

2. Pasal 5 ayat (1) Kewajiban konsumen adalah :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

seccara patut.

Pengertian hak tanggungan sesuai dengan Pasal 1 Angka (1) UUHT, yaitu: Hak

Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-

kreditor lain.

Jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu

kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada

kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai

ekonomis sebagai tanggungan atas pinjamanatau utang yang diterima debitur


15

terhadap krediturnya. sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah jaminan berasal

dari kata ”jamin” yang berarti ”tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan

sebagai tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991 tentang Jaminan

Pemberian Kredit dikemukakan bahwwa jaminan adalah : “suatu keyakinan bank

atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai perjanjian”.Jadi dapat

disimpulkan bahwa jaminan itu adalah suatu tanggungan yang dapat dinilaidengan

uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur

sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain.

Dengan kata lain, jaminan di sini berfungsi sebagai sarana atau menjamin

pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai

jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.7

Adrian Sutedi membedakan jaminan menjadi dua yaitu jaminan yang lahir dari

undang-undang yaitu jaminan umum dan jaminan yang lahir karena perjanjian.8

Jaminan umum adalah jaminan yang adanya telah ditentukan Undang-Undang,

Contohnya adalah pada Pasal 1311 KUHPerdata, Pasal 1232 KUHPerdata, dan

Pasal 1311 KUHPerdata yang menyatakan bahwa kekayaan Debitur, baik berupa

benda bergerak dan tidak bergerak, yang telah ada dan yang akan datang

dikemudian hari walaupun tidak diserahkan sebagai jaminan, maka akan secara

hukum menjadi jaminan seluruh utang Debitur. Sedangkan jaminan khusus adalah

jaminan yang timbul karena adanya perjanjian terlebih dahulu, yaitu perjanjian

7
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan DI Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, 2018, hlm. 3.
8
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, sinar grafika, Jakarta, 2010, hlm. 21.
16

yang ada antara Debitur dengan pihak perbankan atau pihak ketiga yang

menanggung hutang debitur.9

F. Metode Penelitian

a. Tipe/Jenis penelitian

Pada penelitian untuk penulisan skripsi ini, penulis akan

menggunakan jenis penelitian secara normatif akan digunakan

sebagai sumber bahan hukum untuk menelaah ketentuan-ketentuan

hukum positif dan perangkat hukum positif.

b. Pendekatan masalah

Untuk diketahui bahwa dalam kepustakaan ilmu hukum

pendekatan masalah ditentukan dan dibatasi oleh tradisi keilmuan

yang dikembangkan.10 Penelitian hukum normatif dilakukan

dengan cara meneliti berbagai bahan pustaka hukum (lazim disebut

data sekunder). Pendekatan dalam penelitian hukum normatif

(dogmatif) diantaranya adalah pendekatan peraturan perundang-

undangan (statute approach atau legislation-regulation approach),

konseptural (conceptual approach), sejarah (historial approach), dan

perbandingan (comparative approach).11 Melalui pendekatan

perundang-undangan dan pendekatan konseptual dilakukan

9
Subekti, Hukum Acara Perdata, BPHN, Jakarta, 1977, Hlm. 128.
10
J.J Bruggink, Reflesi ilmu hukum, dialih bahasakan, arief sidartha, Dalam Prasetijo Riyadi & Sri
Priyati, Memahami Metode Penelitian Hukum dalam Konteks Penulisan Skripsi/Tesis, AL
Maktabah, Surabaya 2017, hlm. 41.
11
D.H.M. Meuwissen, Ilmu Hukum, Pro Justicia, Dalam Prasetijo Riyadi & Sri Priyati, ibid., hlm.
42.
17

pengkajian terhadap keseluruhan ketentuan hukum yang berlaku

untuk direfleksikan dan diargumentasi secara teoritik berdasarkan

konsep-konsep dasar hukum. Dengan pendekatan perbandingan

hukum dimaksudkan untuk mendapatkan sumber pembandingan

yang akan menunjang dan mendukung materi pembahasan.

Melengkapi pendekatan tersebut diatas dapat dimanfaatkan kajian

bidang ilmu non hukum. Bukannya sebagai kegiatan ilmiah

berupaya menjelaskan kenyataan hukum (legal realities). Disiplin

ilmu-ilmu non yuridis yang tampaknya relevan untuk membantu

memberikan eksplanasi tentang penggunaan perspektif ilmu-ilmu

non hukum hanyalah sebagai sarana pendukung pengembangan

analisis.12

c. Sumber Bahan Hukum

Bahan Hukum dipergunakan dalam penelitian hukum

normative adalah bahan-bahan hukum (legal materials)

dikategorikan sebagai bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Menurut R.G. Logan dalam tulisannya Legal Literature

and Law Librariess: Termasuk bahan hukum primer (Primary

material) adalah Act of Parliament, subordinate Legislation, and

reported decision of the courts and tribunals; sedangkan bahan

hukum sekunder (secondary materials) meliputi : All type of legal

12
Jan Gijssels & Mark Van Hoecke, Dalam Prasetijo Riyadi & Sri Priyati, ibid., hlm.42.
18

literature which are not formal records of law, such as encyclopedies

digest of case, textbooks, journals, indexes and bibliograpgries.13

Morris I. Cohen dan Kent C. Olson legal material (bahan hukum

primer) dalam penelitian hukum normatif meliputi peraturan

perundang-undangan dan putusan pengadilan. Sedangkan bahan

hukum sekunder menurut Jaya A. Sigler dan Benyamin R. Beede

atau Peter Halpin, adalah berbagai karya ilmiah, laporan penelitian,

kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal penelitian hukum, majalah dan

lain sebagainya.

Jadi dalam penelitian hukum normative lebih cepat menggunakan

istilah bahan hukum bukan data, sebab istilah data berkonotasi pada

penelitian hukum empiris dan sosiologi.

d. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahwa pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder dilakukan melalui prosedur inventarisasi, identifikasi dan

mempergunakan system kartu yang terbagi dalam:kartu ikhtiar,

kartu kutipan, kartu analisis. Dalam kartu ikhtiar dirangkum

berbagai garis besar pemikiran secara substansial. Bahan hukum

yang digunakan sebagaimana tertuang dalam pemikiran yang

mewakili pendapat penulis (pengarang) akan merujuk secara

otentik. Kartu ikhtiar memuat nama pengarang, judul buku, nama

13
R.G. Logan, Literatur and Law Libraries, Dalam R.G. Logan, Information Sourrces in Law,
Butterworth Guide to Internasional Sourrce, Dalam Prasetijo Riyadi & Sri Priyati, ibid., hlm. 43.
19

penerbit, tahun penerbit dan halaman karangan yang dikutip. Kartu

kutipan berisikan catatan yang sangat teliti mengenai berbagai bahan

hukum yang dipergunakan maupun isi dan bentuk asli karangan

yang dikutip. Kartu analisis berisi tanggapan peneliti terhadap

bahan hukum yang dipakai dalam penelitian. Tanggapan dapat

berupa penambahan atau penjelasan dengan cara mengkritik

ataupun menginterprestasikan pandangan, menarik kesimpulan,

saran dan komentar.14

e. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum (legal material) yang diperoleh diolah

dengan melakukan kategorisasi sebagai langkah awal

pengklarifikasian bahan hukum secara selektif. Keseluruhan bahan

hukum dikelompokan berdasarkan kriteria kesesuaian dengan

perumusan masalah dan tema penelitian yang selanjutnya

dianalisis.15

Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan

menggunakan pengkajian dan dekriptif-analitik. Pengkajian ini

tidak bermaksud melakukan pengujian hipotesis maupun teori,

melainkan melalui konsep-konsep hukum (analyse van juridische

gegevens) yang mencakup pengertian-pengertian hukum (de

rechtsbegrippen), norma-norma hukum (de rechtsnormen) dan

14
Winarto Surakhmad, Pengantar Ilmiah : Dasar, Metode, Teknik, Dalam Prasetijo Riyadi & Sri
Priyati, Ibid., hlm. 44.
15
Morris I Cohen, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum (Legal research In a Nutshell), Dalam Prasetijo
Riyadi & Sri Priyati, Ibid., hlm. 45.
20

system hukum (hetrechtssysteem).16 Hal ini senada dengan apa yang

dipaparkan oleh D.H.M. Meuwissen sebagai pengkajian deskriptif-

analitik yang dilakukan dengan memaparkan, menelaah,

mensistematisasi, menginterpretasi dan mengevaluasi hukum

positif.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab, diman ada

keterkaitan antara bab yang satu dengan yang lainnya.Sistem penulisan

skripsi ini akan dijabarkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN yaitu menjadikan Latar Belakang,Rumusan

Masalah,Tujuan Penelitian,Manfaat Penulisan,Kajian Pustaka,Metode

Penulisan,Sistematika Penulisan Dan Daftar Pustaka.

BAB II membahas pokok permasalahan permasalahan pertama, yaitu

mendeskripsikan Objek Hak Tanggungan dan prosedur-prosedur dalam

Peraturan Perundang-Undangan.

BAB III membahas pokok permasalahan kedua, yaitu mendeskripsikan dan

menganalisis Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan Putusan Pengadilan

Negeri Nomor: 316/Pdt.G/2016/Pn.Pbr).

BAB PENUTUP yaitu yang berisikan Kesimpulan dan Saran hasil

penelitian dalam penulisan skripsi ini.

16
Jan Gijsssels & Mark Van Hoecke, Wat is Rechtsteorie ? Kluer Rechtswentenschap, Dalam
Prasetijo Riyadi & Sri Priyati Ibid.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak Tanggungan

Hak tanggungan pada dasarnya adalah suatu jaminan pelunasan utang, dengan

hak mendahului, dengan objek jaminannya berupa hak-hak atas tanah yang diatur

dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

1. Hak Tanggungan adalah jaminan untuk pelunasan utang, yang

melaksanakan ketentuan dari Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria dan

Pasal 1131 KUHPerdata.

Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria“Hak Tanggungan yang dapat

dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut

dalam pasal 25, 33, 39 diatur dengan undang-undang”.

Pasal 1131 KUHPerdata ”Segala kebendaan si berutang, baik yang

bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru

akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan

perseorangan”.

2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya dalam pasal 25, 33, 39 dan

Pasal 51.

Pasal 25 UUPA: “Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani

hak tanggungan”.

21
22

Pasal 33 UUPA: “Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan

dibebani hak tanggungan”.

Pasal 39 UUPA: “Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang

dengan dibebani hak tanggungan”.

Pasal 51 UUPA: “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan kepada Hak

Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal 25,

33, 39 diatur dengan undang-undang”.

Di dalam pasal-pasal yang dikemukakan di atas ini menunjukan bahwa yang

menjadi objek hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan

Hak Guna Usaha yang kesemuanya harus diatur dalam undang-undang.

3. Hak Tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah, termasuk benda-

benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur-kreditur lain.17

Di samping itu, dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan.

1. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-

piutang.

2. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang.

17
H. Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm. 191.
23

3. Pejabat pembuat akta tanah, yang selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat

umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas

tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa

membebankan hak tanggungan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

4. Akta pemberian hak tanggungan adalah Akta PPAT yangberisi pemberian

Hak Tanggungan kepada krditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan

piutangnya.

5. Kantor pertahanan adalah unit kerja Badan Pertahanan Nasional di wilayah

kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang

melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum

pendaftaran tanah.

Jadi jelas bahwa UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dibentuk sebagai pelaksanaan

Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang mengganti berlakunya ketentuan-

ketentuan tentang hipotek dan creditverband, khususnya yang bersangkutan

tentang tanah.18

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak

tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan

dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai

18
H. Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm. 192.
24

jaminan yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan

creditverband dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).19

Hak Tanggungan pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada

hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya sering kali terjadi benda-benda berupa

bangunan, tanaman, dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan

dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan.

Dari uraian-uraian di atas diketahui bahwa dasar hukum pelaksanaan Hak

Tanggungan Atas Tanah adalah sebagai berikut.

1. UUPA Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39 mengenai Hak Milik, Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan sebagai objek hak tanggungan, dan Pasal 51, yang

menyatakan, bahwa hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik,

hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, 39

diatur dengan undang-undang.

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

3. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

khususnya Pasal 44 ayat (1) yang menyatakan, “Pembebanan hak

tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun,

pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan

atas hak milik, dan pembebanan lain ditentukan dengan peraturan perundan-

19
H. Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm 193
25

undangan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT

yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

4. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1996 tenang Bentuk

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak

Tanggungan, Buku Hak Tanggungan, dan sertifikat Hak Tanggungan.

5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1996 tentang

Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit tertentu.

6. Peraturan menteri negara Agraria/Kepala BPN No.5 Tahun 1996 tentang

Pendaftaran Hak Tanggungan.20

B. Subjek dan Objek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan dapat dilihat pada ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9

UUHT, yaitu menurut Pasal 8 ayat (1) UUHT “pemberi Hak Tanggungan adalah

orang perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.”

Pada Pasal 9 UUHT menyebutkan bahwa “Pemegang Hak Tanggungan adalah

orang perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang

berpiutang.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hak tanggungan

merupakan pemberi dan pemegang hak tanggungan yaitu para pihak yang

20
H. Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm 193
26

mempunyai kepentingan berkaitan dengan perjanjian utang piutang yang dijamin

pelunasannya.

Objek hak tanggungan terdapat pada Pasal 4 ayat (1) UUHT yaitu hak atas

tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha,

Hak Pakai Atas Tanah Negara. Hak-hak tersebut menurut ketentuan yang berlaku

wajib di daftartarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Selain hak-

hak atas tanah tersebut dalam Pasal 4 ayat (2) yang dapat juga dibebani hak

tanggungan juga yaitu hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang

berlaku wajib di daftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan.

Pasal 4 ayat (4) UUHT menyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga

dibebankan pada hak atas tanah seperti bangunan, tanaman, dan hasil karya yang

telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, ddan

yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebannya dinyatakan

secara tegas dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Suatu objek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan

guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang dan peringkatnya masing-masing

hak tanggungan tersebut ditentukan sesuai dengan tanggal pendaftarannya pada

kantor pertahanan. Dalam hal iini apabila didaftarkan dengan tanggal yang sama

maka melihat pada Akta Pembebanan Hak Tanggungan, dan apabila suatu objek

hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan sehingga terdapat
27

pemegang hak tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, peringkat ketiga

dan peringkat seterusnya.21

C. Sistem Haak Tanggungan Atas Tanah, Sifat dan Ciri-cirinya

R. Subekti mengatakan bahwa sistem adalah suatu susunan atau catatan yang

teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama

lain tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil suatu pemikiran untuk mencapai

suatu tujuan. Berdasarkan definisi ini, maka perlu diketahui sistem hak tanggungan

melalui asas-asas yang mendukung hak tanggungan tersebut.

Berdasarkan UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah,

menurut Mariam Darus Badrulzaman, asas-asas yang mendukung hak tanggungan

tersebut adalah sebagai berikut.22

1. Asas sistem tertutup (gesloten system) artinya selain dari hak jaminan

kebendaan yang diatur UUHT, Undang-Undang Rumah Susun (UURS)

Nomor 16 Tahun 1985, Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman

(UUPP) Nomor 4 Tahun 1992 dan Undang-Undang Jaminan Fidusia

(UUJF) Nomor 42 Tahun 1999, tidak dapat diadakan hak jaminan

kebendaan lain berdasarkan kesepakatan antara para pihak. Hak kebendaan

ini bersifat absolut (mutlak), karena itu bersifat limitatif (terbatas).

21
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan kredit Perbankan Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2010, hlm. 28.
22
R. Subekti dipetik dari Mariam Darus Badrlzaman, serial hukum perdata buku II – kompilasi
hukum jaminan, CV Mandar Maju, Medan, 2004, hlm. 11,14
28

2. Asas droit de preference (didahulukan/diutamakan) artinya kreditur

pemegang hak tanggungan mempunyai hak yang didahulukan/diutamakan

untuk dipenuhi piutangnya. Jika debitur Wanprestasi (ingkar janji) dalam

pelunasan utangya kepada kreditur, maka objek hak tanggungan dijual

secara lelang, hasil penjualan objek hak tanggungan digunakan sebagai

pelunasan utang kepada kreditur, jika ada sisa penjualan sisa itu dibayarkan

kepada kreditur lainnya secara pari passu (konkuren), dan jika masih ada

sisa lagi selebihnya dikembalikan kepada pemilik objek hak tanggungan

jika semua utangnya suda terlunasi/terselesaikan seluruhnya.

3. Asas droit de suite yaitu hak tanggungan memiliki sifat yang sama dengan

hak kebendaan yaitu hak tanggungan tetap mengikuti objeknya ditangan

siapapun objek hak tanggungan itu berada.

4. Asas spessialitas yang artinya pertelaan mengenai objek hak tanggungan

yang terwujud dalam uraian mengenai objek tanggungan yang terwujud

dalam uraian mengenai objek hak tanggungan yang dituangkan dalam

sertifikat, atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang=kurangnya

memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas dan luas tanahnya.

5. Asas publisitas artinya adalah pendaftaran dan pencatatan dari pembebanan

objek hak tanggungan sehingga terbuka dan dapat dibaca dan diketahui oleh

umum.

6. Asas mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi yang artinya adalah

bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan bagi pemegang Hak


29

Tanggungan harus memiliki kepastian hukum dan mudah untuk dieksekusi

sesuai ketentuan peraturan perundan-undangan yang berlaku.

7. Asas accesoir yang artinya adalah hak tanggungan adalah perjanjian

tambahan (ikutan) yang mengikuti perjanjian pokoknya (perjanjian utang-

piutang), dan tidak merupakan perjanjian/hak yang berdiri sendiri

(zelfstandigrecht). Adanya dan hapusnya perjanjian ikutan accesorium

tergantung dari perjanjian pokok tersebut.

8. Asas pemisahan horizontal yang artinya Hak atas tanah terpisah dari benda-

benda yang melekat di atasnya. Berlakunya asas ini tergantung bagaimana

perjanjian antara pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

9. Asas perlekatan (accessie) yang artinya benda-benda yang melekat sebagai

kesatuan dengan tanah, karena hukum mengikuti hukum benda pokok.

Meskipun UUHT tidak menganut asas perlekatan sebagaimana

KUHPerdaata, namun apabila para pihak sepakat menghendakinya, maka

asa tersebut dapat digunakan dalam UUHT dengan catatan harus dituangkan

secara tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

10. Asas itikad baik yang artinya itikad baik yang bersifat objektif yaitu itikad

baik yang sesuai kepatutan yang berlaku di dalam masyrakat pada

umumnya.23

23
H. Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Rajagrafindo
Persada, Depok, 2018, hlm. 221
30

D. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Tahap pembebanan hak tanggungan didahului dengan janji akan memberikan

hak tanggungan. Menurut Pasal 10 Aayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan,

janji tersebut wajib dituangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari perjanjian-perjanjian piutang.

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakn dalam dua tahap, yaitu sebagai

berikut:24

1. Tahap Pembebanan Hak Tanggungan

Menurut pasal 10 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan, “pemberian

hak tanggungan dilakukan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh

PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang

membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka

pembebanan hak atas tanah, sebagai bukti perbuatan tertentu mengenai

tanah yang terletak di dalam daerah/wilayah kerjanya masing-masing.

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, Pemberian hak

tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertahanan selambat-lambatnya

tujuh hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan

APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan. Warkah yang

24
Sutardja Sudrajat, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya, Mandar Maju,
Bandung, 1997, hlm. 54
31

dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek hak

tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk

didalamnya sertifikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan

mengenai objek hak tanggungan. PPAT wajib melaksanakan hal tersebut

karena jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan PPAT.

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan

membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas

tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada

sertifikat hak atas tanahyang bersangkutan. Menurut ketentuan pasal 14 ayat (1)

Undang-undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa sebagai bukti adanya hak

tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan Hal ini

berarti sertifikat hak tangungan merupakan bukti adanya hak tanggungan. Oleh

karena itu maka sertifikat hak tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada

saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi patokan pokok

adalah tanggal pendaftaran atau pencatatannya dalam buku tanah hak tanggungan.25

E. Eksekusi Hak Tanggungan

Sebelum membahas mengenai Eksekusi HakTanggungan, maka perlu

dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dari eksekusi itu sendiri. Pengertian

lebih lanjut mengenai eksekusi menurut pendapat Subekti dan Salim yang

25
Boedi Harsono dan Sudarianto, Konsepsi Pemikiran tentang UUHT, Makalah Seminar Nasional,
Bandung, 1996, hlm. 17
32

memberikan pengertian eksekusi sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang

telah mendapatkan kekuatan hukum tetap. Objek dari eksekusi adalah salinan

putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta otentik). Grosse akta dapat

disamakan kekuatannya dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum

tetap.

Sudikno Mertokusumo juga mengartikan eksekusi sebagai pelaksanaan putusan.

Menurut beliau terdapat beberapa jenis pelaksanaan putusan (eksekusi) yaitu

sebagai berikut :26

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk

membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar

sejumlah uang. Eksekusi ini diaturdalam Pasal 196 HIR (Herzien Inlandsch

Relement) Pasal 208 RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten).

2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatuper

buatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR (Pasal 259 RBg). Orang tidak

dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan

tetapi pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar kepentingan

yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.

3. Eksekusi riil. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang di

bebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi

riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama

seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan.

26
Sudikno Mertokusumu, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm.240
33

Dengan eksekusi riil maka yang berhaklah yang menerima prestasi. Prestasi

yang terhutang seperti yang telah kita ketahui misalnya pembayaran

sejumlah uang, melakukan suatu perbuatan tertentu, tidak berbuat,

menyerahkan benda. Dengan demikian maka eksekusi mengenai ganti rugi

dan uang paksa bukan merupakan eksekusi riil. Eksekusi riil ini tidak diatur

dalam HIR tetapi dalam 1033 RV. Yang dimaksud kan dengan eksekusi riil

oleh Pasal 1033 RV adalah pelaksanaan putusan hakim yang

memerintahkan pengosongan benda tetap tidak mau memenuhi surat

perintah hakim, maka hakim akan memerintahkan dengan surat kepada

jurusita supaya dengan bantuan alat kekuasaan Negara, agar barang tetap itu

dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. HIR hanya

mengenal eksekusiriil dalam penjualan lelang sebagaimana diatur dalam

pasal 200 ayat (11) HIR, Pasal 218 ayat (2) RBg.

4. Eksekusi Langsung. Disamping kerja jenis eksekusi diatas, masih dikenal

apa yang dinamakan “parateexecuitie” atau eksekusi langsung.

Parateexecutie terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang

tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Pasal 1155,1175

ayat (2) KUHPerdata).

Eksekusi Hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT yang telah menentukan

bahwa jika debitur wanprestasi maka:

1. Berdasarkan yang ada pada pemegang Hak Tanggungan Pertama, yaitu janji

untuk menjual objek Hak tanggungan kekuasaan sendiri melalui pelelangan


34

umum atau atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dapat

dijual di bawah tangan.

2. Berdasarkan irah-irah yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan hakim

yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Ketentuan ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh

Undang-undang Hak Tanggungan bagi para kreditur pemegang hak tnggungan jika

harus dilakukan eksekusi.

Pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan atas Tanah tersebut berbunyi

sebagai berikut :

Pasal 20 :

a. Apabila debitur cedera janji, maka berdasarakan:

1) Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

2) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan

dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang

pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-

kreditur lainnya.

b. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan penjualan objek

Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian


35

itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan kedua belah

pihak.

c. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat

dilakukan setelah lewat satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh

pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar

yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat,

serta tidak ada pihak yang merasa keberatan.27

F. Pengertian Lelang

Pengertian lelang (penjualan dimuka umum) diatur dalam pasal 1 Vendu

Reglement S.1908 No. 189, bahwa lelang adalah penjualan barang-barang yang

dilakukan didepan umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun

atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang

yang diundang atau sebelumnya sudah diberitahukan mengenai lelang atau

penjualan itu, atau di ijinkan untuk ikut serta, dan diberikan kesempatan untuk

menawar harga dalam sampul tertutup. Pengertian lelang secara umum adalah

penjualan di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan penawaran

harga secara terbuka atau lisan, tertutup atau secara tertulis. Lelang dilakukan

dengan pengumuman lelang serta dilakukan pada saat dan tempat yang telah

ditentukan (Departemen Keuangan, 1995:1).28

27
Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, dalam Seri Hukum Haarta Kekayaan - Hak
Tanggungan, Pernada Media, Jakarta, 2005, hlm.253
28
Sabilah, Materi Pokok Pengetahuan Lelang, Pusat Pendidikan dan Palatihan Perpajakan,
Jakarta, 2004, hlm. 2-3
36

Pengertian lelang eksekusi objek hak tanggungan, lelang eksekusi juga tidak

dapat dipisahkan dengan penjualan karena lelang eksekusi sebenarnya adalah

bentuk penjualan yang dilakukan oleh seorang yang mendapatkan hak diutamakan
29
menurut undang-undang. Lelang eksekusi menurut jenisnya terdapat dua jenis

lelang eksekusi yaitu lelang eksekusi Pengadilan Negeri dan Lelang Eksekusi

Objek Hak Tanggungan. Menurut Sianturi, lelang eksekusi Pengadilan Negeri

adalah lelang yang dimintakan oleh panitera Pengadilan Negeri untuk

melaksanakan putusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan tetap sedangkan

Lelang Eksekusi Objek Hak Tanggungan merupakan implementasi Pasal 6 UUHT,

pelaksanaannya tidak memerlukan penetapan pengadilan, teteapi dengan penjualan

secara lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.

Pengertian Lelang Eksekusi dalam Pasal 1 angka (4) peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 tentang petunjuk

pelaksanaan lelang yaitu;

Lelang untuk melaksanakan Putusan atau Penetapan Pengadilan, dokumen-

dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan. Pada prinsipnya setiap eksekusi Hak

Tanggungan harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan

cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk Objek Hak

Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil

penjualan Objek Hak Tanggungan.

29
Soemitro Rochmat, Peraturan dan Intruksi Lelang, Eresco, Bandung, 1987, hlm.154.
37

Artinya, saat ini Lelang dapat dilakukan dengan menggunakan media

elektronik melalui internet atau Lelang Online. Dalam peraturan Menteri

Keuangan, yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang terbuka

untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin

meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan

pengumuman lelang.30 Maka dengan demikian, syarat dari penjualan umum secara

garis besaradalah hanya duayaitu:

1. Pengumpulan para peminat

2. Adanya kesempatan yang diberikan untuk mengajukan penawaran yang

bersaing seluas-luasnya.

Dasar hukum lelang, ada beberapa aturan khusus tentang lelang, yaitu:

1. Vendu Reglement (Peraturan Lelang) yang dimuatdalam Staatsblaad nomor

189 tahun 1908 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan

Staatsblaad nomor 3 tahun 1941 Vendu Reglement mulai berlaku tanggal 1

April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok

tentang lelang.

2. VenduInstructie (Intruksi Lelang) Staatsblaad nomor 190 tahun 1908

sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Staatsblaad

nomor 85 tahun 1930. Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan

yang melaksanakanVendu Reglement.

30
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal
1 ayat (1).
38

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 atas perubahan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk

pelaksanaan lelang.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 atas perubahan

Peraturan Manteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang balai

lelang.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013 atas perubahan

Peraturan Manteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tentang pejabat

lelang kelas I

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.06/2013 atas perubahan

Peraturan Manteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang pejabat

lelang kelas II.

Pada dasarnya, lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, tidak dapat dibatalkan. Tetapi ada beberapa hal yang dapat menyebabkan

terjadinya pembatalan lelang.31

1. Pembatalan Sebelum Pelaksanaan Lelang

Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan

penjual atau berdasarkan penetapan atau putusan dari lembaga peradilan.32

Penjual menurut Pasal 1 angka 19 Permenkeu 27/2016 Penjual adalah orang,

badan hukum atau badan usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan

31
Ibid, Nomor 27/2016, Pasal 4.
32
Ibid, Pasal 4.
39

perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara

lelang.

Termasuk dalam pembatalan lelang atas permintaan penjual, apabila penjual

tidak hadir dalam pelaksanaan lelang dengan kehadiran peserta lelang yang

menyebabkan lelang menjadi batal dilaksanakan.33

Pembatalan lelang atas permintaan penjual (baik pembatalan secara tertulis

maupun penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang) dikenakan Bea Lelang Batal

Atas Permintaan Penjual sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan

Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian

Keuangan.34 Selain dengan permintaan penjual atau berdasarkan penetapan atau

putusan dari lembaga peradilan, pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang

dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal:35

a. Surat Keterangan Tanah/Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

(“SKT/SKPT”) untuk pelaksanaan lelang barang berupa tanah atau tanah

dan bangunan belum ada.

b. barang yang akan dilelang dalam status sita pidana atau blokir pidana dari

instansi penyidik atau penuntut umum, khusus lelang eksekusi.

c. terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan lelang eksekusi Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”) dari pihak lain

33
Ibid, Pasal 29 ayat (4) huruf b.
34
Ibid,Pasal 29 ayat (5).
35
Ibid Pasal 30.
40

selain debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait

dengan kepemilikan objek lelang.

d. Barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan atau sita eksekusi atau

sita pidana, khusus lelang noneksekusi.

e. tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang.

f. Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen

kepemilikan barang kepada pejabat lelang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21 Permenkeu 27/2016.

g. Pengumuman lelang yang dilaksanakan penjual tidak sesuai peraturan

perundang-undangan;

h. keadaan memaksa (force majeur) atau kahar.

i. terjadi gangguan teknis yang tidak bisa ditanggulangi pada pelaksanaan

lelang tanpa kehadiran peserta.

j. Nilai limit yang dicantumkan dalam pengumuman lelang tidak sesuai

dengan surat penetapan nilai limit yang dibuat oleh penjual.

k. Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang dilelang.

Pejabat lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.

Jadi menurut penulis, jika melihat kepada Pasal 30 huruf C Permenkeu 27/2016

di atas, dalam kasus Anda yang mana terdapat pihak lain yang tidak mempunyai

hubungan hukum dengan Bank yang mengaku mempunyai hak atas objek yang

akan dilelang, maka pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang adalah


41

dimungkinkan, dengan catatan pihak lain tersebut bukanlah debitor/tereksekusi,

suami atau istri debitor/tereksekusi dan juga dengan mengajukan gugatan.

2. Pembatalan lelang setelah lelang dimulai

hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal:

a. keadaan memaksa (force majeur) atau kahar.

b. terjadi gangguan teknis yang tidak bisa ditanggulangi pada pelaksanaan

lelang tanpa kehadiran Peserta Lelang.

Jadi jika lelang telah dimulai, tidak diatur mengenai pembatalan lelang dengan

alasan adanya gugatan dari pihak lain sebagaimana pembatalan lelang sebelum

pelaksanaan lelang.

Sebagai informasi tambahan, dalam hal terjadi pembatalan lelang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 30 dan Pasal 31 Permenkeu 27/2016, peserta lelang

yang telah menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang atau menyerahkan

Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang tidak berhak menuntut ganti rugi.36

36
Ibid, Pasal 33
BAB III

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR

316/Pdt.G/2016/PN.Pbr

A. KASUS POSISI

1. Identitas Penggugat

SyafridaYahya yang memberikan kuasa hukumnya kepada:

1. Dr. Fahmi, SH.,MH

2. Noverdy Indra Pratama, SH

3. Dewi Juliani, SH

Semuanya adalah Advokat Dr. Fahmi, Sh.,MH & Partners yang

beralamat di Hotel Mutiara Merdeka Lantai IV. Selanjutnya disebut

sebagai PENGGUGAT

2. Identitas tergugat :

1. PT. Bank Bukopin Tbk. Jakarta cq. PT. Bank Bukopin Tbk.

Cabang, dalam hal ini diwakili oleh:

1) Sahrianto Saragaih, Ridho Fuadi

2) Yuliandri

3) Betty Rahayu

Semuanya adalah Karyawan / Karyawati PT. Bank Bukopin Tbk. Cabang

Pekanbaru, beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 420-422 Pekanbaru,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat I

42
43

2. Zar’an Yahya yang memberikan kuasa hukumnya kepada:

1) Heryanty Hasan, Amd,AK, SH.,MH.,

2) Herry Supriyadi, ST.,SH.,

3) Beny Ariansyah, SH.,

4) Abdy Jamail, SH.,

5) Wan Arwin Temimi, SH.,

6) Deky Wiranata Adha, SH.,

7) Dewi Cahyanti, SH.,

8) Adhelya, SH.

Semuanya adalah Advokat, Advokat Magang dan Paralegal dari Kantor

Law Firm Heryanty Hasan, Herry & Partners, beralamat di Jalan Sawai

No. 39 Sukajadi Pekanbaru Riau selanjutnya disebut sebagai Tergugat

II

3. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL),

dalam hal ini diwakili oleh:

1) Wahyu Purnomo

2) Dirmanti Jaya

3) Endratno

4) Hendri Gunawan Lubis

5) Iwan Darma Setiawan

6) Ahmad Elazar

7) Chrisnandar

8) David Sihombing, Arbita Zaini.


44

Semuanya adalah Kepala, Pelaksana pada KPKNL Pekanbaru, beralamat

di Jalan Jendral Sudirman No. 24 Simpang Tiga Pekanbaru, berdasarkan

Surat Kuasa Khusus No. SKU-65/MK.6/2017 tanggal 23 Januari 2017,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat III

4. Fachrurozi Zar’an yang memberikan kuasa kepada:

1) Heryanty Hasan, Amd,AK, SH.,MH

2) Herry Supriyadi, ST.,SH

3) Beny Ariansyah, SH

4) Abdy Jamail, SH.

5) Wan Arwin Temimi, SH

6) Deky Wiranata Adha, SH

7) Dewi Cahyanti, SH

8) Adhelya, SH

Semuanya adalah Advokat, Advokat Magang dan Paralegal dari Kantor

Law Firm Heryanty Hasan, Herry & Partners, beralamat di Jalan Sawai

No. 39 Sukajadi Pekanbaru Riau, selanjutnya disebut sebagai Tergugat

IV

5. Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru, dalam hal ini

diwakili oleh:

1) Abdul Rajab Nainggolan, SH.,MH

2) Dra. Harmonis

3) Robert Hasudungan Sirait, ST

4) Ifni Nasif, SH
45

5) Chairany Syafiie, SH

6) Nasep Vandi Sulistiyo, S.ST

7) Syafrisar Masri Limart, ST

8) Wiharti Ningsih, SH

9) Masrita

10) Saleh Handrianto

Semuanya adalah Pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat V

3. Tentang Duduk Perkara

Bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 27 Desember 2016 yang

di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pekanbaru dibawah register

Nomor. 316/Pdt.G/2016/PN.Pbr. tanggal 27 Desember 2016 telah mengemukakan

hal-hal sebagai berikut :

Bahwa Penggugat membuat Perjanjian Kredit dengan memakai Jaminan dan

2(dua) akta Pengakuan hutang dengan Tergugat I / PT. Bank Bukopin Tbk Jakarta

Cq. PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Pekanbaru pada tanggal 7 Januari 2010 dengan

no. 7,8,9 dan 10 dihadapan Notaris Eriyuf Bandel, SH., Notaris di Pekanbaru, yang

pembayarannya di jamin dengan Sertifikat Hak Milik no. 7360 yang terletak di

Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan yang

selanjutnya diuraikan dalam surat ukur tanggal 17-06-2005 nomor:

3541/SP/Baru/2005 seluas 4165 M² berikut sesuatu yang berada diatas tanah hak

tersebut yang menurut sifat peruntukkannya dan Undang-undang dianggap sebagai


46

benda tetap, setempat dikenal sebagai Jalan Garuda tertulis atas nama Syafrida

Yahya;

Bahwa pinjaman diperuntukkan tambahan Modal kerja berupa kegiatan usaha

SPBU / Pom Bensin ;

Bahwa pada mulanya usaha Penggugat tersebut berjalan lancar dan maju,

namun kemudian usaha Penggugat mengalami stagnasi / tidak lancar usahanya,

sebagaimana semula sehingga mengakibatkan pembayaran kredit kurang lancar

kepada Tergugat I ;

Bahwa kemudian oleh Tergugat I dibuat Akta Adendum Perjanjian Fasilitas

Perpanjangan Kredit dengan memakai jaminan tertanggal 30 Juni tahun 2011 No.

73 yang dibuat dihadapan Notaris Riri Liesta, SH, MKN Notaris di Pekanbaru. yang

ditanda tangani oleh Penggugat ;

Bahwa walaupun sudah berupaya untuk membayar pinjaman kredit, namun

usaha bisnis Penggugat mengalami penurunan dan terkena musibah karenaSPBU

milik Penggugat dirampok oleh orang yang tidak dikenal, sehingga mengalami

kerugian lebih kurang satu milyar rupiah. Sehingga SPBU / PomBensin milik

Penggugat sempat tidak beroperasi selama 4 bulan ;

Bahwa selanjutnya Tergugat I pada tanggal 10 Desember 2015 telah menjual

piutangnya terhadap Tergugat II dengan melakukan pengalihan piutang dengan

menandatangani Perjanjian Jual Beli Piutang no. 10 tanggal 10 Desember 2015 dan

perjanjian pengalihan piutang (cessie) no. 11 tanggal 10 Desember 2015 keduanya

dibuat dihadapan Notaris Fery Bakti, SH. Notaris di Pekanbaru ;


47

Bahwa sebelum dilakukan perjanjian pengalihan piutang dan jual beli piutang,

ada kesepakatan diantara keluarga Penggugat dan Tergugat II (antara Penggugat

dan Tergugat II merupakan saudara kandung / adik abang) dalam rapat keluarga

tersebut disepakati untuk menyelamatkan asset / usaha Penggugat, maka rapat

keluarga yang dihadirin Syafril Yahya, Zulfan Yahya, Penggugat (Syafrida Yahya)

dan Tergugat II (Zar’an yahya) memutuskan untuk secara bersama-sama akan

menutupi hutang dari Penggugat, kesepakatan keluarga ini, pernah disampaikan

kepada Tergugat I dan Tergugat I menyambut baik. Beberapa saat setelah itu, ketika

Penggugat bermaksud mau membayar dan melunasi kreditnya, namun secara tiba-

tiba Tergugat I menyatakan telah mengalihkan / menjual piutang kepada Tergugat

II ;

Bahwa dengan adanya perjanjian jaul beli Piutang No. 10 tanggal 10 Desember

2015, pinjaman Penggugat sampai posisi tanggal 25 November 2015 sebesar :

- Pinjaman dengan nomor Pinjaman 130023622 adalah :

 Utang pokok sebesar Rp. 1.906.287.231,- (satu milyar sembilan

ratus enam juta dua ratus tiga puluh satu rupiah).

 Bunga sebesar Rp. 180.390.767,- (seratus delapan puluh ribu tiga

ratus sembilan puluh tujuh ratus enam puluh tujuh).

 Denda sebesar Rp. 68.797.519,- (enam puluh delapan juta tujuh

ratus sembilan puluh tujuh lima ratus sembilan belas rupiah).

- Bahwa Pinjaman Penggugat dengan nomor pinjaman 1400015822 sebagai

berikut :
48

 Utang pokok sebesar Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta

rupiah).

 Bunga sebesar Rp. 28.532.696,- (dua puluh delapan juta rupiah lima

ratus tiga puluh dua enam ratus sembilan puluh enam).

 Denda sebesar Rp. 3.669.708.531,- (tiga juta enam ratus enam puluh

sembilan tujuh ratus lima rupiah tiga puluh satu sen).

Bahwa kemudian dengan alasan Penggugat telah melakukan Wanprestasi,

Tergugat II mengajukan upaya eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan

Negeri Pekanbaru ;

Bahwa kemudian oleh karena Tergugat II menganggap Penggugat melalaikan

kewajibannya, maka Tergugat II melalui perantaraan Tergugat III melakukan

Pelelangan terhadap barang agunan / jaminan tersebut ;

Bahwa Pelaksanaan Pelelangan telah dilaksanakan pada hari, Selasa tanggal 20

September 2016 bertempet dikantor KPKNL Pekanbaru ;

Bahwa ‘Nilai limit’ atau patokan harga lelang yang terendah yang ditentukan

Tergugat II dan diserahkan kepada Tergugat III selaku Pejabat Lelang untuk

ditawarkan kepada masyarakat adalah Rp. 6.567.167.000,- (enam juta lima ratus

enam puluh tujuh ribu rupiah) diumumkan melalui Koran / Harian Pekanbaru Pos ;

Bahwa pelaksanaan lelang hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta yaitu

Tergugat IV, dan Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli pemenang lelang dengan

harga. Rp. 6.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta rupiah).


49

Bahwa pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan sesuai prosedur / ketentuan

Menteri Keuangan RI No.. 93/PMK.06/2010, tanggal 23 April 2010 tentang

petunjuk Pelaksanaan Lelang, yaitu :

- Pengumuman lelang dilakukan melalui Koran / Surat Kabar Pekanbaru Pos

dihalaman tengah.

Bahwa seharusnya pengumuman lelang dilaksanakan melalui surat kabar

dengan oplah :

- Paling sedikit 15.000 (lima belas ribu) exemplar apabila pada surat

kabarharian yang terbit di ibukota Propinsi.

- Paling sedikit 5.000 (lima ribu) exemplar, apabila dilakukan pada surat

kabar harian tersebut di Kota / Kabupaten.

- Pengumuman lelang dimaksud harus dicantumkan dalam harian utama

/reguler dan dilarang dicantumkan pada halam suplemen / tambahan.

Bahwa pengumuman lelang harusnya disesuaikan melalui Harian/Koran Riau

Pos, Tribun Pekanbaru Kota dan Haluan Riau Pos, Tribun Pekanbaru atau Haluan

Riau Pos yang merupakan harian terkemuka di Kota Pekanbaru, bukan diumumkan

melalui koran Pekanbaru Pos yang tidak banyak dibaca oleh masyarakat Kota

Pekanbaru dan oplahnya rendah dibawah 15.000 (lima belas ribu) exemplar ;

- Bahwa apabila peserta lelang hanya 1 orang, maka lelang dibatalkan dan

diumumkan lagi di media massa.


50

Bahwa kemudian atas dasar Risalah lelang dari Tergugat III, maka Tergugat

IV, mengajukan proses balik nama kepada Tergugat V, sehingga obyek tanah /

bangunan beralih menjadi nama Tergugat IV ;

- Bahwa harga penawaran dalam lelang adalah sebesar Rp. 6.567.167.000,-

(enam milyar lima ratus enam puluh tujuh juta seratus enam puluh tujuh ribu

rupiah) dan dimenangkan oleh Tergugat IV dengan Penawaran Rp.

6.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta rupiah), bahwa harga tersebut

masih dibawah harga pasar terhadap tanah / bangunan yang dilelang, karena

berdasarkan harga pasar diperkirakan nilai tanah / bangunan tersebut adalah

Rp. 7.000.000.000,- (tujuh milyar rupiah).

- Bahwa Pemenang Lelang Tergugat IV adalah anak dari Tergugat II, yang

sehari-hari bekerja dengan Tergugat II, rasanyan mustahil Tergugat IV, bisa

mempunyai uang sebanyak itu, sehingga dalam hal ini adanya konspirasi

dari Tergugat II dan Tergugat IV untuk memenangkan Tergugat IV dalam

pelaksanaan Lelang tersebut.

Bahwa keluarga sudah mencoba untuk mendamaikan permasalahan antara

Penggugat dengan Tergugat II, mengingat masih ada hubungan saudara kandung,

namun tidak berhasil ;

Bahwa perbuatan Tergugat I yang segera menjual piutang melalui Cessie,

kepada Tergugat II, padahal Tergugat I mengetahui adanya itikat baik dari keluarga

Penggugat, namun tetap menjual piutang kepada Tergugat II adalah perbuatan

melawan hukum ;
51

Bahwa perbuatan Tergugat II yang secara diam-diam membeli piutang kepada

Tergugat I padahal mengetahui adanya kesepakatan keluarga untuk bersama

membeli piutang kepada Tergugat I adalah Perbuatan melawan hukum, dan

Perbuatan Tergugat II sebagai penjual tidak melakukan kewajibannya

mengoptimalkan nilai limit berdasarkan pendekatan penilaian nilai pasar yang

dapat dipertanggung jawabkan sehingga akibatnya harga jual yang ditawarkan

Tergugat II menjadi rendah adalah Perbuatan Melawan Hukum ;

Bahwa perbuatan Tergugat III yang tetap melaksanakan lelalng walaupun

peserta lelang hanya satu dan sebagai pejabat lelang tidak melakukan kewajibannya

mengoptimalkan penawaran dan harga jual lelang adalah Perbuatan Melawan

Hukum;

Bahwa perbuatan Tergugat IV yang tidak memenuhi itikad baik sebagai

pembeli lelang dengan melakukan konspirasi / kerjasama dengan Tergugat IIuntuk

menguasai tanah dan bangunan milik Penggugat dan akan mengelola SPBU adalah

Perbuatan Melawan Hukum ;

Bahwa perbuatan Tergugat V sebagai administrator pertanahan di kota

Pekanbaru memproses permohonan balik nama Tergugat IV yang dasar

permohonannya adalah sebagai pembeli / pemenang lelang yang cacat hukum

sehingga akibatnya SHM No. 7360/Simpangbaru, berganti nama dari atas nama

Syafrida Yahya menjadi atas nama Fachrurozi Zar’an adalah Perbuatan Melawan

Hukum ;
52

Menimbang, bahwa dalam eksepsinya Tergugat I mendalilkan Gugatan

Penggugat adalah Gugatan yang kabur, Petitum Gugatan tidak Jelas, sedangkan

eksepsi Tergugat II dan IV tentang Perubahan Gugatan, selanjutnya Tergugat III

eksepsinya menyangkut tentang keberatan terhadap perubahan gugatan, eksepsi

persona standi in judicio dan eksepsi gugatan kabur (obscuur libel) ;

B. PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan dari gugatan Penggugat adalah

sebagaimana telah diuraikan tersebut diatas ;

Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya yang mendalilkan bahwa

Perbuatan Tergugat I, II, III, IV dan V adalah Merupakan Perbuatan Melawan

Hukum terhadap pelaksanaan lelang atas barang jaminan milik Penggugat berupa

sebidang tanah berserta bangunan diatasnya berdasarkan SHM No.7360 dengan

luas 4.165 M2 atas nama Syafrida Yahya terletak dijalan Garuda Sakti, Kelurahan

Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru ;

Menimbang, bahwa setelah mempelajari dengan seksama tentang gugatan

Penggugat yang pada pokoknya mengenai pelelangan objek jaminan/ agunan milik

Penggugat oleh Tergugat I melalui perantaraan Tergugat III sehingga pelelangan

tersebut dianggap tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk

mengetahui kebenaran gugatan Penggugat haruslah melalui suatu pembuktian

sesuai dengan hukum acara ;

Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil gugatannya, dipersidangan

Penggugat telah mengajukan surat bukti berupa fotocopy dan telah bermaterai
53

secukupnya, yaitu : P-1 s/d P-12, (dimana P-1 s/d P-3 sesuai dengan aslinya, kecuali

P-4 s/d P-12 sesuai dengan foto copy) ;

Menimbang, bahwa untuk mempertahankan dalil-dalil Jawabannya,Tergugat I,

Tergugat II & IV, Tergugat III dan Tergugat V telah mengajukan suratbukti yang

berupa fotocopy yang telah dibubuhi meterai secukupnya dandipersidangan yaitu :

- Surat bukti Tergugat I : T.I-a s/d T.I-m, (dimana T.I-l s/d T.I-m sesuai

dengan aslinya, kecuali T.I-a s/d T.I-k sesuai dengan foto copy) ;

- Surat bukti Tergugat II & IV : T.I.IV-1 s/d T.II.IV-14, (dimana T.II.IV-1

s/dT.II.IV-2, T.II.IV-7 s/d T.II.IV-14 sesuai dengan aslinya, kecuali T.II.IV-

3 s/dT.II.IV-6 sesuai dengan foto copy) ;

- Surat bukti Tergugat III : T.III-1 s/d T.III-13, (dimana T.III-1, T.III-4, T.III-

6,T.III-9, T.III-11 dan T.III-13 sesuai dengan aslinya, kecuali T.III-2, T.III-

3, T.III-5, T.III-7, T.III-8, T.III-10 dan T.III-12 sesuai dengan foto copy) ;

- Surat bukti Tergugat V : T.V-1 s/d T.V-2, (dimana T.V-1 s/d T.V-2

sesuaidengan aslinya) ;

Menimbang, bahwa baik pihak Penggugat dan pihak Para Tergugat tidak

mengajukan saksi dalam perkara ini ;

Menimbang, bahwa yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini,

berdasarkan keterangan para pihak dihubungkan dengan bukti-bukti Penggugat dan

Para Tergugat adalah tindakan Tergugat I, II, III, IV dan V terhadap pelaksanaan

lelang atas barang jaminan milik Penggugat berupa sebidang tanah berserta

bangunan diatasnya berdasarkan SHM No.7360 dengan luas 4.165 M2 atas nama
54

Syafrida Yahya terletak dijalan Garuda Sakti, Kelurahan Simpang Baru Kecamatan

Tampan Kota Pekanbaru ;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para pihak dihubungkan dengan

surat-surat bukti yang satu sama lain saling bersesuaian dipersidangan diperoleh

fakta-fakta sebagai berikut :

Bahwa Penggugat membuat Perjanjian Kredit dengan memakai Jaminan dan 2

(dua) akta Pengakuan hutang dengan Tergugat I / PT. Bank Bukopin Tbk Jakarta

Cq. PT. Bank Bukopin Tbk Cabang Pekanbaru pada tanggal 7 Januari 2010 dengan

no. 7,8,9 dan 10 dihadapan Notaris Eriyuf Bandel, SH., Notaris di Pekanbaru, yang

pembayarannya di jamin dengan Sertifikat Hak Milik no. 7360 yang terletak di

Provinsi Riau, Kota Pekanbaru, Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan yang

selanjutnya diuraikan dalam surat ukur tanggal 17-06-2005 nomor:

3541/SP/Baru/2005 seluas 4165 M² berikut sesuatu yang berada diatas tanah hak

tersebut yang menurut sifat peruntukkannya dan Undang-undang dianggap sebagai

benda tetap, setempat dikenal sebagai Jalan Garuda tertulis atas nama Syafrida

Yahya;

Bahwa karena Penggugat lalai membayar angsuran atas fasilitas kreditnya

maka Tergugat I mengirimkan surat peringatan yaitu:

i. Surat Peringatan I, No. 554/PEMP-PKB/IX/2014 tanggal 02

September 2014

ii. Surat Peringatan II, No. 71/MB-PKB/X/2014 tanggal 10 Oktober

2014.
55

iii. Surat Peringatan III, No. 782/PEMP-PKB/XI/2014 tanggal 05

November 2014.

iv. Surat Perintah Jual Agunan, No. 87/MB-PKB/XII/2014 tanggal 3

Desember 2014. Surat Panggilan, No. 742/PEMP-PKBA/III/2015

tanggal 12 Agustus 2015.

Bahwa Penggugat tidak mengindahkan surat-surat peringatan yang telah

dikirimkan oleh Tergugat I, maka Tergugat I telah melakukan pengalihan piutang

Penggugat kepada Tergugat II dengan Perjanjian Jual Beli Piutang No. 10 tanggal

10 Desember 2015 dan Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie) No. 11 tanggal 10

Desember 2015 yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris Fery Bakti, SH,

Notaris di Pekanbaru ;

Bahwa kemudian oleh karena Tergugat II menganggap Penggugat melalaikan

kewajibannya, maka Tergugat II melalui perantaraan Tergugat III melakukan

Pelelangan terhadap barang agunan / jaminan tersebut. Pelaksanaan Pelelangan

telah dilaksanakan pada hari, Selasa tanggal 20 September 2016 bertempet dikantor

KPKNL Pekanbaru ;

Bahwa ‘Nilai limit’ atau patokan harga lelang yang terendah yang ditentukan

Tergugat II dan diserahkan kepada Tergugat III selaku Pejabat Lelang untuk

ditawarkan kepada masyarakat adalah Rp. 6.567.167.000,- (enam juta lima ratus

enam puluh tujuh ribu rupiah) diumumkan melalui Koran / Harian Pekanbaru Pos;
56

Bahwa pelaksanaan lelang hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta yaitu

Tergugat IV, dan Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli pemenang lelang dengan

harga. Rp. 6.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta rupiah).

Bahwa pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan sesuai prosedur / ketentuan

Menteri Keuangan RI No.. 93/PMK.06/2010, tanggal 23 April 2010 tentang

petunjuk Pelaksanaan Lelang, yaitu :

- Pengumuman lelang dilakukan melalui Koran / Surat Kabar Pekanbaru Pos

dihalaman tengah.

Bahwa seharusnya pengumuman lelang dilaksanakan melalui surat kabar

dengan oplah :

- Paling sedikit 15.000 (lima belas ribu) exemplar apabila pada surat

kabarharian yang terbit di ibukota Propinsi.

- Paling sedikit 5.000 (lima ribu) exemplar, apabila dilakukan pada surat

kabar hasian tersebut di Kota / Kabupaten.

- Pengumuman lelang dimaksud harus dicantumkan dalam harian utama /

reguler dan dilarang dicantumkan pada halam suplemen / tambahan.

Bahwa pengumuman lelang harusnya disesuaikan melalui Harian / Koran Riau

Pos, Tribun Pekanbaru Kota dan Haluan Riau Pos, Tribun Pekanbaru atau Haluan

Riau Pos yang merupakan harian terkemuka di Kota Pekanbaru, bukan diumumkan

melalui koran Pekanbaru Pos yang tidak banyak dibaca oleh masyarakat Kota

Pekanbaru dan oplahnya rendah dibawah 15.000 (lima belas ribu) exemplar ;
57

- Bahwa apabila peserta lelang hanya 1 orang, maka lelang dibatalkan dan

diumumkan lagi di mass media.

Bahwa harga penawaran dalam lelang adalah sebesar Rp. 6.567.167.000,-

(enam milyar lima ratus enam puluh tujuh juta seratus enam puluh tuju ribu rupiah)

dan dimenangkan oleh Tergugat IV dengan Penawaran Rp. 6.600.000.000,- (enam

milyar enam ratus juta rupiah), bahwa harga tersebut masih dibawah harga pasar

terhadap tanah / bangunan yang dilelang, karena berdasarkan harga pasar

diperkirakan nilai tanah / bangunan tersebut adalah Rp. 7.000.000.000,- (tujuh

milyar rupiah). Bahwa Pemenang Lelang Tergugat IV adalah anak dari Tergugat II,

yang sehari-hari bekerja dengan Tergugat II ;

Bahwa perbuatan Tergugat III yang tetap melaksanakan lelang walaupun

peserta lelang hanya satu orang ;

Bahwa kemudian atas dasar Risalah lelang dari Tergugat III, maka Tergugat

IV, pengajukan proses balik nama kepada Tergugat V, sehingga obyek tanah /

bangunan beralih menjadi nama Tergugat IV ;

Bahwa perbuatan Tergugat V sebagai administrator pertanahan di kota

Pekanbaru memproses permohonan balik nama Tergugat IV yang dasar

permohonannya adalah sebagai pembeli / pemenang lelang, sehingga akibatnya

SHM No. 7360/Simpangbaru, berganti nama dari atas nama Syafrida Yahya

menjadi atas nama Fachrurozi Zar’an ;

Menimbang, bahwa dalil Penggugat menyatakan nilai limit atau patokan harga

lelang yang terendah yang ditentukan Tergugat II dan diserahkan kepada Tergugat
58

III selaku Pejabat Lelang untuk ditawarkan kepada masyarakat adalah Rp.

6.567.167.000,- (enam juta lima ratus enam puluh tujuh ribu rupiah) diumumkan

melalui Koran / Harian Pekanbaru Pos. Pelaksanaan lelang pada tanggal 20

September 2016 bertempat di Kantor KPKNL Pekanbaru hanya diikuti oleh 1 (satu)

orang peserta yaitu Tergugat IV, dan Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli

pemenang lelang dengan harga. Rp. 6.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta

rupiah). Bahwa pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan sesuai prosedur / ketentuan

Menteri Keuangan RI No.. 93/PMK.06/2010, tanggal 23 April 2010 tentang

petunjuk Pelaksanaan Lelang, yaitu :

- Pengumuman lelang dilakukan melalui Koran / Surat Kabar Pekanbaru Pos

dihalaman tengah.

Bahwa seharusnya pengumuman lelang dilaksanakan melalui surat kabar

dengan oplah :

- Paling sedikit 15.000 (lima belas ribu) exemplar apabila pada surat kabar

harian yang terbit di ibukota Propinsi.

- Paling sedikit 5.000 (lima ribu) exemplar, apabila dilakukan pada surat

kabar hasian tersebut di Kota / Kabupaten.

- Pengumuman lelang dimaksud harus dicantumkan dalam harian utama /

reguler dan dilarang dicantumkan pada halam suplemen / tambahan.

Bahwa pengumuman lelang harusnya disesuaikan melalui Harian / Koran Riau

Pos, Tribun Pekanbaru Kota dan Haluan Riau Pos, Tribun Pekanbaru atau Haluan

Riau Pos yang merupakan harian terkemuka di Kota Pekanbaru, bukan diumumkan
59

melalui Koran Pekanbaru Pos yang tidak banyak dibaca oleh Masyarakat yang

Oplahnya rendah dibawah 15.000 (lima belas ribu) eksamplar ;

Menimbang, bahwa berdasarkan nilai limit atau patokan harga lelang yang

terendah memang berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Pekanbaru

berdasarkan Bukti P-4 Penggugat yaitu surat keterangan harga limit, harga limit

tersebut berdasarkan hasil penilaian/appraisal KJPP Abdullah Fitrianto dan Rekan

tanggal 17 Juni 2016 berdasarkan permintaan Kuasa Hukum Tergugat II dan IV

(bukti P-8 Penggugat). Penentuan nilai limit berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tanggal 22 Februari 2016, di dalam pasal 43

ayat (2): “penetapan nilai limit menjadi tanggung jawab penjual”. Selanjutnya

dalam pasal 44 ayat (1): “Penjual menetapkan nilai limit, berdasarkan:

a. penilaian oleh Penilai; atau b. penaksiran oleh penaksir. Dengan demikian

pelaksanaan lelang telah sesuai dengan ketentuan perundangan yang

berlaku ;

Menimbang, bahwa dalam pelaksanaan lelang, sebagaimana ketentuan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 pasal 3 ayat (1): lelang

dilaksanakan walaupun hanya di ikuti oleh 1 (satu) Peserta Lelang, berdasarkan

bukti-bukti yang ajukan oleh kedua belah pihak bahwa pemenang lelang adalah

Tergugat IV adalah anak kandung dari Tergugat II, patut diketahui bahwa Tergugat

IV bekerja di SPBU milik Tergugat II, kemampuan finansial Tergugat IV untuk

memiliki uang sebanyak Rp. 600.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta

rupiah) patut diragukan, menurut pertimbangan Majelis Hakim sebagaimana


60

dengan asas kepatutan dan dan kewajaran, seharusnya Tergugat III meninjau ulang

atau mempertanyakan kembali pelaksanaan lelang dengan cara melakukan

penawaran kembali pelaksanaan pelelangan, sehingga tidak ada pihak-pihak yang

merasa dirugikan dan pelaksanaan dapat dipertanggung jawabkan ;

Menimbang, bahwa di dalam Peraturan Menteri Keuangan Repbulik Indonesia

Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 4

disebutkan: “Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

tidak dapat dibatalkan”. Namun apabila proses pelaksanaan yang telah dilakukan

tidak adanya keadilan (Rechtvaardig) dan tidak adanya kepatutan (Redelijk) serta

tidak sesuai dengan hukum (Rechtmatig), dapat dibatalkan ;

Menimbang, bahwa berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dalam

Putusan Nomor: 1497/K/Pdt/2001, tanggal 19 November 2003, di dalam

pertimbangan nya disebutkan : “ bahwa keberatan ini dapat dibenarkan, karena

tidak adanya keadilan (Rechtvaardig) dan tidak adanya kepatutan (Redelijk) serta

tidak sesuai dengan hukum (Rechtmatig), terhadap terjadinya pelelangan yang

dilakukan oleh Termohon Kasasi III semula Tergugat III (Kepala Kantor Lelang

Jakarta) atas barang yang berupa persil yang menjadi jaminan hutang Pemohon

Kasasi semula Penggugat, karena Termohon Kasasi II semula Tergugat II adalah

karyawan dari Termohon Kasasi I semula Tergugat I, sehingga uang yang

digunakan untuk membayar harga lelang tersebut berasal dari termohon Kasasi I

semula Tergugat I, sedangkan menurut hukum adanya larangan kreditur untuk

membeli sendiri barang yang digunakan jaminan oleh debiturnya, lagi pula
61

Termohon Kasasi II semula Tergugat II adalah pembeli lelang satu-satunya yang

hadir ditempat dan pada waktu lelang dilakukan ;

Bahwa karena terjadinya lelang in casu telah dilakukan tidak secara

rechtvaardig dan redelijk serta rechtmatig, maka perbuatan Termohon Kasasi I, II,

III semula Tergugat I, II, III in casu dikategorikan sebagai perbuatan melawan

hukum, karenanya lelang in casu haruslah dibatalkan ;

C. PUTUSAN HAKIM

MENGADILI

Dalam Eksepsi :

1. Menolak Eksepsi para Tergugat seluruhnya ;

Dalam Pokok Perkara :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian ;

2. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan

Tergugat Vtelah melakukan tindakan atau perbuatan melawan hukum ;

3. Menyatakan Tergugat IV merupakan pembeli lelang yang beritikad buruk

atau beritikad tidak baik ;

4. Menyatakan nilai limit objek hak tanggungan pada lelang eksekusi

olehTergugat III tanggal 20 September 2016 Risalah lelang No.768/2016

cacat hukum atau tidak sah ;


62

5. Menyatakan pelelangan oleh Tergugat III tanggal 20 September 2016

Risalah lelang No.768/ 2016 tidak syah dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat ;

6. Menyatakan Risalah lelang No.768/2016 tanggal 20 September 2016 oleh

Tergugat III tidak syah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;

7. Memerintahkan Tergugat III untuk membatalkan Risalah Lelang

No.768/2016 tanggal 20 September 2016 ;

8. Menghukum Para Tergugat I ,Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan V

untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.521.000,- (satu juta lima ratus

dua puluh satu ribu rupiah) ;

9. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya ;

D. ANALISIS PUTUSAN

Berdasarkan putusan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan semua dasar-

dasar bukti yang telah diajukan di dalam persidangan yang mana hal tersebut

dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara eksekusi objek hak

tanggungan, yang diputuskan semuanya dalam putusan sebagaimana di atas,

menurut penulis, putusan hakim sangatlah benar dengan alasan sebagai berikut :

1. Pernyataan hakim yang menyatakan menolak seluruh eksepsi dari semua

Tergugat maka dapat diuraikan bahwa :

a. Bahwa Penggugat dalam gugatannya dalam poin 16 halaman 7

menyatakan: “Bahwa perbuatan Tergugat I yang segera menjual

piutang melalui Cessie, kepada Tergugat II, padahal Tergugat I


63

mengetahui adanya itikad baik dari keluarga Penggugat, namun tetap

menjual piutang kepada TergugatII adalah Perbuatan Melawan Hukum.

Pernyataan Perbuatan Melawan Hukum adalah sebagaimana yang

disampaikan oleh Penggugat dalam Gugatannya tersebut, dengan

demikian eksepsi Tegugat I patut ditolak, menurut penulis telah sesuai

dengan aturan yang berlaku, karena dengan adanya itikad baik apalagi

Tergugat mengetahui itikad baik tersebut sebaiknya Tergugat tidak

langsung menjual piutang tersebut dilihat bahwa maksud dari itikad

baik itu sendiri untuk mencegah kelakuan yang tidak patut dan

sewenang-wenang dari salah satu pihak sehingga terciptanya standar

keadilan atau kepatutan sebagai penghormatan tujuan hukum sehingga

tidak terjadi suatu perbuatan yang salah atau melawan hukum.

b. Bahwa Penggugat dalam Petitumnya telah meminta kepada Majelis

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara aquo untuk menyatakan

Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Petitum

Penggugat ini jelas merupakan Petitum yang tidak jelas, karena dalam

Gugatan tidak menyebutkan bentuk Perbuatan Melawan Hukum

apayang dilakukan Tergugat I dan aturan / norma hukum apa yang

dilanggar, sehingga pernyataan perbuatan melawan hukum yang

dimintakan Penggugat kepada Majelis Hakim adalah petitum yang

keliru dan tidak jelas, bahwa dalam tanggapannya terhadap Tergugat I

telah sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, sehingga

gugatan tidak kabur, Petitum Penggugat sudah jelas dan terang karena
64

menjelaskan perbuatan PMH dan memuat posita dan petitum yang

jelas, serta kerugian yang diderita oleh Penggugat, akibat dari perbuatan

Para Tergugat. eksespsi ini patut ditolak, menurut penulis telah sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

c. Tanggapan terhadap Tergugat IIdan IV perubahan gugatan dibenarkan

berdasarkan Yurisprudensi MANo.209/K/SIP/1970 tanggal 6 Maret

1971 menyatakan perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan asas-

asas hukum acara perdata, asal tidak mengubah dan menyimpang dari

kejadian materil walaupun tidak ada tuntutan subsidair untuk peradilan

yang adil, eksepsi Tergugat II dan IV patut ditolak, karena menurut

penulis telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

d. Tanggapan atas jawaban Tergugat III menyangkut perubahan gugatan

adalah sejalan dengan tanggapan terhadap Tergugat II dan IV,

penyebutan identitas Tergugat III sudah tepat yang tidak memerlulan

atau melibatkan instansi atasnya dalam hal ini Kementerian Keuangan

RI dan gugatan tidak kabur, eksepsi Tergugat III patut ditolak, karena

menurut penulis telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Putusan menyatakan dan menetapkan bahwa Menyatakan Tergugat I,

Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat telah melakukan

tindakan atau perbuatan melawan hukum, menurut penulis telah sesuai

dengan peraturan yang berlaku, “KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan

Dengan Penjelasan menjabarkan unsur-unsur PMH dalam Pasal 1365

KUHPerdata sebagai berikut :


65

a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif)

b. Perbuatan itu harus melawan hukum ada kerugian

c. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum

itu dengan kerugian.

d. Ada kesalahan

3. Menyatakan Tergugat IV merupakan pembeli lelang yang beritikad buruk

atau beritikad tidak baik, menurut penulis sesuai dengan peraturan yang

berlaku, karena Pelaksanaan lelang tidak sesuai aturan yang berlaku,

pelaksanaan lelang hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta yaitu Tergugat

IV, dan Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli pemenang lelang dengan

harga. Rp. 6.600.000.000,- (enam milyar enam ratus juta rupiah). Bahwa

pelaksanaan lelang tidak dilaksanakan sesuai prosedur / ketentuan Menteri

Keuangan RI No.. 93/PMK.06/2010, tanggal 23 April 2010 tentang

petunjuk Pelaksanaan Lelang,

4. Menyatakan nilai limit objek hak tanggungan pada lelang eksekusi oleh

Tergugat III tanggal 20 September 2016 Risalah lelang No.768/2016 cacat

hukum atau tidak sah, karena nilai limit lelang tidak sesuai.

5. Menyatakan Risalah lelang No.768/2016 tanggal 20 September 2016 oleh

Tergugat III tidak syah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

sehingga Hakim Memerintahkan Tergugat III untuk membatalkan Risalah

Lelang No.768/2016 tanggal 20 September 2016

Menghukum Para Tergugat I ,Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan V untuk

membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.521.000,- (satu juta lima ratus dua puluh
66

satu ribu rupiah), menurut penulis, putusan hakim tentang membebankan biaya

perkara kepada tergugat adalah benar karena tergugat sebagai pihak yang kaah dan

terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dijelaskan tersebut diatas maka penulis dapat

menyimpulkan sebagai berikut :

1. Eksekusi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan

dengan tanah merupakan salah satu prosedur penyelesaiain atas perjanjian

utang piutang yang terjadi antara debitur dengan kreditur dan sebagai

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mendapatkan kekuasaan hukum

tetap, objek dari eksekusi adalah salinan dan groose akta (salinan akta tetap)

yang dapat disamakan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap yang diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 dan

diharapkan dapat memberikan kepastian hukum tentang pengikatan jaminan

dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut

sebagai jaminan.

2. Pemberian kredit seringkali terjadinya kegagalan atau kredit macet sehingga

menyebabkan terjadinya proses Eksekusi Hak Tanggungan, di dalam

Eksekusi hak tanggungan itu sendiri tidak luput dari munculnya

permasalahan-permasalahan yang akan terjadi, seperti rendahnya nilai limit

lelang yang tidak sesuai dengan Risalah Lelang No. 768/2016 tentang

petunjuk pelaksanaan lelang dan proses lelang yang dilaksanakan hanya

diikuti oleh satu orang peserta, jelas bahwa ini tidak sesuai dengan

67
68

ketentuan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 93/PMK.06/2016,

dengan tidak adanya proses eksekusi hak tanggungan yang sesuai sehingga

menyebabkan terjadinya suatu pembatalan lelang terssebut.

B. SARAN

Karena banyaknya kesalahan-kesalahan terjadi dan masalah yang muncul

dalam Eksekusi Hak Tanggungan, penulis memeberikan saran

1. sebaiknya proses Eksekusi Hak Tanggungan dilaksanakan sesuai apa yang

diatur dalam Peraturan Menteri keuangan dan Undang-undang yang

mengatur sehingga tidak terjadinya hambatan dalam kelangsungan eksekusi

hak tanggungan dan tidak adanya kerugian dari salah satu pihak.

2. Dalam mengadili dan memberikan keputusan hakim telah benar

memberikan putusan yang se adil-adilnya kepada penggugat maupun

tergugat dalam perkara tetapi alangkah baiknya jika hakim memberikan

putusan yang dapat memberikan efek jerah kepada pihak yang dinyatakan

kalah dalam persidangan jika itu menyangkut perilaku melawan hukum agar

berkurangnya tindakan yang dianggap melawan hukum di dalam kehidupan

bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai