USULAN PENELITIAN
1
2
4
5
Gambar 2.3 Pola Powder X-Ray Diffraction (PXRD) (a) EPMS, (b) Asam Tartrat,
(c) Kokristal 1:1, (d) Kokristal 1:2, (e) Kokristal 1:3
6
Dari difraktogram yang dapat dilihat pada gambar 2.3 menunjukkan bahwa
kokristal 1:1 (c) menunjukkan adanya puncak baru pada 2θ = 18,63°; 23,38°, dan
35,37°, kokristal 1:2 (d) pada 2θ = 18,64°; 18,8°; 23,36°, dan 35,37°, lalu kokristal
1:3 (e) pada 2θ = 18,8°; 23,37°, dan 35,32°. Adanya puncak baru tersebut
mengidentifikasikan terbentuknya formasi kristal baru (Ramdani, 2018).
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting
dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna (Gozali, dkk., 2012).
Menurut penelitian Aswin (2018) peningkatan kelarutan kokristal EPMS:asam
tartrat dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hasil Uji Kelarutan
Kadar EPMS Terlarut
Sampel Peningkatan Kelarutan
(mg/10mL)
EPMS 0,301±0,0008
Kokristal 1:1 0,420±0,0024 1,39x
Kokristal 1:2 0,452±0,0020 1,50x
Kokristal 1:3 0,434±0,0004 1,44x
2.3 Bioavailabilitas
Bioavailabilitas (BA) merupakan suatu pengukuran laju dan jumlah bahan
aktif atau bagian aktif yang diabsorpsi dari suatu produk obat dan tersedia pada site
aksi. Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah
disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk dipasarkan. Bioavailabilitas dapat
dipertimbangkan sebagai satu aspek kualitas produk obat yang mengkaitkan
tampilan in vivo produk obat yang digunakan dalam percobaan klinis pada studi
yang menunjukkan bukti keamanan dan kemanjuran (Shargel, dkk., 2012).
2.3.1 Klasifikasi Bioavailabilitas
Studi bioavailabilitas berguna dalam menetapkan pengaruh perubahan
sifat fisikokimia bahan obat dan pengaruh produk obat (bentuk sediaan) pada
farmakokinetik obat. Terdapat dua jenis bioavailabilitas yaitu (Shargel, dkk.,
2012):
A. Bioavailabilitas relatif
Bioavailabilitas relatif adalah ketersediaan dalam sistemik suatu
produk obat dibandingkan terhadap suatu standar yang diketahui.
7
Bioavailabilitas relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis
dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan 2.1
berikut:
[AUC]A
Bioavailabilitas relatif =
[AUC]B
B. Bioavailabilitas absolut
Bioavailabilitas absolut adalah bioavailabilitas sistemik suatu obat
setelah pemakaian ekstravaskuler (misal oral, rektal, transderma,
subkutan) dibandingkan terhadap dosis i.v. Bioavailabilitas absolut
setelah pemakaian oral dengan menggunakan data plasma dapat
ditentukan dengan persamaan 2.3 berikut:
[AUC]PO/dosis PO
Bioavailabilitas absolut = F =
[AUC]IV/dosis IV
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortir dan stamper,
desikator, sonde oral, rat mouse restrainer, disposable syringe 5 cc, tabung heparin,
sentrifugasi, high performance liquid chromatography (HPLC), dan alat-alat gelas
yang biasa digunakan dalam laboratorium.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur
wistar, kristal EPMS, asam tartrat, metanol, akuabides, dan akuades.
9
10
Aitipamula, S., Banerjee, R., Bansal, A.K., Biradha. K., Cheney, M.L., Choudhury,
A.R., Desiraju, G.R., Dikundwar, A.G., Dubey, R., Duggirala, N., Ghogale,
P.P., Ghosh, S, Goswami, P.P., Goud, N.R., Jetti, R.R.K.R., Karpinski, P.,
Kaushik, P., Kumar, D., Kumar, V., Moulton, B., Mukherjee, A., Mukherjee,
G., Myerson, A.S., Puri, V.,Ramanan, A., Rajamannar, T., Reddy, C.M.,
Hornedo, N.R., Rogers, R.D., Row, T.N.G., Sanphui, P., Shan, N., Shete, G.,
Singh, A., Sun, C.C., Swift, J.A., Thaimattam, R., Thakur, T.S., Thaper, R.K.,
Thomas, S.P., Tothadi, S., Vangala, R., Variankaval, N., Vishweshwar, P.,
Weyna, D.R., and Zaworotko, M.J. 2011. “Polymorphs, Salts, and Cocrystals:
What’s in a Name?.” Crystal Growth & Design 12 (5): 2147−2152.
Almarsson, O., Hickey, M.B., Peterson, M.L., Zaworotko, M.J., Moulton, B.,
Hornedo, N.R. 2011. Pharmaceutical Co-crystal Compositions. Nomor Paten
US7927613.
Firmansyah, A., Riasari, H., Rachmaniar, R., dan Kenti. 2018. “Kristal Etil
Parametoksisinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga
L).” Usul Uber HKI Bantuan Pendaftaran Paten. Bandung: Sekolah Tinggi
Farmasi Indonesia. Hal. 1.
Gozali, D., Bahti, H.H., Soewandhi, S.N., dan Abdassah, M. 2013. “Pembentukan
Kokristal Antara Kalsium Atorvastatin dengan Isonikotinamid dan
Karakterisasinya.” Jurnal Sains Materi Indonesia 15 (2): 103-110.
11
12
Patel, J., Aneja, K., and Tiwari, R. 2010. “Bioavailability and Bioequivalence Trials
and Its Necessity.” International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences 2 (3): 1-8.
Qiao, N., Li, M., Schlindwein, W., Malek, N., and Davies, A., Trappitt, G. 2011.
“Pharmaceutical cocrystals: An overview.” International Journal of
Pharmaceutics 419 (1-2): 1–11.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6th ed. London: The Pharmaceutical Press. P. 732.
Shan, N., and Zaworotko, M.J. 2008. “The role of cocrystals in pharmaceutical
science.” Drug Discovery Today 13 (9–10): 440-446.
Shargel, L., Pong, S.W., dan Andrew, B.C. 2012. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan. Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga University
Press. Hal. 452; 453; 456-461.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.