Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil

No Hasil Gambar

1.

Ekstrak Kental Teripang Laut


dengan Pelarut Metanol

2.
Fraksinasi Teripang Laut
dengan Pelarut n-heksan : etil
pada Beberapa Konsentrasi

3.

KLT dengan Eluen N-heksan :


Etil asetat (9:1)

4.

KLT dengan Eluen N-heksan :


Etil : Amoniak (2:1:0.8)
4.2 Pembahasan
Teripang adalah salah satu jenis komoditas perikanan yang telah lama
dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Indonesia baik dalam bentuk basah maupun
kering. Kadar protein yang cukup besar memberikan nilai gizi yang baik.
Kandungan lemaknya mengandung asam lemak tidak jenuh yang juga sangat
diperlukan bagi kesehatan jantung dan otak. Salah satu senyawa bioaktif yang
terkandung dalam teripang adalah senyawa steroid alami yang sangat potensial.
Kandungan steroid dalam jaringan tubuh dan pembuluh darah dapat berupa hormon
steroid, asam lemak bebas, trigliserida maupun kolesterol (Fredalina et al. 1999;
Kustiariyah, 2006; Nurjanah, 2008).
Steroid merupakan salah satu jenis hormon yang memiliki nilai ekonomis
cukup penting dalam industri farmasi sebagai aprodisiaka dan, penambah vitalitas.
Selama ini yang banyak digunakan di industri adalah hormon steroid sintetik,
seperti metiltestosteron dimana senyawa sintetik ini mempunyai beberapa
kelemahan yaitu tidak mudah diuraikan dalam tubuh dan dapat menimbulkan efek
samping yang tidak dikehendaki, sedangkan senyawa alami mempunyai kelebihan
mudah diserap oleh tubuh dan efek samping yang ditimbulkan sedikit
(Wiryowidagdo, 2005).
Bagian tubuh teripang yang paling banyak mengandung steroid adalah
daging teripang (Xue-Yan Fu, Chang-hu Xue, 2005). Berdasarkan hasil penelitian
yang pernah dilakukan diantaranya hasil penelitian Stonik et al, (1998),
menunjukkan bahwa teripang hitam (Holothuria nobilis) dan teripang pasir
(Holothuria scabra) mengandung steroid. Hasil penelitian Kustiariyah (2006) juga
membuktikan teripang pasir (Holothuria scabra) mengandung steroid, sedangkan
hasil penelitian Riani et al. (2006) juga menunjukkan mengandung steroid.
Untuk mendapatkan senyawa steroid alami dari teripang atau sumber daya
alam lainnya diperlukan sebuah langkah ekstraksi atau pemisahan dari senyawa-
senyawa lainnya. Ilmu pemisahan ini dipelajari dalam ilmu fitokimia. Analisis
fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau
cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya
(Moelyono, 1996). Menurut Robinson (1991) alasan melakukan uji fitokimia
adalah untuk menetukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang
bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem
biologis.
Untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder ada beberapa langkah
yang harus dilakukan. Langkah pertama yaitu mengekstrak teripang dengan metode
dan pelarut yang sesuai. Metode ektraksi yang tepat untuk mengekstrak teripang
yaitu dengan metode maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindungi cahaya matahari
langsung. Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindungi cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
didalam sel dengan diluar sel. Larutan dengan konsentrsinya tinggi akan terdesak
keluar dan digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan
didalam sel dan diluar sel (Adrian, 2000; Ansel, 1989).
Untuk mendapatkan ekstrak kental, teripang (Stichopus variegatus), diekstrak
dengan menggunakan pelarut metanol. Sampel dimasukan kedalam wadah
kemudian dimasukan metanol sampai semua sampel terendam. Menurut Maro et
al (2015), Metanol digunakan sebagai pelarut dalam proses maserasi karena
metanol merupakan pelarut yang mempunyai kepolaran yang tinggi sehingga dapat
melarutkan senyawa baik polar, semipolar, maupun non polar pada sampel. Selain
itu, jika dibandingkan dengan pelarut air, metanol lebih unggul karena lebih
selektif, tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, tidak beracun serta absrobsinya
baik dan panas yang diperlukan pemekatan lebih sedikit. Selain itu, menurut
Tasmin (2014), metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut
yang dapat melisiskan membran sel pada tanaman dan memiliki struktur molekul
yang kecil sehingga mampu menembus jaringan tumbuhan untuk menarik senyawa
aktif keluar. Sampel kemudian didiamkan selama tiga hari dan kemudian dilakukan
proses evaporasi. Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari
pelarut sehingga mendapatkan ekstrak yang baik.
Proses selanjutnya yaitu fraksinasi. Fraksinasi adalah teknik pemisahan dan
pengelompokan kandungan kimia ekstrak berdasarkan kepolaran. Pada proses
fraksinasi digunakan dua pelarut atau lebih yang tidak tercampur dan memiliki
tingkat kepolaran yang berbeda. Senyawa senyawa yang terdapat dalam ekstrak
akan terpisah menurut kepolarannya (Hawkins dan Rahn, 1997).
Metode yang paling sering digunakan untuk memfraksinasi suatu senyawa
adalah kromatografi cair vakum (KCV). Metode KCV adalah suatu metode yang
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa didalam ekstrak. Sampel tersebut
bermigrasi terhadap fasa diam dan fasa gerak dengan cepat karena berada dalam
suasana vakum (Oktaviani et al., 2015). Prinsip kerja KVC yaitu partisi dan
adsorpsi komponen senyawa yang pemisahannya dibantu dengan tekanan dari alat
vakum (Maro et al., 2015). Fasa diam yang digunakan dalam kromatografi kolom
cair vakum adalah silika gel, sedangkan fasa geraknya digunakan fasa gerak dengan
beberapa eluen n-heksan 100 %, n-heksan : etil 30 : 70, n-heksan : etil 50 : 50, etil
100 %, metanol 100%, heksan : etil 10 : 90, n-heksan : etil 20 : 80.
Menurut Hostetman (1995), pada KCV kolom dikemas secara kering dalam
keadaan vakum. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukan
langsung pada bagian atas kolom atau lapisan penyerap dan dihisap secara
perlahan-lahan kedalam kemasan dengan mmevakumnya. Kolom dielusi dengan
pelarut yang cocok , mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah kemudian
ditingkatkan kepolarannya secara perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering
pada setiap pengumpulan fraksi.
Selanjutnya masing-masing fraksi di analisis menggunakan kromatografi
lapis tipis. Hal yang pertama dilakukan yaitu evaporasi hasil farksinasi dari sampel
teripang pasir yang telah difraksinasi sebelumnya. Evaporasi adalah proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Proses
evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut,
memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air. Prinsip evaporasi yaitu
penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat
dan tujuan dilakukan penguapan adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang
digunakan agar tidak mengganggu pada proses selanjutnya. Hasil ekstrak yang
kental ini diperlukan sebagai larutan sampel yang akan diuji pada lempeng KLT
untuk melihat kandungan didalam ekstrak tersebut apakah terdapat analgesik atau
semacamnya (Praptiningsih, 1999; Sudjadi, 1986; Stahl, 1985).
Setelah dilakukan evaporasi, ekstrak kental selanjutnya dianalisis dengan
metode kromatografi lapis tipis. KLT merupakan bagian dari kromatografi yaitu
salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan
berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa
diam yang menahan cuplikan secara selektif. KLT adalah salah satu bentuk/model
dari kromatgrafi cair dimana sampel diaplikasikan sebagai noda atau goresan pada
lapisan penjerap tipis yang dilaburkan diatas lempeng plastik, gelas atau logam
(Hendayana, 1994).
Metode kromatografi lapis tipis didasarkan pada prinsip adsorbsi dimana
pemisahan terjadi karena adanya penyebaran daya serap terhadap adsorben dan
kelarutan komponen kimia terhadap cairan pengelusi. Menurut Soebagio (2002),
prinsip kerja KLT ialah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran
antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Semakin dekat kepolaran antara
sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Pada proses KLT, langkah pertama yang dilakukan yaitu disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan, dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Menurut
Tjay dan Rahardja (2007) alkohol 70% berfungsi sebagai desinfektan yaitu dengan
konsentrasi 1% sebagai desinfektan peralatan ditambah dengan natriumnitrit 0,5%
guna mencegah timbulnya karat. Selanjutnya dilakukan pembuatan eluen N-heksan
: Etil asetat (9:1), dan n-heksan : Etil : Amoniak (2:1:0.8). Menurut Keneddi (1990),
adapun tujuan dari pembuatan eluen dengan perbandingan antara pelarut polar dan
non polar yang berbeda karena didalam sampel terdapat senyawa yang berbeda
kepolarannya. Untuk meningkatkan kepolaran pelarut dilakukan perbandingan
campuran pelarut Selanjutnya dijenuhkan eluen menggunakan tisu. Alasan
penjenuhan eluen sebelum digunakan yaitu untuk menghilangkan uap air didalam
gelas kaca agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada lempeng,
selain itu agar tekanan yang ada didalam gelas kaca tidak mempengaruhi proses
perambatan noda dengan adanya penjenuhan gelas kaca (Gandjar, 2007).
Setelah eluen siap untuk digunakan, disiapkan lempeng KLT dengan ukuran
5 x 1 cm lalu diberi batas atas dan batas bawah 0,5 cm untuk lempeng yang sudah
dipotong menggunakan pensil. Tujuan pembuatan batas dilakukan dengan
menggunakan pensil dikarenakan bahan pensil tidak dapat bereaksi dengan pelarut
(eluen) yang digunakan (Rizkayanti, 2012). Selanjutnya digunakan penotol untuk
mengambil ekstrak, ditotol pada garis bawah yang ada pada lempeng. Masukkan
lempeng yang sudah ditotol ke dalam eluen yang sudah dijenuhkan. Proses
penjenuhan bejana dilakukan dengan melapisi dinding bagian dalam bejana
kromatografi dengan kertas saring, sekurang-kurangnya setengah keliling bejana
dan hampir mencapai bagian atas bejana, yang berperan sebagai parameter tingkat
kejenuhan bejana terhadap uap eluen. Setelah itu sejumlah eluen dimasukkan ke
dalam bejana kromatografi hingga tinggi permukaan eluen dalam bejana lebih
kurang 2 cm. Tutup rapat bejana dan biarkan hingga seluruh isi bejana jenuh dengan
uap eluen, yang ditunjukkan oleh terbasahinya seluruh permukaan kertas saring
pada dinding bagian dalam bejana oleh eluen. Bejana harus berada dalam kondisi
jenuh oleh uap eluen sebelum digunakan untuk elusi agar elusi bejalan stabil.
Sedapat mungkin menggunakan bejana sekecil mungkin, sehingga kejenuhan dan
homogenitas atmosfer dalam bejana lebih mudah dicapai (Gritter, 1991).
Setelah selesai dielusi, diangkat lempeng dan diamati noda pada lampu uv
366. Menurut Soebagio (2000), pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali lagi ke keadaan semula
sambil melepaskan energi.
Noda yang terdapat pada lempeng selanjutnya ditandai dan kemudian
dihitung nilai Rf-nya. Nilai Rf merupakan jarak yang digerakkan oleh senyawa dari
titik asal dibagi dengan jarak yang digerakan oleh pelarut dari titik asal.
Berdasarkan nilai Rf maka akan diketahui jenis senyawa yang ada didalam suatu
sampel baik dalam bentuk eksrak, fraksi maupun isolat. Hal ini dikarenakan
senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa
yang dipisahkan pada kromatogram (Zaki, M. M., 2013).
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pada fase gerak N-heksan : Etil
(9:1) untuk fraksi n-heksan : etil 50 : 50 diperoleh nilai Rf 0,3. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk (2017) dimana nilai Rf ini
menunjukkan dalam ekstrak teripang pasir terdapat senyawa steroid. Sedangkan
pada fase gerak N-heksasn : Etil : Amoniak (2:1:0,8) dengan fraksi yang sama yaitu
n-heksan : etil 50 : 50 diperoleh nilai Rf sebesar 0,56. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurul Inayah dkk (2012) dimana nilai Rf ini
menunjukkan dalam ekstrak teripang pasir mengandung senyawa steroid.
Pelarut yang digunakan dalam fraksi tersebut adalah heksan dan etil asetat.
Heksana, adalah suatu hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Heksana
merupakan hasil refining minyak mentah. Komposisi dan fraksinya dipengaruhi
oleh sumber minyak. Umumnya berkisar 50% dari berat rantai isomer dan mendidih
pada 60 – 70˚C. Seluruh isomer heksana dan sering digunakan sebagai pelarut
organik yang bersifat inert karena non-polarnya. Sedangkan Etil asetat dengan
rumus molekul (CH3COOC2H5) merupakan cairan tidak berwarna yang mudah
larut dalam air dan pelarut organik, salah satu bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pelarut organik. Etil asetat merupakan pelarut dengan toksisitas rendah yang
bersifat semi polar sehingga diharapkan dapat menarik senyawa yang bersifat polar
maupun non-polar Hal tersebut sesuai dengan sifat dari senyawa yang akan
dianalisis yaitu steroid dimana steroid bersifat nonpolar (Rachmawan, V. J, 2014);
Atkins, 1987; Putri, W. S., et al, 2017; Jannati, 2013)

Anda mungkin juga menyukai