Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Partisi
Partisi adalah proses pemisahan untuk memperoleh komponen zat
terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Dapat juga didefenisikan sebagai dispersi komponen kimia dari ekstrak
yang telah dikeringkan dalam suatu pelarut yang sesuai berdasarkan kelarutan
dari komponen kimia dan zat-zat yang tidak diinginkan seperti garam-garam
tidak dapat larut. Operasi ekstraksi ini dapat dilakukan dengan mengaduk
suspensi padatan di dalam wadah dengan atau tanpa pemanasan (Najib, 2013).
II.1.2 Metode Partisi
a. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen
kimia di antara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana
sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase
kedua. Ekstraksi cair-cair biasanya dilakukan dengan menggunakan corong
pemisah (separatory funnel). Corong pisah yang berisi sampel dan pelarut
organik dikocok untuk mencampurkan pelarut dengan sampel sehingga
terpisah menjadi dua lapisan yaitu fasa organik dan fasa cair. Ekstraksi
cair-cair mempunyai tujuan untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi
pada tiap komponen. Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase
tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap (Sampurno 2000).
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut di dalam 2
macam zat pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain
perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut
air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat
larut air dan ada pula senyawa yang larut dalam pelarut organik. Satu
komponen dari campuran akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan
tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai
keseimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran kedua fase tersebut
dalam corong pisah (Najib, 2008).
Menurut Harbone (1987), untuk mendapatkan ekstrak dengan jumlah
dan hasil yang optimum dapat menggunakan beberapa pelarut yang
berbeda tingkat kepolarannya. Ekstrasi dapat dilakukan dimulai dengan
pelarut nonpolar (misalnya n-heksana atau kloroform), dilanjutkan dengan
pelarut semipolar (etil asetat atau dietil eter) kemudian pelarut polar
(metanol atau etanol). Pelarut nonpolar dapat memisahkan senyawa lemak,
minyak atsiri dan steroid, sedangkan pelarut semipolar memisahkan
senyawa seperti kumarin, kuinon dan alkaloid. senyawa yang dapat
diperoleh dari ekstraksi pelarut polar berupa glikosida, saponin dan tanin.
Senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi menjadi lebih spesifik karena
dilakukan pemisahan dari ekstrak yang lebih kompleks.
Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan sebagai
pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.
Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian besar
terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa organik non polar sebagian
besar akan terdapat dalam fase air, sedangkan senyawa organik non polar
sebagian besar akan terdapat dalam fase organik. Hal ini yang dikatakan “
like dissolves like “, yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut
dalam pelarut polar, dan sebaliknya (Dirjen POM, 1979).
Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah dilarutkan
dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang pertama, akan
terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran akan memiliki
kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah
beberapa waktu dicapai kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan.
Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan biasanya
dipersingkat oleh pencampuran kedua fase tersebut dalam corong pisah
(Tobo, 2001).
Kelarutan senyawa tidak bermuatan dalam satu fase pada suhu
tertentu bergantung pada kemiripan kepolarannya dengan fase cair,
menggunakan prinsip ”like disolves like”. Molekul bermuatan yang
memiliki afinitas tinggi terhadap cairan dengan sejumlah besar ion
bermuatan berlawanan dan juga dalam kasus ini ”menarik yang
berlawanan”, misalnya senyawa asam akan lebih larut dalam fase air yang
basa daripada yang netral atau asam. Rasio konsentrasi senyawa dalam
kedua fase disebut koefisien partis. Senyawa yang berbeda akan
mempunyai koefisien partisi yang berbeda, sehingga jika satu senyawa
sangat polar, koefisien partisi relatifnya ke fase polar lebih tinggi daripada
senyawa non-polar (Tobo, 2001).
Fraksinasi selanjutnya yaitu suau senyawa hanya ada dalam satu fase,
hal ini dapat dicapai dengan ekstraksi fase awal berturut-turut dengan fase
yang berlawanan. Lebih baik menggunakan elusi berurytan dengan volume
relatif kecil dibandingkan dengan satu kali elusi keseluruh volume (Tobo,
2001).
b. Ekstraksi Padat-Cair
Partisi padat cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh
komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Dapat juga didefenisikan sebagai
dispersi komponen kimia dari ekstrak yang telah dikeringkan dalam suatu
pelarut yang sesuai berdasarkan kelarutan dari komponen kimia dan zat-zat
yang tidak diinginkan seperti garam-garam tidak dapat larut. Operasi
ekstraksi ini dapat dilakukan dengan mengaduk suspensi padatan di dalam
wadah dengan atau tanpa pemanasan (Najib, 2014).
Pelaksanaan ekstraksi padat cair terdiri dari 2 langkah, yaitu (Najib,
2014) :
a. Kontak antara padatan dan pelarut untuk mendapatkan perpindahan
solute ke dalam pelarut.
b. Pemisahan larutan yang terbentuk dan padatan sisa.
Berdasarkan metode ekstraksi padat cair dikenal 4 jenis, yaitu
(Najib, 2014) :
1. Operasi dengan sistem bertahap tunggal.
2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran
silang.
3. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan
4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap dengan aliran yang
berlawanan.
II.1.3 Tujuan Partisi
Ekstraksi cair-cair bertujuan untuk memisahkan analit yang dituju dari
penganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang tidak
saling campur. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan fase yang lain
adalah pelarut organik. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan
di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan
masuk pada pelarut organik, begitupula dengan ekstraksi padat cair akan
tetapi sampel yang digunakan tidak larut air (Tobo, 2001).
II.1.4 Pengertian Evaporasi
Penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan kosistensi ekstrak yang
lebih pekat. Dan tujuan dilakukan penguapan adalah untuk menghilangkan
cairan penyari yang digunakan, agar tidak mengganggu pada proses partisi.
II.1.5 Metode Penguapan (Evaporasi)
a. Penguapan sederhana dimana menggunakan pemanasan.
b. Penguapan pada tekanan yang diturunkan.
c. Penguapan dengan aliran gas
d. Penguapan beku kering
e. Penguapan dengan vakum desikator
f. Penguapan dengan oven.
II.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penguapan (Evaporasi)
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan (Dirjen POM,
1986) :
a. Suhu berpengaruh pada kecepatan penguapan, makin tinggi suhu makin
cepat penguapan. Disamping mempengaruhi kecepatan penguapan, suhu
juga berperanan terhadap kerusakan bahan yang diuapkan. Banyak
glikosida dan alkaloida terurai pada suhu di bawah 100oC.
b. Hormon, enzim dan antibiotic lebih peka lagi terhadap pemanasan. Karena
itu pengaturan suhu sangat ppenting agar penguapan dapat berjalan cepat
dan kemungkinan terjadinya peruraian dapat ditekan sekecil mungkin.
Untuk zat-zat yang peka terhadap panas dilakukan penguapan secara
khusus misalnya dengan pengurangan tekanan dan lain-lain.
c. Waktu Penerapan suhu yang relatif tinggi untuk waktu yang singkat kurang
menimbulkan kerusakan dibandingkan dengan bila dilakukan pada suhu
rendah tetapi memerlukan waktu lama.
d. Kelembaban Beberapa senyawa kimia dapat terurai dengan mudah apabila
kelembabannya tinggi, terutama pada kenaikan suhu. Beberapa reaksi
peruraian seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium untuk
berlangsungnya reaksi tersebut.
e. Cara Penguapan Bentuk hasil akhir seringkali menentukan cara penguapan
yang tepat. Panci penguapan dan alat penyuling akan menghasilkan produk
bentuk cair atau padat. Penguapan lapis tipis menghasilkan produk bentuk
cair. Umumnya cara pemekatan tidak dilakukan dengan lebih dari satu
cara.
II.1.6 Pembagian Ekstrak (Ditjen POM, 1979)
a. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan
alam masih mengandung larutan penyari.
b. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan,
dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi konsistensinya tetap cair
pada suhu kamar.
c. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan
dam tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai konsistensi padat
(berwujud kering)
II.1.6 Pembagian Ekstrak
Secara umum, tujuan ekstraksi adalah (Rachman, 2009):
1. Senyawa kimia sesuai dengan kebutuhan
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin
3. Organisme yang digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya
dibuat dengan cara dididihkan dalam air
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi dalam menguji organisme untuk
mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
II.2 Uraian tanaman
II.3.1 Waru (Hibiscus tiliaceus L.)
a. Klasifikasi (Van Steenis, 2003)
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida Gambar II.3.1
Waru (Hibiscus
Ordo : Malvales tiliaceus L.)

Famili : Malvaceae
Genus : Hubiscus
Spesies : Hibiscus tiliaceus L.
b. Morfologi tanaman
Tumbuhan tropis berbatang sedang, terutama tumbuh di pantai yang
tidak berawa atau di dekat pesisir. Waru tumbuhya liar di hutan dan di
ladang, kadang kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai
pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada
tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan
daun-daunnya lebih lebar (Dalimartha, 2004).
Tinggi pohon sekitar 5-15 m. Batang berkayu, bulat, bercabang,
warnanya coklat. Daun bertangkai, tunggal, berbentuk jantung atau bundar
telur, diameter sekitar 19 cm. Pertulangan menjari, warnanya hijau, bagian
bawah berambut abu-abu rapat. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam
tandan, bertaju 8-11 buah, berwarna kuning dengan noda ungu pada
pangkal bagian dalam, berubah menjadi kuning merah, dan akhirnya
menjadi kemerah-merahan. Buah bulat telur, berambut lebat, beruang lima,
panjang sekitar 3 cm, berwarna coklat. Biji kecil berwarna coklat muda
(Dalimartha, 2004).
c. Nama Daerah
Nama Daerah di Sumatera antara lain adalah: kioko, siron, baru,
buluh, bou, tobe, baru, beruk, melanding. Sementara di Jawa namanya
adalah: waru, waru laut, waru lot, waru lenga, waru lengis, waru lisah,
waru rangkang, wande, baru. Di Nusa Tenggara: baru, waru, wau, kabaru,
bau, fau. Di Sulawesi: balebirang, bahu, molowahu, lamogu, molowagu,
baru, waru. Di Maluku: war, papatale, haru, palu, faru, haaro, fanu, halu,
balo, kalo, pa. Di Papua: kasyanaf, iwal, wakati. Nama Asingnya adalah
Tree hibiscus, dan nama latinnya Hibisci tiliaceus Folium (daun waru),
Hibisci tiliaceus Flos (bunga waru) (Joyoboyo, 2011).
d. Kandungan Kimia
Daun mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, sedangkan
akarnya mengandung saponin, flavonoid, dan tanin (Dalimartha, 2004).
e. Khasiat dan Kegunaan
Dalam pengobatan tradisional, akar waru digunakan sebagai
pendingin bagi sakit demam, daun waru membantu pertumbuhan rambut,
sebagai obat batuk, obat diare berdarah/berlendir, amandel. Bunga
digunakan untuk obat trakhoma dan masuk angin (Martodisiswojo dan
Rajakwangun, 1995).
Daun berkhasiat antiradang, antitoksik, ekspektoran, dan berefek
diuretik. Akar berkhasiat sebagai antipiretik dan peluruh haid (Dalimartha,
2004).
II.3.2 Nangka (Artocarpus heterophyllus)
a. Klasifikasi (Rukmana, 1997)
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales Gambar II.3.2
Nangka
Famili : Moraceae (Artocarpus heterophyllus)
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus
b. Morfologi tanaman
Pohon Artocarpus heterophyllus memiliki tinggi 10-15 meter.
Batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Bunga
nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada di ketiak
daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan
tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di batang baru di antara
daun atau di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika masak, oval,
dan berbiji coklat muda (Heyne, 1987).
Daun berbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata,tumbuh secara
berselang-seling dan bertangkai pendek, permukaan atas daun berwarna
hijau tua mengkilap, kaku dan permukaan bawah daun berwarna hijau
muda. Bunga tanaman nangka berukuran kecil, tumbuh berkelompok
secara tersusun dalam tandan, bunga muncul dari ketiak cabang atau pada
cabang-cabang besar (Rukmana, 1997).
c. Nama daerah
Panah (Aceh), pinasa, sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau
enaduh (Dayak), binaso, kuloh (Timor) dan nangka (Sunda dan Madura)
(Rukmana, 1997).
d. Kandungan kimia
Hasil skrining fitokimia pada daun nangka yang telah dilakukan
menunjukkan hasil positif terhadap senyawa flavonoid, saponin dan tanin
(Dyta, 2011).
e. Khasiat dan kegunaan
Menurut Prakash dkk. (2009), dalam pengobatan tradisional daun
nangka digunakan sebagai obat demam, bisul, luka, dan beberapa jenis
penyakit kulit akibat bakteri terutama bakteri Staphylococcus aureus yang
merupakan bakteri patogen alami pada tubuh manusia penyebab berbagai
infeksi kulit. Kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada
daun nangka disebabkan adanya senyawa aktif yang terkandung dalam
daun nangka.
Flavonoid dikenal memiliki fungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi,
antifungi, antiviral, antikanker dan antibakteri. Senyawa flavonoid yang
telah diisolasi dan diidentifikasi dari daun nangka (Artocarpus
heterophyllus), yaitu isokuersetin. Flavonoid sebagai antibakteri bekerja
dalam mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa
dapat diperbaiki lagi (Pelczar et al., 1998).
II.3.3 Cengkeh (Syzygium aromaticum, L)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magoliopsida
Ordo : Myrtales Gambar II.3.3
Cengkeh
Family : Myrtacae (Syzygium aromaticum, L.)
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum, L.
b. Nama daerah
Diberbagai daerah cengkeh dikenal dengan beberapa nama yaitu
wunga lawang (Bali), bungeu lawang (Gayo), sake (Nias), cangkih
(Lampung, hungolawa (Gorontalo), canke (Bugis), sinke (Flores),
pualawane (Ambon), gomode (Halmahera dan Tidore) (A.N.S, 2007).
c. Morfologi
Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang
pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh mampu bertahan hidup puluhan
bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 220-3- meter dan
cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh
tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil
yang mudah patah. Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh
berbentuk kerucut. Daun cengkeh berwarna hijau dan berbentuk bulat telur
memanjang dengan bagian ujung dan pangkalnya menyudut, rata-rata
mempunyai ukuran lebar berkisar 2 - 3 cm dan panjang daun tanpa tangkai
berkisar 7,5 - 12,5 cm. bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung
ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan (Dalimartha, 2000).
Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan,
kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi
menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedang bunga cengkeh kering akan
berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak
atsiri. Umumya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4 – 7 tahun.
Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan
mendapat sinar matahari langsung (A.N.S, 2007).
d. Kandungan kimia
Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) selain mengandung minyak
atsiri, juga mengandung senyawa kimia yang disebut eugenin, asam
oleanolat, asam glotanat, fanilin, karyofiln, resind an gom (A.N.S, 2007).
e. Khasiat dan kegunan
Bunga cengkeh berkhasiat mengobati kolera dan menambah denyut
jantung, mengobati campak (A.N.S, 2007).
II.3.4 Kayu manis (Cinnamomum burmanni) (Rismunandar dan Paimin, 2001).
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Gymnospermae
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Policarpicae
Famili : Lauraceae Gambar II.3.4
Kayu Manis (Cinnamomum
Genus : Cinnamomum burmanni)
Spesies : Cinnamomum burmanni
b. Morfologi
Daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral.
Panjangnya sekitar 9–12 cm dan lebar 3,4–5,4 cm, tergantung jenisnya.
Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun tuanya hijau tua. Bunga-
bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning,
ukurannya kecil. Buahnya adalah buah buni, berbiji satu dan berdaging.
Bentuknya bulat memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua
berwarna ungu tua (Irawan. Dkk, 2007).
c. Kandungan kimia
Dalam kulit masih banyak komponen–komponen kimiawi misalnya:
damar, pelekat,tanin, zat penyamak, gula, kalsium, oksalat, dua jenis
insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya. Beberapa
bahan kimia yang terkandung di dalam kayu manis diantaranya minyak
atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar dan
zat penyamak (Hariana, 2007).
d. Khasiat
Minyak atsiri dari kayu manis mempunyai daya bunuh terhadap
mikroorganisme (antiseptis), membangkitkan selera atau menguatkan
lambung (stomakik) juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin
(karminatif). Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantara sebagai
peluruh kentut (carminative), peluruh keringat (diaphoretic), antirematik,
penambah nafsu makan (stomachica) dan penghilang rasa sakit (analgesic)
(Hariana, 2007).
e. Kegunaan
Minyak kayu manis dapat digunakan dalam industri sebagai obat
kumur dan pasta, penyegar bau sabun, deterjen, lotion parfum dan cream.
Kayuh manis digunakan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa,
diantaranya untuk minuman keras, minuman ringan (softdrink), agar–agar,
kue, kembang gula, bumbu gulai dan sup (Rismunandar dan Paimin, 2001).
II.3 Uraian Bahan
II.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Alwi, 2007; Rowe, 2009).
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol ethyl alkohol, ethyl hydroxide, methyl
RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan mudah
terbakar
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, dan jauh dari nyala api
Khasiat : Antiseptik (digunakan pada bagian tubuh yang
mengalami luka atau sayatan bedah untuk mencegah
infeksi) dan desinfektan (digunakan pada permukaan
bukan tubuh seperti alat operasi atau ruang operasi
untuk menghancurkan mikroba berbahaya).
Kegunaan : Pelarut dan untuk mensterilkan alat-alat laboratorium
II.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Aquadest, air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa


Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan
pelarut organik
Khasiat : Desinfektan
Kegunaan : Membersihkan alat dan sebagai zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
II.3.3 N-Heksan (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : HEXAMINUM
Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H14 / 86,18
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur


putih, tidak berbau, rasa membakar an manis
kemudian agak pahit. Jika di panaskan dalam suhu ±
260⁰ menyublim.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol (95
%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian kloroform P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pelarut
Khasiat : Antiseptikum

Anda mungkin juga menyukai