Anda di halaman 1dari 122

KAJIAN SISTEM DISPERSI PADAT CANDESARTAN

CILEXETIL-PVP K-30 MENGGUNAKAN


METODE PELARUTAN

SKRIPSI SARJANA FARMASI

Oleh

ASTIKA MARSORA
No. BP : 1501189

Pembimbing

1.Dr. H. Salman Umar, M.Si, Apt

2.Henni Rosaini, S.Si, M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

(STIFARM)

PADANG

2019
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble

drug) merupakan suatu tantangan dalam perkembangan obat baru. Kelarutan

merupakan salah satu sifat fisikokima senyawa obat yang penting diperhatikan

pada saat memformulasikan suatu bahan obat menjadi bentuk sediaan (Leuner &

Dressman, 2000).

Efikasi terapeutik obat tergantung pada ketersediaan hayati obat yang pada

gilirannya tergantung pada kelarutan calon obat. Dengan demikian, pelepasan obat

merupakan langkah penting untuk bioavailabilitas oral obat. Pada dasarnya obat

yang larut dalam air dengan kelarutan gastrointestinal rendah dan permeabilitas

tinggi dan obat dengan kelarutan dan permeabilitas rendah mengalami masalah

kelarutan. Perbaikan dalam pelepasan profil obat-obatan tersebut memungkinkan

untuk meningkatkan kelarutan dan dengan demikian meningkatkan ketersediaan

hayati obat (Sharma, et al., 2012)

Terdapat beberapa strategi farmasetik untuk meningkatkan kelarutan dan

laju disolusi bahan obat dalam air, antara lain dengan modifikasi sifat-sifat fisik

bahan obat, penambahan bahan peningkat kelarutan, mikronisasi,

pembuatandispersi padat, pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan

pembawa, dan modifikasi senyawa obat menjadi garam dan solvat. Salah satu dari

metoda tersebut yang telah dilaporkan dan memberikan hasil yang baik adalah

pembentukan sistem dispersi padat (Chiou & Riegelman, 1971)


Sistem dispersi padat dibuat dengan cara mendispersikan bahan obat yang

sukar larut dalam air kedalam suatu matriks atau pembawa inert yang mudah

larut dalam air sehingga mengakibatkan pengurangan ukuran partikel,

memungkinkan terjadinya kompleksasi dan terbentuknya polimorfi yang lebih

mudah larut. Pembuatan sistem dispersi padat dapat dibuat dengan metode

pelarutan (solvent method), metode peleburan (melting method), metode campuran

(melting-solvent method) (Chiou & Riegelman, 1971).

Salah satu metode pembuatan sistem dispersi padat yang cukup banyak

digunakan adalah metode pelarutan (solvent method). Pada metode ini, dispersi

padat dibuat dengan cara melarutkan campuran dua komponen padat dalam suatu

pelarut umum dan diikuti penguapan pelarut. Suhu yang digunakan untuk

penguapan pelarut biasanya terletak pada kisaran 23-65oC (Leuner & Dressman,

2000). Keuntungan utama dari metode pelarutan adalah dapat menghindari

terjadinya penguraian dari obat atau pembawa karena penguapan pelarut terjadi

pada suhu yang relatif rendah sehingga cocok digunakan untuk bahan yang

termolabil (Dixit & Niranjan, 2014).

Salah satu obat yang memiliki kelarutan kecil dalam air adalah candesartan

cilexetil. Candesartan cilexetil adalah salah satu obat penghambat reseptor

angiotensin II atau angiotensin II receptor blocker (ARB), yang telah digunakan

secara luas untuk pengobatan penyakit hipertensi, gagal jantung, infark miokard

dan diabetes nefropati. Dalam sistem BCS (Biopharmaceutics Classification

System), senyawa ini tergolong senyawa kelas II, yang memiliki kelarutan rendah

dan permeabilitas tinggi (Husain, et al., 2011).


Polivinilpirolidon K-30 atau PVP K-30 merupakan suatu polimersintetik

yang terdiri dari gugus 1-vinil-2-pirolidinon. Polivinilpirolidon K-30 dapat

dikarakterisasi berdasarkan viskositas relatif terhadap air dan memiliki berat

molekul kira-kira 50.000. Polivinilpirolidon merupakan pembawa inert yang larut

dalam air dan tidak toksik, serta bersifat antigenik dan tidak mengganggu susunan

antibodi dalam tubuh. Polivinilpirolidon bekerja menghambat pertumbuhan kristal

karena tidak terjadi penggabungan atau agregasi antar partikel bahan obat

sehingga laju disolusi dan absorbsi obat akan meningkat (Rowe, et al., 2009).

Penelitian sebelumnya mengenai sistem dispersi padat telah dilakukan oleh

Shindu et al (2015) tentang pembuatan sistem dispersi padat telmisartan dan PVP

K-30 dengan menggunakan metode pelarutan. Berdasarkan penelitian tersebut

telah dibuktikan sistem dispersi padat menggunakan PVP K-30 dengan metoda

pelarutan dapat meningkatkan kelarutan dan memperbaiki sifat fisikokimia

telmisartan. Penelitian sistem dispersi padat candesartan cilexetil juga telah

dilakukan oleh Devi et al (2016) dengan memformulasikan candesartan cilexetil

dan susu bubuk skim menggunakan metoda pelarutan. Penelitian tersebut

menunjukkan hasil yang baik dengan meningkatnya kelarutan candesartan

cilexetil.

Berdasarkan hal diatas, maka dalam penelitian ini peneliti mencoba

memformulasikan candesartan cilexetil yang praktis tidak larut dalam air dengan

membentuk sistem dispersi padat menggunakan PVP K-30 sebagai polimer

dengan metoda pelarutan. Sehingga diharapkan laju disolusi candesartan cilexetil

dalam sediaan akan lebih baik.


1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh PVP K-30 terhadap karakteristik fisikokimia (derajat

kristalinitas, identifikasi gugus fungsi, morfologi permukaan partikel, ukuran

partikel, perubahan sifat termodinamika) candesartan cilexetil pada sistem

dispersi padat ?

2 Bagaimana pengaruh PVP K-30 terhadap laju disolusi candesartan cilexetil

pada sistem dispersi padat ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh PVP K-30 terhadap karakteristik fisikokimia

(derajat kristalinitas, identifikasi gugus fungsi, morfologi permukaan partikel,

ukuran partikel, perubahan sifat termodinamika) candesartan cilexetil pada

sistem dispersi padat.

2. Untuk mengetahui pengaruh PVP K-30 terhadap laju disolusi candesartan

cilexetil pada sistem dispersi padat.

1.4 Hipotesis

1. Diduga penambahan PVP K-30 dapat memperbaiki karakteristikfisikokimia

(derajat kristalinitas, identifikasi gugus fungsi, morfologi permukaan partikel,

ukuran partikel, perubahan sifat termodinamika) candesartan cilexetil pada

sistem dispersi padat.

2. Sistem dispersi padat candesartan cilexetil-PVP K-30 yang dibuat dengan

metode sistem dispersi padat diduga dapat meningkatkan laju disolusi

candesartan cilexetil.
1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai karakteristik sistem dispersi padat

candesartan-PVP K-30

2. Untuk membantu pengembangan sediaan candesartan menjadi lebih baik

terutama meningkatkan laju disolusi dan ketersediaan hayati candesartan dan

pengembangan sifat fisika dan kimia candesartan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Candesartan Cilexetil

2.1.1 Monografi

Gambar 1. Struktur kimia candesartan cilexetil (Husain, et al., 2011)

Pada tiap serbuk candesartan terdiri tidak kurang dari 99,0 % dan tidak

lebih dari 101,0 % C33H34N6O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

(Japanese Pharmacopeia Sixteenh Eddition, 2011). Candesartan merupakan

derivat dari tetrazole (memiliki cincin heterosiklik dengan 4 atom nitrogen dan 1

atom karbon). Secara klinis digunakan dalam bentuk ester prodrug– candesartan

cilexetil. Candesartan mempunyai rumus kimia 2-ethoxy-3[21-(1H-tetrazol-5-yl)

byphenyl-4ylmethyl]-3H-benzoimidazole-4-carboxylic acid 1-cyclo-

hexyloxycarbonyloxy ethyl ester. Rumus molekul: C33H34N6O6, dan bobot

molekul 610,67 dengan titik lebur 157-160 oC. Struktur kimia dapat dilihat pada

Gambar 1. Praktis tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam metanol.

Candesartan cilexetil merupakan resemat gabungan dari satu inti kiral pada

cyclohexyloxy-carbonyloxy-ethyl dari kelompok ester. Kelarutannya dalam benzil

alkohol adalah 0.3 M, dan kelarutan dalam air < 8×10-8 M. Koefisien partisi
(Cetanol/Cair) pada pH 1,1; 6,9 dan 8,9 adalah > 1000 menunjukkan sifat yang

hidrofobik dan memiliki nilai pKa 6,0 (Husain, et al., 2011).

Identifikasi (The United States Pharmacopeial Convention, 2016):

A. Waktu retensi puncak utama dari larutan uji sesuai dengan larutan baku

seperti yang diperoleh pada penetapan kadar.

B. Penyerapan spektrum UV puncak utama dari larutan sampel menunjukkan

panjang gelombang maksimum dan minimum yang sama sesuai puncak

dari larutan sampel sebagai hasil dari penetapan kadar.

Penetapan Kadar Candesartan Cilexetil

Fase gerak: Asetonitril, asam trifluoroasetat, dan air (550: 1: 450)

Pembawa: Asetonitril dan air (70:30)

Larutan standar: 0,8 mg/mL pada USP candesartan cilexetil dalam

pembawanya. Sonikasi sebagai pemisah untuk kelengkapan disolusi. Nilai

yang diperoleh sesuai dengan filter ukuran pori yaitu 0,45 µm.

Larutan sampel: Dipersiapkan 0,8 mg/mL candesartan cilexetil dalam larutan

pembawa, jumlah tablet yang sesuai dengan labu volumetrik.

Penambahan pembawa sekitar 70 % dari volume total dan gelombang

ultrasonik sekital 25 menit dengan getaran intermitten. Pertimbangan

pendinginan dan pengenceran dengan volume pembawa. Nilai yang diperoleh

sesuai dengan filter ukuran pori yaitu 0,45 µm.

Detektor UV 282 nm, dengan kolom 4,6 mm × 15 cm; 5 µm L7, suhu kolom

30°C, kecepatan laju alir 1,5 mL/menit dengan volume injeksi: 10 µL. Waktu

retensi tidak kurang dari 2,7 jam untuk waktu retensi candesartan cilexetil.
Analisis Candesartan Cilexetil

Sampel: Larutan standar dan larutan sampel candesartan cilexetil dihitung

presentasi antara jumlah yang tertera pada etiket dengan bagian

tablet yang diambil:

Hasil = (ru/rs) × (cs/cu) × 100

ru= respon puncak dari larutan sampel

rs= respon puncak dari larutan standar

cs= konsentrasi candesartan cilexetil pada USP dalam larutan standar


(mg/mL)
cu= konsentrasi candesartan cilexetil dalam larutan sampel (mg/mL)
Kriteria disetujui: 90.0 % ± 110.0 %

Disolusi Candesartan Cilexetil

Perantara untuk tablet yang mengandung 4 mg, 8 mg, dan 16 mg: 0,35 %

polisorbat 20 dalam 0,05 M dapar posfat, pH 6,5: 900 mL

Perantara untuk tablet yang mengandung 32 mg: 0,70 % polisorbat 20 dalam

0,05 M buffer phospat, pH 6,5: 900 mL. Menggunakan alat disolusi aparatus

tipe 2 dengan kecepatan 50 rpm selama 45 menit. Fase gerak menggunakan

asetonitril, asam trifluoroacetis, dan air dengan perbandingan 550: 1: 450.

Persediaan larutan standar 0,45 mg/mL pada USP, candesartan cilexetil

dalam asetonitril. Kelengkapan disolusi terjadi pada saat pemisahan oleh

sonikasi.

Larutan standar: persiapan perantara larutan dari larutan standar yang

tersimpan.Larutan sampel lolos apabila dapat melewati filter pori ukuran 0,45

µm. Menggunakan detektorUV 254 nm, ukuran kolom: 4,6 mm × 15 cm;


5 µm pada L7, suhu kolom30°C, kecepatan alir: 1,5 mL/menit, volume

injeksi: 50 µL, waktu retensi candesartan cilexetil NLT 1,8 jam.

Analisis sampel larutan standar dan larutan sampel candesartan cilexetil

dihitung presentasi antara jumlah terlarut yang tertera pada etiket.

Hasil = (ru/rs) × Cs × V × (1/L) × 100

ru = respon puncak dari larutan sampel

rs = respon puncak dari larutan standar

Cs= konsentrasi candesartan cilexetil pada USP dalam larutan standar

(mg/mL)

V = volume perantara, 900 mL

L = dosis pada etiket (mg/tablet)

Toleransi: kelarutan candesartan cilexetil 80 % NLT dari dosis yang tertera.

2.1.2 Tinjauan Farmakologi

Candesartan cilexetil adalah antagonis reseptor angiotensin. Angiotensin II

bertindak sebagai vasokonstriksi. Selain menyebabkan vasokonstriksi langsung,

angiotensin II juga merangsang pelepasan aldosteron.Sekali aldosteron

dilepaskan, sodium dan air diserap kembali. Dimana hasil akhirnya adalah

peningkatan tekanan darah. Candesartan berikatan dengan reseptor angiotensin II

AT1. Pengikatan ini mencegah angiotensin II untuk berikatan dengan reseptor

sehingga menghalangi vasokonstriksi dan efek sekresi aldosteron Angiotensin II.

Candesartan cilexetil memiliki mekanisme kerja antagonis angiotensin II dengan

cara memblokir reseptor angiotensin tipe-1 (AT1). Angiotensin II adalah hormon

vasoaktif utama rennin angiotensin-aldosteron dengan efek yang meliputi


vasokonstriksi, stimulasi sekresi aldosteron, dan reabsorpsi natrium di ginjal.

Candesartan cilexetil memblokir efek vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari

angiotensin II dengan secara selektif menghalangi pengikatan angiotensin II ke

reseptor AT1 di banyak jaringan, seperti otot polos pembuluh darah dan kelenjar

adrenal (Husain, et al.,2011).

Candesartan cilexetil memiliki efek samping yang rendah, beberapa

diantaranya sakit kepala, pusing, nyeri yang tidak spesifik, infeksi saluran

pernapasan bagian atas, infeksi virus, kelelahan, sinusitis, dan diare. Selain itu,

tidak ada interaksi obat yang signifikan terjadi saat candesartan cilexetil diberikan

bersama dengan glyburide, nifedipin, digoksin, warfarin, hidroklortiazid dan

kontrasepsi oral. Karena candesartan tidak dimetabolisme oleh sistem sitokrom P-

450 dan itu tidak berpengaruh pada enzim, penghambatan dan perangsangan

enzim P-450 tidak diharapkan berinteraksi dengan candesartan (Israili, 2000).

2.1.3 Tinjauan Farmakokinetik


Candesartan cilexetil adalah sebuah prodrug, dengan cepat dan sempurna

dimetabolisme oleh hidrolisis ester di saluran cerna menjadi bentuk candesartan

akiral yang aktif. Bioavailabilitas absolut candesartan cilexetil adalah sekitar 15

%. Makanan dengan kandungan lemak tinggi tidak memiliki efek pada

penyerapan atau bioavaibilitas. Konsentrasi plasma candesartan sebanding dengan

dosis dan puncak pada 2-5 jam setelah setelah pemberian candesartan.

Candesartan sangat terikat pada protein plasma (> 99 %) dan tidak didistribusikan

ke dalam sel darah merah. Volume distribusi candesartan cilexetil cukup kecil

yaitu 9 L.Total klirens plasma candesartan cilexetil adalah 26 mL/menit dan

waktu paruh 9 jam (Israili, 2000).


Candesartan cilexetil tidak dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450, tetapi

mengalami dietilasi dan glukoronidasi untuk sebagian kecil. Setelah pemberian

dosis oral, candesartan cilexetil diekskresikan tidak berubah pada kotoran dan

dalam urin (26-33 %). Sebagian kecil bentuk metabolit inaktif juga diekskresikan

(Israili, 2000).

2.1.4 Tinjauan Farmakodinamik

Candesartan cilexetil adalah prodrug yang cocok untuk penggunaan oral,

cepat dirubah menjadi subtansi aktif candesartan oleh hidrolisis ester selama

absorpsi pada saluran pencernaan. Respons penurunan tekanan darah yang

bergantung dosis telah terjadi untuk dosis 4-32 mg. Maksimum efek

antihipertensi terjadi pada 4-6 jam setelah pemberian oral. Hubungan tingkat

plasma ditemukan setelah dosis berulang, terlepas dari usia, berat badan, atau

jenis kelamin pasien. Efek antihipertensinya terpelihara dengan baik selama 24

jam setelah dosis 8-16 mg per hari candesartan cilexetil. Efesiensi puncak dari

efek antihipertensi dicapai dalam 4-6 minggu dosis harian (Israili, 2000).

Dosis awal yang pemberian yang dianjurkan dari candesartan untuk dewasa

dengan penyakit hipertensi adalah 16 mg satu kali pemberian dalam sehari.

Berdasarkan respon tekanan darah atau efek samping candesartan, dosis mungkin

diturunkan atau dinaikkan. Perubahan tiap dosis mungkin membutuhkan waktu

beberapa minggu untuk melihat efek penuh dari candesartan pada penurunan

tekanan darah. Kebanyakan orang membutuhkan dosis akhir dari candesartan 2

mg sampai 32 mg baik sebagai dosis harian atau dua bagian yang lebih kecil.
Candesartan cilexetil tersedia dalam dosis 4 mg, 8 mg, 16 mg, dan 32 mg (Husain,

et al., 2011).

2.2 Polivinilpirolidon K-30

Gambar 2. Stuktur polivinilpirolidon (Rowe, et al., 2009).

Polivinilpirolidon (PVP) dikenal juga dengan nama povidone,

kollidone,polyvidone, merupakan hasil polimerasi 1-vinilpirolid-2-on. Dengan

rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 2.500 - 3.000.000

tergantung pada derajat polimerisasinya. Struktur kimia polivinilpirolidon dapat

dilihat pada Gambar 2. Nilai K-30 merupakan nilai dengan berat molekul rata-rata

50.000 yang dihitung berdasarkan viskositas PVP didalam air. Hubungan nilai K

dengan berat molekul rata-rata polivinilpirolidon dapat dilihat pada Tabel 1.

Polivinilpirolidon merupakan serbuk putih atau kekuningan, tidak berbau atau

berbau lemah, tidak berasa dan higroskopis. Polivinilpirolidon mudah larut dalam

air, etanol, metanol dan kloroform, praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon dan

minyak mineral (Rowe, et al., 2009).

Polivinilpirolidon merupakan pembawa inert yang larut dalam air dan tidak

toksik, serta bersifat antigenik dan tidak mengganggu susunan antibodi dalam

tubuh. Polivinilpirolidon bekerja menghambat pertumbuhan kristal karena tidak


terjadi penggabungan atau agregasi antar partikel bahan obat sehingga laju

disolusi dan absorbsi obat akan meningkat. Dalam teknologi farmasi,

polivinilpirolidon banyak digunakan sebagai bahan pendispersi (dengan

konsentrasi 10-25%), pengikat pada sediaan tablet (dengan konsentrasi 0,5-5%),

bahan pengikat kelarutan, bahan pembentuk film (coating), dan suspending

stabilizing atau bahan pengikat viskositas dalam bentuk topikal (sebagai bahan

pembentuk gel pada konsentrasi yang besar dari 10% (Rowe, et al., 2009)

Kelarutan polivinilpirolidon menjadi lebih buruk dengan bertambahnya

panjang rantai dan kekurangan dari polivinilpirolidon dengan berat molekul yang

besar adalah semakin tingginya viskositas (Nikghalb, et al., 2012)

Tabel I . Hubungan nilai K dengan berat molekul rata-rata polivinilpirolidon


(Rowe, et al., 2009)

Nilai K Berat Molekul Rata-Rata


12 2.500
15 8.000
17 10.000
25 30.000
30 50.000
60 400.000
90 1.000.000
120 3.000.000
2.3 Sistem Dispersi Padat

2.3.1. Defenisi dan Metode Pembuatan

Sistem dispersi padat pertama kali dipublikasikan oleh Sekiguchi dan Obi

pada tahun 1961 untuk mengurangi ukuran partikel dan meningkatkan laju

disolusi dan absorpsi. Sekiguchi dan Obi mengusulkan suatu bentuk campuran

eutektik dari obat yang kelarutannya kecil dengan pembawa yang inert, campuran

eutektik ini disiapkan dengan metoda peleburan. Dalam cairan pelarut, senyawa

aktif obat diharapkan dilepaskan ke dalam larutan padat dalam bentuk campuran

eutektik padat (Chiou & Riegelman, 1971).

Sistem dispersi padat merupakan suatu sistem yang terdiri satu atau lebih

zat aktif dalam pembawa inert atau matriks dalam keadaan padat yang dibuat

dengan metoda pelarutan, peleburan dan gabungan peleburan dan pelarutan.

Dispersi yang dibuat dengan metoda peleburan disebut dengan melts dan yang

dibuat dengan metoda pelarutan disebut dengan co presipitates atau co

evaporates. Secara umum sistem dispersi padat dapat dibuat dengan tiga metoda,

yaitu (Chiou & Riegelman, 1971) :

1. Metoda peleburan

Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961,

yang dibuat dengan campuran fisika dari bahan obat dan pembawa yang larut air

dipanaskan sampai semuanya melebur. Hasil leburan kemudian didinginkan dan

dipadatkan dengan cepat, hasil padatannya digerus dan dihaluskan kemudian

dilewatkan pada ayakan. Untuk mempercepat proses pemadatan dapat dilakukan

dengan menuangkan leburan pada suatu plat tipis dan didinginkan dengan cara
mengalirkan udara atau air pada atau disamping plate.Keuntungan metoda ini

adalah cara yang sederhana dan ekonomis, kerugiannya adalah tidak dapat

dilakukan terhadap bahan obat atau pembawa yang mudah terurai atau rusak pada

proses pemanasan yang tinggi.

2. Metoda pelarutan

Metoda ini dipersiapkan dengan cara melarutkan campuran fisika dari bahan

obat dan pembawa dalam suatu pelarut, kemudian pelarutnya

diuapkan.Keuntungannya adalah dapat menghindari penguraian obat atau

pembawa oleh temperatur tinggi karena proses penguapan pelarut dilakukan pada

temperatur rendah. Sedangkan kelemahan metoda ini ialah sukarnyamenguapkan

pelarut secara sempurna.

3. Metoda gabungan peleburan dan pelarutan

Metoda ini dipersiapkan dengan cara melarutkan bahan obat dalam pelarut

yang cocok tanpa menguapkan pelarutnya, larutan tersebut kemudian dimasukkan

kedalam hasil leburan pembawa pada suhu dibawah 70°C tanpa memindahkan

pelarutnya.Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk bahan obat yang

memiliki dosis terapeutik yang rendah yaitu kecil dari 50mg.

2.3.2 Klasifikasi Dispersi Padat

Sistem dispersi padat berdasarkan mekanisme pelepasan obat dapat

diklasifikasikan kedalam 5 kelompok (Chiou &Riegelman, 1971), yaitu:

1. Campuran eutektik sederhana

Campuran ini biasanya dibuat melalui proses pemadatan dari hasil leburan

campuran dua bahan. Pada titik eutektik tersebut campuran dua bahan mempunyai
suhu lebur masing-masing bahan penyusunnya. Jika campuran tersebut

dimasukkan ke dalam air atau kontak dengan cairan saluran cerna, maka pembawa

akan segera larut dan melepaskan zat aktif dalam bentuk molekuler, yang

selanjutnya akan meningkatkan kecepatan kelarutan dan akhirnya meningkatkan

laju absorbsi. Campuran eutektik disusun oleh molekul yang terikat lemah antar

sesamanya, tetapi tidak memperlihatkan pembentukan interaksi kimia,

sehinggapada titik eutektik terjadi penurunan titik lebur dan hal ini berperan

dalam peningkatan kelarutan obat. Diagram fase eutektik sederhana dapat dilihat

pada Gambar 3 (Chiou & Riegelman, 1971).

Gambar 3. Diagram fase sistem eutektik sederhana (Chiou & Riegelman, 1971)

2. Larutan padat

Larutan padat terdiri dari zat terlarut padat yang larut dalam pelarut padat.

Sistem ini sering disebut dengan campuran kristal karena kedua komponen

mengkristal bersama dalam sistem fase yang homogen. Larutan padat yangsukar

larut dalam pembawa larut air dapat meningkatkan kelarutan obat karena
pengurangan ukuran partikel obat sampai ketingkat molekuler, sehingga laju

disolusinya lebih tinggi dari pada campuran eutektik (Chiou & Riegelman, 1971)

Secara umum larutan padat bisa diklasifikasikan berdasarkan tingkat

ketercampuran antara kedua komponen penyusun dan struktur kristal yang

terbentuk. Berdasarkan tingkat ketercampuran antara dua komponen penyusun,

larutan padat diklasifikasikan sebagai berikut (Sharma, et al., 2012):

a. Larutan padat kontinyu

Dalam larutan padat kontinyu komponen benar-benar tercampur satu sama

lain dalam semua proporsi baik dalam keadaan cair dan padat. Energi kisi dari

larutan padat kontinyu pada semua komposisi lebih tinggi dari pada komponen

murni masing-masing dalam keadaan padat, karena kekuatan ikatan

hetoromolekul lebih tinggi dari pada homomolekular untuk membentuk larutan

padat kontinyu. Skema fase larutan padat kontinyu dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema fase larutan padat kontinyu (Sharma, et al., 2012)


b. Larutan padat terbatas

Pada sistem ini adanya kelarutan yang terbatas dari zat terlarut dalam

pelarut padat.Skema fase larutan padat terbatas dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema fase larutan padat terbatas (Sharma, et al., 2012)

Berdasarkan struktur kristal yang dibentuk oleh larutan padat, maka juga

dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Chiou &Riegelman, 1971) :

a. Larutan padat substitusional

Larutan substitusi terdiri dari matriks bentuk kristal dan obat terdispersi

secara molekular seluruhnya pada matriks pelarut. Diameter molekul lebih kecil

15 % dari diameter molekul matriks, sehingga molekul obat tersubstitusi atau

menggantikan molekul pelarut pada struktur kisi-kisi kristal dari pelarut padat.

Susunan kristal pada larutan padat substitusional dapat dilihat pada Gambar 6 a.

b. Larutan padat interstisial

Larutan intertisial terdiri dari matriks bentuk serbuk dan obat terdispersi

seluruhnya dalam matriks (pelarut), diameter molekul obat lebih kecil 59 % dari

diameter molekul matriks. Pada tipe ini, molekul zat aktif menempati celah
intertisial antar molekul pada struktur kisi-kisi kristal pelarut padat. Susunan

kristal pada larutan padat interstistisial dapat dilihat pada Gambar 6 b.

a b

Gambar 6. Susunan kristal (a) Larutan padat substitusional; (b) Larutan


padatintertisial (Chiou &Riegelman, 1971)
3. Larutan gelas atau suspensi gelas

Larutan padat gelas merupakan sistem dispersi padat berbentuk gelas yang

homogen, dimana bahan obat terlarut dalam pelarut padat gelas. Pada pemanasan

sistem ini cepat melebur tanpa titik lebur yang tajam, karena ikatan antar molekul

dalam larutan gelas berbeda dalam jarak daya ikatannya sehingga tidak ada satu

temperatur yang memutus ikatan antar molekul.

4. Pengendapan amorf dari obat dalam pembawa bentuk kristal

Dalam sistem dispersi padat, obat bisa mengalami pengendapan dalam

bentuk amorf pada pembawa kristal. Bentuk amorf dapat meningkatkan kelarutan

dan absorbsi obat dibandingkan bentuk kristalnya.

5. Pembentukan kompleks senyawa obat dengan pembawa

Dalam pembuatan sistem dispersi padat dengan metoda standar sering

terjadi modifikasi dari obat dalam bentuk kompleks dengan pembawa.


2.4 Kelarutan

Kelarutan merupakan suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat,

terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam

air agar memberikan efek terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi dan

menghasilkan suatu efek terapeutik, pertama-tama obat harus berada dalam

larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan

absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan obat kurang dari

yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutnya.

Metode untuk membantu kelarutan tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut

dan tipe produk obat (Ansel, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain adalah bentuk zat

terlarut, pelarut, temperatur, dan zat tambahan. Kelarutan dapat pula didefinisikan

dengan jumlah obat per ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut.

Kelarutan berdasarkan ml pelarut dengan gram zat terlarut dapat dilihat dalam

Tabel 2 (Departemen Kesehatan RI, 1979) :

Tabel II. Tabel kelarutan berdasarkan ml pelarut dengan gram zat terlarut
(Departemen Kesehatan RI, 1979)

Istilah Bagian pelarut yang dibutuhkan


untuk 1 bagian zat terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 sampai 10 bagian
Larut 10 sampai 30 bagian
Agak sukar larut 30 sampai 100 bagian
Sukar larut 100 sampai 1000 bagian
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
2.5 Disolusi

2.5.1 Teori Disolusi

Disolusi adalah suatu proses dimana bahan padat melarut ke dalam

medium pelarutnya. Proses ini dikontrol oleh afinitas antara zat padat dengan

medium. Disolusi dari suatu obat akan mempengaruhi bioavailabilitas dan

penyampaian obat pada reseptornya (Lachman, et al., 1994).

Pada saat partikel obat mengalami disolusi, molekul-molekul obat pada

permukaan mula-mula akan masuk kedalam larutan dan menciptakan suatu

lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang

disebut dengan lapisan difusi. Dari lapisan ini molekul obat akan keluar melewati

cairan yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis dan absorbsi pun

terjadi. Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan lapisan difusi, molekul-

molekul obat tersebut akan diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan

partikel obat dan absorbsi obat akan terus berlanjut (Ansel, 2008).

Laju disolusi didefinisikan sebagai kecepatan melarutnya suatu obat dalam

sediaan padat yang diberikan secara oral dalam satuan waktu tertentu. Untuk

meramalkan laju disolusi digunakan persamaan yang telah dikembangkan oleh

Noyes dan Whitney yang didasarkan pada hukum difusi Fick dengan persamaan

(Voigt, 1994):

dc
 KS (Cs  Ct )
dt

dc/dt = Laju disolusi (gram/detik)

K = Konstanta laju disolusi (cm3/detik)

S = Luas permukaan (cm2)


Cs = Konsentrasi obat dalam lapisan difusi (gram/cm3)

Ct = Konsentrasi obat dalam waktu t (gram/cm3)

2.5.2 Faktor yang mempengaruhi laju disolusi

Laju disolusi sediaan padat tergantung pada beberapa faktor yang meliputi

(Agoes, 2006) :

1. Lingkungan selama percobaan meliputi: pengadukan, viskositas, pH, suhu

medium, tegangan permukaan dan metoda yang digunakan.

2. Faktor fisikokimia zat aktif meliputi: kelarutan zat aktif dan ukuran

partikel.

3. Faktor formulasi meliputi: bentuk sediaan, bahan pembantu dan proses

pengolahan.

4. Faktor terkait dengan alat uji disolusi dan parameter pengujian disolusi.

2.5.3 Alat uji disolusi

Alat uji disolusi ada beberapa macam, yaitu (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2014).

1. Alat Keranjang

Gambar 7. Pengaduk berbentuk keranjang (Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 2014)
Alat ini terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau

bahan transparan lain yang inert, suatu motor dan keranjang berbentuk silinder,

seperti pada Gambar 7. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang

sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah

pada 37° ± 0,5 °C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air

dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat

alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan atau getaran

signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan

alat yang memungkinkan pengamatan dan pengadukan selama pengujian

berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar

setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga

106 mm dan kapasitas nominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah ujungnya

melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas.

Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari

2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa

goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga

memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan

mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi

dalam batas lebih kurang 4 %.

Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari

pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis. Kecuali

dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, gunakan kasa 40 mesh. Dapat

juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 μm). Sediaan
dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Jarak

antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama

pengujian berlangsung.

2. Alat Dayung

Gambar 8. Pengaduk berbentuk dayung (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014)

Metode ini sebenarnya sama dengan metode keranjang, kecuali pada alat

ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang

berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada

setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan

yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata.

Pengaduk bentuk dayung dapat dilihat pada Gambar 8. Dayung memenuhi

spesifikasi pada jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah

dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang

merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral

dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

3. Alat Silinder kaca bolak-balik

Gambar 9. Alat uji disolusi bentuk silinder kaca bolak balik (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Alat ini terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder;

rangkaian silinder kaca yang bergerak bolak balik, penyambung inert dari baja

tahan karat (tipe 316 atau yang setara) dan kasa polipropilen yang terbuat dari

bahan yang sesuai, inert dan tidak mengabsorbsi, dirancang untuk

menyambungkan bagian atas dan alas silinder yang bergerak bolak balik; dan

sebuah motor serta sebuah kemudi untuk menggerakkan silinder bolak balik

secara vertikal dalam labu dan jika perlu silinder dapat digeser secara horizontal

dan diarahkan ke deretan labu yang lain, seperti pada Gambar 9. Labu tercelup

sebagian di dalam suatu tangas air dengan ukuran tertentu sehingga dapat
mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37º ± 0,5ºC selama pengujian

berlangsung. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak

boleh menimbulkan gerakan, goncangan atau getaran signifikan di luar yang

bergerak turun-naik. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga

memungkinkan untuk memilih dan mempertahankan kecepatan bolak-balik

seperti tertera dalam monografi dalam batas ± 5 %. Akan lebih baik apabila alat

yang digunakan memungkinkan pengamatan contoh dan silinder selama pengujian

berlangsung. Wadah dilengkapi dengan penutup yang berada tetap pada

tempatnya untuk mencegah penguapan selama pengujian berlangsung. Setiap

komponen harus memenuhi ukuran.

4. Alat Sel yang dapat dialiri

Gambar 10. Alat uji disolusi bentuk sel besar untuk tablet dan kapsul

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)


Gambar 11. Alat uji disolusi bentuk sel kecil untuk tablet dan kapsul

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk medium disolusi

dan sebuah sel yang dapat dialiri, sebuah tangas air yang dapat mempertahankan

suhu medium disolusi pada 37º ± 0,5ºC. Ukuran sel dinyatakan dalam masing-

masing monografi.

Pompa mendorong medium disolusi ke atas melalui pompa sel. Pompa

memiliki kapasitas aliran antara 240 mL per jam dan 960 mL per jam, dengan laju

alir baku 4 mL, 8 mL dan 16 mL per menit. Alat memberikan aliran konstan (± 5

% dari laju alir)profil aliran adalah sinusoidal dengan 120 ± 10 pulsa/ denyut per

menit. Pompa tanpa denyut juga dapat digunakan. Uji disolusi menggunakan sel

yang dapat dialiri harus memperhatikan laju aliran dan denyut.

Sel terbuat dari bahan yang inert dan transparan, dipasang vertikal dengan

suatu sistem penyaring yang mencegah lepasnya partikel tidak larut dari bagian

atas seldiameter sel baku adalah 12 mm dan 22,6 mm, bagian bawah yang

meruncing umumnya diisi dengan butiran kaca kecil dengan diameter ± 5 mm


yang diletakkan pada bagian ujung untuk mencegah cairan masuk ke dalam

tabung terdapat suatu alat pemegang tablet untuk meletakkan bentuk sediaan

tertentu, misalnya tablet tertahan. Sel tercelup dalam sebuah tangas air dan suhu

dipertahankan 37 º ± 0,5 ºC. Alat menggunakan mekanisme penjepit dan dua

cincin berbentuk O untuk menahan sel. Pompa terpisah dari unit disolusi dari

getaran yang berasal dari pompa. Posisi pompa tidak boleh lebih tinggi dari posisi

penampung. Sambungan pipa harus sependek mungkin. Gunakan pipa politef

dengan diameter dalam 1,6 mm dan sambungan yang ujungnya melebar dan inert

secara kimia. Skema alat dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

2.6 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak

berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak

memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke

tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif, kosentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Hukum lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh

lautan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam

hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu (Gandjar &

Rohman, 2007) :
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.

2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume mempunyai penampang luas yang

sama.

3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap

yang lain dalam larutan tersebut.

4. Tidak terjadi peristiwa flouresensi atau fosforisensi.

5. Indeks bias tidak tergantung pada kosentrasi larutan.

Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak karena

mengandung elektron, baik sekutu maupun sendiri, yang dapat dieksitasikan

ketingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang pada mana absorbsi itu

terjadi, tergantung pada betapa kuat elektron terikat dalam molekul itu. Ada

beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisa dengan spektrofotometri UV-

Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak bewarna yang akan dianalisis

dengan spektrofotometri visible karena senyawa tersebut harus diubah terlebih

dahulu menjadi senyawa bewarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus

diperhatikan (Gandjar & Rohman, 2007):

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada

daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa

lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.

2. Waktu operasional

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan

warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran paling stabil.


3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara

absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi

tertentu.

2.7 Scanning Electron Microscope (SEM)

SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan jenis mikroskop

elektron yang menghasilkan gambar sampel dengan memindai dengan sinar

terfokus elektron. Elektron yang berinteraksi dengan elektron dalam sampel

menghasilkan berbagai sinyal yang dapat dideteksi dan yang mengandung

informasi tentang permukaan sampel topografi dan komposisi. Berkas elektron

umumnya dipindai dalam pemindahan raster pola dan posisi balok yang

dikombinasikan dengan sinyal yang terdeteksi untuk menghasilkan gambar.

Dalam SEM(Scanning Electron Microscope), berkas elektron yang dipancarkan

dilengkapi dengan tungstren filament katoda berkas elektron, yang biasanya

memiliki energi berkisar antara 0,2 keV sampai 40 keV, difokuskan oleh satu atau

dua lensa kondensor ke tempat sekitar 0,4 nm sampai 5 nm diameter. Ketika

berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel elektron kehilangan energi

dengan hamburan acak (Gennaro, 1985).

2.8 Difraksi sinar-X

Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang

mempunyai energi antara 200 eV-1 MeV dengan panjang gelombang antara 0,5-2
Å. Panjang gelombang hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal.

Apabila suatu bahan dikenai sinar-X yang ditransmisikan lebih kecil dari

intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan dan

juga penghamburan oleh atom-atom material tersebut. Berkas sinar yang

dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya sama. Berkas

sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi (Gennaro, 1985).

2.9 Fourier Transform Infrared (FTIR)

Fourier Transform Infrared (FTIR) merupakan suatu metoda dari

spektrofotometer infra merah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

sampel yang tidak diketahui, menentukan kualitas sampel, dan menentukan

jumlah komponen dalam suatu campuran. Cahaya tampak terdiri dari beberapa

range frekuensi elektromagnetik yang berbeda dimana setiap frekuensi bisa dilihat

sebagai warna yang berbeda. Radiasi inframerah juga mengandung beberapa

range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata. Pengukuran pada spectrum

inframerah tengah yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 µm atau bilangan

gelombang 4000-400 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan

menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat

khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi.Metode ini

sangat berguna untuk mengidentifikasi senyawa organik dan organometalik

(Dachriyanus, 2004).

2.10 Differential Scanning Colorimetry (DSC)

Differential Scanning Calorimeter (DSC) bekerja dengan cara mengukur

panas yang hilang atau peningkatan panas sebagai akibat perubahan fisika dan
kimia dalam suatu sampel, sebagai fungsi temperatur. Contoh-contoh proses

endotermis (mengabsorbsi panas) adalah peleburan, pendidihan, sublimasi,

penguapan, desolvasi, transisi padat-padat, dan peruraian kimia. Pengukuran

kuantitatif dari proses ini banyak digunakan dalam pengkajian praformulasi

termasuk kemurniaan, polimorfisme, solvasi, degradasi dan tercampurkannya

bahan-bahan tambahan. Variabel yang bermakna dalam metode ini termasuk

homogenitas sampel, ukuran sampel dan ukuran partikel, laju pemanasan,

atmosfer sampel dan penyiapan sampel (Lachman, et al.,1994).


III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai bulan

Februari 2018 di Laboratorium Sentral Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM)

Padang, Laboratorium Teknik Mesin Universitas Andalas (UNAND)Padang dan

Laboratorium FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP).

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Alat

Peralatan gelas standar laboratorium,Timbangan digital analitik (Precisa

XB 220A, Swiss),Oven vacum (Memmert, Jerman), Mikroskop-optilab (OptiLab

Upgrade Edition, Japan), Difraktometer sinar-X (X’Pert PRO PANalytical,

Netherlands), alat uji disolusi (Copley Scientific Type NE4-COPD, United

Kingdom), Spektrofotometer UV–VIS Double Beam (Shimadzu 1800, Japan),

Spektrofotometer UV-VIS Single Beam (Shimadzu UVmini-1240, Japan),

Scanning Electron Microscopy (Hitachi S-3400N, Japan),Fourier Transform

Infrared Spectroscopy (PerkinElmer Frontier, United States of

America),Differential Scanning Calorimetry (Setaram, Type Evo-131, France),pH

meter, aluminium foil, mortir, pipet ukur, desikator, ayakan, dan alat-alat yang

menunjang penelitian.

3.2.2 Bahan

Bahan baku Candesartan Cilexetil (GK Bio-Technologi), PVP K-30

(Nanhang Industrial), Aquadest (Bratachem), Etanol 96% (Bratachem), Metanol


(Bratachem), Natrium hidroksida (Bratachem), Kalium dihidrogen fosfat

(Bratachem).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Pemeriksaan Bahan Baku Candesartan Cilexetil

Pemeriksaan candesartan dilakukan menurut metode yang tercantum

dalam Japanese Pharmacopeia Sixteenh Eddition meliputi: identifikasi, kelarutan

dan pemerian.

3.3.2 Pemeriksaan bahan baku PVP K-30

Pemeriksaan PVP K-30 dilakukan menurut metode yang tercantum dalam

Handbook of Pharmaceutical Excipient six Eddition, meliputi: identifikasi

pemerian dan kelarutan.

3.3.3 Pembuatan Campuran Fisik Candesartan dan Serbuk Sistem Dispersi

Padat Candesartan – PVP K-30

Serbuk dispersi padat dan campuran fisika candesartan cilexetil – PVP K-

30 dibuat dengan berbagai perbandingan.

Tabel III. Perbandingan formula serbuk dispersi padat dan campuran fisika

Campuran F1 F2 F3
No Bahan
Fisik (gram) (gram) (gram) (gram)
Candesartan
1 1 1 1 1
cilexetil
2 PVP K-30 1 1 3 5

Total 2 2 4 6
1. Pembuatan serbuk campuran fisika

Masing-masing formula ditimbang sesuai dengan komposisi candesartan

cilexetil dan PVP K-30,lalu gerus masing-masing bahan secara terpisah

kemudian campurkan dan dihomogenkan, kemudian diayak dengan ayakan

mesh 60, disimpan dalam desikator.

2. Pembuatan serbuk dispersi padat

Sejumlah candesartan cilexetil dan PVP K-30 dalam perbandingan 1:1, 1:3,

1:5 masing-masing dilarutkan dengan pelarut etanol 96% didalam beker

glass. Lalu campurkan larutan PVP K-30 secara perlahan kedalam larutan

candesartan cilexetil sambil diaduk. Kemudian campuran larutan tadi

diuapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50ºC sampai kering.

Padatan yang dihasilkan dikerok dan digerus dengan mortir, kemudian di

ayak dengan ayakan mesh 60 dan disimpan dalam desikator.

3.3.4 Evaluasi Serbuk Sistem Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Candesartan Cilexetil-PVP K-30

1. Analisa Distribusi Ukuran Partikel

Mikroskop yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Lalu sejumlah

serbuk didispersikan dalam parrafin cair dan diteteskan pada gelas objek,

kemudian diletakkan di bawah mikroskop, amati ukuran partikel serbuk

dan hitung jumlah partikelnya sebanyak 1000 partikel.

2. Analisa Spektroskopi FT-IR

Uji dilakukan terhadap candesartan cilexetil, PVP K-30, campuran fisika,

dan sistem dispersi padat yang telah disiapkan. Sampel diambil sebanyak
satu ujung spatula kecil, setelah itu program alat FT-IR. Lalu putar letak

sampel searah dengan jarum jam. Masukkan sampel pada tempat sampel

yang sudah bersih dan kering. Kemudian lakukan analisis sampel sambil

diputar. Spektrum serapan direkam pada bilangan gelombang 600-4000 cm-1.

Kemudian tunggu hingga sampel teranalisis dan hasil spektrum akan

keluar.

3. Difraksi Sinar-X

Analisis pola difraksi sinar serbuk sampel dilakukan pada temperature

ruangan.Serbuk sampel disiapkan sebanyak dua ujung spatula kecil

kemudian dimasukkan kedalam aluminium holder, dipadatkan pada meja

preparasi menggunakan press holder berbentuk bulat dan diletakkan pada

sample stage pada alat XRD. Pola XRD bubuk diselusuri menggunakan

difraksi sinar-x dengan Cu sebagai material anoda dan monokromator

grafit, operasikan pada voltase 40 kV, arus 30 mA. Sampel dianalisis pada

sudut 2θ pada rentang 10°-70° dan proses parameter dilakukan pada lebar

tahapan 0,02° (2θ ).

4. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)

Analisis mikroskopis dilakukan dengan menggunakan alat scanning

electron microscope. Serbuk sampel disiapkan sebanyak satu ujung spatula

kecil, letakans ampel di atas dudukan yang berukuran 1 cm yang telah

dilapisi carbon conductive tabs, ratakan sampel serbuk di atas carbon

conductive tabs. Lalu, lakukan penyemprotan agar serbuk tidak menempel

pada carbon conductive tabs dan agar serbuk tidak tersedot pada saat
proses vakum. Ukur tinggi serbuk yang telah diletakkan pada dudukan,

lakukan pemvakuman untuk menghilangkan udara yang terdapat pada

tungku. Setelah proses vakum, sampel dapat diamati dengan alat SEM

dengan berbagai perbesaran. Voltase diatur pada 10 kV danarus 12 mA.

5. Differential Scanning Calorimeter (DSC)

Uji dilakukan pada bahan baku candesartan cilexetil, PVP K-30,campuran

fisik dan dispersi padat candesartan cilexetil dan PVP K-30. Sampel

ditimbang secara akurat sebanyak 3 mg pada krusibel pant kemudian

ditutup. Laju alat deprogram pada rentang suhu 30 °C sampai 250 °C

dengan kecepatan pemanasan 10 °C per menit yang dialiri gas nitrogen

dengan 20 mL/menit proses endotermik dan eksotermik akan tercatat pada

detektor.

3.3.5 Penetapan Kadar Candesartan Cilexetil dalam Campuran Fisik dan

Sistem Dispersi Padat

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum candesartan cilexetil.

Dibuat larutan induk dengan cara ditimbang sebanyak 50 mg candesartan

cilexetil, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dilarutkan

dengan metanol dan dicukupkan volume sampai 50 mL (konsentrasi 1000

µg/mL). Lalu dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

dicukupkan dengan metanol sampai tanda batas (konsentrasi 100 µg/mL).

Lalu dipipet 1,2 mL masukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan

dengan metanol sampai tanda batas (konsentrasi 12 µg/mL). Selanjutnya


diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm dengan

spektrofotometer UV-Vis.

2. Pembuatan kurva kalibrasi candesartan cilexetil

Dari larutan induk dilakukan pengenceran candesartan cilexetil dalam dapar

metanol dengan konsentrasi 6 ; 8 ; 10 ; 12; 14 dan 16 μg/mL. Dengan cara

dipipet dari larutan induk 100 µg/mL sebanyak 0,6 ; 0,8 ; 1 ; 1,2 ; 1,4 ; 1,6

mL. kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan

dengan metanol sampai tanda batas. Diukur serapan masing- masing larutan

pada panjang gelombang maksimum.

3. Penetapan kadar candesartan cilexetil dalam dispersi padat dan

campuranfisik

Masing-masing formula ditimbang setara dengan 50 mg candesartan

cilexetil. Serbuk dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Kemudian

dilarutkan dengan metanol dan dicukupkan volume sampai 50 mL,

(konsentrasi 1000 µg/mL). Lalu dipipet 1 mL masukkan kedalam labu ukur

10 mL dan dicukupkan dengan methanol sampai tanda batas (konsentrasi

100 µg/mL). Diencerkan lagi dengan cara memipet 1,2 mL larutan

(konsentrasi 100 µg/mL) masukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

dicukupkan dengan metanol sampai tanda batas (konsentrasi 12 µg/mL).

Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum, pengukuran dilakukan

sebanyak tiga kali pengulangan. Konsentrasi candesartan cilexetil dalam

serbuk campuran fisik dan dispersi padat ditentukan menggunakan kurva

kalibrasi.
3.3.6 Penetapan Profil Disolusi dari Campuran Fisik dan Serbuk Dispersi

Padat Candesartan Cilexetil-PVP K-30

a. Pembuatan dapar fosfat pH 6,5

1. Pembuatan air bebas karbon dioksida

Dalam wadah tertutup rapat masukkan sejumlah air suling panaskan diatas

hot plate hingga mendidih, kemudian didihkan selama 5 menit atau lebih

dan diamkan sampai dingin, serta tidak boleh menyerap karbondioksida

dari udara (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

2. Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M

Ditimbang 27,28 g kalium dihidrogen fosfat dimasukkan kedalam labu ukur

tambahkan air bebas karbondioksida sampai dengan 1000 mL (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

3. Natrium hidroksida 0,2 N

Ditimbang 8,001 g natrium hidroksida dimasukkan kedalam labu ukur,

kemudian ditambahkan air sampai 1000 mL (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1979).

4. Dapar fosfat pH 6,5

Dibuat larutan dapar posfat dengan cara mencampur 50 ml kalium

dihidrogen fosfat 0,2 M dengan 22,4 mL natrium hidroksida 0,2 N,

kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 200 mL, kemudian diencerkan

dengan air bebas karbondioksida dan dicukupkan volumenya sampai 200

mL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).


b. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum candesartan

cilexetil.

Dibuat larutan induk dengan cara ditimbang sebanyak 50 mg candesartan

cilexetil, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL, dilarutkan

dengan dapar posfat dan dicukupkan hingga tanda batas (konsentrasi 1000

µg/mL). Lalu dipipet 1 mL masukkan kedalam labu ukur 10 mL dan

dicukupkan dengan dapar posfat sampai tanda batas (konsentrasi 100

µg/mL). Lalu dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan

dicukupkan dengan dapar posfat sampai tanda batas (konsentrasi 10

µg/mL). Selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400

nm dengan spektrofotometer UV-Vis.

c. Pembuatan kurva kalibrasi candesartan cilexetil

Dari larutan induk dilakukan pengenceran candesartan cilexetil dalam dapar

posfat pH 6,5 dengan konsentrasi 10 ; 12; 14; 16 dan 18 μg/mL. Dengan

cara dipipet dari larutan induk 100 µg/mL sebanyak 1 ; 1,2 ; 1,4 ; 1,6 mL.

Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan dicukupkan dengan

dapar posfat pH 6,5 sampai tanda batas. Diukur serapan masing- masing

larutan pada panjang gelombang maksimum candesartan cilexetil.

d. Uji disolusi

Penentuan profil disolusi candesartan cilexetil berdasarkan USP

menggunakan alat disolusi tipe II dengan metode dayung (paddle

apparatus) dengan medium larutan dapar posfat pH 6,5 sebanyak 900 mL

dan suhu diatur 37oC± 0,5oC. Kemudian zat aktif, campuran fisik serbuk dan
dispersi padat ditimbang setara dengan 32 mg dimasukkan kedalam wadah

yang telah ditambahkan tween 80 sebanyak 6 mL dan diputar dengan

kecepatan 50 rpm selama 60 menit. Kemudian larutan disolusi di pipet 5 mL

pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60. Pada setiap pemipetan diganti

dengan medium disolusi (volume dan suhu yang sama pada saat pemipetan).

Serapan larutan yang telah dipipet dari medium disolusi diukur pada

panjang gelombang serapan maksimum. Kadar candesartan cilexetil yang

terdisolusi pada setiap waktu dapat dihitung dengan menggunakan kurva

kalibrasi (The United States Pharmacopeial Convention, 2016).

3.3.7 Analisis Data

Data hasil disolusi campuran fisika dan dispersi padat dilakukan penetapan

profil disolusi model kinetika pelepasan obat berdasarkan persamaan orde nol,

orde satu, Higuchi dan Korsmeyer-Peppas dan ditentukan efisiensi disolusi. Data

efisiensi disolusi diolah secara statistik menggunakan SPSS 23 dengan ANOVA

satu arah dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pemeriksaan Bahan Baku

1. Pemeriksaan candesartan cilexetil

Pemeriksaan bahan baku candesartan cilexetil berdasarkan referensi yang

terdapat pada Japanese Pharmacopeia Sixteenh Eddition. Hasil

pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel IV disertai dengan

sertifikat analisis candesartan cilexetil pada Gambar 12.

2. Pemeriksaan polimer Polivinilprolidon K-30

Pemeriksaan polivinilpirolidon dilakukan menurut metode yang tercantum

dalam Handbook of Pharmaceutical Excipient (6th ed). Hasil pemeriksaan

dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel V dan disertai dengan sertifikat

analisis polivinilpirolidon pada Gambar 13.

4.1.2 Karakterisasi Serbuk Dispersi Padat

1. Distribusi ukuran partikel

Hasil analisis distribusi ukuran partikel untuk candesartan cilexetil,

campuran fisik dan serbuk dispersi padat dapat dilihat pada Lampiran 1,

Tabel VI-X, Gambar 14-15.

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Hasil pemeriksaan morfologi permukaan candesartan cilexetil, PVP K-30,

campuran fisik, serbuk dispersi padat formula 1, formula 2, dan formula 3


candesartan cilexetil - PVP K-30 menggunakan alat Scanning Electron

Microscopy dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 16-21.

3. Difraksi sinar-X (XRD)

Hasil analisis difraktogram difraksi sinar-X dari candesartan cilexetil, PVP

K-30, campuran fisik, serbuk dispersi padat formula 1, formula 2, dan

formula 3 dispersi padat candesartan cilexetil – PVP K-30 dapat dilihat

pada Lampiran 1 Gambar 22-27, dan gabungan difraktogram dapat dilihat

pada Lampiran1, Gambar 28.

4. Spektrofotometer FT-IR

Hasil analisis spektrum spektrofotometer FT-IR candesartan cilexetil, PVP

K-30, campuran fisik, serbuk dispersi padat formua 1, formula 2, formula

3 candesartan cilexetil PVP K-30 dapat dilihat pada Gambar 29-35.

5. Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Hasil pemeriksaan termogram DSC candesartan cilexetil, PVP K-30,

campuran fisik, serbuk dispersi padat formula 1, formula 2, dan formula 3

candesartan cilexetil - PVP K-30 menggunakan alat differential scanning

calorimetry dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 36-40 dan overlay

pada Lampiran 1, Gambar 41.

4.1.3 Penetapan Kadar Candesartan cilexetil, campuran fisik, dan dispersi

padat Candesartan cilexetil-Polivinilpirolidon K-30

1. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum candesartan

cilexetil dalam metanol pada konsentrasi 12 ppm diperoleh panjang


gelombang serapan maksimum candesartan cilexetil 254,40 nm dengan

absorban 0,430 dapat dilihat pada lampiran 1, Gambar 42.

2. Pembuatan kurva kalibrasi candesartan cilexetil dalam metanol diperoleh

persamaan garis y = 0,0506x – 0,1778 dengan nilai koefisien korelasi

0,99994. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 43

dan Tabel XIV.

3. Hasil penetapan kadar candesartan cilexetil dalam campuran fisik, formula

1, formula 2, dan formula 3 dispersi padat candesartan cilexetil dan

polivinilpirolidon K-30 dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel XV.

4.1.4 Disolusi

1. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum candesartan

cilexetil dalam larutan dapar fosfat pH 6,5 pada konsentrasi 10 μg/mL

diperoleh spektrum 256,60 nm dengan absorban 0,433 dapat dilihat pada

Lampiran 1, Gambar 44.

2. Pembuatan kurva kalibrasi candesartan cilexetil dalam larutan dapar fosfat

pH 6,5 diperoleh persamaan regresi y = 0,0507x – 0,0756 dengan nilai

koefisien regresi 0,9999. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

1, Gambar 45 dan Tabel XVI.

3. Hasil penentuan profil disolusi candesartan cilexetil, campuran fisik,

formula 1, formula 2, dan formula 3 dan dispersi padat dalam medium

dapar fosfat pH 6,5 dapat dilihat pada Lampiran 1 Tabel XVII-XXII dan

Gambar 46.
4. Hasil efisiensi disolusi candesartan cilexetil dapat dilihat pada Lampiran 1,

Tabel XXIII.

5. Hasil penentuan model kinetika pelepasan obat berdasarkan model

kinetika orde 0, orde 1, Higuchi dan Korsemeyer-Peppas. Hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel XXIV-XXVII,

Gambar 47-50.

6. Analisa statistik efisiensi disolusi dilakukan dengan uji ANOVA satu arah,

dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel XXVIII – XXXI.

4.2 Pembahasan

Penelitian diawali dengan melakukan pemeriksaan bahan baku yang akan

digunakan. Pemeriksaan bahan baku candesartan cilexetil meliputi pemeriksaan

bentuk, warna, bau, rasa dan kelarutan, sesuai dengan yang tertera pada Japanese

Pharmacopeia Sixteenh Eddition, dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel IV.

Pemeriksaan bahan baku polivinilpirolidon K-30 dilakukan menurut Handbook Of

Pharmaceutical Excipients 6th Edition, dan telah memenuhi persyaratan yang

dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel V. Pemeriksaan bahan baku candesartan

cilexetil dan polivinilpirolidon K-30 didukung dengan sertifikat analisis yang

tertera pada Lampiran 1, Gambar 12 dan 13.

Setelah pemeriksaan bahan baku, dilakukan pembuatan campuran fisik dan

serbuk dispersi padat dari candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30

menggunakan metoda pelarutan dengan 3 formula. Formula 1 menggunakan

perbandingan 1:1. Formula 2 menggunakan perbandingan 1:3, dan formula 3

menggunakan perbandingan 1:5. Untuk campuran fisik, formula ditimbang sesuai


dengan komposisi, kemudian kedua bahan baku dicampur dan diaduk sampai

homogen didalam pot salep. Kemudian dilakukan pembuatan dispersi padat

dengan metoda pelarutan, masing-masing formula ditimbang sesuai dengan

komposisi, selanjutnya candesartan cilexetil dan PVP K-30 dimasukkan kedalam

beker glass terpisah dan dilarutkan dengan etanol 96%. Lalu campurkan larutan

PVP K-30 kedalam larutan candesartan cilexetil sambil diaduk, kemudian

campuran larutan tadi diuapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50 ºC

hingga kering. Padatan yang dihasilkan kerok dan digerus dengan mortir,

kemudian diayak dengan ayakan mesh 60 dan disimpan dalam desikator.

Hasil dari masing-masing formula yang terbentuk kemudian dievaluasi

untuk melihat sifat atau karakter dari serbuk yang dihasilkan dan juga

dibandingkan dengan candesartan cilexetil murni. Evaluasinya meliputi evaluasi

distribusi ukuran partikel, spektroskopi FT-IR analisis difraksi sinar-X,

Defferential Scaning Calorimeter (DSC) dan Scanning Electron Microscope

(SEM). Setelah itu dilakukan uji penetapan kadar dan profil disolusi dari masing-

masing formula.

Evaluasi distribusi ukuran partikel dilakukan dengan mendispersikan

sejumlah serbuk dalam parafin cair yang diteteskan pada gelas objek, kemudian

amati menggunakan mikroskop yang dihubungkan dengan perangkat digital

optilab dan laptop. Pemeriksaan distribusi ukuran partikel ini dilakukan dengan

menghitung partikel sebanyak 1000 buah yang bertujuan untuk mendapatkan hasil

yang lebih spesifik.


Kurva % frekuensi distribusi ukuran partikel pada Lampiran 1, Gambar 14,

menunjukkan kurva yang terbentuk pada dispersi padat candesartan cilexetil-PVP

K-30 lebih sempit dengan ukuran partikel yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan serbuk candesartan cilexetil dimana kurvanya lebih luas, hal ini dapat

terlihat karena ukuran partikel pada candesartan cilexetil terdistribusi dengan

ukuran partikel antara 10 – 160 µm. Pada kurva % frekuensi kumulatif distribusi

ukuran partikel dapat disimpulkan dari kemiringan kurva, bahwa serbuk dispersi

padat formula 3 mempunyai ukuran partikel yang paling halus dimana kurvanya

lebih tegak ke arah sumbu y berarti telah mendekati distribusi normal hal ini dapat

dilihat pada Lampiran 1, Gambar 15.

Secara keseluruhan ukuran partikel serbuk dispersi padat lebih kecil

dibandingkan dengan candesartan cilexetil, hal ini disebabkan karena dalam

pembuatan serbuk dispersi padat kedua komponen terhomogen secara sempurna

sehingga mengalami penggabungan dan berubah menjadi bentuk molekuler

dengan ukuran partikel yang lebih kecil setelah melalui proses pelarutan.

Pengaruh proses pelarutan digunakan untuk mengurangi ukuran partikel senyawa

obat padat yang sukar larut, semakin besar luas permukaan maka daya

keterbasahan zat aktif akan meningkat saat berkontak dengan medium disolusi

dan berpengaruh terhadap laju disolusi serta bioavaibilitas dari obat tersebut.

Morfologi permukaan dari suatu sampel dapat dilihat dengan

menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Morfologi dari suatu

sampel dapat dilihat dari bentuk permukaannya. Berdasarkan analisis bentuk

partikel dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dengan


berbagai perbesaran memperlihatkan karakteristik dari candesartan cilexetil,

polivinilpirolidon K-30, campuran fisik, dan dispersi padat. Pada hasil SEM

perbesaran 1000 kali, candesartan cilexetil terlihat berupa padatan kristal dengan

bentuk jarum-jarum kecil yang dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 16.

Sedangkan bentuk morfologi dari PVP K-30 perbesaran 500 kali pada Lampiran

1, Gambar 17 terlihat seperti bentuk bongkahan batu yang tidak beraturan . Pada

campuran fisik perbesaran 1000 kali masih terlihat bentuk morfologi permukaan

dari candesartan cilexetil murni yang menempel pada PVP K-30 yang dapat

dilihat pada Lampiran 1, Gambar 18. Pada Lampiran 1, Gambar 19 menunjukan

dispersi padat formula 1 perbesaran 500 kali masih terlihat morfologi permukaan

dari candesartan cilexetil berupa jarum-jarum kecil namun sudah bergabung

dengan polivinilpirolidon K-30. Pada dispersi padat formula 2 (1:3) dan formula 3

(1:5) perbesaran 500 kali sudah tidak terlihat lagi bentuk morfologi dari

candesartan cilexetil dan PVP K-30 yang menandakan antara kedua zat telah

bercampur, dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 20 dan Gambar 21.

Perbedaan bentuk partikel campuran fisik dan dispersi padat dikarenakan

campuran fisika dibuat hanya dengan cara pencampuran yang sederhana tanpa

adanya perlakuan khusus yang dapat merusak bentuk dari masing–masing bahan

dan belum terjadinya interaksi dengan PVP K-30. Sedangkan serbuk dispersi

padat dibuat dengan metoda pelarutan, bentuk morfologi dari candesartan cilexetil

tidak terlihat lagi karena fase kristalin candesartan cilexetil telah terdispersi pada

permukaan fase luar PVP K-30.


Hal ini menunjukkan bahwa serbuk hasil dispersi padat menghasilkan

senyawa yang lebih amorf karena derajat kristalinitasnya telah berkurang.

Terjadinya perubahan bentuk pada campuran fisik dan sebuk dispersi padat

menandakan bahwa telah terjadi reaksi fisika pada candesartan cilexetil dengan

polivinilpirolidon K-30.

Analisis difraksi sinar-X menggunakan program Winploter adalah untuk

mengevaluasi pengaruh perubahan derajat kristalinitas senyawa padat obat

candesartan cilexetil pada serbuk dispersi padat . Analisa difraksi sinar-X serbuk

merupakan metode yang handal untuk karakterisasi interaksi padatan antara dua

komponen padat, apakah terbentuk fase kristalin baru atau tidak. Jika terbentuk

fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen, maka akan teramati

secara nyata dari difraktogram sinar-X yang berbeda antara campuran fisik dan

dispersi padat dari kedua komponen tersebut. Analisis difraksi sinar-X ini juga

digunakan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan metode dispersi padat

terhadap fase padat dan perubahan derajat kristalinitas senyawa padat obat

candesartan cilexetil setelah dibentuk dispersi padat yang dibuat dengan metode

pelarutan. Pada Lampiran 1, Gambar 22 senyawa candesartan cilexetil murni

menunjukkan padatan kristalin karena difraktogram menunjukkan puncak

interferensi yang khas dan tajam pada sudut 2 θ: 9,62º yaitu 6130,5. PVP K 30

menunjukkan bentuk padatan yang amorf, terlihat dari difraktogram yang

terbentuk halo amorf (diffuse) yang dapat diamati pada Lampiran 1, Gambar 23.

Pada Lampiran 1, Gambar 24 difraktogram campuran fisik, puncak

kristalin candesartan cilexetil terlihat jelas pada sudut 2 theta : 9,62˚ yaitu 3739,1
difraktogram ini juga menunjukkan terjadinya penurunan derajat kristalinitas

candesartan cilexetil. Pada hasil dispersi padat antara formula 1 (1:1), formula 2

(1:3), dan formula 3 (1:5) terdapat penurunan puncak interferensi yang signifikan

dibandingkan dengan campuran fisik. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 1,

Gambar 27 bahwa difraktogram formula 3 memiliki penurunan puncak

interferensi yang lebih baik dari pada formula 1 dan formula 2, yang dapat dilihat

pada lampiran 1, Gambar 25 dan Gambar 26. Dari hasil difraktogram dipersi

padat formula 1 (1:1) terlihat puncak pada sudut 2 theta: 9,62˚ yaitu 3581.

Dispersi padat formula 2 (1:3) terlihat penurunan derajat kristalin yang cukup

signifikan pada sudut 2 theta: 9,62˚ yaitu 2489,3. Dan dispersi padat formula 3

(1:5) memperlihatkan penurunan derajat kristalin pada sudut 2 theta: 9,62˚ yaitu

1859. Dari hasil difraktogram yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin

banyak polimer PVP K-30 yang ditambahkan semakin baik penurunan intensitas

kristalin dari candesartan cilexetil.

Analisis spektroskopi inframerah dilakukan untuk mengidentifikasi gugus

fungsi pada suatu senyawa. Setiap pita serapan pada bilangan gelombang tertentu

menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Hasil analisa berupa signal

kromatogram hubungan persentase transmitan terhadap panjang gelombang.

Hasil karakterisasi pada spektrum inframerah serbuk candesartan cilexetil pada

Lampiran 1, Gambar 30, terlihat adanya gugus fungsi ester C-O pada bilangan

gelombang 1245,91 cm-1, gugus fungsi C=O pada bilangan gelombang 1731,25

cm-1, gugus fungsi C-H aromatik pada bilangan gelombang 2939,62 cm-1 dan

gugus fungsi N-H pada bilangan gelombang 3669,62 cm-1. Spektrum FT-IR
serbuk PVP K-30 pada Lampiran 1, Gambar 31, menunjukan puncak yang lebar
-1
pada bilangan gelombang 3429,36 cm yang menunjukkan adanya gugus fungsi

O-H, gugus fungsi C-H aromatik pada bilangan gelombang 2940,13 cm-1, gugus

fungsi C=C pada bilangan gelombang 1649,76 cm-1. Pada Lampiran 1, Gambar

32, hasil karakterisasi campuran fisik terdapat puncak yang menunjukkan adanya

gugus fungsi dari PVP K-30 yaitu pada bilangan gelombang 3408,31cm-1 dan

1641,23 cm-1. Puncak candesartan cilexetil hanya terlihat pada bilangan

gelombang 1716,41 cm-1; 1251,98 cm-1; dan 2938,39 cm-1. Pada Lampiran 1,

Gambar 33, karakterisasi sistem dispersi padat formula 1 menunjukkan adanya

gugus fungsi dari PVP K-30 dan candesartan cilexetil dengan adanya puncak PVP

K-30 yang lebar pada bilangan gelombang 3402,06 cm-1 dan 1647,36 cm-1.

Puncak candesartan cilexetil pada bilangan gelombang 2940,34 cm-1 dan 1259,15

cm-1. Pada dispersi padat formula 2 yang dapat dilihat Lampiran 1, Gambar 34,

juga terdapat sebagian besar puncak serapan PVP K-30 pada bilangan gelombang

3396,35 cm-1; 1275,89 cm-1 dan 1645,25 cm-1, juga puncak candesartan cilexetil

pada bilangan gelombang 2944,49 cm-1. Pada dispersi padat formula 3 Lampiran

1, gambar 35 juga terdapat sebagian besar puncak-puncak serapan PVP K-30 pada

bilangan gelombang 3402,78 cm-1, dan 1645,94 cm-1. Hilangnya sebagian besar

puncak candesartan cilexetil menunjukkan adanya interaksi antara candesartan

cilexetil dan PVP K-30 yang berarti telah terjadi pembentukan dispersi padat

antara candesartan cilexetil dengan PVP K-30 yang dibuat dengan metoda

pelarutan.
Karakterisasi selanjutnya yaitu analisis termal dilakukan mengunakan alat

DSC. Differential scanning calorimetry (DSC) merupakan salah satu alat dari

thermal analizer yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan

entalpi dari suatu bahan. Prinsip dasar yang mendasari teknik ini adalah, bila

sampel mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang)

panas harus mengalir ke referensi untuk mempertahankan keduanya pada

temperatur yang sama (Ginting, et al., 2005).

Differential scanning calorimetry (DSC) untuk melihat titik lebur suatu zat

aktif. Pada hasil termogram candesartan cilexetil menunjukkan puncak

endotermik yang tajam pada temperatur 169,916 °C dalam waktu 902,4 detik

yang merupakan peristiwa peleburan dari candesartan cilexetil dengan entalpi

sebesar 69,206 J/g yang dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 36. Hasil

termogram campuran fisik dan formula mengalami pergeseran puncak endotermik

dari candesartan cilexetil, terjadinya pergeseran puncak endotermik ini

menandakan terjadinya interaksi antara candesartan cilexetil dengan PVP K-30.

Pada campuran fisik terjadi pergeseran titik lebur pada temperatur 171,609 °C

dalam waktu 911 detik dengan entalpi sebesar 29,344 J/g yang dapat dilihat pada

Lampiran 1, Gambar 37. Begitupun dengan formula 1 mengalami pergeseran

entalpi yaitu pada suhu 168,177 °C dalam waktu 890 detik dengan entalpi

peleburan 38,683 J/g Lampiran 1, Gambar 38. Data pada Lampiran 1, Gambar 39

menunjukkan bahwa formula 2 mengalami penurunan titik lebur dengan suhu

155,447 °C dalam waktu 813 detik dengan energi panas yang kecil yaitu 7,398

J/g. Formula 3 juga mengalami penurunan dibanding dengan candesartan cilexetil


yaitu pada suhu 164,140 °C dalam waktu 865 detik dengan entalpi yang lebih

kecil sebesar 6,956 J/g, dapat dilihat pada Lampiran 1, Gambar 40.

Dari hasil termogram DSC terlihat bahwa terjadi penurunan entalpi

peleburan dari candesartan cilexetil setelah dibentuk dispersi padat dengan PVP

K-30. Pada campuran fisik dan dispersi padat formula 1 yang dibuat dengan

perbandingan 1:1 masih terlihat puncak endotermik dari candesartan cilexetil.

Namun pada dispersi padat formula 2 dan formula 3 perbandingan 1:3 dan 1:5

sudah tidak terlihat lagi puncak endotermik dari candesartan cilexetil. Pada sistem

dispersi padat terjadi pergeseran titik lebur dari candesartan cilexetil yang diikuti

penurunan entalpi yang menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk

peleburan lebih rendah karena terjadi penurunan derajat kristalinitas, hal ini telah

dikonfirmasi oleh hasil XRD yaitu adanya penurunan derajat kristalinitas yang

mengarah ke amorf pada difraktogram sistem dispersi padat. Dibandingkan

campuran fisika, formula 1 dan formula 2, jumlah polimer yang digunakan pada

formula 3 lebih banyak dimana, semakin banyaknya jumlah PVP K-30 yang

ditambahkan pada sistem dispersi padat maka semakin rendah kapasitas panas

yang diperlukan untuk dapat melebur

Setelah dilakukan karakterisasi terhadap candesartan cilexetil murni, PVP

K-30 murni, campuran fisik dan dispersi padat candesartan cilexetil- PVP K-30

formula 1, formula 2 dan formula 3, kemudian dilakukan penetapan kadar dengan

menggunakan spektofotometer UV-VIS. Langkah pertama yang dilakukan dalam

penetapan kadar adalah penentuan panjang gelombang serapan maksimum

candesartan cilexetil dalam metanol dengan konsentrasi 12 ppm. Dari hasil


pengukuran, diperoleh panjang gelombang maksimum dari zat aktif candesartan

cilexetil 254,40 nm dengan absorban 0,430, dapat dilihat pada Lampiran 1,

Gambar 42. Kurva kalibrasi yang dibuat dengan konsentrasi 8, 10, 12, 14, dan 16

ppm didapatkan hasil persamaan regresi yaitu y = 0,0506x – 0,1778 dengan nilai

r = 0,99994, dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel XIV dan Gambar 43. Data pada

Lampiran 1, Tabel XV menunjukkan hasil penetapan kadar candesartan cilexetil

dalam dispersi padat formula 1, 2 dan 3 yaitu 99,9755; 100,0852; 99,9206 % dan

dalam campuran fisik 100,0852 %. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut,

didapatkan bahwa kadar candesartan cilexetil dalam sampel sesuai dengan

persyaratan yang tertera dalam Japanese Pharmacopeia Sixteenh Eddition yang

menyatakan kadar candesartan cilexetil tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih

dari 101,0 %.

Pada penentuan profil disolusi dari serbuk dispersi padat dan campuran

fisik dari candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30 menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan laju disolusi dari semua formula. Peningkatan laju disolusi

tersebut dikarenakan pengaruh dari penambahan polivinilpirolidon K-30 dan

pengaruh metoda dispersi padat pada masing-masing formula, ini terlihat bahwa

pada dispersi padat formula 3 memiliki peningkatan laju disolusi yang lebih baik

dibandingkan dengan formula 1, formula 2 dan campuran fisik. Semua formula

telah memenuhi persyaratan yang tercantum dalam The United States

Pharmacopeial Convention. Persen terdisolusi dari campuran fisik dan ketiga

formula pada menit ke 60 rata–rata adalah sebagai berikut: Campuran fisil :

73,1363 %, Formula 1: 75,0315 %, Formula 2: 78,5628 %, Formula 3: 93,5810 %


yang dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel XXII. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa perbedaan perbandingan pembuatan dispersi padat sangat berpengaruh

terhadap peningkatan laju disolusi candesartan cilexetil. Dengan metode

pelarutan dapat menyebabkan candesartan cilexetil berubah bentuk menjadi

amorf, dan terperangkap kedalam rongga polivinilpirolidon K-30, dibandingkan

dengan campuran fisik, diantara ketiga formula untuk profil disolusi formula 3

memiliki laju disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan formula 1 dan

formula 2. Namun antara campuran fisik dan formula 1 terlihat mempunyai laju

disolusi yang hampir sama. Hal ini mungkin disebabkan karena perbandingan

antara candesartan cilexetil dan PVP K-30 yang digunakan sama (1:1) walaupun

metode pembuatan berbeda.

Parameter lain yang digunakan untuk evaluasi disolusi adalah efisiensi

disolusi (ED). Nilai efisiensi disolusi merupakan nilai AUC (Area Under Curve)

dari jumlah obat terdisolusi persatuan waktu. Data pada Lampiran 1, Tabel XXIII,

menunjukkan perhitungan rata-rata efisiensi disolusi diperoleh dari luas daerah

dibawah kurva menunjukkan nilai efisiensi disolusi campuran fisik, dispersi padat

Formula 1, Formula 2, dan Formula 3 berturut-turut adalah 63,9873 %, 67,6305

%, 72,1562 %, dan 82,1387 % . Data ini memperlihatkan bahwa dispersi padat

formula 3 mempunyai efisiensi disolusi paling besar dibandingkan dengan

formula 1 dan formula 2.

Dari hasil analisa kinetika disolusi diketahui bahwa dispersi padat

candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30 telah dilakukan berdasarkan

model kinetika orde nol, orde satu, Higuchi dan Korsemeyer-Peppas. Dari
keempat model kinetika tersebut, koefisien korelasi dari persamaan model

kinetika Korsmeyer-Peppas yang paling mendekati satu, karena kurva kadar

dispersi padat candesartan cilexetil hubungan antara logaritma persen terdisolusi

dengan logaritma waktu relatif lebih linear dari pada persamaan yang lain. Dapat

dilihat dari harga koefisien korelasi (r), nilai korelasi r yang diperoleh yaitu

candesartan cilexetil 0,975, campuran fisik 0,936, Formula 1 0,852, formula 2

0,975 dan formula 3 0,959 dapat dilihat pada Lampiran 1, Tabel XXVIII.

Berdasarkan tinjauan dari aspek kinetika tersebut maka kinetika pelepasan obat

dari pembentukan dispersi padat megikuti model kinetika Korsmeyer-Peppas

yang mengindikasikan mekanisme pelepasannya mengikuti hukum difusi Fick.

Menurut Fick kecepatan disolusi dikontrol oleh kecepatan difusi dari membran

yang sangat tipis dari larutan jenuh yang terbentuk seketika di sekitar partikel

padat. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh berdifusi kedalam pelarut dari

daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat yang

rendah (Abdou, 1989).

Analisis statistik dari efisiensi disolusi dispersi padat dan campuran fisik

dari candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30 dilakukan dengan uji

ANOVA satu arah menggunakan SPSS 20. Hasil perhitungan ANOVA

menunjukkan bahwa nilai F hitung = 11132,091 dengan Sig. = 0,000 (< 0,05),

yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi disolusi

dispersi padat dan campuran fisik dari candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon

K-30 itu adalah berbeda nyata. Hasil uji lanjut dengan uji duncan menunjukkan

bahwa rata- rata efisiensi disolusi terbagi atas 5 subset, dimana efisiensi disolusi
candesartan cilexetil terletak pada subset 1, campuran fisik terdapat pada subset 2,

Formula 1 pada subset 3 , Formula 2 terletak pada subset 4, Formula 3 terletak

pada subset 5. Jadi dapat disimpulkan dari hasil uji lanjut dengan uji Duncan

menyatakan bahwa terdapat perbedaan efisiensi disolusi yang signifikan antara

candesartan cilexetil, campuran fisik dan dispersi padat, yang berarti bahwa

perbedaan metode dispersi padat memberikan pengaruh terhadap laju disolusi dari

candesartan cilexetil, perbedaan tersebut dilihat pada Lampiran 3, Tabel XXVIII-

XXXI.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sistem dispersi padat

candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30 menggunakan metode pelarutan

dapat disimpulkan:

1. Pengaruh PVP K-30 terhadap karakteristik fisikokimia candesartan cilexetil

pada sistem dispersi padat yaitu dapat memperbaiki sifat fisikokimia dari

candesartan cilexetil yang meliputi: ukuran partikel, derajat kristalinitas,

identifikasi gugus fungsi, morfologi permukaan partikel, perubahan sifat

termodinamika.

2. Pengaruh PVP K-30 tehadap laju disolusi candesartan cilexetil pada sistem

dispersi padat yaitu dapat meningkatkan laju disolusi dari candesartan

cilexetil melalui pembentukan dispersi padat. Ditunjukkan oleh persentase

kadar yang terdisolusi pada menit ke-60 candesartan cilexetil, campuran fisik,

formula 1, formula 2, dan formula 3 berturut-turut adalah 31,3782 %,

73,1363%, 75,0315 %, 78,5628 %, 93,5810 %.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih

lanjut sistem dispersi padat candesartan cilexetil dan polivinilpirolidon K-30

sampai pada proses pembuatan tablet.


DAFTAR PUSTAKA

Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Bioavaibility and Bioequivalence.


Pennsylavania: Mack Publishing Company.

Ansel, H.C. (2008). Pengantaran Bentuk Sedian Farmasi. (Edisi 4). Depok : UI
Press.

Chiou, W. L., Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical applications of solid


dispersion system. Journal of pharmaceuical sciences. 60, (9), 1283-1302.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.


Padang: Andalas University Press.

Darwhekar, G.N., Jain, D.K., & Chouhan, J. (2012). Biopharmaceutical


classification of candesartan and candesartan cilexetil. Asian Journal of
Pharmacy and Life Sciense, 2, (2), 295-302

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi


III). Jakarta: Departemen Kesehatan Indonesia.

Devi, G.M., Krishna, S., Lakshmi, S., Ram, S., & Devi, U.(2016). Enhancement
of Solubility of Candesartan Cilexetil By Solid Dispersion Method.
InternationalJournal of Advance in Pharmacy and Biotechnology. 2(2), 6-
14.

Dixit, N. D., & Niranjan, S. K. (2014). A Review: Solid Dispersion. World


Journal of Pharmacy and Pharmaceitical Science, 3(9), 238-257

Gandjar, I.G & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Gennaro, A. R. (1985). Remington Pharmaceutical Sciences. (17th ed). Easton :


Mack Publishing Company.

Ginting, A., Sutri , I., & Jan, S., (2005). Penentuan parameter uji dan ketidak
pastian pengukuran kapasitas panas pada differential scanning
calorimeter.J. Tek. Bhn. Nukl. 1,(1), 1-57.

Halim, A. (2012). Farmasi Fisika Pulva Engienerring. Padang: Andalas


University Press

Husain, A., Azim, Sabir., Mitra,M & Bhasin, S.P. (2011). A review on
Candesartan: Pharmacological and Pharmaceutical Profile. Journal of
Applied Pharmaceutical Science, 01(10) :12-17

Israili, ZH. (2000). Clinical Pharmacokinetics of Angiostensin II (AT1) Receptor


Blockers II Hypertension. Journal of Human Hypertension. 14, 73-86.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia (Edisi


V). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kumar, L., Singh, V., & Meel, R.K. (2015).Formulation Development and
Evaluation of oral Disentegrating Tablet of Candesartan Cilexetil. World
Journal of Pharmaceutical Research, 4, (2), 1158-1170.

Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994).Teori Dan Praktek


farmasi Industri I (Edisi II), Diterjemahkan Oleh Suyatmi, S. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Leuner, C., & Dressman, J. (2000). Improving Drug Solubility for Oral Delivery
Using Solid Dispersions. European Journal of Pharmaceutical and
Biopharmaceutics, 50(2), 47-60

Nikghalb, L.A., Singh, G., Singh, G., & Kahkeshan, K.F. (2012). Solid
Dispersion: Method and Polymers to Increase the Solubility of Poorly
Soluble Drug. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 2(10), 170-
175.

Martin, M. L., Swarbick, J., Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik Dasar-dasar


Kimia Fisik dalam Ilmu Farmasetik, Vol.1, (Edisi III). Jakarta: UI Press
Mulja, M., & Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga
University Press.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Cook, W. C. and Quinn, M. E. (2009). Handbook of
Pharmaceutical Excipient (6th ed), The Pharmaceutical Press: London.

Shargel, L., Wu-Pong, S., & Yu, A.B.C. (2012). Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan (Edisi V). Penerjemah: Fasich dan Budi
Supraptih. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas
Airlangga.

Sharma, P., Kapoor, A., & Bahargara, S. (2012). A Review on: Solubility
Enchancement by Implementing Solid Dispersion Technique for Poorly
Water Soluble Drug. Research Journal Of Pharmaceutical, Biological
and Chemical Science. 3(1), 847-859

Shindu, J., Kishore, B., Kaza, Rajesh., & Ranganayakulu. (2015). Design and
Characterization Of Fast Disolving Films Of Telmisartan Solid
Dispersions. International Journal of Research in Pharmaceutical and
Nano Science .4(3), 140-1152

Shing, J., Umadevi, S. K., Vardhan, S., Lachoria, M., & Rajeswari. (2014).
Solubility Enhancement of Candesartan Cilexetil by Using Different
Hydrotropic Agents. European Journal of Pharmaceutical and Medical
Research, 2(1), 339-353.
The Ministry of Health, Labour and Welfare. (2011). Japanese Pharmacopeia
Sixteenh Eddition. The MHLW Ministerial Notification No. 65. Japan.

The United States Pharmacopeia Convention. (2016). Revision Bulletin.


Candesartan Cilexetil Tablets. (C181881_M12275-CHM22015, Rev.
020161118). Chemical Medicines Monographs 2

Vasconselos, T., Sarmento, B., & Costa, P. (2007). Solid Dispersions as


Strategyto Improve Oral Bioavailability of Poor Water Soluble Drugs.
Drug Discovery Today, 12(23), 1068-1075.

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, Penerjemah


Soewandi Noerono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Watson, D. G. (2009). Analisis Farmasi. (Edisi 2). Penerjemah: Winny R. Syarief.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Zhong, L., Zhu, X., Lao, X., & Su, W. (2013). Dissolution Properties And Phsycal
Characterization of Telmisartan-Chitosan solid Dispersion prepared By
Mechanochemical Activation. AAPS PharmSciTech. 14(2), 541-550.
Lampiran 1. Data dan Hasil Penelitian

Tabel IV. Hasil pemeriksaan bahan baku Candesartan cilexetil

Persyaratan
No. Pemeriksaan (Japanese Pharmacopeia Pengamatan
Sixteenh Eddition, 2011)
1. Pemerian

a. Bentuk Serbuk hablur Serbuk hablur

b. Bau Bau khas lemah Agak lemah

c. Warna Putih hingga hampir Putih atau hampir


putih putih

2. Kelarutan

a. Dalam air Praktis tidak larut 50 mg tidak larut


dalam 500 mL air
b. Dalam etanol Agak Sukar Larut 1 gram larut dalam 70
mL methanol
c. Dalam metanol Sukar larut 1 gram larut dalam
100 mL etanol
3. Identifikasi

a. Spektrum Spektrum serapan Spektrum serapan


serapan inframerah zat yang infamerah yang
inframerah diperoleh menunjukkan diperoleh serupa
puncak maksimum hanya dengan spektrum
pada panjang gelombang Candesartan cilexetil
yang sama pada pembanding, pada
Candesartan cilexetil beberapa puncak yang
ada. (Lampiran
1,Gambar 27).

b. Spektrum Diperoleh panjang


serapan Spektrum serapan gelombang 254,6 nm
ultraviolet ultraviolet larutan dalam (Lampiran 1, Gambar
metanol pada panjang 33).
gelombang 254 nm.
Lampiran 1. (lanjutan)

Sertifikat Analisis Bahan Baku Candesartan cilexetil.

Gambar 12. Sertifikat analisis Candesartan cilexetil


Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel V. Hasil pemeriksaan bahan baku PVP K-30

Persyaratan
No. Pemeriksaan (Handbook of Pengamatan
Pharmaceutical
Excipient, 2009)
1. Pemerian
 Bentuk Serbuk Serbuk
 Warna Putih atau putih Putih
kekuningan Bau lemah, khas
 Bau Berbau lemah atau tidak Berbau
berbau, higroskopik lemah,higroskopik
2. Kelarutan
a. Dalam air Larut dalam 1 bagian air 1 g dalam 1 mL air
b. Dalam etanol Larut dalam 1,5 bagian 1 g dalam 1,5 mL
etanol etanol
Lampiran 1. (lanjutan)

Sertifikat Analisis Bahan Baku PVP K-30

Gambar 13. Sertifikat analisis PVP K-30


Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel VI. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel candesartan cilexetil

%
Ukuran Partikel % Frekuensi
(µm) d n nd Frekuensi Kumulatif
0 – 10 5 0 0 0 0
10,1 – 20 15,05 5 75,25 0,5 0,5
20,1 – 30 25,05 79 1978,95 7,9 8,4
30,1 – 40 35,05 164 5748,2 16,4 24,8
40,1 – 50 45,05 185 8334,25 18,5 43,3
50,1–60 55,05 165 9083,25 16,5 59,8
60,1–70 65,05 99 6439,95 9,9 69,7
70,1–80 75,05 92 6904,6 9,2 78,9
80,1-90 85,05 72 6123,6 7,2 86,1
90,1-100 95,05 55 5227,75 5,5 91,6
100,1-110 105,5 34 3587 3,4 95
110,1-120 115,05 23 2646,15 2,3 97,3
120,1-130 125,05 15 1875,75 1,5 98,8
130,1-140 135,05 8 1080,4 0,8 99,6
140,1-150 145,05 2 290,1 0,2 99,8
150,1-160 155,05 2 310,1 0,2 100
Ʃ 1000 59705,3 100 100

Keterangan :

d : Rata-rata ukuran partikel


n : Jumlah partikel
nd : Rata-rata ukuran partikel x jumlah partikel
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel VII. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel campuran fisik (1:1)

%
Ukuran Partikel % Frekuensi
(µm) d n Nd Frekuensi Kumulatif
0 – 10 5 18 90 1,8 1,8
10,1 – 20 15,05 234 3521,7 23,4 25,2
20,1 – 30 25,05 298 7464,9 29,8 55
30,1 – 40 35,05 99 3469,95 9,9 64,9
40,1 – 50 45,05 148 6667,4 14,8 79,7
50,1–60 55,05 31 1706,55 3,1 82,8
60,1–70 65,05 37 2406,85 3,7 86,5
70,1–80 75,05 89 6679,45 8,9 95,4
80,1-90 85,05 16 1360,8 1,6 97
90,1-100 95,05 10 950,5 1 98
100,1-110 105,05 11 1155,55 1,1 99,1
110,1-120 115,05 3 345,15 0,3 99,4
120,1-130 125,05 3 375,15 0,3 99,7
130,1-140 135,05 1 135,05 0,1 99,8
140,1-150 145,05 2 290,1 0,2 100
150,1-160 155,05 0 0 0 100
Ʃ 1000 36619,1 100 100

Keterangan :

d : Rata-rata ukuran partikel


n : Jumlah partikel
nd : Rata-rata ukuran partikel x jumlah partikel
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel VIII. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel serbuk dispersi padat
formula 1 (1:1)
%
Ukuran Partikel % Frekuensi
(µm) d n Nd Frekuensi Kumulatif
0 – 10 5 23 115 2,3 2,3
10,1 – 20 15,05 237 3566,85 23,7 26
20,1 – 30 25,05 291 7289,55 29,1 55,1
30,1 – 40 35,05 278 9743,9 27,8 82,9
40,1 – 50 45,05 45 2027,25 4,5 87,4
50,1–60 55,05 32 1761,6 3,2 90,6
60,1–70 65,05 38 2471,9 3,8 94,4
70,1-80 75,05 12 900,6 1,2 95,6
80,1-90 85,05 29 2466,45 2,9 98,5
90,1-100 95,05 11 1045,55 1,1 99,6
100,1-110 105,5 2 211 0,2 99,8
110,1-120 115,05 1 115,05 0,1 99,9
120,1-130 125,05 1 125,05 0,1 100
130,1-140 135,05 0 0 0 100
140,1-150 0 0 0 0 100
150,1-160 155,05 0 0 0 100
Ʃ 1000 31839,75 100 100

Keterangan :

d : Rata-rata ukuran partikel


n : Jumlah partikel
nd : Rata-rata ukuran partikel x jumlah partikel
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel IX. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel formula 2 (1:3)

%
Ukuran Partikel % Frekuensi
(µm) d n Nd Frekuensi Kumulatif
0 – 10 5 120 600 12 12
10,1 – 20 15,05 190 2859,5 19 31
20,1 – 30 25,05 287 7189,35 28,7 59,7
30,1 – 40 35,05 258 9042,9 25,8 85,5
40,1 – 50 45,05 36 1621,8 3,6 89,1
50,1–60 55,05 18 990,9 1,8 90,9
60,1–70 65,05 50 3252,5 5 95,9
70,1–80 75,05 9 675,45 0,9 96,8
80,1-90 85,05 17 1445,85 1,7 98,5
90,1-100 95,05 9 855,45 0,9 99,4
100,1-110 105,5 2 211 0,2 99,6
110,1-120 115,05 3 345,15 0,3 99,9
120,1-130 125,05 1 125,05 0,1 100
130,1-140 135,05 0 0 0 100
140,1-150 145,05 0 0 0 100
150,1-160 155,05 0 0 0 100
Ʃ 1000 29214,9 100 100

Keterangan :

d : Rata-rata ukuran partikel


n : Jumlah partikel
nd : Rata-rata ukuran partikel x jumlah partikel
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel X. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel serbuk dispersi padat


formula 3 (1:5)

Ukuran % % Frekuensi
Partikel (µm) d n Nd Frekuensi Kumulatif
0 – 10 5 155 775 15,5 15,5
10,1 – 20 15,05 360 5418 36 51,5
20,1 – 30 25,05 220 5511 22 73,5
30,1 – 40 35,05 212 7430,6 21,2 94,7
40,1 – 50 45,05 45 2027,25 4,5 99,2
50,1–60 55,05 2 110,1 0,2 99,4
60,1–70 65,05 3 195,15 0,3 99,7
70,1–80 75,05 2 150,1 0,2 99,9
80,1-90 85,05 1 85,05 0,1 100
90,1-100 95,05 0 0 0 100
100,1-110 105,5 0 0 0 100
110,1-120 115,05 0 0 0 100
120,1-130 125,05 0 0 0 100
130,1-140 135,05 0 0 0 100
140,1-150 145,05 0 0 0 100
150,1-160 155,05 0 0 0 100
Ʃ 1000 21702,3 100 100

Keterangan :

d : Rata-rata ukuran partikel


n : Jumlah partikel
nd : Rata-rata ukuran partikel x jumlah partikel
Lampiran 1. (lanjutan)

40
35
30
% Frekuensi

25
ZA
20
15 CF
10
5 F1
0 F2
F3

Diameter rata (µm)

Gambar 14. Kurva % frekuensi distribusi ukuran partikel dari candesartan


cilexetil, campuran fisika dan dispersi padat.

Keterangan :

ZA : Zat aktif
CF : Campuran fisik
F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)
F2 : Dispersi padat formula 2(1:3)
F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)
Lampiran 1. (lanjutan)

120
% Frekuensi kumulatif

100
80
ZA
60
CF
40
F1
20
F2
0
F3

Diameter rata (µm

Gambar 15. Kurva % frekuensi kumulatif distribusi ukuran partikel dari


candesartan cilexetil, campuran fisika dan dispersi padat.

Keterangan :

ZA : Zat aktif
CF : Campuran fisik
F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)
F2 : Dispersi padat formula 2(1:3)
F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 16. Morfologi scanning electron microscopy candesartan cilexetil murni


perbesaran 1000 x

Gambar 17. Morfologi scanning electron microscopy PVP K-30 murni


perbesaran 500x
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 18. Morfologi scanning electron microscopy campuran fisik perbesaran


1000x

Gambar 19. Morfologi scanning electron microscopy dispersi padat formula 1


perbesaran 500x
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 20. Morfologi scanning electron microscopy dispersi padat formula 2


perbesaran 500x

Gambar 21. Morfologi scanning electron microscopy dispersi padat formula 3


perbesaran 500x
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 22. Difraktogram sinar-X candesartan cilexetil

Gambar 23. Difraktogram sinar-X PVP K-30


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 24. Difraktogram sinar-X campuran fisik

Gambar 25. Difraktogram sinar-X dispersi padat formula 1


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 26. Diraktogram sinar-X dispersi padat formula 2

Gambar 27. Difraktogram sinar-X dispersi padat formula 3


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 28. Gabungan difraktogram sinar-X candesartan cilexetil, PVP K-30,


campuran fisik, dispersi padat formula 1, formula 2 dan formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XI. Data analisis difraksi sinar-X candesartan cilexetil, campuran fisik,
dispersi padat formula 1 (1:1), formula 2 (1:3), dan formula 3 (1:5)
dengan menggunakan program winploter.

Intensitas

Sudut 2θ ZA CF F1 F2 F3

9,62825 6130,5 3739,1 3581,0 2489,3 1859,0

17,0632 5945,2 2801,8 2666,3 1947,2 1678,3

20,13011 5076,1 2056,5 1864,5 1615,2 1497,6

Keterangan :

ZA : Zat aktif
CF : Campuran fisik
F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)
F2 : Dispersi padat formula 2(1:3)
F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 29. Spektrum FT – IR candesartan cilexetil murni pembanding (The


Ministry of Health, Labour and Welfare, 2011).

Gambar 30. Spektrum FT-IR candesartan cilexetil murni


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 31. Spektrum FT-IR PVP K-30 murni

Gambar 32. Spektrum FT-IR campuran fisik


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 33. Spektrum FT-IR dispersi padat formula 1

Gambar 34. Spektrum FT-IR dispersi padat formula 2


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 35. Spektrum FT-IR dispersi padat formula 3


Lampiran 1. (Lanjutan)

Tabel XII. Data analisa spektrum inframerah candesartan cilexetil, PVP K-30
campuran fisik, dispersi padat formula 1 (1:1), formula 2 (1:3) dan
formula 3 (1:5).

Gugus Fungsi
Sampel
N-H O-H C=C C=O C-O C-H
ZA 3669,62 - - 1731,25 1245,91 2939,62
PVP K-30 - 3429,36 1649,76 - 1274,48 2940,13

CF - 3408,31 1641,23 1716,41 1251,98 2938,39

F1 - 3402,06 1647,36 - 1259,15 2940,34

F2 - 3396,35 1645,25 - 1275,89 2944,49

F3 - 3402,78 1645,94 - 1265,88 2943,36

Keterangan :

ZA : Zat aktif
CF : Campuran fisik
F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)
F2 : Dispersi padat formula 2(1:3)
F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 36. Termogram DSC serbuk candesartan cilexetil murni

Gambar 37. Termogram DSC campuran fisik candesartan cilexetil – PVP K30
Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 38. Termogram DSC serbuk dispersi padat formula 1 (1:1)

Gambar 39. Termogram DSC serbuk dispersi padat formula 2 (1:3)


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 40. Termogram DSC serbuk dispersi padat formula 3 (1:5)

Gambar 41. Overlay termogram DSC serbuk candesartan cilexetil, campuran


fisik, serbuk dispersi padat formula 1, formula 2, formula 3
candesartan cilexetil – PVP K-30
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XIII. Data analisa differential scanning calorimetry candesartan cilexetil,


campuran fisik (1:1), dispersi padat formula 1 (1:1), formula 2 (1:3)
dan formula 3 (1:5)

Data ZA CF F1 F2 F3
Termogram

Entalpi 69,206 29,344 38,683 7,398 6,956


(J/g)

Temperatur 152,77 dan 153,19 dan 142,13 dan 140,97 dan 145,47 dan
(ºC) 175,75 177,37 175,96 170,61 173,41

798,8 dan 800,0 dan 733,8 dan 726,0 dan 753,0 dan
Waktu (s) 936,8 945,2 936,8 904,0 920,6

Puncak 169,916/ 171,609/ 168,177/ 155,447/ 164,140/


Entalpi 902,4 (s) 911 (s) 890 (s) 813 (s) 865 (s)
(ºC)

Tinggi -4,65 -2,55 -1,39 -0,233 -0,233


Puncak
(mVV)

Onset (ºC) 162,912/ 162,056/ 153,913/ 143,729/ 146,299/


859,77 (s) 853,286 (s) 804,553 (s) 742,621 758,001

Offset (ºC) 173,175/ 175,265/ 173,704/ 167,683/ 171,609/


924,913(s 932,77(s) 923,346 (s) 886,463 (s) 909,805 (s)
)

Keterangan :
ZA : Zat aktif

CF : Campuran fisik

F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)

F2 : Dispersi padat formula 2 (1:3)

F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 42. Panjang gelombang candesartan cilexetil dalam metanol dengan


konsentrasi 12 ppm (λmaks = 254,40 nm)
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XIV. Data serapan larutan standar candesartan cilexetil dalam metanol
pada panjang gelombang 254,40 nm

Konsentrasi (ppm) Serapan


8 0,227
10 0,328
12 0,429
14 0,533
16 0,631

0.7

0.6

0.5
Absorban

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
konsentrasi (ppm)

y = –0,1778 + 0,0506x

r = 0,99994

R2 = 0,99994

Gambar 43. Kurva kalibrasi candesartan cilexetil dalam metanolλmaks = 254,40 nm


Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XV. Hasil penetapan kadar serbuk zat aktif candesartan cilexetil, campuran
fisik dan serbuk dispersi padat formula 1, formula 2 dan formula 3
dalam metanol.

Kadar
Formula Serapan (mg) Penetapan Kadar (%) ± SD
0,434
ZA 0,435 50,4270 100,8540 ± 0,0951
0,435
0,430
CF 0,430 50,0426 100,0852 ± 0
0,430
0,429
Formula 1 0,429 49,9877 99,9755 ± 0,0951
0,430
0,430
Formula 2 0,430 50,0426 100,0852 ± 0
0,430
0,429
Formula 3 0,429 49,9603 99,9206 ± 0
0,429

Keterangan :
ZA : Zat aktif

CF : Campuran fisik

F1 : Dispersi padat formula 1 (1:1)

F2 : Dispersi padat formula 2 (1:3)

F3 : Dispersi padat formula 3 (1:5)


Lampiran 1. (lanjutan)

Gambar 44. Panjang gelombang candesartan cilexetil dalam medium dapar fosfat
pH 6,5 pada konsentrasi 10 ppm λmaks = 256,60 nm
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XVI. Data serapan larutan standar Candesartan Cilexetil dalam medium
dapar fosfat pH 6,5 pada panjang gelombang 256,60 nm

Konsentrasi (ppm) Serapan


6 0,229
8 0,33
10 0,431
12 0,532
14 0,635

0.7

0.6

0.5
Absorban

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)

Gambar 45. Kurva kalibrasi Candesartan dalam medium dapar fosfat pH 6,5

y = –0,07560 + 0,0507x

r = 0,9999

R2 = 0,9999
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XVII. Data hasil profil disolusi serbuk zat aktif candesartan calexetil dalam
medium dapar fosfat pH 6,5

Waktu Zat Aktif


(Menit) Absorban % Terdisolusi Rata-rata Terdisolusi ± SD
0,334 22,7218
0,297 20,6693
5 0,297 20,6693 21,3534 ± 1,1850
0,382 25,5108
0,382 25,4994
10 0,332 22,7257 24,5786 ± 1,6046
0,396 26,3029
0,436 28,5218
15 0,382 25,5108 26,7785 ± 1,5608
0,452 29,4138
0,450 29,3152
30 0,450 29,2985 29,3425 ± 0,0623
0,481 31,0398
0,464 30,0962
45 0,464 30,0962 30,4107 ± 0,5447
0,481 31,0489
0,485 31,2655
60 0,495 31,8203 31,3782 ± 0,3978
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XVIII. Data hasil profil disolusi campuran fisik Candesartan Cilexetil
dalam medium dapar fosfat pH 6,5

Waktu Campuran Fisik


(Menit) Absorban % Terdisolusi Rata-rata Terdisolusi ± SD
0,344 46,5532
0,382 50,7692
5 0,332 45,2218 47,5147 ± 2,8960
0,464 60,1254
0,437 57,1533
10 0,344 46,8044 54,6943± 6,9926
0,538 68,4109
0,488 62,8471
15 0,464 60,1268 63,7949 ± 4,2226
0,559 70,7868
0,559 70,7559
30 0,561 70,9627 70,8351 ± 0,1115
0,582 73,3518
0,561 71,0217
45 0,565 71,4667 71,9467 ± 1,2369
0,600 75,3631
0,57 72,0217
60 0,57 72,0242 73,1363 ± 1,9284
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XIX. Data hasil profil disolusi serbuk dispersi padat formula 1 candesartan
cilexetil dalam medium dapar fosfat pH 6,5

Waktu Formula 1
(Menit) Absorban % Terdisolusi Rata-rata Terdisolusi ± SD
0,436 56,7603
5 0,495 63,3062 58,9422 ± 3,7792
0,436 56,7603
0,437 57,1866
10 0,518 66,2096 60,1942 ± 5,2094
0,437 57,1866
0,576 72,6106
15 0,576 72,6607 70,4823 ± 3,7297
0,518 66,1756
0,582 73,3619
30 0,582 73,3622 72,7214 ± 1,1096
0,565 71,4401
0,584 73,5880
45 0,584 73,5880 73,5844 ± 0,0061
0,584 73,5773
0,607 76,1410
60 0,592 74,4768 75,0315 ± 0,9608
0,592 74,4768
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XX. Data hasil profil disolusi serbuk dispersi padat formula 2 candesartan
cilexetil dalam dapar fosfat pH 6,5

Formula 2
Waktu (Menit) Absorban % Terdisolusi Rata-rata Terdisolusi ± SD
0,561 70,6287
5 0,565 71,0725 70,9245 ± 0,2562
0,565 71,0725
0,570 72,0196
10 0,570 72,0220 72,5389± 0,8974
0,584 73,5753
0,584 73,5805
15 0,584 73,5805 74,1751 ± 1,0298
0,600 75,3643
0,592 74,4768
30 0,592 74,4768 75,2567 ± 1,3508
0,613 76,8166
0,613 76,8116
45 0,613 76,8116 76,8159 ± 0,0075
0,613 76,8246
0,626 78,2669
60 0,634 79,1545 78,5628 ± 0,5124
0,626 78,2670
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XXI. Data hasil profil disolusi serbuk dispersi padat formula 3 dalam
medium dapar fosfat pH 6,5

Waktu Formula 3
(Menit) Absorban % Terdisolusi Rata-rata Terdisolusi ± SD
0,600 74,9556
5 0,613 76,3979 75,9171 ± 0,8327
0,613 76,3979
0,607 76,1486
10 0,624 78,0427 77,4113± 1,0935
0,624 78,0427
0,634 79,1508
15 0,647 80,6036 80,1193± 0,8387
0,647 80,6036
0,704 86,9338
30 0,684 84,7229 86,4953 ± 1,5989
0,712 87,8294
0,732 90,0835
45 0,741 91,0697 90,7467 ± 0,5744
0,741 91,0870
0,764 93,6513
60 0,762 93,4349 93,5810 ± 0,1265
0,764 93,6569
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XXII. Data hasil persen terdisolusi serbuk zat aktif, campuran fisik,
serbuk dispersi padat formula 1, formula 2, dan formula 3 dalam
dapar fosfat pH 6,5

persen terdisolusi (%) ± SD


Waktu
Zat Campuran
Formula 1 Formula 2 Formula 3
aktif fisik
21,3534 ± 47,5147 ± 59,9422 ± 70,9245 ± 75,9171 ±
5
1,1850 2,8960 3,7792 0,2562 0,8327
24,5786 ± 54,6943 ± 60,1942 ± 72,5389 ± 77,4113 ±
10 1,6046 6,9926 5,2094 0,8974 1,0935
26,7785 ± 63,7949 ± 70,4823 ± 74,1751 ± 80,1193 ±
15 1,5608 4,2226 3,7297 1,0298 0,8387
29,3425 ± 70,8351 ± 72,7214 ± 75,2567 ± 86,4953 ±
30 0,0623 0,1115 1,1096 1,3508 1,5989
30,4107 ± 71,9467 ± 73,5844 ± 76,8159 ± 90,7467 ±
45 0,5447 1,2369 0,0061 0,0075 0,5744
31,3782 ± 73,1363 ± 75,0315 ± 78,5628 ± 93,5810 ±
60 0,3978 1,9284 0,9608 0,5124 0,1265
Lampiran 1. (lanjutan)

100
Kurva Disolusi
90
80
70
% Terdisolusi

60 ZA
50 CF
40 F1
30 F2
20
F3
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)

Gambar 46. Kurva profil disolusi zat aktif, campuran fisik, serbuk dispersi padat
formula 1, formula 2 dan formula 3 dalam medium dapar fosfat pH
6,5

Keterangan : ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1 . (lanjutan)

Tabel XXIII. Efisiensi disolusi serbuk zat aktif, campuran fisik, serbuk dispersi
padat formula 1, formula 2 dan formula 3 dalam medium dapar
fosfat pH 6,5

Efesiensi Disolusi Rata- Rata (%) ±


Formula Pengulangan Pengulangan Pengulangan SD
1 2 3

ZA 27,3977 27,3621 26,6942 27,1513 ± 0,3962

CF 65,7467 63,9151 62,3003 63,9873 ± 1,7243

F1 67,8525 68,9502 66,0888 67,6305 ± 1,4435

F2 71,7562 71,9043 72,8083 72,1562 ± 0,5695

F3 81,7445 81,9315 82,7402 82,1387 ± 0,5291

Keterangan :

ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XXIV. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika orde 0 (Ct =
C0+Kt), waktu vs % terdisolusi

Formula Persamaan garis Koefisien korelasi


Candesarta cilexetil y = 0,162x + 22,83 0,840
Campuran fisik y = 0,423x + 52,01 0,760
Formula 1 y = 0,267x + 61,30 0,719
Formula 2 y = 0,125x + 71,26 0,945
Formula 3 y = 0,334x + 74,85 0,977

ZA
ORDE 0
CF
100
F1
80
F2
% terdisolusi

60 F3
40 Linear (ZA)
20 Linear (CF)
0 Linear (F1)
0 20 40 60 80
waktu (menit)

Gambar 47. Kurva % terdisolusi zat aktif, campuran fisik, serbuk dispersi padat
formula 1, formula 2, dan formula 3 dalam medium dapar fosfat pH
6,5

Keterangan : ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XXV. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model orde 1 (log ct/log co =
kt.t), waktu vs log % terdisolusi

Formula Persamaan garis Koefisien korelasi


Candesarta cilexetil y = 0,0022x + 1,359 0,802
Campuran fisik y = 0,0033x + 1,716 0,725
Formula 1 y = 0,0011x + 1,787 0,702
Formula 2 y = 0,0009x + 1,853 0,939
Formula 3 y = 0,0011x + 1,876 0,970

ZA
2.5 Orde 1 CF

2 F1
log % terdisolusi

F2
1.5 F3
Linear (ZA)
1
Linear (CF)
0.5 Linear (F1)

0
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)

Gambar 48. Kurva persen terdisolusi zat aktif, campuran fisik, serbuk dispersi
padat formula 1, formula 2, dan formula 3 berdasarkan model
kinetika orde 1, waktu vs log % terdisolusi

Keterangan :

ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Table XXVI. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika Higuchi (Ct =
k.√t)√waktu vs % terdisolusi

Formula Persamaan garis Koefisien korelasi


Candesartan cilexetil y = 1,728x + 18,89 0,928
Campuran fisik y = 4,571x + 41,40 0,867
Formula 1 y = 2,862x + 54,73 0,806
Formula 2 y = 1,289x + 68,43 0,977
Formula 3 y = 3,405x + 67,46 0,992

ZA
Higuchi
CF
100
F1
80 F2
% terdisolusi

60 F3

40 Linear (ZA)
Linear (CF)
20
Linear (F1)
0
0 2 4 6 8 10
√waktu (menit)

Gambar 49. Kurva persen terdisolusi zat aktif, Campuran Fisik, serbuk dispersi
padat formula 1, formula 2, dan formula 3 beradasrkan model
kinetika higuchi, √t vs % terdisolusi

Keterangan :

ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Table XXVII. Kinetika pelepasan obat berdasarkan model kinetika Korsmeyer-


Peppas (log ct = log k + n log t), log waktu vs log % terdisolusi

Formula Persamaan garis Koefisien Regresi


Candesartan cilexetil y = 0,152x+ 1,234 0,975
Campuran fisik y = 0,178x + 1,567 0,935
Formula 1 y = 0,099x + 1,705 0,852
Formula 2 y = 0,038x + 1,822 0,975
Formula 3 y = 0,089x + 1,807 0,959

korsmeyer-peppas ZA
2.5 CF

2 F1
Log % terdisolusi

F2
1.5
F3
1 Linear (ZA)

0.5 Linear (CF)


Linear (F1)
0
Linear (F2)
0 0.5 1 1.5 2
Log waktu (menit)

Gambar 50. Kurva persen terdisolusi zat aktif, Campuran Fisik, dispersi padat
Formula 1 , Formula 2, dan Formula 3 berdasarkan model kinetika
Korsmeyer-Peppas, log waktu vs log % terdisolusi

Keterangan :

ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 1. (lanjutan)

Tabel XXVIII. Koefisien regresi kinetika pelepasan Candesartan Cilexetil,


Campuran Fisik, dispersi padat Formula 1,Formula 2 dan
Formula 3.

Nilai Koefisien Korelasi


Formula
Orde 0 Orde 1 Higuchi Korsmeyer-Peppas
Candesartan Cilexetil 0,840 0,802 0,928 0,975
Campuran Fisik 0,760 0,725 0,867 0,935
Formula 1 0,179 0,702 0,806 0,852
Formula 2 0,945 0,939 0,977 0,975
Formula 3 0,977 0,970 0,992 0,959

Keterangan :

ZA = zat aktif

CF = campuran fisik

F1 = formula 1

F2 = formula 2

F3 = formula 3
Lampiran 2. Contoh perhitungan

1. Perhitungan penetapan kadar candesartan cilexetil dalam sampel

Absorban = 0,434
10 10
Faktor pengenceran = × 1,2 = 83,3333
1

𝑦 = 0,0506𝑥 − 0,1778

0,434 + 0,1778 𝜇𝑔
𝑥= = 12,089 ⁄𝑚𝑙
0,0506
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ×𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 ×𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
mg sampel = 1000

𝜇𝑔
12,089 ×83,3333 ×50 𝑚𝑙
𝑚𝑙
= = 50,3506𝑚𝑔
1000

50,3506 𝑚𝑔
% kadar = × 100% = 100,7012 %
50 𝑚𝑔

2. Perhitungan penentuan profil disolusi dispersi padat formula 2 pengulangan 1.

Persamaan regresi y = 0,0507 x – 0,0756

a. Menit ke 5

Absorban = 0,561

0,561 − (−0,0756) 𝜇𝑔
𝑥= = 12,5562
0,0507 𝑚𝑙
10
Faktor pengenceran = =2
5

Faktor koreksi = -
𝜇𝑔
12,5562 ×900 𝑚𝑙 ×2
𝑚𝑙
Kadar terdisolusi = = 22,6011 𝑚𝑔
1000

22,6011 𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 70,6286 %
32 𝑚𝑔
Lampiran 2. (lanjutan)

b. Menit ke 10

Absorban = 0,570

0,570 − (−0,0756)
𝑥= = 12,7337 𝜇𝑔/𝑚𝑙
0,0507
10
Faktor pengenceran = =2
5

5
Faktor Koreksi = (900) × 22,6011 𝑚𝑔 = 0,1255 𝑚𝑔

12,7337×900×2
Kadar terdisolusi = = 22,9207𝑚𝑔
1000

Jumlah terdisolusi = 22,9207+ 0,1255 mg = 23,0462 𝑚𝑔


23,0462 𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 72,0196 %
32 𝑚𝑔

c. Menit ke 15

Absorban = 0,584

0.584−(−0,0756)
𝑥= = 13,0098 𝜇𝑔/𝑚𝑙
0,0507

10
Faktor pengenceran = =2
5

5
Faktor koreksi = (900) × 23,0462 = 0,1280 𝑚𝑔

𝜇𝑔
13,0098 ×900×2
𝑚𝑙
Kadar terdisolusi = = 23,4177 𝑚𝑔
1000

Jumlah terdisolusi = 23,4177 mg + 0,1280 mg = 23,5457 mg

23,5457𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 73,5805 %
32 𝑚𝑔

d. Menit ke 30

Absorban = 0,592
Lampiran 2. (lanjutan)

0,592 − (−0,0756)
𝑥= = 13,1676 𝜇𝑔/𝑚𝑙
0,0507
10
Faktor pengenceran = =2
5

5
Faktor koreksi = (900) × 23,5457 = 0,1308 𝑚𝑔

𝜇𝑔
13,1676 ×900×2
𝑚𝑙
Kadar terdisolusi = = 23,7017 𝑚𝑔
1000

Jumlah terdisolusi = 23,7017 𝑚𝑔 + 0,1308𝑚𝑔 = 23,8325 𝑚𝑔

23,8325 𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 74,4768 %
32 𝑚𝑔

e. Menit ke 45

Absorban = 0,613

0,613 − (−0,0756)
𝑥= = 13,5818 𝜇𝑔/𝑚𝑙
0,0507
10
Faktor pengenceran = =2
5

5
Faktor koreksi = (900) × 23,8325 = 0,1324𝑚𝑔

𝜇𝑔
13,5818 ×900×2
𝑚𝑙
Kadar terdisolusi = = 24,4473𝑚𝑔
1000

Jumlah terdisolusi = 24,4473 𝑚𝑔 + 0,1324 𝑚𝑔 = 24,5797 𝑚𝑔

24,5797 𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 76,8116 %
32 𝑚𝑔

f. Menit ke 60

Absorban = 0,626

0,626 − (−0,0756)
𝑥= = 13,8382 𝜇𝑔/𝑚𝑙
0,0507
10
Faktor pengenceran = =2
5
Lampiran 2. (lanjutan)

5
Faktor koreksi = (900) × 24,5797 = 0,1365 𝑚𝑔

𝜇𝑔
13,8382 ×900×2
𝑚𝑙
Kadar terdisolusi = = 24,9088 𝑚𝑔
1000

Jumlah terdisolusi = 24,9088 𝑚𝑔 + 0,1365 𝑚𝑔 = 25,0454 𝑚𝑔

25,0454𝑚𝑔
% terdisolusi = × 100% = 78,2669 %
32 𝑚𝑔

3. Perhitungan efesiensi disolusi formula 2 pengulangan 1

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎


ED = × 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 ×100

(0+70,6287)
Luas area bawah kurva 1 (0-5) = × (5 − 0) = 176,5717
2

(70,6287+72,0196)
Luas area bawah kurva 2 (5-10) = × (10 − 5) = 356,6207
2

(72,0196+73,5805)
Luas area bawah kurva 3 (10-15) = × (15 − 10) = 364,0002
2

(73,5805+74,4768)
Luas area bawah kurva 4 (15-30) = × (30 − 15) = 1110,4298
2

(74,4768+76,8116)
Luas area bawah kurva 5 (30-45) = × (45 − 30) = 1134,6630
2

(76,8116+78,2669)
Luas area bawah kurva 6 (45-60) = × (60 − 45) = 1163,0888
2

100

80

60

40 % terdisolusi
20

0
5 10 15 30 45 60

Gambar 51. Kurva efesiensi disolusi serbuk dispersi padat formula 2


pengulangan 1
Lampiran 2. (lanjutan)

Luas daerah dibawah kurva = 176,5717 + 356,6207 + 364,0002 + 1110,4298

+ 1134,663 + 1163,0888 = 4305,3743

4305,3743
Efisiensi Disolusi (ED)= ×100% = 71,7562 %
60 x 100
Lampiran 3. Analisa Data Statistik

Tabel XXVIII. Data hasil analisa deskriptif statistik efesiensi disolusi

N Mean Std. Std. 95% Confidence Interval Minimu Maximu


Deviation Error for Mean m m

Lower Upper
Bound Bound

27,151
ZA 3 ,39629 ,22880 26,1669 28,1358 26,69 27,40
3
63,987
CF 3 1,72434 ,99555 59,7039 68,2709 62,30 65,75
4
67,630
F1 3 1,44356 ,83344 64,0445 71,2165 66,09 68,95
5
72,156
F2 3 ,57049 ,32937 70,7397 73,5740 71,76 72,81
8
82,138
F3 3 ,52921 ,30554 80,8241 83,4534 81,74 82,74
7
Tota 62,613
15 19,42465 5,01542 51,8559 73,3700 26,69 82,74
l 0

Tabel XXIX. Homogenitas variasi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,597 4 10 ,249
Lampiran 3. (lanjutan)

Tabel XXX. Uji ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 5270,799 4 1317,700 1132,091 ,000


Within Groups 11,640 10 1,164
Total 5282,439 14

Tabel XXXI. Hasil uji lanjut Duncan efesiensi disolusi

SAMPEL N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

ZA 3 27,1513

CF 3 63,9874

F1 3 67,6305

F2 3 72,1568

F3 3 82,1387

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000


Lampiran 4. Skema Kerja

Bahan Baku

Candesartan PVP K-30

Pemeriksaan bahan baku

Pembuatan campuran fisik Pembuatan dispersi padat

karakterisasi

Distribusi X-ray SEM FT-IR DSC Penetapan Uji


Ukuran kadar disolusi
Partikel

Analisa data
ii
Gambar 52. Skema kerja

uku
Lampiran 4. Foto dan Dokumentasi

Gambar 53. Mikrokop Optilab (Optilab Viewer)

Gambar 54. Difraktometer sinar-X (Philips X’Pert Powder)


Lampiran 4. (lanjutan)

Gambar 55. Differential Scanning Calorimetry (DSC 131 Evo)

Gambar 56. Spektrofotometer FT-IR (PerkinElmer)


Lampiran 4. (lanjutan)

Gambar 57. Alat uji SEM (Hitachi TypeS-3400N)

Gambar 58. Disolusi (Copley, Scientific TypeNE4-COPD)


Lampiran 4. (lanjutan)

Gambar 59. pH meter (pH/ORP Meter Type HI-2210)

Gambar 60. Sonikator (Branson Type 1800)


Lampiran 4. (lanjutan)

Gambar 61. Oven vakum (Memmert)

Anda mungkin juga menyukai