TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Monografi
dengan bobot molekul 344 g/mol (Fanun, 2010; Maulidiyah et al., 2015). Asam
usnat berupa kristal kuning padat dan memiliki kelarutan pada suhu 25°C (g/100
ml) : Air < 0,01; alkohol 0,02; Aseton 0,77; Etil asetat 0,88. Titik lebur asam usnat
adalah 204ºC dengan berat molekul 344 g/mol (O’Neil, 2001; Maulidiyah et al.,
2015). Struktur asam usnat dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:
2014).
6
2.2.2 Tinjauan Farmakologi
a. Tinjauan Farmakodinamik
literatur yang ada, asam usnat merupakan produk lumut ekslusif. Tidak ada turunan
sintetis yang lebih efektif dari pada bentuk alami asam usnat (Cocchietto et al.,
2002). namun demikian khasiat asam usnat lebih di tekankan atau lebih banyak
patogen (Pires et al., 2012). Selain itu, asam usnat dapat menghambat secara
signifikan bakteri gram positif seperti Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus
7
dengan menggunakan konsentrasi asam usnat yang rendah (0,5-1 µg/L). Aktivitas
antibakteri asam usnat umumnya disebabkan oleh penghambatan sintesis RNA dan
mekanisme langsung seperti menganggu replikasi DNA pada Bacillus subtilis dan
terapi masih terbatas karena kelarutannya yang rendah dalam air (Cocchietto et al.,
2002). Kelarutan asam usnat yang rendah di dalam air menyebabkan disolusi dan
b. Tinjauan Farmakokinetik
& Krishna (1993) yang dilakukan evaluasi pada hewan percoba kelinci setelah
pemberian secara intravena dengan dosis 5 mg/Kg dan secara oral 20 mg/Kg,
pemberian secara intavena lebih kurang 4,6-10,7 jam dan secara oral lebih kurang
2,8-11,4 jam. Bioavailabilitas dosis asam usnat pada pemberian secara oral yang
kurang 6,84 μg/mL dan waktu sesuai dengan nilai Cmax lebih kurang 3,5-16,6 jam.
c. Tinjauan Toksikologi
pada 50% subyek, ditentukan pada hewan yang berbeda setelah pemberian
intravena. Nilai dosis yang mematikan ini adalah 25,30 dan 40 mg/kg masing –
masingnya pada mencit dan tikus, kelinci, dan anjing. Efek samping alergi dari
8
isomer (-)asam usnat telah dikenal sejak tahun 1960an, namun tidak sampai tahun
1980an menunjukkan bahwa kedua isomer (+) dan (-) asam usnat bersifat alergi dan
individu dapat bereaksi terhadap satu atau kedua enansiome (Fanun, 2010). Selain
reaksi alergi, asam usnat juga menginduksi hepatoksisitas. Hal ini dibuktikan oleh
Durazo et al (2014) yang melaporkan satu kasus wanita sehat yang mengkonsumsi
asam usnat murni dengan dosis 500 mg/hari yang ditujukan untuk menurunkan
berat badan mengalami gagal hari dan membutuhkan transplantasi hati setelah dua
2.2 Polivinilpirolidon
dan polyvidone dengan rumus molekul (C6H9NO)n. PVP berbentuk serbuk halus,
bewarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau atau berbau lemah, tidak berasa
dan higroskopis. Kelarutannya sangat larut dalam asam, kloroform, etanol 95%,
keton, metanol dan air (Rowe et al., 2009). Apabila dikeringkan, PVP akan
membentuk suatu lapisan yang jernih, mengkilap dan keras (Lachman et al., 1994).
9
pada derajat polimerisasinya (Rowe et al., 2009). PVP di klasifikasi berdasarkan
viskositas dalam larutan air yang dinyatakan sebagai nilai K dengan rentang 10-
120. Viskositas larutan povidon tergantung dari konsentrasi dan bobot molekulnya.
PVP K-30 memiliki bobot jenis 1,17-1,18 g/cm3 dan titik lebur 150ºC dan larutan
5% dalam air memiliki pH 3-7 dengan berat molekul rata-rata 50.000. Selain itu,
PVP K-30 telah diteliti secara luas sebagai pembawa yang efesien dan
obat (Wang et al., 2005). PVP dapat digunakan sebagai agen penstabil dalam
sejumlah sediaan topikkal, solutio dan suspensi oral.(Rowe et al., 2009). Menurut
Shi, molekul besar dan kompleks memberikan sifat stabilitas yang baik. PVP
memiliki struktur yang panjang dan bercabang, ini menunjukkan stabilisasi sterik
yang baik (Kristanti et al., 2013). Selain itu, PVP juga memiliki sifat amphiphilic
2015).
2.3 Nanopartikel
berada dikisaran nanometer yaitu dibawah 1000 nm. Partikel obat ini distabilkan
Dispersi nanopartikel kedalam media cair disebut anosuspensi. Media dispersi yang
digunakan dapat berupa air, larutan air atau media yang tidak mengandung air
seperti PEG dan minyak. Selain kristal obat, nanopartikel juga mengandung
10
stabilisator yang dapat berupa surfaktan ataupun polimer (Junghanns & Muller,
2008).
bioavailabilitas dari obat yang sukar larut (Junyaprasert & Morakul, 2014).
laju disolusi dari obat meningkat dan pada akhirnya bioavailabilitas dari obat juga
akan meningkat. Meningkatnya laju disolusi juga meningkatkan mula kerja obat
menjadi lebih cepat (Moschwitzer, 2012). Menurut Gibbs, adanya peningkatan luas
et al., 2009). Stabilisator yang dipilih harus mampu membasahi permukaan kristal
obat dan memberikan halangan sterik atau ion agar efektif (Merisko-Liversidge et
al., 2003).
a. Nanocarrier
Nanocarrier terdiri dari bahan biodegradable yang berbeda seperti polimer alami
atau sintetis, lipid atau fosfolipid dan senyawa organologam lainnya (Rawat et al.,
1. Nanotube adalah lembaran atom yang diatur menjadi bentuk tube dalam skala
11
2. Liposom merupakan konsentrat vesikel lapis ganda yang terdapat cairan
didalamnya yang dibungkus dengan membran lipid lapis ganda yang terbuat
dengan ukuran 20-1000 nanometer yang terdispersi dalam air atau larutan
surfaktan dalam air, berisi inti hidrofob padat disalut oleh fosfolipid lapisa
tunggal. Inti padat ini berisi senyawa obat yang didispersikan dalam matriks
4. Misel merupakan agregat molekul ampifatik dalam air dengan bagian nonpolar
didalam dan polar diluar pada bagian yang terpapar air. Dengan struktur itu
obat yang bersifat hidrofob terdisposisi di bagian dalam inti misel sehingga
cocok sebagai pembawa obat yang tidak larut air (Rawat et al., 2006).
sekeliling inti pusat yang bentuk dan ukurannya dapat diubah sesuai yang
diinginkan. Molekul obat dapat dimuat baik dalam dendrimer atau diabsorpsi
b. Nanokristal
pemberian dimana ukuran partikel merupakan faktor kritis, seperti obat tetes mata,
12
1. Penggunaan Nanokristal
yang sukar larut dalam air. Bioavaibilitas obat yang sukar larut juga dapat
drug targeting baik secara pasif maupun aktif dalam pemberian parenteral,
target dan banyak variassi rute yang dapat dipakai dalam nanopartikel seperti oral,
nasal, parenteral, intraokular (Mohanraj & Chen, 2006). Selain itu, nanokristal obat
dapat meningkatkan drug loading yang lebih besar sehingga pemberian dosis dapat
lebih kecil dan dapat mengurangi efek samping pada obat (Junyaprasert & Morakul,
2014).
a. Waktu Penggilingan
untuk dapat memecah partikel menjadi kecil. Semakin kecil dan semakin seragam
13
partikel, maka nanosuspensi yang terbentuk juga semakin baik. Lamanya
ukuran partikel tidak tercapai karena adanya penurunan ukuran partikel. Bahkan
mungkin waktu penggilingan yang berlebih tidak akan menurunkan ukuran partikel
tetapi akan membuat sedikit pertumbuhan pada ukuran partikel (Liu et al., 2011;
Liu, 2013).
distribusi ukuran (Liu et al., 2011). Jenis stabilisator yang berbeda dengan
pula (Jacobs et al., 2001). Stabilisator dapat terdiri dari surfaktan atau polimer. BM
permukaan kristal menjadi semakin lambat (Mishra et al., 2009). Polimer harus
perbandingan bahan obat dan stabilisator adalah 20:1 sampai 2:1 (Merisko-
14
d. Konsentrasi Stabilisator
fisik prooduk akhir nanokristal (Gulsun et al., 2010). Konsentrasi stabilisator yang
yang tinggi akan menghalangi pergerakan dari media penggilingan (Cerdeira et al.,
2010). Interaksi antara stabilisator dan bahan obat tergantung pada banyak variabel,
seperti adanya gugus – gugus fungsional dan energi permukaan. Konsentrasi serta
berat molekul yang tinggi dari polimer memberikan kekuatan deplesi lebih besar,
sehingga mampu mengurangi gaya van der waals. Polimer rantai pendek
memberikan halangan sterik sangat kecil dan mudah terbentuk agregasi, sedangkan
lapisan yang terlalu tebal juga dapat menyebabkan partikel bergabung. Pada
kristal. Semakin tinggi berat molekul surfaktan maka kecepatan untuk melapisi
15
a. Metode Bottom Up
tingkat kelompok atau penggabungan atom atau molekul (Srivalli & Mishra, 2014).
Pada metode bottom up, molekul obat dilarutkan pada pelarut yang sesuai dan pada
umumnya merupakan pelarut organik yang tidak larut air. Larutan obat ini
misalnya air (Keck & Muller, 2006). Dalam metode bottom up pertumbuhan
partikel sangat sulit untuk dikontrol, sehingga metode ini jarang digunakan dalam
menghilangkan sisa pelarut organik dengan sempurna dimana sisa pelarut ini dapat
menyebabkan efek toksik dan juga tambahan biaya untuk proses tersebut
(Moschwitzer & Muller, 2007; Junyaprasert & Morakul, 2014). Ilustrasi skema
16
(Muller et al,. 2011). Dibandingkan dengan metode bottom up, metode top down
memiliki kelebihan yaitu penggunaan pelarut organik dapat dihindari dan proses
scale up lebih mudah. Metode top down dapat dilakukan dengan penggilingan
1. Penggilingan Basah
menggunakan pelarut non organik sehingga lebih murah dan ramah lingkungan
(Zhang et al., 2015), ukuran yang dihasilkan lebih kecil dan homogen, dan drug
load yang dihasilkan lebih tinggi (Liu, 2013). Penggilingan basah dapat dilakukan
menggunakan dua cara, yaitu dengan energi tinggi dan dengan energi rendah
(Moschwitzer, 2012). Pada penggilingan basah dengan energi rendah, bahan obat
sehingga akan terjadi interaksi antara media penggilingan dengan partikel obat
abrasi dan pembelahan, sehingga untuk menghasilkan partikel yang sangat kecil
dibutuhkan waktu yang cukup lama (Muller et al., 2011). Dalam pembuatan
17
selama penggilingan tidak stabil secara termodinamika dan akan membentuk
Partikel padat dalam nanosuspensi terdapat dalam 2 bentuk, yaitu amorf dan
kristal (Bi et al., 2015). Untuk mengubah kristal nanosuspensi menjadi bentuk
padatan ini yang kemudian dapat dibuat menjadi tablet atau kapsul. Cara yang
paling sering digunakan untuk mengeringkan nanosuspensi ini adalah spray dry dan
freeze dry (Kumar et al., 2014). Ilustrasi Proses penggilingan basah dapat dilihat
dan tumbukan partikel karena kondisi tekanan tinggi. Ada dua tipe yaitu
18
sebagai air-jet milling atau jet steam homogenization, dimana partikel
difragmentasi dalam udara bertekanan tinggi yang disebabkan oleh tumbukan aliran
cairan suspensi melalui celah sempit atau channel dalam pipa. Jika media aqueous,
kemudian pecah saat keluar dari celah sempit. Pemecahan dari partikel dicapai oleh
adanya energi kavitas. Jika media tersebut adalah minyak atau pelarut nanoqueous,
penumbukan partikel difasilitasi oleh geseran tinggi dan tumbukan melalui celah
(Keck & Muller, 2006). Ilustrasi Proses homogenisasi tekanan tinggi dapat dilihat
Dalam metode kombinasi, teknik bottom up dan top down digunakan secara
bersamaan. Kombinasi dari bottom up dan top down dapat mengatasi kekurangan
dari masing – masing metode tersebut (Srivalli & Mishra, 2014). Pada dasarnya
metode kombinasi terdiri dari langkah pra-perlakuan diikuti oleh proses top-down
energi tinggi. Metode kombinatif pertama yaitu teknologi NanoedgeTM, terdiri dari
19
Homogenization). Biasanya, fase kedua menghambat pertumbuhan kristal lebih
lanjut dan agregasi setelah pengendapan, dan mengubah bentuk kristal menjadi
amorf dan dapat meningkatkan stabilitas kristal (Moschwitzer, 2012). Baru – baru
Freeze dry atau liofilisasi merupakan proses menghilangkan air dari sampel
beku melalui proses sublimasi dan desorbsi dibawah tekanan. Proses ini terdiri dari
pengeringan kedua (desorbsi dari air yang terabsorbsi). Pada proses pembekuan
akan terbentuk kristal es dari air yang tidak terikat sehingga akan meningkatkan
dengan menaikkan suhu, kristal es akan mengalami sublimasi dan berubah menjadi
bentuk uap air. Uap air yang terbentuk kemudian akan dialirkan menuju
20
kondensator. Selanjutnya adalah proses pengeringan kedua yaitu prooses desorbsi,
yaitu menghilangkan air yang terikat pada sampel. Air yang tidak terikat ini tidak
berubah menjadi kristal es pada proses pembekuan dan tidak mengalami sublimasi
pada pengeringan pertama. Prinsip kerja freeze drying adalah dengan sublimasi
yaitu mengubah dari bentuk liquid menjadi solid yang berada dibawah tiga titik dari
life selama penyimpanan, cocok untuk bahan obat yang tidak stabil terhadap
1. Pembekuan (Freezing)
mikro dari produk kering. Pengeringan beku adalah perubahan dari fase padat ke
fase gas sehingga bahan yang akan dibeku-keringkan harus mengalami pra-
yang cukup rendah agar terjadi pemadatan pada produk. Kebanyakan sampel yang
membeku pada suhu yang lebih rendah dari air disekitarnya (temperatur eutektik).
Titik eutektik adalah titik dimana ketiga fase yaitu padat, cair dan gas berada dalam
keseimbangan. Hal ini sangat penting dalam freeze drying untuk pra-pembekuan
21
2. Pengeringan Primer (Primary Drying)
sublimasi pada vakum bertekanan tinggi sehingga akan terbentuk serpihan kering
dari produk obat yang dikeringkan. Kecepatan sublimasi dan bentuk es pada produk
beku tergantung pada perbedaan tekanan uap produk dibandingkan dengan tekanan
uap kolektor es. Molekul berpindah dari sampel dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah sehingga diperlukan suhu produk yang lebih hangat dibandingkan suhu ice
collector. Hal ini sangat penting dimana suhu produk beku kering seimbang dengan
serpihan yang telah terbentuk dengan cara desorpsi. Pada pengeringan sekunder
temperatur akan naik secara perlahan tetapi jika kenaikan temperatur terlalu cepat
akan menyebabkan kerusakan pada bahan aktif yang digunakan. Secara umum laju
o
pompa yang aman untuk bahan yang amorf adalah 0.1-0.15 C/min. Pada
nanokristal dilakukan pengamatan bentuk, warna, bau dan lain – lain. Proses ini
22
dilakukan dengan meletakkan sejumlah kecil nanokristal obat ditempat yang
berbagai sinyal yang dapat dideteksi dan yang mengandung informasi tentang
permukaan sampel topografi dan komposisi. Dalam SEM, berkas elektron yang
biasanya memiliki energi berkisar antara 0,2 keV sampai 40 keV, difokuskan oleh
satu atau dua lensa kondensor ke tempat sekitar 0,4 nm sampai 5 nm diameter.
dari elektron tersebut akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi akan diteruskan.
Apabila permukaan sampel tidak rata, banyak lekukan atau berlubang, maka tiap
bagian dari permukaan sampel tersebut akan memantulkan elektron dengan jumlah
dan arah yang berbeda, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari permukaan
sampel tersebut dalam bentuk tiga dimensi. Sampel yang dianalisis harus
mempunyai konduktivitas rendah harus dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis.
Bahan konduktor yang biasa digunakan adalah emas atau campuran emas dan
23
2.5.3 Differential Scanning Calorimetry (DSC)
Differential scanning calorimetry (DSC) kita dapat lebih memahami transisi fasa
dan reaksi inmaterial, dan bagaimana mereka berkontribusi pada sifat dan
polimerik, titik leleh, kaca transisi (softening point), riwayat termal, suhu
kristalisasi, persen kristalinitas, stabilitas termal, dan efek aditif (plasticizer, dll)
DSC merupakan salah satu jenis metode analisa termal material yang
berbasis pada pengukuran perbedaan suhu antara referensi inert dengan sampel
ketika suhu lingkungan berubah dengan laju pemanasan konstan. Salah satu tujuan
utama DSC adalah mengidentifikasi suatu materi. Dalam bahan yang terdiri dari
beberapa fase atau komponen yang berbeda, DSC dapat menunjukkan beberapa
transisi peleburan (Lukas & Maire, 2009). Profil DSC yang berperan dalam
peleburan suatu materi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 sebagai berikut:
24
Gambar 8. Profil DSC : Perbandingan aliran panas eksotermik dengan
temperatur (Lukas & Maire, 2009).
banyak energi per satuan waktu dibandingkan dengan panas pembanding, dan suhu
material pada titik leleh akan tetap konstan sampai material mengalir dari fase padat
ke fase cair. Setelah padatan telah menjadi cair, cairan kemudian dapat melanjutkan
memanas. Jadi dalam grafik aliran panas dengan suhu, aliran panas ke sampel harus
meningkat secara dramatis agar sampel meleleh dan tetap mempertahankan laju
pemanasan yang sama dengan pan pembanding. Puncak kurva adalah suhu leleh
25
dan area di bawah kurva dapat digunakan untuk menemukan panas laten (Lukas &
Maire, 2009).
mengalami transisi kaca di mana kapasitas panasnya meningkat, tetapi tidak ada
panas laten yang hadir. Bahan tersebut kemudian akan mengkristal dan melepaskan
dalam pengaturan yang berbeda, hal ini dikenal sebagai polimorfisme, diikuti
akhirnya oleh peleburan dan mungkin mengalami perubahan fase tambahan dalam
fase cair. Bahan kristal hanya dapat mengalami transisi padat ke padat dan
kemudian meleleh. Tergantung pada keadaan termodinamika dari bahan itu dapat
mengalami transisi padat ke gas dalam proses yang dikenal sebagai sublimasi, dan
mempunyai energi antara 200 eV-1 MeV dengan panjang gelombang antara 0,5-2.
Panjang gelombang hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal. Apabila
suatu bahan dikenai sinar-X, maka intensitas sinar-X yang ditransmisikan lebih
kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan
dan juga penghamburan oleh atom-atom material tersebut. Berkas sinar yang
dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan
ada juga yang menguatkan karena fasenya sama. Berkas sinar-X yang saling
26
2.5.5 Fourier Transformation Infra Red (FT-IR)
berbeda dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna yang berbeda. Radiasi
inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat
oleh mata. Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya
gelombang 4000-200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan
menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat
khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini
(Dachriyanus, 2004).
2.5.6 Disolusi
Disolusi adalah suatu proses dimana bahan padat melarut ke dalam medium
pelarutnya. Proses ini dikontrol oleh afinitas antara zat padat dengan medium.
Disolusi dari suatu obat akan mempengaruhi bioavailabilitas dan penyampaian obat
permukaan mula-mula akan masuk kedalam larutan dan menciptakan suatu lapisan
jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat yang disebut
dengan lapisan difusi. Dari lapisan ini molekul obat akan keluar melewati cairan
yang melarut dan berhubungan dengan membran biologis dan absorbsi pun terjadi.
obat tersebut akan diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat
27
Metode penentuan disolusi ada beberapa macam, yaitu (Kementerian
1. Metode Keranjang
Pada metoda ini digunakan pengaduk bentuk keranjang. Alat ini terdiri dari
sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert,
suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang
berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai,
37±0,5°C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam
tangas air halus dan tetap. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat
2. Metode Dayung
sebenarnya sama dengan metode keranjangkecuali pada alat ini digunakan dayung
yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu
vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun
melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi pada jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai.
28
Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral
Pada metoda ini digunakan alat silinder kaca bolak-balik. Alat ini terdiri dari
satu rangkaian labu kaca berlaras rata berbentuk silinder, rangkaian silinder kaca
yang bergerak bolak-balik, penyambung inert dari baja tahan karat (tipe 316 atau
setara) dan kasa polipropilen yang terbuat dari bahan yang sesuai, inert dan tidak
silinder yang bergerak bolak balikdan sebuah motor serta sebuah kemudi untuk
menggerakkan selinder bolak balik secara vertikal dalam labu dan, jika perlu
selinder dapat digeser secara horizontal dan diarahkan ke deretan labu yang lain.
Labu tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai dengan ukuran
Sel besar dan sel kecil untuk tablet dan kapsul. Alat terdiri dari sebuah
wadah dan sebuah pompa untuk media disolusi, sebuah sel yang dapat dialiri,
sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu media disolusi pada 37±0,5°C.
disolusi ke atas melalui pompa sel. Pompa memiliki kapasitas aliran antara 240 mL
per jam dan 960 mL per jam, dengan laju alir baku 4 mL, 8 mL, dan 16 mL per
menit. Alat memberikan aliran konstan (± 5 % dari laju alir), profil aliran adalah
sinusoidal dengan 120±10 pulsa/ denyut per menit. Pompa tanpa denyut juga dapat
29
digunakan. Bagaimanapun juga, uji disolusi menggunakan sel yang dapat dialiri
penting dari sistem nanopartikel, dimana dapat menentukan distribusi in vivo, nasib
biologis, toksisitas dan kemampuan penargetan sistem nanopartikel. Selain itu, juga
Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil memiliki
luas permukaan yang lebih besar, oleh karena itu, sebagian besar obat yang terikat
akan berada di atau dekat permukaan partikel yang mengarah ke pelepasan obat
yang cepat. Partikel yang lebih besar memiliki inti besar yang memungkinkan lebih
banyak obat yang akan dienkapsulasi dan perlahan-lahan berdifusi keluar. Partikel
yang lebih kecil juga memiliki risiko agregasi partikel yang lebih besar selama
penyimpanan dan transportasi dispersi nanopartikel. Hal inilah yang selalu menjadi
elektron (Kharia et al., 2012). Metode yang paling umum digunakan untuk
Scattering/DLS) (Cho et al., 2013). Hamburan cahaya dinamis adalah teknik non-
invasif dan baik untuk mengukur ukuran dan distribusi ukuran partikel di wilayah
submikron dan juga dapat digunakan untuk mempelajari perilaku cairan kompleks
30
Indeks polidispersitas adalah parameter yang menyatakan distribusi ukuran
partikel dari sistem nanopartikel (Nidhin et al., 2008), dimana rentang nilai 0,1 –
0,25 menunjukkan distribusi ukuran sempit, sementara nilai lebih dari 0,5
menunjukkan distribusi yang luas. Nilai ini menunjukkan hasil perhitungan dari
berat rata – rata berat molekul dibagi dengan jumlah rata – rata berat molekul.
Semakin mendekati nol berarti distribusinya semakin baik (Haryono et al., 2012).
Lapisan cair yang mengelilingi partikel ada dua bagian, yaitu wilayah dalam
(stern layer) dimana ion terikat kuat dan bagian luar (diffuse) dimana ion kurang
terkait erat. Di dalam lapisan ada pembatas dimana ion dan partikel membentuk
entitas stabil. Ketika partikel bergerak ion yang berada dalam batas tersebut yang
memindahkannya. Potensi yang berada pada batas ini yang disebut dengan
potensial zeta (Hunter, 1981). Skema ilustrasi potensial zeta dapat dilihat pada
sistem koloid. Jika semua partikel dalam suspensi memiliki potensial zeta negatif
31
atau positif yang besar, maka akan cenderung untuk saling menolak satu sama lain
dan tidak akan ada kecenderungan partikel – partikel untuk menyatu. Namun, jika
partikel mempunyai nilai potensial zeta rendah maka akan tidak ada kekuatan untuk
mencegah partikel untuk bersatu kembali. Nanopartikel dengan nilai potensial zeta
lebih positif dari +30 mV dan lebih negatif dari -30 mV biasanya dianggap stabil.
kecenderungan agregasi dan tolak menolak. Selain itu potensial zeta juga dapat
terutama di hati dan limpa, menjadi kendala utama untuk pentargetan aktif karena
dan akibatnya menghindari pengiriman efektif obat nano ke organ lain (Honary &
Zahir, 2013).
terikat pada membran sel dan menunjukkan serapan seluler tinggi, dimana interaksi
dan fagositosis. Senyawa kationik juga dapat memiliki efek positif pada permeasi
kulit, dimana komponen penyusun jaringan kulit seperti fosfatidil kolin dan
32
karbohidrat yang ditemukan di sel mamalia mengandung gugus bermuatan negatif.
Nanopartikel dengan muatan positif lebih cenderung diserap oleh sel tumor dan
waktu retensi yang lebih lama dibandingkan dengan partikel bermuatan negatif atau
ditranslokasikan oleh sel - sel tumor baik melalui endositosis, atau interaksi muatan
33