Anda di halaman 1dari 15

Nama : Cindy Regita Septiani

NIM : 03031181520090

MAKALAH TUGAS KHUSUS 1


PARTIAL CONDENSER

1. Kondenser
Kondenser adalah salah satu alat penukar panas yang digunakan untuk
mengubah uap menjadi liquid dengan menghilangkan panas latennya. Panas laten
dihilangkan dengan prinsip penyerapan panas oleh fluida pendingin yang disebut
coolant. Kondensor adalah peralatan yang berfungsi untuk mengubah uap menjadi
air. Prinsip kerja Kondensor proses perubahannya dilakukan dengan cara
mengalirkan uap ke dalam suatu ruangan yang berisi pipa-pipa (tubes). Uap
mengalir di luar pipa-pipa (shell side) sedangkan air sebagai pendingin mengalir di
dalam pipa-pipa (tube side).
Kondensor seperti ini disebut kondensor tipe surface (permukaan).
Kebutuhan air untuk pendingin di kondensor sangat besar sehingga dalam
perencanaan biasanya sudah diperhitungkan. Air pendingin diambil dari sumber
yang cukup persediannya, yaitu dari danau, sungai atau laut. Posisi kondensor
umumnya terletak dibawah turbin sehingga memudahkan aliran uap keluar turbin
untuk masuk kondensor karena gravitasi.
Laju perpindahan panas tergantung pada aliran air pendingin, kebersihan
pipa-pipa dan perbedaan temperatur antara uap dan air pendingin. Proses perubahan
uap menjadi air terjadi pada tekanan dan temperatur jenuh, dalam hal ini kondensor
berada pada kondisi vakum. Karena temperatur air pendingin sama dengan
temperatur udara luar, maka temperatur air kondensatnya maksimum mendekati
temperatur udara luar. Apabila laju perpindahan panas terganggu, maka akan
berpengaruh terhadap tekanan dan temperatur.

2. Jenis-jenis Kondenser
2.1. Berdasarkan Metode Perpindahan Panas
Kondenser merupakan salah satu jenis dari alat perpindahan panas dengan
disertai perubahan fase pada prosesnya. Kondenser dibagi menjadi 2 jenis yaitu
shell and tube condenser dan contact condenser.
Nama : Cindy Regita Septiani
NIM : 03031181520090

1) Shell and Tube Condenser


Air pendingin masuk melalui pipa bagian bawah kemudian keluar melalui
pipa bagian atas. Jumlah saluran maksimum yang dapat digunakan
sebanyak 12, semakin banyak jumlah saluran yang digunakan maka semakin besar
tahanan aliran air pendingin.

Gambar 1. Shell and Tube Condenser (Two Pass)


(Sumber: McCabe dkk, 1993)
Pada shell and tube kondenser, uap yang akan akan dikondensasi dan
coolant dipisahkan dengan tube-tube. Sedangkan pada contact condenser, aliran
coolant dan uap (pada umumnya salah satunya adalah air) dicampur dan keluar dari
kondenser pada satu aliran. Shell and tube condenser terdiri dari dua jenis
berdasarkan jumlah pass nya yaitu single pass dan multipass.
Pada single pass unit, fluida pendingin mengalir pada tube secara paralel.
Tipe ini termasuk jarang untuk digunakan karena jumlah tube yang dibutuhkan
besar, kecepatan alir fluida pada tube rendah dan unit terlalu besar sehingga kurang
ekonomis.Selain itu, koefisien perpindahan panas yang dihasilkan rendah, dan
dibutuhkan tube yang panjang jika range antara fluida pendingin dengan zat terlalu
tinggi. Penggunaan multipass condenser dilakukan untuk meningkatkan kecepatan
alir, koefisien perpindahan panas dan memperpendek ukuran tube.
2) Contact Condenser

Gambar 2. Contact Condenser


(Sumber: McCabe dkk, 1993)
3) Dehumidifying Condenser

Gambar 2. Contact Condenser


(Sumber: McCabe dkk, 1993)
Selain kedua jenis kondenser tersebut dikenal juga jenis dehumidifying
condenser. Alat ini digunakan untuk mengkondensasi campuran uap dan gas yang
tidak dapat terkondensasi (non-condesable gases). Pada jenis kondenser ini,
kondenser didesai secare vertikal. Uap yang akan dikondensasi berada pada bagian
tube dan coolant berada pada bagian shell.
2.2. Berdasarkan Fungsinya
1) Partial condenser
Partial condenser adalah alat yang digunakan untuk mengkondensasikan
sebagian vapor yang ada pada suatu aliran untuk selanjutnya dikembalikan ke
dalam alat sebagai aliran reflux. Liquid yang dihasilkan selanjutnya dikembalikan
menuju kolom dalam fase liquid dan produk berupa vapor dihilangkan. Partial
condenser biasanya digunakan pada tahap separasi.
2) Overhead Condenser
Condenser ini memerankan 3 hal pada saat bersamaan yakni mendinginkan
uap, mengembunkan uap menjadi cairan, kemudian mendinginkan menjadi cairan
tersebut.
3) Surface Condenser
Condenser ini berfungsi untuk mengkondensasikan steam, yang mana
kondensasi ini dijalankan dengan tekanan vakum dari 1 sampai 1,5 inHg absolute.
Untuk membuat tekanan vakum digunakan ejector.

3. Perancangan Partial Condenser


Fungsi : Mengondensasikan sebagian keluaran E-01
Tipe : Pull Through Floating Head Shell and Tube Heat
Exchanger
Bahan Konstruksi : Carbon steel (SA-285, Cr, C)
Gambar :

Gambar 9. Ilustrasi Partial condenser-01


Data-data
Fluida Panas
Fluida Panas : Aliran keluaran Kompresor-01
Aliran massa : 58.603,6294 kg/jam
Temperatur In : 29,34°C
Temperatur Out : -30°C
Fluida Dingin
Fluida Dingin : Nitrogen
Aliran massa : 119.863,9508 kg/jam
Temperatur In : -195,8°C
Temperatur Out : -195,8°C

Penentuan Alat Penukar Panas


Mencari Log Mean Temperature Difference
(T1 - t2 ) - (T2 - t1 )
∆TLM = (T - t ) (RK Sinnot 2005, Pers. 12.4)
ln(T1 - t2)
2 1
Keterangan:
T1 = temperatur fluida panas, inlet (°C)
T2 = temperatur fluida panas, inlet (°C)
t1 = temperatur fluida dingin, inlet (°C)
t2 = temperatur fluida dingin, inlet (°C)
(29,34 – (-195,8)) – (-30 – (-195,8))
∆TLM = (29,34 – (-195,8))
ln (-30 – (-195,8))

= 193,9591°C
Mencari Temperature Correction Factor
T1 - T2
R = (RK Sinnot 2005, Pers. 12.7)
t2 - t1
29.34 – (-30)
=
(-33) – (-33)
=0
t2 - t1
S = (RK Sinnot 2005, Pers. 12.7)
T1 - t1
=0
Apabila dilihat dari grafik (RK Sinnot 2005, Gambar 12.8) dapat
ditentukan Faktor Koreksi Temperatur Rerata = 1.
Mencari Area Perpindahan Panas (Heat Transfer Area)
Q
Ao = (RK Sinnot 2005, Pers. 12.1)
U × ΔTlm
Keterangan:
Q = Beban Panas (W)
U = Overall Coefficient (W/m2.oC)
Diketahui:
Q = 23.940.426,9002 kJ/jam
= 6.650.118,583 W
U = 750 W/m2.oC (Trial) untuk Cooler sistem Gas and
Water (RK Sinnot 2005, Tabel 12.1.)
6.650.118,583 W
Ao = 2 = 45,7149 m2
750 W/m .°C × 193,9591°C
Karena luas melebihi 18,5806 m2, digunakan jenis penukar panas Shell
and Tube.
Layout dan Ukuran Tube
Penempatan Fluida
Penempatan fluida perlu mengikuti kaidah. Kaidah-kaidah ini dibawahi
oleh konsiderasi-konsiderasi tertentu. Dalam hal ini, tube menjadi fokus
utama karena perlu diawasi, untuk melihat potensi kegagalan atau
failure saat operasi.
Tabel 1. Tabel Konsiderasi

Kategori Keterangan

 Umpan Kondenser: Senyawa hidrokarbon dapat


Korosivitas menyebabkan terjadinya korosi.
 Nitrogen: Nitrogen memiliki potensi korosi kecil.
 Umpan Kondenser = 0,0002 m2°C/W
Fouling  Ammonia = 0,0002 m2°C/W
(Tabel 12.2. RK Sinnot)
 Umpan Kondenser Tin = 29,34 oC
Temperatur
 Ammonia Tin = -195,8 oC
 Umpan Kondenser = 0.00011 Ns/m2
Viskositas
 Nitrogen = 0.00016 Ns/m2
 Umpan Kondenser = 16,28 kg/s
Laju Alir
 Nitrogen = 33,3 kg/s

 Korosivitas membuat umpan kondenser harus ada pada bagian tube. Hal
ini dikarenakan senyawa hidrokarbon memiliki potensi korosi yang
lebih tinggi. Di lain pihak, nitrogen memiliki sifat yang cenderung stabil
dan tidak terlalu berpotensi menyebabkan korosi.
 Fouling dengan nilai faktor yang lebih tinggi harus masuk ke dalam
tube, karena penyumbatan pada shell membuat maintenance berjalan
lebih sulit akibat geometri yang lebih kompleks dibandingkan dengan
tube. Namun itu, melalui kategori ini, umpan perlu masuk ke dalam shell
dibandingkan dengan nitrogen karena sifat condensing-nya.
 Temperatur pendingin perlu masuk ke dalam tube dibandingkan dengan
shell. Ini untuk mengurangi adanya pemindahan panas ke lingkungan,
merubah temperatur ambien yang berkemungkinan dapat mengganggu
proses lain yang terkait dan freezing.
 Viskositas yang lebih besar harus berada pada shell. Apabila senyawa
dengan viskositas yang lebih tinggi di dalam tube, akan terjadi
penurunan tekanan yang luar biasa hebat. Peningkatan viskositas akan
berimbas pada penurunan laju alir. Untuk itu, melalui perkiraan ini,
ammonia perlu ada di bagian shell.
 Laju alir tinggi perlu dimasukkan ke dalam bagian tube, karena apabila
dimasukkan ke dalam shell, akan membuat fluida segera bertabrakkan
dengan sistem baffle, yang dapat menyebabkan terjadinya vibrasi.
 Kesimpulannya adalah nitrogen dengan kondisi -195,8 o
C harus
dimasukkan ke dalam tube dan umpan gas kondenser dimasukkan ke
bagian Shell mengingat konsiderasi diatas.
Jenis Penukar Panas Shell and Tube
Jenis penukar panas yang digunakan adalah yang paling memenuhi
kemudahan dalam operasi. Diantara yang memenuhi adalah pull-
through floating head exchanger. Penukar panas ini sangat baik dalam
menangani fluida yang sifatnya korosif pada tube maupun shell dan
berpotensi fouling pada shell, karena dapat dikeluarkan semua tube-nya
dalam sekali tarikan untuk perawatan dan pengecekkan berkala.

Bahan Konstruksi Tube Side


Dalam pemilihan bahan konstruksi, tidak diinginkan material berupa
paduan, karena dapat memicu timbulnya korosi selektif. Korosi selektif
dapat mengeroposi satu komponen, menyebabkan kerapuhan. Tidak
diinginkan juga material dengan potensi korosi tinggi seperti
aluminium, nikel, dan baja, sehingga perlu digunakan baja tahan karat
(Stainless Steel)
Stainless Steel = 16 W/moC (Tabel 12.6. RK Sinnot)
Penentuan Ukuran Tube
Penentuan ukuran tube perlu mengingat nilai laju alir massa yang perlu
diatur agar berjalan lambat, oleh karena itu digunakan ukuran tube yang
ukurannya cukup besar.
Berdasarkan Tabel BWG (Kern 1965, Appendiks Tabel 11):
BWG No. 18
Diameter Luar Tube (OD) = 0,0381 m
Ketebalan (Wall Thickness WT) = 0,0012 m
Diameter Dalam Tube (ID) = 0,0356 m
Panjang Tube (l) =4m
Area Flow (a”) = 0,00099 m2
Penentuan Sudu Tube
Digunakan sudu tube dengan bentuk trianguler karena bisa digunakan
dalam kondisi aliran laminer maupun turbulen pada kondisi fouling yang
rendah. Turbulensi dari sudu ini menghasilkan perpindahan panas yang
baik.
Gambar 10. Ilustrasi Sudu Tube Trianguler
Sudu Tube (pt) = 1,25 x OD
= 1,25 x 0,0381 m
= 0,0476 m
Number of Tube
Luas Area Tube
Luas area tube = π ×OD × L
= π × 0,0381 m × 4 m
= 0,4785 m2
Number of Tube ( Nt)
Ao
Nt =
Luas Area Tube
45,7149 m2
=
0,4785 m2
= 95,7742 ~ 96 tube
Dikarenakan 2 pass, maka tube per pass adalah 48 tube.
Tube Cross-Sectional Area
π 2
Tube cross-sec A = × ID
4
π 2
= × 0,0356
4
= 0,0010 m2
Luas Area per Pass
Luas area = Nt × Tube Cross-Sectional Area
= 48 × 0,0010 m2
= 0,0476 m2
Laju Alir Bagian Tube
mṪ
Vt =
ρT
kg 1 jam
119.863,9508 jam×3600 s
= kg
239,2462
m3
= 0.2744 m3/s
Kecepatan Bagian Tube (Tube Side Velocity, ut)
VT
ut =
Luas Area
m3
0,2744 s
=
0,0476 m2
= 5,7598 m/s
Diameter of Shell
K1 = 0,249
n1 = 2,207 (Untuk sudu trianguler dan 1 pass (RK Sinnot 2005, Tabel
12.4))
Diameter Bundle (Db)
1
Nt n
Db = OD (K ) 1 (RK Sinnot 2005, Pers.12.3b)
1
1
96 2,207
= 0,0381 m × (0,249)

= 05658 m
Diameter Shell Clearance (Dsc)
Shell Clearance didapat melalui Grafik di Fig 12.10 di buku Coulson
and Richardson’s Chemical engineering. Garis yang dipakai adalah
Pull-Through Head.
Dsc = 90 mm
Diameter Shell Dalam (Ds)
Ds = Db + Diameter Shell Clearance
= 0,6756 m + 0,090 m
= 0,6558 m
Koefisien Perpindahan Panas Bagian Tube
Bilangan Reynold (Re)
ρT × ut × ID
Re =
𝜇T
239,2462 kg/m3 × 5,7598 m/s × 0,0356 m
=
0,0000847 Ns/m2
= 300.474,7148
Bilangan Prandtl (Pr)
CpT × μT
Pr =
klogam material

16.683,64 J/kg°C × 0,0000847 Ns/m2


=
16 W/m°C
= 0,0862
Menentukan Heat Transfer Factor (jh)
L/D = 4 m/0,0356 m
= 112,4859
Melalui gambar 12.23 (RK Sinnot, 2005), Nilai jh yang didapat adalah
jh = 3 x 10-3
Bilangan Nusselt (Nu)
Nu = jh x Re x Pr0,33 (RK Sinnot 2005, Pers 12.15)
= 3,0 x 10-3 x 300.474,7148 x 0,08620,33
= 307,8286
Koefisien Perpindahan Panas Tube (hi)
klogam material
hi = Nu × ID
16 W/moC
= 200,7578 × 0,0358 m
W
= 138.505,5519 m2 oC
Koefisien Perpindahan Panas Bagian Shell
Dilakukan penghitungan koefisien perpindahan panas bagian shell
menggunakan Metode Kern untuk mendapatkan nilai perpindahan
panas bagian shell untuk sistem kondensasi melalui persamaan,
1
3 1
ρL (ρL -ρv )g D -6
As = 0,95k [ Wc
] (P b )
μL ( ) T
LNT

(RK Sinnot 2005, Pers. 12.50)


Keterangan:
k = Konduktivitas logam penyusun = 16 W/m.oC
ρL = Densitas kondensat liquid = 251 kg/m3
ρV = Densitas kondensat gas = 21,67 kg/m3
g = gravitasi lokal = 9,81 m/s2
Wc = Total laju alir massa kondensat liquid = 119.863,9508 kg/jam
μL = Viskositas kondensat liquid = 0,00232447 kg/m.s
L = Panjang tube =4m
NT = Jumlah tube = 96
Db = Diameter bundle = 0,5658 m
PT = Sudu tube = 0,0476
Maka didapatkan nilai ho = 1.183,9591 W/m2.oC
a. Koefisien Keseluruhan
Koefisien keseluruhan diperoleh melalui Pers. 12.2 (RK Sinnot, 1999)
d
1 1 1 do ln( do ) d 1 d 1
= + + i
+( o× )+( o× )
Uo ho hod 2kw di hid di hi
Keterangan:
ho = 1.183,9591 W/m2.oC
hod = 5000 W/m2.oC (Refrigerant)
hi = 138.505,5519 W/m2.oC
hid = 5000 W/m2.oC
do = 0,0381 m
di = 0,0356 m
kw = 16 W/m2.oC
Nilai Uo yang dihitung adalah
Uo = 741,4054 W/m2.oC mendekati dengan nilai asumsi
awal
Pressure Drop Tube Side (∆Pt)
L ρT ut 2
∆Pt = Np [8jf (d ) + 2,5] (RK Sinnot 2005, Pers. 12.2)
i 2
Keterangan:
Np = Jumlah Pass =1
L = Panjang Tube =4m
di = Diameter Dalam = 0,0356 m
ut = Kecepatan Superfisial = 5,7598 m/s
ρT = 121,3231 kg/m3
Re = 300.474,7148
Melalui Grafik pada Fig. 12.24., oleh RK Sinnot (2005), Ditentukan
nilai jf adalah 2,6 x 10-3, sehingga
kg m 2
4m 121,3231 3 × (5,7598 )
m s
∆Pt =1 × [8 × 0,0026 (0,0356 m) + 2,5] 2

= 9739,7749 Pa
Pressure drop 36.272,8024 Pa = 0,0974 bar, jauh dari allowable
pressure drop 10 psi = 0,6894 bar, sehingga dapat diterima.
Data Shell Side
Area Cross Flow (As)
(pt - OD) × Ds × lb
As = (RK Sinnot 2005, Pers 12.21)
pt

(0,0476 m – 0,0381 m) × 0,6370 m × 0,6370 m


=
0,0476 m
= 0,1274 m2
Laju Alir Massa di Shell (Gs)
mS
Gs =
As
kg 1 jam
58591,6291 jam×3600 s
=
0,1274 m2
= 127,7446 kg/m2 .s
Nilai Ekuivalen Diameter (De)
1.27
De = (Pt2 - 0,785OD2 ) (RK Sinnot 2005, Pers 12.22)
OD

1.27 × (0,04762 m - (0,785 × 0,03812 ) m


=
0,0381 m
= 0,0376 m
Bilangan Reynold di Shell
Gs × OD
Re =
𝜇v

127,7446 kg/(m2 .s) × 0,0381 m


=
0,0000083 Ns/m2
= 575.966,4653
Kecepatan Alir Bagian Shell
Gs
us =
𝜌v

127,7446 kg/(m2 s)
=
21.67 kg/m3
= 5,8950 m/s
b. Pressure Drop Shell Side
Pressure drop bagian shell dapat dicari menggunakan persamaan
Ds L ρus 2
∆Ps = 8jf (De) (l ) (RK Sinnot 2005, Pers. 12.26)
B 2

Melalui Grafik pada Fig. 12.24., oleh RK Sinnot (2005), Ditentukan


nilai jf adalah 3,2 x 10-2, sehingga
0,6558 m 4m 21,67 kg/m3 ×(5,895 m/s)2
∆Ps = 8 × 3,2 ×10-2 (0,0376 m) (0,6558 m) 2

= 9669,6147 Pa
= 0,0967 bar
c. Tebal Dinding Shell
P×r
tsilinder = +C (Peters 1991, Hal 537)
SE - 0,6P
Keterangan:
T = Tebal (m)
P = Tekanan (atm)
r = Jari-jari (m)
S = Working stress (13.700 psi) (Peters 1991, Hal 538)
E = Welding joint efficiency (0,85) (Peters 1991, Hal 538)
C = Corrosion allowance (1/8 in) (Peters 1991, Hal 542)
Maka tebal shell yang diperoleh adalah 0,0112 m.

Anda mungkin juga menyukai