Anda di halaman 1dari 5

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-5 1

Optimasi Skenario Bunkering dan Kecepatan


Kapal pada Pelayaran Tramper
Farin Valentito, R.O. Saut Gurning, A.A.B Dinariyana D.P
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: sautg@its.ac.id
Abstrak--Makalah ini akan mempelajari masalah fuel dihadapi oleh pemilik kapal adalah menentukan jumlah
management untuk pelayaran tramper. Dengan studi kasus biaya bahan bakarnya. Biaya operasional yang paling besar
kapal MV. MAMIRI yang melayani rute pelabuhan Tj. Priok – didalamnya adalah biaya bahan bakar kapal. Karena
Tj. Perak – Gorontalo – Bitung – Tj. Priok. Dalam besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bahan bakar maka
permasalahan ini akan mempertimbangkan 3 hal yaitu :
muncul pertanyaan bagaimana cara menekan biaya bunker
pemilihan pelabuhan bunker, jumlah bahan bakar yang dibeli,
dan pengaturan kecepatan. Karena ketiga hal ini memiliki
untuk kapal sehingga pos pengluaran untuk bahan bakar
hubungan, maka dapat digunakan untuk pertimbangan dapat dikurangi.
membuat strategi fuel management. Pembuatan model yang Dari Tabel 1 ditunjukan bahwa secara umum biaya untuk
tepat untuk mewakili hubungan antara konsumsi bahan bakar bahan bakar bunker memiliki prosentase yang besar hampir
dan kecepatan kapal adalah hal yang penting pada strategi fuel separuh dari seluruh operasionalnya.
management. Kemudian dari permodelan tadi akan
dikembangkan agar mendapatkan skenario bunkering yang Tabel 1.
optimal pada keadaan muatan kapal yang berbeda yaitu Prosentase biaya operasional kapal
muatan kapal normal, muatan kapal rendah dan muatan kapal Jenis biaya Biaya (%)
tinggi. Didalamnya termasuk pelabuhan pengisian bahan Awak kapal 32
bakar, jumlah bahan bakar, dan kecepatan kapal. Berdasarkan
Provisi dan pelumas 11
permodelan yang telah dibuat, akan membahas efek time
windows terhadap kapal, harga bahan bakar, kapasitas tangki Repair dan perawatan 16
kapal dan kemungkinan kehilangan muatan di rute Tj. Priok – Asuransi 30
Tj. Perak – Gorontalo – Bitung – Tj. Priok. Administrasi 12
Bahan bakar 47
Kata Kunci--fuel management, ship speed, time windows,
harga bunker. D.O 7
Pelabuhan 46
I. PENDAHULUAN Sumber : Saut Gurning (2010)

S ejalan dengan perkembangan perdagangan global,


transportasi laut menjadi salah satu bagian yang
penting dalam pendistribusiannya. Secara umum ada
Karena itu penurunan biaya bahan bakar dapat memberikan
penghematan yang besar dari total biaya kapal. Banyak cara
yang diambil oleh perusahaan pelayaran untuk menekan
tiga tipe pelayaran di transportasi maritim yaitu pelayaran konsumsi bahan bakar ini. Disamping menggunakan strategi
liner, pelayaran tramper/charter, dan pelayaran industrial [1]. bersifat teknis seperti menggunakan mesin induk yang
Pelayaran liner beroperasi seperti bus umum, kapal efesien, menggunakan propeller yang efisiensinya tinggi dll.
biasanya beroperasi pada rute yang tetap dan setiap kapal Salah satu cara adalah berlayar pada kecepatan rendah,
memiliki jadwal masing-masing pada pelabuhan di rute yang tetapi berlayar dengan kecepatan rendah akan menambah
dilaluinya. Muatan pada kapal hampir selalu penuh karena waktu perjalanan yang dibutuhkan sehingga bisa saja
melakukan kegiatan bongkar muat pada tiap pelabuhan yang melebihi jadwal kapal. Oleh karena itu bagaimana cara
dilewati. Pelayaran tramper beroperasi seperti sebuah taxi, meningkatkan kecepatan kapal pada tiap titik (antara satu
kapal baru akan beroperasi ketika ada permintaan dari pelabuhan ke pelabuhan tujuan) menjadi hal yang penting.
pemilik barang. Lalu kapal berangkat saat muatan tersedia Lagipula harga bahan bakar di tiap pelabuhan dapat berbeda.
dan biasanya kapasitas muatan kapal terisi penuh hanya Hal ini disebabkan penentuan harga jual minyak bakar oleh
untuk satu tujuan. Sedangkan pelayaran industrial beroperasi Pertamina. Di Indonesia ada pembagian 4 wilayah harga
seperti armada truk di daratan. Pemilik muatan biasanya yaitu wilayah 1 untuk pulau Jawa dan Sumatra, wilayah 2
adalah perusahaan besar yang mengangkut muatannya untuk pulau Kalimantan, wilayah 3 untuk pulau Sulawesi,
sendiri. Pemilik muatan dapat mengatur seluruh kegiatan dan wilayah 3 untuk pulau Papua dan Maluku seperti tabel 2.
armada kapal. Kapal biasanya dimiliki secara langsung atau Dalam hal pemilihan pelabuhan bunker ada bermacam-
menyewa. macam faktor yang berhubungan dengan harga. Faktor
Tetapi perbedaan antara ketiga tipe ini tidak mutlak atau tersebut pada umumnya adalah tarif pelabuhan, waktu
tidak tergambar dengan jelas. Sebuah kapal dapat berubah tunggu, harga bunker dan peraturan pelabuhan [2]. Sejalan
dari satu jenis tipe menjadi tipe yang lain. Hal itu tergantung dengan hal tersebut pemilihan pelabuhan untuk bunker di
oleh siapa kapal tersebut dioperasikan. Masing-masing tipe daerah Indonesia juga dipengaruhi oleh hal tadi. Sedangkan
pelayaran memiliki bermacam-macam masalah tersendiri faktor-faktor kapal melakukan pemilihan pelabuhan bunker
dalam menjalankannya. Salah satu masalah yang harus yang ada di daerah ASEAN adalah tingkat efisiensi dari
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 2

transaksi, tarif pelabuhan, reliability, akses dengan daratan BHP adalah besar energi yang keluar dari mesin induk
dan akses dengan lautan [3]. kapal.
Tabel 2. BHP = SHP / ηG (4)
Harga jual minyak bakar Pertamina
Wilayah 1 Wilayah 2 Wilayah 3 Wilayah 4 Dimana :
Harga 7.700.000 7.800.000 7.900.000 8.050.000 BHP = Brake horse power (kW)
Sumber : Pertamina 2012 SHP = Shaft horse power (kW)
ηG = Losses akibat reduction gear (1% - 2%)
Oleh karena itu, dalam paper ini akan membahas strategi
menejemen bahan bakar tersebut dengan tujuan
meminimalkan biaya total bunker untuk pelayaran. Lebih
lanjut lagi dipelajari efek akibat jadwal time windows pada
kapal yang antara lain mengatur waktu tunggu, waktu
bongkar muat, waktu awal kedatangan, dan waktu akhir
pelayanan. Lalu disini akan mengambil satu studi kasus
pada rute pelayaran Priok-Perak-Gorontalo-Bitung-Priok
sebagai contoh.
Gambar. 1. Pembagian daya pada kapal
II. URAIAN PENELITIAN
Pada pemilihan kecepatan akan dibagi menjadi 3 bagian
A. Identifikasi Power dan Kecepatan yaitu kecepatan di area pelabuhan awal, kecepatan di laut,
dan kecepatan di area pelabuhan tujuan. Untuk kecepatan di
Secara umum kapal yang bergerak di air dengan
area pelabuhan ditentukan pada kecepatan 4 – 5 knot.
kecepatan tertentu, maka akan mengalami gaya hambat
Sedangkan kecepatan di laut adalah kecepatan yang
(resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal
memiliki BHP diatas 50%. Hal ini dikarenakan karakteristik
tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu
mesin yang akan berakibat buruk jika tidak dioperasikan
diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari
sesuai aturan. Kombinasi yang muncul adalah sebagai
kerja alat gerak kapal (propulsor) [4]. Untuk mengatahui
berikut.
hubungan power dan kecepatan kapal sebelumnya harus
diketahui tentang tahanan kapal. Tahanan kapal ini akan Tabel 3.
berperan untuk menemukan EHP dan dari EHP dapat Skenario variasi kecepatan
diketahui BHP kapal pada tiap kecepatan. Kecepatan Kecepatan
No No
(knot) (knot)
EHP = λ x Vs3 (1) 1 4 – 15.5 – 4 9 5 – 15.5 – 5
Dimana : 2 4 – 16 – 4 10 5 – 16 – 5
EHP : Effective horse power (kW) 3 4 – 16.5 – 4 11 5 – 16.5 – 5
λ : Konstanta 4 4 – 17 – 4 12 5 – 17 – 5
Vs : Kecepatan kapal
5 4 – 17.5 – 4 13 5 – 17.5 – 5
6 4 – 18 – 4 14 5 – 18 – 5
Setelah diperoleh nilai EHP, nilai tadi akan digunakan
7 4 – 18.5 – 4 15 5 – 18.5 – 5
untuk mencari nilai DHP (Delivered horse power). DHP
adalah besar daya yang tersalurkan dari motor induk kapal 8 4 – 19 – 4 16 5 – 19 – 5
hingga propeller. B. Identifikasi Rute dan Pelabuhan
DHP = EHP / ηH x ηrr x ηo (2) Data yang digunakan dalam menentukan jarak antar
Dimana : pelabuhan ini dengan menggunakan perhitungan jarak
DHP = Delivered horse power (kW) pelayaran yang telah dihitung berdasarkan rute kapal.
EHP = Effective horse power (kW)
Tabel 4.
ηH = Efisiensi lambung
Jarak antar pelabuhan
ηrr = Efisiensi relatif rotatif Jarak Area Pel 1 Area Laut Area Pel 2
ηo = Efisiensi propulsi (nm) (nm) (nm)
Tj.Priok – Tj. Perak 10 338 25
Setelah diperoleh nilai DHP, nilai DHP tadi akan
Tj.Perak – Gorontalo 25 915 6
digunakan untuk mencari nilai SHP (Shaft horse power).
SHP adalah besar daya yang tersalurkan dari motor induk Gorontalo – Bitung 6 155 9
kapal hingga poros propeller.
Bitung – Tj. Priok 9 1268 10
SHP = DHP / ηBηs (3)
C. Identifikasi Demand
Dimana : Untuk demand akan digunakan data perusahaan
SHP = Shaft horse power (kW) Meratusline yang melayani rute Tj. Priok – Tj. Perak –
DHP = Delivered horse power (kW) Gorontalo – Bitung - Gorontalo.
ηBηs = Losses akibat letak kamar mesin (2% - 3%)
Setelah diperoleh nilai SHP, nilai SHP tadi akan
digunakan untuk mencari nilai BHP (Brake horse power).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 3

t : Waktu (jam)
Tabel 4.
Demand tiap pelabuhan F. Rancangan Permodelan
Pelabuhan Demand (TEUs) 1. Notasi
Tj. Perak 800 Notasi yang digunakan didalam model adalah sebagai
berikut :
Gorontalo 600

Bitung 600  Parameter


Tj. Priok 667 n : jumlah pelabuhan
di,j : jarak pelabuhan i dan j (nm)
Sumber : Meratusline (2012)
t : total waktu satu putaran (jam)
D. Deskripsi Sistem ti : port time ( waktu tunggu dan waktu bongkar muat)
Studi kasus mengenai kapal MV. Mamiri yang (jam)
beroperasi pada rute Tj. Priok – Tj. Perak – Gorontalo – ei : waktu awal time windows (jam)
Bitung – Tj. Priok. Pada tiap-tiap pelabuhan yang dilalui li : waktu akhir time windows (jam)
kapal memiliki jadwal time windows yang harus dipatuhi. ai : konsumsi bahan bakar kapal pada pelabuhan i
Apabila kapal tiba di pelabuhan sebelum jadwal maka akan c : koefisien charge waktu pelabuhan
dikenai charge, begitu pula jika kapal melewati jadwal w : kapasitas tangki FO (kL)
pelayanan akan dikenai charge pula. Sehingga dalam r : koefisien revenue loss
pelayaran dapat diatur kapan kapal berjalan dengan vmin : kecepatan minimum kapal (knot)
kecepatan tinggi dan kapan kapal berjalan pada kecepatan vmax : kecepatan maksimal kapal (knot)
rendah.
 Decision Variable
Vi,j : kecepatan antara pelabuhan i dan j (knots)
Si : total volume bunker untuk 1 kali putaran (kL)

 Dependent Variable
Ii : volume bunker saat tiba di pelabuhan i (kL)
Ci : Biaya bunker pada pelabuhan i (Rp)
Ai : Waktu tiba di pelabuhan i (jam)
Di : Waktu berangkat dari pelabuhan i (jam)
Fij : Konsumsi bunker antara pelabuhan i dan j (kL/jam)

2. Variabel Model
Parameter :
- Jumlah pelabuhan :4
- Ukuran kapal : 1104 TEU
- Waktu pelayaran : 336 jam
- Kapasitas tangki : 500 ton/526 kL
- Interval kecepatan : 15.5 – 19 knot
Gambar. 2. Jadwal time windows di tiap pelabuhan.
 Biaya charge akibat time windows

E. Perhitungan Durasi dan Konsumsi Bahan Bakar Biaya charge (c) = (ei-Ai) + (Di-li) x Rp.100 x GT (7)
Untuk menghitung durasi perjalanan kapal pada tiap leg
digunakan persamaan berikut.  Port time
- Waktu Antri
t= (5) Adalah waktu ketika kapal menunggu melakukan bongkar
Dimana : muat. Waktu ini terdiri dari waktu parkir, waktu persiapan.
t : Durasi (jam) dan waktu lain-lain. Diasumsikan idle time tiap pelabuhan
S : Jarak (nm) adalah sebagai berikut.
V : Kecepatan (m/s) Tj. Perak = 35 jam
Gorontalo = 20 jam
Untuk menghitung konsumsi bahan bakar tiap rute dengan Bitung = 15 jam
kecepatan yang ada adalah dengan menggunakan persamaan Tj. Priok = 30 jam
berikut.
FC = BHP x SFOC x t (6) - Waktu Bongkar Muat
Dimana : Adalah waktu ketika kapal melakukan bongkar muat.
FC : Konsumsi bahan bakar (kL) Lama bongkar muat ini ditentukan oleh jumlah muatan kapal
BHP : Power motor induk (kW) (TEUs) dibandingkan dengan kapasitas kemampuan crane di
SFOC : Specific fuel oil consumption (gr/kwh) pelabuhan. Lama kegiatan bongkar muat dapat dihitung
dengan persamaan berikut.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 4

WBM = (8)

 Revenue Loss
Adalah nilai muatan kapal yang hilang akibat berat bahan
bakar. Revenue loss ini berdasarkan demand muatan yang
ada.
Revenue loss = Total TEUs – Volume bahan bakar (9)
G. Model Matematis Gambar. 3. Alur penggunaan kecepatan
Total Biaya = Min ∑Biaya Bunker + ∑Revenue Loss +
∑Biaya Charge Dengan pemakaian kecepatan yang paling minimum dan
Dimana : masih tetap mengikuti jadwal time windows kapal adalah
1. Biaya Bunker kombinasi 9-9-9-1 dengan total bahan bakar yang digunakan
adalah 185,48 kL.
Ci = α1.Si-Ii + α2.Si-Ii + α3.Si-Ii + α4.Si-Ii
(10)
Untuk scenario bunkeringnya didapatkan nilai awal
α1 + α 2 + α 3 + α 4 = 1 didapatkan bunker sebesar 70 kL. Lalu konsumsinya untuk
Ii = Si-Fi,j x (dn/Vn) (11) tiap leg adalah :
Si-li ≥ 20%w (12)
Si ≤ w (13)
Tj. Priok – Tj. Perak = 27,64 kL
Tj. Perak – Gorontalo = 62,49 kL
2. Revenue Loss Gorontalo – Bitung = 12,47 kL
∑ = r1.(Si-ai) (14) Bitung – Tj. Perak = 82,88 kL

3. Biaya Charge Sehingga kapal akan memilih pelabuhan bunker 1 sebesar 70


Vmin ≤ Vi,j ≤ Vmax (15) kL dan pelabuhan 2 untuk bunker sebesar 115,56 kL. Untuk
Ai+1 = Ai+ti+(di+1/Vi+1) (16) total biaya bunker, total charge, dan revenue loss adalah
e i ≤ A i ≤ li (17) Rp.1.428.200.000.
A1 = 0
c = (ei-Ai) + (Di-li) x Rp.100 x GT kapal (18)  Skenario Muatan Rendah
Skenario muatan rendah tetap seperti kondisi demand
yang ada pada Tabel 4 tetapi diasumsikan berkurang 10%.
H. Pembuatan Skenario Bunkering
Hasil perhitungan lama bongkar muat tiap pelabuhan adalah
Dari model tersebut akan menghasilkan total biaya pada sebagai berikut.
saat kapal berlayar di kondisi normal dan pemilihan
kecepatan yang digunakan. Apabila terjadi perubahan Tj. Perak = 24 jam
jumlah demand maka variable yang lain seperti port time Gorontalo = 30 jam
dan revenue loss nya juga akan ikut berubah. Dalam Bitung = 28 jam
perhitungan menentukan kecepatan dan scenario bunkering Tj. Priok = 22 jam
yang minimum akan digunakan metode simulated annealing.
Metode ini meniru perilaku baja yang mengalami pemanasan Dengan pemakaian kecepatan yang paling minimum dan
sampai suhu tertentu lalu didinginkan secara perlahan [5] masih tetap mengikuti jadwal time windows kapal adalah
Metode ini digunakan karena akan mempercepat proses kombinasi 9-9-9-1 dengan total bahan bakar yang digunakan
perhitungan pemilihannya. Dalam perhitungannya digunakan adalah 185.48 kL.
MATLAB sehingga perhitungan dapat diulang beberapa kali Untuk scenario bunkeringnya didapatkan nilai awal
hingga mendapatkan hasil yang paling minimum. didapatkan bunker sebesar 100 kL. Lalu konsumsinya untuk
tiap leg adalah :
 Skenario Muatan Normal
Skenario muatan normal tetap seperti kondisi demand Tj. Priok – Tj. Perak = 27,64 kL
yang ada pada Tabel 4. Hasil perhitungan lama bongkar Tj. Perak – Gorontalo = 62,49 kL
muat tiap pelabuhan adalah sebagai berikut. Gorontalo – Bitung = 12,47 kL
Bitung – Tj. Perak = 82,88 kL
Tj. Perak = 26,6 jam
Gorontalo = 33,3 jam Sehingga kapal akan memilih pelabuhan bunker 1 sebesar
Bitung = 31,1 jam 100 kL dan pelabuhan 2 untuk bunker sebesar 85,56 kL.
Tj. Priok = 24,4 jam Untuk total biaya bunker, total charge, dan revenue loss
adalah Rp.1.427.100.000.

 Skenario Muatan Tinggi


Skenario muatan rendah tetap seperti kondisi demand
yang ada pada Tabel 4 tetapi diasumsikan bertambah 10%.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 5

Hasil perhitungan lama bongkar muat tiap pelabuhan adalah untuk biaya bunker, total charge, dan revenue loss adalah
sebagai berikut. Rp.1.467.000.000.

Tj. Perak = 29,3 jam


III. KESIMPULAN
Gorontalo = 36,6 jam
Bitung = 34,2 jam Berdasarkan analisa dan pembahasan pada tugas akhir ini
Tj. Priok = 26,8 jam yang mengacu pada data data yang relevan maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
Dengan pemakaian kecepatan yang paling minimum dan 1. Didapatkan bahwa variasi kecepatan yang dipilih untuk
masih tetap mengikuti jadwal time windows kapal adalah satu kali perjalanan dari Tanjung Priok – Tanjung Perak –
kombinasi 9-9-9-9 dengan total bahan bakar yang digunakan Gorontalo – Bitung – Tanjung Priok pada saat kondisi
adalah 184,56 kL. muatan normal dan muatan rendah adalah kombinasi 9 – 9
Untuk scenario bunkeringnya didapatkan nilai awal – 9 – 1 yang memiliki kecepatan 5-15.5-4 knot.
didapatkan bunker sebesar 50 kL. Lalu konsumsinya untuk Sedangkan pada saat kondisi muatan tinggi variasi
tiap leg adalah : kecepatan yang digunakan adalah kombinasi 9 – 9 – 9 – 9
yang memiliki kecepatan 5-15.5-5 knot.
Tj. Priok – Tj. Perak = 27,64 kL 2. Ketika kapal berjalan pada kecepatan tersebut bahan bakar
Tj. Perak – Gorontalo = 62,49 kL yang digunakan mencapai titik paling minimum yaitu
Gorontalo – Bitung = 12,47 kL 185.48 kL pada saat kondisi muatan rendah dan normal
Bitung – Tj. Perak = 81,96 kL dan 184.56 kL pada saat kondisi muatan tinggi.
3. Harga volume bahan bakar pada tiap pelabuhan bisa
Sehingga kapal akan memilih pelabuhan bunker 1 sebesar 50 berbeda tergantung harga pada daerah tersebut. Sehingga
kL dan pelabuhan 2 untuk bunker sebesar 134,56 kL. Untuk harga total bahan bakar juga berbeda. Harga pada
total biaya bunker, total charge, dan revenue loss adalah pelabuhan Tj. Priok dan Tj. Perak sebesar Rp.
Rp.1.422.100.000. 1,421,112,000.00. Harga pada pelabuhan Gorontalo dan
Bitung sebesar Rp. 1,458,024,000.00.
4. Setelah dilakukan validasi dengan harga baru, hasil
I. Validasi skenario bunkernya dapat mengikuti perubahan variable
Pada bagian ini akan dilakukan proses validasi tentang yang ada.
metode yang digunakan, apakah dapat memberikan hasil
yang sesuai atau tidak apabila terjadi perubahan pada
IV. DAFTAR PUSTAKA
variabelnya. Pada proses ini akan digunakan harga bahan
bakar yang berbeda pada tiap pelabuhan. [1] Ronen, D. 2002. Cargo ships routing and scheduling:
survey of models and problems, School of Business
Tabel 5
Harga baru tiap pelabuhan Administration, University of Missouri-St. Louis.
Tj. Priok Tj. Perak Gorontalo Bitung [2] Acosta,M.2010. Bunkering competition and
Harga 8.000.000 8.000.000 7.900.000 7.900.000 competitiveness at the port of the Gibraltar Strait, Jurnal
of Transport Geography, Elsevier.
Dengan skenario muatan normal tetap seperti kondisi [3] Tongzon, J. 2007. Determinants of competitiveness in
demand yang ada pada Tabel 4. Hasil perhitungan lama logistics: Implications for the ASEAN region, Maritime
bongkar muat tiap pelabuhan adalah sebagai berikut. Economics & Logistics.
[4] Harvald, J. 1992. Resistance and Propulsion of Ships,
Tj. Perak = 26,6 jam John Wiley & Sons.
Gorontalo = 33,3 jam [5] Santosa, B., Willy, P. 2011. Metoda Metaheuristik
Bitung = 31,1 jam Konsep & Implementasi. Guna Wijaya. Surabaya.
Tj. Priok = 24,4 jam

Dengan pemakaian kecepatan yang paling minimum dan


masih tetap mengikuti jadwal time windows kapal adalah
kombinasi 9-9-9-9 dengan total bahan bakar yang digunakan
adalah 184,56 kL.
Untuk scenario bunkeringnya didapatkan nilai awal
didapatkan bunker sebesar 70 kL. Lalu konsumsinya untuk
tiap leg adalah :

Tj. Priok – Tj. Perak = 27,64 kL


Tj. Perak – Gorontalo = 62,49 kL
Gorontalo – Bitung = 12,47 kL
Bitung – Tj. Perak = 81,96 kL

Sehingga kapal akan memilih pelabuhan bunker 1 sebesar 70


kL, pelabuhan 2 untuk bunker sebesar 20.13 kL dan
pelabuhan 3 untuk bunker sebesar 94.43 kL . Dan total biaya

Anda mungkin juga menyukai