A four-years old boy is admitted to the emergency room of Sultan Agung Islamic Hospital, brought
by his parent with chief complaint of bloating. From alloanamnesis shows another symptoms
including intermittent abdominal pain, fever and decreasing urin output. He has not passed stool
and fart since two days ago with only red currant jelly stool. The patient has been experiencing
vomiting containing food. For the last one day the vomit has a yellow greenish color. Ten days
before he had frequently diarrhea about 5 times per day. The physical examination findings include
abdominal distention, bowel movement increased bowel sound, a metallic sound and hipertympany
to percussion. A sausage shape mass is palpable in the upper right of abdominal region with the
sense of emptiness in the lower right abdominal region. From rectal toucher findings pseudo portio
and blood on the glove.
STEP 7
Caecum
Bagian pertama intestinum crassum dan beralih
menjadi colon ascendens. Terletak di perbatasan
ileum dan intestinum crassum. Merupakan kantong
buntu yang terletak pada fosa iliaca dextra. Panjang
2,5 inci (6 cm) dan seluruhnya diliputi oleh
peritoneum. Mudah bergerak walau tidak memiliki
mesentrium.
Appendix Versimformis
Berupa pipa buntu yang berbentuk seperti cacing dan berhubungan dg caecum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal. Mempunyai otot dan mengandung jaringan limfoid yang banyak. Panjang
bervariasi 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum,sekitar 1 inci
(2,5 cm) di bwh juncturan ileocaecalis. Bagian appendix lainnya bebas,diliputi oleh peritoneum, yang
melekat pada Lapisan bawah mesentrium intestinum tenue melalui mesentriumnya sendiri yg pendek,
messoappendix. Messoapendix berisi arteria, vena appendicularis dan saraf-saraf.
Appendix versiformis terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
umbilikus (titik McBurney).
Colon Ascendens
Melintas dari caecum ke arah kranial pada sisi kanan cavitas abdominalis ke hepar, dan membelok kiri
sebagai flexura coli dextra. Colon ascendens terletak retroperitoneal sepanjang sisi kanan dinding
abdomen dorsal, tetapi di sebelah ventral dan pada sisi-sisinya tertutup oleh peritoneum. Peritoneum
sebelah kanan dan sebelah kiri colon ascendens membentuk fossa paracolica. Colon ascendens
biasanya terpisah dari dinding abdomen ventral oleh liku-liku intestinum tenue dan omentum majus.
Colon Descendens
Melintas retroperitoneal dari flexura colli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralioh menjadi
sigmoideum. Peritoneum menutupi di sebelah ventral dan lateral dan menetapkannya pada dinding
abdomen dorsal.
Colon Sigmoid
Jerat usus berbentuk S . Menghubungkan colon descendens dengan rektum. Meluas dari tepi pelvis
sampai segmen sacrum ketiga, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya taenia coli menunjukkan
permulaan rektum. Colon sigmoid memiliki mesentrium yang panjang dan dikenal sebagai mesocolon
sigmoideum. Karena itu colon sigmoid cukup mobil.
Rectum
Bagian akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah kaudal beralih menjadi canalis analis.
Panjang kira-kira 12 cm – 15 cm dengan penampangnya dalam keadaan kosong 2.5 cm. Rectum
mempunyai kemampuan untuk dilatasi sampai sebesar 7.5 cm.
Canalis Analis
Canalis analis adalah bagian akhir dari intestinum crassum panjangnya 2.5 cm sampai 4 cm. mulai dari
flexura parinealis recti. Biasanya canalis analis dalam keadaan tertutup dan baru terbuka pada waktu
defekasi ( buang air besar).
Fisiologi colon
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat
dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan (Guyton, 2008), kolon mengubah 1000-
2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume
sekitar 200-250mL (Ganong, 2008).
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal kolon,
sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal pada
prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk
ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya
basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini
mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori
nutrisi tambahan untuk tubuh (Guyton, 2008).
Muntah yang berwarna hijau (bilious emesis) menandakan kemungkinan adanya ileus atau
obstruksi distal dari insersi common bile duct ke duodenum. Gejala lain yang mungkin berkaitan
adalah sepsis, perdarahan, rasa sakit, dan gangguan bernapas.
Cairan empedu adalah cairan basa, pahit, dan berwarna kuning-kehijauan yang diproduksi di hati
dan disimpan di kantung empedu. Kantung empedu akan mengeluarkan cairannya melalui cystic
duct ke common bile duct. Sfinkter Oddi mengatur aliran cairan empedu melalui common bile
duct ke duodenum pars desendens. Ketika terdapat obstruksi setelah bukaan common bile duct
di sfinkter Oddi, muntah akan berwarna hijau. Jika obstruksinya proksimal dari bukaan ini, muntah
tidak akan berwarna hijau.
Akibat adanya obstruksi/sumbatan pada saluran cerna/usus mengakibatkan makanan akan
tertampung dan terakumulasi didalam lumen usus dan selanjutnya timbul pembesaran usus
akibat akumulasi isi usus sehingga perut tampak kembung. Dan lama kelamaan makanan akan
dikeluarkan kembali melalui mekanisme muntah.
Penyebab utama dari diare berhubungan dengan penyebaran luas dari bakteri (seperti
Campylobacter jejuni, Eschericia coli, Salmonella spp, Vibri, mlo cholera, Yersinia enterocolica dan
Aeromonas spp), enteroparasit (Giardia spp, Criptosporidium spp dan Entamuba histolitica) dan virus
(adenovirus, Norwalk virus, dan rotavirus )
Pasien–pasien dengan invaginasi telah dilaporkan juga menderita infeksi virus seperti adenovirus,
rotavirus, enterovirus atau virus herpes simplex dalam feses mereka
Diare terjadi karena absorbsi natrium dan glukosa rusak karena sel pada vili digantikan sel kripta
imatur yang tidak melaksanakan fungsi absorbsi. Butuh waktu 3 sampai 8 minggu agar fungsi normal
dapat kembali. Perubahan patologi yang paling utama terbatas pada usus halus dan diare terjadi dari
beberapa mekanisme yang mengganggu fungsi epitel usus halus. Virus menginduksi kematian sel yang
mengakibatkan semakin landainya vili dan proliferasi sel kripta sebagai responnya. Kapasitas absorbsi
usus menurun, sementara cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus. Sementara enterosit juga
terinfeksi, enzim-enzim pencernaan seperti sukrase dan isomaltase juga menurun. Ketika gula
terakumulasi, gradien osmotik lebih semakin meningkatkan sekresi cairan kedalam lumen
Infeksi rotavirus menyebabkan lymphadenopathy dan penebalan dinding ileum distal yang dapat
menjadi lead point terjadinya invaginasi
5. Mengapa ditemukan red currant jelly stool
RED CURRANT JELLY STOOL
Proses obstruksi shg terjadi edem usus sehingga pasien merasa penuh perutnya urine
output sedikit
metallic sound
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi
makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan
keeping uang logam (metallic-sound).
Suara matallic sound merupakan keadaan khas pada penderita obstruksi usus (“tinkling”,
quiet=late). Suara seperti ini dapat terjadi karena tumbukan dari udara dan cairan karena
adanya sumbatan dan akumulasi massa berupa feses dalam usus. Suara ini sama seperti suara
saat kita memasukkan air dalam botol, lalu botolnya itu kita balik. Maka akan terdengar suara
gemerincing air dalam botol karena perpindahan dan tumbukan udara dan air dalam botol.
Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai
hilang.
ETIOLOGI INTUSUSEPSI
1. IDIOPATIK
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan
sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”. Kepustakaan lain menyebutkan di
Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%.
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk
menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu
terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan:
(1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas
(2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di
mesenterium
(3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang
memerlukan operasi.
Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau
sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas.
2. KAUSAL
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan
usus dapat menjadi penyebab intususepsi atau “lead point” seperti: inverted
Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue
rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel adalah
penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers
syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schönlein purpura, trichobezoarsdengan Rapunzel
syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis
abdominal.
DD
1. Gastroenteritis
bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit,
muntah dan perdarahan.
2. Divertikulum Meckel
dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri amoeba
disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat
disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
4. Enterokolitis
tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi,
sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang
berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis >10.000/mm3).
2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1) Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus
terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi
usus dengan gambaran “air fluid level”. Dapat terlihat “free air” bila
terjadi perforasi.
Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45% untuk
menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas
USG.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic Evaluation of
Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan posisi left side down
decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan intususepsi.
2) BARIUM ENEMA
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis
dikerjakan bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema
akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance.
3) ULTRASONOGRAFI ABDOMEN
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi intususepsi pertama kali digambarkan pada tahun
1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi penggunaannya sebagai alat skrining karena
tidak adanya paparan radiasi dan rendah biaya. Intususepsi biasanya ditemukan di sisi kanan
abdomen..
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk ‘target’ atau ‘donat’ yang
terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada
gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari
1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik .
Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu
mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007) melaporkan bahwa intususepsi
transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region
periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki
garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana
berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic.
Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan diameter
anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi
ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif.
4) CT SCAN
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran
klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari
usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang
lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien
dengan distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu,
rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan
pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan
“Pneumatic” atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun
terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.
1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat
diantara pertengahan bokong.
2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis
sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.
3. Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas :
(1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien
(2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan
(3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik
konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui
katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95%
dengan kasus tanpa komplikasi.
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung
pada kemampuan expertise USG dari pelakunya.
Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan
waktu perawatan di rumah sakit.
Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan
cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini
dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan
udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg
untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih
cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran
tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada
reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya :
1) Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan
direkatkan dengan kuat.
2) Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter,
dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg
(maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan
berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.
3) Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati
melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini,
dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.
4) Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine
dan decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan
udara bebas.
5) Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon
(0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam
dan tidak rutin dikerjakan.
2. TINDAKAN OPERATIF
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami
kegagalan dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti
nyata akan peritonitis difusa, maka penanganan operatif harus segera dilakukan.
Prosedur operatif:
Insisi
1) Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit sebelum
insisi kulit.
2) Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang
dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat
sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.
Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia
transversalis.
1) Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi
dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan
dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi (Gambar
13). Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus
dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut
pada usus besar.
2) Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami intususepsi harus
dinilai dengan hati-hati (Gambar 14).
3) Menutup
4) Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan hemostasis
dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan benang
absorbable 3-0.
Komplikasi:
dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi
Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis
Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan
dengan “short bowel syndrome”
Meskipun di terapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul
dalam 4-8 minggu pada usus yang terlibat
Emesis (muntah) : suatu proses mengeluarkan isi lambung secara paksa melalui relaksasi
otot/ sphincter esophagus bagian dan terbukanya mulut atau semburan dengan paksa isi
lambung melalui lambung
Short bowel syndrome : suatu kondisi di mana nutrisi tidak benar diserap (malabsorpsi)
akibat penyakit usus yang parah atau operasi pengangkatan sebagian besar usus kecil. Ketika
sebagian usus kecil dihilangkan dengan pembedahan, atau karena cacat yang terjadi
sebelum lahir (cacat bawaan), kemungkinan permukaaan usus tidak cukup luas untuk
menyerap nutrisi makanan