Anda di halaman 1dari 1

DIASPORA PELAJAR NUSANTARA

Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, nama sekolah yang cukup populer


di kota pelajar, yang tak lain tak bukan ialah yogyakarta. Orang setempat mungkin hanya
menilai bahwa sekolah ini hanya sekilas berlantai empat. Namun, ada yang lebih istimewa
bahkan dari istimewanya kota Yogyakarta sekalipun. Bukan gedungnya, ataupun unit ATM
yang ada didalamnya yang membuat kami terkagum-kagum walaupun memang selama hidup
kami hanya sekolah itu yang kami lihat memiliki unit ATM hehehe.

Namun, sekolah itu yang berhasil menyatukan kami dalam satu tujuan. Walau pada
awalnya latar belakang kami sangat berbeda bahkan kontras sekali. “Mlebu bareng, metu
bareng” itulah tagline yang sering ditanamkan senior kami saat berusaha memupuk kesolidan
kami, saat masa kami masih imut di dalam masa tsanawiyah. Bahkan ditengah maraknya
klitih dan tawuran dikalangan pelajar di kota Yogyakarta, siswa di sekolah kami tidak pernah
sekalipun terlibat dalam sekian kejadian yang telah menggerogoti mental pelajar tersebut.

Itulah yang kami heran saat itu, bagaimana bisa watak seorang dari suku bugis di
Sulawesi Selatan yang terkenal kasar, bisa disatukan dengan orang jawa yang rata-rata
mempunyai kepribadian halus, hanya dengan sebuah sekolah berlantai empat? Logika kami
pun melayang guna membayangkan hal tersebut.

Namun semua itu terjawab sudah seiring perjalanan kami disini. Rasa “handarbeni”,
rasa lebih darisekedar memiliki yang memang ditanamkan senior kami, membuat kami terus
sadar bahwa keberadaan kami telah membentuk sebuah ikatan yang membuat kami bersatu
padu mewujudkan tagline”mlebu bareng, metu bareng” yang sudah tertanam dalam sanubari.

Bahkan, salah satu dari anggota tim kami yang saat awal-awal berada di sekolah
tersebut sering bertengkar hebat dengan siswa yang berasal dari luar jawa. Namun, saat masa
aliyah nyatanya mereka bisa bersinergi di dalam organisasi tanpa menyimpan dendam masa
lalu yang ada dalam diri mereka. Masa aliyah pula yang membuat kekeluargaan kami di
sekolah tersebut diuji. Karena pada masa itu kami sudah mulai mempunyai dunia sendiri,
yang membuat ego diantara kami semakin tinggi.

Masalah sepele seperti konflik dalam organisasi, hingga masalah asmarapun menjadi
topik yang membuat kita menjadi bar-bar. Pada akhirnya kepala keluarga yang diangkat
melalui musyawarah diantara kami, senantiasa mengarahkan kami semua kembali ke jalur
yang kami cita – citakan bersama. Menuju tahun akhir yang kami impikan sekaligus akhir
yang memilukan bagi kami semua. Sebuah perpisahan, yang membuat hal sepele seperti tidur
bareng, mandi sebelahan, pinjam-meminjam baju yang itu membuat kami semua seperti
keluarga yang lebih dari sekedar saudara walaupun kami tak sedarah. Dan itulah sekelumit
diaspora kami, pelajar nusantara di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai