Hantaran
Gagasan dan rancangan pendidikan yang dikembangkan pemerintah sekarang ialah pendidikan yang berbasis kompetensi. perlu
dipahami bahwa dengan demikian berarti ada target dan ukuran yang telah ditetapkan. Kompetensi adalah serangkaian keterampilan
atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai penting yang dimiliki seorang individu setelah dididik dan dilatih melalui pengalaman
belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sasaran pendidikan dengan segala kegiatan pembelajarannya bukan bertujuan menghasilkan
lulusan yang banyak saja, tetapi juga lulusan yang berkualitas (memiliki serangkaian keterampilan, kemampuan, serta berbagai aspek
kepribadian yang berguna untuk menunjang peserta didik di jenjang yang lebih tinggi maupun bagi kehidupannya di tengah masyarakat.
Maka diharapkan bahwa para siswa bukan lagi berusaha untuk sekedar memahami dan menerima informasi saja, namun lebih
maju lagi pada tataran pengembangan diri. eksplorasi sangat ditekankan. Untuk sampai pada tahapan yang demikian ini diperlukan
sebuah dasar pemahaman secara kognitif.
Modul sederhana ini diharapkan dapat membantu siswa untuk sungguh aktif selama proses kegiatan belajar mengajar di kelas
sehingga kelas dapat menjadi ajang belajar yang aktif dan kreatif.
DAFTAR ISI
Bagian Ketiga
KEMAJEMUKAN BANGSA INDONESIA
Bagian Keempat
PENGGILAN HIDUP
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menjelaskan arti Bhineka Tunggal Ika;
2. menganalisis kemajemukan bangsa Indonesia;
3. menafsirkan kisah Yesus bertemu wanita Samaria (Yoh 4: 1-42) dalam rangka menghargai kemajemukan;
4. menjelaskan sikap hidup masyarakat yang majemuk;
5. menjelaskan upaya-upaya membangun semangat kesatuan dan persatuan dalam masyarakat yang majemuk.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia memiliki banyak keindahan dengan latar belakang yang kaya raya. Bukan hanya satu unsur saja yang menjadikan
kita bangsa Indonesia, tetapi terdiri atas banyak unsur yang unik. Misalnya, kita terdiri atas berbagai suku, usul-asal, sejarah, dan
budaya. Kita terdiri atas suku Batak, Dayak, Jawa, Bugis, Flores, Irian, dsb. Tetapi kita menjadi satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Kita memiliki keanekaan suku tetapi membangun satu bangsa. Bhineka Tunggal Ika. Kesatuan dari keanekaan ini menjadikan kita
sebagai suatu bangsa yang kaya dan menarik. Oleh sebab itu, kita berusaha untuk mempertahankan dan melestarikan “Bhineka Tunggal
Ika” kita. Selama kita bersatu, kita dapat mengerjakan tugas-tugas dan karya besar untuk negeri kita, tetapi kalau kita terpecah-
pecah, kita akan menjadi lemah, tidak dapat membangun negeri kita bahkan kita akan gampang dihancurkan. Sejarah Tanah Air kita
telah membuktikannya: Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Dalam Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Lama, diceritakan bahwa Bangsa Terpilih sering kali menghayati rasa satu
bangsa, satu Tuhan, satu negeri, satu tempat ibadat ,dan satu tata hukum (lih. Ul 12). Dari sejarahnya, ternyata ketika mereka
bersatu, mereka menjadi kuat, sanggup mengalahkan musuh dan menjadikan dirinya bangsa yang jaya. Namun, ketika mereka tidak
bersatu, mereka menjadi bangsa yang tak berdaya dan tiap kali secara gampang dikalahkan oleh musuh-musuh mereka.
Kitab Suci menceritakan bahwa ketika mereka dari Mesir memasuki tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua, mereka sungguh
bersatu dan dapat merebut Tanah Terjanji itu. (lih. Yos 6: 1-15, 63). Ketika mereka sudah menempati Tanah Terjanji yang dibagi
menurut suku-suku keturunan Yakob, maka mereka lama-kelamaan terpecah dan menjadi lemah. Pada saat-saat itu, mereka menjadi
lemah dan gampang dikalahkan oleh musuh-musuh mereka. Mereka pernah bersatu di bawah pimpinan raja Daud dan menjadi bangsa
yang kuat dan jaya. Kemudian mereka terpecah lagi dan menjadi lemah.
Pada saat Mesias datang, mereka bahkan sudah dijajah oleh bangsa Romawi, karena mereka menjadi bangsa yang lemah dan
terpecah belah. Ketika Yesus ingin mempersatukan mereka dalam suatu Kerajaan dan Bangsa yang baru yang bercorak rohani, Yesus
mengeluh bahwa betapa sulit untuk mempersatukan bangsa ini. Mereka seperti anak-anak ayam yang kehilangan induknya (lih. Mat 23:
37-38). Yesus bahkan berusaha untuk menyapa suku yang dianggap bukan Yahudi lagi seperti orang-orang Samaria. Kita tentu masih
ingat akan sapaan dan dialog Yesus dengan wanita Samaria di sumur Yakob.
Semboyan dalam “Bhineka Tunggal Ika” berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Hal ini sekaligus ingin menunjukkan bahwa
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, bahasa, agama, dan adat istiadat, namun tetap merupakan satu kesatuan,
yaitu bangsa Indonesia, berbahasa Indonesia, dan negara Indonesia. Keanekaragaman yang kita miliki justru merupakan kekayaan
yang patut kita syukuri. Maka, kita perlu menyadari keanekaan itu, sekaligus menyadari kesatuan kita.
Dalam masyarakat majemuk, setiap orang harus berani menerima perbedaan sebagai suatu rahmat.
Perbedaan/keanekaragaman adalah keindahan dan merupakan faktor yang memperkaya. Adanya perbedaan itu
memberi kesempatan untuk berpartisipasi menyumbangkan keunikan dan kekhususannya demi kesejahteraan
bersama.
Perlu dikembangkan sikap saling menghargai, toleransi, menahan diri, rendah hati, dan rasa solidaritas demi
kehidupan yang tenteram, harmonis, dan dinamis.
Setiap orang bahu-membahu menata masa depan yang lebih cerah, lebih adil, makmur, dan sejahtera.
Mengusahakan tata kehidupan yang adil dan beradab.
Mengusahakan kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama, dan ras.
SOAL LATIHAN
1. Sebutkan hal-hal positif dan negatif dari suatu masyarakat/bangsa yang majemuk!
2. Hal-hal mana yang dapat menimbulkan kerawanan terjadinya konflik dan kerusuhan di kota atau daerahmu? Bagaimana cara
mengatasinya?
3. Mengapa para bapa bangsa dan seluruh rakyat Indonesia sedemikian bersatu pada awal berdirinya republik ini? Mengapa
semangat itu kini mengendur?
PELAJARAN 12
MEMBANGUN MASYARAKAT YANG DIKEHENDAKI TUHAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menganalisis situasi masyarakat Indonesia dewasa ini;
2. melihat situasi masyarakat Indonesia dalam terang Kitab Suci;
3. menyebutkan usaha-usaha masyarakat untuk membangun masyarakat seperti yang dikehendaki Tuhan;
4. menyebutkan hambatan-hambatan usaha membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan dan cara mengatasinya;
5. menyebutkan partisipasi siswa dalam membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan.
LATAR BELAKANG
Tuhan senantiasa menghendaki manusia hidup sejahtera di bumi ini dan kemudian mendapat keselamatan di surga. Sejahtera
merupakan suatu kondisi hidup yang memungkinkan seseorang dapat lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaannya. Baginya
disediakan segala sesuatu yang dibutuhkannya untuk hidup secara manusiawi, misalnya nafkah, pakaian, perumahan, hak untuk dengan
bebas memilih status, membentuk keluarga, mendapat pendidikan, pekerjaan, perlindungan hukum, dan sebagainya.
Untuk membangun hidup sejahtera dibutuhkan suasana damai. Damai bukan berarti sekadar tidak ada perang dan penindasan,
tetapi situasi yang selamat dan sejahtera dalam diri manusia sebagai buah keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat. Perdamaian
adalah keadilan. Perdamaian adalah hasil tata masyarakat yang adil.
Keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan adalah syarat mutlak bagi perkembangan pribadi dan martabat manusia, tetapi juga
martabat suatu masyarakat dan suatu bangsa. Kita kini mengalami bahwa masyarakat bangsa kita belum sejahtera, damai, dan adil.
Kita masih mengalami krisis dalam berbagai bidang hidup, baik bidang politik, hukum, ekonomi, maupun budaya. Pokok dari semua krisis
ini ialah krisis etika dan krisis moralitas, di mana orang berpolitik dan membangun ekonomi dengan orientasi pada kepentingan diri
sendiri dan kelompok.
Sebagai umat kristiani kita hendaknya berusaha dan berjuang untuk membangun etika dan moralitas yang mengutamakan
kepentingan umum (bonum commune), yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga. Waktu Yesus muncul untuk mewartakan
kabar baik tentang Kerajaan Allah, situasi bangsa-Nya tidak berbeda dengan situasi yang kita alami pada saat ini. Di kampung halaman-
Nya, Nazaret, Ia menegaskan tugas perutusan-Nya:
Selama hidup-Nya, Yesus telah berusaha untuk mewujudkan misi-Nya itu. Dalam pelajaran ini, bersama siswa kita akan mencoba
menyadari situasi negeri kita dan belajar tentang usaha-usaha untuk menyejahterakan bangsa.
Situasi Masyarakat Kita
MARSINAH
Marsinah, seorang buruh pabrik, tewas dengan cara yang mengenaskan setelah memimpin unjuk rasa para buruh di PT CPS. Ia
dibantai secara sadis di suatu tempat, lalu mayatnya dilemparkan di suatu persawahan. Seluruh tubuhnya memar dan penuh luka.
Bahkan, vaginanya dirusak dengan suatu benda keras. Mungkin sebelumnya ia diperkosa.
Sumber di Polda Jatim menyebutkan bahwa Marsinah tewas tidak semata-mata oleh kasus unjuk rasa dan pemogokan yang
dilancarkannya terhadap PT CPS pada tanggal 4 Mei 1993. Sehari setelah pemanggilan 15 orang pelaku unjuk rasa, termasuk Marsinah,
oleh aparat di Sidoarjo, Marsinah memberikan surat ancaman kepada PT CPS yang menyatakan hendak membongkar kegiatan ilegal
yang dilakukan oleh PT CPS yang telah diketahuinya. Surat ancaman itu disampaikan oleh Marsinah karena kekecewaannya atas hasil
pembicaraan dengan pihak PT CPS. Surat ancaman itu diberikan sesudah ada perubahan kesepakatan aksi unjuk rasa yang sebenarnya
telah disetuji oleh PT CPS pada hari aksi pemogokan terjadi. Lalu, ada ancaman PHK yang diterima oleh kawan-kawannya dan dirinya
sebagai pelaku unjuk rasa. Hal-hal itu menyebabkan Marsinah nekat membuat surat ancaman itu. Dalam situasi inilah para tersangka
pembunuhan Marsinah kiranya mendapat motivasi untuk menghilangkan nyawa Marsinah.
Marsinah merupakan simbol perjuangan kaum buruh di Indonesia. Dia gigih membela buruh dan tewas dalam perjuangannya itu.
Marsinah tidak saja mewakili perlawanan buruh atas kemelaratan yang dialaminya dan aparat yang menindasnya, tetapi sekaligus
merupakan realitas ketidakberdayaan kaum buruh. Setelah berlangsung beberapa lama, perjuangan Marsinah dilihat dan dihargai oleh
berbagai pihak. Penghargaan itu secara nyata diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak-Hak Asasi Manusia atas usulan Forum
Solidaritas Buruh dengan memberikan Yap Thiam Hien Award. Kecuali itu, hari ditemukannya mayat Marsinah, 8 Mei 1993, dijadikan
sebagai hari Solidaritas dan Kesetiakawanan Nasional di Indonesia.
b. Situasi Ekonomi
Secara ekonomis, negeri kita praktis dikuasai oleh segelintir orang yang kaya raya, yang memiliki perusahaan-perusahaan
multinasional dengan modal dan kekayaan yang sangat besar. Selanjutnya, tatanan ekonomi yang berjalan di Indonesia mendorong
kolusi kepentingan antara para pemilik modal dan pejabat, untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kesempatan ini juga
bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu bersama dengan para politisi yang mempunyai kepentingan, untuk mendapatkan
uang sebanyak-banyaknya dengan cara yang mudah. Akibatnya, antara lain terjadi penggusuran tempat-tempat tinggal rakyat untuk
berbagai mega proyek dan eksploitasi alam demi kepentingan para pengusaha kaya.
Uang telah merusak segala-galanya. Peraturan perundang-undangan dan aparat penegak hukum dengan mudah ditaklukkan
oleh mereka yang mempunyai sumber daya keuangan. Akibatnya, upaya untuk menegakkan tatanan hukum yang adil dan pemerintah
yang bersih tak terwujud. Ketidakadilan semakin dirasakan kelompok-kelompok yang secara struktural sudah dalam posisi lemah,
seperti perempuan, anak-anak, orang tua, orang cacat, dan kaum miskin.
Persaingan antarkelompok dan antarpribadi menjadi semakin tajam. Suasana persaingan itu menumbuhkan perasaan tidak
adil, terutama ketika berhadapan dengan pengelompokan kelas ekonomi antara yang kaya dan miskin. Perasaan diperlakukan tidak adil
itu menyuburkan sikap tertutup dan perasaan tidak aman bagi setiap orang. Orang lain atau kelompok lain akan dianggap sebagai
ancaman yang akan mencelakakan diri atau kelompoknya. Perasaan terancam ini diperparah dengan sistem ekonomi yang menciptakan
kerentanan dalam lapangan kerja.
Kinerja ekonomi selalu menuntut pembaruan. Pembaruan terus-menerus menuntut orang untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan-tuntutan baru yang tidak selalu mengungkapkan nilai-nilai keadilan. Mereka yang tidak memenuhi tuntutan struktur ekonomi
baru akan terlempar dari pekerjaan karena tidak mampu memenuhi standar baru tersebut. Angka pengangguran semakin tinggi karena
rendahnya investasi di sektor ekonomi riil yang mengakibatkan tidak terciptanya lapangan kerja. Pengangguran tidak hanya
mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan ekonomi, melainkan juga memukul harga, yang mengakibatkan tak terpenuhinya kebutuhan
ekonomi.
2.Akar Masalah
a. Salah satu akar yang terdalam ialah kurangnya iman yang menjadi sumber inspirasi kehidupan nyata. Penghayatan iman masih
lebih berkisar pada hal-hal lahiriah, seperti simbol-simbol dan upacara keagamaan. Dengan demikian, kehidupan politik di Indonesia
kurang tersentuh oleh iman itu. Salah satu akibatnya ialah lemahnya pelaksanaan etika politik, yang hanya diucapkan di bibir, tetapi
tidak dilaksanakan secara konkret. Politik tidak lagi dilihat sebagai upaya mencari makna dan nilai atau sebagai suatu cara bagi
pencapaian kesejahteraan bersama, melainkan lebih sebagai kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri serta kelompoknya.
b. Akar masalah yang lain adalah kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan yang menjadi bagian dari pendorong politik kepentingan
yang sangat membatasi ruang publik, yakni ruang kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai subjek. Ruang publik
disamakan dengan pasar. Yang dianggap paling penting adalah kekuatan uang dan hasil ekonomi. Manusia hanya diperalat sehingga
cenderung diterapkan diskriminasi, dan kemajemukan pun diabaikan. Dengan kata lain, manusia hanya dihargai dari manfaat
ekonominya. Maka, dengan mudah mereka yang lemah, yang miskin, dan yang kumuh dianggap tidak berguna dan tidak mendapat
tempat. Tekanan pada nilai kegunaan ini tidak hanya bertentangan dengan martabat manusia, melainkan juga mengikis solidaritas. Yang
berbeda – entah berbeda agama, suku, atau perbedaan yang lain – dianggap menjadi halangan bagi tujuan kelompok. Penyelenggaraan
negara dimiskinkan, yakni hanya menjadi manajemen kepentingan kelompok-kelompok. Politik dagang sapi menjadi bagian manajemen
kepentingan kelompok itu, dengan akibat melemahnya kehendak politik dalam hal penegakan hukum.
c. Masih ada akar masalah yang lain, yaitu nafsu untuk mengejar kepentingan sendiri bahkan dengan mengabaikan kebenaran.
Meluasnya praktek korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dan kelompok. Ini mendorong terjadinya pemusatan
kekuasaan dan lemahnya daya tawar politik berhadapan dengan kepentingan-kepentingan pihak yang menguasai sumber daya keuangan,
terutama sektor bisnis. Akibatnya, bukan proses politik bagi kebaikan bersama yang mengelola cita-cita hidup bersama yang
berkembang, melainkan kekuatan finansial yang mendikte proses politik. Lembaga pengawas yang diharapkan menjadi penengah dalam
perbedaan kepentingan ini justru merupakan bagian dari sistem yang juga korup. Akibatnya, politik pun tidak lagi mandiri. Politik
berada di bawah tekanan kepentingan mereka yang menguasai dan mengendalikan operasi-operasi pasar. Etika politik seperti tidak
berdaya, dicekik oleh nilai-nilai pasar, kompetisi, dan janji keuntungan ekonomi.
d.Akhirnya, masih dapat disebut akar masalah lain, yaitu dalil tujuan menghalalkan segala cara. Ketika tujuan menghalalkan cara,
terjadilah kerancuan besar karena apa yang merupakan ’cara’ diperlakukan sebagai ’tujuan’. Dalam logika ini, yang digunakan sebagai
ukuran adalah hasil. Intimidasi, kekerasaan, politik uang, politik pengerahan massa, terror, dan cara-cara immoral lainnya dihalalkan
karena memberi hasil yang diharapkan. Akibatnya, tidak sedikit pelaku kejahatan politik, provokator, dan koruptor menikmati tiadanya
sanksi hukum (impunity). Lemahnya penegakan hukum mengaburkan pemahaman nilai ’baik’ dan ’buruk’ yang pada gilirannya menumpulkan
kesadaran moral dan perasaan bersalah. Kalau hal-hal itu tidak disadari, orang menjadi tidak peka dan menganggap semua itu wajar
saja. Kerusakan hidup bersama kita juga disebabkan dan sekaligus menghasilkan penumpulan hati nurani.
Kehidupan rakyat jelata semasa Yesus sungguh parah. Mereka ditindas dan dihimpit oleh para penguasa dan pemimpin-pemimpin
agama. Negeri Yahudi waktu itu dikuasai oleh Kekaisaran Roma. Roma menempatkan seorang gubernur dengan tentaranya yang cukup
kuat di Palestina. Waktu Yesus mulai aktif berkhotbah, Pontius Pilatus menjadi gubernur Roma di Palestina, sedangkan yang menjadi
raja ialah Herodes. Roma tidak campur tangan dalam kehidupan sosial dan keagamaan bangsa Yahudi, asal mereka tidak memberontak
dan rajin membayar pajak.
Pajak memang membebani rakyat miskin. Betapa tidak! Selain pajak kepada pemerintah penjajah, masih ada lagi pajak kepada
pemerintahan daerah dan pajak agama. Pajak agama ialah pajak bagi bait Allah yang berupa sepersepuluh dari hasil bumi.
Selain dihimpit oleh para penguasa, rakyat kecil masa itu dihimpit pula oleh para rohaniwan, yaitu kaum Farisi. Kaum Farisi itu
berjuang untuk menjaga kemurnian agama. Mereka mewajibkan diri untuk melaksanakan bermacam-macam tindakan religius dan ritual,
seperti puasa, matiraga, dan sebagainya. Orang-orang Farisi tidak hanya berada di Yerusalem, tetapi juga di desa-desa di seluruh
tanah Yahudi. Karena kegiatan mereka, pengaruh mereka sangat besar dalam masyarakat. Di antara mereka terdapat para rabbi yang
mengajar seluruh rakyat. Akan tetapi, di balik semuanya itu mereka sebenarnya suka memanipulasi hukum-hukum Taurat dan
menciptakan 1001 macam peraturan yang sangat menekan rakyat kecil, tetapi menguntungkan diri mereka.
Terhadap penindasan dan ketidakadilan seperti itu, Yesus bangkit untuk membela rakyat kecil yang menderita. Ia menyerang the
rulling class pada waktu itu tanpa takut. Yesus tak pernah bungkam terhadap praktik-praktik yang tidak adil. Ia tidak berdiam diri
atau bersikap kompromistis supaya terelak dari kesulitan. Ia sudah bisa membayangkan risikonya. Akan tetapi, Ia konsekuen. Tak
segan Ia mengkritik mereka yang ”berpakaian halus di istana” (Mat 11: 8). Ia mengecam raja-raja yang tak mengenal dan mencintai
Allah, tetapi menindas rakyat. Ia mengecam penguasa-penguasa yang menyebut diri ”pelindung rakyat” (Luk 22: 25). Ia tak takut
menyebut raja Herodes sebagai serigala (Luk 13: 32).
Dan, apa kata Yesus kepada kaum Farisi, golongan rohaniwan masa-Nya yang sangat berpengaruh itu? Kita kutip langsung ucapan-
ucapan-Nya, antara lain sebagai berikut. ”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik,
sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti
akan menerima hukuman yang lebih berat” (Mat 23: 14).
” Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih,
adas manis, dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan
kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23: 23).
Yesus sangat berani! Jangan dilupakan bahwa kaum Farisi adalah golongan yang sangat berpengaruh pada saat itu, seperti para
rohaniwan pada masa kita sekarang ini! Yesus tahu risikonya. Ia berani membela rakyat kecil. Ia menyerang setiap penindasan dan
ketidakadilan! Namun, jangan salah mengerti! Jangan lantas berpikir bahwa Yesus itu seorang tokoh revolusioner yang mau mengubah
keadaan sosial dan politik masa itu. Yesus tidak mewartakan suatu revolusi kiri atau kanan untuk melawan kaum penguasa dan kaum
berada pada masa itu.
Ia hanya mewartakan Kabar Gembira. Dan, Kabar Gembira bukanlah suatu program sosial politis. Orang boleh mengikuti warta-
Nya dengan komitmen sosial politik apa pun. Kritik-Nya yang tajam terhadap penguasa tidak bernada politis dan perjuangan kelas. Ia
hanya mau menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah, seperti keadilan, cinta kasih, dan perdamaian. Para penguasa dan pemimpin-pemimpin
agama harus menegakkan nilai-nilai itu. Mereka harus melayani rakyat kecil, bukan menindas!
Boleh saja melihat Yesus sebagai seorang tokoh revolusioner dan pembebas, tetapi tokoh yang membebaskan manusia dari
egoisme, kesombongan, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan sebagainya. Yesus memang Pembebas; membebaskan manusia tanpa
kekerasan. Suatu pembebasan yang:
● terbit dari batin manusia, lalu mewujud dalam masyarakat dalam bentuk apa pun;
● berupa pertobatan, yaitu suatu peralihan sikap dari segala praktik egoistis kepada sikap mengabdi Allah dan sesama.
Nah, sebagai tokoh pembebas dari setiap bentuk kejahatan dan dosa, Yesus tidak takut untuk berbicara lantang dan tajam
dengan risiko apa pun. Coba bayangkan, sekiranya Yesus datang lagi ke tengah lingkungan kita pada saat ini, apa yang akan Ia katakan?
Usaha-Usaha yang Harus Dilakukan untuk Membangun Masyarakat yang Adil dan Sejahtera
Tuhan senantiasa menghendaki supaya bangsa manusia hidup sejahtera di bumi dan kemudian bahagia di surga. Tuhan pasti
menghendaki pula bangsa Indonesia hidup sejahtera dan bahagia. Ketika para Bapak Bangsa memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia, cita-cita mereka adalah Indonesia yang adil dan damai sejahtera, seperti yang mereka tandaskan dalam dasar negara
Pancasila, khususnya dalam sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejahtera merupakan suatu kondisi hidup yang memungkinkan seseorang dapat lebih penuh dan lebih lancar mencapai
kesempurnaannya. Baginya disediakan segala sesuatu yang dibutuhkannya untuk hidup secara manusiawi, misalnya nafkah, pakaian,
perumahan, hak untuk dengan bebas memilih status, membentuk keluarga, mendapat pendidikan, pekerjaan, perlindungan hukum, dan
sebagainya.
Untuk membangun hidup sejahtera dibutuhkan suasana damai. Damai bukan berarti sekadar tidak ada perang dan penindasan,
tetapi situasi yang selamat dan sejahtera dalam diri manusia sebagai buah keadilan yang tercipta dalam suatu masyarakat. Perdamaian
adalah keadilan. Perdamaian adalah hasil tata masyarakat yang adil.
Keadilan, perdamaian dan kesejahteraan adalah syarat mutlak bagi perkembangan pribadi dan martabat manusia, tetapi juga
martabat suatu masyarakat dan suatu bangsa. Kita kini mengalami bahwa masyarakat bangsa kita belum sejahtera, damai, dan adil.
Kita masih mengalami krisis dalam berbagai bidang hidup, baik bidang politik, hukum, ekonomi, maupun budaya. Pokok dari semua krisis
ini ialah krisis etika dan krisis ekonomi dengan orientasi pada kepentingan diri sendiri dan kelompok.
Sebagai umat kristiani, kita hendaknya berusaha dan berjuang untuk membangun etika dan moralitas yang mengutamakan
kepentingan umum (bonum commune), yaitu kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga. Apa kiranya yang harus kita perhatikan dan
bagaimana caranya kita dapat membangun masyarakat yang adil dan sejahtera?
b.Kebebasan
Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok: bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan bebas untuk mengembangkan diri secara
penuh. Setiap warga sangat membutuhkan kebebasan dari ancaman dan tekanan, kebebasan dari kemiskinan yang membelenggunya, dan
juga kebebasan untuk berkembang menjadi manusia seutuhnya. Kekuasaan negara perlu diingatkan akan salah satu tanggung jawab
utamanya untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan, baik yang berasal dari sesama warga maupun dan terutama dari
kekuasaan negara.
c.Keadilan
Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan
haknya. Dewasa ini, perjuangan untuk memperkecil kesenjangan sosial ekonomi semakin mendesak untuk dilaksanakan, demikian juga
perjuangan untuk melaksanakan fungsi sosial sebagai modal bagi kesejahteraan bersama. Mendesak juga penggunaan modal dan
kekayaan bagi pengembangan sektor ekonomi riil, sambil menemukan cara-cara agar ’judi ekonomi’ dalam bentuk spekulasi keuangan
dikontrol untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan wirausaha-wirausaha kecil dan menengah serta menciptakan lembaga dan
hukum-hukum yang adil. Yang tidak kalah mendesak adalah menciptakan penegakan hukum di negeri ini.
d.Solidaritas
Dalam tradisi solidaritas, sikap solider terungkap dalam semangat gotong royong dan kekeluargaan, yang menurut pepatah lama
berbunyi: ’berat sama dipikul, ringan sama dijinjing’. Prinsip itu semakin mendesak untuk diwujudkan dalam konteks dunia modern.
Dalam masyarakat di mana banyak orang mengalami perlakuan dan keadaan tidak adil, solider berarti berdiri di pihak korban
ketidakadilan, termasuk ketidakadilan struktural. Selain itu, perlu dikembangkan juga solidaritas antardaerah dan usaha untuk
mencegah kesempatan egoisme kelompok.
e.Subsidiaritas
Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok, untuk mengutamakan
usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya. Bila kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan
saran yang dimiliki bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau pemerintah/negara tidak perlu campur
tangan. Dalam keadaan kita sekarang, hubungan subsidier berarti menciptakan relasi baru antara kemitraan dan kesetaraan antara
pemerintah, organisasi-organisasi sosial, dan warga negara, serta kerja sama yang serasi antara pemerintah dan swasta.
Kecenderungan etatisme yang sangat mencolok dalam Rencana Undang-Undang yang disebarluaskan di masyarakat dan Undang-Undang
yang disahkan oleh DPR akhir-akhir ini, berlawanan dengan prinsip-prinsip subsidiaritas ini.
g.Demokrasi
Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial, dan kultural. Dalam arti ini,
demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum, dengan
tekanan pada peran serta, perwakilan, dan tanggung jawab. Demokrasi tidak dengan sendirinya menghasilkan apa yang diharapkan. Di
Indonesia, salah satu badan yang paling terlibat dalam pelaksanaan demokrasi ialah DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah). Ternyata, lembaga-lembaga ini kurang berfungsi dalam mewakili kepentingan masyarakat luas, bahkan
dalam banyak hal justru menghambat tercapainya tujuan demokrasi. Dalam masyarakat kita tampak adanya kecenderungan untuk
meminggirkan kelompok-kelompok minoritas, dengan alasan-alasan yang kurang terpuji. Keputusan yang menyangkut semua warga
negara diambil sekadar atas dasar suara mayoritas, dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar, matang, dan
berjangka panjang.
h.Tanggung jawab
Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam pelaksanaan tugas. Tanggung jawab atas disertai dengan
tanggung jawab kepada. Bagi politisi, bertanggung jawab berarti bekerja sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan negara dan
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada rakyat. Tanggung jawab hanya bisa dituntut bila kebijakan umum pemerintah terumus
jelas dalam hal prioritas, program, metode, dan pendasaran filosofi. Atas dasar kebijakan umum ini, wakil rakyat dan kelompok-
kelompok masyarakat bisa membuat evaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawabannya. Bagi warga
negara, tanggung jawab berarti ikut berperan serta dalam mewujudkan tujuan negara sesuai dengan kedudukan masing-masing.
2.Cara, Pola, dan Pendekatan Perjuangan Kita Harus Merupakan Gerakan yang Melibatkan Sebanyak Mungkin Orang, Mulai dari
Akar Rumput
Perlu disadari bahwa ketidakadilan yang menyengsarakan rakyat banyak sudah bersifat struktural dan membudaya, terlalu sulit untuk
mengatasinya. Ia tidak dapat ditangani dengan slogan-slogan atau indoktrinasi, tetapi dengan suatu gerakan yang melibatkan sebanyak
mungkin orang, mulai dari akar rumput. Gerakan ini merupakan gerakan penyadaran yang akan memakan waktu. Masyarakat perlu
disadarkan bahwa ada ketidakadilan di negeri ini yang membuat rakyat banyak sengsara. Sebelum ada penyadaran akan situasi yang
memprihatinkan ini, sia-sialah suatu gerakan dimulai. Menyangkut gerakan itu kiranya perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain
sebagai berikut.
b Gerakan pembaruan ini hendaknya menjadi gerakan sosial dan moral ke arah pertobatan dan hidup baru
Gerakan ini hendaknya menjadi gerakan untuk menegakkan etika politik dan etika ekonomi. Prinsip-prinsip etika politik dan ekonomi
seperti menghormati martabat manusia, keadilan, kejujuran, solidaritas, demokrasi, dan sebagainya supaya sungguh-sungguh dihayati.
Praktik-praktik ketidakadilan, ketidakjujuran, dan kesewenang-wenangan hendaknya ditinggalkan. Singkatnya, orang hendaknya
bertobat dan memulai hidup baru. Tanpa pertobatan yang sungguh-sungguh, tidak akan terjadi pembaharuan yang radikal, murni, dan
ikhlas.
●Gerakan ini sungguh murni gerakan sosial dan moral. Hal-hal yang mengarah kepada institusionalisasi sebaiknya dielakkan sedapat
mungkin. Institusi cenderung untuk menjadi mapan dan terkotak-kotak. Gerakan sosial dan moral hendaknya senantiasa dinamis,
gampang menyesuaikan diri, terbuka merangkul siapa saja seperti gerakan Kerajaan Allah yang dipelopori oleh Yesus Kristus sendiri.
Gerakan sosial dan moral ini bukan gerakan khusus orang Katolik.
●Gerakan pembaruan jangan sekadar menjadi gerakan rohani, walaupun juga sangat dibutuhkan. Gerakan sosial dan moral ini harus
bermuara kepada aksi untuk pembaruan dan pembangunan masyarakat sejahtera dan adil.
●Memperluas gerakan ini menjadi gerakan dari siapa saja, tidak terbatas pada agama, strata sosial, dan aliran politik tertentu. Ia
milik segala orang yang berkehendak baik.
●Gerakan ini boleh saja diinspirasi dan diprakarsai dari atas, tetapi hendaknya mulai bertumbuh dan menguat dalam basis-basis umat.
Ia hendaknya mulai bertumbuh dari akar rumput, semakin lama semakin menyebar dan meluas.
●Mulailah dengan diri dan kelompok sendiri.
SOAL LATIHAN
1. Manakah akar masalah yang paling pokok yang membuat negeri kita tidak sejahtera?
2. Sekiranya Yesus datang ke negeri kita, apa kiranya yang akan Ia katakan kepada umat Katolik?
3. Apa kiranya kendala yang dapat menghalangi usaha kita dalam membangun masyarakat yang adil sejahtera?
4. Dapatkah kalian menyusun sebuah doa untuk tanah air?
PELAJARAN 13
AKU CINTA INDONESIAKU
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. mengungkapkan kesan, pandangan, dan cintanya kepada bangsa dan tanah air Indonesia;
2. menjelaskan alasan mengapa cinta pada bangsa dan tanah air merosot akhir-akhir ini;
3. menjelaskan hal-hal yang membanggakan dan memprihatinkan dari bangsa dan tanah air kita;
4. mengungkapkan cinta kepada bangsa dan tanah air dalam terang Kitab Suci;
5. menjelaskan usaha-usaha untuk menunjukkan sikap mencintai bangsa dan tanah air.
LATAR BELAKANG
Sudah banyak kali ditulis di koran-koran bahwa semangat nasionalisme dan cinta pada bangsa dan tanah air akhir-akhir ini terasa
mulai memudar. Ada banyak alasan mengapa hal itu bisa terjadi, antara lain sebagai berikut.
1. Tidak adanya motivasi yang kuat untuk mencintai bangsa dan tanah air. Pada masa revolusi fisik, cinta pada bangsa dan tanah air
dikobarkan oleh motivasi merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Motivasi pada pembangunan bangsa dan tanah air saat ini
terasa kurang kuat.
2. Bangsa kita mungkin sudah dijangkiti oleh semangat materialistik dan konsumeristik yang sangat memupuk sikap ”ingat diri dan
golongan” dan memudarkan rasa ”ingat bangsa dan tanah air”.
3. Mungkin saja pendidikan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan cinta bangsa dan tanah air kurang digalakkan.
Bahkan, saat ini oleh berbagai peristiwa yang mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, banyak warga bangsa yang
malu mengaku sebagai orang Indonesia di luar negeri.
Walaupun demikian, kita seharusnya tetap berusaha untuk mencintai bangsa dan negeri kita. Masih ada banyak hal yang indah
dan patut dibanggakan dari negeri kita ini. Sebagai orang kristiani kita dituntut untuk mencintai bangsa dan tanah air kita. Hal ini
bukan saja dituntut oleh hukum negara, tetapi juga oleh ajaran iman kita.
Tuhan sudah menciptakan Indonesia yang indah ini dan menyerahkannya kepada kita untuk dilestarikan, seperti Ia telah
menyerahkan Firdaus kepada Adam dan Hawa untuk diolah dan dirawat. Mari kita lihat sebentar ke dalam Kitab Suci, bagaimana Allah
membentuk suatu bangsa sebagai bangsa terpilih dan menjanjikan kepada mereka suatu tanah air sebagai Tanah Air Terjanji. Kisah ini
sebenarnya hanya sebuah simbol yang mau menunjukkan bahwa Allah sebenarnya berkeinginan bahwa semua bangsa mau dijadikan
bangsa terpanggil dan terpilih dan untuk mereka senantiasa dijanjikan suatu Tanah Air.
Waktu Yesus hidup di bumi ini Ia terlahir sebagai warga Yahudi dan ber-tanah air Palestina. Ia mencintai bangsa dan negeri-Nya.
Ketika Ia mulai mewartakan kabar baik Kerajaan Allah, pertama-tama ditujukan kepada bangsa-Nya. Hanya sesudah mereka menolak,
Yesus mulai mewartakan kabar baik itu kepada bangsa lain. Ia menangisi kekerasan hati bangsa-Nya dan kehancuran Yerusalem di masa
datang. Ia mengeluh, ”Yerusalem, Yerusalem …. Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam
mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau” (Mat 23: 37). Yerusalem dan Bait Allah adalah simbol
identitas bangsa dan negeri-Nya. Sebagai warga bangsa yang baik, sejauh Ia dapat Ia mengikuti hukum dan tradisi negerinya,
termasuk membayar pajak (bdk. Mat 17: 24-27). Yesus sungguh mencintai bangsa dan negerinya.
Dalam pelajaran ini, bersama para siswa kita mau menyadari bahwa sebagai warga kristiani kita harus mencintai bangsa dan
negeri kita. Kita harus menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia.
APAKAH SEMANGAT CINTA BANGSA DAN TANAH AIR KITA TELAH MEMUDAR?
Pada zaman pergerakan maupun zaman revolusi fisik, bangsa Indonesia yang waktu itu masih disebut penduduk Hindia Belanda
bersatu dan bahu membahu untuk membebaskan diri dari penjajahan. Waktu itu, semangat nasionalisme dan cinta bangsa dan tanah air
berkobar-kobar di dalam hati mereka. Kita dapat membayangkan bagaimana perasaan hati mereka ketika untuk pertama kalinya
mereka menyanyikan secara resmi lagu Indonesia Raya (waktu itu masih berjudul ”Indonesia”) pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928, di mana para pemuda dari berbagai suku di tanah air mengikrarkan: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yang bernama
Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia sudah direbut dan dipertahankan dengan banyak korban. Korban lahir dan batin rela mereka tanggung
demi cintanya kepada bangsa dan tanah air. Kini, sesudah puluhan tahun kemerdekaan direbut dan dialami, semangat nasionalisme,
semangat cinta bangsa dan tanah air, terasa mulai memudar. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya antara lain dapat disebut.
● Tidak adanya motivasi yang kuat untuk mencintai bangsa dan tanah air. Pada masa revolusi fisik, cinta pada bangsa dan
tanah air dikobarkan oleh motivasi merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Motivasi pada pembangunan bangsa dan
tanah air saat ini terasa kurang kuat.
● Bangsa kita mungkin sudah dijangkiti oleh semangat materialistik dan konsumeristik yang sangat memupuk sikap ”ingat diri
dan golongan” dan memudarkan rasa ”ingat bangsa dan tanah air”.
● Mungkin saja pendidikan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan cinta bangsa dan tanah air kurang digalakkan.
Bahkan, saat ini oleh berbagai peristiwa yang mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, banyak warga bangsa malu
mengaku sebagai orang Indonesia di luar negeri. Walaupun demikian, kita seharusnya tetap berusaha untuk mencintai bangsa dan
negeri kita. Masih ada banyak hal yang indah dan patut dibanggakan dari negeri kita ini.
Rasa Cinta kepada Bangsa dan Tanah Air dalam Terang Ajaran Iman Kristiani
Sebagai orang kristiani kita dituntut untuk mencintai bangsa dan tanah air. Hal ini bukan saja dituntut oleh hukum negara, tetapi
juga oleh ajaran iman kita. Tuhan sudah menciptakan Indonesia yang indah ini dan menyerahkannya kepada kita untuk dilestarikan,
seperti Ia telah menyerahkan Firdaus kepada Adam dan Hawa untuk diolah dan dirawat.
Mari kita lihat sebentar ke dalam Kitab Suci, bagaimana Allah membentuk suatu bangsa sebagai bangsa terpilih dan menjanjikan
kepada mereka suatu tanah air sebagai tanah air terjanji. Kisah ini sebenarnya hanya sebuah simbol yang mau menunjukkan bahwa
Allah sebenarnya berkeinginan semua bangsa akan dijadikan bangsa terpanggil dan terpilih, dan untuk mereka senantiasa dijanjikan
suatu Tanah Air.
Waktu Yesus hidup di bumi ini, Ia terlahir sebagai warga Yahudi dan bertanah air Palestina. Yesus menyamakan diri-Nya
seutuhnya dengan bangsa Yahudi. Ia berbicara dalam bahasa mereka, ikut ada dalam tradisi-tradisi mereka, dan terlibat di dalam
kehidupan kemasyarakatan. Ia mencintai bangsa dan negeri-Nya. Ketika Ia mulai mewartakan kabar baik Kerajaan Allah, pertama-tama
ditujukan kepada bangsa-Nya. Hanya sesudah mereka menolak, Yesus mulai mewartakan kabar baik itu kepada bangsa lain.
Ia menangisi kekerasan hati bangsa-Nya dan kehancuran Yerusalem di masa datang! Ia mengeluh, ”Yerusalem, Yerusalem .…
Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi
kamu tidak mau” (Mat 23: 37). Yerusalem dan Bait Allah adalah simbol identitas bangsa dan negeri-Nya. Sebagai warga bangsa yang
baik, sejauh dapat Ia mengikuti hukum dan tradisi negeri-Nya, termasuk membayar pajak (bdk. Mat 17: 24-27). Yesus sungguh
mencintai bangsa dan negeri-Nya.
Kemudian, Rasul Paulus dalam suratnya kepada Titus berpesan supaya umat sebagai warga yang baik selalu taat dan siap
melakukan setiap pekerjaan yang baik bagi negara (bdk. Tit 3: 1). Selanjutnya, beliau menasihati pula supaya umat patuh kepada
pemerintah negara (bdk. Rm 13: 1-7; 1Ptr 2: 13-17) dan mendoakannya (1Tim 2: 2).
Tindakan-Tindakan Nyata sebagai Ungkapan Rasa Cinta kepada Bangsa dan Tanah Air
Tanpa pretensi untuk mengungkapkan segala-galanya, di sini hanya akan disebut beberapa tindakan nyata sebagai ungkapan cinta
kepada bangsa dan tanah air, misalnya sebagai berikut.
1. Bidang Kenegaraan
a. Berusaha untuk lebih mengenal dan mempelajari tentang tata negara, bangsa, tanah air, undang-undang, dan
sebagainya.
b. Bergiat dalam suatu organisasi massa, organisasi politik, dan berbagai gerakan untuk memajukan negara.
2. Bidang Kebudayaan
a. Mempelajari seni dan kebudayaan daerah atau nasional.
b. Terlibat dalam kegiatan mempromosikan dan meningkatkan kebudayaan dan kesenian daerah maupun nasional.
3. Bidang Ekonomi
a. Melatih diri untuk bekerja secara lebih rasional dan efektif dalam usaha apa pun, sebab setiap pekerjaan pastilah
memiliki dimensi sosial, yaitu demi kesejahteraan masyarakat.
b. Terlibat dalam kegiatan melestarikan lingkungan hidup.
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan
a. Aktif dalam kegiatan siskamling, membantu pihak keamanan dengan memberi informasi yang diperlukan.
b. Bila diminta, rela dan berani membela negara pada saat dibutuhkan.
SOAL LATIHAN
1. Bagaimana pandanganmu tentang semangat nasionalisme dan cinta bangsa serta tanah air pada generasi muda dewasa ini?
Jelaskanlah!
2. Manakah alasan terkuat yang menyebabkan semangat cinta bangsa dan tanah air merosot? Jelaskanlah!
PELAJARAN 14
MENJADI WARGA NEGARA YANG SADAR HUKUM
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menyebutkan kasus-kasus pelanggaran hukum, khusus yang dilakukan oleh kaum muda dalam masyarakat;
2. menjelaskan arti, tujuan, dan fungsi hukum;
3. menjelaskan pentingnya kesadaran hukum;
4. menjelaskan hukum dalam terang Kitab Suci;
5. bertindak taat hukum dalam masyarakat.
LATAR BELAKANG
Berbicara tentang hukum mungkin agak tidak disenangi oleh orang-orang muda karena hukum terkesan membatasi kebebasan.
Dan, untuk saat sekarang berbicara tentang hukum terasa hanya membuang-buang waktu sebab hukum rupanya tidak berjalan di
negeri ini. Namun, hukum sebenarnya sangat menyangkut keamanan, kesejahteraan, bahkan keselamatan kita.
Apa sebenarnya arti, tujuan, dan fungsi hukum itu? Hukum pertama-tama dapat diartikan sebagai peraturan yang menentukan
bagaimana seharusnya tingkah laku seseorang dalam masyarakat. Dalam arti ini, hukum sama artinya dengan undang-undang atau
peraturan yang diadakan oleh manusia; dinamakan juga hukum positif.
Hukum dapat pula berarti keseluruhan tata hukum, seluruh bidang yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Seluruh
tata hukum ini tentu saja harus sesuai dengan norma-norma atau prinsip-prinsip keadilan. Hukum harus bisa menjamin hak setiap
orang. Adapun tujuan hukum dapat disebut antara lain sebagai berikut.
1. Menegakkan keadilan. Keadilan adalah jiwa hukum. Seluruh tata hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan supaya setiap orang
mendapat haknya.
2. Kalau ada keadilan, akan tercipta suasana tenteram dan aman dalam masyarakat.
Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Setiap warga negara, mulai dari presiden sampai dengan rakyat
biasa, harus taat kepada hukum. Hukum harus berfungsi dan dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Supaya hukum dapat
melaksanakan fungsinya, yaitu mengatur ketertiban dan kebebasan dalam masyarakat, seluruh masyarakat harus memiliki kesadaran
hukum. Memiliki kesadaran hukum berarti tunduk kepada hukum dan menuntut pelaksanaannya tanpa pengecualian. Seorang yang sadar
hukum tahu kewajiban dan haknya seperti yang dituntut oleh hukum.
Sebagai orang kristiani kita harus taat kepada hukum, bukan saja hukum ilahi dan hukum kodrat (hukum asasi), tetapi juga hukum
positif. Tuhan Yesus menuntut bangsa Yahudi supaya taat kepada hukum Taurat sebab pada dasarnya hukum Taurat dibuat demi
kebaikan dan keselamatan manusia (bdk. Mat 5: 17-43). Ia hanya menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi, di mana hukum tidak
diabdikan untuk manusia, tetapi manusia diabdikan untuk hukum.
Dalam pelajaran ini, bersama peserta didik kita mau belajar bahwa sebagai warga negara yang beriman Katolik kita hendaknya
memiliki kesadaran hukum dan tulus melaksanakan hukum.
2. Tujuan Hukum
Tujuan hukum dapat disebut antara lain sebagai berikut.
a. Menegakkan keadilan. Keadilan adalah jiwa hukum. Seluruh tata hukum bertujuan mewujudkan keadilan supaya setiap
orang mendapat haknya.
b. Menciptakan suasana tenteram dan aman dalam masyarakat. Tentu saja, suasana tenteram dan aman hanya dapat
tercipta kalau sudah ada keadilan. Hukum menjamin kedua-duanya: keadilan dan suasana aman tenteram.
3. Fungsi Hukum
a. Menyalurkan kuasa atau wewenang untuk mengatur tingkah laku manusia sehingga dimungkinkan kehidupan bersama
yang tertib.
b. Menjamin kebebasan yang tertib, kebebasan yang bertenggang rasa dengan kepentingan orang lain, kebebasan yang
bertanggung jawab. Bagaimana kalau orang boleh berbuat sesuka hatinya? Pasti mengganggu kebebasan orang lain.
c. Menjamin ketertiban dalam kebebasan. Hukum menjamin kepentingan dan kesejahteraan setiap orang serta
kepentingan dan kesejahteraan bersama secara adil. Ia menjamin keadilan sehingga tercipta suasana yang lapang dan
bebas.
d. Membangun kepribadian seseorang dalam soal kedisiplinan, tenggang rasa, menahan diri, bersikap sosial, dan
sebagainya.
e. Menunjang kebebasan manusia. Kebebasan sejati tidak pernah boleh dipertentangkan dengan peraturan.
4. Negara Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. Segala kekuasaan alat-alat pemerintahan berdasarkan
hukum, di luar hukum tidak berwenang sedikit pun. Semua warga negara (mulai dari kepala negara sampai dengan orang
biasa) harus tunduk kepada hukum yang diadakan oleh rakyat seluruhnya melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih secara
bebas. Jadi, hukumlah yang berkuasa dalam negara, bukan penguasa. Semua warga tidak boleh bertindak semau-maunya
dengan cara yang bertentangan dengan hukum. Di dalam negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya oleh negara.
Sebaliknya, rakyat berkewajiban mematuhi semua peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dipilihnya sendiri itu,
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Singkat kata, suatu negara dapat dikatakan negara hukum kalau mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Kekuasaan tidak dipegang oleh satu tangan atau satu lembaga. Harus ada pembagian kekuasaan, misalnya kekuasaan
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan sebagainya.
b. Ada jaminan bagi hak-hak asasi dan hak sipil setiap warga negara.
c. Kekuasaan administrasi negara dan pengadilan terikat pada hukum yang berlaku.
d. Ada jaminan bantuan hukum bagi setiap warga negara.
5. Kesadaran Hukum
Agar hukum dapat melaksanakan fungsi kekuasaan untuk mengatur ketertiban dan kebebasan dalam masyarakat, seluruh
masyarakat harus memiliki kesadaran hukum. Memiliki kesadaran hukum berarti tunduk kepada hukum dan menuntut
pelaksanaannya tanpa pengecualian. Seorang yang sadar hukum tahu kewajiban dan haknya, seperti yang dituntut oleh
hukum.
SOAL LATIAHAN
1. Jelaskan hubungan antara hukum atau peraturan dan kebebasan?
2. Mengapa kesadaran hukum itu perlu?
3. Berilah penilaian terhadap hukum atau peraturan yang berlaku di paroki atau sekolahmu!
PELAJARAN 15
PERSIAPAN PERKAWINAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menjelaskan arti dan tujuan perkawinan;
2. menjelaskan perkawinan sebagai sakramen;
3. menyebut dan menjelaskan sifat-sifat perkawinan sakramental;
4. menyebut dan menjelaskan tantangan dalam kehidupan perkawinan;
5. menyebut dan menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan perkawinan;
6. menjelaskan tentang pacaran dan pertunangan sebagai masa persiapan perkawinan.
PEMIKIRAN DASAR
Siswa-siswi usia SMA/SMK mungkin saja sudah sering mengalami jatuh cinta dan pacaran, mungkin juga sudah membayang-
bayangkan tentang perkawinan. Supaya perkawinan sungguh disadari sebagai hal yang sungguh penting, perlulah sejak dini mereka
memikirkan persiapan-persiapan ke arah itu. Semoga mereka tidak telanjur memasuki hidup perkawinan tanpa persiapan.
Perkawinan merupakan suatu karier. Bahkan karier pokok. Oleh sebab itu perlu dipersiapkan dengan penuh kesungguhan. Tragedi
zaman kita ialah kita kurang sadar bahwa perkawinan merupakan suatu karier. Orang menghargai ahli hukum, ahli pendidikan, dokter,
perawat, penyanyi, namun kita lalai menempatkan perkawinan sebagai suatu karier yang top.
Perkawinan sebagai suatu karier tidak dapat disamakan dengan semua karier lain. Sebab, ia membutuhkan perpaduan aneka
ragam kebajikan dan sifat khas dari bermacam-macam karier khusus. Perkawinan menuntut kesabaran seorang guru, keahlian seorang
psikolog, kegesitan diplomasi seorang negarawan, rasa adil seorang dokter, keramah-tamahan seorang pramugari, belas kasihan
seorang yang penuh pengampunan, dan sebagainya.
Perkawinan sungguh merupakan suatu karier yang terpenting. Selain dibutuhkan kesungguhan berusaha dan ketekunan serta niat
yang kuat untuk berhasil, diperlukan persiapan yang matang. Tak dapat disangkal bahwa banyak perkawinan telah kandas karena orang
tidak pernah menganggapnya sebagai suatu tugas dan karier yang paling top dan oleh sebab itu tidak pernah mempersiapkannya secara
sungguh-sungguh. Seperti pada karier-karier lainnya, dalam perkawinan pun berlaku hukum yang sama: tanpa persiapan, semuanya bisa
berantakan!
Dalam pelajaran ini, bersama siswa kita mau mencoba memahami arti dan tujuan perkawinan, perkawinan sebagai sakramen dan
sifat-sifat perkawinan sakramental, serta tantangan-tantangan dalam perkawinan, kemudian melihat hal-hal yang perlu dipikirkan dan
dipersiapkan untuk perkawinan itu. Masa pacaran, lebih-lebih masa pertunangan, hendaknya tidak sekadar untuk mengumbar cinta,
tetapi juga untuk mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang perkawinan itu.
Dalam simbol-simbol di atas sedikit banyak telah diungkapkan arti dan makna perkawinan. Dalam penjelasan berikut ini, akan
diberikan tinjauan tentang perkawinan dari berbagai segi dan pergeseran-pergeseran yang sedang terjadi, menyangkut paham dan
penghayatan perkawinan itu.
c. Pandangan sosiologi
Secara sosiologi, perkawinan merupakan suatu ”persekutuan hidup” yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan
yang khusus antaranggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri
dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.
d. Pandangan antropologis
Perkawinan dapat pula dilihat sebagai suatu ”persekutuan cinta”. Pada umumnya, hidup perkawinan dimulai dengan
cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh kehidupan bersama sebagai suami-istri didasarkan dan
diresapi seluruhnya oleh cinta.
e. Pandangan agama-agama
Setiap agama memiliki pandangan yang khas tentang perkawinan, misalnya:
Pandangan Agama Islam: Nikah adalah hidup bersama antara suami-istri. Nikah atau perkawinan itu dibolehkan
bahkan dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada umat manusia sesuai dengan tabiat alam, yang mana antara golongan
pria dan golongan wanita itu saling membutuhkan untuk mengadakan ikatan lahir batin sebagai suami-istri yang sah
dan terang dalam hukum agama atau undang-undang negara yang berlaku (Amir Taat Nasution).
Pandangan Agama Katolik: Perkawinan adalah suatu sakramen, suatu peristiwa di mana Allah bertemu dengan suami-
istri itu. (Akan dibicarakan lagi dalam bab lain)
a. Yang sama
● Semua pandangan itu mengungkapkan kebersamaan yang khas antara pria dan wanita.
● Kebersamaan yang khas ini merupakan suatu karier pokok.
b. Yang unik
● Pandangan tradisional menekankan segi keterlibatan seluruh keluarga dalam perkawinan dan mau melihat
perkawinan itu sebagai suatu proses.
● Pandangan yuridis antara lain menekankan keterlibatan yang bersifat pribadi serta hak dan kewajiban dalam
perjanjian itu.
● Pandangan sosiologis antara lain menekankan segi kebersamaan.
● Pandangan antropologis menekankan segi-segi kemanusiaan seperti cinta, kesetiaan, dan sebagainya.
● Pandangan agama menekankan peranan Tuhan dalam kebersamaan antara pria dan wanita.
Pergeseran-pergeseran yang tak dapat dihindari ini tentu saja membawa dampak yang positif, negatif, maupun yang
bersifat mendua. Pergeseran-pergeseran itu menunjukkan kepada kita bahwa ada nilai-nilai perkawinan yang sudah
berubah. Akan tetapi, apakah semua nilai perkawinan akan berubah? Tentu saja tidak. Sebab, ada nilai-nilai fundamental
perkawinan yang tidak akan berubah, khususnya bagi kita umat Kristiani/ Katolik.
Tujuan Perkawinan
1. UU Perkawinan RI merumuskan tujuan perkawinan sebagai berikut. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
bahagia, tetap, dan sejahtera. Untuk itu, suami-istri perlu saling melengkapi dan membantu dalam pengembangan
kepribadian masing-masing.
2. Dalam tradisi Gereja pada masa lampau, tujuan perkawinan adalah untuk:
a. memperoleh kebahagiaan;
b. memperoleh keturunan; dan
c. merealisir kebutuhan seksual.
Mungkin pendapat ini perlu dijernihkan. Sebab, kalau ketiga unsur ini yang dijadikan pokok tujuan perkawinan, suami-istri
sungguh hanya merupakan sarana. Bahaya yang riil yang bisa muncul yaitu kalau kedua pasangan perkawinan itu melihat
pasangannya hanya sekadar sarana (alat) untuk memperoleh keturunan, kebahagiaan, dan kepuasan seksual.
3. Konsili Vatikan II dengan tepat sekali mengatakan bahwa anak (keturunan) merupakan ”mahkota cinta bapak ibunya”.
Demikian pula dengan kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah tujuan, tetapi lebih merupakan ”hadiah cuma-cuma” yang dengan
sendirinya diperoleh karena mencinta teman hidup. Sementara, hubungan seksual hendaknya dilihat sebagai suatu dorongan
yang kuat untuk mengabdi kepada kepentingan pasangan daripada kepentingan sendiri yang sempit. Hubungan seksual lebih
merupakan ”bahasa cinta” dan bukan sekadar nafsu mengejar kepuasan sendiri.
4. Jadi, bagaimana harus dirumuskan tujuan perkawinan secara tepat dan baik? Ikutilah uraian berikut ini.
Seorang bayi tumbuh menjadi remaja, lalu menjadi seorang pria atau wanita muda. Pertumbuhan jasmani dan mungkin juga
intelektual (pendidikan) biasanya selesai antara umur 20 s.d. 30 tahun. Apakah hidup manusia pada umur ini sudah selesai?
Apakah ia tidak membutuhkan apa-apa lagi?
Kenyataan justru sebaliknya! Pada saat pertumbuhan jasmani dan intelektual selesai, manusia merasa bahwa baru tahap
persiapanlah yang selesai. Sekarang ia ingin membangun hari depan atas landasan yang telah disiapkan itu. Akan tetapi,
perkembangan seterusnya itu tidak dapat dikerjakan sendirian. Ia memerlukan seorang lain. Bukan lagi bapak ibunya, bukan pula
saudara-saudaranya, juga bukan kawan-kawannya. Ia membutuhkan seseorang dari lawan jenis. Ia menginginkan seorang pria
atau seorang wanita yang bersedia bersama-sama dengannya membangun masa depan.
Perkembangan sebagai manusia pada permulaan usia dewasa memerlukan kerja sama antara seorang pria dan seorang wanita.
Mereka saling membantu untuk mengembangkan bakat-bakat khas jenis mereka maupun kepribadian mereka masing-masing.
Biasanya, penyempurnaan ini menjadi nyata dalam hidup sebagai pasangan suami-istri dan bapak ibu.
Jadi, tujuan hidup bersama sebagai suami-istri ialah membantu satu sama lain, dengan saling memberikan dan
mendapatkan pengertian, dengan mengalami perkembangan berkat yang lain. Dengan kata lain, tujuan hidup bersama sebagai
suami-istri ialah: membantu satu sama lain dan membiarkan diri dibantu oleh pasangan dalam perjalanan hidup menuju
kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat.
Di dunia: dengan mengalami diri sebagai orang yang bermanfaat bagi yang lain, dengan memberikan dan mendapatkan
pengertian, dengan mengalami perkembangan berkat yang lain.
Di akhirat: dengan bersatu dengan Yang Mahabaik karena menjadi teman hidup yang setia.
Maka, dapatlah kita tarik dua kesimpulan:
● Seorang egois tak sanggup menikah (walaupun dapat mengadakan anak).
● Jalan bersama suami-istri bukanlah petualangan yang tanpa tujuan, melainkan mengarah kepada asal usul segala cinta,
yaitu Bapa di surga.
Perkawinan sebagai Sakramen dan Sifat-Sifat Perkawinan Sakramental
a. Monogami
Salah satu perwujudan cinta dan kesetiaan Kristen dalam perkawinan ialah bahwa perkawinan Kristen menolak
poligami dan poliandri. Dalam perkawinan Kristen, suami harus menyerahkan diri seutuhnya kepada istrinya dan
sebaliknya istri pun harus menyerahkan dirinya secara utuh kepada suaminya, tidak boleh terbagi kepada pribadi-
pribadi yang lain. Hanya satu untuk satu sampai kematian memisahkan mereka. Inilah yang dituntut oleh Injil dari
kita.
Yesus menegaskan, ”Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” (Mat 19: 5-6a). Inilah
persatuan dan cinta yang sungguh menyeluruh, tak terbagi, dan total sifatnya. Persatuan dan cinta yang utuh seperti
ini melahirkan rasa saling percaya, saling menerima segala kebaikan dan kekurangan masing-masing.
Atas dasar persatuan dan cinta inilah suami-istri boleh merasa aman satu terhadap yang lain, tak perlu
saling mencurigai dan menduga-duga. Diri pasangan seluruhnya untuk kita dan seluruh diri kita untuk pasangan kita.
Kita saling menyerahkan diri seutuh-utuhnya. Dalam perkawinan Kristen, yang diserahkan bukan suatu hak, bukan pula
badan saja, juga bukan hanya tenaga dan waktu, melainkan seluruh diri kita, termasuk hati dan seluruh masa depan
kita.
b. Tak terceraikan
Perkawinan Kristen bukan saja monogam, tetapi juga tak dapat diceraikan. Perkawinan Kristen bersifat
tetap, hanya maut yang dapat memisahkan keduanya. Kita tidak dapat menikahi seseorang untuk jangka waktu
tertentu, kemudian bercerai untuk menikah lagi dengan orang lain. Perkawinan Kristen menuntut cinta yang personal,
total, tetapi juga permanen. Suatu cinta tanpa syarat mencerminkan cinta yang personal, total, dan permanen itu (lih.
Mrk 10: 2-12; Luk 16: 18).
Kita tidak boleh berpikir atau berkata, ”Saya mau menikahi kamu untuk sepuluh tahun” atau ”Saya mau
menikahi kamu selama kamu cantik, tetapi kalau sudah ada tanda-tanda menua, maaf saja … selamat tinggal!” Kalau
demikian halnya, bagaimana kita bisa saling percaya satu sama lain? Dapatkah kita saling menyerahkan diri dengan
syarat, dengan perasaan cemas kalau-kalau batas waktunya sudah dekat?
Nah, untuk memberikan landasan yang kuat, dalam janji pernikahan, di hadapan Tuhan setiap calon mempelai
saling mengikrarkan kesetiaan mereka, sampai maut memisahkan. ”Ya” yang diucapkan pada hari pernikahan adalah
”ya” tanpa syarat. Dan, ”ya” ini hendaknya diulang terus-menerus. ”Ya” kepada seluruh diri teman hidup kita dan ”ya”
untuk selamanya. Tekad dan usaha yang jujur untuk mengamalkan itu diberkati oleh Tuhan. Suami dan istri dipilih
Tuhan untuk menjadi suatu sakramen. Jadi, mereka diangkat menjadi tanda kehadiran Kristus yang selalu
menguduskan, menguatkan, dan menghibur tanpa syarat apapun. Dan, karena Kristus dengan setia menyertai dan
menolong suami-istri, mereka pun sanggup untuk setia satu terhadap yang lain. Sifat sakramental perkawinan Kristen
itulah yang membuatnya kokoh dan tak terceraikan.
Bahwa pasangan Katolik tidak bisa (bukan hanya tidak boleh) bercerai, memang sukar dimengerti oleh orang
lain. Sifat ini hanya dapat kita terima kalau kita menyadari bahwa Tuhan memilih dan mengukuhkan seseorang supaya
menjadi tanda dan alat keselamatan (sakramen) bagi teman hidupnya.
d. Perzinahan/perselingkuhan
Sering kali, oleh suatu keadaan tertentu, suami dan istri tidak bisa melakukan hubungan seksual untuk jangka
waktu tertentu. Mungkin karena urusan tugas, urusan kesehatan, masa hamil tua, minggu-minggu pertama sesudah
persalinan, atau halangan-halangan lainnya. Kurangnya perhatian dan pengertian yang diberikan kepada pasangan juga
dapat meretakkan keluarga. Dalam situasi semacam ini, salah seorang pasangan dapat merasa tergoda untuk
menyeleweng dari kewajiban suci perkawinannya: dia akan mencari kepuasan hubungan seks dengan seorang wanita
atau laki-laki yang lain.
Tentu saja, perzinahan adalah pelanggaran berat melawan kesucian dan kesetiaan perkawinan yang
mendatangkan penderitaan besar untuk semua anggota keluarga, termasuk pihak yang tidak setia.
Gereja Katolik cukup tegas dalam menilai dosa perzinahan itu, namun Gereja tak pernah mengizinkan
perceraian. Jalan satu-satunya yang wajar untuk pasutri itu ialah bertobat, saling mengampuni dan membarui cinta
yang ikhlas demi kebahagiaan seluruh keluarga.
e. Kemandulan
Kalau salah satu pasangan ternyata mandul, sering kali timbul krisis dalam perkawinan. Biasanya, satu pihak
mempersalahkan pihak lain walaupun kemandulan bukanlah kesalahan pribadi. Apa yang penting dalam situasi itu ialah
janganlah berhenti saling mencintai, tetapi pakailah akal budi dan cobalah memeriksakan diri dulu ke dokter. Bisa
terjadi bahwa kemandulan tidak bersifat tetap, tetapi dapat diatasi secara fisiologis atau psikologis.
Akan tetapi, kalau ternyata salah seorang dari pasangan suami-istri ini mandul tetap, mereka harus menerima
kenyataan pahit ini. Mereka tidak boleh percaya kepada pendapat kolot bahwa perkawinannya tidak direstui oleh
nenek moyang, dan dengan demikian boleh merencanakan perceraian sebagai jalan keluar. Perkawinan Kristen tetap
mempunyai arti yang dalam, mesti tanpa kemungkinan untuk mendapat anak sendiri.
c. Masalah-masalah lain yang tak terlalu langsung berhubungan dengan perkawinan, tetapi bisa mempunyai akibat
yang cukup besar untuknya.
Sekadar contoh, kita bisa menyebutkan satu di antaranya, yaitu keadaan ekonomi rumah tangga yang
morat-marit. Suatu rumah tangga yang selalu terbentur pada kesulitan ekonomi, bisa mengalami kegagalan dalam
kehidupan perkawinan. Kesulitan ekonomi rumah tangga bisa membuat seseorang berprasangka buruk tentang
teman hidupnya. Dalam keadaan semacam itu bapak atau ibu bisa mulai berspekulasi, mencari peruntungan dalam
bentuk judi, korupsi, mencuri, dan sebagainya. Akibatnya bisa lebih parah lagi.
Menghadapi kesulitan-kesulitan itu, kiranya agak sulit untuk memberikan suatu resep yang siap pakai.
Akan tetapi, ada saran yang bersifat sangat umum tetapi penting, yaitu dalam setiap kesulitan yang timbul,
suami-istri harus jujur dan terbuka satu sama lain. Banyak kesulitan dan ketegangan dalam rumah tangga bisa
semakin menumpuk dan berlarut-larut karena baik suami maupun istri tidak berani berbicara secara terus terang
tentang kesulitan-kesulitan yang dialami. Padahal, sekali mereka berani membuka hati, segala kesulitan itu bisa
tersingkir, atau setidak-tidaknya menjadi lebih ringan.
4. Hal-Hal Lain
a. Alangkah baiknya kalau salah satu dari pasangan atau kedua-duanya sudah memiliki pekerjaan, yang akan menjadi
jaminan untuk memperoleh rezeki. Tidaklah pada tempatnya berani menikah, padahal keduanya masih menganggur.
b. Sangat baik kalau pasangan yang akan menikah sudah memiliki rumah, walaupun rumah kontrakan. Bagaimana kalau
masih tinggal dengan mertua atau orang tua?
c. Memiliki tabungan atau dana merupakan hal yang wajar. Sulit dibayangkan menikah tanpa tabungan.
SOAL LATIHAN
1. Apakah segi positif dan negatif dari perkawinan tradisional dan perkawinan modern?
2. Alasan mana yang paling umum bahwa banyak perkawinan kandas di tengah jalan?
3. Apa gunanya masa pacaran dan pertunangan?
4. Menurut pendapatmu, manakah yang paling pokok menyangkut persiapan perkawinan? Mengapa?
PELAJARAN 16
PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menyebutkan dan menganalisis kasus-kasus keluarga retak;
2. menjelaskan arti dan makna keluarga;
3. menjelaskan keluarga dalam terang ajaran iman Katolik;
4. menjelaskan cinta sebagai landasan hidup berkeluarga;
5. menjelaskan komunikasi sebagai perekat hidup berkeluarga;
6. menjelaskan hak dan kewajiban dalam keluarga;
7. menjelaskan tentang keluarga berencana atau keluarga yang bertanggung jawab.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak keluarga yang retak, bahkan kandas karena berbagai alasan. Mungkin baik jika disadari kembali arti dan makna
keluarga, dan juga didalami berbagai hal yang dapat menunjang kelestarian keluarga.
Pada dasarnya, keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional, dan rohani, yang
bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota masyarakat dan Gereja. Dasarnya adalah ikatan perkawinan.
Keluarga adalah masyarakat yang paling asasi dan sekolah yang terbaik untuk menanamkan keutamaan sosial, seperti perhatian
dan cinta kepada sesama, sikap adil dan bertenggang rasa, rasa tanggung jawab, dan sebagainya.
Selanjutnya, keluarga adalah Gereja Domestik atau Gereja Rumah Tangga, tempat iman, harapan, dan cinta kasih kristiani
ditanam dan dikembangkan dalam generasi muda. Maka itu, beberapa hal pokok harus diperhatikan dan diusahakan dalam kehidupan
berkeluarga supaya keluarga tetap lestari. Misalnya:
1. mempertahankan cinta sebagai landasan hidup keluarga;
2. menciptakan komunikasi sebagai perekat dalam kehidupan berkeluarga;
3. mengenal dan melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban dalam hidup berkeluarga;
4. merencanakan kehidupan berkeluarga secara bertanggung jawab;
Di dalam surat-suratnya, Santo Paulus memberi nasihat umum untuk hidup berkeluarga secara baik supaya orang-orang non-
Kristen tertarik pada kekuatan iman keluarga-keluarga Kristen (Kol 3: 18-4: 1; Ef 5: 22-6: 9). Maka, hidup keluarga Kristen sesuai
dengan semangat kristiani adalah salah satu bentuk kerasulan awam atas dasar perkawinan, yang disucikan oleh Yesus Kristus menjadi
suatu sakramen.
Dalam pelajaran ini, bersama siswa yang adalah anggota keluarganya masing-masing, kita berusaha untuk sungguh mendalaminya.
Dan dengan demikian, kita mencintai keluarga kita dan berusaha sungguh untuk terlibat secara aktif untuk membangunnya menjadi
sekolah keutamaan dan Gereja Domestik.
Cinta sebagai Landasan untuk Mengatasi Bahaya Keretakan dan Kegagalan Hidup Berkeluarga
KELUARGA CLINTON
Hillary Clinton tersenyum. Hari itu ia mendampingi suaminya, Bill Clinton, pergi ke gereja. Ia menggandeng Clinton. Mereka
tampak mesra. Meski suaminya sedang diguncang skandal dengan Monica Lewinsky, tak terbesit duka di wajah Hillary.
Malam harinya, ia masih mengundang tokoh pembela hak-hak azasi manusia, Jesse Jackson, ke rumahnya. Ia mengatakan,
putrinya, Chelsea (18), ingin berbincang-bincang dengan Jackson. Kemudian mereka berdoa bersama.
Menurut Murry Waas, reporter Internet’s Salon Magazine, beberapa hari sebelumnya Hillary masih yakin suaminya akan
menyangkal telah menjalin hubungan seksual dengan Lewinsky saat berhadapan dengan grand jury.
Selama ini ia telah mendengar berbagai gosip tentang kenakalan Clinton. Namun, ia tetap yakin sang suami tidak melakukannya.
Sampai tiba hari buruk itu, Senin 17 Agustus 1998, ketika Clinton secara resmi mengakui telah melakukan perbuatan ”tidak pantas”
dengan Nona Lewinsky. Hillary tentu terpukul. Akan tetapi, ia bisa tampil seperti biasa. Dan, suatu kenyataan yang luar biasa: ia mau
membantu suaminya menulis pidato pengakuan. Ia juga membantu Clinton menyiapkan diri untuk menghadapi grand jury.
Menurut Jesse Jackson, Hillary mengaku begitu terluka. Ia merasa dipermalukan oleh suaminya. Akan tetapi, peristiwa itu tidak
sampai membuatnya shock. Apalagi ini bukan peristiwa pertama baginya. Sesungguhnya, Hillary adalah seorang perempuan karier yang
sukses. Ia rela meninggalkan New York yang menjanjikan banyak hal padanya, untuk pergi ke Arkansas mengikuti Clinton, waktu Clinton
menjadi gubernur Arkansas. Kepindahannya tersebut merupakan suatu keputusan besar.
Ketika sahabatnya, Sarah Ehrman, mengutarakan keheranannya, dengan mantap Hillary menjawab, ”Saya mencintainya.” Inilah
salah satu pengorbanan besar Hillary bagi Clinton. Baginya, berada di samping suami lebih penting daripada memiliki karier cemerlang.
Kepada News Week, Februari 1992, Hillary mengungkapkan perasaannya saat itu, ”Pindah ke Arkansas merupakan pilihan berat.
Tetapi, bila kita mencintai seseorang, dengan sendirinya kita akan ikut pergi mendampinginya.”
Tampaknya Hillary sungguh berbesar hati. Meski berulang kali Clinton menyakiti hatinya, toh, ia tetap bisa mendampinginya.
Misalnya, ketika Clinton sebagai Gubernur Arkansas, mempunyai affair dengan Gennifer Fowers. Ketika mengetahui Clinton menjalin
hubungan dengan Gennifer Fowers, Hillary nyaris tak tahan. Di antara tangis kecewanya, ia mengungkapkan hal itu kepada Clinton.
Namun, kejadian tersebut justru mempertegas komitmen Hillary sebagai seorang istri dan ibu bagi Clinton dan Chelsea, putri
tunggal mereka. ”Dunia yang saya pilih adalah Bill dan Chelsea. Itu sebabnya, saya berusaha mempertahankan perkawinan saya,”
tandasnya. Ternyata, Clinton juga tidak mau rumah tangganya kandas. Kemudian ia menuruti permintaan Hillary untuk datang kepada
konselor perkawinan, Ed Matthews. Perkawinan mereka, yang saat itu masih sangat muda usia, bisa selamat.
Konsili Vatikan II dalam surat Apostolik ”Familiaris Consortio” (1981) antara lain mengatakan hal-hal berikut.
a. Keluarga adalah ikatan antara orang-orang yang berusaha supaya cinta mereka makin hari makin menghangatkan
persatuan mereka.
b. Keluarga berdasarkan perkawinan, di dalamnya pria dan wanita sama derajatnya dan anak-anak adalah hadiah yang
paling berharga.
c. Keluarga merupakan sekolah kebajikan manusiawi, tempat semua anggota keluarga belajar saling memperhatikan dan
melayani.
d. Dalam lingkungan keluarga, perselisihan serta perbedaan yang biasa terjadi antara manusia itu lebih mudah diatasi;
suasana saling mengerti dan kerukunan dibina.
e. Keluarga-keluarga adalah sel kehidupan masyarakat, tempat orang muda secara praktis mempelajari bagaimana
menghargai nilai-nilai keadilan, hormat, dan cinta kasih.
f. Keluarga adalah Gereja Domestik atau Gereja Rumah Tangga, tempat iman, harapan, dan cinta kasih kristiani ditanam
dan dikembangkan dalam generasi muda.
Cinta adalah dasar dari hidup perkawinan dan keluarga. Secara berturut-turut akan kita bicarakan tentang
pentingnya cinta dalam hidup kita dan membina cinta dalam kehidupan perkawinan dan keluarga.
Kita bisa hidup dan berkembang sebagai manusia karena perhatian dan cinta yang kita terima dan alami dari
orang lain serta karena cinta yang kita berikan kepada orang lain. Tanpa cinta hidup kita ini tidak berarti. Tanpa cinta
kemanusiaan kita tidak akan ada sehari pun. Cinta membahagiakan orang dan memungkinkan manusia berkembang
secara sehat dan seimbang. Cinta yang jujur dan persahabatan sejati antarmanusia memungkinkan perwujudan diri
yang sehat dan seimbang, menghindarkan gangguan psikis, dan menyembuhkan orang yang menderita sakit jiwa. Selain
itu, cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang merobohkan tembok-tembok yang memisahkan
manusia dari sesamanya, kekuatan yang mempersatukan manusia dengan sesamanya, namun membiarkan manusia tetap
menjadi dirinya sendiri.
Dalam cinta antara pria dan wanita, keduanya masing-masing dilahirkan kembali, saling mengembangkan.
Keduanya dipanggil untuk saling mencintai secara paling mesra dan intim. Keduanya saling memberi dan menerima
secara fisik maupun secara psikis. Keduanya adalah pasangan yang saling membutuhkan cinta untuk saling
membahagiakan.
SAYUR BAYAM
Diceritakan bahwa ada sepasang suami-istri menghadap pastor untuk mengeluhkan perkawinan mereka yang tidak berjalan mulus.
Mereka sudah cukup lama menikah, namun semakin lama semakin terasa tidak tertahankan. Setelah beberapa kali pertemuan, sang
pastor meminta supaya suami-istri itu masing-masing mengatakan secara terbuka apa saja yang tidak mereka sukai dari pasangannya.
Dengan penuh emosi sang suami berkata dengan keras, ”Romo, saya harap istri saya tidak lagi menyajikan sayur bayam di meja makan.
Bayangkan, selama bertahun-tahun, siang dan malam, selalu saja bayam, bayam, bayam …!” Dengan terkejut istrinya menimpali, ”Ya,
ampun! Saya juga tidak suka sayur bayam. Saya sangka dia menyukainya …!”
KOMUNIKASI
Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain. Berkomunikasi tentang hal-hal yang sama-sama
diketahui dan dirasakan akan terasa jauh lebih mudah daripada mengenai bidang yang khas dunia kita sendiri. Namun, untuk mencapai
keserasian hubungan antara manusia, untuk mencapai saling pengertian, justru yang paling perlu dikomunikasikan adalah dunia sendiri
itu. Dunia suami, dunia istri, dan dunia anak-anak, yang sering sangat berbeda. Maka itu, dalam berkomunikasi ada banyak hal yang
harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
a. Citra diri
Ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dia mempunyai citra diri: dia merasa dirinya
sebagai apa, bagaimana …. Ketika berbicara dengan anaknya, seorang ayah punya citra diri sebagai seorang bapak.
Pasti bukan hanya itu!
Seorang ayah mungkin merasa diri sebagai bapak, serba tahu, kepala rumah tangga yang harus ditaati, dan
pencari nafkah yang harus dihormati. Ayah yang lain mungkin merasa diri sebagai bapak, mempunyai banyak
pengalaman, tetapi ia bisa menghargai pendapat anaknya. Kedua model ayah itu, yang memiliki citra diri yang berbeda,
akan berkomunikasi dengan anaknya dengan cara yang berbeda pula.
c. Kondisi
Orang tidak selamanya berada dalam kondisi puncak. Secara fisik, orang kadang-kadang merasa lesu dan
letih, atau sakit gigi yang tak kepalang tanggung. Sebaliknya, kadang-kadang badan terasa segar, penuh semangat
kerja. Nah, kondisi fisik ini berpengaruh terhadap komunikasi. Orang yang sedang sakit agak kurang cermat memilih
kata-kata dan kurang peka terhadap perasaan pihak lain yang diajak berkomunikasi.
Selain kondisi fisik, kondisi emosional juga dapat mempengaruhi komunikasi. Kita tahu benar bahwa orang
yang sedang marah lebih condong bersikap keras dan ucapannya tajam menikam. Kondisi fisik dan emosional tersebut
di atas bukan hanya mempengaruhi pengiriman komunikasi, tetapi juga penerimaan. Orang yang sedang sakit biasanya
kurang cermat mendengarkan. Orang yang sedang marah cenderung tak peduli pada maksud pihak lain, lebih banyak
berpersepsi negatif.
Karena komunikasi berlangsung timbal balik, kondisi seseorang kadang-kadang menular. Kalau dua manusia
berkomunikasi, mengirim, menerima, lambat laun tampak kondisi yang seorang menular kepada yang lain. Bila yang
seorang marah, yang lain tenang dan sabar, lihatlah beberapa waktu kemudian: yang marah menjadi tenang atau yang
tenang menjadi marah juga. Bukan mustahil keduanya bertemu di pertengahan. Di sinilah tampak pentingnya peranan
komunikasi dalam kehidupan manusia. Amarah, kesedihan, harapan, kecemasan sebaiknya dikomunikasikan.
a. Mendengarkan
Semua orang yang tidak tuli pasti bisa mendengarkan, tetapi yang bisa mendengar belum tentu pandai pula
mendengarkan. Telinga bisa mendengar segala suara, tetapi mendengarkan suatu komunikasi harus dilakukan dengan
pikiran dan hati serta segenap indera yang diarahkan kepada si pembaca. Mendengarkan dengan baik harus kita
pelajari kalau betul-betul ingin menjadi orang yang pandai berkomunikasi.
b. Keterbukaan
Penilaian seseorang tidak mutlak benar. Oleh karena itu, sukar terjadi komunikasi yang mengena dengan
orang yang tegar dalam penilaiannya, seakan-akan hal itu sudah fakta mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Orang
seperti itu terlalu menutup diri terhadap masukan dari pihak lain yang bertentangan dengan penilaian sendiri. Setiap
orang boleh saja, bahkan sepatutnya, mempunyai sistem nilai, keyakinan, sikap, pandangan, kepercayaan, ataupun
pendidikan. Akan tetapi, ia tidak mempunyai kemauan berkomunikasi kalau ia tertutup untuk mendengarkan dan
mencernakan masukan dari pihak lain.
Orang yang mau senantiasa tumbuh sesuai dengan zaman adalah orang yang terbuka untuk menerima
masukan dari orang lain, merenungkannya dengan serius, dan mengubah diri bila perubahan itu dianggapnya sebagai
pertumbuhan ke arah kemajuan. Masukan dari pihak lain hanya dapat terjadi melalui komunikasi dengan orang lain.
Kita sudah sering mengalami, betapa enaknya berbicara dengan orang yang bersikap terbuka: terbuka untuk
menyatakan diri dengan jujur, terbuka pula untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.
Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan. Keterbukaan dalam
berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan melibatkan juga perasaan, seperti kecemasan, harapan, kebanggaan, dan
kekecewaan. Dengan kata lain, diri kita seutuhnya.
c. Sikap percaya
Bersikap terbuka dan mau mendengarkan dalam kehidupan perkawinan akan sulit terwujud kalau tidak
didasarkan pada sikap saling mempercayai. Maka itu, kepercayaan adalah salah satu sikap yang paling dibutuhkan
dalam komunikasi hidup perkawinan. Orang hanya bersikap terbuka dan mau mendengarkan kalau orang mempercayai
teman hidupnya. Kalau orang tidak mempercayai teman hidupnya, ia tidak akan bersikap terbuka dan mau
mendengarkan karena sikap itu bisa menjadi bumerang yang dapat mencelakakan dirinya. Kepercayaan berarti
menyerahkan diri dan masa depan kita ke dalam tangan teman hidup kita.
3. Rintangan-Rintangan Komunikasi
Komunikasi adalah usaha manusia dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya serta untuk
memahami pikiran dan isi hati orang lain. Namun, komunikasi mungkin belum terjadi secara mengena dengan pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan belaka karena ada beberapa hal yang mungkin merintangi terjadinya komunikasi secara mulus. Apa
sajakah rintangan-rintangan itu?
a. Kepentingan diri sendiri
Setiap orang memikirkan kepentingannya. Akan tetapi, kalau hal ini diutamakan maka komunikasi akan terus
berputar di sekitar hal itu. Teman bicara akan merasakan itu dan cepat merasa bosan, lama-lama kehilangan
perhatian untuk mendengarkan. Kalau keduanya berkomunikasi dengan menonjolkan kepentingan diri sendiri, bisa jadi
percakapan mengambil arah masing-masing atau berbenturan, saling tabrak.
b. Emosi
Kalau emosi tidak dikendalikan oleh pikiran sehat, komunikasi bisa melesat jauh tanpa sengaja. Berulangkali
kita mendengar pesan ”hati boleh panas, tetapi kepala harus tetap dingin” sebab hati yang mendidih oleh emosi sering
kali mendorong orang untuk mengatakan dan melakukan sesuatu yang kemudian disesalinya.
c. Permusuhan
Sikap permusuhan biasanya sukar ditekan. Kalau sudah memusuhi seseorang, biasanya kita sibuk mencari
kesalahan dan kelemahan orang itu dan menutup diri terhadap kebaikannya. Pihak yang dimusuhi yang bisa merasakan
hal itu segera mengatur siasat untuk membela diri dan mencari kesempatan untuk menyerang kembali. Lalu
komunikasi menjadi sulit.
e. Pembelaan diri
Pembelaan diri dapat membuat komunikasi meleset. Jikalau isi komunikasi cenderung ditafsirkan sebagai
kecaman atau serangan, reaksi yang muncul pasti penolakan, pembelaan diri.
a. Diskusi
Jenis komunikasi pertama adalah segala bentuk omong-omong, mulai dari basa-basi, saling memberi informasi,
menceritakan apa yang dilihat dan dialami, membicarakan urusan sehari-hari (soal anal, pekerjaan, arisan, tetangga),
sampai kepada merencanakan sesuatu atau menyelesaikan masalah rutin. Bila ada suatu masalah yang dihadapi maka
perlu dirembug atau didiskusikan bersama. Intinya, kita saling bertukar pikiran atau pendapat. Tukar pendapat (isi
kepala) ini diberi nama diskusi.
Dalam diskusi, kita bertukar pikiran untuk membicarakan suatu masalah, dengan saling mempertahankan
pendapat berdasarkan kebenaran yang kita yakini, sampai akhirnya dapat disimpulkan suatu pendapat yang disepakati
bersama, yang mungkin berbentuk suatu kompromi atau toleransi.
Perbedaan pendapat antara suami dan istri adalah wajar! Agar diskusi tidak menjadi pertengkaran, masing-
masing harus mau bertanya dan mau mendengarkan. Menjadi pendengar yang baik belum tentu berarti menyetujui,
melainkan berarti mau memperhatikan.
b. Dialog
Bentuk komunikasi ”dari hati ke hati” dengan mengutarakan isi hati dan perasaan-perasaan kita diberi nama
dialog. Dalam dialog, kita saling bertukar perasaan dan isi hati, bukan beradu pendapat/pikiran kita. Atas dasar saling
percaya dan saling menerima maka kita berani saling mengungkapkan isi hati dan perasaan kita sendiri. Dengan
demikian, kita dapat ”saling mengerti dengan hati”, saling mengerti isi hati kita masing-masing.
Ada perbedaan besar antara dialog dan diskusi. Dalam diskusi kita boleh ”adu pendapat”, tetapi dalam dialog
kita saling mengungkapkan isi hati atau perasaan. Perasaan seseorang tidak boleh dibantah dan tidak perlu
diperdebatkan. Perasaan seseorang hanya dapat kita terima. Kalau belum jelas apakah yang diutarakan itu
menyangkut perasaan atau pendapat, lebih baik bertanya dulu supaya kita bicara pada ”gelombang” yang sama, dan
dengan demikian tidak ”salah wesel”, yaitu perasaan ditanggapi dengan otak atau sebaliknya, pendapat ditanggapi
dengan perasaan. Sebab, itulah yang biasanya menjadi sumber percekcokan!
Banyak orang sulit mengungkapkan perasaannya, lebih-lebih perasaan negatif (sakit hati, jengkel, kecewa, dan
sebagainya) atau perasaan yang kurang menyenangkan (takut, malu, gagal, sedih, dan sebagainya). Akan tetapi,
perasaan-perasaan itu pun merupakan bagian dari hidup kita. Kalau dipendam hanya akan menjadi beban dan pada
suatu saat dapat ”meledak”. Perasaan itu mengungkapkan sesuatu mengenai jati diri kita yang sebenarnya. Perasaan-
perasaan negatif bagaikan lampu merah yang memberi isyarat bahwa ”ada sesuatu” yang menekan dan perlu
diselesaikan.
Dalam dialog, kita hanya mengungkapkan perasaan-perasaan hati. Jadi, jangan diartikan menuduh atau
mempermasalahkan. Dalam dialog juga tidak ada yang ”menang” atau ”kalah”. Oleh karena itu, hasil dialog adalah lebih
saling mengerti dan menghangatkan relasi. Pembicaraan dari hati ke hati sering dapat dibantu dengan tulisan/surat.
c. Bahasa tubuh
Bahasa tubuh merupakan suatu cara untuk mengungkapkan cinta, perhatian, dan kasih sayang bukan dengan
kata-kata (non verbal), melainkan dengan cara lain seperti: pandangan, senyuman, sentuhan, belaian tangan, duduk
berdampingan, bergandengan tangan, rangkulan, ciuman, dekapan, dan sebagainya.
Bahasa tubuh ini sangat penting untuk menciptakan suasana akrab dan mesra, tetapi tidak dimaksudkan untuk
merangsang seksual. Bahasa tubuh mempunyai peranan tersendiri (lepas dari hubungan seks): dapat memberikan rasa
aman, terlindung, diperhatikan, dan menimbulkan rasa akrab.
d. Hubungan seks
Hubungan seks adalah bahasa komunikasi yang paling intim dan paling menyeluruh dalam relasi suami-istri,
sebagai perwujudan nyata dari bersatupadunya dua pribadi jiwa dan raga. Akan tetapi, hubungan seks juga dapat
menjadi sumber kekecewaan, frustasi, dan percekcokan yang paling mencekam. Seks bukan pertama-tama suatu
”kegiatan yang dilakukan” untuk mencari kepuasan biologis (atau hanya ”melaksanakan kewajiban” bagi istri),
melainkan suatu bahasa komunikasi yang dimaksudkan untuk lebih mempersatukan hubungan suami dan istri dalam
kasih mesra.
Hubungan seks pada dasarnya hanya ”meragakan” relasi yang ada. Bila hati dekat, hubungan seks juga akan
dapat memuaskan. Akan tetapi, bila hati tidak merasa dekat, segala teknik seks yang paling canggih sekalipun tidak
akan membuat perkawinan menjadi sukses. Sebaliknya, relasi yang baik membuat seks menjadi suatu pengalaman yang
indah dan membahagiakan. Dengan kata lain, hubungan seks bukan sekadar ”masalah tempat tidur”, melainkan masalah
seluruh hubungan sepanjang hari.
Dengan mengadakan dan membesarkan anak-anak, suami-istri saling memberi kesempatan untuk menumbuhkan
bakat keibuan dan kebapaan. Anak-anak mendorong kita untuk menjadi ayah dan ibu yang nyata. Inilah suatu
segi manusiawi baru pada hidup perkawinan. Maka itu, orang yang tidak dapat menjadi ayah dan ibu karena
mandul bisa jadi sangat menderita, karena bakat-bakat itu tidak dapat diwujudkan. Seorang anak diadakan dan
ditumbuhkan oleh cinta ayah ibunya. Dan pada gilirannya, anak-anak pun ikut membantu ayah ibunya untuk lebih
bersatu lagi dan menikmati suatu segi kemanusiaan mereka yang baru, yaitu menjadi ayah dan ibu secara nyata.
● Menciptakan suasana yang sehat bagi perkembangan anak dipandang dari segi jasmani
Keadaan ekonomi keluarga turut mempengaruhi perkembangan keluarga. Yang penting ialah supaya para
orang tua bisa mengatur keadaan ekonomi rumah tangganya sehingga tidak merugikan perkembangan pribadi
anak.
Keluarga yang terlalu miskin, yang rumahnya sangat jelek, pakaian serba seadanya, makanan sering kurang
dan tak bergizi, bisa merugikan perkembangan diri anak lahir dan batin. Kita tahu bahwa kekurangan gizi
misalnya, bisa mempengaruhi daya pikir anak. Beban kemiskinan yang terlalu berat bisa menimbulkan semacam
trauma pada anak dan menanamkan kebencian yang berkepanjangan kepada golongan lain yang lebih beruntung.
Sebaliknya, keluarga yang terlalu kaya, yang anak-anaknya dapat berfoya-foya sesukanya, bisa
menciptakan banyak dampak negatif bagi perkembangan kepribadian anak-anak itu. Bisa saja mereka
berkembang menjadi manusia-manusia yang bersemangat konsumeristis, hedonistis, dan sangat asosial.
● Menciptakan suasana yang sehat bagi perkembangan anak dipandang dari segi perasaan
Salah satu kebutuhan yang paling vital bagi anak-anak selain makanan dan minuman ialah suasana kasih
sayang dan rasa aman. Hal-hal ini sudah mereka butuhkan sejak berada dalam kandungan. Seorang ibu yang
selama mengandung sering marah-marah, gelisah, dan bingung bisa membawa pengaruh buruk bagi si bayi di
dalam kandungannya. Demikian pun akibatnya seorang ibu yang selalu gembira, tenang, dan sabar selama masa
kehamilannya bisa ”menciptakan” anak yang selalu gembira, tenang, dan sabar di kemudian hari.
Dalam bulan-bulan pertama sesudah kelahirannya, hubungan sang bayi dan ibunya sangat erat, seakan-
akan ia merupakan sebagian dari ibunya. Ia dapat menangkap dan merasakan suasana dan keadaan ibunya.
Sesudah bulan ketiga, bayi mulai dapat membedakan perawakan dan suara ayahnya. Bayi mulai membutuhkan
ayah dalam arti yang lebih dalam. Ibu dan ayah sebagai pendidik pertama memberi sang bayi kesan-kesan yang
tak terhapuskan lagi mengenai manusia, kasih sayang, dan rasa aman, tetapi juga rasa marah. Pada tahun-tahun
pertama ini (kira-kira 1–5 tahun), dibentuklah dasar-dasar tingkah laku manusia muda ini. Buruk baiknya
seseorang manusia di tentukan pada saat-saat ini.
Untuk menciptakan suasana kasih sayang dan rasa aman dalam keluarga, yang sangat dibutuhkan anak-
anak bagi perkembangan diri dan kepribadian mereka, perlu diusahakan hal-hal berikut ini.
1) Hubungan yang mesra dan penuh cinta antara ayah dan ibu.
Suasana sayang dan aman pada ayah ibu ini hendaknya dapat dirasakan anak-anak. Jadi, ayah ibu harus
terlebih dahulu menghayati suasana ini di antara mereka berdua. Persatuan hati antara ayah dan ibu
menjadi tumpuan anak untuk berkembang secara sehat. Pertengkaran dengan suara keras, tamparan, atau
ancaman-ancaman di antara ayah dan ibu menanamkan ketakutan yang besar pada jiwa anak. Akibatnya,
anak tidak pernah lagi merasa aman. Lebih buruk lagi kalau anak-anak sampai mengalami perpecahan atau
penyelewengan orang tua mereka.
2) Usaha yang sungguh untuk mencintai anak-anak secara khas dan sehat.
Anak-anak sungguh membutuhkan cinta kasih orang tuanya. Ini kebutuhan yang sangat vital, yang tak
dapat ditukar dengan apa pun. Mereka membutuhkan cinta kasih ibu yang umumnya tanpa pamrih, tetapi
juga cinta khas ayah yang sedikit-sedikitnya ada pamrihnya sehingga merangsang anak-anak untuk
berjuang mempengaruhi cinta ayah itu. Cinta dari kedua orang tuanya saling melengkapi untuk membentuk
pribadi anak. Cinta ibu yang tanpa pamrih dapat membuat anak-anak bersikap pasif, tetapi cinta ayah yang
menuntut membuat cinta mereka dinamis. Namun demikian, mencintai anak ada batasnya. Kita tidak boleh
mencintai anak tanpa batas. Batas-batas itu dapat disebut antara lain: tidak memanjakan anak dan tidak
terlalu mengkhawatirkan anak.
● Menciptakan suasana yang sehat bagi perkembangan anak dipandang dari segi pikiran
Mendidik berarti membantu anak agar segala yang ada padanya berkembang sebaik-baiknya. Manusia
kecil itu harus menempuh jalannya sendiri. Orang tua hanya membantu dengan menciptakan suasana yang
merangsang kreativitas serta mendorong anak untuk menemukan nilai-nilai budaya dan agama bagi dirinya.
Biarkanlah anak-anak berpikir, mencari, meniru, dan bertindak untuk menemukan berbagai nilai bagi
pengembangan dirinya. Sebagai orang tua, kita hendaknya mengelakkan sikap otoriter yang memaksa anak
untuk:
1) Berpikir, berkehendak, dan bertindak seperti yang kita inginkan. Banyak orang tua yang melimpahkan
berbagai kebaikan kepada anak-anaknya, tetapi dengan syarat anak-anak itu harus mengikuti pikiran dan
kehendak mereka. Anak-anak seperti itu tak akan pernah menjadi dirinya sendiri, tak pernah akan
menjadi dewasa.
2) Menjadi miniatur dari ayah ibunya, duplikat dari orang tuanya. Orang tua menjadikan dirinya tokoh
identifikasi bagi anak-anak. Hendaknyna kita sebagai orang tua menyadari bahwa kekerasaan dan paksaan
merusakkan segala-segalanya, terlebih pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Tugas kita hanyalah
menciptakan suasana yang merangsang daya pikir, kreativitas, dan usaha anak untuk menemukan nilai-nilai
budaya dan agama bagi dirinya.
● Para Pasutri (Pasangan Suami-Istri). Yang mempunyai tanggung jawab terbesar dalam hal KB adalah pasangan
suami-istri sendiri, yang memiliki potensi vital untuk mengadakan anak.
● Pemerintah. Pemerintah jelas mempunyai hak dan kewajiban sekitar masalah kependudukan di negaranya, dalam
batas wewenangnya.
● Pimpinan agama. Akhirnya, pimpinan semua agama sebagai instansi yang berkepentingan menanamkan nilai-nilai
luhur dan ilahi juga bertanggung jawab untuk menyuluh, membimbing, dan mendampingi para penganut agamanya,
khususnya pasutri, dalam pelaksanaan KB yang wajar.
● Tidak merendahkan martabat istri atau suami. Misalnya, suami-istri tidak boleh pernah dipaksa untuk menggunakan
salah satu metode.
● Tidak berlawanan dengan hidup manusia. Jadi, metode-metode yang bersifat abortif jelas ditolak.
● Dapat dipertanggungjawabkan secara medis, tidak membawa efek samping yang menyebabkan kesehatan atau
nyawa ibu berada dalam bahaya.
SOAL LATIHAN
1. Mengapa cinta disebut landasan hidup berkeluarga?
2. Mengapa komunikasi sangat penting dalam hidup berkeluarga?
3. Apa kiranya tugas dan kewajiban anak-anak terhadap orang tuanya?
PELAJARAN 17
PERKAWINAN CAMPUR
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. mengungkapkan pandangannya tentang perkawinan campur;
2. menganalisis sebab akibat terjadinya perkawinan campur;
3. menjelaskan berbagai pandangan tentang perkawinan campur;
4. menjelaskan pandangan Gereja Katolik tentang perkawinan campur;
5. menjelaskan bagaimana supaya perkawinan campur dapat menjadi berkat.
LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama, dan golongan, pergaulan antarmereka tidak dapat
dihindarkan. Pergaulan itu mungkin di lingkungan keluarga atau kampung, sekolah, tempat kerja, dan sebagainya. Dalam pergaulan itu
mungkin saja terjadi kedekatan hati dan jalinan cinta antarmereka, yang berujung pada cita-cita membangun hidup bersama.
Membangun hidup bersama dengan latar belakang adat istiadat yang berbeda tampaknya masih agak mudah di atasi, namun jika
perbedaan itu adalah perbedaan agama maka orang perlu memikirkannya dengan sungguh-sungguh.
Setiap agama mempunyai pandangan tersendiri terhadap kenyataan perkawinan campur tersebut. Pada umumnya, setiap agama
melarang perkawinan campur. Namun, ada di antaranya yang dapat memberi dispensasi, tetapi ada juga yang tidak memberi dispensasi.
Misalnya, dalam agama Islam ada larangan penuh bagi perempuan untuk menikah dengan laki-laki non muslim. Namun, laki-laki muslim
dapat menikah dengan perempuan non muslim, asal perempuan itu beragama dan agamanya mempunyai Kitab Suci.
Dalam hal perkawinan campur, Gereja Katolik membedakan perkawinan campur beda Gereja (mixta religio) dan perkawinan
campur beda agama (disparitas cultus). Gereja Katolik melarang perkawinan campur, namun dapat memberi dispensasi jika syarat-
syarat yang diajukan dipenuhi. Syarat-syarat tersebut ialah sebagai berikut.
1. Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan
berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga agar semua anaknya dibaptis dan dididik oleh pihak Katolik.
2. Mengenai janji yang wajib dibuat pihak Katolik itu, pihak lain hendaknya diberitahu pada waktunya dan sedemikian rupa, sehingga
jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.
3. Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat-sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh
ditiadakan oleh seorang pun dari keduanya.
Membangun perkawinan campur tidak mudah sebab agama merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia dan
berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupannya, termasuk dalam hal pengaturan rumah tangga dan pendidikan anak. Sebuah
keluarga yang diatur oleh dua orang yang berbeda agama tentunya akan mengalami banyak kesulitan. Oleh karena itu, Gereja sungguh-
sungguh meminta alasan yang wajar dan menuntut ketiga syarat tersebut di atas, untuk dapat memberikan dispensasi.
Pada kenyataannya, perkawinan campur ada yang berhasil menjadi keluarga sejahtera dan bahagia, namun ada juga yang gagal.
Perkawinan campur dapat menjadi sejahtera asal suami-istri menyadari dan menerima perbedaan-perbedaan di antara mereka, mau
berdialog, mempunyai komitmen untuk menjaga keutuhan, dan sebagainya.
Mungkin para siswa sudah pernah mendengar mengenai syarat-syarat pengajuan dispensasi. Mereka mungkin juga sudah pernah
mendengar dan melihat persoalan-persoalan yang muncul dalam perkawinan campur ini meskipun tidak mendetail, apalagi jika mereka
memang berasal dari keluarga campur tersebut. Untuk itu, proses pembelajaran ini akan dikembangkan, berangkat dari pengalaman
siswa yang serba sedikit itu atau dari pengalaman siswa yang berasal dari keluarga campur. Pengalaman tersebut dikaji untuk
membantu mereka menemukan latar belakang, sebab akibat perkawinan campur, dan selanjutnya membahas pandangan Gereja Katolik
tentang hal tersebut. Setelah itu, siswa diajak untuk merefleksikan pengalaman itu dalam perspektif hukum perkawinan kanonik dan
keluarga yang sejahtera sebagaimana telah dibahas sebelumnya.
Nelly
Namun, ada juga perkawinan campur yang rukun dan bahagia. Walaupun begitu, Gereja Katolik tidak sangat menganjurkan
perkawinan campur sebab terlalu banyak kesulitannya, tetapi juga tidak mutlak melarangnya. Gereja bisa memberi
dispensasi dengan syarat-syarat tertentu.
Selanjutnya, kita akan membatasi diri dulu untuk berbicara tentang perkawinan campur beda agama, antara penganut agama
Katolik dan agama lain, khususnya agama Islam.
Bagaimana pandangan Katolik dan Islam tentang kawin campur?
1. Pandangan Katolik
a. Agama Katolik tidak mutlak melarang perkawinan campur antara orang Katolik dan orang yang berbeda agama, tetapi
juga tidak menganjurkannya. Perkawinan campur beda agama memerlukan dispensasi dari Gereja supaya sah.
Dispensasi ini diberikan dengan persyaratan sebagai berikut.
● Pernyataan tekad pihak Katolik untuk menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji untuk sekuat tenaga
mengusahakan pembaptisan dan pendidikan anak-anak yang akan lahir secara Katolik.
● Pihak bukan Katolik harus diberitahu mengenai janji pihak Katolik tersebut supaya sebelum menikah ia sadar akan
janji dan kewajiban pihak Katolik.
● Penjelasan kepada kedua belah pihak tentang tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan yang tidak boleh disangkal
agar perkawinan itu menjadi sah.
b. Perkawinan campur beda agama yang sah menurut Gereja Katolik tidak dapat diceraikan.
2. Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam perkawinan campur sulit dilakukan, bahkan tidak mungkin dilaksanakan.
a. Seorang pria Islam hanya akan menikah secara sah dengan wanita non Islam, jika wanita itu memeluk agama yang
memiliki Kitab Suci (Kristen, Yahudi) dan pernikahan itu dilakukan secara Islam, di depan wali nikah (wanita itu dapat
tetap memeluk agamanya). Tanpa adanya wali nikah untuk pihak wanita, perkawinan itu dianggap tidak sah secara
Islam (Islam tidak mengenal lembaga dispensasi). Dengan demikian, menurut pandangan Islam, pernikahan yang
dilaksanakan secara Katolik tidak sah dan hal itu juga berarti bahwa pria Islam itu hidup dalam percabulan yang
berkepanjangan dengan istrinya yang Kristen/Katolik.
b. Seorang wanita Islam tidak boleh menikah dengan pria yang bukan Islam. Pria pemeluk agama lain yang akan menikah
dengannya harus meninggalkan agamanya dan memeluk agama Islam.
c. Baik perkawinan campur maupun perkawinan yang biasa secara Islam dapat diceraikan dengan alasan-alasan yang sah.
Pihak Katolik terikat pada tata peneguhan perkawinan, yaitu perkawinan di hadapan uskup atau pastor paroki (atau imam maupun
diakon yang diberi delegasi yang sah dan di hadapan dua orang saksi). Akan tetapi, jika ada alasan yang berat, uskup berhak
memberikan dispensasi dari tata peneguhan itu (lih. KHK 1127 & 1 dan 2). Jadi, peneguhan nikah dapat dilaksanakan di depan pendeta
atau pegawai catatan sipil asal mendapat dispensasi dari uskup. Pihak Katolik wajib memohon dispensasi ini jauh sebelum peresmian
perkawinan, bukan baru pada saat penyelidikan Kanonik.
Karena menurut pandangan Kristen upacara di gereja hanya merupakan berkat, sedangkan menurut pandangan Katolik merupakan
peneguhan yang membuat perkawinan itu sah maka dalam perkawinan oikuminis disarankan supaya pendeta membawakan firman dan
pastor memimpin peneguhan atau kesepakatan nikah.
SOAL LATIHAN
1. Bagaimanakah usaha umat Katolik supaya jumlah pernikahan campur tidak terlalu membengkak?
2. Bagaimana caranya supaya mereka yang sudah hidup dalam perkawinan campur dapat mempertahankan keutuhan perkawinannya?
3. Bagaimana pendapatmu sendiri tentang perkawinan campur itu?
PELAJARAN 18
PANGGILAN HIDUP MEMBIARA/SELIBAT
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menganalisis hidup seorang biarawan atau biarawati;
2. menjelaskan bermacam-macam bentuk hidup selibat;
3. menjelaskan usaha-usaha untuk memupuk dan memelihara panggilan;
4. menafsirkan perikop Kitab Suci (Mat 19: 12) dalam kaitannya dengan panggilan hidup selibat;
5. menjelaskan cara hidup orang-orang yang selibat (baik biarawan/wati maupun bukan).
LATAR BELAKANG
Siswa SMA kelas 3 biasanya sudah mulai memikirkan pilihan pekerjaan (profesi) dan pilihan hidupnya kelak. Di samping ”akan
bekerja sebagai apa”, mereka juga mulai memikirkan ”akan hidup sebagai apa”.
Pilihan cara hidup bukanlah sekadar masalah karier atau pekerjaan, melainkan masalah panggilan. Di kalangan Gereja Katolik, ada
tiga pilihan cara hidup: hidup berkeluarga, hidup selibat dalam bentuk membiara ataupun bentuk lainnya, dan hidup sebagai rohaniwan.
Hidup membiara adalah salah satu bentuk hidup selibat yang dijalani oleh mereka yang dipanggil untuk mengikuti Kristus secara
tuntas (total dan menyeluruh), dengan mengikuti nasihat Injil. Hidup membiara adalah corak hidup, bukan fungsi gerejawi. Dengan kata
lain, hidup membiara adalah suatu corak atau cara hidup yang di dalamnya orang hendak bersatu dan mengikuti Kristus secara tuntas,
melalui kaul yang mewajibkannya untuk hidup menurut tiga nasihat injil, yakni keperawanan, kemiskinan, dan ketaatan (bdk. LG a. 44).
Dengan mengucapkan kaul keperawanan, orang membaktikan diri secara total dan menyeluruh kepada Kristus. Dengan mengucapkan
kaul kemiskinan, orang berjanji akan hidup secara sederhana dan rela menyumbangkan apa saja demi kerasulan. Dan, dengan
mengucapkan kaul ketaatan, orang berjanji akan patuh kepada pimpinannya dan rela membaktikan diri kepada hidup dan kerasulan
bersama.
Kaul-kaul tersebut bukan inti hidup membiara. Inti hidup membiara adalah persatuan erat dengan Kristus melalui penyerahan diri
secara total dan menyeluruh kepada-Nya. Hal itu diusahakan untuk dijalani melalui ketiga kaul yang disebutkan di atas.
Bentuk hidup selibat lainnya adalah hidup tidak menikah, yang dijalani oleh kaum awam, demi Kerajaan Surga. Mereka memilih
tidak menikah bukan karena menilai hidup berkeluarga itu jelek atau bernilai rendah, melainkan demi Kerajaan Surga (bdk. Mat 19: 12).
Dalam hidup tidak menikah mereka menemukan dan menghayati suatu nilai yang luhur, yakni melalui doa dan karya memberikan cintanya
kepada semua orang sebagai ungkapan kasih mereka kepada Allah.
Hidup membiara dan hidup selibat lainnya adalah panggilan dari Tuhan, merupakan rahmat, pemberian cuma-cuma dari Tuhan bagi
orang-orang yang dipilih-Nya. Meskipun merupakan rahmat, kita bisa memohon hidup semacam itu kepada Tuhan. Oleh karenanya,
siswa, yang sudah mulai memikirkan pilihan cara hidupnya kelak, perlu diajak untuk bertanya kepada dirinya sendiri apakah Tuhan
memanggilnya untuk menjalani hidup membiara atau hidup selibat lainnya.
b.Kaul ketaatan
Kemerdekaan atau kebebasan adalah milik manusia yang sangat berharga. Segala usaha akan dilakukan orang untuk
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaannya. Dengan kaul ketaatan, orang memutuskan untuk taat seperti Kristus (Yoh 14:
23-24; Flp 2: 7-8), melepaskan kemerdekaannya, dan taat kepada pembesar (meletakkan kehendaknya di bawah kehendak pembesar)
demi Kerajaan Allah.
Ketaatan religius adalah ketaatan yang diarahkan kepada kehendak Allah. Ketaatan kepada pembesar merupakan konkretisasi
ketaatan kepada Allah. Maka itu, baik pembesar maupun anggota biasa perlu bersama-sama mencari dan berorientasi kepada kehendak
Allah. Dalam kaul ketaatan pun dapat dibedakan aspek asketis dan aspek apostolis. Dari aspek asketis, ketaatan religius dimengerti
sebagai kepatuhan kepada pembesar, terutama guru rohani. Sementara, dari aspek apostolis ketaatan religius berarti kerelaan untuk
membaktikan diri kepada hidup dan terutama kerasulan bersama.
c. Kaul keperawanan
Hidup berkeluarga adalah hak setiap orang. Dengan mengucapkan dan menghayati kaul keperawanan, orang yang hidup membiara
melepaskan haknya untuk hidup berkeluarga demi Kerajaan Allah. Melalui hidup selibat ia mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti
dan meneladan Kristus sepenuhnya, dan membaktikan diri secara total demi terlaksananya Kerajaan Allah. Dengan kaul keperawanan,
sikap penyerahan diri seorang Kristen dinyatakan dalam seluruh hidup dan setiap segi. Inti kaul keperawanan bukanlah ”tidak kawin”,
melainkan penyerahan secara menyeluruh kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan terus-
menerus berusaha mengarahkan diri kepada Kristus, terutama melalui hidup doa.
Secara singkat, ketiga kaul itu dapat dikatakan sebagai suatu sikap radikal untuk mencintai Bapa (keperawanan), pasrah kepada
kehendak Bapa (ketaatan), serta bergantung dan berharap hanya kepada Bapa (kemiskinan).
SOAL LATIHAN
1. Menurut kalian, apakah kehidupan membiara masih dibutuhkan oleh Gereja dan dunia pada saat ini?
2. Mengapa di banyak negara Barat kehidupan membiara tidak terlalu diminati lagi oleh orang-orang muda?
3. Bagaimana pengamatanmu terhadap biarawan-biarawati di Indonesia?
PELAJARAN 19
CITA-CITA DAN KARIER
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menganalisis hidup seseorang yang sukses;
2. menafsirkan kisah anak muda yang kaya seperti diceritakan oleh Santo Matius (Mat 19: 16-26) dalam kaitannya dengan cita-cita
dan karier;
3. menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya;
4. men-sharing-kan cita-cita beserta pendukungnya, yaitu bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya;
5. menyadari bahwa tidak setiap cita-cita dapat diraih;
6. men-sharing-kan hal-hal yang sudah dilakukan untuk mencapai cita-cita dan mengembangkan karier, serta hal-hal yang masih
harus dilakukan agar bisa mengembangkan karier dengan baik dan mencapai cita-cita.
LATAR BELAKANG
Setiap orang memiliki cita-cita. Begitu juga siswa SMA kelas 3. Siswa yang hampir menyelesaikan pendidikannya di SMA ini tentu
mempunyai cita-cita dalam hubungannya dengan pekerjaan yang akan dipilih untuk menopang dan mengembangkan hidupnya kelak. Hal
ini tidak mengherankan karena setiap orang memang harus memilih dan melaksanakan pekerjaan tertentu, tidak hanya untuk mencari
nafkah, tetapi juga untuk mengembangkan diri menuju kesempurnaan diri secara utuh dan terpadu. Tujuan hidup yang baik selalu
menyangkut pengabdian kepada Allah, kepedulian kepada diri sendiri, dan kepedulian kepada sesama.
Dalam mengejar cita-cita orang harus memilih bidang kerja: bidang ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, politik, dan
sebagainya. Pemilihan bidang kerja semakin penting mengingat pada zaman modern ini spesialisasi semakin mendapat tempat. Selain
itu, dengan memilih pekerjaan tertentu orang dapat melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Perlu disadari
bahwa pemilihan pekerjaan pertama-tama harus didasarkan pada bakat, keterampilan, dan kemampuan; bukan berdasar gengsi, status
(negeri atau swasta, terhormat atau kasar), dan sebagainya. Semua pekerjaan yang baik, apa pun wujudnya, adalah mulia.
Pekerjaan harus dipilih sedemikian rupa sehingga karier orang yang menjalankan pekerjaan itu dapat meningkat. Peningkatan
mutu pekerjaan dapat dilakukan melalui pembinaan. Melalui pembinaan, orang diharapkan dapat menjalankan pekerjaannya secara lebih
efektif dan lebih bisa mengembangkan diri dan kariernya.
Pembinaan dapat dilakukan antara lain melalui belajar, baik formal maupun informal. Dengan adanya tambahan pengetahuan dan
keterampilan, diharapkan ada perubahan yang terjadi dalam diri seseorang, di samping adanya sikap yang baik. Orang dapat belajar
dengan baik bila memiliki motivasi yang kuat serta konsentrasi dan keaktifan.
Perlu disadari bahwa ada kemungkinan cita-cita seseorang tidak dapat tercapai. Dalam hal ini, ia harus realistis, tetapi tidak
putus asa. Ia perlu bertanya dan membuat refleksi mengapa hal itu terjadi.
Para pengikut Kristus diharapkan memiliki cita-cita yang baik. Mereka juga diharapkan untuk meningkatkan cita-cita mereka ke
tingkat yang lebih tinggi, bahkan sempurna. Sebagai contoh, dalam injil Matius diceritakan bagaimana Yesus sangat berkenan kepada
seorang pemuda yang bercita-cita untuk memperoleh hidup yang kekal (Mat 19: 16-26). Yesus mengatakan, agar cita-citanya tercapai,
pemuda itu harus hidup sesuai dengan kehendak Allah. Ternyata, pemuda itu sudah melaksanakan semua kehendak dan perintah Allah.
Yesus lalu mengajak dia agar meningkatkan cita-citanya dengan menghayati hidup yang sempurna, yaitu dengan meninggalkan segala-
galanya dan mengikuti-Nya secara radikal. Sayang, pemuda itu tidak bersedia memenuhi saran dan tantangan Yesus sebab banyaklah
hartanya.
MENGGAPAI CITA-CITA
Setiap orang tentu memiliki cita-cita, ingin berkembang dan menjadi lebih baik, entah dalam kehidupan ekonomi, moral,
kedudukan dalam masyarakat, karier, dan sebagainya. Hal ini tidak mengherankan karena kesempurnaan diri secara utuh dan terpadu
merupakan tujuan hidup setiap orang. Tujuan hidup yang baik selalu mencakup pengabdian kepada Allah, kepedulian terhadap diri
sendiri, dan kepedulian terhadap sesama atau masyarakat. Oleh karena itu, keinginan mengabdi kepada Allah dan sekaligus
mengembangkan diri dan masyarakat merupakan cita-cita yang pantas dipuji.
Usaha mencapai cita-cita dijalankan melalui suatu proses penyempurnaan diri. Upaya penyempurnaan diri dilakukan melalui
pemilihan dan pelaksanaan suatu pekerjaan atau karya tertentu, yang sebaiknya sesuai dengan bakat, minat, dan keterampilan.
Kesempurnaan diri secara utuh dan terpadu menuntut persiapan, ketekunan, dan kesediaan mengembangkan diri melalui peningkatan
pekerjaan yang dilaksanakan, baik dari segi mutu, cara, maupun hasil. Perlu dicatat bahwa perkembangan diri seseorang berguna tidak
hanya bagi dia sendiri, tetapi juga merupakan sumbangan bagi kemajuan masyarakat.
Seperti dikatakan di atas, kesempurnaan diri, yang dicita-citakan semua orang, dicapai melalui pemilihan dan pelaksanaan suatu
pekerjaan tertentu. Dengan kata lain, dalam mengejar cita-cita orang harus memilih bidang karya: ekonomi, pendidikan, sosial,
kesehatan, hukum, politik, dan sebagainya. Pemilihan dan penentuan bidang kerja tertentu ini penting, mengingat pada zaman modern
ini spesialisasi semakin ditonjolkan. Di samping itu, masih ada alasan lain mengapa orang harus memilih pekerjaan tertentu.
1. Orang bisa melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
2. Orang bisa belajar dan mempraktikkan hal-hal yang dipelajari selama masa pendidikannya.
3. Orang bisa merencanakan serta mengembangkan pekerjaannya, dan dengan demikian mengembangkan kariernya.
Perlu disadari bawah pemilihan pekerjaan pertama-tama harus didasarkan pada bakat, keterampilan dan kemampuan, bukan
berdasar gengsi status kerja (negeri atau swasta), status pekerjaan (terhormat atau kasar), dan sebagainya. Semua pekerjaan yang
baik, apa pun wujudnya adalah mulia.
Di samping belajar, dalam bekerja diperlukan juga sikap mental yang baik: jujur, tekun, sabar, disiplin, bertanggung jawab, dan
rendah hati. Sebaliknya, pekerjaan dan karier seseorang akan terhambat oleh sikap mental yang tidak baik, misalnya: memilih-milih
pekerjaan, menghina pekerjaan kasar, ambisius tetapi malas, suka mencari yang mudah, tidak jujur, tidak disiplin, dan tidak
bertanggung jawab. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan dan pengembangan
pekerjaan dan karier.
Meskipun setiap orang berkeinginan untuk memilih atau melakukan pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai kesempurnaan
dirinya, bisa jadi cita-cita itu tidak dapat tercapai. Dalam hal ini, orang itu harus realitis, tidak berputus asa. Ia perlu membuat
refleksi: apakah cita-cita yang dipilihnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya? Apakah ia sudah sungguh-sungguh berusaha
mencapai cita-citanya? Apakah ia perlu mengubah cita-citanya?
Dari apa yang telah kita bicarakan sampai sekarang, beberapa hal bisa kita cermati.
Seperti yang diceritakan oleh Matius dalam kutipan di atas, setiap orang tentu memiliki cita-cita. Dalam cita-cita seseorang,
tersirat keinginannya untuk mengembangkan atau menyempurnakan dirinya. Pemuda kaya dalam kutipan di atas memiliki cita-cita
untuk memperoleh hidup yang kekal. Dalam keinginannya memperoleh hidup yang kekal itu, tampak niat pemuda itu untuk menjadi
sempurna.
Cita-cita tidak boleh tetap tinggal cita-cita. Perlu ada usaha untuk mengubah cita-cita menjadi kenyataan. Maka itu, tidak
mengherankan jika dalam kutipan di atas dikatakan bahwa pemuda itu pergi menemui Yesus, guru kesempurnaan yang termahsyur itu,
dan menanyakan hal-hal apa saja yang perlu ia perbuat agar cita-citanya menjadi kenyataan. Yesus tampaknya berkenan akan cita-cita
pemuda itu.
Maka, Ia memberitahu pemuda itu apa yang harus ia lakukan agar cita-citanya tercapai, yaitu mengikuti semua perintah
Allah. Pemuda itu menjawab bahwa semua yang dikatakan Yesus itu sudah dilaksanakannya. Kemudian, Yesus menyarankan dan
sekaligus memberikan tantangan dengan mengatakan agar pemuda itu tidak puas dengan apa yang telah dicapai atau dilaksanakan,
tetapi berusaha menjadi sempurna dengan meninggalkan segala miliknya dan mengikut Yesus. Sayang, pemuda itu tidak mengikuti
saran Yesus. Dengan demikian, pengembangan dirinya terhambat.
SOAL LATIHAN
1. Mengapa seseorang memiliki cita-cita?
2. Mengapa kita harus memilih suatu pekerjaan?
3. Mengapa pekerjaan dan karier kita perlu dikembangkan?
4. Bagaimana orang bisa mencapai dan mengembangkan karier?
5. Apa yang dikatakan oleh Yesus tentang cita-cita?
PELAJARAN 20
KERJA
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada akhir pelajaran, saya dapat:
1. menganalisis arti dan pentingnya bekerja;
2. menjelaskan hubungan antara kerja dan istirahat (Firman 3);
3. menjelaskan hubungan antara kerja dan doa;
4. menjelaskan arti bekerja sebagai panggilan hidup dan partisipasi dalam karya penciptaan;
5. men-sharing-kan pengalaman kerja dan maknanya.
LATAR BELAKANG
Kita bangga memiliki tanah air yang kaya: memiliki sumber alam yang melimpah dan tanah yang subur. Namun, jika tidak disertai
kemampuan dan kemauan bekerja, semua itu hampir tidak ada artinya. Perkembangan diri dan kemajuan masyarakat memerlukan kerja
keras. Memang kerja merupakan kegiatan manusia yang dimaksudkan bagi kemajuan manusia, jasmani maupun rohani, dan
mempertahankannya. Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan kerja.
Pertama, kerja memerlukan pemikiran secara sadar perlu diarahkan ke tujuan tertentu, dan oleh karenanya merupakan
keistimewaan makhluk yang berakal budi. Sebagai konsekuensi lebih lanjut, manusia tidak boleh dipaksa untuk melaksanakan kerja
tertentu karena hal itu bertentangan dengan hak azasi manusia.
Kedua, Perlu diingat bahwa setiap pekerjaan yang halal sama mulia dan luhurnya meskipun jika dilihat dari segi tujuan dan hasil,
nilai suatu pekerjaan bisa melebihi yang lainnya. Namun, nilai insani serta martabatnya tidak berubah karenanya.
Orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, untuk memperoleh kedudukan dan kekayaan ekonomi yang menjamin kehidupan
jasmaninya pada masa depan. Dalam hal ini, kita menemukan nilai kerja yang bersifat jasmani.
Selain itu, orang bisa bekerja untuk memajukan teknik dan kebudayaan. Dalam hal ini, yang diperjuangkan dengan bekerja bukan
hanya nilai jasmani, tetapi juga nilai yang bersifat ”bukan jasmani’ (rohani). Dengan bekerja, orang dapat menyumbangkan sesuatu demi
kemajuan teknik atau kebudayaan. Namun, akhirnya, yang perlu kita perhatikan adalah bahwa dengan bekerja orang menyempurnakan
dirinya sendiri, dengan bekerja orang mengembangkan kepribadiannya, dengan bekerja orang memanusiakan dirinya.
Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta Ia bekerja enam hari lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (Kej 1: 1-2:
3). Bahkan, Ia tetap bekerja sampai hari ini (Yoh 5: 17). Sebagai citra Allah, manusia harus meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua
orang harus bekerja, apa pun kedudukan sosial atau jenis kelaminnya: ”Enam hari lamanya engkau melakukan pekerjaanmu …” (Kel 23:
12). Dengan bekerja sehari-hari manusia berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta. Ia diajak untuk turut menyempurnakan diri
sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya). Sekaligus, dengan bekerja manusia memuliakan Allah dan mengabdi
kepada-Nya sebagai tujuan akhir.
Dengan bekerja, hidup memperoleh arti. Maka, demi kehormatan terhadap martabat manusia, tidak seorang pun boleh dihalangi
bekerja; dan demi harga diri setiap orang harus bekerja menanggung hidupnya sendiri dengan nafkah yang ia peroleh dan mendukung
hidup bersama.
Tuhan tidak hanya bekerja, tetapi juga beristirahat. Hari ketujuh merupakan hari istirahat, setelah enam hari sebelumnya Ia
bekerja. Ia juga menyuruh manusia untuk beristirahat setelah bekerja: ”… hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka
jangan melakukan sesuatu pekerjaan …” (Kel 20: 10). Oleh karena itu, manusia tidak dapat dipaksa untuk bekerja secara terus-
menerus. Ia juga harus diberi kesempatan untuk beristirahat.
Karena memerlukan istirahat, manusia seharusnya bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan oleh para petani dalam
masyarakat pedesaan. Peredaran hari dan pergantian musim menetapkan irama kerja dan istirahat. Namun, di dunia industri irama
semacam itu hancur. Orang bekerja dalam irama mesin dan di bawah perintah orang lain. Tidak jarang orang kehilangan haknya untuk
beristirahat demi target produksi. Dengan demikian, kerja bukan merupakan bagian hidup manusia lagi, tetapi hanya merupakan sarana
untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain, pekerjaan menjadi sarana produksi semata-mata dan dengan demikian
merendahkan martabat manusia.
Perlu kita ingat: pekerjaan itu bernilai karena manusia sendiri bernilai! Dalam situasi di mana manusia tidak dapat menikmati nilai
kerjanya secara pribadi dan langsung, upah dan kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan nilai kerjanya. Dalam hal ini,
manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat produksi, bukan sebagai citra Allah. Suatu hal yang merendahkan martabat manusia!
Telah dikatakan bahwa pada hari ketujuh manusia diperintahkan untuk beristirahat, berhenti bekerja, guna merayakan Sabat,
hari Tuhan. Orang tidak hanya diperintahkan untuk bekerja, tetapi juga memuliakan Tuhan, berdoa. Memang ada hubungan antara
berdoa dan bekerja. Doa menjadikan kerja manusia mempunyai aspek religius. Doa dapat mendorong manusia bekerja lebih tekun, lebih
tabah, dan lebih tawakal.
2. Makna Kerja
Ada berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Akan tetapi, kita akan membatasi diri melihat makna kerja
ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, dan antropologi.
b. Makna sosiologis
Kerja, selain sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga mengarah kepada pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
c. Makna antropologis
Kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadinya. Dengan kerja, manusia
menjadi lebih manusia dan lebih bisa menjadi teman bagi sesamanya dengan menggunakan akal budi, kehendak,
tenaga, daya kreatif, serta rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum.
3. Tujuan kerja
Sejalan dengan makna kerja, tujuan kerja dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Mencari Nafkah
Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, untuk mengembangkan kehidupan jasmani dan
mempertahankannya. Artinya, orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memperoleh kedudukan serta
kejayaan ekonomis, yang menjamin kehidupan jasmaninya pada masa depan. Nilai yang hendak dicapai bersifat
jasmani.
b. Memajukan Teknik dan Kebudayaan
Nilai yang hendak dicapai lebih bersifat rohani. Dengan bekerja, orang dapat memajukan salah satu cabang
teknologi atau kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai yang paling tinggi.
c. Menyempurnakan Diri Sendiri.
Dengan bekerja, manusia lebih menyempurnakan dirinya sendiri. Ia menemukan harga dirinya. Atau lebih
tepat: ia mengembangkan kepribadiannya. Dengan kerja, manusia lebih memanusiakan dirinya.
d. Memuliakan Tuhan
(akan dibahas pada pelajaran berikutnya).
Akhirnya, perlu dicatat bahwa doa dan kerja memang merupakan dua unsur yang hakiki dalam kehidupan manusia. Keduanya
berhubungan erat, tetapi tidak boleh dianggap seakan-akan keduanya sama saja.
Dalam kegiatan insani, dengan bekerja orang selalu, bahkan pertama-tama, mencari suatu nilai insani yang bukan Allah
sendiri, misalnya untuk memperoleh nafkah. Memang hal itu akhirnya dapat diarahkan kepada Tuhan demi kemuliaan-Nya, tetapi tidak
secara langsung dan serta merta. Dalam doa, kita dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Akhirnya, perlu ditandaskan lagi bahwa
doa dan kerja berkaitan sangat erat. Semakin orang bekerja, seharusnya semakin berdoa. Mengapa?
1. Jika pekerjaan semakin banyak, ada bahaya orang semakin tenggelam dan terikat pada pekerjaannya. Maka, doa sebagai
refleksi atas kerja harus ditingkatkan supaya pekerjaan yang banyak tersebut tetap murni dalam segala aspek.
2. Jika pekerjaan semakin banyak, tentu semakin dibutuhkan kekuatan dan dorongan. Doa sering kali bisa menjadi kekuatan
bagi orang beriman. Doa dan kerja seharusnya merupakan ungkapan dan perwujudan iman seseorang!
SOAL LATIHAN
1. Sering dikatakan bahwa pekerjaan menarik becak tidak manusiawi! Benarkah demikian? Jelaskankah!
2. Mengapa pada umumnya orang tidak mau menjadi penganggur?
3. Apa makna dari istirahat sesudah bekerja?
SUMBER
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Iman Katolik. Kanisius: Yogyakarta, 1996.
A. Heuken SJ. Ensiklopedi Gereja. Cipta Loka Caraka: Jakarta, 1991.
Alex Lanur. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Kanisius: Yogyakarta, 1995.
Tim Penulis. “Umat Katolik Indonesia dan Wawasan Kebangsaan.” Dalam: Orientasi Baru. Pustaka Filsafat dan Teologi No. 9, Tahun
1995: Kanisius: Yogyakarta, 1995.
Dr. P. Hardono Hadi. Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Kanisius: Yogyakarta, 1994.
Kitab Suci (Kej 11: 1-9 dan Kis 2: 1-13).
Rm. Yosef Lalu Pr. Yesus Teladanku I. PAK SLTA. Penerbit Obor: Jakarta.
Yayasan Cipta Loka Caraka. Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila.
Rm. Yosef Lalu Pr. Yesus Teladanku III. PAK SLTA, Penerbit Obor: Jakarta.
A. Heuken SJ. Persiapan Perkawinan. Yayasan Cipta Loka Caraka: Jakarta.
……………….Ensiklopedi Gereja. Yayasan Cipta Loka Caraka: Jakarta.
Dokumen Konsili Vatikan II. Terjemahan R. Hardawiryana SJ, Penerbit Obor.
Dr. Al. Purwa Hadiwardaya MSF. Perkawinan Menurut Islam dan Katolik Implikasinya Dalam Kawin Campur. Kanisius: Yogyakarta, 1991.
Tim Pembinaan Persiapan Berkeluarga DIY. Membangun Keluarga Kristiani. Kanisius Yogyakarta, 1986.
Kitab Hukum Kanonik (Cadex Luris Canonici), terj. V. Kartosiswoyo Pr, dkk. Penerbit Obor: Jakarta, 1995.
CLC. Ensiklopedi Orang Kudus. Percetakan PT Enka P: Jakarta, 2000.
Darminta, J. SJ. Hidup Berkaul. Kanisius: Yogyakarta, 1975.
Komkat KWI. Yesus Teladanku. Buku Guru Kelas 3. Obor: Jakarta, 1986.
SAV Puskat. Cerita Binatang. Komkat KWI: Jakarta, 1994.
Puskat. Meraih Hari Depanku II. Seri Puskat 172.
SAV Puskat II, Paus, Ensiklik ”Laborem Exercens” tentang Kerja Manusia, Dokpen KWI, Jakarta, 1995.