Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel
berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok
terutama pada atau dekat sambungan mukokutan.Herpes simpleks disebabkan
oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang dapat berlangsung
primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold sore,
herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis (Handoko, 2010).

Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria


maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh
HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV
tipe II biasanya terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006) pada
dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Infeksi HSV berlangsung dalam tiga tingkat : infeksi primer, fase laten dan
infeksi rekurens (Handoko, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari herpes simpleks?

2. Apa penyebab dari herpes simpleks?

3. Bagaiman Patofisiologi dari herpes simpleks?

4. Bagaimana Manifestasi klinis dari herpes simpleks?

5. Bagaimana penatalaksanaan dari herpes simpleks?

6. Apa pengertian dari herpes zoster?

7. Apa penyebab dari herpes zoster?

1
8. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?

9. Apa saja klasifikasi dari herpes zoster?

10. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?

11. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari herpes zoster?

12. Bagaimana penatalaksanaan dari herpes zoster?

13. Bagaimana asuhan keperawatan teori pada herpes simpleks dan herpes
zoster?

1.3 Tujuan

2 Untuk mengetahui pengertian dari herpes simpleks.

3 Untuk mengetahui penyebab dari herpes simpleks.

4 Untuk mengetahui patofisiologi dari herpes simpleks.

5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari herpes simpleks.

6 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari herpes simpleks.

7 Untuk mengetahui pengertian dari herpes zoster.

8 Untuk mengetahui penyebab dari herpes zoster.

9 Untuk mengetahui patofisiologi dari herpes zoster.

10 Untuk mengetahui klasifikasi dari herpes zoster.

11 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari herpes zoster.

12 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari herpes zoster.

13 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.

14 Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori pada herpes simpleks dan herpes
zoster

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpes Simpleks

2.1.1 Definisi Herpes Simpleks

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes


simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).

Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau


lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia eksterna (Smeltzer, Suzanne C,
2010). Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan
afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem saraf

2.1.2 Etiologi

HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan


menimbulkan luka di bibir semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan
melalui ciuman mulut atau bertukar alat makan seperti sendok – garpu
(misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga bisa
menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.

HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga


suka disebut genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau
vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia
dilahirkan secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya
ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di
mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di
bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak

3
2.1.3 Patofisiologi

Infeksi primer dimulai 2 sampai 20 hari setelah mengalami kontak.


Infeksi genitalia HSV tipe 1 dan 2 secara klinis identik. Individu dengan
riwayat lesi oral dan antibodi HSV tipe 1 cenderung untuk menderita HSV
tipe 2 yang tidak begitu berat. Infeksi primer dapat menimbulkan lesi atau
gejala yang ringan atau tidak ada sama sekali. Akan tetapi, pada wanita
infeksi herpes genitalis primer secara khas ditunjukkan oleh adanya vesikel
multipel pada labia mayora dan minora, menyebar pada peineum dan paha,
yang kemudian berlanjut menjadi tukak yang sangat nyeri.

HSV mempunyai kemampuan untuk reaktivasi melalui beberapa


rangsangan (misalnya : demam, trauma , stres emosional, sinar matahari,
dan menstruasi). HSV-1 dapat aktif kembali dan lebih sering pada bagian
oral daripada genitalia. Sementara itu, HSV-2 dapat aktif kembli 8-10 kli
lebih sering di daerah genital daripada di daerah orolabial. Reaktivasi lebih
umum dan parah terjadi pada individu dengan kondisi penurunan fungsi
imun.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan


dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV
dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia
berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010).

Infeksi herpes simplex virus (HSV) dapat ditegakkan dengan cara


isolasi virus pada kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan bergantung
pada operator, dan pemeriksaan kultur dapat menghasilkan hasil yang
positif daalm 48 jam setelah inokulasi.

2.1.5 Penatalaksanaan

Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim
yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P)

4
atau preparat asiklovir (zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan
dosis 5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan
penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral asiklovir
atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang
lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).

2.2 Herpes Zooster

2.2.1 Definisi Herpes Zooster

Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang


merupakan reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah
menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit
neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar ular)
adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.
Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes
zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi
virus variselo-zaster yang menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan
nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar
eritematoso.

2.2.2 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster.


Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic,
deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa
inkubasinya 14–21 hari.
a) Faktor Resiko Herpes zoster.

5
1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini
akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita
herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.

2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan


(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada
ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.

2.2.3 Patofisologi

Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells
zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini
dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.

2.2.4 Klasifikasi

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

a. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster


yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut
saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan nyeri
kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi
seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1

6
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak
kelar air mata, kelopak mata bengkak dan suka
b. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf
fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
c. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
d. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
e. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
f. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

2.2.5 Manifestasi Klinis

a. Gejala prodomal

1) Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang


berlangsung selama 1 – 4 hari.
2) Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala,
fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin

7
( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi
selama erupsi kulit.

3) Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan,


sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata.
Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi
penglihatan dan lain – lain.
b. Timbul erupsi kulit

1) Kadang terjadi limfadenopati regional

2) Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas


pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik.
Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di
daerah ganglion torakalis.
3) Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian
terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–
10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
4) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–
kadang sampai hari ke- 7
5) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)
6) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk


membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps Zooster :
a. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat

8
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

d. Pemeriksaan histopatologi

e. Pemerikasaan mikroskop electron

f. Kultur virus

g. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)

h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:

1) Virologi:

a) Mikroskop cahaya.

b) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).

c) PCR,

d) Kultur Virus,

2) Serologi

a) ELISA,

b) Western Blot Test,

c) Biokit HSV-II.
2.2.7 Penatalaksanaan Medis

Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu.


Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan
mengeringkan inflamasi.
a. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
b. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan

9
burrow 3 x sehari selama 20 menit.
c. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah
rasa nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol
dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika tidak cukup
membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk
meresepkan analgesik yang lebih kuat.

10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

1. Identitas Klien
Herpes Simpleks dapat terjadi pada semua orang disemua umur,
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin dapat terjadi
pada pria maupun wanita. Penjaja seks mengalami risiko tinggi
terhadap herpes simpleks.

Sedangkan pada herpes zoster penyakit ini sering terjadi pada anak
usia 10 tahun atau kelompok dewasa. Jenis kelamin (tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan).

2. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita herpes simpleks datang
ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
Sedangkan pada herpes zoster keluhan utamanya adalah rasa sakit,
nyeri, dan pegal (neuritis) serta adanya vesikel yang berkelompok
sepanjang satu dermatom. Sedangkan herpes simpleks merasakan nyeri
pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase
awal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada herpes simplek kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan
klien. Pada beberapa kasus, timbul lesi atau vesikel berkelompok pada
penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai
peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma
fisik maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama
pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang
luas.
Pada herpes zoster, biasanya klien mengeluh sudah beberapa hari
demam dan timbul rasa gatal atau nyeri pada dermatom yang terserang,

11
klien juga mengeluh nyeri kepala dan badan terasa lelah. Pada daerah
yang terserang, mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika,
setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering di derita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpes simpleks atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada herpes simplek ada anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini. Sedangkan pada herpes zoster, biasanya keluarga
atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes zoster, atau klien
pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
6. Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian
muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan
konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal
diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri. Disamping itu,
perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan informasi atau pengetahuan
yang di miliki tentang penyakit ini. Reaksi yang mungkin timbul
adalah:
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh
b. Menarik diri dari kontak sosial
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
7. Pola-pola kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Penderita pada umumnya personal hygienenya kurang dengan tata
laksana hidup yang tidak sehat karena keadaan ekonomi yag sosial
rendah.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Pada umumnya pasien yang menderita herpes tidak memiliki gangguan
nutrisi dan metabolism.

12
c. Pola eliminasi
Terjadi gangguan buang air besar dan buang air kecil pada penderita
herpes simpleks genitalis.
d. Pola istirahat dan tidur
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat dan tidur.

e. Pola aktivitas dan latihan


Pada umumnya aktivitas pasien yang mengalami herpes terganggu
karena ada lesi pada kulit dan rasa nyeri.

f. Pola persepsi diri


Adanya kecemasan, menyangkal, perasaan tidak berdaya dan tidak
punya harapan sehingga terjadi perubahan mekanisme dan perubahan
dini yang terpenting.

g. Pola persepsi dan pengetahuan


Biasanya pasien dengan herpes memiliki pendidikan yang rendah maka
terjadi kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita oleh klien
dan klien tidak tahu tentang cara hidup dan pengetahuan perawatan
dini.

h. Pola penanggulangan stress


Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan
keluarga. Biasanya pasien dengan herpes zoster yang berat mengalami
tingkat stress nya tinggi.

i. Pola reproduksi seksual


Pada umumnya klien dengan herpes terjadi penurunan disfungsi seksual
atau kadang-kadang tidak terjadi gangguan pada pola lain.

j. Pola hubungan dan peran

13
Pada umumnya klien dengan herpes memilki gangguan hubungan peran
terutama dengan teman dan lingkungan sekitarnya dan lebih memilih
untuk menyendiri
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada umumnya terjadi distress spiritual pada penderita namun kadang-
kadang ada penderita yang lebih tekun dalam beribadah setelah
mendapatkan penyakit herpes

3.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya
tahan tubuh klien. Pada kondisi awal atau saat proses peradangan, dapat terjadi
peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain.
Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans
penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang
perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan
serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran atau luas, warna, dan keadaan
lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran pada beberapa
kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu
terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara
fisiologis, terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan
pernapasan, dan peningkatan tekanan darah pada perilaku, dapat juga dijumpai
menangis, merintih, atau marah. Melakukan pengukuran nyeri dengan
menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala
yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia dan libatkan anak dalam pemilihan.
Sedangkan pada herpes zoster, tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
bersifat individual sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri dengan
menggunakan skala nyeri. Apabila nyeri tersa hebat, tanda-tanda vital cenderung

14
akan meningkat. Pada inspeksi kulit ditemukan adanya vesikel berkelompok
sesuai dengan alur dermatom (ini tanda yang khas pada herpes zoster karena virus
ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis).
Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat
menjadi pustula dan krusta. Apabila yang terserang adalah ganglion kranialis,
dapat ditemukan adanya kelainan motorik.

3.3 Pemeriksaan Laboratorium


1. Pada herpes simplek ditemukan hasil uji Tzank positif.
2. Pada herpes zoster, terdapat sitologi (64% zanck smear positif), adanya
sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel okantolitik.
3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubugan dengan proses penyakit

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


pigmentasi kulit
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh
5. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

15
3.1.5 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kritera hasil Intervensi


1 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi penyebab
berhubugan dengan keperawatan diharapkan hipertermia
penyakit suhu tubuh dalam rentang b. Monitor suhu tubuh
berada pada rentang normal c. Monitor haluaran
dengan kriteria hasil: urine
a. Suhu tubuh d. Sediakan lingkungan
membaik yang dingin
b. Kulit merah menurun e. Longgarkan atau
c. Tekanan darah lepaskan pakaian
membaik f. Berikan cairan oral

2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi lokasi


berhubungan keperawatan diharapkan karakteristik, durasi,
dengan agen cidera tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas,
biologis dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
b. Kontrol lingkungan
a. Keluhan nyeri menurun
b. Gelisah menurun yang memperberat rasa
c. Kesulitan tidur menurun
nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

16
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi penyebab
integritas kulit keperawatan diharapkan gangguan integritas
berhubungan integritas kulit meningkat kulit
dengan perubahan dengan kriteria hasil :
pigmentasi kulit

17
(timbul bula, - Kerusakan jaringan b. gunakan produk
kemerahan) menurun berbahan ringan/alami
- Kerusakan lapisan kulit dan hipoalergik pada
menurun kulit sensitive
- Nyeri menurun c. hindari produk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
kering
d. ajarkan meningkatkan
asupan nutrisi
4 Gangguan citra diri Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi harapan
berhubungan keperawatan diharapkan citra tubuh berdasarkan
dengan penyakit citra tubuh meningkat tahapan perkembangan
dengan kriteria hasil: b. Monitor frekuensi
a. Melihat bagian tubuh pernyataan terhadap diri
meningkat sendiri
b. Menyentuh bagian c. Diskusikan perbedaan
tubuh meningkat penampilan fisik
c. Verbalisasi kecacatan terhadap harga diri
bagian tubuh d. Latih peningkatan
meningkat penampilan diri

18
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda dan
berhubungan keperawatan diharapkan gejala infeksi lokal dan
dengan kerusakan tingkat infeksi menurun sistemik
integritas kulit dengan kriteria hasil : b. batasi jumlah
a. Kebersihan tangan pengunjung
meningkat c. cuci tangan sebelum
b. Kebersihan badan dan sesudah kontak
meningkat dengan pasien dan
c. Nafsu makan meningkat lingkungan pasien
d. Nyeri menurun d. jelaskan tanda dan
gejala infeksi
e. ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar

19
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau


lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia eksterna (Smeltzer, Suzanne C,
2010). Herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan
afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem saraf

HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan


menimbulkan luka di bibir semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan
melalui ciuman mulut atau bertukar alat makan seperti sendok – garpu
(misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga bisa
menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.

HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga


suka disebut genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau
vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia
dilahirkan secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya
ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di
mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di
bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak

4.2 Saran

Meskipun sampai saat ini belum diketahui adanya penyakit yang


disebabkan oleh virus Herpes, akan tetapi hendaknya kita selalu waspada terhadap
virus Herpes, mengingat virus ini sangat cepat menular, menyebabkan kematian,
dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang bisa mencegah infeksi virus
Herpes.

20
DAFTAR PUSTAKA

Rahariyani, Lutfia Dwi. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Integumen. Jakarta : EGC

Handoko, Ronny P., 2010. Herpes Simpleks. Dalam : Djuanda, A, Hamzah, M


Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

DPP PPNI, 2017., Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

DPP PPNI, 2018., Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

DPP PPNI, 2018., Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

21

Anda mungkin juga menyukai