Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis dan
cara pemberiannya. Racun adalah suatu bahan yang jika diserap oleh organisme
hidup dapat membunuh dan meluakai. Racun dapat diserap melalui system
pencernaan (mulut), inhalasi (paru), intravena (darah), kulit atau melalui rute
lainnya.
TANDA GEJALA
Karena gejala yang timbul yang timbul sanagt bervariasi, kita harus mengenal
gejala yang ditimbulkan oleh setiap agens agar dapat bertindak dengan cepat dan
tepat pada setiap kasus dengan dungaan keracunan.
Seseorang dicuragai menderita keracunan bila :
1. Seorang yang sehat mendadak sakit.
2. Gejala tidak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
3. Gejala menjadi progesif dengan cepat karena dosis yang besar dan
intolerebel.
4. Anamnestic menunjukkan kearah keracunan, terutama pada kasus bunuh
diri/kecelakaan.
5. Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat-zat kimia.
PENATALAKSANAAN
Prinsip :
1. Mencegah/menghentikan penyerapan racun.
2. Mengeluarkan racun yan telah disera.
3. Pengobatan simtomatik.
4. Pengobatan spesifik dan antidotum.
Yang mana ke empat hal tersebut yang paling penting, berbeda pada setiap kasus,
oleh karena itu urutan di atas bukanlah menyatakan urutan tindakan yang pasti,
melainkan berubah tergantung mana yang lebih darurat.
Tinitus, demam,
Salisilat hiperventilasi, keringat, -Emnesis dan bilas lambung
LD 20-30 g mual, muntah, delirum, masih efektif sampai 6-8jam
Aspirin kejang, koma lalu beri pencahar
Pada anak: asidosis -infus glukosa 10%: NaCl
metabolik 0,9% = 2 : 1
Pada dewasa: alkalosis - bila asidosis: NaHCO3 1-2
repiratorik mEq/kg BB IV: anak 3-4
mEq/kg BB IV
- KCI 3-5 mEq/kg
BB/24jam IV
-Vit K 25-50mg/hari IM
Sianida
-singkong racun Nyeri kepala, mual, -inhalasi amilnitrit 0,2 mL
mengantuk, hipotensi, setiap 2 menit (kecuali bila
takikardia, dispea, kejang, sistolik kurang 80mmHg)
koma. Dapat meninggal -Na-nitrit 3% 10 mL IV
dalam 1-15 menit dalam 3 menit dan Na-
tiosulfat 25% 50 mL IV
Timah hitam dalam 10 menit
-plumbum (Pb) Inhalasi akut: insomnia,
nyeri kepala, ataksia, manik, - pencahar
kejang -Ca-glukonat 10% 10mL IV
Ditelan akut: haus, rasa dan Ca-diNa-EDTA 25-
terbakar diperut, mual, diare, 35mg/kg BB dalam larutan
ataksia, kejang. 3% per drip selama 1 jam,
Kronik: rasa mental dalam 2x/hari selama 5-7hari.
mulut lead line Ulangi setelah istirahat 7
hari dan
-penisilamin 2x15-20 mg/kg
Iodium tingtura BB oral
LD 30-60 mL
Larutan 7% Digusi, kolik usus, diare,
basophilic, stippling, Bilas lambung, dengan air
kopropofirin uri, tajin dan susu bila ada
ensefalopati dengan: Na-tiofulfat 10%
Korosi pewarnaan, kolaps
sirkulatorik, nefritis,
delirium, stupor.
Gigitan Ular
1. Biologi
Gigi taring ular berbisa merupakan pipa berlubang yang panjan dan terpasang ke
depan dalam rahang atas, ideal untuk pelepasan bisa yang dalam. Ular berbisa dapat
mengendalikan posisi gigi dan bentuknya bisa yang disuntikkan dan ini mungkin
menerangkan variabilitas efek toksik berbagai gigitan. Gigi taring “coral snake”
terfiksasi. Ular besar menghasilkan lebih banyak bisa daripada ular kecil.
2. Manifestasi klinis
Pada gigitan crotalus hampir selalu terjadi destruksi jaringan lokal yang hebat.
Timbul edema dan eritema, menyebabkan sensai subyektif berupa nyeri hebat.
Permeabilitas pembuluh darah terganggu, dan ekstravasasi plasma dan darah ke
dalam jaringan menimbulkan pembentukan ekimosis dan bula. Pengelupasan
jaringan sering terjadi pada tempat luka.
Bila bisa dalam jumlah banyak disuntikkan, timbul efek sistemik yang hebat. Sering
terjadi nekrosis jaringan masif dan edema seluruh extremitas. Sel darah merah
membengkak dan menjadi berbentuk sferis, beberapa mengalami lisis. Hematokrit
turun dan jumlah platelet berkurang dengan mencolok. Waktu perdarahan,
koagulasi dan protombin meningkat. Hematuri, melena, hematemesis, eoistaksis
dan hemoptisis mungkin terjadi. Dinding pembuluh darah berubah dan resistensi
dalam vena postkapiler meningkat, menyebabkan “pooling” darah dalam paru dan
dada.
Lesi ginjal akibat bisa ular glomerulonefritis, sering disertai dengan enderteritis
proliferatif progresif dan nekrosis korteks. Bisa Elapidae (‘core snake’) kurang
menyebabkan kerusakan jaringan dan perubahan neuromuskular jauh lebih besar.
Penanganan gigital ular harus mengikuti urutan yang rasional. Berikut panduan
yang dianjurkan:
1. Mempertahankan absorbsi bisa. Torniket bisa dibiarkan terpasang selama 2
jam. Tetapi, torniket harus membendung aliran kembali vena limfe dan
bukan aliran arteri. Pemakaian air es merupakan kontraindikasi mutlah.
2. Mengeluarkan bisa sebanyak mungkin dari luka. Insisi pada jejasgigitas dan
pengisapan bisa telah lama dianjurkan dan sebagai terapi lapangan darurat
di daerah terpencil yang masih bermanfaat.
3. Netralisasi bisa. Pemberian antivenin polivalen.
4. Mencegah atau mengurangi efek bisa. Bila perlu, infus saline, plasma, daah
dan obat vasopresor harus diberikan untuk mencegah syok.
5. Mencegah komplikasi. Antibiotik spektruk luas diberikan untuk
memberantas nfeksi dan diberikan toksid tetanus atau tetanus imune
globulin.
Penderita yang disebut ‘coral snake’ harus dirawat di rumah sakit selamat 48
jam guna observasi ketat, karena efek bisa ini khas lambat terjadi. Bisa harus
dibersihkan karena bersifat toksik, dalam jumlah sedikit mungkin masi
tertinggal di kulit.
Bila terjadi paralisis pernafasan, intubasi dan bantuan respirasi diperlukan.