Anda di halaman 1dari 8

1

Aksara Jawa adalah salah satu aksara turunan dari aksara Bhrahmi. Aksara Jawa juga masuk
dalam tulisan dengan sistem Abugida, artinya tulisan aksara jawa ditulis dari kiri ke kanan.
Berbeda dengan aksara arab yang ditulis dari kanan ke kiri.

Tiap aksara jawa melambangkan suatu suku kata dan telah ditentukan sebelumnya posisi
aksara dalam kata tersebut. Uniknya, dalam menulis aksara jawa tidak digunakan spasi atau
scriptio continua. Oleh karena itu pembaca harus paham teks bacaan bila ingin membedakan
tiap katanya.

Aksara Jawa dikenal pula dengan Hanacaraka. Hal ini karena aksara jawa paling dasar adalah
hanacaraka. Tetapi sebenarnya selain aksara carakan masih ada beberapa aksara jawa lainya.
Berikut ulasan lengkap soal aksara Jawa.

1. Aksara Jawa Carakan

Aksara satu ini dikategorikan dalam aksara dasar. Carakan bisa berarti nama-nama yang
dipakai untuk menuliskan kata-kata dalam bahasa jawa. Di dalam setiap aksara carakan ini,
terdapat bentuk pasangannya masing-masing. Misal aksara pasangan digunakan untuk
mematikan aksara vokal sebelumnya.

Aksara carakan dalam bahasa jawa terdiri dari:

Ha Na Ca Ra Ka Pa Dha Ja Ya Nya
Ada sebuah kisah Mereka sama-sama sakti
Da Ta Sa Wa La Ma Ga Ba Tha Nga
Terjadi sebuah pertarungan Dan akhirnya semuanya mati

Perlu diingat, setiap aksara carakan memiliki makna tersendiri. Dalam berbagai sumber
disebutkan, berikut makna dalam aksara carakan tersebut:

Adapun makna dari aksara Jawa adalah sebagai berikut:

 Huruf Ha merupakan hana hurup wening suci. Dalam bahasa Indonesia diartikan
sebagai adanya hidup adadalah kehendak dari Tuhan yang Maha Suci.
2

 Huruf Na merupakan Nur Candra atau warsitaning Candara. Dalam bahasa Indonesaia
berarti pengharapan yang dilakukan manusia agar selalu mengharapkan adanya sinar
dari Ilahi.
 Huruf Ca merupakan cipta weding, cipta dadi, ataupun cipta mandulu. Bisa diartikan
sebagai suatu arah dan tujuan yang diberikan oleh Sang Maga Tunggal.
 Huruf Ra merupakan rasaingsun handulusih yang berarti cinta sejati adalah cinta
yuang muncul dari cinta kasih dalam nurani.
 Huruf Ka merupakan karsaningsun memayuhayuning bawana yang berarti sebuah
hasrat yang ditujukan untuk sebuah kesejahteraan alam.
 Huruf Da merupakan dumadining Dzat kang tanpa winangenan yang berarti bahwa
kita harus menerima kehidupan ini dengan lapang dada dan apa adanya.
 Huruf Ta merupakan tatas, titis, tutus, titi lan wibawa yang berarti sesuatu yang
mendasar, totalitas dalam memandang sebuah hidup.
 Huruf Sa merupakan suram ingsun handulu sifatullah yang berarti pembentukan kasih
sayang sebagaimana kasih yang berasal dari Tuhan.
 Huruf Wa merupakan wujud hana tan kena kinira yang berarti ilmu manusia yang
hanya terbatas, hanya saja implementasinya sangat tidak terbatas.
 Huruf La merupakan lir handaya paseban jati yang berarti menjalankan hidup semata-
mata hanya demi untuk memenuhi tuntutan Tuhan.
 Huruf Pa merupakan papan kang tanpa kiblat yang berarti hakihat Tuhan yang
sejatinya ada tanpa arah.
 Hruuf Dha merupakan duwur wekasane endek wiwitane yang berarti untuk bisa
mencapai puncak harus dimulai dari dasarnya dahulu atau dari bawah terlebih dahulu.
 Huruf Ja merupakan jumbuhing kawula lan gusti yang berarti senantiasa berusaha
demi mendekati Tuhan dan memahami kehendak dari Tuhan.
 Huruf Ya merupakan yakin marang sembarang tumindak kang dumadi yang berarti
yakin terhadap ketetapan dan kudrat Ilahi.
 Huruf Nya merupakan nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki yang berarti memahami
sunnatullah atau kodrat dari kehidupan ini.
 Huruf Ma merupakan madep mantep manembah maring Ilahi yang berarti adalah
mantap di dalam menyembah Tuhan.
 Huruf Ga merupakan guru sejati sing muruki yang berarti pembelajaran kepada guru
nurani.
 Huruf Ba merupakan bayu sejati kang andalani yang berarti menyelaraskan diri
kepada gerak gerik dari alam.
 Huruf Tha merupakan tukul saka niat yang berarti segala sesuatu harus tumbuh dan
diawali dengan niat.
 Huruf Nga merupakan ngracut busananing manungso yang berarti melepas ego
pribadi pada manusia.

Aksara carakan memiliki makna yang begitu agung dan luar biasa. Tak salah bila kemudian
bahasa jawa dikenal sebagai bahasa yang begitu santun. Bahkan pada setiap katanya saja ada
makna luar biasa.

Selain mengandung makna yang luar biasa, beberapa aksara carakan juga memiliki tata cara
penulisan tersendiri. Misalnya:

 Huruf Ha bisa digunakan untuk fonem ‘a atau ‘ha’. Jadi ada kemungkinan bila ada
aksara carakan ha dalam sebuah kalimat yang ditulis dalam aksara carakan, bisa jadi
itu ha atau justru a. Misalnya hana atau ana. Keduanya ditulis dengan aksara carakan
3

ha. Hanya saja, aturan ini tidak berlaku untuk nama atau jenis kata bahasa asing yang
bukan berasal dari bahasa jawa.
 Untuk huruf aksara carakan da digunakan untuk mewakili aksara latin yang bagian
huruf d-nya meletup dimana posisi lidah berada di bagian belakang pangkal gigi seri
atas kemudian diletupkan. Jadi d dalam aksara carakan berbeda dengan yang ada di
bahasa Melayu atau Indonesia.
 Huruf aksara carakan Dha digunakan untuk jenis d-retofleks. D jenis ini adalah d
dimana posisi lidah sama dengan /d/ untuk bahasa Melayu ataupun Indonesia. Hanya
saja bunyinya diletupkan.
 Huruf aksara carakan Tha digunakan untuk t-retofleks dimana posisi lidahnya mirip
dengan /d/. Hanya saja pengucapannya tidak diberatkan. Untuk bunyinya, tha sangat
mirip aksen Bali dalam menyuarakan huruf “t”.

2. Pasangan Aksara Carakan

Tiap-tiap aksara Jawa Carakan juga memiliki bentuk dan pasangan yang berbeda. Aksara
Pasangan digunakan untuk mematikan atau menghilangkan bentuk vokal yang ada pada
aksara Carakan. Misalnya ‘Ja’ menjadi ‘j’, ‘Ba’ menjadi ‘b’. Dalam kata misalnya untuk kata
sebab. Maka huruf b terakhir harus mendapatkan pasangan.

Agar kamu lebih memahami soal penggunakaan aksara pasangan, maka penting untuk
dijelaskan mengenai aturan bagaimana cara penggunaan aksara carakan dan pasanganya.

Pasangan aksara carakan bisa dilihat pda tabel di bawah ini. Cara penulisanya tidak dibuat
sejarah, melainkan terletak di bawah aksara carakan. Berikut tabel tersebut:

Aksara pasangan adalah bentuk khusus dalam aksara jawa yang digunakan untuk
menghilangkan atau mematikan vokal yang melekat pada aksara carakan. Vokal yang
dimatikan adalah vokal pada aksara carakan yang terletak sebelum aksara pasangan. Jadi
aksara pasangan digunakan untuk menulis suku kata yang tidak mengandung vokal.

Contoh Penggunaan Pasangan Aksara Jawa

Tanpa adanya pasangan aksara jawa, kita akan kesulitan menulis sebuah kalimat yang tepat.
Misalnya ketika hendak menulis kalimat “mangan sego” (makan nasi), kita butuh aksara
pasangan.

Tanpa aksara pasangan, kata mangan sego malah akan menjadi manganasego. Kita perlu
mematikan atau menghilangkan huruf vokal yang ada di kata na agar menjadi ‘n’ saja.

Adapun cara meletakkan pasangan huruf carakan ini adalah meletakkanya pada aksara
carakan se. Dengan begitu cara membaca kalimat tersebut jadi mangan sego, bukan mangana
sego.

Lebih lengkapnya, berikut beberapa contoh penulisan aksara carakan dan pasanganya dalam
kalimat.

Jadi apa itu Aksara pasangan? Aksara pasangan adalah pasangan dalam aksara jawa
merupakan bentuk khusus dari aksara jawa itu sendiri. Kegunaannya untuk mematian atau
4

menghilangkan vokal dari huruf sebelumnya. Aksara pasangan bisa digunakan untuk menulis
suku kata tanpa ada vokalnya.

3. Aksara Jawa Swara

Aksara swara merupakan huruf yang digunakan untuk menuliskan beberapa huruf vokal.
Asalnya dari suatu kata serapan atau dari bahasa asing. Tujuan penggunaan aksara swara ini
untuk menegaskan pelafalan aksara tersebut.

4. Sandangan Aksara Swara

Setelah mengenal apa yang disebut dengan aksara Swara, penting juga untuk membedakanya
dengan sandangan aksara Swara. Sebab nyatanya memang ada banyak sekali yang bingung
membedakan antara apa itu aksara swara dengan sandangan aksara swara.

Nah berbeda dengan aksara swara yang bisa mandiri, maka sandangan aksara swara adalah
bentuk huruf vokal yang tidak mandiri. Sandangan aksara swara digunakan ketika berada di
bagian tengah dari kata. Di dalam sandangan akasara swara dibedakan berdasar cara
membacanya.

 Sandangan aksara Swara tidak bisa bertindak atau dijadikan sebagai bentuk aksara
pasangan.
 Apabila aksara Swara bertemu dengan konsonan pada akhir suku kata yang
sebelumnya, maka sigegan tersebut harus dimatikan dengan pangkon.
 Aksara Swara bisa diberikan sandangan bernama wignyan, wulu, suku, cecak, dan
lain sebagainya.

jadi dapat disimpulkan bahwa sandangan aksaran swara atau sandangan dalam aksara jawa
berarti suatu huruf vokal yang tidak bisa berdiri sendiri. Aksara sandangan biasanya
digunakan di tengah kata. Dalam sandangan bisa dibedakan dengan cara bacanya.

5. Aksara Jawa Murda

Aksara jawa murda bisa diartikan sebagai jenis huruf kapital dalam aksara jawa. Aksara satu
ini merupakan huruf khusus yang digunakan untuk menulis huruf depan sebuah tempat, nama
orang, atau kata-kata lain yang seharusnya diawali dengan huruf kapital. Aksara murda pun
bisa digunakan untuk mengawali suatu kalimat atau paragraf.

Beberapa kegunaan aksara ini misalnya untuk menuliskan nama gelar, nama lembaga
pemerintahan, nama geografi, nama orang, serta nama lembaga yang berbadan.

Kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia ditulis dengan menggunakan huruf besar. Karena
itu, dalam bahasa Jawa harus digunakan aksara khusus yang dikenal dengan aksara Murda
ini.

Hanya saja perlu diingat, bahwa tidak semua aksara jawa carakan terdapat aksara murda-nya.
Aksara murna jumlahnya hanya delapan aksara saja. Aksara mudar juga dilengkapi dengan
pasangan yang fungsinya sama dengan pasangan dalam aksara lain.
5

8. Tanda Baca Aksara Jawa

Kita sudah mempelajari berbagai huruf dan bilangan dalam aksara jawa, maka kita juga harus
mempelajari tanda baca dalam aksara jawa. Pada dasarnya penggunaan tanda baca dalam
aksara jawa sama dengan yang ada di bahasa melayu atau bahasa Indonesia. Tanda baca atau
pratandha dalam aksara Jawa dibutuhkan ketikan kita menulis kalimat dalam bahasa jawa.

Pada aksara jawa dikenal empat buah tanda baca yang perlu untuk diketahui agar bisa
menulis hanacaraka dengan baik. Berikut tanda baca dalam aksara jawa tersebut:

 Pada adeg-adeg. Tanda baca pada adeg-adeg digunakan untuk bagian depan kalimat
di masing-masing alineanya.
 Pada adeg. Tanda baca pada adeg digunakan untuk menandai bagian teks yang perlu
diperhatikan. Kalau dalam bahasa indonesia kira-kira sama dengan tanda baca kurung
atau petik.
 Pada lingsa. Adalah tanda baca dalam aksara jawa yang digunakan di akhir kalimat, ia
sebagai sebuah tanda intonasi yang masih belum selesai. Kalau dalam bahasa
indonesia sama dengan tanda baca koma.
 Pada lungsi, adalah tanda baca dalam aksara jawa yang digunakan pada akhir kalimat.
Kalau dalam bahasa Indonesia sama dengan tanda baca titik.
 Pada pangkat. Untuk tanda baca aksara jawa yang satu ini memiliki beberapa fungsi
yang berbeda. Bisa digunakan untuk akhir pernyataan lengkap yang diikuti beberapa
jenis fungsi rangkaian. Bisa pula digunakan untuk pangkat yang mengapit suatu
petikan langsung.

Itulah berbagai macam aksara jawa, mulai dari huruf carakan hingga tanda baca. Selanjutnya
kita pelajari soal sejarah aksara jawa.

Sejarah Aksara Jawa


Aksara jawa memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang dan penuh dengan nilai-nilai
kehidupan. Berikut ulasan lengkap soal sejarah aksara jawa.

1. Perjalanan Aji Saka bertemu Prabu Dewata Cengkar

Aji Saka merupakan ksatria yang kerap melakukan perjalanan. Termasuk perjalanannya ke
Kerajaan Medang Kamulan yang dipimpin oleh Prabu Dewata Cengkar. Prabu Dewata
Cengkar memiliki kebiasaan memakan daging manusia. Setiap hari Sang Raja
memerintahkan bawahannya untuk menghindangkan daging manusia. Tentu saja hal tersebut
membuat resah para rakyatnya.

Tak terkecuali Aji Saka sehingga ia berniat mengunjungi kerajaan tersebut. Aji Saka semakin
yakin untuk melawan Dewata Cengkar bersama dua abdi setianya. Sesampainya di pinggiran
hutan Medang Kamulan, Aji Saka memerintahkan salah satu abdinya yakni Sembada untuk
tetap tinggal di hutan menjaga keris pusaka miliknya.
6

Keris tersebut harus benar-benar dijaga dan jangan diserahkan kepada siapapun kecuali Aji
Saka sendiri. Begitulah pesan dari ksatria pemberani itu.

2. Kesepakatan Prabu Dewata Cengkar dan Aji Saka

Abdi lainnya yakni Dora mengikuti Aji Saka sampai ke istana Dewata Cengkar. Setelah
bertemu dengan raja Medang Kamulan itu, Aji Saka langsung membuat kesepakatan yakni ia
bersedia dimakan oleh raja tersebut namun dengan satu syarat. Syaratnya adalah Prabu
Dewata Cengkar harus menyerahkan tanah kekuasaannya seluas sorban yang dikenakannya.

Prabu Dewata Cengkar pun menyetujui permintaan tersebut. Aji Saka kemudian meminta
Dewata Cengkar mengukur tanah yang diminta dengan memegang salah satu ujung sorban
tersebut. Ujung sorban lainnya dipegang oleh Aji Saka sendiri. Mulailah raja menarik serta
membentangkan sorban tersebut.

Dewata Cengkar terus menarik dan membentangkan sorban. Anehnya, sorban tersebut terus
membentang dan tidak pernah henti. Prabu Dewata Cengkar terus membentangkan sorban
sampai ujung jurang. Akhirnya di ujung jurang, ia tewas terlempar ke lautan. Aji Saka pun
menjadi raja daerah tersebut karena dianggap menjadi pahlawan bagi rakyat kerajaan
tersebut.

Namun tak berapa lama, ia teringat akan keris miliknya yang dititipkan kepada Sembada.
Kemudian ia memerintahkan Dora untuk mengambil keris tersebut pada Sembada yang
masih di hutan.

3. Pertempuran Dora dan Sembada

Setelah mendapat perintah Aji Saka, Dora menuju hutan menjalankan perintah tersebut.
Awalnya kedua abdi setia itu hanya bercakap-cakap biasa mengenai keadaan serta kondisi
satu sama lain. Percakapan-pun mengarah ke keris yang dititipkan raja mereka.

Dora meminta Sembada untuk mengembalikan keris milik Aji Saka. Namun Sembada masih
teringat perintah Aji Saka yang mana tidak boleh memberikan keris tersebut kepada orang
selain tuannya. Sementara Dora merasa harus mematuhi perintah tuannya tentang keris
tersebut.

Akhirnya kedua abdi tersebut tidak mau mengalah satu sama lain. Sebab mereka menganggap
sedang menjalankan amanah yang diberikan Aji Saka. Pertempuran Dora dan Sembada pun
tak terelakan. Mereka bertempur mati-matian untuk mempertahankan amanah yang
diembannya.

Keduanya saling mengeluarkan kesaktian serta kekuatannya masing-masing sampai tewas


bersamaan. Kabar kematian kedua abdi setia tersebut pun sampai ke telinga Aji Saka.

4. Lahirnya Aksara Jawa

Menyesal atas kecerobohannya sendiri, Aji Saka pun membuat persembahan khusus untuk
dua abdi setianya. Maka diciptakanlah barisan huruf atau aksara yang sampai sekarang kita
kenal dengan aksara jawa atau hanacaraka. Makin berkembangnya waktu dan zaman, aksara
tersebut kian populer.
7

Aksara jawa buatan Aji Saka telah menggeser penggunaan huruf palawa yang saat itu
digunakan pada era kerajaan Hindu-Budha. Aksara Palawa sendiri merupakan jenis huruf
yang mirip dengan aksara jawa. Hanya saja huruf palawa digunakan oleh masyarakat yang
masih mengenal bahsa sansekerta.

Di masa kerajaan islam, mulailah disosialisasikan aksara jawa atau abjad carakan dan dikenal
sampai saat ini.

5. Persebaran Aksara Jawa

Aksara jawa mulai dicetak di abad 19 Masehi. Di wilayah Asia Tenggara, jenis aksara ini
digunakan oleh seluruh masyarakat Thailand sampai sekarang. Aksara jawa memang
memiliki kemiripan dengan aksara Thailand. Hal ini bisa dilihat dari goresan, lengkungan,
dan strukturnya yang memiliki banyak kesamaan.

Hal ini memberikan kesimpulan bahwa penyebarannya hingga ke seluruh Asia Tenggara.
Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa aksara jawa adalah gabungan dari aksara
abugida dan aksara kawi.

Penulisan aksara jawa pun mirip seperti aksara hindi. Tata cara penulisannya dilakukan
dengan cara menggantung. Seiring berkembangnya waktu, para penddik pun mengajarkan
aksara jawa melalui penulisan aksara diatas garis.

6. Deretan Aksara Jawa yang Penuh Arti

Aksara yang diciptakan raja Aji Saka ini memiliki empat deret. Deret tersebut mengartikan
peristiwa pertempuran antara Dora dan Sembada. Berikut makna di tiap deretannya :

 Ha Na Ca Ra Ka mewakili Ono Wong Loro yang berarti ada dua orang


 Da Ta Sa Wa La mewakili Podho Kerengan yang berarti berkelahi bersama-sama
 Pa Da Ja Ya Nyha mewakili Podho Joyone yang berarti sama-sama kuat
 Ma Ga Ba Tha Nga mewakili Merdo Dadi Bathang Lorone yang berarti keduanya
sama-sama meninggal dunia

7. Tentang Hanacaraka

Aksara jawa memiliki aneka bentuk untuk menuliskan nama, pengejaan asing, hingga
konsonan bertumpuk. Aksara satu ini termasuk ke dalam tulisan abugida yang mana cara
penulisannya dimulai dari kiri ke kanan. Tiap aksara melambangkan suatu suku kata dan
ditentukan oleh posisi aksara.

Penggunaannya pun tidak menggunakan spasi sehingga para pembacanya harus benar-benar
memahami teks bacaannya. Tujuannya agar bisa membedakan tiap kata yang tertera.

Aksara jawa sebenarnya kekurangan tanda baca jika dibandingkan dengan aksara latin.
Terutama untuk tanda baca dsarnya. Misalnya tanda tanya, seru, titik dua, hingga tanda
hubung.
8

Aksara satu ini terbagi lagi menurut beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Untuk aksara
dasarnya sendiri terdiri atas 20 kata yang digunakan dalam menulis bahsa Jawa modern. Tiap
suku kata memiliki dua bentuk.

Pertama adalah nglegena atau akasara telanjang serta pasangan. Kebanyakan aksara selain
aksara dasar merupakan konsonan. Konsonan tersebut disebut juga retrofleks yang kerap
digunakan dalam bahasa jawa kuno.

Namun seiring berkembangnya zaman, huruf-huruf tersebut mulai kehilangan


representasinya. Maksudnya adalah representasi suara dari suara asli dan kemudian fungsinya
mulai berubah.

Hanacarakan sendiri merupakan peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan oleh
generasi penerus. Di era modern pun pengenalan aksara jawa kerap dilakukan di sekolah
melalui pelajaran bahasa jawa.

8. Media dan Alat Penulisan Aksara Jawa

Pada masa lampau, aksara ditulis dengan cara dipahat atau digores pada berbagai media.
Mulai dari logam seperti emas, perunggu, tembaga, hingga batu. Kemudian seiring
berkembangnya waktu, media penulisannya kian beragam yakni menggunakan bahan-bahan
lunak seperti nipah, ron-tal, hingga kertas. Alat untuk menggoresnya bisa menggunakan tatah
kecil atau pasak.

Tatah kecil atau pasak ini dibuat dengan suut tajam pada bagian ujungnya. Kemudian sudut
tersebut dibuat melengkung dan pipih. Selain untuk menorehkan aksara, pasak tersebut juga
digunakan untuk mengiris dan menghaluskan daun menjadi lempiran-lempiran tipis.

Prasasti di masa lampau sebagian besar ditemukan dijumpai memiliki media batu, perunggu,
serta lempeng emas. Prasasti yang digunakan untuk menulis aksara ini juga bisa dikatakan
sebagai dokumen resmi negara.

Anda mungkin juga menyukai