Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN WUSHU

2.1 Asal Usul Wushu


Wushu merupakan seni beladiri asal China yang memiliki sejarah panjang.
Berdasarkan beberapa tulisan, berkembang dan diciptakan sepanjang evolusi
manusia seiring dengan upaya untuk mempertahankan hidup. Perkembangan
Wushu dimulai dari zaman manusia masih berburu dan meramu, dimana manusia
masih hidup berdampingan dengan binatang, dan manusia pada masa itu yang
tidak memiliki kekuatan dan sangat lemah dibandingkan dengan singa, harimau,
serigala, dan hewan-hewan buas lainnya yang memiliki taring, kuku yang tajam
dan kuat, dibandingkan dengan manusia yang tidak memiliki semua kelebihan itu.
Namun, salah satu kelebihan manusia yang sangat istimewa yaitu adanya akal
yang tidak dimiliki oleh binatang, dengan akal itu, yang membuat manusia dapat
berfikir dan berupaya agar tetap bertahan hidup. Manusia mulai meniru dan
mencontoh gerakan-gerakan hewan ketika berkelahi, seperti : menangkis,
melompat, menghindar dari serangan, serta memanjat, dan lain sebagainya.1
Melalui akal tersebut, juga terdapat pikiran untuk memenangkan
perkelahian dengan berbagai hewan, mengingat jika melawan hanya
menggunakan fisik saja kurang kuat, maka kemudian diciptakan suatu senjata
untuk dapat membantu memenangkan perkelahian dengan para hewan. Dengan

1
Sugiarto Herry Siswantoro, Wushu Variasi dan Perkembangan (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 1.

1
2

mengunakan senjata, kedudukan manusia menjadi semakin kuat, pengalaman


bertempur semakin diperkaya dengan melakukan pengamatan lanjut terhadap
cara-cara hewan dalam mengelak serangan manusia yang bersenjata. Dari hal itu,
memunculkan suatu kenyataan jika kekerasan dapat dikalahkan dengan kelemasan
sebab hewan-hewan juga seringkali menggunakan kelemasan jika pihak lawan
ternyata lebih tangguh. Pengamatan itu memberi suatu inspirasi bagi manusia
untuk menggunakan kelemasann untuk mengalahkan kekuatan yang besar.2
Bertolak dari kebutuhan akan hal tersebut, maka keahlian dalam
menggunakan senjata semakin berkembang yang kemudian banyak diterapkan
dalam peperangan. Penemuan logam, menyebabkan perkembangan senjata lebih
beragam dan lebih rumit, dan manusia juga membutuhkan banyak keahlian dalam
penggunaannya. Wushu sejak saat itu juga dianggap sebagai alat perang, di
samping sebagai metode latihan yang dikembangkan untuk pembelaan diri. Selain
mahir dalam berburu dan berperang, manusia juga mengembangkan tarian untuk
keperluan kesenangan dan relaksasi. Dalam catatan-catatan kuno bahwa gerakan-
gerakan dari tarian seringkali meniru berbagai gerakan hewan, seperti tarian kera,
tarian beruang, tarian burung, dan lain sebagainya. Sebagai tambahan olahraga
yang sudah muncul saat itu lebih mendasar, seperti halnya tarian dengan perisai
dan kampak yang mencerminkan latihan militer dan juga tarian beladiri yang
mendemonstrasikan hubungan awal antara tarian dengan keahlian untuk
bertempur. Latihan-latihan itu merupakan bentuk awal daripada Wushu.3
Perkembangan Wushu pada zaman selanjutnya terjadi pada masa
Dinasti-Dinasti di China berawal pada zaman Dinasti Zhou. Periode Dinasti Zhou
dibagi menjadi Dinasti Zhou Barat, Dinasti Zhou Timur, periode Musim Semi dan
Musim Gugur, dan Kondisi Negara Berperang. Wushu sangat berkaitan erat
dengan seni, khususnya musik dan tarian. Pada zaman Dinasti Zhou tarian
digunakan sebagai suatu penggiat pada suasana perang. Selain itu, muncul alat-

2
Sugiarto Herry Siswantoro, dkk., Kung Fu (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),
hlm. 7-8.
3
Ibid., hlm. 8-9.
3

alat perang yang terbuat dari besi, dengan jenis peralatannya yang semakin
banyak, juga sering diadakan lomba untuk perkembangan Wushu.
Pemerintahan Dinasti Han dibagi dalam dua pemerintahan, Dinasti Han
Barat dan Dinasti Han Timur. Pada waktu itu terdapat istilah Wuyi (seni beladiri
artistik) yang pertama kali muncul pada zaman Dinasti Han. Wuyi meliputi
panahan, pertempuran berkuda, tinju, gulat, pertarungan tangan kosong,
pertarungan dengan senjata, latihan rangkaian gerakan dan latihan berpasangan.
Selain itu, pada zaman Han Timur sudah diperkenalkan Wu Cin Si (latihan lima
hewan) oleh seorang tabib bernama Hua Tuo. Llatihan ini membantu
meningkatkan kesehatan dan kebugaran, serta memperpanjang usia. Latihan lima
hewan ini masih populer hingga sekarang. Hua Tuo memiliki murid bernama Fan
A dan mengajarinya serangkaian latihan lima hewan. Latihan itu mengikuti
permainan spontan harimau, rusa, kera, beruang dan bangau. Latihan ini bertujuan
untuk membantu muridnya agar tetap kuat dan bugar. Latihan ini akhirnya
mempunyai pengaruh besar terhadap kemajuan dan perkembangan semua latihan
kesegaran jasmani di kemudian hari, untuk memperbaiki kesehatan dan
penyembuhan penyakit.
Setelah jatuhnya Dinasti Han, China pecah menjadi banyak negara yang
saling berperang selama 400 tahun. Pada periode ini sering disebut Dinasti Dua
Chin, yaitu Dinasti Chin Utara dan Dinasti Chin Selatan. Pada zaman inilah
Bodhidharma datang dari India ke China untuk menyebarkan agama Budha.
Bodidharma menetap di Biara Shaolin dan mengilhami perkembangan Wushu
Shaolin. Biara Shaolin berada di Provinsi Henan, 13 km barat laut Kabupaten
Deng Feng di kaki barat Gunung Songshan, China. Nama Shaolin ditetapkan
dengan mempertimbangkan lokasi biara yang terletak di bawah pepohonan yang
rindang (lin) di lereng utara puncak Shaoshih dekat Loyang. Biara Shaolin
dibangun pada tahun 495 SM, pada masa Kaisar Xiaowen dari Dinasti Wei Utara
untuk menghormati kedatangan biarawan Ta Mo dari India. Biksu Ta Mo ialah
putra dari Raja India Sugandha. Keahlian beladiri Ta Mo diperolehnya dari guru
tua bernama Prajnatra di Istana Sugandha. Tujuan Ta Mo datang ke China selain
4

untuk menyebarkan ajaran agama Budha juga untuk mengajarkan beladiri Shaolin
kepada para biksu baru di Shaolin.4
Dinasti Chin tidak sampai lama usianya, karena adanya kerusuhan yang
dikenal dengan nama Wu Hu Luan Hua. Kerusuhan ini ditimbulkan oleh 5 suku
asing dan dapat dimusnahkan oleh Kerajaan Sui. Kerajaan Sui hanya berkuasa
beberapa puluh tahun, dikarenakan adanya pemberontakan 18 raja-raja muda.
Pada zaman ini banyak panglima perang yang tinggi ilmu beladirinya, misalnya Li
Yuan Pa, U Wen Cheng Tu, Pei Yuan Ching, Lao Cheng, Wu Yung Chao, dan
masih banyak lagi.5 Para panglima perang tersebut merupakan ahli beladiri yang
mempunyai tenaga besar, dan cukup kuat sehingga membuat para lawannya takut.
Dalam peperangan selain dibutuhkan para ahli beladiri juga perlu adanya
keahlian politik dan diplomatik. Dalam menghadapi 18 pemberontak tersebut, Li
Shi Min yang merupakan seorang pemimpin dan negarawan yang lihai dan pandai
pada zaman itu, dapat menundukkan satu persatu para pemberontak dengan
bantuan para biksu Shaolin. Kemenangan Li Shi Min merupakan awal berdirinya
Dinasti Tang. Pada zaman awal Dinasti Tang, keahlian para biksu Shaolin
menjadi sangat terkenal. Berikut adalah paparan ringkas mengenai kisah
legendaris tersebut.
Pada saat Jenderal Sui dari Kerajaan Sui bernama Wang Shi Chong
mengepalai pasukan dari Luo Yang yang merampas lahan-lahan subur dari
penduduk dan menggunakan tangan besi untuk menindas rakyat. Kaisar Gouzu6
memerintahkan putranya, Li Shi Min untuk memimpin pasukan memerangi Wang
Shi Chong dan keponakannya Wang Ren Tze yang menjadi jenderal perang
andalan Wang Shi Chong. Li Shi Min meminta bantuan para biksu Shaolin untuk

4
Sugiarto Herry Siswantoro, Chang Quan Wushu Shaolin Utara (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2001), hlm. 8.
5
Siswantoro, op.cit., hlm. 21.
6
Kaisar Gouzu adalah pendiri Dinasti Tang dan memiliki putra bernama Li Shi
Min yang nantinya akan menggantikan ayahnya dan menduduki tahta sebagai kaisar
selanjutnya. Ivan Taniputera, History Of China (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm.
328.
5

melawan pasukan dari Luo Yang. Para biksu Shaolin menerima hal itu dan
menangkap Wang Ren Tze. Kemenangan para biksu Shaolin yang mengesankan
membuat mereka memperoleh reputasi nasional sebagai para jagoan yang tidak
terkalahkan. Sebagai penghargaan, Li Shi Min menganugerahkan lebih dari 600
ha tanah beserta bangunan yang memiliki 5.000 ruang lebih. Selain itu, juga
mereka diberi hak istimewa dan didirikan pagoda yang mencatat kepahlawanan
para biksu. Kisah kepahlawanan para biksu Shaolin ini sangat terkenal dan telah
difilmkan dengan judul Shaolin Temple yang diperankan oleh Jet Lee.7
Pada zaman Dinasti Tang juga sudah terdapat ujian beladiri kerajaan
untuk memilih prajurit tangguh demi negara yang diperkenalkan selama
pemerintah Kaisar Wu. Ujian ini dimulai dari distrik ke provinsi sampai tingkat
nasional. Materi yang diujikan meliputi pertempuran di atas kuda, pertarungan di
tanah, teknik tombak, penggunaan berbagai senjata, panahan di atas kuda dan di
tanah, angkat berat hingga strategi militer. Pada zaman ini Wushu dan tarian
sepenuhnya berhubungan.8
Kemudian, selama pemerintahan Dinasti Song, Wushu dikenal dengan
Wuyi (seni beladiri artistik) dan Wuji (teknik beladiri). Pendiri Dinasti Song
merupakan ahli Wushu Shaolin yang mengawali aliran Taiju. Tahun 1044 M,
kaisar menerbitkan Kitab Agung Seni Beladiri yang meliputi militer, seni infantri,
dan kavaleri, gerakan militer dan perkemahan, strategi dan taktik, pembuatan dan
penggunaan senjata, geografi militer dan sejarah kasus dari semua pertempuran
penting sebelum Dinasti Song. Pada zaman Dinasti Song kelompok beladiri
populer meliputi kelompok panahan, kelompok tombak ataupun kelompok gulat.
Dokumen pada zaman Dinasti Song menunjukkan bahwa tahun 1125 M terdapat
lebih dari 580 kelompok panahan dengan 240.000 pemanah sipil dalam kerajaan.
Banyak ahli Wuyi mempertunjukkan seni mereka di depan umum sebagai peraga
keliling atau dalam arena permanen. Pertunjukkan itu meliputi gulat, tinju,
akrobat, demonstrasi jurus beladiri tangan kosong, senjata, panahan dan angkat

7
Siswantoro, op.cit., hlm. 11.
8
Sugiarto Herry Siswantoro, dkk., Kung Fu (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),
hlm. 21.
6

berat. Pada zaman ini banyak ahli beladiri wanita yang disebut dengan nu zhan.
Namun, pada zaman Dinasti Yuan pemerintah melarang rakyat untuk menyimpan
senjata atau berlatih seni beladiri mereka. Apabila ditemukan ada masyarakat
yang mempraktikkan Wushu dan menyimpan senjata, maka akan dianggap
sebagai pemberontak dan diberi sanksi bahkan akan kehilangan nyawanya bila
melanggar. Hal ini menyebabkan Wushu pada zaman ini dapat dipelajari dan
diturunkan secara diam-diam.
Tai Chi atau Taijiquan adalah salah satu jenis aliran Wushu yang sudah
ada sejak zaman Dinasti Song dan Dinasti Yuan. Tai Chi diciptakan oleh Zhang
San Feng seorang ahli Wushu pada saat itu. Zhang San Feng hidup di Gunung
Wudang di Provinsi Hubei, Tiongkok.9 Zhan San Feng adalah seorang penganut
aliran Dao.10 Zhang San Feng mempelajari aliran Dao di Gunung Wudang.
Gunung Wudang adalah tempat lahirnya aliran Tai Chi, yang diciptakan oleh
Zhang San Feng. Kemudian, Tai Chi dikembangkan oleh Chen Wan Ting yang
merupakan salah satu murid Zhang San Feng. Chen Wan Ting melahirkan gaya
Chen. Gaya Chen disebarluaskan dan dimodifikasi oleh para penerus Chen Wan
Ting, sehingga berkembang menjadi bermacam-macam jenis gaya, di antaranya
gaya Yang, Wu, dan Sun.
Seni beladiri aliran Quanshu (teknik pukulan) berkembang pada zaman
Dinasti Ming. Pada zaman ini perbedaan antara beladiri dan aspek demonstrasi
lebih jelas. Di satu sisi, banyak jenderal pada zaman ini menggunakan seni bela
diri sebagai bagian penting dan terhormat dalam latihan militer, dengan adanya
kompetisi yang teratur bagi tentara. Sebaliknya seniman Wuyi profesional
menganggapnya sebagai suatu seni pertunjukan dan mengkombinasikan dengan
gerakan kembangan yang mampu menyenangkan penonton. Perbedaan antara

9
Gunung Wudang adalah sebuah kawasan pegunungan terpencil di Provinsi
Hubei, Tiongkok. Berdasarkan sejarahnya Gunung Wudang dikenal sebagai tempat
banyak ditemukan biarawan Daois.
10
Daoisme adalah aliran filsafat Tiongkok yang diprakarsai oleh Laozi (570-
470 SM). Dao adalah inti dari konsep Daoisme. Secara harafiah Dao berarti sebuah jalan.
Dao yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan proses kejadian dari
semua benda hidup dan segala benda-benda yang ada di alam semesta. Di dalam Daoisme
diperkenalkan teori Yin dan Yang, yang dijadikan sebagai konsep dasar Tai Chi.
7

aliran Wushu eksternal (luar) dan internal (dalam) disebutkan pertama kali pada
zaman Dinasti Ming. Aliran Wushu luar adalah Wushu Shaolin yang
dimaksudkan untuk menyerang. Wushu dalam dimaksudkan untuk pertahanan,
dan lembut. Banyak kitab seni beladiri penting yang ditulis selama periode Ming.
Di antaranya, Koleksi dari Gedung Kebenaran karya Yu Da Yau, Disiplin karya
Mao Yuan Yi. Para penulis tersebut merupakan jenderal besar yang juga ahli
Wushu. Hingga pada zaman Dinasti Qing, pemerintah mendorong Wuyi dalam
ketentaraan tetapi melarang pengembangan Wuyi di kalangan orang sipil. Banyak
jenderal dan administrator Manchuria yang merupakan ahli Wushu. Periode ini
sangat penting dalam perkembangan aliran dalam Wushu. Tai Ji Quan banyak
dipraktekkan di China bagian utara selama zaman Dinasti Qing. Dua aliran utama
lain dari Wushu dalam, Bagua zhang dan Xing Yi Quan juga berkembang pada
zaman ini.11
Revolusi Dr. Sun Yat Sen tahun 1911 berhasil menutup sejarah Dinasti
China yang sangat panjang. Sistem kekaisaran disudahi, banyak kaum
revolusioner yang merupakan murid awam Shaolin. Banyak organisasi beladiri
dibentuk, di antaranya Asosiasi Atletik Ching Woo yang didirikan oleh ahli
Wushu Hua Yuan Jia, Asosiasi Atletik Chin Woo memiliki banyak cabang di
seluruh bagian China dan Asia Tenggara. Tahun 1926 pemerintah Kuomintang
mengubah istilah Wushu menjadi Guoshu yang berarti seni nasional. Di sisi lain,
pemerintah komunis yang menggantikan Kuomintang di China mengganti istilah
Guoshu menjadi Wushu kembali. Pemerintah membentuk komite kerja di tingkat
nasional, provinsi maupun distrik untuk mempelajari dan mempromosikan seni
beladiri. Wushu diajarkan baik di sekolah maupun di universitas. Tahun 1927
pemerintah membentuk Jung Yung (sekolah Wushu milik pemerintah), pada 24
provinsi juga didirikan sekolah khusus Wushu yang kemudian terbentuklah
hampir 300 sekolah Wushu yang sudah tersebar. Tim Wushu dikirim ke luar
negeri untuk demonstrasi dan promosi. Tahun 1953, diadakan perlombaan
nasional Wushu yang pertama dan sejak saat itu sering diadakan pertandingan
nasional dan internasional Wushu. Tahun 1970, China sudah mempublikasikan

11
Ibid., hlm. 25-29.
8

Wushu sebagai cabang olahraga berstandar internasional, namun, belum resmi


menjadi olahraga berstandar internasional. Barulah tahun 1990 dengan
didirikannya International Wushu Federation (IWUF) Wushu telah menjadi
olahraga berstandar internasional dan telah dipertandingkan dalam Asian
Games.12
Olahraga Wushu pada intinya bertujuan untuk melatih kekuatan fisik.
Selain itu, melatih kelenturan, kelincahan, gerak reflek, serta irama gerak. Wushu
tidak hanya untuk sarana olahraga dan beladiri tetapi juga merupakan suatu
bentuk seni maka sering disebut dengan martial art atau seni beladiri. Dikatakan
seni karena dalam setiap gerakannya mengandung nilai keindahan dan memiliki
irama gerak. Kesimpulannya bahwa Wushu merupakan teknik untuk melindungi
diri, memperkuat fisik, dan nilai hiburan serta seni. Pengertian tersebut
merupakan satu keunikan sendiri karena gabungan dari olahraga beladiri dengan
seni.
2.2 Perkembangan Wushu di Indonesia
Wushu di Indonesia sudah lama dikenal dengan istilah Kung Fu atau Kun Tao.
Wushu masuk ke Indonesia seiring dengan migrasi orang-orang Tionghoa ke
Indonesia. Informasi mengenai kedatangan orang-orang Tionghoa ke Indonesia
diperoleh berdasarkan temuan benda-benda kuno seperti tembikar Tiongkok di
Jawa Barat, Lampung, daerah Batanghari, dan Kalimantan Barat yang disimpan di
berbagai keraton dan Nekara perunggu Dongson atau Heger type I, yang dibuat di
Dongson, sebuah desa kecil di Provinsi Thanh Hoa, Teluk Tongkin, sebelah utara
Vietnam pada zaman antara tahun 600 SM sampai abad ke-3 M. Jauh sebelum
abad ke-11, sudah ada kunjungan-kunjungan kapal Tionghoa ke Pulau Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan tetapi pada zaman Sriwijaya, perantau baru ini mulai
menetap di daerah pesisir. Setelah terjadi perang Tionghoa-Sriwijaya pada abad
ke-14, orang-orang Tionghoa datang dan mendirikan koloni-koloni di Palembang.

12
Ibid., hlm. 30.
9

Pada abad ke-15 dan 16, mereka mulai berdatangan dalam jumlah yang lebih
banyak ke Pulau Jawa dan Kalimantan.13
Orang Tionghoa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Pendeta
Budha Fa Hsien yang melakukan lawatan ke Pulau Jawa dalam perjalanannya ke
India. Pengalamannya ditulis dalam buku Fahueki.14 Pernyataan yang Fa Hsien
tuturkan bahwa di tempat itu hanya hidup orang-orang murtad dan brahmana.
Menurut Groneveld tempat yang disebutkan oleh Fa Hsien adalah Mendang
daerah Rembang. Tempat ini merupakan pemukiman orang Hindu pertama
sekaligus tempat kontak perdagangan pertama antara orang Hindu dan Jawa.15
Sekitar abad ke-9 zaman Dinasti Song, orang-orang Tionghoa datang ke
Indonesia untuk berdagang dengan membawa barang-barang kerajinan seperti
porselen, sutera, teh, alat-alat pertukangan, pertanian untuk ditukar dengan hasil-
hasil pertanian lain seperti rempah-rempah, sarang burung walet, gambir, bahan
obat-obatan, dan lain-lain. Mereka datang ke Indonesia dengan Jung-jung.16
Orang-orang Tionghoa yang datang pada zaman ini hanya kaum laki-laki, karena
perjalanan yang dilakukan sangat berbahaya.17
Pada abad ke-15 zaman Dinasti Ming, orang-orang Tionghoa dari
wilayah Yunnan mulai banyak berdatangan untuk menyebarkan agama Islam
terutama di Pulau Jawa. Tercatat adanya perjalanan laut “legendaris” yang
dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho atau Zheng He. Ekspedisi pertama

13
Muhammad Ikhsan Menghidupkan Kembali Jalur Sutera Baru (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 2010), hlm. 11.
14
Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: ELKASA,
2002), hlm. 20.
15
Retno Winarni, dkk., Cina Republik Menjadi Indonesia (Yogyakarta: Kurnia
Alam Semesta, 2015), hlm.14-15.
16
Jung adalah sejenis kapal fery pada zaman sekarang, tetapi lebih sederhana
dan sedikit lebih kecil dan juga memakai layar yang lebar.
17
Emigrasi besar-besaran orang-orang Tionghoa termasuk kaum perempuan
baru dimulai pada pertengahan abad ke-19 dan abad ke-20 seiring dengan
berkembangnya fasilitas kapal motor dan dicabutnya larangan bepergian keluar Tiongkok
oleh Kaisar Dinasti Ching.
10

laksamana ini singgah di Pelabuhan Samudera Pasai. Tujuan kedatangannya untuk


membangun hubungan politik dan dagang antara Samudera Pasai dan China.
Adanya hubungan baik ini mengakibatkan banyak pedagang-pedagang Tionghoa
yang datang ke Pasai dan banyak memeluk agama Islam.18
Orang-orang Tionghoa yang datang ke Indonesia pada umumnya berasal
dari Provinsi Fujian dan Guangdong di bagian China Selatan. Mereka terdiri dari
beberapa suku bangsa seperti Hokkien, Kanton, Hakka, dan Teo Chiu, sedangkan
bahasa yang dipakai di Indonesia ada empat yaitu bahasa hokkien, Teo Chiu,
Hakka, dan Kanton, sesuai dengan bahasa Ibu mereka masing-masing. Imigran
dari Hokkien Provinsi Fujian keturunanya banyak menempati Indonesia Timur,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pantai Barat Sumatera. Mereka ahli dalam bidang
perdagangan. Imigran lain yang berasal dari Provinsi Guangdong, seperti suku
Hakka dan Teo Chiu, suku ini lebih banyak keahlian sebagai kuli (perkebunan).
Karena didukung oleh kondisi geografis tempat tinggalnya yang berupa batu
kapur. Suku Hakka dan Teo Chiu banyak menempati daerah-daerah Indonesia
bagian barat, seperti Sumatera Timur, Bangka dan Biliton, serta distrik-distrik
Kalimantan Barat. Sedangkan suku Kanton dari daerah Kanton Provinsi
Guandong banyak menyebar di seluruh daerah di Indonesia dan sedikit yang
berdomisili di Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur, Bangka, dan Sumatera Tengah. Mereka ahli dalam bidang pertukangan
(bangunan), pemilik toko-toko besi, dan industri kecil.19
Setelah jatuhnya kekuasaan Dinasti Qing dan berdirinya Republik Rakyat
China terjadi puncak penyebaran orang-orang Tionghoa ke Indonesia dan juga
banyak ahli Wushu yang melarikan diri ke Taiwan dan ke koloni Hongkong
bahkan lebih jauh ke Asia termasuk ke Indonesia.20 Para ahli Wushu tersebut,

18
Benny G. Setiono, op.cit., hlm. 29.
19
Retno Winarni, op.cit, hlm. 16.
20
Sugiarto Herry Siswantoro, Chang Quan Wushu Shaolin Utara (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2001), hlm. 24.
11

antara lain Soe Beng Kong.21 Soe Beng Kong adalah kapiten pertama Batavia
tahun 1619 yang diangkat oleh J.P. Coen bertugas mengurusi 400 orang-orang
China di Batavia, Ia juga adalah praktisi silat.22
Tahun 1850 terdapat nama Li Ceng Ok yang merupakan ahli Wushu di
daerah Tangerang. Lie Ceng Ok adalah seorang peternak yang tinggal di daerah
Dadap Tangerang. Lie berasal dari keluarga yang sederhana dan tidak ada garis
keturunan beladiri apapun dari China. Li Ceng Ok belajar ilmu beladiri dari ahli
silat Betawi yang dipercaya oleh orang Betawi memiliki kemampuan silat yang
mumpuni bernama Ki Jidan. Kemudian, Li Ceng Ok bertemu dengan ahli silat
Betawi yang bernama Kong Gozali. Mereka kemudian beradu kemampuan dan
berakhir dimenangkan oleh Li Ceng Ok. Karena kemenangan itulah yang
membuat nama Li Ceng Ok terkenal di Batavia (sekarang Jakarta). Ia kemudian
mendirikan perguruan Bie Sie di Tangerang. Perguruan Bie Sie kemudian diganti
nama Beksi oleh para orang-orang Betawi yang meneruskan perguruan silat yang
cukup terkenal seantero Jakarta itu. Mengenai aliran Wushu yang di ajarkan oleh
Li Ceng Ok adalah pertahanan empat penjuru yang sesuai dengan arti Bie Sie.23
Sekitar Tahun 1900-an, para pendekar China lebih terbuka dan
memperkenalkan diri sebagai seorang pendekar Kun Tao. Salah satunya, Louw
Djing Tie yang menyebarkan aliran Wushu Shaolin Utara dan membuka
perguruan Garuda Mas Shaolin di Parakan, Semarang. Tindakan ini diikuti oleh

21
Soe Beng Kong adalah seorang pedagang yang berasal dari China yang
berpengaruh dan mempunyai perkebunan lada yang sangat luas. Ia dipercaya penuh oleh
Sultan Banten dan sangat dihormati. Setiap pedagang asing yang ingin membeli hasil
bumi dari para petani Banten, mereka harus melakukan negosiasi dari mulai harga dan
lainnya terlebih dulu kepada Soe Beng Kong. Soe Beng Kong sangat berperan bagi
kesultanan Banten, karena ia telah mengajarkan beberapa teknologi baru, terutama dalam
bidang pertanian. Ia mengajarkan cara bertani padi di sawah yang berpetak-petak dengan
menggunakan pematang dan membajak serta mengairinya. Aftonul Afif Menjadi
Indonesia: Pergulatan Identitas Tionghoa Muslim Indonesia (Yogyakarta: Parikesit
Institut, 2010), hlm. 72.
22
Johannes Theodorus Vermeleun, Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2010), hlm. 7.
23
Rio Setiawan, Beksi Kesenian Pencak Silat Betawi (Jakarta: Revo Printing
Bintaro, 2019), hlm. 18.
12

pendekar lainnya seperti Huo Yuan Jia, Chi Hsio Foo, dan Gouw Shin Hie.
Sedangkan di daerah Jakarta juga ada pendekar Wushu fenomenal, yaitu Lo Ban
Teng.24
Louw Djing Tie lahir tahun 1855, anak nomor dua dari tiga bersaudara,
kakanya bernama Djing Lian dan adik perempuannya bernama Djing Hiang.
Sejak kecil hingga ia dewasa, Louw Djing Tie sudah belajar dan berlatih Wushu
melalui para biksu Shaolin dan juga mempelajari ilmu pengobatan. Sebelum
Louw Djing Tie menyebarkan Wushu ke Indonesia, ia sempat menetap di
Singapura membuka sebuah toko obat dan mengajar Wushu pada para pegawai
toko. Kemudian tak selang berapa lama ia memutuskan untuk mengembara ke
Pulau Jawa dan menetap di Batavia. Di Batavia Louw Djing Tie sempat berjualan
namun ia kurang berhasil dan pindah ke Semarang, dan kemudian ke Kendal. Di
Kendal ia berjualan ikan asin di pasar, selain itu ia juga mengobati orang yang
sakit karena terkenal kepandaiannya akan ilmu pengobatan. Ia sempat mengobati
orang salah urat atau luka terkena pukulan.
Kemudian Louw Djing Tie memutuskan pindah ke Ambarawa dan
membuka sebuah perguruan Wushu secara diam-diam, mengingat pada saat itu
pemerintah melarang untuk mempelajari ilmu beladiri. Nama Louw Djing Tie
sebagai guru Wushu mulai dikenal orang dan banyak murid yang belajar di
perguruan itu. Di tempat itu Louw Djing Tie juga sering mengobati orang yang
terkilir atau luka terkena pukulan. Suatu ketika Louw Djing Tie pergi ke toko obat
temannya, ia melihat dua serdadu Belanda yang tengah mabuk dan membuat
keonaran di warung tepat di depan toko obat milik temannya itu. Ia sempat
beberapa kali terlibat perkelahian dengan kedua serdadu itu, karena sebenarnya
kedua serdadu itulah yang mencari gara-gara terhadapnya. Namun, dalam
perkelahian itu, dua serdadu itu selalu kalah melawan Louw Djing Tie dan mereka
berdua sadar jika lawannya bukan orang yang sembarang. Keahlian ilmu Wushu
milik Louw Djing Tie memang sudah sangat terkenal, begitupun dengan ilmu

24
Sugiarto Herry Siswantoro, dkk., Kung Fu (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006),
hlm. 158-186.
13

pengobatannya. Satu keahlian lagi yang dimiliki oleh Louw Djing Tie yang jarang
diketahui orang adalah ia pandai bermain sulap. Dalam suatu peristiwa, ia pernah
menolong seorang anak perempuan penjual mie yang akan diperas oleh seorang
hartawan bejat dengan menggunakan ilmu sulapnya. Louw Djing Tie terkenal
orang yang sangat ringan tangan dalam menolong sesamanya. Louw Djing Tie
kemudian tinggal di Parakan, Semarang dan menyebarkan aliran Kungfu Shaolin
Utara dan membuka perguruan Garuda Mas Shaolin. Di Semarang, ia
menghabiskan sisa hidunya sebagai guru Wushu, ia meninggal pada usia 66 tahun
di tahun 1921.25
Huo Yuan Jia lahir tahun 1868 di Xiao Nan, Provinsi Jinghai di Tianjin.
Ia adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Huo En Di,
merupakan seorang pengawal pengiriman barang. Sumber pendapatan keluarga
Huo adalah bertani, meskipun latar belakang keluarga Huo memiliki tradisi
beladiri yang panjang. Huo Yuan Jia mempelajari ilmu beladiri pertama kali
melalui ayahnya, terutama aliran Mi Zong Yi atau Quan yang menjadi aliran turun
temurun dan utama dalam keluarga Huo. Kepopuleran Huo Yuan Jia dalam ilmu
beladiri didapat saat ia mengalahkan seorang penantang dari Henan yang
memprovokasi keluarga Huo di tahun 1890. Tahun 1901 Huo Yuan Jia juga
mengalahkan seorang pegulat Rusia yang memprovokasi China dengan
memberikan julukan penghinaan “Pesakitan dari Timur”. Kemenangan Huo Yuan
Jia dipublikasikan oleh surat kabar setempat dan membuat namanya semakin
terkenal. Tahun 1909 Huo Yuan Jia membuka Ching Woo Ti Cao Hui (Ching
Woo Martial Arts School) di bagian utara kota Shanghai, setelah satu tahun
pembukaan sekolah beladiri tersebut Huo Yuan Jia meninggal dunia.
Huo Yuan Jia pernah memberikan kontribusi berharga kepada
perjuangan rakyat Indonesia melawan Jepang tahun 1940-an. Hua Dongge yang
merupakan putra kedua Hua Yuan Jia, pernah menjabat sebagai ketua gabungan
Persatuan Tionghoa Bandung, yang mengorganisasi orang-orang China di
Indonesia untuk mendirikan Persatuan Olahraga Silat untuk mempelajari silat

25
Siswantoro, dkk., Ibid., hlm. 158-166.
14

China. Cucu dari Huo Yuan Jia Huo Shousong dari putra sulungnya Huo
Dongzhang pernah juga menjabat menjadi Ketua Persatuan Olahraga Silat
tersebut. Huo Dongge dan Huo Shousong saling bekerjasama untuk melawan
imperialisme Jepang dengan bersatu dalam barisan penolong Palang Merah
Indonesia.26
Berbeda dengan Chi Hsio Foo membawa dan mewariskan teknik dasar
Wushu yaitu toanta Sun ke Indonesia. Toanta Sun merupakan teknik dasar Wushu
yang diwariskan oleh marga Sun dan hanya boleh diturunkan kepada keturunan
dari marga Sun, di luar marga Sun tidak dapat mempelajarinya. Namun, dengan
kegigihan Chi Hsio Foo pada akhirnya ia dapat mempelajari teknik dasar Wushu
itu melalui temannya Sun keturunan dari marga Sun, yang semula tidak mau
mengajarkan teknik tersebut karena hanya dari keturunan marga Sun saja yang
boleh mewarisi teknik dasar Wushu toanta Sun. Sebagai seorang ahli Wushu yang
berpengalaman luas Chi Hsio Foo tidak henti-hentinya mempertunjukan berbagai
ilmu Wushu bersenjata yang hebat yang dikuasainya, salah satunya Seng Pien.
Seng Pien yaitu seutas tali sepanjang lima meter yang berujungkan besi tajam
laksana bentuk cerutu yang menjadi kemahirannya dan membuat ia terkenal di
China Utara. Ketika ia memperagakan Seng Pien, ia memperlihatkan suatu tipu
yang bernama Thie Qwee, yaitu gerakan tali senjata yang melingkari berkali-kali
pada dahi, kemudian menusuk lurus ke atas untuk menyerang lawannya ketika
berada di atas, yang membuat ujung yang tajam jatuh tepat dihadapannya. Melihat
itu Sun tertarik dengan Seng Pien salah satu teknik bersenjata Wushu yang telah
dikuasai oleh Chi Hsio Foo, yang akhirnya membuat keduanya saling menukar
ilmu, sehingga Chi Hsio Foo dapat mempelajari teknik dasar toanta Sun yang
dibawanya ke Indonesia.27
Gouw Shin Hie adalah salah satu master Wushu Shaolin yang terkenal
terutama di daerah Jawa Tengah. Gouw Shin Hie mulai belajar Wushu sejak
masih usia muda di bawah pengawasan ibunya. Ibu dari Gouw Shin Hie adalah

26
Siswantoro, dkk., Ibid., hlm. 171-172.
27
Siswantoro, dkk., Ibid., hlm. 183-185.
15

murid Louie Pek Sing, seorang master Wushu aliran Hung Mei. Gouw Shin Hie
mempelajari prinsip dan teknik fundamental dari Wushu Shaolin. selain ahli
dalam ilmu beladiri Wushu, Gouw Shin Hie juga menjadi seorang penjual obat.
Obat dan ramuan yang ia jual berasal dari berbagai organ dari ular berbisa,
sehingga ia menjadi sangat ahli dalam menangani berbagai jenis ular. Gouw Shin
Hie sering mempertunjukan keahlian Wushu untuk mempromosikan obatnya pada
khalayak umum. Permainan bandul bintang berapi yang sering dipertunjukan
Gouw Shin Hie di muka umum menjadikan ia terkenal dan menjulukinya dengan
nama “Ho Feng” yang berarti api terbang.
Gouw Shin Hie tidak hanya mempertunjukan keahlian Wushunya di
hadapan para pengunjung pasar tetapi ia juga mengajari Wushu kepada beberapa
penduduk kota. Paerguruan Wushu miliknya menjadi yang terkuat di kota
Pekalongan pada saat itu. Setiap hari raya tahun baru Imlek Gouw Shin Hie dan
murid-muridnya selalu terpilih untuk membawakan pertunjukan Barongsai di
sebuah kelenteng yang terletak di Pusat kota Pekalongan. Gouw Shin Hie juga
mendemonstrasikan keahlian Wushu pada Turnamen Wushu Nasional Indonesia.
turnamen ini hanya diadakan setiap 25 tahun dan diikuti para praktisi beladiri dari
banyak negara. Ia adalah salah satu peserta terhebat di dalam turnamen ini. Gouw
Shin Hie mencetak para murid yang tangguh dan terus melestarikan tradisi Wushu
Shaolin aliran Hung Mei.28
Kemudian, terdapat pendekar Wushu fenomenal di Semarang yaitu Lo
Ban Teng. Nama Lo Ban Teng terkenal sebagai tabib pengobatan China dan ahli
Wushu aliran Ngo Cho Kun (Wuzu Quan) yang hebat di Indonesia. Lo Ban Teng
lahir tahun 1886 di Kota Cio Bee, Provinsi Hokkian. Ayahnya bernama Lo Ka
Liong, seorang pemilik toko arak berasal dari Kota Eng Teng. Salah satu hal yang
membuat Lo ban Teng belajar Wushu adalah ketika keluarganya diganggu oleh
orang-orang di sekitarnya karena rasa iri mereka terhadap kesuksesan usaha yang
dijalankan oleh ayahnya. Perjalanan Lo Ban Teng dalam mempelajari Wushu
cukup panjang dan berpindah-pindah guru dalam belajar. Dalam belajar Wushu
Lo Ban Teng sempat dikirim ayahnya ke tempat saudaranya di Desa Selan,

28
Siswantoro, dkk., Ibid., hlm. 185-186.
16

Semarang. Namun, hanya berselang tujuh bulan ia kembali ke China karena


merasa tidak kerasan. Kemudian Lo Ban Teng belajar Wushu dari salah satu lima
murid terbaik master Wushu terbaik Ngo Cho Kun dari cabang perguruan Shaolin
Ho Yang bernama Yoe Tjoen Gan. Kemudian Yo Tjoe Gan mengirim Lo Ban
Teng untuk pergi ke Amoy dan belajar Wushu dari Goei Un Lam, kakak
seperguruan dari Yoe Tjoen Gan. Untuk menyempurnakan ilmu beladirinya, Lo
Ban Teng juga berguru kepada Liem Kioe Djie dan Ong Tjian Pwee yang
memiliki keahlian khusus yang berbeda-beda.
Liem Kioe Djie adalah seorang pendekar Wushu yang sangat ahli
melakukan gerakan dan jurus tangan. Teknik pukulan dengan mengibaskan tubuh
agar tenaga dapat tersalurkan sampai ke pukulan secara maksimal dikuasainya
dengan sangat sempurna. Lo Ban Teng juga mempelajari ilmu pengobatan dan
luka pukul juga penanganan patah tulang melalui Liem Kioe Djie. Dari Ong Tjian
Pwee, Lo Ban Teng mempelajari bagaimana mendeteksi penyakit lewat denyut
nadi serta ahli penyakit anak-anak, perempuan, dan orang tua. Goei Un Lam
adalah seorang ahli tenaga dalam dan ilmu pernapasan yang hebat. Ia
mengajarkan Lo Ban Teng teknik-teknik “menggacip” dan “menggunting” dengan
menggunakan gerakan kaki dan tangan serentak. Dari beberapa gurunya inilah Lo
Ban Teng memperoleh kesempurnaan Wushu.
Tahun 1927, Lo Ban Teng mendapat undangan menghadiri sebuah
demonstrasi ilmu Wushu dari Yo Kian Ting di Semarang. Tujuan ia mengundang
Lo Ban Teng untuk mempertandingkannya dengan seorang negro yang sangat
sombong dan mencela Wushu China. Pada awalnya, Lo Ban Teng hanya berniat
untuk tinggal selama delapan bulan di Semarang, namun akhirnya ia memutuskan
untuk menetap di Semarang dan membuka rumah obat dan juga menjadi seorang
tabib. Di Indonesia, Lo Ban Teng mengadakan banyak demonstrasi dan
memberikan wawasan mengenai intisari dari Wushu Shaolin juga pengajaran
tokoh-tokoh persilatan yang lain, seperti Ta Mo Chosu dan Zhang Sanfeng. Lo
Ban Teng terus menyebarluaskan Wushu China aliran Ngo Cho Kun dan juga
17

pengobatan tradisional China ke seluruh Indonesia. Lo Ban Teng meninggal di


usia 72 tahun di tahun 1958.29
Uraian tersebut telah menunjukkan bagaimana para ahli Wushu
menyebarkan Wushu ke berbagai daerah, seiring migrasi orang-orang China ke
Indonesia. Wushu bukan hanya sebagai alat beladiri untuk bertarung maupun
berperang tetapi juga sebagai salah satu ajang olahraga beladiri internasional yang
dipertandingkan dan diperlombakan di dunia baik di tingkat nasional maupun
internasional.
Tahun 1970 di China sudah mempublikasikan Wushu sebagai cabang
olahraga berstandar internasional, namun, belum resmi menjadi olahraga
berstandar internasional. Barulah tahun 1990 dengan didirikannya International
Wushu Federation (IWUF), Wushu telah menjadi olahraga berstandar
internasional dan telah dipertandingkan dalam Asian Games.
Tahun 1980 Wushu sebagai salah satu cabang olahraga masuk ke
Indonesia dan kejuaran Wushu Asia pertama digelar di Yokohama, Jepang.
Banyak prestasi-prestasi membanggakan yang telah diraih oleh atlet-atlet Wushu
asal Indonesia, di antaranya, atlet Indonesia menjadi juara penampilan terbaik
kelas Tai Ji Quan di nomor eksebisi pada kejuaraan Wushu Asia pertama di
Yokohama, Jepang. Tahun 1988 atlet Indonesia berhasil meraih satu perunggu
dan penampilan terbaik untuk Tai Ji Quan berpasangan dalam festival Wushu
pertama di China. Tahun 1989 gelar penampilan terbaik kembali diraih oleh atlet
Indonesia pada kejuaraan Asia II di Hongkong. Tahun 1992 tanggal 10
November, KONI pusat meresmikan berdirinya Pengurus Besar Wushu Indonesia
(PBWI) yang merupakan wadah bagi seluruh perguruan Wushu Indonesia, yang
didirikan oleh Brigjen TNI IGK Manila di Jakarta. Dalam perkembangannya,
beladiri Wushu lebih mengutamakan seni atau keindahan gerakannya, juga untuk

29
Siswantoro, dkk., Ibid., hlm. 173-179.
18

sarana olahraga yang baik bagi kesehatan, dan paling populer sebagai ajang untuk
perlombaan.30
2.3 Perkembangan Wushu di Jember
Perkembangan Wushu di Jember tidak terlepas dari keberadaan orang-orang
Tionghoa. Masuknya orang-orang Tionghoa ke Jember diperkirakan pada tahun-
tahun akhir abad ke-19, yaitu pada masa suburnya perkebunan tembakau di
Jember, terutama setelah dibangunnya jalur transportasi berupa Kereta Api yang
menyebabkan berkembangnya kabupaten ini dengan pesat.
Orang-orang Tionghoa terbagi dalam dua golongan, yakni totok dan
peranakan. Menurut kenyataannya yang disebut peranakan adalah pertama,
mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah dari China dan lahir di Hindia
Belanda. Kedua, mereka yang lahir dari perkawinan campuran, yaitu laki-laki
Tionghoa dan wanita pribumi. Ketiga, mereka yang dilahirkan dari perkawinan
campuran antara ayah pribumi dan ibu Tionghoa.31
Perbedaan antara Tionghoa peranakan dengan Tionghoa totok sepintas
memang sulit, tetapi jika diperhatikan secara seksama akan terlihat bedanya,
perbedaan sering terlihat pada lafal atau ucapannya yang agak kaku dalam
berbahasa Indonesia, dalam kehidupan sosial budaya, dalam corak pendidikan
serta dalam adat istiadat lainnya.32 Tionghoa totok dilihat dari bahasa yang
digunakan dalam pergaulan sehari-hari mereka memang sudah menggunakan
bahasa setempat. Namun dari dialeknya masih kental bahwa mereka Tionghoa
totok. Hal ini disebabkan mereka masih menggunakan bahasa asli sebagai bahasa
di lingkungan keluarga dan sesama orang Tionghoa yang satu suku. Sedangkan
untuk menjalin hubungan dengan masyarakat pribumi, mereka menggunakan

30
Awan Hariono, Pedoman Sistem Energi Dalam Pencak Silat Kategori
Tanding (Yogyakarta: FIK UNY, 2006), hlm. 2.
31
Siauw Giok Tjhan, Lima Jaman Perwujudan Integrasi Wajar (Jakarta-
Amsterdam: Teratai, 1981), hlm. 34.
32
Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia (Bandung:
Penerbit Tarsito, 1984), hlm. 101.
19

bahasa setempat karena tuntutan untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat


setempat.33
Golongan peranakan menyebut kaum totok dengan sebutan singkeh yang
berarti tamu baru. Karena mereka lahir di luar negeri Indonesia (yaitu negeri
China), orang Indonesia biasa menyebut mereka dengan totok, yang berarti orang
berdarah murni asing. Rata-rata kaum totok ini berprofesi sebagai pedagang. Di
luar Pulau Jawa mereka banyak bekerja di pertambangan dan perkebunan.34
Keluarga Tionghoa totok sangat memperhatikan pendidikan budaya
leluhur, sehingga mereka lebih suka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah
khusus Tionghoa. Diharapkan anak-anak mereka tidak akan terpengaruh adat dan
budaya masyarakat setempat atau para Tionghoa peranakan. Karena menurut
mereka, hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan keturunanya, terutama
dalam mempertahankan akar budaya dan sifat-sifat keaslian mereka. Berbeda dari
Tionghoa totok, kehidupan kaum peranakan lebih terbuka dan lebih mudah
beradaptasi dengan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan oleh pendidikan
yang mereka terima dan peraturan yang diterapkan oleh penguasa Belanda. 35
Golongan Tionghoa peranakan juga lebih terbuka dalam hal menerima
pengaruh kebudayaan, agama, dan kepercayaan setempat.36 Hal ini karena mereka
tidak terlalu fanatik memegang ajaran leluhur. Akibatnya, lambat laun dan tanpa
mereka sadari, mereka telah melahirkan sebuah kebudayaan baru yang
memadukan unsur kebudayaan Tionghoa dengan dengan pribumi maupun dengan
unsur kebudayaan asing lainnya, yang pada akhirnya membuat identitas mereka
berbeda sendiri, suatu identitas sebagai orang peranakan yang bukan pribumi,
tetapi juga tidak asing. Meskipun demikian, golongan peranakan sebenarnya

33
Ibid., hlm. 134.
34
Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia (Jakarta: LP3ES
Indonesia, 2005), hlm. 261.
35
Siauw Giok Tjhan, op. cit., hlm. 39.
36
Leo suryadinata, op. cit., hlm. 87.
20

bukan merupakan golongan ras, seperti orang Tionghoa totok.37 Bahkan di Pulau
Jawa yang menganut sistem patriarki, peranakan Tionghoa dari ayah pribumi
digolongkan sebagai pribumi. Maka jelas bahwa golongan Tionghoa peranakan
merupakan golongan tersendiri yang didasarkan atas penggunaan nama keluarga,
kebudayaan khas yang mereka wujudkan, dan atas dasar identitas diri.38
Gambaran tentang warga negara asing Tionghoa dan warga negara
Tionghoa peranakan di tiga kecamatan di Jember dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1
Warga Negara Asing Tionghoa dan Warga Negara Indonesia Peranakan
Tahun 1992-1998
No. Kecamatan WNI Tionghoa WNA Tionghoa
1992 1994 1998 1992 1994 1998
1 Sumbersari 749 749 758 219 171 167
2 Kaliwates 1357 4752 4755 2117 630 332
3 Patrang 839 832 998 190 187 -
Sumber : Kantor Biro Statistik Kabupaten Dati II Jember 1992-1998
Pada tabel di atas dapat dilihat terjadi peningkatan yang cukup signifikan
terhadap warga negara Indonesia peranakan di Kecamatan Sumbersari, Kaliwates,
dan Patrang di Jember dari tahun 1992-1998 tetapi berbanding terbalik dengan
warga negara asing Tionghoa yang mengalami penurunan. Jumlah terbanyak
warga negara Indonesia peranakan terdapat di Kecamatan Kaliwates dan jumlah
paling sedikit untuk warga negara asing Tionghoa terdapat di Kecamatan Patrang.
Hal tersebut dikarenakan karena mayoritas orang-orang Tionghoa yang datang ke
Jember adalah dari golongan Hokkien, yang memiliki keahlian dalam bidang
perdagangan. Mereka telah mampu berakulturasi dan beradaptasi dengan
lingkungan dan kebudayaan lokal. Mereka tinggal dan membentuk pola
pemukiman tersendiri yang pusatnya di daerah Pecinan yang terletak di distrik

Harsja W. Bachtiar, “Masalah Integrasi Nasional di Indonesia”, dalam Prisma,


37

No. 8, Agustus 1976, hlm. 9.


38
Ibid.
21

Jember.39 Daerah tersebut sekarang menjadi Jalan Untung Suropati dan Jalan H.
Samanhudi atau dikenal dengan daerah Pasar Tanjung yang terletak di Kecamatan
Kaliwates Jember.
Orang-orang Tionghoa Jember masih tetap mempertahankan dan
melestarikan adat istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun.
Orang-orang Tionghoa Jember merupakan komunitas masyarakat Tionghoa yang
masih kuat memegang teguh tradisi leluhurnya.40 Dalam hal bahasa, orang-orang
Tionghoa Jember menggunakan multi bahasa. Di sekolah-sekolah baik sekolah
negeri maupun sekolah swasta, termasuk sekolah Katolik dan Kristen, murid-
murid berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, tetapi tidak jarang
murid-murid juga menggunakan bahasa Jawa atau Madura. Selain itu juga dapat
terlihat di pasar, terutama di pasar tradisional. Ketika seorang pembeli yang
merupakan berasal dari etnis Tionghoa dan pedagang berasal dari Suku Madura,
namun pembeli yang merupakan etnis Tionghoa tersebut menggunakan bahasa
Madura. Selain itu dari segi hal pakaian, hal ini dapat dilihat bahwa para wanita
Tionghoa di Jember sudah jarang menggunakan pakaian model kebaya China,
demikian pula halnya dengan laki-laki Tionghoa yang sudah jarang menggunakan
pakaian jenis koko ala Shanghai. Hendrikus Suwardi mengatakan bahwa
neneknya yang Tionghoa Jawa suka sekali menggunakan pakaian model pakaian
perempuan Madura, yaitu pakaian yang terdiri atas kain panjang dan kebaya.41
Berbicara tentang sikap hidup orang-orang Tionghoa berarti akan
membicarakan tentang pola hidup mereka yang sepanjang sejarah menonjol
sebagai suatu kekuatan dominan dari ekonomi, akibat kedudukan ekonomi mereka
lebih menonjol kemudian muncul sikap mental kehidupan yang tertutup, merasa

39
Edy Burhan Arifin, Emas Hijau di Jember: Asal-Usul dan Pengaruhnya
Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat 1860-1880, Tesis (Yogyakarta: UGM,
1990), hlm. 114.
40
Wawancara dengan Iwan Natawidjaja Pembina Wushu Garuda Jember di
Jember, 25 Februari 2019.
41
Retno Winarni, dkk., Cina Republik Menjadi Indonesia (Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta, 2015), hlm. 99-102.
22

penting, dan lebih tinggi derajatnya daripada penduduk pribumi. Sikap hidup
seperti ini dapat dilihat dalam kenyataan sikap mental sosio ekonominya. 42 Dalam
sikap mental sosio ekonomi ini dipengaruhi oleh motivasi awal kedatangan etnis
Tionghoa ke wilayah-wilayah Indonesia, dengan tujuan untuk mencari
penghidupan yang lebih baik. Orang-orang Tionghoa di Jember memiliki
diferensiasi dalam jenis pekerjaan yakni antara lain bisnis-perdagangan, jasa,
pertanian, perhotelan, konstruksi, dan lain-lain. Seperti salah satu orang Tionghoa
peranakan di Jember bernama Iwan Natadwijaja yang sudah melakukan migrasi
ke wilayah Jember dan telah menetap cukup lama di Pusat Kota Jember dengan
tujuan untuk penghidupan yang lebih baik. Ia adalah seorang pembisnis yang
dibilang cukup sukses di Jember, ia berkecimpung di bisnis-perdagangan yaitu
memiliki beberapa toko cat yang dapat dibilang cukup besar yang terletak di pusat
kota Jember.43 Sikap hidup yang dikembangkan oleh etnis Tionghoa peranakan
seperti itu disebabkan mereka menjaga beberapa pandangan hidup mereka seperti
ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme.
Orang-orang Tionghoa peranakan di Jember sudah sejak lama
berasimilasi dengan masyarakat setempat. Orang-orang Tionghoa peranakan ini
umumnya sudah tidak fasih berbicara dengan bahasa Mandarin yang merupakan
bahasa asli mereka, tetapi sudah berkomunikasi dengan memakai bahasa
setempat.44 Seiring dengan berjalannya waktu, orang-orang Tionghoa peranakan
Jember membentuk suatu wadah berupa organisasi untuk menjaga dan
melestarikan kebudayaan leluhur mereka. Perkembangan Wushu di Jember
berkembang seiring dengan dibentuknya beberapa organisasi ini. Organisasi ini
berupa organisasi olahraga, yang berbentuk sasana. Terdapat dua sasana olahraga

42
Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia (Bandung:
Penerbit Tarsito, 1984), hlm. 137.
43
Wawancara dengan Iwan Natawidjaja Pembina Wushu Garuda Jember di
Jember, 25 Februari 2019.
44
Seperti pada penjelasan sebelumnya, bahwasannya budaya pribumi dari pihak
Ibu lebih mendominasi orang-orang Tionghoa peranakan, termasuk dalam penggunaan
bahasa sehari-hari.
23

Wushu di Jember, yaitu Sasana Wushu Garuda dan Sasana Wanoro Seto cabang
Jember.
Sasana Wushu Garuda tercakup dalam suatu perkumpulan yang dibentuk
oleh orang-orang Tionghoa peranakan di Jember. Perkumpulan ini bernama
Garuda. perkumpulan Garuda juga mencakup Basket, Liang-liong dan Barongsai.
Sasana Wushu Garuda dirintis dan dikembangkan oleh Iwan Natawidjaja dan
Bambang Siswanto Gunawan pada tanggal 8 Mei tahun 1998. Garuda yang berarti
memiliki kebesaran hati dan semangat yang terus-menerus. Sasana Wushu Garuda
berada di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Wushu mulai
terdaftar di KONI sejak tahun 1992. Tahun 1996 tepatnya pada acara Pekan
Olahraga Nasional yang ke-14, Wushu masih dimasukkan dalam kategori eksebisi
dan statusnya belum resmi. Memasuki tahun 2000 tepatnya acara Pekan Olahraga
Nasional yang ke-15 di Jawa Timur, Wushu resmi dimasukkan dalam kategori
cabang olahraga yang dilombakan.45
Sasana Wushu Garuda melatih Wushu untuk para junior. Dalam Wushu
Garuda tidak hanya para atlet yang berasal dari etnis Tionghoa tetapi juga dari
etnis Jawa, karena memang sasana ini dibuka untuk umum yang ingin berkiprah
di olahraga Wushu. Pelatih pertama kali Wushu Garuda adalah Chung Liang yang
mengajarkan Taolu. Kemudian Harris yang merupakan murid Chung Liang,
Isidorus Soekarno, Chin Chin, dan Pouwan.46
Tahun 2006 tanggal 7 Oktober perkumpulan Garuda membuka gedung
olahraga dan kesenian atau GOR Garuda Jember sebagai tempat latihan Wushu,
Basket, Liang-liong dan Barongsai. Gedung ini bernama gedung olahraga dan
kesenian Garuda. Berikut adalah gambar soft opening gedung olahraga dan
kesenian Garuda.

45
Wawancara dengan Iwan Natawidjaja Pembina Wushu Garuda Jember di
Jember, 25 Oktober 2019.
46
Wawancara dengan Lucas Joko Wiyarso Komisi Teknik Wushu Garuda
Jember, 11 Desember 2019.
24

Gambar 2.1 Koleksi foto milik perkumpulan Garuda Jember diambil tahun
2006, saat soft opening gedung olahraga dan kesenian Garuda.
Sumber : Koleksi foto Perkumpulan Garuda
Foto ini, milik perkumpulan Garuda yang ada di Jember diambil ketika
acara soft opening gedung olahraga dan kesenian Garuda sebagai bentuk momen
untuk mengabadikan peristiwa penting tersebut. Foto ini terdapat di kediaman
rumah Iwan Natawidjaja sebagai perintis perkumpulan Garuda Jember. Gedung
Garuda teretak di Jalan Teratai No. 3, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember.47
Selain Sasana Wushu Garuda pada tanggal 22 November tahun 1998
berdiri Lembaga Beladiri Wanoro Seto (LBD) cabang Jember atau Sasana
Wanoro Seto. Pertama kali LBD Wanoro Seto atau Wushu Wanoro Seto
berkembang dan dikenal di Surabaya, yang kemudian meluaskan ajaran
perguruannya keluar daerah, termasuk di Jember. Lembaga beladiri ini juga
berada di bawah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). lembaga ini pada
dasarnya mengajarkan seni beladiri dengan menggunakan jurus dan gerakan
wanoro (kera), gabungan antara jurus kera bumi, kera mabuk, dan taichi.48 Pionir
pertama tempat latihan LBD Wanoro Seto yaitu di Universitas Jember yang

47
Wawancara dengan Iwan Natawidjaja Pembina Wushu Garuda Jember di
Jember, 25 Oktober 2019.
48
Tai Chi merupakan salah satu dari bermacam-macam aliran jurus dalam
Wushu yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
25

didirikan tanggal 16 Mei 1999 di Ruang Peradilan Semu Fakultas Hukum


Universitas Jember. Pendiri pertama adalah Silvia Yamis dan Subiantono, yang
berasal dari Surabaya. Perkembangan LBD Wanoro Seto cabang Jember sudah
memiliki beberapa ranting, di antaranya: Ranting Universitas Jember, Ranting
SMAN 4 Jember, Ranting SMAK Kartini Jember, Ranting SMPN 1 Jenggawah
Jember. LBD Wanoro Seto cabang Jember, telah melahirkan 9 generasi dengan
dengan mengambil konsep marga etnis Tionghoa, dari atas mengakar ke bawah.49
Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 Tentang Sistem
Keolahragaan Nasional, Pengurus Kabupaten Wushu Indonesia mengeluarkan
Surat Keputusan No. 005 Tentang Keanggotaan Sasana Wushu Kabupaten Jember
di bawah naungan Pengkot Wushu Indonesia Jember, Sasana Garuda dan Sasana
Wanoro Seto merupakan anggota sasana yang berada di bawah naungan Pengkot
Wushu Indonesia. Surat Keputusan ini mengukuhkan dan memberi landasan
formasi organisasi olahraga prestasi dan organisasi olahraga fungsional di
Kabupaten Jember, sehingga perlunya penetapan keanggotan sasana yang berada
di bawah naungan Pengkot Wushu Indonesia Jember yang sesuai dengan
permintaan KONI Jember.50

49
Informasimengenai sejarah perkembangan perguruan LBD Wanoro Seto dapat
diperiksa dalam [online] http://go.blogup.com/nextblog/lbdwanoroseto.blogspot.com.
50
Pengurus Kabupaten Cabang Olahraga Wushu (PK-WI), Keanggotaan Sasana
Wushu Kabupaten Jember di Bawah Naungan Pengkot Wushu Indonesia Jember
(Jember: Pengurus Kabupaten Wushu Indonesia Jember, 2010).

Anda mungkin juga menyukai