Anda di halaman 1dari 2

Naskah Drama Panggung

Penulis
Gondhol Sumargiyono

Penyelaras
Sugita Hadi Supadma
M. Ahmad Jalidu

Introduksi
Suasana : tegang panas
Setting : Rumah Ki Gedhe Lemah kuning (lampu merah)
Musik : Sampak campur vocal + palaran
Waktu : malam hari
Pelaku : Ki gedhe lemah kuning

Palaran surat dari Unggul Pawenang (dibarengi tarian)

Sabdha Jati, aja ngaku Hyang Sukma


Mara sowano mring reki
Najan leresa ing batin
Nanging luwih kaluputan
Wong wadheh ambuka wadi
Telenge bae pinulung
Pulungi tanpa ling-aling
Kurang waskitha ing cipta
Lunturing kanthi nugraha
Tan saben uwong nampani.

Ki Gedhe Lemah Kuning (murka)


Jangankan hanya delapan! Beribu-ribu sesepuh, aku takkan sudi menghadap ke Unggul
Pawenang. Aku bukan budak. Aku tidak sudi diperintah. Sejak mentari menampakkan
sinarnya aku sudah hidup di antara langit dan bumi ini. Aku dan para sesepuh itu
sama, hanya seonggok daging yang berupa bangkai yang tidak lama lagi akan busuk.
Menjadi tanah. Tapi hari ini kalian kumalungkung para sesepuh. Beraninya mengundang
aku yang sebenarnya sudah manunggal dengan Ywang Sukma. Ki Gedhe Lemah Kuning!
(kepada utusan) Pulanglah!

Utusan
Saya akan pulang dan Ki Gedhe turut bersama saya.

Gajah Sora, Lembu Tanaya, dan Kebo Kenanga


Keparat!
Lancang!
Setan alas!
(Keitiganya menghajar dan mengusir utusan)
musik pembuka beranjak kembali
LAMPU BERUBAH

ADEGAN 1
Suasana : Pasewakan
Setting : Unggul Pawenang
Musik : Ladrang
Waktu : Pagi hari

Nila Ambara
Sinuwun, Unggul Pawenang saat ini diselimuti kabut gelap, sinar rembulan takut
menampakkan cahaya terang. Unggul Pawenang tertutup awan hitam, sinuwun.

Panembahan Purwa
Apa? Unggul Pawenang diselimuti kabut gelap?

Nila Ambara
Benar sinuwun. Kabut itu semakin pekat seiring tersebarnya ajaran Ki Gedhe Lemah
Kuning. Apalagi, hamba mendengar kabar bahwa Ki Gedhe Lemah Kuning ada dibelakang
sepak terjang Kebo Kenanga. Banyak pemuda-pemuda yang membangkang pemerintahan
Unggul Pawenang karena tergiur mengikuti ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning.

Glathik Pamikat
Ananda Sultan, memang benar adanya. Suramnya bumi Unggul Pawenang ini disebabkan
oleh Adhi Gedhe Lemah Kuning yang mampu memikat rakyat lantaran ajarannya. Sekarang
dia sudah jarang bersama kami, manembah Sang Akarya Jagat di Lawang Kaswargan.
Sungguh, ini di luar kebiasaan.

Panembahan Purwa
Oh, Ki Ageng, Aku serasa terkunci di peti besi, terkepung seeribu gunung.
Pandanganku terhalang oleh tumpukan harta dan kemewahan, hingga masalah sebesar ini
tidak kuketahui.

Gagak Rimang
KI Gedhe Lemah Kuning sudah medhar wewadining jagat kepada kawula Unggul Pawenang.
Kawula yang masih tabu akan hal itu, sebab, alam pikiran dan angan-angan mereka
masih dipenuhi rimbunnya semak belukar yang lebat. Mereka tidak sepenuhnya memahami
kawruh yang kawedhar. Apakah nantinya justru tidak menjerumuskan dan merusak
tatanan?

Nila Ambara
Sinuwun, bagi saya, tanpa memandang ajarannya, Ki Gedhe Lemah Kuning jelas-jelas
sudah mengacaukan ketertiban negara. Saya tidak boleh tinggal diam, Sinuwun.

Panembahan Purwa
Lalu bagaimana menurut hemat Ki Ageng?

Read more: http://bandarnaskah.blogspot.com/2010/05/kiblat-tanah-


negeri.html#ixzz6BfJ1TM71

Anda mungkin juga menyukai