Anda di halaman 1dari 14

Kiblat Tanah Negeri

KIBLAT
TANAH NEGERI
Naskah Drama Panggung

Penulis
Gondhol Sumargiyono

Penyelaras
Sugita Hadi Supadma
M. Ahmad Jalidu

Perhatian !
Untuk menggunakan naskah ini harap menghubungi
M. Ahmad Jalidu
08175486266

1|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

masjali@yahoo.com

2|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

KIBLAT TANAH NEGERI

Introduksi
Suasana : tegang panas
Setting : Rumah Ki Gedhe Lemah kuning (lampu merah)
Musik : Sampak campur vocal + palaran
Waktu : malam hari
Pelaku : Ki gedhe lemah kuning

Palaran surat dari Unggul Pawenang (dibarengi tarian)

Sabdha Jati, aja ngaku Hyang Sukma


Mara sowano mring reki
Najan leresa ing batin
Nanging luwih kaluputan
Wong wadheh ambuka wadi
Telenge bae pinulung
Pulungi tanpa ling-aling
Kurang waskitha ing cipta
Lunturing kanthi nugraha
Tan saben uwong nampani.

Ki Gedhe Lemah Kuning (murka)


Jangankan hanya delapan! Beribu-ribu sesepuh, aku takkan sudi menghadap ke Unggul
Pawenang. Aku bukan budak. Aku tidak sudi diperintah. Sejak mentari menampakkan sinarnya
aku sudah hidup di antara langit dan bumi ini. Aku dan para sesepuh itu sama, hanya seonggok
daging yang berupa bangkai yang tidak lama lagi akan busuk. Menjadi tanah. Tapi hari ini
kalian kumalungkung para sesepuh. Beraninya mengundang aku yang sebenarnya sudah
manunggal dengan Ywang Sukma. Ki Gedhe Lemah Kuning! (kepada utusan) Pulanglah!

Utusan
Saya akan pulang dan Ki Gedhe turut bersama saya.

Gajah Sora, Lembu Tanaya, dan Kebo Kenanga


Keparat!
Lancang!
Setan alas!
(Keitiganya menghajar dan mengusir utusan)
musik pembuka beranjak kembali
LAMPU BERUBAH

3|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

ADEGAN 1
Suasana : Pasewakan
Setting : Unggul Pawenang
Musik : Ladrang
Waktu : Pagi hari

Nila Ambara
Sinuwun, Unggul Pawenang saat ini diselimuti kabut gelap, sinar rembulan takut
menampakkan cahaya terang. Unggul Pawenang tertutup awan hitam, sinuwun.

Panembahan Purwa
Apa? Unggul Pawenang diselimuti kabut gelap?

Nila Ambara
Benar sinuwun. Kabut itu semakin pekat seiring tersebarnya ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning.
Apalagi, hamba mendengar kabar bahwa Ki Gedhe Lemah Kuning ada dibelakang sepak terjang
Kebo Kenanga. Banyak pemuda-pemuda yang membangkang pemerintahan Unggul Pawenang
karena tergiur mengikuti ajaran Ki Gedhe Lemah Kuning.

Glathik Pamikat
Ananda Sultan, memang benar adanya. Suramnya bumi Unggul Pawenang ini disebabkan oleh
Adhi Gedhe Lemah Kuning yang mampu memikat rakyat lantaran ajarannya. Sekarang dia
sudah jarang bersama kami, manembah Sang Akarya Jagat di Lawang Kaswargan. Sungguh, ini
di luar kebiasaan.

Panembahan Purwa
Oh, Ki Ageng, Aku serasa terkunci di peti besi, terkepung seeribu gunung. Pandanganku
terhalang oleh tumpukan harta dan kemewahan, hingga masalah sebesar ini tidak kuketahui.

Gagak Rimang
KI Gedhe Lemah Kuning sudah medhar wewadining jagat kepada kawula Unggul Pawenang.
Kawula yang masih tabu akan hal itu, sebab, alam pikiran dan angan-angan mereka masih
dipenuhi rimbunnya semak belukar yang lebat. Mereka tidak sepenuhnya memahami kawruh
yang kawedhar. Apakah nantinya justru tidak menjerumuskan dan merusak tatanan?

Nila Ambara
Sinuwun, bagi saya, tanpa memandang ajarannya, Ki Gedhe Lemah Kuning jelas-jelas sudah
mengacaukan ketertiban negara. Saya tidak boleh tinggal diam, Sinuwun.

Panembahan Purwa
Lalu bagaimana menurut hemat Ki Ageng?

Bonang Panuntun
Ya… Adhi Gedhe Lemah Kuning memang sudah melangkah terlalu jauh. Kami berdelapan
sudah berulang mengirimkan undangan, tetapi setiap utusan selalu kembali dengan jawaban
yang tidak memuaskan, Adhi Gedhe Lemah Kuning tidak pernah bersedia sowan ke Unggul
Pawenang.

(Panembahan Purwa terdian beberapa saat)

4|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Nila Ambara
Maaf, Sinuwun. Keadaan ini semakin pelik sinuwun. Sudah menjadi tanggung jawab saya atas
ketentraman rakyat Unggul Pawenang. Jika sinuwun berkenan, saya akan segera menyusul ke
padhepokan Gedhe Lemah Kuning. Akan saya jemput beliau, secara halus ataupun dengan
paksa.

Jalak Manitis
Nila Ambara! Jangan sampai yang keruh semakin keruh. Kita sedang mencari jalan untuk
menemukan kejernihan, Nila Ambara. Sinuwun, rasanya itu juga menjadi tanggung jawab kami
untuk mengingatkan Gedhe Lemah Kuning. Untuk sementara beri kami waktu untuk berikhtiar
lagi.

Nila Ambara
Jangan bertaruh dengan waktu Ki Ageng!

Panembahan Purwa
Nila Ambara! (membentak)

Nila Ambara
Maaf, sinuwun.

(Wilutama masuk)

Wilutama
Hamba menghadap, Sinuwun.

Panembahan Purwa
Aku terima. Ada apa Wilutama?

Wilutama
Sinuwun, utusan Ki Ageng Glathik Pamikat sudah kembali dan memohon ijin untuk
menghadap Sampeyan Dalem.

Panembahan Purwa
Baiklah. Segera persilakan dia masuk!

Wilutama
Sendika dhawuh, Sinuwun.

(Masuk Kidang Tlangkas bersama Wilutama)

Wilutama
Sinuwun, beliau Kidang Tlangkas, yang baru saja kembali dari padhepokan Ki Gedhe Lemah
Kuning.
Panembahan Purwa
Bagaimana Kidang Tlangkas? Apakah Gedhe Lemah Kuning bersedia sowan ke Unggul
Pawenang?

5|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Kidang Tlangkas
Maaf, Sinuwun, Ki Ageng Glathik Pamikat, Saya tidak berhasil. Ki Gedhe Lemah Kuning
menolak datang ke Unggul Pawenang. Dia bahkan menyatakan diri telah manunggal dengan
Ywang Sukma. Menyatu dengan dengan Gusti Kang Akarya Jagat.

(Semua terkejut).

Glathik Pamikat
Celaka! Ini semakin mengkhawatirkan. Akan semakin banyak orang yang mengaku Tuhan
seperti halnya Ki Gedhe Lemah Kuning.

Bonang Panuntun
Jika sudah begini, harus ada orang yang dapat meluruskan dan mengajak Ki Gedhe Lemah
Kuning datang ke Unggul Pawenang untuk membahas masalah ini.

Podang Binorehan
Kita harus berbuat sesuatu Ki Ageng. Jika perlu, Kita yang datang langsung ke sana.

Nila Ambara
Hari ini juga hamba bersedia menjemputnya, Sinuwun.

Jalak Manitis
Sebentar Nila Ambara.

LAMPU BERUBAH

ADEGAN 2
Suasana : Sidang Para sesepuh
Setting : suatu tempat antah berantah
Musik : mencekam
Waktu : siang

Gagak Rimang
Bahayanya adalah jika para pengikut itu tidak mampu memahami dengan benar. Ini menjadi
seperti ajaran yang sesat.

Glathik Pamikat
Aku setuju dengan pendapatmu, adhi Gagak Rimang. Akan sangat mengkhawatirkan apabila
wewadining jagat, kawruh jatining urip lan kawruh sangkan paraning dumadi kawedhar untuk
sembarang orang. Padahal, tiap orang belum pasti mampu menerima ajaran itu.

Jalak Manitis
Maaf, Ki Ageng, apalah gunanya mempersulit diri untuk mendapatkan ilmu. Tidak dapat
dinafikan, ajaran itu sudah semestinya diketahui dan dipahami oleh mereka yang manembah
kepada Gusti Kang Akarya Jagat.

6|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Bonang Panuntun
Benar, Jalak Manitis. Memang benar. Namun untuk dapat menerima kawruh itu, bukanlah
tanpa syarat. Sungguh, itu merupakan anugerah bagi mereka yang sudah mendapat hidayah.
Tidak dapat diajarkan begitu saja seperti halnya ilmu wadag. Jika si penerima tidak kuat, justru
akan kehilangan kiblat.

Podang Binorehan
Benar. Sebab ilmu yang diajarkan Ki Gedhe Lemah Kuning dapat menjadikan orang salah
paham. Dia medhar kawruh, bahwa sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini ada karena
kawruh budi, bukan dari Riptaning Gusti kang Murbeng Dumadi. Itu bisa ditafsirkan secara
mentah, Sehingga akhirnya para pengikut itu tidak lagi manembah kepada sang Khaliq. Lupa
kewajibannya. Apa keadaan seperti itu masih bisa membuat kita diam menunggu?

Gagak Rimang
Mereka akan menghilangkan syariat. Sungguh kerusakan yang parah.

Podang Binorehan
Di kemudian hari, murid-muridnya pasti akan lebih berani melanggar syariat. Yang haq
dikatakan batil, dan yang batil dikatakan Haq. Halal dibilang haram dan sebaliknya. Peradaban
akan hancur.

Jalak Manitis
Tetapi selama ini kita hanya mendengar. Kita belum benar-benar menyaksikan apakah ajaran itu
benar-benar menyebabkan kerusakan negara?

Podhang Binorehan
Jalak Manitis! Apa kamu tidak mendengar Nila Ambara sudah matur bahwa Gedhe Lemah
Kuning juga ada di balik sepak terjang Kebo Kenanga. Itu bukti pengaruh buruk ajaran Gedhe
Lemah Kuning.

Glathik Pamikat
Ki Gedhe Lemah Kuning juga mengajarkan, bahwa manusia yang lahir ke dunia ini sebenarnya
hidup dalam kematian. Bumi yang dipijak ini dianggapnya alam kubur. Ini benar-benar akan
merusak syariat!

Gagak Rimang
Bagi mereka yang dangkal pemahamannya, lalu ambil enaknya saja, menyimpang dari
ketetapan syariat. Mereka tidak butuh manembah marang Gusti, sebab anggapan mereka, kini
telah ada di alam kubur.

Bonang Panuntun
Ya, benar. Mereka yang masih awam justru akan begitu mudah melanggar syariat, tidak mau
lagi manembah Gusti di Lawang Kaswargan. Meniru perilaku Ki Gedhe Lemah Kuning. Padahal
jika diibaratkan jalma itu buta, bisu, tuli, sebenarnya tingkah laku itu datang dari Hyang Manon.
Bukankah di dalam Jitabsara sudah ditegaskan, bahwa diciptakannya manusia di dunia ini
hanyalah untuk ngabekti marang Gusti. Bila seperti ini, lalu bagaimana jadinya?

Jalak Manitis

7|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Lalu untuk apa pohon besar yang rimbun dan lebat jika buahnya tidak dapat dipetik dan
dinikmati orang? Itu tidak bermanfaat. Juga apa gunanya pohon yang rindang, jika tidak
mampu memberikan keteduhan bagi orang yang singgah di bawahnya?

Podhang Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Belum saatnya kawula di Unggul Pwenang menerima kawruh tersebut.
Walaupun benar adanya, tapi sesungguhnya salah bila kawruh itu kawedhar. Sebab akan
berakibat fatal bagi mereka yang benar-benar belum siap menerimanya. Lalu, akan menggiring
mereka keluar dari tuntunan Jamus Kalimasada. Apakah satu cawan kecil dapat menampung air
sebelanga? Bila saat ini baru ada cawan, isi saja cawan itu hingga penuh. Tidak lebih.

Jalak Manitis
Apakah kita ini tidak berbeda dengan manusia lain Ki Ageng? Kita sama-sama manusia. Jika
kita mampu, mestinya semua orang juga mampu. Gedhe Lemah Kuning memang telah sampai
pada tahap makrifat, setelah melalui syariat, hakikat, dan tarekat.

Podang Binorehan
Tetapi murid-murid dan pengikutnya tidak bisa langsung menerima makrifat.

Jalak Manitis
Saya kira Gedhe Lemah Kuning juga tahu bagaimana mengajarkan ilmu pada muridnya. Jika
Gusti yang dia sembah sama dengan Gusti yang kita sembah. Mestinya juga sama-sama
bertujuan kemaslahatan bersama. Sama-sama guru, boleh saja berbeda cara mengajar.

Podang Binorehan
Adhi Jalak Manitis! Kamu membela Gedhe Lemah Kuning!

Jalak Manitis
Saya hanya berusaha Khusnudzon Ki Ageng. Saya takut kekhawatiran kita berkembang menjadi
kedengkian. Ki Ageng sendiri yang mengajarkan untuk berbaik sangka. Kenapa Ki Ageng
berbalik.

Podang Binorehan
Jalak Manitis! Sebenarnya apa kehendakmu?

Semua serentak
Ki Ageng! Sabar!... sabar…

Jalak Manitis
Saya hanya tidak ingin, menyelesaikan kerusakan dengan kerusakan.

Bonang Panuntun
Dan kita hampir saja ikut-ikutan rusak Jalak Manitis. Sabar…

Gagak Rimang
Lebih baik, kita menyusul ke sana dan berusaha membujuknya. Jika Nila Ambara sudah
berangkat, saya khawatir keadaanya menjadi semrawut. Nila Ambara itu senopati, jangan
sampai dia menggunakan cara-cara keprajuritan.

8|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Podang Binorehan
Jika itu memang jalan satu-satunya kenapa tidak. Yang saya khawatirkan adalah Nila Ambara
belum tentu mampu menghadapai kekuatan Gedhe Lemah Kuning.

Jalak Manitis
Maaf, Ki Ageng. Jika seperti itu yang ada di pikiran Ki Ageng, saya tidak setuju. Lebih baik saya
berangkat sendiri…

Semua
Jalak Manitis!

LAMPU BERUBAH

ADEGAN 3

Suasana : Ki Gedhe Lemah Kuning medhar kawruh


Setting : Padhepokan Gedhe Lemah Kuning
Musik :
Waktu : Sore Hari
Pelaku : Gedhe Lemah Kuning, Gajah Sora, Kebo Kenanga, Lembu Tanaya dan murid-
murid.

Gedhe Lemah Kuning


Camkanlah murid-muridku. Sesungguhnya bumi yang kita pijak ini adalah alam kubur. Di alam
kubur, manusia masih juga gemar menumpuk harta dan segala yang tidak akan dibawanya
kelak di alam kelanggengan, alam setelah kematian. Akibatnya, mereka menafikan keberadaan
hidup yang sejati.

Gajah Sora
Maaf, guru. Dahulu pernah kau katakan. Manusia diturunkan ke alam padhang ini hanyalah
layaknya bangkai, belum berujud manusia sejati.

Gedhe Lemah Kuning


Di alam padhang ini, manusia hanya menunggu saatnya maut menjemput. Manusia dilahirkan,
hidup dan tumbuh, dan akhirnya hanya akan mati.

Lembu Tanaya
Guru. Jika ada manusia yang menginginkan hidup langgeng, bagaimanakah caranya?

Gedhe Lemah Kuning


Bila ada manusia yang punya keinginan untuk mendapatkan hidup abadi, dia harus memiliki
ilmu kamukswan. Tapi apalah gunanya? Punya umur panjang, tapi tidak bisa sumarah, berserah
diri kepada gusti. Tidak bisa hidup dengan ikhlas. Apalagi, wadhagnya akan kasat mata.

Kebo Kenanga
Lalu bagaimana seharusnya manusia hidup itu, Guru?

9|L a k o n K i b l a t Ta n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono


Kiblat Tanah Negeri

Gedhe Lemah Kuning


Manusia hidup harus berani mati. Bukan keterpaksaan mati seperti halnya manusia kebanyakan.
Manusia harus mencari jalan kematian menurut kehendaknya sendiri. Bukan kematian yang
disebabkan oleh sesuatu apapun, kecuali kehendaknya sendiri.

Kebo Kenanga
Mati oleh kehendaknya sendiri? Wah.. aku belum mengerti, Guru.

Gedhe Lemah Kuning


Kebo Kenanga, Manusia yang disebut mati atas kehendaknya sendiri adalah manusia yang
dapat mengembalikan hutang-hutang selama hidupnya. Ialah dari apa saja yang telah
dipinjamkan Gusti kepadanya, di antaranya badan wadhag dan nyawanya.

Lembu Tanaya
Jika begitu, manusia harus membayar hutang-hutang tersebut? Apa maksudnya, Guru?

Gedhe Lemah Kuning


Lembu Tanaya, badan wadhag atau raga harus kembali ke tanah, atas kehendak sendiri. Yang
berasal dari air harus kembali menjadi air, dari udara menjadi udara, dari api menjadi api, dan
roh kembali ke alam kamukswan. Yang tinggal hanya pribadinya sendiri.

Gajah Sora
Pribadinya sendiri? Apa artinya?

Gedhe Lemah Kuning


Wujud Pribadi itu sesungguhnya wujud kehidupan sejati. Wujud yang manunggal dengan
Gusti. Pribadi manusia itu sesungguhnya manunggal klawan Ywang Sukma.

Kebo Kenanga
Bagaimana caranya mencari hidup sejati yang kaumaksudkan itu, Guru?

Gedhe Lemah Kuning


Dengan cara beribadah, manembah marang Gusti Kang Akarya Jagat.

Gajah Sora
Beribadah itu bagaimana Guru? Apakah harus di Lawang Kaswargan seperti orang kebanyakan?

Gedhe Lemah Kuning


Ibadah berangkat dari getaran kalbu. Hasrat dari wujud pribadinya. Dan ibadah itu tidak harus
dilakukan di Lawang Kaswargan. Mencangkul sawah itu ibadah. Bercocok tanam itu bagian dari
ibadah. Manembah marang Gusti. Bila dengan bersujud di Lawang Kaswargan sudah merasa
dirinya manembah marang Gusti, namun perilakunya tidak mematuhi tatanan, melanggar
hukum yang ada, merugikan sesama, itu sama dengan orang merugi.

(Nila Ambara Masuk. Para Prajurit menunggu di luar)

Nila Ambara
Kakang Gedhe Lemah Kuning…

10 | L a k o n K i b l a t T a n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono
Kiblat Tanah Negeri

Gedhe Lemah Kuning


Oh… Adhi Nila Ambara, silakan masuk. Ada perlu apakah gerangan hingga Adhi datang ke
padhepokanku ini?

Nila Ambara
Maaf, kakang Gedhe Lemah Kuning, Aku diutus oleh para sesepuh dan sinuwun Panembahan
Purwa…

Gedhe Lemah Kuning


Pastinya kau diperintah untuk membawaku sowan menghadap ke Unggul Pawenang. Benar
Bukan?

Nila Ambara
Benar, Kakang. Mengapa Kakang menyebarkan ajaran yang belum saatnya diterima kawula di
Unggul Pawenang?

Kebo Kenanga
Kakang Nila Ambara! Ki Gedhe Lemah Kuning tidak pernah mencari murid. Bukan sumur
lumaku tinimba. Justru para kawula sangat ingin mendapatkan ilmu darinya. Kami ibarat semut
yang mencari gula.

Lembu Tanaya
Mengapa pula para sesepuh dan Panembahan Purwa melarang orang menuruti hasrat hatinya
sendiri. Hasrat hati adalah milik pribadi yang merdeka.

Gajah Sora
Langit dan bumi bukanlah milik sinuwun Panembahan Purwa. Semua isi langit bumi dan
seluruh ilmu adalah milik Gusti untuk semua titahnya. Tidak ada yang berhak mengusainya
sendiri.

Nila Ambara
Tapi Kakang Gedhe Lemah Kuning telah merusak ketentraman negara dengan kawruh yang
diajarkannya. Atas dasar apa kakang Gedhe Lemah Kuning berani medhar wewadining jagat-
sejatining urip.

Kebo kenanga
Kakang, cobalah kaupikirkan dan kaurasakan sungguh-sungguh! Di dadamu sebenarnya sudah
tertanam kawruh seperti yang telah diajarkan oleh Guru. Cobalah sekali lagi! Jika Kakang
bersedia membaca suratan yang tertulis di dasar hati, sudah tentu kau akan tanggap sasmitaning
gaib. Dan kau pasti akan mengerti apa yang disebut kehidupan sejati. Gesang kang Sejati!

Nila Ambara
Gesang sejati itu hidup sebagai titah dan khalifah yang tunduk pada Gusti. Gesang sejati itu
keseimbangan kaswargan dan kadonyan. Manembah Gusti dengan tertib tuma’ninah. Bukan
menjadi Gusti bagi dirinya sendiri.

Gajah Sora

11 | L a k o n K i b l a t T a n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono
Kiblat Tanah Negeri

Tetapi…

Nila Ambara
Sekali lagi aku tegaskan! Gedhe Lemah Kuning telah melanggar tatanan syariat! Oleh sebab itu,
mau tidak mau harus ikut aku menjelaskan hal ini ke Unggul Pawenang.

Gedhe Lemah Kuning


Aku tidak akan datang ke Unggul Pawenang! Tidak ada yang dapat dan boleh memerintahku.
Aku bukan budak siapapun. Aku adalah utusan diri pribadiku. Hanya perintah pribadi sejati ini
yang akan kuturuti. Pulanglah Nila Ambara.

Nila Ambara
Apa perlu kuulangi? Nila Ambara datang untuk menjemput Gedhe Lemah Kuning sowan ke
Unggul Pawenang…

Lembu Tanaya
Dasar! Tamu tak tahu diri! (menghantam Nila Ambara…)

(Peperangan prajurit Nila Ambara dan murid padhepokan Gedhe Lemah Kuning tak terhindarkan…)

ADEGAN 4
Para sesepuh datang menghentikan peperangan

Jalak Manitis
Hentikan! Nila Ambara, tarik prajuritmu! Ini urusan para sesepuh dengan Adhiku Gedhe Lemah
Kuning.

Gedhe Lemah Kuning


Salam hormatku para sesepuh. Ketahuilah, bukan kami yang menginginkan ini.

Podang Binorehan
Adhi Gedhe, Surya telah mulai merangkak ke barat. Sebentar lagi hari akan gelap. Jangan kau
lanjutkan keinginanmu.
Gedhe Lemah Kuning.
Keinginan yang mana? Aku sekedar menuruti kehausan mereka pada ilmu kehidupan. Dan
bukankah ilmu kehidupan laksana air bagi seluruh kehidupan.

Bonang Panuntun
Aku paham keinginanmu, Dhi. Tapi ilmu itu belum semestinya diajarkan pada kawula Unggul
Pawenang untuk saat ini.

Gedhe Lemah Kuning


Ki Ageng, untuk apa mempersulit ilmu? Bukankah Ki Ageng sendiri juga merasa keberadaan
kita adalah sebagai pancuran yang mengucurkan kawruh dari sendang kasejaten?

Podang Binorehan

12 | L a k o n K i b l a t T a n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono
Kiblat Tanah Negeri

Tapi bukan dengan mengajar sembarang kawruh! Jangan main gebyah uyah! Mereka belum
mampu! Langkahmu itu bisa-bisa melenyapkan syariat! Tanpa syariat, hakikat itu sesat Dhi!

Gedhe Lemah Kuning


Bukankah ajaranmu isinya syariat! Lalu kenapa khawatir kehilangan syariat! Kita sama-sama
punya murid. Kenapa tidak biarkan saja para kawula memilih dengan merdeka ajaranku atau
ajaran Ki Ageng. Kenapa tidak berani?!

Podang Binorehan
Lemah Kuning!

Jalak Manitis
Adhi Gedhe Lemah Kuning…
Marilah Dhi, kedatangan kami adalah untuk berdamai dan mengajakmu turut bersama kami.
Saling anyamlah sebab kita menjadi payung keselamatan jalan kawula, Dhi.

Gedhe Lemah Kuning


Kakang Jalak Manitis, aku paham maksudmu, tapi jalan kita memang sudah berbeda.

Jalak Manitis
Kamu menyebut Gusti yang sama dengan yang aku sebut. Mestinya sama Dhi… Kita tidak
sebodoh ini, membiarkan anyaman tecabik, hingga koyak dan tak mampu lagi menjadi payung
peneduh… kita bicara dan menyatukan hati serta langkah. Ajaran kita tak mengajarkan
kerusakan…

Gedhe Lemah Kuning


Kita berbeda Kakang. Ajaranku juga tidak ingin merusak. Tapi …

Jalak Manitis
Bukalah hatimu, Dhi… pandanglah aku… kita tidak berbeda.
Masih ada samudra waktu untuk berbenah dengan qonaah dan hati yang ramah.

Gedhe Lemah Kuning


Terima kasih Kakang… Aku hormat padamu. Tapi biarlah aku tetap seperti ini. Tak ada gunanya
berubah. Aku sudah sampai pada apa yang kuinginkan. Aku hidup manembah pada Gustiku,
dan telah manunggal dalam diriku. Aku kini hanyalah mati di dalam hidup. Tak bisa lagi diusik.

Jalak Manitis
Dhi, kamu hidup di alam hidup Dhi. (dengan nada haru yang dalam)

Podang Binorehan
Oo… Jadi kamu sudah bisa hidup di dalam mati, mati dalam hidup?

Gedhe Lemah Kuning


Bisa.

Podang Binorehan

13 | L a k o n K i b l a t T a n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono
Kiblat Tanah Negeri

Seperti apa? Yang mati tak akan berbuat apa-apa. Tak ada takut, eman dan tak pula berkehendak
lagi. Apa kamu juga bisa?

Gedhe Lemah Kuning


Bisa! Dan kali inipun akan kutinggalkan semua. Mustahil aku takut. Sehelai rambut terbelah
sejuta, tiada gentar menghadapi maut. Meski jiwa raga bercampur tanah dengan bumi menyatu.
Aku takkan menghindar. Takdir tiada kenal mundur yang menguasai segala kejadian. Orang
mati tiada merasa sakit, yang merasa sakit itu hidup yang ada di dalam raga. Bila tugas jiwa
telah tunai, maka alam Aning Anung tempat kembalinya. Alam yang tentram dan bahagia.
Aman damai sejahtera. Selamanya tiada ketakutan terhadap bahaya.
Kehendak pribadiku…
Mengembalikan segala yang dari Gustiku…
Kutinggalkan alam raga
Pribadiku, kembali pada Ywang Mukswaku…

MUKSWA

The End of SELESAI…


Musik dan tarian penutup.
Penonton bersorak tanpa beranjak, berharap keindahan tak pernah usai…

Hepi besdey UNY.


Semoga semakin tua bijaknya, dan semakin muda gesitnya.

14 | L a k o n K i b l a t T a n a h N e g e r i k a r y a Ghondol Sumargiyono

Anda mungkin juga menyukai