Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan ROM (Range Of Motion)


1.1 Definisi ROM
ROM adalah latihan gerakkan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi
dan pergerakan otot. Dimana klien menggerakan masing-masing persendian
sesuai gerakkan normal baik secara aktif maupun pasif.

Menurut Suratun. Dkk. (2008). ROM adalah gerakkan dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Latihan ROM adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan masa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

Adapun tujuan ROM yaitu menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot
dalam melakukan pergerakan, mengkaji tulang sendi dan otot, mencegah
terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah, memelihara mobilitas
persendian, mencegah kelainan bentuk.

Rom dibagi menjadi 2 macam, yaitu:


a. Rentang pergerakkan sendi (RPS) aktif / ROM aktif merupakan latihan
dengan klien secara mandiri menggerakkan setiap sendi melalui RPS yang
lengkap. Peregangan seluruh kelompok otot secara maksimal pada setisp
bidang diatas sendi.
b. Rentang pergerakkan sendi pasif / ROM pasif merupakan bantuan yang
dilakukan oleh orang lain dengan menggerakkan setiap sendi klien secara
lengkap dan meregangkan seluruh kelompok otot secara maksimal pada
setiap bidang sendi.

1.2 Fisiologi Sistem / Fungsi Normal Sistem Muskuloskletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang.
a. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan
lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang.Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
 Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
 Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas
perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat
pada otot paha, otot betis, otot dada.Kontraksinya sangat cepat dan
kuat.
 Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,
dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
 Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada
jantung.Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
 Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
 Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
 Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori
kontraksi otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini
menyatakan bahwa kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set
filamen didalam sel otot kontraktil yang berupa filamen aktin dan
miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin.Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai
membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal
ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada
tulang bergerak.

b. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.

Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan
terjadi tanpa tulang.
 Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
 Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang Rawan (kartilago)
a) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
c) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis
dan faring.
 Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka.Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga
sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
 Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
 Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
 Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan,
dan ruas-ruas tulang belakang.
 Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk
yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
 Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh.Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat
diantara laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan
beberapa otot mulut dan lidah1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang
berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama
dengan tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ
penting yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung.
Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang belakang,
berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-
tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah
terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki.Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu
ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.

Indikasi ROM:
1. Pasif
a. Pada daerah dimana terdapat jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan.
b. Ketika pasien tidak dapat atau tidak memperbolehkan untuk bergerak aktif
pada ruas atau seluruh tubuh misalnya keadaan semikoma, kelumpuhan
atau bed rest total.
c. Pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas.
2. Aktif
a. Pada saat pasien melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakkan
ruas sendinya secara baik dengan bantuan atau tidak.
b. Pada pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat mengerakkan
persendian sepenuhnya dapat digunakan untuk latihan aerobic.
c. Untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah daerah yang tidak
dapat bergerak

Kontaindikasi ROM:
1. Trombus/ emboli pada pembuluh darah.
2. Kelainan sendi atau tulang.
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung.
4. Jangan lakukan latihan ini pada sendi yang terinfeksi.
5. Jangan dilakukan pasien yang hypermobility adalah gerakan sendi yang
berlebih misalnya pada orang yang dapat menekuk jempol kebelakang
pergelangan tangan, menepatkan kaki kebelakang kepala karena hal ini
dapat mempengaruhi kerja sendi tubuh lainnya

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem Muskuloskletal


1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme
kalsium
b. kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti
konstipasi)
e. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal
f. integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan
g. neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling
umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-
bangun, dan gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
4. Pergerakan tidak terkoordinasi
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat )
1.4 Macam – Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem Muskuloskletal
a. Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu kondisi tulang yang melemah, dan lebih mungkin
untuk tulang patah.
b. Osteomalacia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikan
oleh kurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa, osteomalasia
berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah
dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan
tuang sudah lengkap.
c. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi yang terjadi pada tulang, infeksi ini lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum.
d. Rheumatoid Arthtritis
Rheumatoid Arthtritis adalah suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras etnik didunia. Penyakit ini merupakan suatu
penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik
yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga
melibatkan organ tubuh lainnya.

II. Rencana asuhan keperawata dengan gangguan kebutuhan ROM


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawat

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari
kesalahan. Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga
pasien dapat bergerak bebas saat pemeriksaan gerakan atau berjalan.
Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional. Teknik inspeksi
dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh,
fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan kemampuan pasien
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian tubuh. Kedalaman


pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan
dan semua petunjuk fisik yang ditemukan. Pemeriksa harus melakukan
eksploitasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus didokumentasikan
dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang
akan menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Fototerapi.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan,
kendali, atau masa otot.
2.2.1 Definisi
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas
guna mempertahankan kesehatannya. Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas. (Musrifatul Uliyah dan A. Aziz
A. H., 2008). Pendapat lain dari mobilisasi adalah kemampuan seseorang
untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat
menuju kemandirian dan mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas. (Perry dan Potter, 2005).
2.2.2 Batasan Karakteristik
Subjektif : mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat
Objektif : Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan
motorik halus
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan
Penurunan kekuatan kendali atau massa otot.

Diagnosa II : Intoleransi Aktifitas Berhubungan dengan Kelemahan umum


2.2.4 Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologi atau psikologi untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
2.2.5 Batasan Karakteristik
Subjektif : Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas, Melaporkan
keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif : Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai
respon dari aktivitas, Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau
iskemia
2.2.6 Faktor Yang Berhubungan
Kelemahan Umum yang meliputi menurunnya kekuatan kendali atau
massa otot
2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan,
kendali, atau masa otot.
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Memperihatkan mobilitas, yang dibutikan oleh indikator sebagai berikut (
sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami
gangguan):
Keseimbangan
Koordinasi
Performa posisi tubuh
Pergerakan sendi dan otot
Berjalan
Bergerak dengan mudah
2.3.2 Intervensi Keperawatan dan rasional
Promosi latihan fisik: Latihan Kekuatan: Memfasilitasi pelatihan otot resistif
secara rutin untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.
Terapi latihan fisik: Mobilitas Sendi: menggunakan gerakan tubuh aktif dan
pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan gerakan tubuh.
Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot: Menggunakan aktivasi tertentu atau
protokol latihan yang sesuai utuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.
Diagnosa II : Intoleransi Aktifitas Berhubungan dengan Kelemahan umum
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
 Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik, energy
psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.

 Menunjukkan toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indicator sebagai


berikut:
 gangguan eksterm
 berat
 sedang
 ringan
 tidak ada gangguan

2.3.4 Intervensi Keperawatan dan rasional


Terapi aktivitas : memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas fisik,
kognitif, sosial, dan spritual yang spesifik untuk meningkatan rentang, frekuensi,
atau durasi aktivitas (atau kelompok)
Terapi latihan fisik: Mobilitas Sendi: menggunakan gerakan tubuh aktif dan
pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan gerakan tubuh.
Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot: Menggunakan aktivasi tertentu atau
protokol latihan yang sesuai utuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan
tubuh yang terkendali.

III. DAFTAR RUJUKAN


Berman. Audrev dkk. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Ed. V. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Ed. VIII. Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC
Price. Anderson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. V.
Jakarta: EGC
Suratun dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Banjarmasin, 2016

Preseptor akdemik, Preseptor Klinik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai