Anda di halaman 1dari 206

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI DAN KERJASAMA USAHA

OPTIMASI ASET LAHAN SAMOJA PT PERTAMINA

Analysis of Investment Feasibility and Business Cooperation


for Optimization of Asset Samoja Land PT Pertamina

Tugas Akhir

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Dalam Penyusunan Tugas Akhir


Pendidikan Diploma IV Program Studi Manajemen Aset
di Jurusan Administrasi Niaga

Oleh :

Febrian Nugraha Rosyadi

08754013

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ASET


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2012
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI DAN KERJASAMA USAHA
OPTIMASI ASET LAHAN SAMOJA PT PERTAMINA

Tugas Akhir

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Dalam Penyusunan Tugas Akhir


Pendidikan Diploma IV Program Studi Manajemen Aset
di Jurusan Administrasi Niaga

Disusun Oleh :

FEBRIAN NUGRAHA ROSYADI

08754013

Disetujui oleh:

Pembimbing

Dr. A. Gima Sugiama, S.E, M.P.


NIP.19610916 199003 1 001

Diketahui Oleh :

Ketua Jurusan Administrasi Niaga

Drs. Deddy Sobarna Sutaji, M.Si


NIP. 19561208 198603 1 001
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh solusi kerjasama optimasi aset


lahan Samoja yang paling ekonomis dan layak untuk dijalankan sebagai informasi
bagi perusahaan untuk melakukan optimasi aset penunjang usaha (APU). Teori
yang menjadi landasan utama dalam penelitian ini adalah teori optimasi aset,
highest and best use (HBU) analysis, analisis kelayakan bisnis, jenis-jenis
kerjasama usaha dan analisis cashflow. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif studi kasus (case study) dengan teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis
pengolahan data menggunakan (HBU) analysis, analisis kelayakan bisnis dan
analisis cashflow. Berdasarkan hasil analisis, penggunaan tertinggi dan terbaik
aset lahan Samoja adalah pengembangan berupa hotel. Analisis kelayakan bisnis
usaha hotel pada aset lahan Samoja yang meliputi tingkat kelayakan aspek hukum,
aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen dan
sumber daya manusia (SDM), aspek lingkungan dan aspek finansial menyatakan
rencana bisnis tersebut layak untuk dijalankan. Sedangkan berdasarkan analisis
cashflow terhadap masing-masing alternatif kerjasama usaha dinyatakan bahwa
kerjasama usaha yang paling ekonomis adalah kerjasama bangun guna serah
(build operate and transfer/BOT).

Kata Kunci : Analisis Kelayakan Investasi, Kerjasama Usaha

iv
ABSTRACT
The purpose of this study is to obtain the optimization solution
cooperation of Samoja land with the most economical and feasible criteria as
information for the company to conduct the business of supporting asset
optimization. Theory became a major cornerstone in this research is the theory of
optimization of assets, highest and best use (HBU) analysis, business feasibility
analysis, the types of business co-operation and cash flow analysis. The method
used is descriptive method of case study with data collection technique used
observation, interviews and documentation studies. While the analysis of the data
processing use (HBU) analysis, feasibility analysis of business and cash flow
analysis. Based on the analysis, highest and best use of Samoja land is the
development of a hotel. Feasibility analysis on the business of hotel, including
legal aspects, market aspects, engineering and technological aspects, aspects of
management and human resources (HR), environmental aspects and financial
aspects of the business plan was declared eligible to run. While based on cash
flow analysis of each alternative business collaboration revealed that the most
economical joint venture is build operate and transfer / BOT.

Keywords: Investment Feasibility Analysis, Business Cooperation

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin atas rohmat, karunia serta ridho Alloh SWT,


peneliti dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS
KELAYAKAN INVESTASI DAN KERJASAMA USAHA OPTIMASI ASET
LAHAN SAMOJA PT PERTAMINA”. Laporan ini disusun untuk memenuhi
syarat kompetensi mata kuliah Tugas Akhir, semester VIII, di program studi D4
Sarjana Sains Terapan Manajemen Aset, Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik
Negeri Bandung. Laporan ini ditujukan kepada Dosen Pembimbing, Dosen
Penguji, Vice President Asset Management PT Pertamina (Persero), Ast. Manajer
Asset Management PT Pertamina (Persero) Area Jawa Bagian Barat (JBB) dan
komunitas keilmuan Manajemen Aset.
Penelitian ini mengkaji Optimasi Aset Lahan Samoja, mulai dari
kelayakan investasinya yang meliputi pengembangan tertinggi dan terbaik
(highest and best use analysis/HBU) dan tingkat kelayakan bisnis pada Lahan
Samoja. Setelah itu dilakukan kajian terhadap pemilihan bentuk kerjasama usaha
yang paling ekonomis dengan kriteria highest revenue dan reduction cost dari
kerjasama bangun guna serah (build operate and transfer/BOT), bangun guna
milik (build operate and owned/BOO), banguna guna sewa (build operate and
rentu/BOR) dan bangun sewa serah (build rent and transfer/BRT) dengan
menggunakan cashflow analysis.
Dengan penuh kesadaran, Peneliti mengakui bahwa seluruh isi laporan
Tugas Akhir ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peneliti. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Peneliti sangat terbuka terhadap segala bentuk masukan baik berupa saran
maupun kritik demi kesempurnaan laporan ini kedepannya. Atas perhatiannya
Peneliti mengucapkan terima kasih.

Bandung, Juli 2012

Peneliti

vi
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak-pihak yang berkontribusi


terhadap pelaksanaan penelitian ini, untuk itu penulis memberikan penghargaan
yang setinggi-tingginya serta menghaturkan terimakasih yang sangat tulus kepada:
1. Bapak A. Gima Sugiama selaku pembimbing Tugas Akhir yang telah
berkenan meluangkan waktu dan memberikan tenaga serta pemikirannya
untuk membimbing peneliti dari awal hingga akhir penelitian. Beliau juga
banyak meluangkan waktunya kepada peneliti untuk berdiskusi mengenai
pendefinisian masalah dalam penelitian, cara berpikir ilmiah, metode
penelitian yang tepat, tata cara penulisan laporan penelitian yang baik dan
benar serta membangun kerangka berpikir penyelesaian masalah, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya.
2. Bapak Gathot Harsono selaku Vice President Asset Management PT
Pertamina (Persero) yang telah berkenan meluangkan waktu untuk diskusi
mengenai kebijakan pengelolaan aset perusahaan dan memberikan
bimbingannya pada peneliti selama melaksanakan penelitian.
3. Bapak Muhammad Sofyan Noer Harahap selaku Ast. Manajer Asset
Management PT Pertamina (Persero) Area JBB yang telah memberikan
dukungan dan memfasilitasi kelancaran penelitian ini.
4. Ibu Ockty Herlina, Ast. Asset Management Representative PT Pertamina
(Persero) Area JBB yang telah bersedia untuk berbagi ilmu pengetahuan dan
pengalamannya mengenai manajemen aset Pertamina, memberikan data-data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
5. Bapak Andi Refani dari fungsi Legal PT Pertamina (Persero) Area JBB yang
telah dan bersedia membantu peneliti dalam mengkaji data-data riwayat legal
aspek dari aset lahan di Samoja, Bandung.
6. Ibu Koernia Purwihartuti selaku dosen penelaah pada saat seminar yang telah
berkenan memberikan saran-saran mengenai metode analisis data dan skala
pengukuran yang sebaiknya digunakan dalam kuisioner analisis pasar.

vii
7. Ibu Henidah Karnawati selaku dosen penelaah pada saat seminar yang telah
berkenan memberikan saran mengenai proses berpikir dalam merumuskan
kembali hasil studi kasus agar dapat dimasukan ke dalam tugas akhir.
8. Bapak Yulianto P. Krisologus, dosen Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
yang telah berkenan meluangkan waktu untuk berbagi ilmu mengenai jenis-
jenis dan hukum kontrak konstruksi di Indonesia yang dapat digunakan dalam
optimasi aset.
9. Ibu RR. Elisabeth Marlailana, dosen Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung
yang telah berkenan meluangkan waktu untuk berbagi ilmu mengenai jenis
kerjasama build operate and transfer (BOT) dan tata cara pelaksanaannya
dalam optimasi aset.
10. Bapak Alimansyah, alumni angkatan 2005 Program Studi S2 Teknik Sipil
kekhususan Manajemen Aset, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)
yang telah berkenan meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai cara-cara
melakukan pemilihan alternatif kerjasama usaha dalam rangka optimasi aset.
11. Seluruh keluarga besar PT Pertamina (Persero) baik di Pusat maupun Area
Jawa Bagian Barat (JBB).
12. Pemerintah Kota Bandung beserta jajaran Dinasnya terutama Dinas Tata
Ruang dan Cipta Karya, BAPPEDA, BPS, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
serta Dinas Kesehatan.
13. Aris Rizal Arafah, Nida Fauzia dan Nurina Laila Ramdiani sebagai rekan satu
bimbingan dan teman diskusi pada penelitian ini yang telah memberikan
dukungan, informasi mengenai sumber referensi untuk penelitian ini, saran-
saran, dan kritik terhadap penelitian ini.
14. Gilang Ramadhan, rekan seperjuangan dan satu angkatan yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk berdiskusi mengenai cara-cara menyusun cash flow
dan mengolah data menggunakan microsoft excel.
15. Seluruh keluarga besar Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri
Bandung.
16. Seluruh keluarga besar Manajemen Aset, khusunya rekan-rekan seperjuangan
Manajemen Aset angkatan 2008.

viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Febrian Nugraha Rosyadi


NIM : 08754013
Tempat Tanggal Lahir : Purwakarta, 6 Februari 1990
Alamat : Gang Banten 09/02 Jl. Raya Anjun Ds. Anjun, Plered-Purwakarta
41162
Studi Kasus : Melakukan studi kasus selama 4 (empat) bulan dari tanggal 14
November 2011 sampai 13 Februari 2012 di PT Pertamina dengan
judul “Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Aset Lahan
dan Bangunan PT Pertamina (Persero) Area JBB di Samoja
Bandung”

Praktik Kerja Lapangan : Di fungsi Asset Management PT Pertamina (Persero) Area Jawa
Bagian Barat selama 3 (tiga) bulan dari tanggal 26 Juli sampai 26
Oktober 2011 dengan judul laporan “Inventarisasi Aset Tanah dan
Bangunan Non Jalur Pipa di Lingkungan PT Pertamina
(Persero) Area JBB”

Pelatihan dan Seminar 1. Pelatihan Penilaian Aset (2012)


2. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah (2012)
3. TOEFL dengan skor 427 (17 Maret 2012)
4. Seminar Leadership Talk (2012)
5. Seminar ITB Entrepreneurship Challange (2011)
6. Pelatihan Inventarisasi Aset dan Legal Audit (2010 dan 2011)
7. Pelatihan Table Maner (2010)
8. Pelatihan Handsome Class (2010)
9. Pelatihan Netiquet (2008)
10. Pelatihan Bela Negara (2008)
11. Pelatihan Komputer (2004)

Beasiswa : 1. Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun 2011


2. Beasisiwa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun 2010
Pengalaman : 1. Ketua Panitia Gathering MA Tahun 2010
Berorganisasi 2. Anggota OSIS SMP Negeri 1 Plered
3. Anggota PMR SMP Negeri 1 Plered
4. Anggota Pramuka SD Negeri 1 Plered

Pendidikan : 1. SMA Negeri 3 Purwakarta (2005-2008)


2. SMP Negeri 1 Plered (2002-2005)
3. SD Negeri 1 Plered (1996-2002)
4. TK, TPA, TQA Baeturrohim (1994-2002)

ix
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 8
1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 10
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................... 10
1.5 Tujuan Penelitian....................................................................... 11
1.6 Manfaat Penelitian..................................................................... 12
1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian .................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 15
2.1 Gambaran Umum Manajemen Aset .......................................... 15
2.2 Optimasi Aset ............................................................................ 19
2.3 Highest and Best Use Analysis (Analisis HBU)........................ 22
2.3.1 Konsep Dasar Analisis HBU ......................................... 23
2.3.2 Kriteria Analisis HBU ................................................... 24
2.4 Kelayakan Investasi Pada Suatu Bisnis ..................................... 26
2.4.1 Aspek Hukum ................................................................ 27
2.4.2 Aspek Pasar dan Pemasaran .......................................... 28
2.4.3 Aspek Teknis dan Teknologi ......................................... 28
2.4.4 Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) 29
2.4.5 Aspek Lingkungan ........................................................ 30
2.4.6 Aspek Finansial ............................................................. 31
2.5 Jenis-Jenis Alternatif Kerjasama Usaha Optimasi Aset ............ 32
2.6 Kerjasama Usaha Ekonomis...................................................... 34
2.7 Analisis Cash Flow ................................................................... 36
2.8 Landasan Normatif .................................................................... 38
2.9 Penelitian Terdahulu ................................................................. 38

x
2.10 Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah .............................. 43
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 45
3.1 Jenis dan Metode Penelitian ...................................................... 45
3.2 Prosedur Penelitian .................................................................... 46
3.3 Populasi dan Sample ................................................................. 51
3.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .................................... 51
3.4.1 Sumber Data .................................................................. 51
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................ 54
3.5 Analisis Data dan Keterbatasan Penelitian................................ 54
3.6 Variabel dan Instrumen Penelitian ............................................ 56

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN ...................................................... 59


4.1 Hasil Analisis HBU Lahan Samoja ........................................... 59
4.1.1 Aspek Legal Aset .......................................................... 63
4.1.2 Aspek Fisik Aset ........................................................... 65
4.1.3 Aspek Finansial ............................................................. 67
4.1.4 Aspek Produktivitas Maksimal ..................................... 69
4.2 Data dan Analisis Kelayakan Bisnis Pada Lahan Samoja......... 71
4.2.1 Data dan Analisis Aspek Hukum .................................. 71
4.2.2 Data dan Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran............. 77
4.2.3 Data dan Analisis Aspek Teknis dan Teknologi ........... 95
4.2.4 Data dan Analisis Aspek Manajemen dan Sumber Daya
Manusia (SDM) ........................................................... 101
4.2.5 Data dan Analisis Aspek Lingkungan ......................... 104
4.2.6 Data dan Analisis Aspek Finansial .............................. 110
4.3 Analisis Cashflow Pemilihan Alternatif Kerjasama Usaha yang
Paling Ekonomis ..................................................................... 119
4.3.1 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun
Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT) ......... 120
4.3.2 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun
Guna Milik (Build Operate and Owned/BOO) ........... 121
4.3.3 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun
Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR).................. 122
4.3.4 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT)................ 123
4.3.5 Perbandingan Cashflow dari Semua Alternatif ........... 124
4.4 Rekapitulasi Hasil Analisis ..................................................... 126
4.5 Implikasi Manajerial ............................................................... 128

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ..................................................... 129


5.1 Kesimpulan.............................................................................. 129
5.2 Saran ........................................................................................ 129

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 131


LAMPIRAN .............................................................................................. 135

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Jadwal Penelitian ................................................................................ 14
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 42
2.2 RAB dan RAP pada Cash Flow .......................................................... 43
3.1 Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 58
4.1 Data Aspek Legal Lahan Samoja ....................................................... 64
4.2 Syarat Bangunan Hotel dan Rumah Sakit Berdasarkan Aspek Legal 65
4.3 Data Aspek Fisik Lahan Samoja......................................................... 66
4.4 Aspek Finansial Kajian HBU Untuk Alternatif Hotel ........................ 68
4.5 Aspek Finansial Kajian HBU Untuk Alternatif Rumah Sakit ............ 68
4.6 Aspek Produktivitas Maksimal ........................................................... 69
4.7 Alternatif Pengembangan Tertinggi dan Terbaik ............................... 70
4.8 Keseuaian Bisnis Hotel dengan Hukum ............................................. 72
4.9 Hotel-Hotel yang Dikelola Oleh PT Patra Jasa .................................. 74
4.10 Kelayakan Aspek Hukum Bisnis Hotel di Lahan Samoja .................. 77
4.11 Hotel-Hotel Pesaing ............................................................................ 84
4.12 Analisis Market Share ........................................................................ 85
4.13 Segmentation/Segmentasi Pasar untuk Rencana Hotel ...................... 86
4.14 Rencana Klasifikasi Kamar Hotel dan Jumlah Kamar ....................... 80
4.15 Rencana Produk Jasa Penunjang ........................................................ 90
4.16 Rencana Tarif Sewa Kamar Hotel ...................................................... 91
4.17 Rencana Tarif Produk Jasa Penunjang Hotel...................................... 91
4.18 Kelayakan Aspek Pasar dan Pemasaran Rencana Bisnis Hotel.......... 95
4.19 Perencanaan Bangunan Hotel ............................................................. 97
4.20 Rencana Jumlah Kamar ...................................................................... 98
4.21 Rencana Kapasitas Ruangan ............................................................... 99
4.22 Perbandingan Kesiapan Teknologi ................................................... 100
4.23 Kelayakan Aspek Teknis dan Teknologi Rencana Bisnis Hotel ...... 101
4.24 Kelayakan Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM) . 104
4.25 Perkembangan Hotel Nasional (2004-2009) .................................... 105
4.26 Profil Wisman Tahun 2009 dan 2010 ............................................... 106
4.27 Okupansi Menurut Klasifikasi Bintang di 17 Provinsi di Indonesia 107
4.28 Rata-Rata Lama Menginap Tamu Asing dan Indonesia pada Hotel
Berbintang di 17 Provinsi di Indonesia ............................................ 108
4.29 Kelayakan Aspek Lingkungan Bisnis Hotel di Lahan Samoja......... 110
4.30 Faktor Perkalian Tinggi Lantai Terhadap Biaya Bangunan Hotel ... 111
4.31 Biaya Investasi Hotel ........................................................................ 113
4.32 Rincian Biaya Air ............................................................................. 114
4.33 Rincian Biaya Listrik ........................................................................ 114
4.34 Rincian Biaya Gaji Pegawai ............................................................. 114
4.35 Rincian Beban Pokok Penjualan ....................................................... 115

xii
Tabel Halaman
4.36 Tarif Pajak ........................................................................................ 116
4.37 Rincian Pendapatan Sewa Kamar Hotel ........................................... 117
4.38 Rincian Pendapatan Sewa Ruang Hotel ........................................... 117
4.39 Service Charge Kamar Hotel ............................................................ 118
4.40 Rincian Total Pendapatan Hotel ....................................................... 118
4.41 Faktor Kelayakan Keuangan Hotel ................................................... 119
4.42 Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama
BOT untuk Bisnis Hotel ................................................................... 121
4.43 Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama
BOO untuk Bisnis Hotel ................................................................... 122
4.44 Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama
BOR untuk Bisnis Hotel ................................................................... 123
4.45 Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama
BRT untuk Bisnis Hotel ................................................................... 124
4.46 Perbandingan Biaya dan Pendapatan dari Masing-Masing Alternatif
yang Disesuaikan dengan Kebijakan Optimasi Aset Pertamina ....... 125
4.47 Rekapitulasi Hasil Analisis ............................................................... 127

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Peta Lokasi Lahan Samoja ................................................................ 13
1.2 Foto Citra Satelit Lahan Samoja ....................................................... 13
2.1 Siklus Hidup Aset............................................................................. 18
2.2 Tahapan Restrukturisasi Aset Perusahaan ........................................ 20
2.3 Tahapan Optimasi Aset Perusahaan ................................................. 21
2.4 Bagan Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah ............................ 44
3.1 Tahapan Prosedur Penelitian ............................................................ 50
4.1 Matriks Penentuan Alternatif Pengembangan Untuk Kajian HBU .. 63
4.2 Grafik Jumlah Kamar Hotel yang Terpakai di Kota Bandung Periode
2003-2010......................................................................................... 78
4.3 Tingkat Occupancy Hotel di Kota Bandung (2003-2010) ............... 79
4.4 Prosentase Occupancy Hotel di Kota Bandung (2003-2010)........... 80
4.5 Jumlah Wisatawan yang Menginap di Hotel Bintang 5 (lima) di Kota
Bandung (2003-2010) ...................................................................... 81
4.6 Jumlah Kapasitas Kamar Hotel yang Tersedia di Kota Bandung (2003-
2010)................................................................................................. 82
4.7 Proyeksi Permintaan Kamar Hotel (2011-2030) .............................. 83
4.8 Grafik Positioning Map .................................................................... 88
4.9 Peta Citra Satelit Lokasi Aset Lahan Samoja................................... 92
4.10 Gambaran Lokasi Lahan .................................................................. 96
4.11 Struktur Organisasi Usaha .............................................................. 103

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perizinan Penelitian


Lampiran 2 Pertanyaan Wawancara dan Rincian Permohonan Data
Lampiran 3 Dokumen Legal Tanah
Lampiran 4 Peta Rencana Struktur Ruang Kota Bandung 2011-2031
Lampiran 5 Peta Rencana Pola Ruang Kota Bandung
Lampiran 6 Perhitungan Pengembangan Hotel
Lampiran 7 Aksesibilitas Lahan Samoja
Lampiran 8 Cashflow

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kemajuan umat manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hari
ini dan di masa depan ditentukan satu kata “globalisasi”. Satu-satunya strategi
dalam era persaingan yang mendunia adalah kemampuan menghadapi daya saing
global (Porter, 2008:2). Dalam era tersebut, kejayaan sebuah negara justru
ditentukan oleh keunggulan dari perusahaan-perusahaannya dalam mengelola
aset-asetnya secara optimal, sehingga menghasilkan produktivitas tinggi dan
meningkatkan nilai (value) untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan
lain dalam konteks global (Hamel dalam Moeljono, 2006:14). Alasan inilah yang
menjadi landasan bagi negara-negara di seluruh dunia untuk mengelola
kekayaannya (aset) secara optimal, tak terkecuali negara-negara berkembang
seperti Indonesia.
Indonesia pernah mengalami krisis multi-dimensi pada tahun 1998. Hal
tersebut disebabkan pelaku ekonomi Indonesia tidak memiliki kompetensi
manajemen aset yang baik untuk bersaing dalam alam globalisasi. Pada saat itu,
pelaku bisnis efektif yang tersisa adalah perusahaan-perusahaan milik negara yang
biasa kita kenal dengan istilah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karena
itu, tugas untuk membawa “bendera” Republik Indonesia untuk berkompetisi, ada
di pundak BUMN. BUMN menjadi lokomotif pemulihan ekonomi Indonesia
secara keseluruhan (Moeljono, 2006:15). Optimasi pengelolaan aset BUMN untuk
meraih keuntungan maksimum, merupakan langkah yang sangat strategis untuk
keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan (Siregar, 2004:782).
Dilihat dari sisi pentingnya peran BUMN, dapat dikatakan bahwasanya
BUMN mengemban misi yang sangat vital terkait dengan hajat hidup orang
banyak (Moeljono, 2006:1). Sampai dengan akhir tahun 2009, total aset BUMN
tercatat mencapai ± Rp2.150 Triliun yang sebagian besar masih menggunakan
nilai buku. Sebuah nilai yang sangat besar yang apabila mampu dimanfaatkan
secara maksimal tentu akan memicu pertumbuhan sektor riil dan pertumbuhan

1
ekonomi yang berkelanjutan (sustainability growth). Namun, dari total aset
BUMN tersebut, belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal dengan baik
guna menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari rasio
return on asset (ROA) BUMN yang masih relatif kecil, yaitu sebesar 3,39%. Dari
total aset yang mencapai ± Rp2.150 trilliun tersebut, laba BUMN pada akhir tahun
2009 hanya mencapai Rp.72,84 triliun, dengan return on equity (ROE) sebesar
12,89% (Kementerian BUMN, 2010:13). Artinya, banyak aset-aset BUMN yang
belum didayagunakan secara optimal.
Aset yang belum didayagunakan tersebut menjadi potensi tersendiri bagi
BUMN dalam upayanya untuk terus memperbaiki kinerja agar dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar kepada kesejahteraan rakyat. Hal tersebut dicanangkan
dalam program master plan BUMN yang meliputi program restrukturisasi
BUMN, privatisasi BUMN, public service obligation, optimasi aset BUMN, serta
data informasi dan teknologi informasi. Dari program tersebut dapat dilihat bahwa
permasalahan aset BUMN menjadi salah satu perhatian serius dari pemerintah.
Melalui kerja sama usaha dengan swasta maupun BUMN, aset-aset yang masih
idle tersebut akan menjadi salah satu kunci dalam upaya untuk mewujudkan
BUMN yang sehat, berkinerja baik, dan berdaya saing tinggi (Kementerian
BUMN, 2010:13). BUMN tidak sekedar “aset ekonomi bangsa” melainkan “aset
ekonomi bangsa yang terpenting”, karena BUMN berada pada sektor-sektor bisnis
yang strategis, sebagian malah monopolis dan mempunyai perputaran bisnis yang
sangat signifikan serta berpengaruh besar terhadap pendapatan negara (Moeljono,
2006:1). Salah satu BUMN penyumbang dividen terbesar bagi negara diantara
141 BUMN yang ada adalah PT. Pertamina (Persero).
PT Pertamina (Persero) yang selanjutnya disebut Pertamina adalah salah
satu BUMN yang menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik
di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau
menunjang kegiatan usaha di bidang tersebut. Pertamina memiliki beberapa
agenda transformasi menuju perusahaan panutan (role model) di Indonesia, yaitu
transformasi kegiatan usaha di sektor hulu sebagai penghasil pendapatan utama
perusahaan; transformasi kegiatan usaha di sektor hilir sebagai ujung tombak

2
perusahaan dalam interaksi dengan konsumen; dan transformasi restrukturisasi
korporat, keuangan, SDM, Hukum, Informasi dan Teknologi (IT), dan
Administrasi Umum termasuk Penanganan Aset (Pertamina, 2011).
Pengelolaan aset Pertamina sangatlah kompleks, karena sumber asetnya
berasal dari bisnis hulu hingga bisnis hilir. Berdasarkan aspek bisnis tersebut
maka status penggolongan asetnya menjadi dua yaitu Aset Usaha/Operasi
(AU/AO) dan Aset Penunjang Usaha (APU). AO adalah aset yang dipergunakan
dalam melakukan kegiatan operasional bisnis inti perusahaan. Sedangkan APU
adalah aset non operasi yaitu aset properti berupa tanah dan bangunan termasuk
fasilitas dan peralatan pendukungnya yang menunjang usaha perusahaan, excess
capacity AU/AO juga dapat dikategorikan sebagi APU. Luar biasa besar aset
properti yang dimiliki Pertamina, baik yang ada di kantor pusat di Jakarta maupun
di berbagai unit operasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sekedar gambaran,
untuk aktiva tetap dalam neraca pembukuannya berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 23 Tahun 2008 adalah sebesar 73 triliun lebih (Warta
Pertamina, Mei 2009:5). Ketika Pertamina hendak menjadi perusahaan kelas
dunia pada tahun 2023, semua hal dan urusan harus sudah tertata dengan baik,
termasuk pengelolaan dan pemanfaatan aset-asetnya, baik AO/AU maupun APU.
Justru hal ini lah, Pertamina hari ini diwarisi urusan aset yang masih harus diurus
lebih baik.
Di dalam melakukan pengelolaan aset yang luar biasa banyak tersebut,
masih banyak aset-aset properti Pertamina yang perlu penyelesaian. Hingga awal
tahun 2009 setidaknya ada tiga pekerjaan besar yang harus diselesaikan Pertamina
berkaitan dengan seluruh aset-asetnya. Pekerjaan pertama, Pertamina melakukan
verifikasi aset-aset yang belum masuk ke neraca pembukuan, tapi masih dapat
masuk sebagai aset Pertamina. Kedua, melakukan sertifikasi terhadap aset-aset
yang sudah resmi di tangan Pertamina. Kemudian pekerjaan yang ketiga adalah
pengalokasian dan pendayagunaan aset-aset yang ada baik AO/AU maupun APU
(Warta Pertamina, Mei 2009:7). Aset-aset yang tergolong ke dalam AU/AO tidak
banyak menimbulkan permasalahan dalam penggunaannya, karena berhubungan
langsung dengan usaha inti perusahaan. Sedangkan aset-aset yang tergolong ke

3
dalam APU misal aset properti berupa perkantoran, pergudangan, perumahan,
rumah sakit, lapangan golf, lapangan terbang, wisma, gedung serbaguna, komplek
rumah dinas pegawai, hotel, bahkan tanah kosong banyak yang bermasalah baik
dari segi aspek legal maupun pengelolaannya, artinya banyak APU yang harus
dioptimasikan (Nugraha, 2012:2).
APU semula adalah sebagai aset yang keberadaannya menjadi keharusan
untuk menjamin kelangsungan operasional perusahaan, namun sekarang telah
terjadi perubahan peran akibat perkembangan situasi kondisi sekitarnya. Beban
biaya atas APU yang semula termasuk dalam beban biaya pemerintah yang sudah
termasuk dalam kerangka kewajiban perusahaan ke pemerintah sekarang menjadi
beban cash perusahaan. APU mempunyai nilai potensial ekonomi yang tinggi
yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Namun, banyak
memiliki permasalahan dalam hal status kepemilikan dan status penguasaan,
sehingga menimbulkan tuntutan bagi perusahaan untuk mengoptimalkannya
(Pertamina, 2011:1).
Menurut Siregar (2004:519), optimasi pengelolaan aset itu harus
memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan
penggunaan aset (maximize aset utilization) dan meminimalkan biaya kepemilikan
(minimize cost of ownership). Analisis HBU adalah sebuah studi yang bertujuan
untuk mengembangkan aset yang mempunyai potensi untuk dikembangkan atau
aset yang dirasakan belum optimal pemanfaatannya (idle capacity) (Siregar,
2004:780). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengelolaan APU
belum optimal, artinya masih banyak APU yang idle capacity nya besar dan
menambah beban biaya bagi perusahaan berupa pajak, biaya pemeliharaan dan
penjagaan. Salah satu contohnya adalah sebuah APU yang terletak di Kota
Bandung yaitu lahan Samoja yang saat ini digunakan sebagai komplek rumah
dinas pegawai. APU tersebut beralamat di Jalan Samoja No. 17 Kelurahan
Samoja, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Aset tersebut terdiri dari tanah
seluas 22.820 m2 dan bangunan seluas 4.415 m2. Saat ini kondisi nya kurang
terawat dan banyak bagian area yang tidak dimanfaatkan atau dibiarkan kosong
begitu saja, padahal potensi ekonomi dari APU tersebut sangat tinggi jika

4
dimanfaatkan dengan baik, mengingat lokasinya yang berada di kawasan strategis
di Kota Bandung. Oleh karena itu, aset tersebut perlu dioptimasi agar dapat
memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi perusahaan.
Lahan Samoja merupakan aset properti milik Pertamina yang pada
awalnya digunakan sebagai kantor Pertamina cabang Bandung. Namun, sejak
tahun 1996 kantor tersebut dipindah ke Jalan Wirayudha di kawasan Gasibu.
Sejak saat itu, lahan Samoja berubah status dari AU/AO menjadi APU, kemudian
di atasnya dibangun 10 (sepuluh) unit rumah dinas yang terletak di tengah-
tengahnya. Kesepuluh unit rumah dinas itu masih digunakan hingga sekarang,
sedangkan bangunan ex. Kantor, Bangunan poliklinik, dan gedung radio tetap
dipertahankan dan hingga saat ini kondisinya sangat tidak terawat dan rusak
parah, hanya bangunan ex. Kantor saja yang digunakan sebagai gudang
penyimpanan gas elpiji ukuran 3 kg.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung, arah
pengembangan di kawasan Samoja yang termasuk dalam Sub Wilayah Kota
(SWK) Karees adalah jasa, perdagangan, sarana dan prasana kesehatan serta
perumahan yang dibangun secara vertikal/bertingkat (rumah susun/apartemen).
Namun kondisi eksisting APU tersebut saat ini adalah komplek rumah dinas
pegawai yang telah dibangun secara horisontal. Nilai dari aset tersebut adalah
sebesar Rp43.030.403.000.- yang terdiri dari tanah senilai Rp39.120.174.000.-
dan bangunan senilai Rp3.910.229.000.- (PT. Ujatek Baru, 2003). Data terbaru
rekap aset Pertamina Area JBB menunjukan bahwa aset tersebut termasuk ke
dalam daftar 25 (dua puluh lima) APU yang membutuhkan biaya besar atas
keberadaannya, salah satunya adalah PBB sebesar Rp133.481.860.- pertahun.
Status dari aset tersebut adalah Free dan Clear. Free menunjukan bahwa
dokumen legalnya lengkap dan Clear berarti status penguasaanya dikuasai
langsung oleh Pertamina. Dalam SK Direktorat Umum Asset Management No.
Kpts-35/C00000/2010-S0 Tentang Optimalisasi Aset Penunjang Usaha, dituliskan
bahwa APU yang statusnya Free dan Clear harus dioptimasikan dengan pilihan
alternatif kerjasamanya berupa swakelola, sewa, dan kerjasama, Serta dalam

5
menentukan bentuk optimasinya sangat dianjurkan untuk menggunakan Analisis
Highest and Best Use (HBU Analysis).
Lahan Samoja juga telah menjadi objek dalam penelitian Studi Kasus yang
telah dilakukan peneliti dengan judul Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik
Aset Lahan PT Pertamina (Persero) Area JBB Di Samoja Bandung. Studi Kasus
tersebut mengkaji tentang penentuan solusi kegunaan tertinggi dan terbaik bagi
lahan Samoja. Hasil dari studi kasus tersebut menunjukan bahwa solusi
pengembangan yang paling tepat di lahan Samoja berdasarkan analisis HBU yang
meliputi kelayakan aspek legal, aspek fisik, aspek finansial dan aspek
produktivitas maksimal adalah pengembangan berupa hotel (Nugraha, 2012:129).
Namun, di dalam SK Direktorat Umum Asset Management No. Kpts-
35/C00000/2010-S0 juga dituliskan bahwa setelah mempertimbangkan kajian
HBU atas APU, perlu dilakukan kajian untuk pemilihan jenis kerjasama
optimasinya dengan kriteria pendapatan tertinggi (highest revenue) dan
pengurangan biaya (reduction cost) atau dengan kata lain kerjasama tersebut
diupayakan sebagi jenis kerjasama yang bersifat ekonomis bagi perusahaan.
Pilhan alternatif jenis-jenis kerjasama optimasi untuk APU yang
ditetapkan dalam peraturan tersebut terdiri dari kerjasama Bangun Guna Serah
(Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and
Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Namun setiap jenis kerjasama
mempunyai seperangkat syarat untuk keberhasilan pelaksanaannya, menururt
Husnan dan Suswantoro (dalam Zainuddin, 2011:19) untuk menentukan pilihan
jenis kerjasama usaha selayaknya dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu
terhadap investasi atau bisnis yang akan dibangun dan dikerjasamakan. Kelayakan
bisnis yang dimaksudkan adalah kelayakan investasi pada suatu bisnis yang
meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM), aspek lingkungan serta aspek
finansial (Suliyanto, 2010:9). Hal ini juga didukung oleh Peraturan Menteri
BUMN No. 6 Tahun 2011 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap BUMN
yang menyatakan bahwa aktiva (aset) yang akan dikerjasamakan harus disertai

6
dengan studi kelayakannya. Sehubungan dengan itu, pihak Pertamina melalui
surat keterangan No. Ket-009/100100/2012-S8 (lihat pada lampiran 1)
merekomendasikan peneliti untuk melakukan analisis kelayakan investasi
terhadap lahan Samoja yang meliputi analisis HBU dan analisis kelayakan
bisnisnya sehingga pemilihan jenis-jenis alternatif kerjasama usaha optimasi pada
lahan Samoja tersebut dapat dilakukan.
Berdasarkan paparan masalah di atas, dapat dinyatakan bahwa pengelolaan
aset lahan Samoja memiliki 3 (tiga) masalah pokok (central issue):
1. Adanya APU seluas 22.820 m2 yang lokasinya strategis, namun
membutuhkan biaya yang tinggi dalam pemeliharaannya termasuk PBB
sebesar Rp133.481.860 dan belum memberikan pendapatan langsung bagi
perusahaan.
2. Berdasarkan SK Direktorat Umum Asset Management No.Kpts-
35/C00000/2010-S0 Tentang Optimalisasi Aset Penunjang Usaha, dituliskan
bahwa APU yang status nya Free dan Clear harus dioptimasikan. Akan tetapi,
kondisi dari APU yang terletak di Samoja-Bandung tersebut saat ini
menunjukan bahwa aset tersebut belum dioptimalkan, padahal statusnya sudah
free dan clear.
3. Berdasarkan Teori yang dikemukakan oleh Husnan dan Suswantoro (dalam
Zainuddin, 2011:19) bahwa untuk menentukan pilihan jenis kerjasama usaha
selayaknya dilakukan studi kelayakan terhadap investasi atau bisnis yang akan
dibangun dan dikerjasamakan. Namun hingga saat ini belum ada kajian
mengenai kelayakan aset lahan Samoja, Oleh karena itu, pihak Pertamina
melalui surat keterangan No. Ket-009/100100/2012-S8 merekomendasikan
peneliti untuk melakukan analisis kelayakan investasi terhadap lahan Samoja
yang meliputi analisis HBU dan analisis kelayakan bisnisnya sehingga
pemilihan jenis-jenis alternatif kerjasama usaha optimasi pada lahan Samoja
tersebut dapat dilakukan.
Mengingat bahwa pentingnya optimasi aset, kajian dengan topik tersebut
telah banyak dilakukan oleh para akademisi, dintaranya penelitian mengenai HBU
Analysis dalam rangka optimasi aset lahan yang pernah dilakukan oleh Negara,

7
Indryani dan Adiharjo (2010), kemudian penelitian yang hampir sama juga pernah
dilakukan oleh Rifai (2011), Satiti (2011) dan Mintarsyah (2012). Penelitian
tentang studi kelayakan juga pernah dilakukan oleh para akademisi diantaranya
oleh Nadiasa dan kawan-kawan (2006 dan 2010), Warsika (2009). Penelitian
mengenai kajian pemilihan kerjasama optimasi pernah dilakukan oleh Alimansyah
(2007) dan Jaya (2008). Namun belum ada penelitian yang mengkaji tentang
kelayakan investasi aset yang meliputi analisis HBU dan analisis kelayakan
bisnisnya hingga analisis pemilihan jenis kerjasama optimasinya dalam satu
kesatuan kajian yang komprehensif. Sehubungan dengan hal tersebut dan
berdasarkan central issue yang ada, maka menarik untuk dilakukan penelitian
tentang “ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI DAN KERJASAMA
USAHA OPTIMASI ASET LAHAN SAMOJA PT PERTAMINA”.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan dalam latar belakang. peneliti
mengidentifikasi beberapa masalah yang terkait langsung dengan aset lahan
Samoja. Identifikasi masalah tersebut dipaparkan sebagai berikut ini:
1. Adanya APU seluas 22.820 m2 yang lokasinya strategis. namun
membutuhkan biaya yang tinggi dalam pemeliharaannya termasuk biaya
pajak bumi dan bangunan sebesar Rp133.481.860.
2. Belum menghasilkan keuntungan atau pendapatan langsung bagi perusahaan.
3. Status dari aset tersebut sudah free dan clear, sehingga harus segera
dioptimasikan karena jika dibiarkan begitu saja akan menimbulkan
permasalahan dalam hal status kepemilikan dan status penguasaannya.
Mengingat letatknya berada di pusat Kota Bandung yang dikenal sebagai
lokasi yang strategis.
4. Kondisinya kurang terawat, padahal APU tersebut memiliki nilai potensial
ekonomi yang tinggi yang dapat memberikan kontribusi positif bagi
perusahaan.

8
5. Aset seluas 22.820 m2 ini termasuk kedalam 25 aset di lingkungan PT
Pertamina (Persero) Area JBB yang membutuhkan biaya yang besar atas
keberadaannya.
6. Berdasarkan data historis dari aset tersebut, dikatakan bahwa aset tersebut
mulai kurang produktif/tidak digunakan sebagai kegiatan usaha secara
langsung (aset operasi) sejak tahun 1996 ketika kantor Pertamina cabang
Bandung dipindah ke Jalan Wirayudha di kawasan Gasibu.
7. Bangunan yang saat ini digunakan hanyalah rumah dinas dan bangunan ex.
Kantor untuk gudang elpiji ukuran 3kg, sisanya berupa ex. Bangunan
poliklinik dan ex. Bangunan Radio tidak terpakai lagi dan kondisinya rusak.
8. Dari lahan seluas 22.820 m2, hanya seluas 4.415m2 saja yang dipergunakan
dan sisanya hamparan tanah kosong yang kurang terawat.
9. Mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung , bahwa
arah pengembangan di kawasan Samoja yang termasuk dalam Sub Wilayah
Kota (SWK) Karees adalah jasa, perdagangan, sarana dan prasarana
kesehatan serta perumahan yang dibangun secara vertikal/bertingkat (rumah
susun/apartemen). Namun kondisi eksisting APU tersebut saat ini adalah
komplek rumah dinas pegawai yang telah dibangun secara horisontal.
Sehingga perlu dilakukan sebuah kajian untuk menentukan pengembangan
yang memberikan kegunaan tertinggi dan terbaik pada aset tersebut.
10. Adanya peraturan/kebijakan berupa SK Direktorat Umum Asset Management
No.Kpts-35/C00000/2010-S0 Tentang Optimasi APU yang menyatakan
bahwa APU yang status nya Free dan Clear harus dioptimasikan dengan
mempertimbangkan kajian penggunaan tertinggi dan terbaiknya (HBU),
kemudian dilakukan kajian tentang pemilihan alternatif kerjasama dalam
rangka pelaksanaan optimasi APU yang terdiri dari kerjasama Bangun Guna
Serah (Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate
and Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan
Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Akan tetapi, kondisi dari
APU yang terletak di Samoja-Bandung tersebut saat ini menunjukan bahwa
aset tersebut belum dioptimalkan, padahal statusnya sudah free dan clear.

9
11. Berdasarkan Teori yang dikemukakan oleh Husnan dan Suswantoro (dalam
Zainuddin, 2011:19) bahwa untuk menentukan pilihan jenis kerjasama usaha
selayaknya dilakukan studi kelayakan terhadap investasi atau bisnis yang
akan dibangun dan dikerjasamakan. Namun hingga saat ini belum ada kajian
mengenai kelayakan aset lahan Samoja, Oleh karena itu, pihak Pertamina
melalui surat keterangan No. Ket-009/100100/2012-S8 merekomendasikan
peneliti untuk melakukan analisis kelayakan investasi terhadap lahan Samoja
yang meliputi analisis HBU dan analisis kelayakan bisnisnya sehingga
pemilihan jenis-jenis alternatif kerjasama usaha optimasi pada lahan Samoja
tersebut dapat dilakukan.

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, kajian utama yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Analisis HBU lahan Samoja yang meliputi analisis tingkat kelayakan aspek
legal aset, aspek fisik aset, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal.
2. Analisis kelayakan bisnis pada lahan Samoja yang meliputi aspek hukum,
aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen
dan sumber daya manusia (SDM), aspek lingkungan serta aspek finansial.
3. Analisis Pemilihan bentuk kerjasama optimasi yang paling ekonomis bagi
perusahaan berdasarkan kriteria highest revenue dan reduction cost diantara
bentuk kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT),
Bangun Guna Milik (Build Operate and Owned/BOO), Bangun Milik Sewa
(Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun Sewa Serah (Build Rent and
Transfer/BRT) dengan menggunakan cashflow analysis.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
kajian ini adalah sebagai berikut:

10
1. Solusi pengembangan manakah yang paling tepat berdasarkan hasil studi
kasus analisis highest and best use (HBU) lahan Samoja yang meliputi aspek
legal, aspek fisik, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal.
2. Berdasarkan jawaban nomor 1 (satu), bagaimanakah kelayakan investasi
suatu bisnis/usaha pada lahan Samoja. Untuk itu perlu dilakukan analisis
terhadap tingkat kelayakan investasi pada suatu bisnis yang meliputi tingkat
kelayakan:
a. Aspek hukum
b. Aspek pasar dan pemasaran
c. Aspek teknis dan teknologi
d. Aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM)
e. Aspek lingkungan
f. Aspek finansial
3. Bentuk kerjasama usaha manakah yang paling ekonomis bagi perusahaan
dengan kriteria highest revenue dan reduction cost. Untuk itu perlu dilakukan
pemilihan bentuk kerjasama usaha yang terdiri kerjasama Bangun Guna Serah
(Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and
Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) dengan menggunakan cashflow
analysis.

1.5 Tujuan Penelitian


Untuk menjawab permasalahan di atas, maka tujuan dari kajian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai solusi pengembangan yang
paling tepat berdasarkan hasil studi kasus analisis highest and best use (HBU)
lahan Samoja yang meliputi aspek legal, aspek fisik, aspek finansial dan aspek
produktivitas maksimal.
2. Untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai kelayakan investasi suatu
usaha/bisnis yang akan dijalankan pada lahan Samoja yang meliputi tingkat
kelayakan aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan

11
teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM), aspek
lingkungan dan aspek finansial.
3. Untuk memperoleh jenis kerjasama usaha yang paling tepat dengan kriteria
highest revenue dan reduction cost dari pilihan jenis kerjasama Bangun Guna
Serah (Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate
and Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan
Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) dengan menggunakan
cashflow analysis.

1.6 Manfaat Penelitian


Sebuah penelitian yang dilakukan harus bermanfaat bagi pihak-pihak
pemanfaat penelitian tersebut. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah:
1. Hasil kajian ini memberikan informasi yang berguna bagi Pertamina
khususnya bagi fungsi Asset Management, berupa gambaran rinci mengenai
solusi pengembangan tertinggi dan terbaik bagi lahan Samoja serta kelayakan
investasi dan kerjasama usaha yang paling tepat untuk optimasi lahan Samoja.
2. Manfaat Keilmuan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan di bidang keilmuan manajemen aset, khususnya dalam melakukan
kegiatan optimasi aset.
3. Manfaat bagi peneliti yaitu dapat mengaplikasikan, memperdalam dan
meningkatkan kompetensi ilmu Manajemen Aset yang telah dipelajari selama
kuliah sebagai bekal dalam menghadapi persaingan di Industri dan
mengabdikan diri bagi kepentingan bangsa dan negara melalui manajemen
aset.
4. Manfaat bagi pembaca yaitu sebagai referensi atau bahan acuan untuk
penelitian berikutnya yang pembahasannya hampir sama atau yang akan
mengembangkan kajian ini.

12
1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Untuk keperluan penelitian ini ditentukan lokasi dan waktu penelitian
terlebih dahulu untuk memfokuskan pada materi penelitian. Adapun Uraian
mengenai lokasi dan waktu penelitian adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Pertamina (Persero) Area JBB, Jalan Kramat Raya
No. 59 Jakarta Pusat. Sedangkan objek penelitiannya terletak di Jalan Samoja
No. 17, Kelurahan Samoja, Kecamatan Batununggal, Bandung. Berikut
adalah peta lokasi dan foto citra satelit dari objek penelitian yang diperoleh
melalui pencarian dengan menggunakan Google Maps.

Peta Lokasi Lahan Samoja,


Bandung

Sumber: google maps (2012)


Gambar 1.1
Peta Lokasi Lahan Samoja
Berdasarkan gambar 1.1 di atas, lokasi dari lahan Samoja milik Pertamina
berada dalam garis warna biru yang menandakan keberadaannya di Jl. Samoja
No. 17, Desa Samoja, Kecamatan Batununggal, Bandung.

13
Foto Citra Satelit
Lokasi Lahan
Samoja, Bandung

Sumber: google maps (2012)


Gambar 1.2
Foto Citra Satelit Lahan Samoja
Pada gambar 1.2 dapat dilihat foto citra satelit dari lahan Samoja. Jika dilihat
lebih seksama areal lahan tersebut tampak masih hijau dibandingkan daerah
skitarnya, menandakan bahwa lahan tersebut masih kosong.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan dari tanggal 1 April
2012 sampai dengan 30 Juni 2012. Uraian Kegiatan dan waktu pelaksanaan
penelitian Tugas Akhir ini dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
BULAN KEGIATAN (TAHUN 2012)
No KEGIATAN April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyerahan Proposal Tugas
1
Akhir
Bimbingan dengan Dosen
2
Pembimbing
3 Seminar Manajemen Aset
Penulisan Laporan Tugas
4
Akhir
Persetujuan untuk Sidang
5
Tugas Akhir
Penyerahan Laporan Tugas
6
Akhir
7 Sidang Tugas Akhir
Pengumpulan Laporan Tugas
8
Akhir (Revisi Akhir)
9 Penulisan Artikel Ilmiah
Sumber: Program Studi MA (2012)

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Manajemen Aset


Aset merupakan seluruh potensi yang dimiliki oleh individu atau suatu
organisasi. Potensi tersebut biasanya dideskripsikan melalui bentuk yang disebut
sebagai sumber daya (resource). Ada 4 (empat) macam sumber daya yang
dimiliki oleh suatu entitas meliputi sumber daya manusia (human resource),
sumber daya keuangan (financial resource), sumber daya fisik (physical
resource), sumber daya informasi (Information resource) dan sumber daya
teknologi (technological resource). Karena aset merupakan sumber daya yang
paling berharga, maka aset harus dikelola dengan baik dan benar. Dengan
demikian nilai (value) dari aset tersebut tidak mengalami penurunan bahkan untuk
aset-aset tertentu dapat dioptimalkan. Saat ini, pemahaman mengenai aset telah
mengalami perkembangan, jenis aset yang dibahas dalam kajian ini adalah aset
fisik (physical asset/physical resource) atau dalam keilmuan manajemen aset
disebut juga aset berwujud (tangible asset), sedangkan dalam keilmuan akuntansi
aset berwujud ditampilkan dalam laporan keuangan sebagai aktiva tetap (fixed
asset).
Menurut Siregar (2004: 175), aset secara umum adalah barang (thing) atau
sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai
komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh
badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset yang dibahas dalam kajian
ini aset-aset fisik misal tanah, pabrik, mesin, gedung, kendaraan atau apapun yang
selain memiliki nilai manfaat ekonomis juga dapat disentuh dan dilihat wujud
fisiknya. Suatu aktiva tetap (juga disebut aset tidak lancar) adalah barang fisik
yang memiliki nilai selama lebih dari satu tahun, misalnya, tanah, bangunan,
pabrik dan mesin (Hastings, 2010:3). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), telah ditetapkan
definisi yang tegas tentang aset. Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan, diuraikan dengan jelas tentang definisi aset, yaitu bahwa:

15
”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari
mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan
dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non
keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat
umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya”.

Dengan demikian aset adalah barang atau suatu barang yang mempunyai
nilai ekonomi, nilai tukar yang dimiliki oleh individu ataupun instansi maupun
badan usaha yang berpotensi untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Berdasarkan definisi di atas, aset dapat berarti kekayaan (harta kekayaan) atau
aktiva/properti dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu
perorangan. Aset yang dimiliki oleh individu ataupun organisasi sudah semestinya
dikelola dengan sebaik-baiknya.
Manajemen aset fisik adalah pengelolaan aset tetap atau tidak lancar
seperti peralatan, pabrik, bangunan dan infrastruktur. Tahapan dari proses
manajemen aset, termasuk penilaian bisnis awal, identifikasi kebutuhan aktiva
tetap, analisis kesenjangan kemampuan, evaluasi keuangan, analisis dukungan
logistik, siklus hidup biaya, manajemen penataan aset, strategi pemeliharaan,
outsourcing, analisis biaya-manfaat, pelepasan dan pembaharuan. Industri-industri
dimana hal ini berlaku meliputi: pembangkit listrik dan pasokan, minyak dan gas,
air, jalan, kereta api, pertambangan, penerbangan, perkapalan, rumah sakit, pusat
ritel, hasil produksi, distribusi, fasilitas pertahanan dan perlengkapan pertahanan,
rekreasi dan fasilitas olahraga, serta sarana dan prasarana pemerintahan (Hastings,
2010:6). Area terbaik yang dikelola oleh manajemen aset adalah pengembangan
aset bangunan dan konstruksi, setelah perencanaan srcara garis besar dan
keputusan keuangan yang telah dibuat (Hastings, 2010:1). Sedangkan Mitchell
dan kawan-kawan (2006:1) menyatakan bahwa “Asset management is a general
term that is commonly utilized in finance, real estate, building space, resource
allocation and a host of other areas to mean maximizing utilization and return on
asset, primarilly financial”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa

16
manajemen aset merupakan suatu rangkaian kegiatan mengelola aset agar
memberikan manfaat yang maksimal.
Hasting (2010:4) menyatakan bahwa serangkaian kegiatan manajemen
aset meliputi identifikasi aset apa yang diperlukan, identifikasi kebutuhan
pendanaan, Perolehan aktiva, penyediaan dukungan sistem logistik dan
pemeliharaan untuk aset serta penghapusan atau pembaruan aset. Tahapan
kegiatan tersebut dilakukan secara sistematis dan terintegrasi sehingga efektif dan
efisien untuk memenuhi tujuan yang diinginkan. Manajemen aset sering menjadi
salah satu pilihan terakhir untuk memaksimalkan penghematan biaya dalam
ekonomi global yang semakin kompetitif karena kompleksitas intrinsiknya,
terutama di negara berkembang.
Menurut Campbel dan kawan-kawan (2011:3), tahapan dalam siklus hidup
aset dimulai dari strategi (strategy), perencanaan (plan), evaluasi rencana/
membuat rancangan (evaluate/design), pengadaan (create/procure),
pengoperasian (operate), pemeliharaan (maintain), pengembangan (modify) dan
penghapusan (dispose). Semua rangkaian siklus tersebut didukung dan dijalankan
dengan manajemen keuangan yang baik sebagai pengaturan terhadap biaya-biaya
yang timbul akibat adanya siklus hidup aset (life cycle cost of asset) dan
terintegrasi oleh suatu teknologi dan membentuk suatu sistem (asset management
information system). Hal ini memudahkan pengelola aset untuk menganalisis dan
mengelola aset-aset secara efektif dan efisien selama masa umur ekonmis aset-
aset tersebut, sehingga aset-aset tersebut benar-benar memberikan nilai (value)
yang optimal. Rangkaian kegiatan siklus hidup aset secara total dapat dilihat pada
gambar 2.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa selama masa umur
ekonomis aset dalam siklusnya dibutuhkan kompetensi manajemen keuangan
yang baik dan teknologi yang mengintegrasikan itu semua. Suatu aset akan terus
dipertahankan bahkan dioptimalkan nilai/manfaat ekonomisnya selama siklus
hidup aset tersebut. Untuk melakukan itu semua dibutuhkan keahlian manajerial
yang baik dalam mengelola aset yaitu manajemen aset.
Salah satu masalah utama pengelolaan aset adalah ketidaktertiban dalam
pengelolaan data-data mengenai aset tersebut. Hal ini menyebabkan pengelola

17
kesulitan untuk mengetahui secara pasti aset yang dikuasai/dikelolanya, sehingga
aset-aset cenderung tidak optimal dalam penggunaannya, serta di sisi lain
pengelola akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan pemanfaatan aset
pada masa yang akan datang.

Sumber : Campbel dan kawan-kawan (2011:16)

Gambar 2.1 Siklus Hidup Aset


Implikasi dari pemanfaatan dan pengelolaan aset yang tidak optimal
adalah tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai intrinsik
dan potensi yang terkandung dalam aset itu sendiri. Misalnya dari aspek ekonomis
adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besaran nilai aset yang
dimiliki, yang merupakan salah satu sumber pendapatan potensial bagi pemilik
dan/atau pengelola, atau dengan kata lain return on asset (ROA)-nya rendah.
Manajemen aset dibutuhkan untuk membentuk dan menerapkan pemahaman
mengenai pentingnya aset bagi para pengelola sesuai dengan kapasitas, wewenang
dan tanggung jawabnya serta bagi para pemangku kepentingan dan pengambil
keputusan dalam suatu organisasi (Hasting, 2010:5).

18
2.2 Optimasi Aset
Optimasi aset adalah sebuah orientasi bisnis yang bertujuan memperoleh
keuntungan dan nilai (value) selama masa umur efektif aset (Mitchell dan kawan-
kawan, 2011:25). Optimasi aset merupakan proses kerja dalam penggunaan dan
pemanfaatan aset. Aset yang belum optimal dan tidak dapat dioptimalkan harus
dicari faktor penyebabnya. apakah faktor dari aspek legal, fisik, nilai ekonomi
yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah
rekomendasi berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset
yang dikuasai. Optimasi aset dalam penelitian ini merupakan tahapan manajemen
aset yang dikupas lebih dalam karena sangat berhubungan dengan kajian-kajian
dalam tugas akhir ini. Untuk lebih spesifik lagi, pembahasannya akan diterapkan
pada optimasi aset perusahaan misal BUMN, atau organisasi pemerintahan.
Berbagai program telah, sedang, dan akan dijalankan oleh pemerintah
untuk mewujudkan reformasi struktural di bidang ekonomi maupun politik. Tanpa
disadarai BUMN, BUMD, instansi pemerintah baik pusat maupun pemerintah
daerah memiliki aktiva tetap yang besar, beragam dan tersebar hampir di seluruh
kota di Indonesia. Dalam kenyataannya aktiva tetap yang dimiliki tersebut masih
banyak yang belum optimal pemanfaatannya, bahkan sebagin belum dilakukan
inventarisasi yang benar sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Untuk itu
restrukturisasi aset di lingkungan BUMN, BUMD, dan Instansi pemerintah
termasuk pemerintah daerah sangat perlu dilaksanakan.Berdasarkan UU No. 19
Tahun 2003 Tentang BUMN, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam
rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk
memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan
meningkatkan nilai perusahaan. Dengan restrukturisasi aset, diharapkan
terciptanya optimasi pemanfaatan aktiva tetap serta terciptanya tingkat efisiensi
dan efektifitas yang tinggi dalam pengelolaan aktiva tetap (Siregar, 2004:775).
Pengelolaan (manajemen) asset merupakan salah satu faktor penentu kinerja
usaha yang sehat. Berkaitan dengan upaya pengelolaan asset agar mampu
menunjang kinerja manajemen organisasi Pemerintah ataupun Perusahaan secara
keseluruhan, sangat dibutuhkan program restrukturisasi asset, yang terdiri dari

19
kegiatan identifikasi, penilaian, legal audit, serta analisis optimasi asset (highest
and best use study/HBU studi). Dalam teori restrukturisasi aset yang dikemukakan
Siregar (2004:782), tahap optimasi aset merupakan bagian yang paling penting
dan inti dalam manajemen aset yang terintegrasi dalam satu kesatuan sistem
informasi manajemen aset. Pada gambar 2.2 dapat dilihat pada tahap optimasi
aset, dilakukan pemisahan antara aset operasi dan non operasi untuk kemudian
diidentifikasi apakah aset tersebut sudah optimal atau belum. Jika sudah optimal
maka data-data aset tersebut disimpan ke dalam sistem. Namun jika belum
optimal, maka dilakukan upaya pengoptimalan dengan menggunakan analisis
HBU. Setelah didapat hasil analisis HBU, maka pengelola aset menentuka jenis-
jenis kerjasama usaha yang akan digunakan dalam optimasi aset tersebut.

FIXED INVENTARISATION &


ASSETS A PHYSICAL
1
BUMN/ IDENTIFIKATION
BUMD NO
PROBLEM?
B LEGAL AUDIT/
 Tanah LEGAL OPINION
 Bangunan Legal Opnion Recomendation
 Mesin &
Peralatan
 Kendaraan ASSET MANAGEMENT
Value of Asset
 Fixture, C VALUATION INFORMATION SYSTEM
Furniture &
Equipment
OPTIMIZATION of YES
2 FIXED ASSETS OPERATING OPTIMAL
YES
(Operating Assets) NO
NO

(Non Operating Assets)


OPTIMIZATION

ABLE TO NO Disposal Plan


BE Strategy

YES

Highest and Best Use (HBU) Study To be Developed


(KSO, BOT, JV)

Sumber: Manajemen Aset (Siregar, 2004:782)


Gambar 2.2
Tahapan Restrukturisasi Aset Perusahaan

Menurut Siregar (2004:552), langkah kegiatan dalam mengoptimalkan aset,


mencakup persiapan proyek yang meliputi kegiatan penyiapan administrasi
proyek, persiapan survei, pembentukan team work, penunjukan counter-part dan
pengumpulan data-data aset awal. Langkah kedua adalah melakukan
identifikasi/inventarisasi dan penilaian aset dengan tahapan kegiatannya adalah

20
melakukan pemeriksaan aset secara fisik di lapangan, meliputi ukuran, spesifikasi
dan kondisi fisik, melakukan pengumpulan dan pemeriksaan data-data legal,
melakukan pengumpulan data-data regulasi yang berlaku pada lokasi aset dan
data-data kondisi sekitarnya, melakukan analisis atas data yang diperoleh untuk
mendapatkan gambaran obyektif tentang pemanfaatan aset serta nilai (value) aset,
memberikan laporan dan rekomendasi atas pemanfaatan aset, nilai aset serta opini
tentang status legal aset. Langkah ketiga adalah melakukan evaluasi optimasi
Pemanfaatan aset dengan kegiatan utamanya adalah melakukan evaluasi tentang
optimasi pemanfaatan aset (exisiting use). Langkah keempat adalah melakukan
studi optimasi aset dengan analisis HBU. Terhadap aset yang dipandang belum
optimal, akan dilaksanakan kegiatan highest and best use study (HBU Study)
untuk menentukan pemanfaatan aset dengan nilai terbaik. Bila ditampilkan dalam
bentuk bagan, langkah kegiatan dalam optimasi aset dapat dilihat pada gambar
2.3. di bawah ini

Start

Identifikasi
Aset

Legal Audit

Analisis Optimasi Aset


Sudah sudah
Optimal?

belum
Highest and Best Use (HBU)
Study

End

Sumber: Manajemen Aset (Siregar, 2004:553)


Gambar 2.3
Tahapan Optimasi Aset Perusahaan

Menurut siregar (2004:519), secara umum tujuan optimasi asset BUMN


dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan inventarisasi semua asset yang meliputi
bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar atas masing-masing

21
asset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya. Mengoptimasi
pemanfaatan asset, apakah asset tersebut telah sesuai dengan peruntukannya atau
tidak. Terciptanya suatu sistem informasi dan administrasi sehingga tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan asset.

2.3 Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis)


Highest and Best Use Analysis (HBU Analysis) diterjemahkan sebagai
analisis penggunaan tertinggi dan terbaik. Analisis HBU digunakan untuk
mengetahui pengembangan yang paling tepat untuk aset yang belum optimal.
akan tetapi aset itu berpotensi untuk dikembangkan. Maksudnya adalah untuk
memberikan gambaran tentang penggunaan tanah yang paling sesuai bagi
properti, sehingga diperoleh nilai tertinggi bagi tanah tersebut. HBU Analysis
dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain pertimbangan
aspek hukum,aspek fisik, aspek financial dan aspek produktivitas maksimal.
Analisis HBU juga perlu dilakukan oleh penilai sebelum melakukan kerja-kerja
penilaian properti, baik tanah kosong maupun yang di atasnya sudah ada
bangunan.
Menurut Siregar (2004:779). Highest and Best Use Analysis (HBU
Analysis) adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan atau aset yang dirasakan belum optimal
pemanfaatannya (idle capacity). Berdasarkan The Uniform Standards of
Profesional Appraisal Practise dalam Prijatno (2010:3). pengertian HBU Analisys
adalah the reasonable probable and legal use of property that is physically
possible. appropriately supported and financially feasible and the result in the
highest value.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan. bahwa HBU
Analysis adalah analisis yang bertujuan untuk mengembangkan aset yang
berstatus idle capacity tetapi yang mempunyai potensi dikembangkan dengan
mempertimbangkan legal aspek. kemungkinan fisik dan kelayakan keuangan dari
aset yang akan dikembangkan. Dengan HBU Analysis ini. aset-aset yang berstatus
idle capacity dapat diidentifikasi. serta akan diketahui pengembangan yang

22
terbaik bagi aset-aset yang belum optimal tersebut. Sehingga dapat memberikan
hasil paling optimal bagi pengelola ataupun pemilik aset tersebut.

2.3.1 Konsep Dasar Analisis HBU


Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian 6.0 SPI 2007, konsep
dasar dari analisis HBU adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) didefinisikan sebagai penggunaan
yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti. yang secara fisik
dimungkinkan. telah dipertimbangkan secara memadai. secara hukum
diijinkan. secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti
tersebut.
2. Penilai akan mempertimbangkan penggunaan yang paling memungkinkan dan
menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.
3. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan.
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara.
4. Kajian HBU yang mendalam merupakan suatu penugasan terpisah dari
pekerjaan penilaian.

Menurut Hidayati dan Harjanto (2003:52). ada 2 (dua) tipe Analisis HBU.
yaitu:
1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Tanah Kosong/Tanah yang
Dianggap Kosong
Kegunaan tertinggi dan terbaik dari tanah atau tapak (site) yang dianggap
kosong adalah mengasumsikan bahwa tanah tersebut adalah kosong atau dapat
dibuat kosong melalui pembongkaran bangunan. Dengan asumsi demikian
maka kegunaan yang menciptakan nilai dalam suatu pasar dapat
teridentifikasi, dan penilai dapat menilai untuk memilih properti pembanding
serta mengestimasi nilai.

2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik Properti yang Telah Terbangun


Kegunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah properti yang telah terbangun
adalah terkait dengan kegunaan yang seharusnya pada properti tersebut sejalan

23
dengan perkembangannya. Sebagai contoh apakah sebuah bangunan hotel
yang telah berumur 30 tahun tetap dipertahankan seperti sedia kala, atau perlu
direnovasi, dikembangkan atau sebagian dibongkar? Apakah memungkinkan
untuk diganti jenis dan intensitas penggunaan yang lain.

2.3.2 Kriteria Analisis HBU


Menurut Hidayati dan Harjanto (2003:52). Kriteria dari HBU Analysis
adalah sebagai berikut :
1. Legally Permissible (Secara Hukum diijinkan/tidak melanggar hukum)
2. Physically Possible (Memungkinkan secara fisik site/Lokasi dapat
dikembangkan)
3. Financially Feasible (Secara Finansial memungkinkan)
4. Maximally Productive (Menghasilkan produktivitas tertinggi)

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kriteria kegunaan tertinggi


dan terbaik tersebut
1. Diijinkan oleh Peraturan (Legally Permissible)
Aspek legal adalah faktor-faktor kelayakan secara legal untuk memastikan
kegunaan-kegunaan yang diizinkan oleh peraturan-peraturan berupa syarat
administratif bangunan dan syarat teknis bangunan. Syarat Administratif
Bangunan adalah persyaratan dokumen legal atas suatu properti berupa bukti
kepemilikan dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Syarat Teknis
Bangunan yaitu meliputi Batasan-batasan tertentu (private restriction),
zoning/zonasi, peraturan-peraturan bangunan (building code), kontrol terhadap
benda-benda sejarah dan peraturan-peraturan lingkungan. batasan-batasan
tertentu (private restriction) dapat berupa peraturan ataupun sebuah bukti
hukum yang dapat membatasi pengembangan suatu tanah dari aspek
hukumnya, misal lamanya tempoh sewa dapat juga berpengaruh terhadap
kegunaan tertinggi dan terbaik dari suatu properti sebab sepanjang sisa waktu
kontrak mungkin kegunaan properti terbatasi oleh perjanjian kontrak yang
telah disepakati sebelumnya. Contoh, jika suatu properti tunduk pada
peraturan sewa tanah selama 12 tahun, maka tidak memungkinkan untuk

24
dibangun bangunan yang mempunyai umur ekonomis 40 tahun. Zoning/zonasi
adalah pilihan-pilihan penggunaan tanah pada suatu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Peraturan-peraturan bangunan (building code) adalah seperangkat
pengaturan yang mengatur dasar perancangan suatu bangunan seperti garis
sempadan bangunan (GSB), koefisien dasar hijau (KDH), garis sempadan
bangunan (GSB) dan koefien lantai bangunan (KLB). Kontrol terhadap benda-
benda sejarah dapat berupa aturan yang mengatur tentang kelestarian kawasan
cagar budaya yang dilindungi. Sedangkan Peraturan-peraturan lingkungan
adalah peraturan yang mengatur tentang kelestarian lingkungan.

2. Memungkinkan Secara Fisik (Phisically Possible)


Aspek fisik adalah kelayakan secara fisik bagi lahan yang dijadikan objek
analisis HBU yang dapat menentukan layak atau tidaknya suatu alternatif
pengembangan berdasarkan aspek fisik dalam analisis HBU. Variabel berupa
aspek fisik memiliki empat sub variabel yang meliputi ukuran tanah, bentuk
dan kondisi tanah, lokasi dan aksesibilitas. Ukuran tanah dapat diukur melalui
lima kriteria yaitu luas tanah, ketinggian dari paras jalan, ketinggian dari
permukaan laut, lebar depan (frontage) dan panjang kedalaman (depth).
Bentuk dan kondisi tanah dapat diukur melalui enam kriteria yang meliputi
bentuk tanah, kontur tanah, jenis tanah, kesuburan tanah, ketersediaan air dan
improvement. Lokasi dapat diukur melalui dua kriteria yaitu lokasi tanah (site
location) dan letak/posisi tanah (object site/site position). Sedangkan
aksesibilitas dapat diukur melalui dua kriteria yaitu akses menuju lokasi tanah
dan jarak dari pusat kota dan tempat-tempat strategis.

3. Layak Secara Keuangan (Financially Feasible)


Aspek finansial adalah segala aspek yang menunjukan faktor-faktor kelayakan
keuangan suatu proyek pengembangan lahan yang meliputi Net Operating
Income (NOI), Pay Back Period (PB), Net Present Value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR), dan Return on Investment (ROI). Dalam menentukan
kegunaan yang layak secara fisik dan diizinkan oleh peraturan, seorang penilai

25
dapat/memang seharusnya melakukan eliminasi terhadap beberapa kegunaan
dalam pertimbangannya. Setelah melewati kedua kriteria tersebut, maka
kegunaan-kegunaan yang memungkina tersebut perlu dianalisis lebih lanjut
dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return) apakah sama
atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Semua kegunaan yang
diekspektasikan dapat memberi positive return dianggap memiliki kelayakan
keuangan.
Untuk menentukan kelayakan keuangan, seorang penilai mengestimasi
pendapatan kotor yang akan diterima (future gross income) yang
diekspektasikan/dijangkakan dari setiap potensial kegunaan tertinggi dan
terbaik. Dalam menganalisis kelayakan keuangan, tingkat kekosongan
collection losses dan biaya operasi perlu dikurangkan dari setiap pendapatan
kotor (gross income) untuk mendapatkan biaya bersih (net operating income
atau NOI). Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang
diinvestasikan dapat digunakan untuk melakukan perhitungan.

4. Mendapatkan Hasil Secara Maksimum (Maximally Productive).


Aspek produktivitas maksimal adalah cara memilih kegunaan yang
memberikan nilai yang maksimal. Dalam memilih kegunaan yang maksimal,
alat ukurnya adalah sama dengan faktor-faktor kelayakan keuangan. Dalam
aspek produktivitas maksimal hasil kelayakan finansial dari masing-masing
alternatif pengembangan dibandingkan. Alternatif pengembangan yang
menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang positif dan tertinggi adalah
pengembangan yang memenuhi aspek produktivitas maksimal dan merupakan
pengembangan yang paling tertinggi dan terbaik

2.4 Kelayakan Investasi pada Suatu Bisnis


Kelayakan Bisnis adalah kajian yang mendalam terhadap suatu ide bisnis
tentang layak atau tidaknya ide bisnis tersebut untuk dilaksanakan (Subagyo,
dalam Suliyanto 2010:3). Kelayakan investasi pada suatu bisnis sebaiknya
dilakukan pada semua aspek yang terkait secara komprehensif (holistic approach)

26
agar keputusan investasi yang dibuat adalah keputusan yang tepat dan didukung
oleh semua aspek yang terkait (Haming dan Basalamah, 2010:17). Investasi pada
suatu bisnis yang layak dengan pendekatan holistik harus memenuhi 6 (kriteria)
yang meliputi kelayakan aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek
finansial, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia
(SDM) serta aspek lingkungan (Suliyanto, 2010:9). Melalui analisis kelayakan
investasi, dapat diketahui layak atau tidaknya suatu bisnis yang akan dijalankan
(Djatmiko, 2012:5).

2.4.1 Aspek Hukum;


Aspek hukum menganalisis kemampuan pelaku bisnis dalam memenuhi
ketentuan hukum dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis di
wilayah tertentu. Aspek hukum mengkaji ketentuan hukum yang harus dipenuhi
sebelum menjalankan usaha agar bisnis yang dijalankan dapat memenuhi
ketentuan hukum dan perizinan di suatu wilayah tempat bisnis itu dijalankan
(Suliyanto, 2010:15). Berdasarkan paparan di atas, aspek hukum merupakan
prasyarat (precondition) dalam melakukan analisis kelayakan investasi pada suatu
bisnis.
Analisis aspek hukum dilakukan dengan tujuan menjawab pertanyaan
apakah bisnis yang akan dijalankan dapat memenuhi ketentuan hukum dan
perizinan di suatu wilayah. Berdasarkan aspek hukum, suatu ide bisnis dinyatakan
layak jika ide bisnis tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan mampu
memenuhi segala persyaratan perizinan di wilayah tersebut. Secara spesifik
analisis aspek hukum pada studi kelayakan bisnis bertujuan untuk menganalisis
legalitas usaha yang akan dijalankan, menganalisis ketepatan bentuk badan hukum
dengan ide bisnis yang akan dilaksanakan, menganalisis kemampuan bisnis yang
akan diusulkan dalam memenuhi persyaratan perizinan dan menganalisis jaminan-
jaminan yang bisa disediakan jika bisnis akan dibiayai dengan pinjaman
(Suliyanto, 2010:16).

27
2.4.2 Aspek Pasar dan Pemasaran;
Aspek pasar dan pemasaran penting dalam analisis investasi, karena akan
merinci potensi penerimaan (arus kas masuk) selama usia ekonomi proyek (masa
konsesi). Analisis aspek pasar dilakukan untuk menjawab apakah bisnis yang
akan dijalankan dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan
tingkat penjualan yang menguntungkan. Suatu ide bisnis dinyatakan layak
berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat
menghasilkan produk yang dapat diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh
calon konsumen) dengan tingkat penjualan yang menguntungkan. Secara spesifik
analisis aspek pasar dan pemasaran dalam kelayakan investasi bertujuan untuk
menganalisis permintaan atas produk yang akan dihasilkan, menganalisis
penawaran atas produk sejenis, menganalisis ketersediaan rekanan atas pemasok
faktor produksi yang dibutuhkan dan menganalisis ketepatan strategi pemasaran
yang akan digunakan (Suliyanto, 2010:82).

2.4.3 Aspek Teknis dan Teknologi


Jika analisis pasar dan pemasaran menunjukan sebuah ide bisnis layak
untuk dijalankan maka langkah berikutnya adalah menjawab pertanyaan apakah
bisnis tersebut secara teknis dapat dijalankan atau tidak. Meskipun berdasarkan
aspek pasar dan pemasaran suatu bisnis layak untuk dijalankan, tetapi jika secara
teknis tidak dapat dijalankan dengan baik maka investasi sebaiknya ditunda
terlebih dahulu. Hal ini disebabkan bisnis seringkali mengalami kegagalan karena
tidak mampu menghadapi masalah-masalah teknis (Suliyanto, 2010:133).
Analisis aspek teknis dan teknologi dilakukan untuk menjawab pertanyaan
apakah secara teknis bisnis dapat dibangun dan dijalankan dengan baik. Suatu ide
bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek teknis dan teknologi jika ide bisnis
tersebut secara teknis dapat dibangun dan dijalankan (dioperasionalkan) dengan
baik. Secara spesifik analisis aspek teknis dan teknologi dalam kelayakan
investasi bertujuan untuk menganalisis kelayakan lokasi untuk menjalankan bisni,
menganalisis besarnya skala produksi untuk mencapai tingkatan skala ekonomis,
menganalisis kriteria pemilihan mesin peralatan dan teknologi untuk menjalankan

28
proses produksi, menganalisis layout bangunan dan fasilitas lainnya serta
menganalisis teknologi yang akan digunakan (Suliyanto, 2010:134).

2.4.4 Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM)


Analisis aspek manajemen dan SDM terdiri dari dua bahasan penting,
yaitu subaspek manajemen dan subaspek SDM. Analisis subaspek manajemen
lebih menekankan pada proses dan tahap-tahap yang harus dilakukan pada proses
pembangunan bisnis, sedangkan analisis subaspek SDM menekankan pada
ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja, baik jenis/mutu maupun jumlah SDM
yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Kesalahan pada analisis kelayakan
SDM dapat menyebabkan bisnis tidak bisa dijalankan karena tidak dikelola oleh
orang-orang kompeten sesuai dengan kebutuhan (Suliyanto 2010:158).
Analisis aspek manajemen dan SDM dilakukan untuk menjawab
pertanyaan apakah bisnis yang akan dijalankan dapat dibangun sesuai dengan
waktu yang direncanakan dan apakah tersedia SDM yang dibutuhkan untuk
menjalankan bisnis. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek
manajemen dan SDM jika terdapat kesiapan tenaga kerja untuk menjalankannya
dan bisnis tersebut dapat dibangun sesuai waktu yang telah diperkirakan. Secara
spesifik analisis aspek manajemen dan SDM bertujuan untuk menganalisis
penjadwalan pelaksanaan pembangunan bisnis, menganalisis jenis-jenis pekerjaan
yang diperlukan untuk pembangunan bisnis, menganalisis waktu yang diperlukan
untuk melaksanakan setiap jenis pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan
bisnis, menganalisis biaya yang diperlukan untuk melaksanakan setiap jenis
pekerjaan yang diperlukan untuk pembangunan bisnis, menganalisis persyaratan
yang diperlukan untuk memangku pekerjaan pada suatu bisnis, menganalisis
struktur organisasi yang cocok untuk menjalankan bisnis, menganalisis metode
pengadaan tenaga kerja untuk menjalankan bisnis dan menganalisis kesiapan
tenaga kerja untuk menajalankan bisni (Suliyanto, 2010:158).

29
2.4.5 Aspek Lingkungan
Lingkungan tempat bisnis akan dijalankan perlu dianalisis dengan cermat.
Hal ini disebabkan lingkungan di satu sisi dapat menjadi peluang dari bisnis yang
akan dijalankan, namun di sisi lain lingkungan juga dapat menjadi ancaman bagi
perkembangan bisnis. Keberadaan bisnis dapat berpengaruh terhadap lingkungan,
baik lingkungan masyarkat maupun lingkungan ekologi tempat bisnis akan
dijalankan. Analisis aspek lingkungan dilakukan untuk menjawab pertanyaan
apakah lingkungan setempat sesuai dengan ide bisnis yang akan dijalankan dan
apakah manfaat bisnsi bagi lingkungan lebih besar dibandingkan dampak
negatifnya. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek lingkungan jika
kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan ide bisnis dan ide bisnis tersebut
mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dampak negatifnya
di wilayah tersebut (Suliyanto, 2010:45).
Suliyanto (2010:45) menyatakan bahwa secara spesifik analisis aspek
lingkungan dalam kelayakan investasi bisnis bertujuan untuk:
1. Menganalisis kondisi lingkungan operasional yang terdiri dari pesaing,
pemasok, pelanggan, kreditor dan pegawai untuk memperoleh jawaban
apakah kondisi lingkungan operasional memungkinkan atau tidak untuk
menjalankan suatu bisnis.
2. Menganalisis kondisi lingkungan industri yang terdiri dari persaingan antar
perusahaan, kekuatan pemasok, kekuatan konsumen, barang substitusi dan
hambatan masuk untuk memperoleh jawaban apakah kondisi lingkungan
industri memungkinkan atau tidak untuk menjalankan suatu bisnis.
3. Menganalisis kondisi lingkungan jauh yang terdiri dari lingkungan ekonomi,
sosial, politik, teknologi dan global untuk memperoleh jawaban apakah
kondisi lingkungan jauh memungkinkan atau tidak untuk menjalankan suatu
ide bisnis.
4. Menganalisis dampak positif maupun dampak negatif bisnis terhadap
lingkungan, baik lingkungan operasional, lingkungan industri maupun
lingkungan jauh.

30
5. Menganalisis usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meminimallkan
dampak negatif bisnis terhadap lingkungan bail lingkungan operasional,
lingkungan industri maupun lingkungan jauh.

2.4.6 Aspek Finansial.


Studi terhadap aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu analisis
investasi, karena sekalipun aspek lain tergolong layak, jika analisa aspek finansial
memberikan hasil yang tidak layak, maka usulan proyek akan ditolak kerena tidak
akan memberikan manfaat ekonomi (Haming dan Basalamah, 2010:18). Analisis
aspek keuangan dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana kesiapan
permodalan yang akan digunakan untuk menjalankan bisnis dan apakah bisnis
yang akan dijalankan dapat memberikan tingkat pengembalian yang
menguntungkan. Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek keuangan
jika sumber dana untuk membiayai ide bisnis tersebut mampu memberikan tingkat
pengembalian yang menguntungkan dengan berdasarkan asumsi-asumsi yang
logis.
Secara spesifik kajian aspek keuangan dalam kelayakan investasi suatu
bisnis bertujuan untuk menganalisis sumber dana untuk menajalankan usaha,
menganalisis besarnya kebutuhan biaya investasi yang diperlukan, menganalisis
besarnya kebutuhan modal kerja yang diperlukan, memproyeksikan laba-rugi
usaha yang akan dijalankan, memproyeksikan arus kas dari usaha yang akan
dijalankan, memproyeksikan neraca dari usaha yang akan dijalankan,
menganalisis sumber dana untuk menjalankan bisnis dan menganalisis tingkat
pengembalian investasi yang ditanamkan dengan berdasarkan beberapa analisis
kelayakan investasi dari segi keuangan seperti net operating income (NOI),
payback periode (PP), net present value (NPV), profitability indeks (PI), internal
rate of return (IRR), return on investment (ROI) average rate of return (ARR).
Memperhatikan penjelasan diatas, perlunya untuk melakukan analisa
terhadap semua aspek yang berkaitan dengan proyek dalam usaha memberikan
penialaian yang holistik terhadap suatu usulan studi kelayakan. Namun demikian,
pada usulan proyek usaha pabrik tentu aspek yang penting dan utama adalah studi

31
aspek hukum, aspek teknis dan teknologi, aspek pasar dan pemasaran serta aspek
keuangan. Meskipun pada akhirnya pengambilan keputusan investasi bertitik
berat pada analisis aspek finansial (Haming dan Basalamah, 2010:24).

2.5 Jenis-Jenis Alternatif Kerjasama Usaha Optimasi Aset


Dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi Badan Usaha Milik Negara,
perlu dilakukan upaya pendayagunaan aktiva tetap. Pendayagunaan Aktiva Tetap
adalah optimalisasi pemanfaatan Aktiva Tetap BUMN melalui kerjasama usaha
dengan Mitra. Calon Mitra adalah BUMN dan/atau anak perusahaan BUMN yang
sahamnya minimal 90% (sembilan puluh persen) dimiliki oleh BUMN
(Kementerian BUMN, 2011:13). Kerjasama Usaha adalah kerjasama dengan
prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara perusahaan dengan mitra
kerjasama, dimana perusahaan tidak terlibat ikut terlibat dalam manajemen
pengelolaan (Pertamina, 2010:2). Dalam melakukan kajian untuk pemilihan
bentuk kerjasama dalam rangka optimasi Aset, ada beberapa pilihan alternatif
jenis-jenis kerjasama yang meliputi kerjasama Bangun Guna Serah (Build
Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and
Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Berikut adalah penjabaran dari
masing-masing jenis kerjasama usaha tersebut.
Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT) berasal dari kata
Build, Operate, dan Transfer. Biasanya proyek-proyek infrastruktur dan public
services berada di bawah tanggung jawab pemerintah sebagaimana bahwa
pemerintah harus bertanggung jawab dalam menyediakan jalan, listrik,
telekomunikasi, jalan kereta, pelabuhan, bandara, air bersih dan saran-sarana
lainnya (Wasisso, 2008:23). Kerjasama BOT sering digunakan oleh pemerintah
terutama dalam membangun infrastruktur publik karena biasanya pemerintah
tidak memiliki dana yang memadai untuk membangun suatu infrastruktur dengan
skala besar misal jalan tol atau jembatan layang. Oleh karena itu pemerintah
melakukan kerjasama dengan pihak swasta/ketiga untuk membangun infrastruktur

32
publik. Dalam optimasi aset perusahaan misal BUMN dikenal juga istilah
kerjasama BOT (Djumara, 2007:19).
BOT adalah kerjasama pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra
kerjasama dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu
tertentu, untuk selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya diserahkan kembali ke perusahaan oleh mitra kerjasama setelah
berakhirnya jangka waktu kerjasama yang telah disepakati (Pertamina, 2010:3).
Kontrak BOT adalah perjanjian kerjasama dimana mitra usaha bertanggung jawab
membangun prasarana dan sarana termasuk membiayainya, yang kemudian
dilanjutkan dengan pengoperasian dan pemeliharaannya untuk suatu jangka waktu
tertentu, dan kemudian menyerahkan seluruh aset kepada pemilik aset tanpa
penggantian biaya apapun. Untuk pengembalian modal investasi, biaya
pengoperasian dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, Mitra Usaha
menerima pembayaran dari penanggung jawab proyek, yang pada umumnya
menggunakan sistem pembayaran Take or Pay. Dengan sistem tersebut,
penanggung jawab proyek akan membayar/membeli kapasitas yang dihasilkan
oleh Mitra usaha sesuai dengan kesepakatan perjanjian kerjasama (Djumara,
2007:19).
Bangun Guna Milik (Build Operate and Owned/BOO) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara
mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya, kemudian bangunan dan
atau sarana dan fasilitasnya diserahkan/dihibahkan kepada perusahaan untuk
selanjutnya didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu
tertentu (Pertamina, 2010:3). Kemitraan BOO pemerintah bermitra dengan pihak
swasta untuk membangun suatu prasarana (infrastruktur) atau sarana tertentu yang
dibutuhkan masyarakat, dengan pemberian konsesi. Selanjutnya investor juga
mempunyai hak untuk mendapatkan biaya pengembalian investasi dan
keuntungan yang wajar. Untuk hal tersebut, investor dapat menarik biaya dari
pemakai jasa fasilitas infrastruktur yang dibangunnya. Besarnya biaya/sewa yang

33
dikenakan kepada pemakai harus mendapat persetujuan dari pemerintah
(Zainuddin, 2011:15)
Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama, dimana mitra
kerjasama mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian
setelah selesai dibangun oleh mitra kerjasama maka bangunan dan atau sarana dan
fasilitasnya langsung diserahkan kepada perusahaan dimana mitra kerjasama
memiliki opsi untuk menyewa bangunan dan atau fasilitasnya (Pertamina,
2010:3).
Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara
mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah
selesai dibangun, bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya langsung diserahkan
oleh mitra kerjasama kepada perusahaan untuk dioperasikan dengan menyewakan
kepada mitra kerjasama, dimana kompensasi perusahaan kepada mitra kerjasama
adalah membayar biaya investasi yang telah dikeluarkan dan setelah habis masa
sewa maka bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya menjadi milik perusahaan
(Pertamina, 2010:3).

2.6 Kerjasama Usaha Ekonomis


Berbicara mengenai sesuatu yang bersifat ekonomis, tidak terlepas dari
kata dasar ekonomi. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari upaya-upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan sumber daya yang
terbatas (Lipsey dan Steiner, dalam Sunarto dan kawan-kawan 2007-6). Dari
definisi ini dapat dikatakan bahwa penyebab utama perlunya mempelajaridalam
ilmu ekonomi adalah terbatasnya sumber daya yang ada, padahal kebutuhan kita
untuk berbagai hal tidak terbatas. Hal yang dipelajari dalam ilmu ekonomi adalah
upaya-upaya manusia dalam mengatasi kesenjangan antara kedua hal yang saling
bertentangan tersebut. Manusia harus pandai-pandai mengalokasikan sumber daya
yang dimilikinya untuk dapat memberikan kepuasan secara maksimal. Dengan
keterbatasan sumber daya, manusia harus melakukan pilihan dari berbagai

34
kemungkinan yang ada. Pilihan yang diambil adalah pilihan yang memberikan
keuntungan yang paling besar. Dengan keterbatasan sumber daya pula, manusia
harus mengorbankan kepentingan yang satu untuk dapat memenuhi kepentingan
yang lain karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki (Sunarto dan kawan-
kawan, 2007:6). Hal yang paling mendasar dalam ilmu ekonomi dikenal istilah
prinsip ekonomi yaitu dengan sumber daya (input) minimal tertentu yang
dialokasikan diharapkan mengahasilkan keuntungan/pendapatan (output) yang
sebesar-besarnya. Berdasarkan paparan di atas, sesuatu kegiatan yang dilakukan
dengan prinsip ekonomi disebut suatu kegiatan yang bersifat ekonomis.
Ekonomis itu adalah suatu tindakan/perilaku dimana kita dapat
memperoleh input (barang atau jasa) yang mempunyai kualitas terbaik dengan
tingkat harga yang sekecil mungkin. Dari pengertian tersebuts ada 2 (dua) unsur
yang sangat penting, yaitu sumber daya (biaya) dan input (barang atau jasa).
Individu atau korporasi yang ekonomis selalu memilih barang atau jasa dengan
harga yang murah dan kualitas yang baik (ekonomi kompasiana, 2012).
Berdasarkan penjelasan tersebut, ekonomis berarti berusaha dengan input minimal
tertentu pada perencanaan, maka pada pelaksanaannya juga diharapkan bisa
dibuat cost yang seminim mungkin untuk mencapai hasil yang semaksimal
mungkin. Dalam hal ini suatu kerjasama usaha yang bersifat ekonomis sudah pasti
memenuhi kriteria tingkat pendapatan tertinggi (highest revenue) dan biaya yang
rendah/hemat (reduction cost).
Salah satu contoh kerjasama usaha ekonomis yang dilakukan dalam rangka
optimasi aset perusahaan yang bertujuan untuk mengamankan, memelihara,
meningkatkan nilai manfaat, mengurangi beban biaya perusahaan serta
meningkatkan pendapatan perusahaan dengan cara kelola/swakelola, kerjasama
dan sewa. Kerjasama usaha ekonomis dalam rangka optimasi aset juga bertujuan
untuk meningkatkan nilai ekonomi dari aset, menghasilkan dan meningkatkan
pendapatan atas aset yang dioptimasikan, meningkatkan status kepemilikan serta
penguasaan aset, mengurangi beban biaya perusahaan (cost saving) serta
menyediakan layanan properti kepada perusahaan (Pertamina, 2010:2).

35
2.7 Analisis Cash Flow
Cash flow dari suatu proyek didefinisikan sebagai daftar dari penerimaan
dan pengeluaran uang kas dari suatu proyek konstruksi, dimana dengan adanya
cash flow dapat diketahui jumlah nominal uang kas proyek pada saat tertentu.
Untuk perencanaan dan pengendalian finansial suatu proyek konstruksi, salah satu
metode yang dapat digunakan adalah cash flow. Indikasi secara statistik
menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi
mengalami likuidasi, terutama disebabkan karena kurang optimalnya perencanaan
cash flow.
Penyusunan aliran kas masa datang adalah tahap paling penting dan paling
sulit dalam analisa proyek modal/investasi. Ciri khas sebuah proyek modal pada
awalnya membutuhkan biaya investasi dan kemudian menghasilkan aliran kas
tahunan. Banyak variabel yang terlibat dalam merencanakan aliran kas (Sullivan,
dalam Alimansyah, 2007:27). Aliran kas adalah gambaran grafis dari seluruh
informasi yang diperlukan untuk menganalisa rencana investasi, yaitu penerimaan
dan pengeluaran selama periode tertentu. Sistematika aliran kas dikategorikan
menjadi aliran kas kegiatan operasi, aliran kas kegiatan investasi dan aliran kas
pendanaan atau pembiayaan (financing). Sedangkan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam membuat aliran kas adalah depresiasi dan pajak (Soeharto,
dalam Alimansyah, 2007:27).
Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan apakah
suatu investasi layak dilaksanakan oleh perusahaan atau tidak dan alternatif
investasi mana yang lebih baik diambil jika ada beberapa investasi. Pengambilan
keputusan tersebut mempertimbangkan aliran kas keluar (cash outflow) yang di
keluarkan perusahaan dan aliran kas masuk (cash inflow) yang akan diperoleh
berkaitan dengan investasi yang diambil. Ada 3 macam aliran kas yang terjadi
dalam investasi yaitu initial cashflow, operational cashflow dan terminal cash-
flow. (Sullivan, dalam Alimansyah 2007:27).
1. Initial Cash flow (Capital Outlays)
Initial Cashflow (Capital outlays) merupakan aliran kas yang berhubungan
dengan pengeluaran kas pertama kali untuk keperluan suatu investasi.

36
Cashflow ini misalnya harga perolehan pembelian tanah, pembangunan
pabrik atau gedung, pembelian mesin dan investasi aktiva lainnya
(Alimansyah, 2007:27).
2. Operational Cashflow
Operational Cashflow merupakan aliran kas yang terjadi selama umur
investasi. Operational cashflow ini berasal dari pendapatan yang diperoleh
dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Aliran kas
operasi sering di sebut cash inflow (aliran kas masuk) yang nantinya akan
dibandingkan dengan cash outflow untuk menutup investasi. Operational
cashflow (cashflow) ini biasanya diterima setiap tahun selama umur ekonomis
investasi yang berupa aliran kas masuk bersih (disebut Proceeds). Besarnya
proceeds terdiri dari 2 sumber yaitu berupa laba setelah pajak atau Earning
After Tax (EAT) ditambah depresiasi. Dana yang digunakan untuk investasi
aktiva tetap dapat berasal dari modal sendiri dan atau modal asing (hutang).
Perbedaan sumber modal yang digunakan untuk investasi tersebut
mempengaruhi perhitungan proceeds (aliran kas masuk) investasi yang
bersangkutan (Alimansyah, 2007:27). Perhitungan proceeds dari kedua
sumber modal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perhitungan besarnya proceeds bila investasi yang dilaksanakan
menggunakan Modal Sendiri.
Proceeds= Laba Bersih Setelah Pajak + Depresiasi
b. Perhitungan besarnya proceeds bila investasi menggunakan Modal Sendiri
dan Hutang
Proceeds= Laba Besih Setelah Pajak + Depresiasi + Bunga (1-Pajak)
3. Terminal Cashflow
Terminal Cashflow merupakan aliran kas masuk yang diterima oleh
perusahaan sebagai akibat habisnya umur ekonomis suatu proyek investasi.
Terminal Cashflow akan diperoleh pada akhir umurekonomis suatu proyek
investasi. Terminal cashflow ini dapat diperoleh dari nilai sisa (residu) dari
aktiva dan modal kerja yang digunakan untuk investasi. Nilai residu suatu
investasi merupakan nilai aktiva pada akhir umur ekonomisnya yang dihitung

37
dari nilai buku aktiva yang bersangkutan. besarnya nilai residu ini sangat
penting dalam perhitungan biaya depresiasi dan aliran kas masuk perusahaan.

2.8 Landasan Normatif


Landasan Normatif yang menjadi dasar hukum dalam penyelesaian
masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945, Pasal 23 Tentang Keuangan Negara dan Pasal 33 Tentang
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN;
3. PP No. 31 tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero);
4. PP No. 44 tahun 2005 Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal
Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas
5. Peraturan Menteri BUMN No. 6 Tahun 2011 Pedoman Pendayagunaan
Aktiva Tetap BUMN;
6. PMK No. 96 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
7. SK No.Kpts-35/C00000/2010-S0 Pedoman Optimasi Aset Penunjang Usaha;
8. Perda Kota Bandung No. 16 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031;
9. Perda Kota Bandung No. 5 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung.

2.9 Penelitian Terdahulu


Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan topik analisis HBU, kelayakan
investasi dan bisnis serta pemilihan kerjasama usaha optimasi aset pernah
dilakukan oleh para akademisi, dintaranya penelitian mengenai HBU Analysis
dalam rangka optimasi aset lahan yang pernah dilakukan oleh Negara, Indryani
dan Adiharjo (2010), kemudian penelitian yang hampir sama juga pernah
dilakukan oleh Rifai (2011), Satiti (2011) dan Mintarsyah (2012). Penelitian
tentang studi kelayakan juga pernah dilakukan oleh Nadiasa dan kawan-kawan

38
(2006 dan 2010) serta Warsika (2009). Penelitian mengenai kajian pemilihan
kerjasama optimasi pernah dilakukan oleh Alimansyah (2007) dan Jaya (2008).
Negara, Indryani dan Adiharjo (2010) melakukan penelitian yang berjudul
Analisa Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Pada lahan Eks Terminal Gadang di
Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif-alternatif
penggunaan yang memungkinkan untuk diterapkan di atas lahan eks terminal
Gadang dan untuk mendapatkan penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan eks
terminal Gadang di kota Malang. Metode Analisis yang digunakan adalah prinsip
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik dengan menggunakan empat kriteria uji
kelayakan yang meliputi analisa kelayakan hukum, analisa kelayakan fisik,
analisa kelayakan finansial dan analisa produktifitas maksimal
Rifai (2011) melakukan penelitian yang berjudul Optimalisasi
Pemanfaatan Lahan Kosong di Koridor Jalan Basuki Rahmat Surabaya. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan jenis penggunaan lahan secara tertinggi dan
terbaik. Sasaran pertama penelitian adalah menentukan jenis alternatif lahan
menggunakan metode skala likert terhadap responden yang dianggap relevan
dengan penelitian ini. Selanjutnya hasil masukan dari responden dianalisis
kembali menggunakan analisis peluang pasar untuk mendapatkan hasil optimal
pada lahan kosong yang akan di kembangkan. Kemudian sasaran kedua adalah
menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik dengan analisis Highest and Best
Use menggunakan empat uji kriteria kelayakan antara lain Secara hukum
diizinkan, Secara fisik memungkinkan, Secara finansial layak , dan Berproduksi
secara maksimal.
Satiti (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisa Highest and Best
Use Pada Lahan Trillium Office and Residence-Surabaya. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa HBU lahan “Trillium Office and Residence” secara teknis,
legal dan finansial, sekaligus menentukan properti komersial apakah yang
memberikan nilai tertinggi sesuai HBU. Dalam penelitian ini digunakan 3 kriteria
yang berguna sebagai alat uji kelayakan pada masing-masing alternatif
pemanfaatan lahan yang memungkinkan. Kriteria tersebut adalah secara fisik
memungkinkan, secara hukum diizinkan, secara finansial layak (feasible) dan

39
menghasilkan nilai tertinggi. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan melakukan pemodelan terhadap beberapa alternatif penggunaan
properti.
Mintarsyah (2012) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Pada Lahan Bekas Terminal Sungailiat di
Kabupaten Bangka. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif
pemanfaatan apa saja yang memungkinkan dan menentukan jenis pemanfaatan
tertinggi dan terbaik pada lahan bekas Terminal Sungailiat. Penentuan jenis
alternatif awal pemanfaatan lahan dilakukan melalui wawancara kepada
responden. Analisis dilakukan dengan menggunakan prinsip penggunaan tertinggi
dan terbaik (Highest and Best Use). Tahapan dalam analisis ini meliputi analisa
secara hukum diizinkan, fisik memungkinkan, finansial layak dan produktivitas
maksimal. Pemanfaatan tertinggi dan terbaik diperoleh dari alternatif yang lulus
uji dari keempat kriteria tersebut dan memiliki nilai pasar lahan tertinggi.
Nadiasa, Diputra dan Yansen (2006) melakukan penelitian yang berjudul
Analisis Investasi Pembangunan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana di
Kabupaten Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelayakan
aspek finansial dari pembangunan taman budaya garuda wisnu kencana dan untuk
mengidentifikasi kontribusi yang dapat diberikan oleh keberadaan taman budaya
garuda wisnu kencana terhadap kabupaten Badung. Analisis finansial didukung
data yang sebagian besar menggunakan metode estimasi yang berkaitan dengan
aspek pembiayaan, menggunakan program analisis risiko @Risk. Sedangkan
metode ramalan yaitu dengan metode dekomposisi, regresi linier dipergunakan
dalam hal peramalan akan kedatangan wisatawan.
Nadiasa, Maya dan Norken (2010) melakukan penelitian yang berjudul
Analisis Investasi Pengembangan Potensi Pariwisata Pada Pembangunan Waduk
Jehem di Kabupaten Bangli. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis
kelayakan finansial terhadap pengembangan sektor pariwisata pada rencana
pembangunan Waduk Jehem di Kabupaten Bangli, berapa pembiayaan yang akan
dikeluarkan serta berapa manfaat yang akan didapatkan, diukur dari sudut
kelayakan finansial. Analisis dilakukan terhadap aspek finansial menggunakan

40
metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost
Ratio (BCR) dan Payback Period (PP) serta Analisis Sensitivitas.
Warsika (2009) melakukan penelitian yang berjudul Studi Kelayakan
Investasi Bisnis Properti (Studi Kasus: Caiater Riung Rangga). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan investasi produk properti ciater
riung rangga. Analisis data yang digunakan adalah analisa cash in flow, cash out
flow, projected cash flow, analisa NPV, analisa IRR, analisa profitability index,
analisa modified IRR, dan analisa COC.
Alimansyah (2007) melakukan penelitian yang berjudul Alternatif
Kerjasama Investasi Pembangunan Instalasi Pengolahan Air PDAM Bandarmasih
Kota Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alternatif kerjasama
investasi yang tepat pada pembangunan instalasi pengolahan air minum
Perusahaan Daerah Air Minum Bandarmasih kota Banjarmasin dan mengetahui
kepekaan alternatif-alternatif pada pembangunan instalasi terhadap perubahan
variabel yang mempengaruhinya. Metode analisis yang digunakan adalah cash
flow analysis, sensitivity analysis dan analisis deskriptif berdasarkan data
sekunder yang telah diproyeksikan dengan menggunakan time series method.
Pendapatan dihitung melalui tingkat penjualan air dan non air. Sedangkan biaya
yang dihitung adalah biaya investasi, biaya operasional dan perawatan.
Jaya (2008) melakukan penelitian yang berjudul Analisa Perbandingan
Kerjasama Proyek Antara Sistem BOT dan Turn Key (Studi Kasus: Proyek Multy
Investment PT. (Persero) Pos Indonesia). Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan karakteristik kontrak BOT dan Turn Key, membandingkan kedua
kontrak tersebut dari segi administrasi kontrak dan analisa kuantitatif khususnya
financial cashflow serta menganalisa keuntungan dan kerugian dari penerapan
sistem kerjasama BOT dan turnkey bagi pihak pengguna jasa serta
kelemahan/kekurangannya dalam melingkupi setiap kondisi dan permasalahan
yang ada di proyek. Analisa yang dilakukan adalah membahas karakteristik dari
kontrak BOT dan Turnkey yang kemudian dilakukan perbandingan ditinjau dari
segi administrasi kontrak dan aspek finansial. Dari segi administrasi kontrak,
perbandingan kontrak BOT dan turnkey mengacu pada standar FIDIC. Sedangkan

41
aspek finansial dilakukan analisa aliran kas keluar dan kas masuk (cashflow)
selama umur ekonomis proyek/investasi yaitu 20 (dua puluh) tahun. Untuk
mengetahui kelayakan dan jumlah keuntungan investasi digunakan kriteria
penilaian investasi yaitu dengan metode NPV, BCR dan IRR. Semua penelitian di
atas dibandingkan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul dan Tahun Perbedaan Analisis
Kartika Puspa Analisa Penggunaan Tertinggi Metode Analisis yang
Negara, Retno dan Terbaik Pada lahan Eks digunakan adalah Highest and
Indryani dan Rianto Terminal Gadang di Kota Malang Best Use (HBU)
1.
B. Adiharjo (2010)
(Institut Teknologi
Sepuluh November)
Muhammad Fitrah Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Metode yang digunakan
Rifai (Institut Kosong di Koridor Jalan Basuki adalah metode skala likert,
2.
Teknologi Sepuluh Rahmat Surabaya (2010) analisis peluang pasar dan
November) analisis HBU
Retno Satiti Analisa Highest and Best Use Metode Analisis yang
3. (Institut Teknologi Pada Lahan Trillium Office and digunakan adalah Highest and
Sepuluh November) Residence-Surabaya.(2011) Best Use (HBU)
Hasril Mintarsyah Analisis Penggunaan Tertinggi Metode Analisis yang
(Institut Teknologi dan Terbaik Pada Lahan Bekas digunakan adalah Highest and
4.
Sepuluh November) Terminal Sungailiat di Kabupaten Best Use (HBU)
Bangka (2011)
Mayun Nadisa, I Analisis Investasi Pembangunan Analisis yang dilakukan hanya
Gede Astawa Taman Budaya Garuda Wisnu menekankan pada aspek
Diputra dan I Kencana di Kabupaten Badung keuangannya saja dengan
5. wayan Yansen (2006) metode estimasi, analisis
(Universitas risiko, metode ramalan,
Udayana) metode dekomposisi dan
regresi linier.
Mayun Nadisa, D. Analisis Investasi Pengembangan Analisis yang digunakan
N. K. Widnyana Potensi Pariwisata Pada hanya menekankan pada aspek
Maya dan I. N. Pembangunan Waduk Jehem di keuangannya saja dengan
6.
Norken Kabupaten Bangli (2010) metode NPV, IRR, BCR, PP
(Universitas dan analisis sensitivitas.
Udayana)
Putu Dharma Studi Kelayakan Investasi Bisnis Analisis data yang digunakan
Warsika Properti (Studi Kasus: Caiater adalah analisa cash in flow,
(Universitas Riung Rangga) (2009) cash out flow, projected cash
7. Udayana) flow, analisa NPV, analisa
IRR, analisa profitability
index, analisa modified IRR,
dan analisa COC
Alimansyah Alternatif Kerjasama Investasi Metode analisis yang
(Institut Teknologi Pembangunan Instalasi digunakan adalah cash flow
Sepuluh November) Pengolahan Air PDAM analysis, sensitivity analysis
8.
Bandarmasih Kota Banjarmasin dan analisis deskriptif
(2007) menggunakan time series
method.

42
Lanjutan Tabel 2.1
No. Peneliti Judul dan Tahun Perbedaan Analisis
Nyoman Martha Analisa Perbandingan Kerjasama Analisis dilakukan dari segi
Jaya (Universitas Proyek Antara Sistem BOT dan administrasi kontrak dan
9. Udayana) Turn Key (Studi Kasus: Proyek aspek finansial saja.
Multy Investment PT. (Persero)
Pos Indonesia) (2008)
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan perbandingan pada tabel 2.1, belum ada penelitian yang
mengkaji tentang kelayakan investasi aset yang meliputi analisis HBU dan
analisis kelayakan bisnisnya hingga analisis pemilihan jenis kerjasama
optimasinya dalam satu kesatuan kajian yang komprehensif. Penelitian ini
berupaya menggabungkan ketiga unsur utama tersebut dalam satu penelitian yang
berjudul Analisis Kelayakan Investasi dan Kerjasama Usaha Optimasi Aset Lahan
Samoja PT Pertamina.

2.10 Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah


Definisi kerangka berpikir menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono
(2008:60) adalah “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Untuk
mengoptimalkan aset lahan Samoja dilakukan kelayakan investasi yang meliputi
analisis HBU terlebih dahulu berdasrkan aspek legal, apek fisik, aspek finansial
dan aspek produktivitas maksimal yang bertujuan untuk mendapatkan produk
pengembangan tertinggi dan terbaiknya yang berupa suatu ide bisnis. Setelah itu
dilakukan kajian yang mendalam terhadap kelayakan ide bisnis tersebut yang
meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek lingkungan serta aspek
finansial. sehingga dapat diketahui kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset
tersebut. Setelah itu dilakukan kajian terhadap pemilihan bentuk kerjasama usaha
yang paling ekonomis dengan kriteria highest revenue dan reduction cost dari
kerjasama BOT, BOO, BOR dan BRT dengan menggunakan cashflow analysis.
Berikut adalah kerangka berpikir yang disajikan dalam bentuk skema (gambar
2.4)

43
I Landasan Teori Aset Lahan Landasan Normatif
1. Optimalisasi Aset 1. UUD 1945, Pasal 23 dan 33
N 2. Highest and Best Use Analysis Samoja 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
3. PP No. 31 tahun 2003
3. Analisis Kelayakan Investasi 1. Seluas 22.820 m2 Idle
P 4. Jenis-Jenis Kerjasama Usaha 2. Status free dan Clear
4.
5.
PP No. 44 tahun 2005
Permen BUMN No. 6 tahun 2011
3. Belum dioptimalkan 6. SK No.Kpts-35/C00000/2010-S0
U 5. Analisis Pendpatan 4. Biaya pemeliharaan 7. Perda Kota Bandung No. 16 tahun 2011
6. Tingkat Efisiensi Biaya dan pajak tinggi 8. Perda Kota Bandung No. 5 tahun 2010

T
1 Hasil Kajian Studi Kasus tentang Analisis Highest
and Best Use (HBU) Lahan Samoja yang Meliputi Solusi Pengembangan
Kelayakan Aspek Legal, Aspek Fisik, Aspek Finansial yang Paling Tepat
dan Aspek Produktivitas Maksimal
P

R 2 Aspek
Hukum
a Analisis Kelayakan Investasi
Pengembangan
yang Paling
Aspek Pasar dan b f Aspek
O Tepat dan Pemasaran Finansial
Layak
dijalankan Aspek Teknis
c Aspek Manajemen dan d e Aspek
S dan Teknologi Sumber Daya Manusia
(SDM)
Lingkungan

E 3 Pilihan Jenis Kerjasama

Pemilihan Jenis kerjasama Bangun Guna Serah/Build OperateTransfer (BOT)


S yang paling tepat dengan
kriteria Highest Revenue dan Bangun Guna Milik/Build Operate Owned (BOO)
Cost Eficiency berdasarkan
Bangun
BangunSewa
GunaSerah/Build
Sewa/Build Rent Transfer
Operate (BRT)
Rent (BOR)
Cashflow Analysis
Bangun Sewa Serah/Build Rent Transfer (BRT)

O U T P U T
Kerjasama Optimasi Aset Lahan
Samoja yang Paling Ekonomis dan
Layak untuk dijalankan

Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)

Gambar 2.4
Bagan Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah

44
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Metode Penelitian


Penelitian Tugas Akhir ini merupakan penelitian terapan atau riset
aplikasi. Penelitian terapan atau applied research adalah suatu penelitian yang
ditujukan untuk mencari atau memperluas manfaat dari temuan penelitian dasar,
pangkal riset terapan adalah berupa permasalahan dalam kehidupan, sedangkan
ujung dari penelitian ini berupa kemanfaatan atau aplikasi dari temuan penelitian
bersangkutan (Sugiama, 2008:37). Penelitian ini memanfaatkan hasil temuan di
bidang ilmu pengetahuan yang sudah baku dan menjadi sebuah teori, yaitu teori
tentang manajemen aset, optimasi aset, analisis kelayakan investasi, kerjasama
usaha, analisis tingkat pendapatan dan analisis tingkat efisiensi biaya. Kemudian
teori tersebut diaplikasikan untuk menyelesaikan rumusan masalah yang dikaji
dalam penelitian ini.
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode Deskriptif adalah riset
yang berupaya mengumpulkan data, menganalisis secara kritis data-data tersebut
dan menyimpulkannya berdasarkan fakta-fakta pada masa penelitian berlangsung
atau masa sekarang. Suatu riset deskriptif dapat dimaksudkan untuk meneliti suatu
kelompok atau individu manusia, suatu set kondisi, atau riset terhadap sutu objek
atau hal apapun. Metode deskriptif didasarkan pada fakta-fakta masa sekarang
atau masa penelitian berlangsung. Yang dimaksud dengan “Masa Sekarang”
adalah jangkauan masa yang berada dalam kurun waktu masa penelitian
(Sugiama, 2008:37). Berdasarkan paparan di atas tersebut, maka kajian dalam
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena kajian yang dilakukan
adalah menggambarkan secara rinci permasalahan yang dikaji dan dilakukan
analisis yang mendalam terhadap data dan fakta yang didapat serta diambil suatu
kesimpulan sebagai solusi dari permasalahan yang dikaji .
Salah satu metode/pendekatan dalam metode deskriptif adalah metode
studi kasus. Pendekatan dalam metode deskriptif yang digunakan pada penelitian
45
ini adalah metode studi kasus. Menurut Sugiama (2008:38), studi kasus adalah
penelitian deskriptif terhadap suatu fase yang spesifik atau khas dari keseluruhan
keadaan atas suatu objek, suatu kejadian, atau suatu objek tertentu. Peneliti dapat
mengkaji suatu kejadian atas suatu rangkaian kejadian yang ada. Dalam hal ini
studi kasus yang dilakukan adalah Optimasi Aset Lahan Samoja, mulai dari
penjelasan tentang pemilihan solusi pengembangan yang paling tepat berdasarkan
hasil kajian Studi Kasus mengenai highest and best use (HBU) analysis Lahan
Samoja yang pernah dilakukan sebelumnya. Kemudian menganalisis kelayakan
investasinya berdasarkan aspek-aspek kelayakan investasi yang meliputi aspek
hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan produksi, aspek manajemen
dan sumber daya manusia (SDM), aspek lingkungan dan aspek finansial. Setelah
itu dilakukan kajian terhadap pemilihan bentuk kerjasama usaha yang paling tepat
dengan kriteria highest revenue dan reduction cost dari kerjasama bangun guna
serah (build operate and transfer/BOT), bangun guna milik (build operate and
owned/BOO), banguna guna sewa (build operate and rentu/BOR) dan bangun
sewa serah (build rent and transfer/BRT) dengan menggunakan cashflow analysis.
Tahapan kegiatan tersebut dilakukan pada tahap optimasi aset, yaitu salah
satu tahapan kerja dari kegiatan manajemenaset. Penelitian ini merupakan studi
kasus yang tidak lain merupakan studi dan kajian lanjutan dari studi kasus
sebelumnya yang telah dilakukan pada lahan Samoja.

3.2 Prosedur Penelitian


Tahap demi tahap penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu. Pada tahap
tertentu kadangkala terjadi tumpang tindih langkah penelitiannya (Sugiama,
2008:41), untuk itu perlu dibuat sebuah prosedur penelitian. Prosedur penelitian
merupakan pedoman dan langkah-langkah yang akan diikuti peneliti dalam
melakukan penelitian. Dalam menggambarkan dan menjelaskan prosedur
penelitian, peneliti mencoba memaparkan tahap-tahap yang dilakukan oleh
peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Berikut adalah uraian dari masing-
masing tahapan prosedur tersebut sedangkan alur prosedurnya dapat dilihat pada
gambar 3.1.
46
1. Mulai
Penelitian ini dimulai setelah penelitian studi kasus yang sebelumnya
mengenai kajian HBU lahan Samoja selesai dilaksanakan. Studi kasus
tersebut dilakukan untuk mendefinisikan masalah agar penyelesaian masalah
pada penelitian berikutnya dapat dilakukan tepat pada pangkal permasalahan
dan menjadi solusi bagi permasalahannya. Hasil dari studi kasus tersebut
menjadi dasar untuk melanjutkan penelitian Tugas Akhir yang merupakan
upaya penyelesaian masalah (problem solving) dari studi kasus sebelumnya.
Untuk dapat memulai penelitian Tugas Akhir ini, peneliti melakukan studi
pustaka terhadap keilmuan manajemen aset khususnya pemahaman mengenai
optimasi aset yang menjadi topik utama dalam penelitian ini. Setelah itu hasil
dari studi kasus sebelumnya dijadikan dasar untuk melakukan kajian pada
tugas akhir ini. Setelah itu semua terpetakan dana melatarbelakangi penelitian
ini maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitiannya.

2. Merumuskan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya memetakan permasalahan agar dapat
dijawab dan dikaji oleh peneliti. Karena penelitian ini merupakan kajian
lanjutan dari studi kasus sebelumnya. Maka hasil studi kasus mengenai
Analisis HBU aset lahan Samoja tersebut disarikan dan disajikan kembali
dalam bentuk ringkasan agar proses berpikirnya tetap utuh sehingga pembaca
dapat memahami secara komprehensif dari apa yang dikaji pada studi kasus
sebelumnya hingga kajian yang dilakukan pada penelitian tugas akhir. Secara
umum perumusan masalah dalam penelitian tugas akhir ini dimulai dari
penjelasan mengenai hasil analisis HBU pada lahan Samoja yang kemudian
diuji kelayakan investasi bisnisnya dan dilakukan pemilihan jenis kerjasama
usahanya. Setelah masalah pokok dalam penelitian dirumuskan, maka
rumusan tersebut peneliti dapat menetapkan tujuan dari penelitian ini.

3. Menetapkan Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian tuga akhir ini diselaraskan dengan rumusan
masalahnya sehingga tujuan penelitian ini secara garis besar adalah untuk

47
mendapatkan gambaran yang rinci mengenai kelayakan investasi dan
kerjasama usaha dalam rangka optimasi aset lahan Samoja PT Pertamina.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti harus menentukan landasan
teori dan normatif yang dapat digunakan untuk mengkaji rumusan masalah
yang diteliti dan juga menentukan metode penelitiannya.

4. Menentukan Landasan Teori dan Normatif


Dalam menyusun karya ilmiah, sudah seharusnya setiap proses berpikir yang
dilakukan adalah berdasarkan teori dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Oleh
karena itu untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, peneliti
menentukan landasan teori dan normatif yang sesuai dan dapat digunakan
untuk mengkaji dan menjawab rumusan masalah dalam penelitiannya. Teori
yang mendasari penelitian ini adalah teori tentang manajemen aset, optimasi
aset, analisis kelayakan investasi, kerjasama usaha, analisis tingkat
pendapatan dan analisis tingkat efisiensi biaya. Sedangkan peraturan yang
menjadi landasan normatifnya adalah UUD 1945, Pasal 23 dan 33, Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2003, PP No. 31 tahun 2003, PP No. 44 tahun 2005
dan SK Direktorat Umum Asset Management PT Pertamina (Perswero)
No.Kpts-35/C00000/2010-S0. Setelah menemukan landasan teori dan
normatif, maka peneliti harus menentukan metode penelitian yang tepat.

5. Menentukan Metode Penelitian


Pada tahap ini ditentukan metode penelitian yang tepat pada penelitian ini,
yaitu Metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Kemudian peneliti
mulai mengumpulkan data menentukan metode analisis data.
a. Mengumpulkan Data
Peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dengan cara survey, wawancara, observasi dan studi
dokumentasi.

48
b. Menentukan Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis kelayakan investasi,
analisis tingkat pendapatan dan analisis tingkat efisiensi biaya berdasarkan
cashflow.

6. Mengolah Data
Pada tahap ini peneliti mengolah dan mengelompokan data-data yang telah
terkumpul untuk dilakukan pembahasan dan juga analisis terhadap data-data
tersebut.

7. Menganalisis Data
Data-data yang sudah diolah dan dikelompokan kemudian dianalis dengan
metode analisis yang telah ditentukan dan juga memadukan teori yang telah
dipilih untuk menganalisis data-data tersebut.

8. Kesimpulan
Pada tahap ini dikemukakan bagian dari hasil analisis. Kesimpulan yang
dibuat harus menggambarkan hasil analisis pada bagian hasil dan
pembahasan dan diharapkan dapat menjawab permasalahan yang dikaji
sehingga menjadi solusi dan sumber informasi bagi PT Pertamina (Persero)
selaku pihak pemanfaat hasil penelitian.

9. Saran
Saran merupakan masukan bagi PT. Pertamina (Persero). Saran yang
dituliskan oleh peneliti diungkapkan berdasarkan kesimpulan dari penelitian
yang telah dikaji sehingga relevansinya dapat dipertanggungjawabkan.

10. Laporan Tugas akhir


Setelah didapat kesimpulan sebagai jawaban dari penelitian ini dan saran
sebagai masukan bagi perusahaan, peneliti menyusun dan merapihkan file-file
penelitian ke dalam sebuah laporan Tugas akhir lengkap dari mulai
kelengkapan awal, isi dan kelengkapan akhirnya, untuk kemudian
didokumentasikan ke dalam sebuah laporan Tugas akhir sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh Program Studi dan Jurusan untuk kemudian

49
disetujui oleh pembimbing dan dapat dipresentasikan pada saat sidang Tugas
akhir.

(1)
Mulai
a. Studi Pustaka b. Hasil Studi Kasus

(2) (3)
Merumuskan Masalah Menetapkan Tujuan Penelitian
Hasil kajian Analisis HBU aset Untuk mendapatkan gambaran
lahan Samoja diuji kelayakan yang rinci mengenai kelayakan
investasi bisnisnya dan dilakukan investasi dan kerjasama usaha
pemilihan jenis kerjasama usahanya untuk optimasi aset lahan Samoja

(5) (4)
Menentukan Metode Penelitian Menentukan Landasan Teori
Metode deskriptif dan Landasan Normatif
dengan pendekatan studi kasus

a. Mengumpulkan Data b. Metode Analisis Data

1) Studi Dokumentasi 1) Analisis HBU


2) Observasi 1) Data Primer 2) Analisis Kelayakan Investasi
2) Data Sekunder 3) Analisis Cashflow

(6)
Mengolah Data

Tidak (7)
Menganalisis Data

Ya

(10) (9) (8)


Laporan Saran Kesimpulan

Sumber: hasil olah data peneliti (2012)


Gambar 3.1
Tahapan Prosedur Penelitian

50
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiama (2008:115), Populasi adalah keseluruhan objek yang
dibatasi kriteria tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah 25 (dua puluh lima)
APU yang berada di lingkungan PT Pertamina (Persero) Area Jawa Bagian Barat
yang masuk ke dalam kelompok APU yang membutuhkan biaya besar atas
keberadaannya, sedangkan sample dalam penelitian ini adalah lahan seluas 22.820
m2 yang berlokasi di Jalan Samoja No. 17 Kelurahan Samoja, Kecamatan
Batununggal, Kota Bandung. Karena penelitian ini menggunakan metode studi
kasus, maka dalam mengambil sample untuk penelitian tidak dilakukan teknik
sampling, karena studi kasus hanyalah penelitian terhadap satu atau beberapa
sampel yang hasilnya tidak akan pernah menjeneralisasi populasi (Sekaran
2006:46).

3.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat
menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Menurut Sugiyono
(2008:137), Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik
pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan) dan gabungan
ketiganya.adapula teknik pengumpulan data dengan menggunakan studi
dokumentasi. Berikut ini akan dijelaskan sumber dan teknik pengumpulan data
pada penelitian ini.

3.4.1 Sumber Data


Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,
2010:45). Data itu sendiri adalah keterangan mengenai fenomena tertentu sebagai
bahan informasi. Sedangkan informasi menunjukan fakta-fakta yang disajikan
dalam format tertentu untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan
51
(Sugiama, 2008:129). Sumber data dalam penelitian terbagi menjadi dua, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari sumber
asli dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
diajukan. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari pihak lain
yang mana data tersebut mereka jadikan sebagai sarana untuk kepentingan mereka
sendiri. Para peneliti lain atau pengumpul data pihak lain menggunakan datanya
untuk kepentingan studi atau penelitian mereka masing-masing. Tetapi tidak
jarang data yang mereka miliki dapat dijadikan sumber data bagi peneliti lain
termasuk mahasiswa. Dengan kata lain, sumber data sekunder itu adalah sumber
data yang berada di pihak luar kita.
Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumberdata tersebut berasal dari responden, yaitu
orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik
pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi,
maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila
peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi
sumber data. Berikut ini adalah penjabaran mengenai sumber data dalam
penelitian ini.
1. Data Primer
Pada penelitian ini data primernya adalah data-data kondisi fisik aset lahan
Samoja yang didapat dengan cara observasi. Observasi ilmiah dilakukan untuk
melihat secara lansung kondisi fisik dari aset lahan yang menjadi kajian dalam
penelitian Tugas Akhir ini.

2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data yang
dibutuhkan untuk penelitian ini berdasarkan catatan atau dokumen tentang Aset
Tanah PT Pertamina (Persero) Area JBB di Samoja Bandung dan data-data
lainnya yang relevan dan mendukung dalam penelitian ini. Data-data tersebut
didapat dengan melakukan studi dokumentasi terhadap data-data sebagai berikut:

52
a. Data Inventaris Aset Penunjang Usaha PT Pertamina (Persero) Area JBB di
Samoja Bandung, data ini diperlukan untuk melihat profil dan status dari aset
tersebut.
b. Data Regulasi Pemerintah dan Tata Ruang di area sekitar Aset lahan PT
Pertamina (Persero) Area JBB di Samoja Bandung, regulasi kementerian
BUMN dan regulasi Pertamina, data-data tersebut adalah:
1) Perda Kota Bandung No. 5 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung
2) UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
3) Permen BUMN No. 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pendayagunaan
Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara
4) Permenkes No. 340 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit
5) Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.3/H
K.001/MKP.02 Tentang Penggolongan Kelas Hotel
c. Data-data lainnya yang relevan dengan penelitian ini seperti publikasi
pemerintah, data-data statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Bandung, Buku-Buku Teori, serta karya ilmiah yang sudah diuji dan
dipublikasikan, data-data tersebut adalah:
1) Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-
2031 beserta Dokumen Rencana Detail Tata Ruang Wilayah (RDTRW)
Kota Bandung untuk Sub Wilayah Kota (SWK) Karees
2) Buku Sistem Tata Kerja Optimalisasi Aset Penunjang Usaha Pertamina
3) Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kota Bandung,
4) Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kota Bandung
5) Profil Kota Bandung Dalam Angka Tahun 2010
6) Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2010
7) Data Okupansi Pariwisata Kota Bandung tahun 2003-2011
8) Sensus Penduduk Kota Bandung 2010
9) Buku Panduan Sistem Bangunan Tinggi Untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan, Karya Ir. Jimmy S. Juwana, MSAE.
53
10) Buku Manajemen Penyelenggaraan Hotel Seri Manajemen Usaha Jasa
Sarana Pariwisata dan Akomodasi, Karya Agus Sulastiyono, Drs., M.Si.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi ilmiah dan wawancara untuk memperoleh data primer. Sedangkan data
sekunder diperoleh dengan cara studi dokumentasi. Berikut adalah penjelasan
mengenai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.
1. Observasi ilmiah
Menurut Sugiama (2008:167), observasi ilmiah adalah proses yang sistematis
dalam merekam pola perilaku manusia. berbagai objek. dan kejadian-
kejadian tanpa mengajukan pertanyaan pada subjek atau pada mereka yang
diobservasi. Observasi dapat dilakukan untuk Analisis Kondisi Fisik. yaitu
ditujukan pada objek fisik suatu keadaan. sehingga berdasarkan analisis
tersebut diperoleh kesimpulan.Seperti yang telah diutarakan sebelumnya
bahwa observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik dari aset lahan
yang terletak di Jalan Samoja No. 17 Kelurahan Samoja, Kecamatan
Batununggal, Kota Bandung, yang menjadi objek dalam penelitian ini.
Obsevasi ini dilakukan karena peneliti harus mengetahui kondisi fisik terbaru
dari aset lahan yang menjadi objek penelitian, agar data-data fisik yang
dibutuhkan untuk dianalisis adalah data-data fisik yang sesuai dengan kondisi
eksisting dari aset lahan tersebut dan bersifat faktual.
2. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan terhapad data-data sekunder yang diperlukan
bagi penelitian ini. Adapun mengenai berbagai macam dokumen yang diteliti
dalam untuk diambil datanya dalam penelitian ini telah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya.

3.5 Analisis Data dan Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data
dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Analisis data adalah

54
proses telaah dan pencarian makna dari data yang diperoleh untuk menemukan
jawaban dari masalah penelitian. Di dalam penelitian ini, data-data yang telah
didapat dikelompokan berdasarkan variabel-variabel penelitian yaitu tingkat
kelayakan investasi aset lahan Samoja dan kerjasama usaha ekonomis. Semua
variabel tersebut dianalisis dengan metode analisis data yang sesuai. Kelayakan
investasi aset lahan Samoja dianalisis dengan menggunakan analisis HBU dan
analisis kelayakan bisnis. Sedangkan kerjasama usaha ekonomis dianalisis dengan
menggunakan analisis cashflow.
Analisis Highest and Best Use (HBU) dilakukan untuk mendapatkan
solusi pengembangan tertinggi dan terbaik berdasarkan aspek legal, aspek fisik,
aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal. Sebelumnya peneliti telah
melakukan studi kasus pada lahan Samoja degan judul Analisis Penggunaan
Tertinggi dan Terbaik Aset Lahan dan Bangunan PT Pertamina (Persero) di
Samoja Bandung. Penelitian Tugas Akhir ini adalah penelitian lanjutan dari studi
kasus yang merupakan penyeleasian masalah secara tuntas (problem solving) dari
pendefinisian masalah berdasarkan studi kasus tersebut. Sehingga sebetulnya
kajian HBU yang mendalam terhadap aset lahan Samoja telah dilakukan
sebelumnya dalam studi kasus. Namun, untuk menjembatani hubungan
keterkaitan antara studi kasus dan tugas akhir, maka proses berpikir dan
penjelasan mengenai hasil kajian HBU lahan Samoja dituangkan kembali dalam
bentuk intisari yang juga menjadi rumusan masalah pertama dalam penelitian ini.
Dengan maksud agar para pembaca Tugas Akhir ini dapat memahami dari awal
proses berpikir penentuan kegunaan tertinggi dan terbaik dari aset lahan Samoja.
Setelah diketahui produk pengembangan tertinggi dan terbaik dari lahan Samoja
yang merupakan ide bisnis atau potensi bisnis bagi aset tersebut, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan analisis kelayakan terhadap ide bisnis tersebut.
Analisis kelayakan bisnis pada aset lahan Samoja dilakukan secara
komprehensif terhadap seluruh aspek kelayakannya (holistic approach) dan
menjadi rumusan masalah kedua dalam penelitian Tugas Akhir ini. Aspek
kelayakan tersebut meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM), aspek
55
lingkungan serta aspek finansial. Analisis kelayakan tersebut dilakukan pada
seluruh aspek kelayakannya, namun dengan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya
analisis kelayakan bisnis pada lahan Samoja harus tetap dilakukan dan diupayakan
mendapatkan hasil analisis kelayakanya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
analisis kelayakan terhadap keenam aspek kelayakan dilakukan berdasarkan data-
data sekunder yang relevan, faktual dan dianggap mewakili data-data yang
dibutuhkan untuk analisis kelayakan. Sehingga asumsi, justifikasi atau judgment
yang digunakan dalam menganalisis benar-benar ada dasarnya. Dengan demikian,
berdasarkan data-data sekunder yang relevan dan faktual, peneliti tetap dapat
melakukan kajian mengenai kelayakan lahan Samoja secara fokus dan presisi
sesuai dengan waktu yang dijadwalkan oleh program studi Manajemen Aset.
Setelah didapat kelayakan bisnis dari aset lahan Samoja, maka langkah terakhir
adalah melakukan kajian pemilihan jenis kerjasama usaha optimasinya.
Pemilihan jenis kerjasama usaha dalam rangka optimasi aset lahan Samoja
merupakan rumusan masalah ketiga dalam penelitian Tugas Akhir ini. Kerjasama
yang dicari adalah kerjasama usaha yang paling ekonomis dengan kriteria highest
revenue dan reduction cost dari pilihan alternatif kerjasama Bangun Guna Serah
(Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and
Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) dengan menggunakan cashflow
analysis. Analisis cashflow digunakan untuk mensimulasikan tingkat pendapatan
yang akan didapat dan tingkat biaya yang harus dikeluarkan dari masing-masing
pilihan alternatif kerjasama usaha. Kerjasama usaha yang menghasilkan
pendapatan tertinggi dan membutuhkan biaya paling rendah adalah kerjasama
usaha ekonomis yang dicari.

3.6 Variabel dan Instrumen Penelitian


Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada
alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen
penelitian. Jadi, instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, secara spesifik semua
56
fenomena ini disebut variabel (Sugiyono, 2008:38). Instrumen penelitian dalam
tugas akhir ini disusun berdasarkan variabel-variabel penelitian agar dapat
memetakan dengan jelas dan memudahkan peneliti dalam melakukan
pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Berdasarkan topik
penelitiannya, maka variabel dalam penelitian Tugas Akhir ini ada 2 (dua) yaitu
kelayakan investasi pada aset lahan dan kerjasama usaha yang ekonomis.
Variabel pertama, kelayakan investasi pada aset lahan diukur berdasarkan
2 (dua) sub-variabel, yaitu potensi penggunaan tertinggi dan terbaik dan tingkat
kelayakan bisnis. Sub-variabel potensi penggunaan tertinggi dan terbaik terdiri
dari 4 (indikator) yang meliputi aspek legal, aspek fisik, aspek finansial dan aspek
produktivitas maksimal dengan 4 (empat) butir pertanyaan penelitian yang harus
dijawab. Sub-variabel tingkat kelayakan bisnis terdiri dari 6 (indikator) yang
meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan operasi,
aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek lingkungan serta aspek
finansial dengan 29 (dua puluh sembilan) butir pertanyaan penelitian yang harus
dijawab.
Variabel kedua, kerjasama usaha yang ekonomis diukur dengan 2 (dua)
sub-variabel, yaitu tingkat pendapatan dan tingkat biaya. Sub-variabel tingkat
pendapatan terdiri dari 2 (dua) indikator meliputi pendapatan utama dan
pendapatan tambahan dengan 2 (dua) butir pertanyaan penelitian yang harus
dijawab. Sub-variabel tingkat biaya terdiri dari 2 (dua) indikator yang meliputi
biaya investasi dan biaya operasional dengan 16 (enam belas) butir pertanyaan
penelitian yang harus dijawab.
Variabel-variabel penelitian disusun dan dioperasionalisasikan ke dalam
sebuah tabel operasional variabel penelitian. Tabel operasional variabel penelitian
mengoperasionalkan dengan rinci hubungan variabel, sub-variabel, indikator
hingga butir pertanyaan penelitian. Rincian operasionalisasi variabel penelitian
dapat dilihat pada tabel 3.1.

57
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Teknik
Variabel Definisi Variabel Sub Variabel Definisi Sub Variabel Indikator Butir Pertanyaan Pengumpulan
Data
1.Kelayakan kajian yang 1.1Potensi Gambaran mengenai kegunaan tertinggi 1.1.1 Aspek Legal 1.1.1.1 Apakah aset lahan samoja layak secara hukum Studi Dokumentasi
Investasi mendalam terhadap Penggunaan dan terbaik atas suatu aset yang secara 1.1.2 Aspek Fisik 1.1.2.1 Apakah aset lahan samoja layak secara fisik Observasi
pada Aset suatu potensi aset Tertinggi dan legal dizinkan, dimungkinkan secara 1.1.3 Aspek Finansial 1.1.3.1 Apakah aset lahan samoja layak secara finansial Studi Dokumentasi
Lahan lahan yang meliputi Terbaik fisik, layak secara finansial dan 1.1.4 Aspek
peenggunaan menghasilkan produktivitas maksimal Produktivitas 1.1.4.1 Produktivitas maksimal berupa apakah yang dapat dihasilkan aset lahan samoja Studi Dokumentasi
tertinggi dan terbaik Maksimal
dan tingkat 1.2Tingkat Penilaian terhadap suatu ide bisnis yang 1.2.1 Aspek Hukum 1.2.1.1 Apakah ide bisnis yang akan dijalankan tidak bertentangan dengan hukum Studi Dokumentasi
kelayakan bisnis Kelayakan menentukan layak atau tidaknya suatu ide 1.2.1.2 Perzinan apa saja yang harus dipenuhi untuk menjalankan bisnis di Kota Bandung Studi Dokumentasi
pada Aset Lahan. Bisnis bisnis untuk dilaksanakan berdasarkan 1.2.1.3. Bentuk badan usaha apa yang paling sesuai untuk menjalankan bisnis Studi Dokumentasi
aspek hukum, aspek pasar dan 1.2.1.4 Bagaimana status tanah dari Lahan Samoja yang akan digunakan untuk menjalankan bisnis Studi Dokumentasi
pemasaran, aspek teknis dan teknologi, 1.1.1 Aspek Pasar dan 1.2.2.1 Seberapa besar Permintaan (Demand) dan Penawaran (Supply) dari produk yang akan
aspek manajemen dan sumberdaya Studi Dokumentasi
Pemasaran dihasilkan
manusia (SDM), aspek lingkungan serta 1.2.2.2 Berapa Proyeksi Permintaan Potensial dari produk yang akan dihasilkan Studi Dokumentasi
aspek finansial. 1.2.2.3 Bagaimana tingkat Persaingan dari bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
1.2.2.4 Seberapa besar proyeksi Market Share yang akan dicapai Studi Dokumentasi
1.2.2.5 Bagaimanakah Strategi Pemasaran untuk Mencapai Market Share Studi Dokumentasi
1.2.3 Aspek Teknis dan 1.2.3.1 Bagaimanakah analisis terhadap kondisi dari rencana lokasi bisnis yang akan dijalankan Observasi
Teknologi 1.2.3.2 Berapa kapasitas produksi dari bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
1.2.3.3 Bagaimanakah layout bangunan dan fasilitas lainnya Studi Dokumentasi
1.2.3.4 Bagaimanakah kesiapan teknologi yang ada Studi Dokumentasi
1.2.4 Aspek Manajemen 1.2.4.1 Berapa banyak kebutuhan tenaga kerja dari bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
dan Sumber Daya 1.2.4.2 Mampukah perusahaan memenuhi kebutuhan tenaga kerja Studi Dokumentasi
Manusia (SDM) 1.2.4.4 Bagaimanakah gambaran struktur organisasi manajemen yang akan menjalankan bisnis Studi Dokumentasi
1.2.5 Aspek Lingkungan 1.2.5.1 Apakah kondisi lingkungan operasional mendukung bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
1.2.5.2 Apakah kondisi lingkungan dekat mendukung bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
1.2.5.3 Apakah kondisi lingkungan jauh mendukung bisnis yang akan dijalankan Studi Dokumentasi
1.2.6 Aspek Finansial 1.2.6.1 Berapa nilai kebutuhan investasi dari bisnis yang akan dijlankan Studi Dokumentasi
1.2.6.2 Berapa biaya operasional yang dibutuhkan Studi Dokumentasi
1.2.6.3 Berapa proyeksi pendapatan kotor yang akan didapat Studi Dokumentasi
2.Kerjasama Kerjasama yang 2.1Tingkat Output yang dihasilkan dari suatu 2.1.1 Pendapatan Utama 2.1.1.1 Berapa pendapatan utama yang dihasilkan Studi Dokumentasi
Usaha yang menghasilkan Pendapatan kegiatan bisnis/jual beli pada periode 2.1.1 Pendapatan
Ekonomis tingkat pendapatan waktu tertentu dalam bentuk sejumlah Tambahan 2.1.2.1 Berapa pendapatan tambahan yang dihasilkan Studi Dokumentasi
tertinggi dan tingkat uang
biaya terendah 2.2Tingkat Input berupa sejumlah uang yang harus 2.2.1 Biaya Investasi 2.2.1.1 Berapa biaya bangunan yang harus disediakan Studi Dokumentasi
Biaya digunakan untuk membiayai suatu 2.2.1.2 Berapa biaya peralatan tetap yang harus disediakan Studi Dokumentasi
kegiatan bisnis/jual beli pada periode 2.2.1.3 Berapa biaya pengembangan tapak yang harus disediakan Studi Dokumentasi
waktu tertentu 2.2.1.4 Berapa biaya tanah yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.1.5 Berapa biaya jasa profesi yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.1.6 Berapa biaya peralatan bergerak yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.1.7 Berapa biaya administrasi yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.1.8 Berapa biaya cadangan yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.2 Biaya Operasional 2.2.2.1 Berapa biaya penggunaan air yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.2.2 Berapa biaya penggunaan listrik yang harus dikeluarkan Studi Dokumentasi
2.2.2.3 Berapa biaya gaji pegawai yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.2.4 Berapa biaya peralatan dan pemeiharaan yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.2.5 Berapa biaya pemasaran yang harus disediakan Studi Dokumentasi
2.2.2.6 Berapa beban pokok penjualan yang harus dikeluarkan Studi Dokumentasi
2.2.2.7 Berapa beban penyusutan aset yang dibangun Studi Dokumentasi
2.2.2.8 Berapa beban pajak yang harus dibayarkan Studi Dokumentasi
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)

58
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Highest and Best Use (HBU) Lahan Samoja
Pemaparan intisari dari hasil studi kasus analisis Highest and Best Use
(HBU) aset lahan Samoja adalah untuk menjawab rumusan masalah nomor 1
(satu), solusi pengembangan manakah yang paling tepat berdasarkan hasil studi
kasus analisis highest and best use (HBU) lahan Samoja yang meliputi aspek
legal, aspek fisik, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal. Aset lahan
milik PT Pertamina (Persero) yang menjadi objek kajian HBU, seluas 22.820 m2
terletak di jalan Samoja No. 17 Desa Samoja, Kecamatan Batununngal, Bandung.
Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung lokasi tersebut
masuk kedalam Sub Wilayah Kota (SWK) Karees yang berada pada wilayah Kota
Bandung bagian barat dan pada peta rencana struktur ruang Kota Bandung 2001-
2031 (lihat pada lampiran 4) ditunjukan dengan warna merah muda. Arah
Pengembangan yang direncanakan dan diizinkan di kawasan Samoja berdasarkan
RTRW Kota Bandung yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Detail Tata
Ruang Wilayah (RDTRW) SWK Karees 2011-2031 adalah jasa, perdagangan,
sarana dan prasana kesehatan serta perumahan yang dibangun secara
vertikal/bertingkat (rumah susun/apartemen), zoning tersebut ditunjukan dalam
peta rencana pola ruang Kota Bandung (lihat pada lampiran 5) dengan keterangan
warna kuning menunjukan perumahan, warna merah muda menunjukan jasa, dan
warna merah menunjukan perdagangan.
Wilayah Pengembangan Karees adalah wilayah padat penduduk (373.584
Jiwa) karena posisi nya dekat dengan pusat kota. Untuk kelurahan Samoja dengan
jumlah penduduk sebanyak 12.411 jiwa dan kepadatan penduduknya adalah 370
jiwa per km2 (RDTRW Karees 2011-2031), maka dengan kepadatan sebesar itu
sebenarnya tidak dimungkinkan lagi untuk dibangun perumahan. Kepadatan
Penduduk yang ideal berdasarkan standar World Health Organization (WHO)
adalah 60 jiwa per hektar. Mengingat kepadatan penduduk dan terbatasnya lahan,
maka pembangunan yang diijinkan adalah bentuk pembangunan ke atas (vertical

59
improvement). Bentuk perumahan yang sesuai untuk dibangun di wilayah Samoja
adalah rumah susun/Apartemen.
Kemudian, di dalam website resmi Pemerintah Kota Bandung dinyatakan
bahwa salah satu peluang investasi di Kota Bandung adalah di sektor kesehatan
yang berupa jasa pelayanan kesehatan. Dalam website tersebut dinyatakan pula
bahwa salah satu peluang investasi di kecamatan Batununggal adalah peningkatan
sarana dan prasarana kesehatan berupa Rumah Sakit. Rumah Sakit yang ada di
Kota Bandung selama ini tidak hanya melayani masyarakat Kota Bandung saja
tetapi hampir seluruh masyarakat di Kawasan Cekungan Bandung yaitu sebagian
wilayah Kabupaten Bandung, seluruh wilayah Kota Bandung, seluruh wilayah
Kota Cimahi, sebagian wilayah Kabupaten Sumedang dan sebagian wilayah
Kabupaten Bandung Barat. Tidak sedikit pula masyarakat kabupaten lainnya di
Jawa Barat yang menggunakan fasilitas Rumah Sakit di Kota Bandung.
Mengingat jumlah penduduk Kota Bandung saat ini adalah 2.246.781 jiwa dan
menurut proyeksi dari BPS Kota Bandung, dengan laju Pertumbuhan Penduduk
(LPP) sebesar 1,09% maka pada tahun 2030 jumlah penduduk Kota Bandung
akan mencapai angka 4.093.256 jiwa (hampir dua kali lipat). Oleh karena itu,
Rumah Sakit dapat dijadikan pula sebagai alternatif pengembangan, karena
keberadaanya akan sangat dibutuhkan. Sehingga peneliti mengasumsikan Rumah
Sakit adalah salah satu kebutuhan yang dapat dijadikan alternatif pengembangan
dalam melakukan kajian HBU pada aset lahan di Samoja tersebut. Rumah Sakit
termasuk kedalam kategori fasilitas. Namun, sebuah Rumah Sakit yang dikelola
secara profesional dan didukung oleh fasilitas yang memadai dalam bidang
pelayanan kesehatan yang terpadu dapat dikategorikan sebagai Jasa, yaitu Jasa
pelayanan kesehatan.
Kelurahan Samoja berada pada lokasi yang strategis dekat dengan pusat
kota, pusat perkantoran, pusat pemerintahan, pusat wisata kota dan perdagangan.
Di dalam RTRW Kota Bandung, SWK Karees ditetapkan sebagai kawasan
strategis ekonomi, maka kawasan Samoja diperbolehkan untuk dibangun Jasa
dalam bentuk Hotel. Mengingat bahwa Kota Bandung merupakan kota jasa dan
destinasi wisata yang sangat diminati oleh para wisatawan terutama wisatawan

60
domestik. Berdasarkan paparan di atas, maka alternatif pengembangan yang
sesuai untuk wilayah Kelurahan Samoja berdasarkan RTRW Kota Bandung
adalah Hotel, Apartemen dan Rumah sakit.
Untuk menentukan fokus dalam melakukan kajian HBU pada lahan di
Samoja ini. Peneliti juga melihat dari sudut pandang Perusahaan sebagai pemilik
dari aset tersebut. Arah kebijakan umum pengelolaan aset PT Pertamina yang
dituliskan pada buku pedoman tata kelola perusahaan yaitu bahwa Pengelolaan
aset dilakukan berdasarkan prinsip pemanfaatan (optimalisasi) tertinggi dan
terbaik (highest and best uses) atas setiap aset Perusahaan Lebih jelasnya lagi
pengelolaan aset penunjang usaha di PT Pertamina (Persero) dituangkan dalam
SK Direktorat Umum Asset Management Nomor Kpts-35/C00000/2010-S0
Tentang Optimalisasi Aset Penunjang Usaha (APU). Dalam keputusan tersebut
dituliskan bahwa tujuan dari optimalisasi APU adalah untuk meningkatkan nilai
ekonomi APU, menghasilkan dan meningkatkan pendapatan atas APU,
meningkatkan status kepemilikan serta penguasaan APU, mengurangi beban biaya
perusahaan dan menyediakan layanan properti kepada perusahaan.
Di dalam surat keputusan tersebut dituliskan pula kebijakan umum dalam
optimalisasi APU, bahwa dalam melakukan optimalisasi APU harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Setiap APU dilengkapi dengan data fisik, historis, dokumen, dan status
hukum secara komprehensip
2. Optimalisasi APU dilakukan berdasarkan kajian keekonomiannya (dalam
melakukan review/kajian ekonomi, nilai perhitungan sendiri (NPS) atau
owner estimate (OE) nya mempertimbangkan kajian HBU atas APU tersebut
3. Optimalisasi APU dilakukan dengan mengutamakan kebutuhan fungsi/unit
kerja/unit usaha/anak perusahaan.
4. APU yang dikerjasamakan harus mempunyai nilai tambah bagi perusahaan
5. APU sudah masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
Berdasarkan kebijakan umum optimalisasi aset poin ke-3 (tiga) di atas dan
berdasarkan hasil wawancara dengan Ast. Manajer Asset Management JBB (lihat
pada lampiran 2) dinyatakan bahwa PT Pertamina (Persero) memiliki anak

61
perusahaan yang selama ini menjadi mitra dalam melakukan optimalisasi APU.
Anak perusahaan tersebut adalah PT Patrajasa yang bergerak di bidang usaha jasa
hotel atau perhotelan, dan PT Perta Bina Medika yang bergerak di bidang usaha
jasa pelayanan kesehatan berupa Rumah Sakit dan Poliklinik. Kedua perusahaan
tersebut memang sedang membutuhkan lahan untuk kepentingan pengembangan
bisnisnya. Sehingga berdasarkan hal tersebut, diasumsikan bahwa arah kebijakan
pengelolaan aset PT Pertamina untuk aset lahan Samoja adalah pemanfaatan
dengan alternatif pengembangan berupa hotel dan rumah sakit.
PT Patrajasa adalah anak perusahaan Pertamina yang memang bergerak di
bidang properti dan perhotelan. Selama ini PT Patra Jasa telah mengelola satu unit
hotel di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Ir. H. Juanda No. 132, namun hotel
tersebut hanya hotel dengan klasifikasi bintang 2 (dua) dengan jumlah kamar
sebanyak 26 kamar. Berdasarkan keterangan dari Asset Mangement JBB, PT
Patrajasa adalah salah satu anak perusahaan yang sedang mencari lokasi untuk
membangun hotel lagi di Kota Bandung. Hal ini dapat menjadi dasar bagi peneliti
untuk menentukan alternatif pengembangan yang sesuai dalam melakukan kajian
HBU pada lahan Samoja. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa arah pengembangan
yang sesuai untuk wilayah Samoja berdasarkan peraturan adalah perumahan,
perdagangan, jasa serta sarana dan prasarana kesehatan. Jasa yang dimungkinkan
adalah hotel, PT Patrajasa adalah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan,
maka alternatif pengembangan yang sesuai untuk pengembangan aset lahan di
Samoja dengan melihat pada RTRW Kota bandung dan Kebijakan Pengelolaan
Aset di Pertamina untuk PT Patrajasa adalah hotel.
Selain itu, alternatif pengembangan yang sesuai untuk pengembangan aset
lahan di Samoja dengan melihat pada RTRW Kota bandung dan Kebijakan
Pengelolaan Aset di Pertamina untuk PT Perta Bina Medika adalah
pengembangan berupa Rumah Sakit yang dikelola secara professional yang
selama ini telah dilakukan oleh PT Perta Bina Medika selaku anak perusahaan
dari Pertamina. PT Perta Bina Medika juga sedang membutuhkan lahan untuk
membangun rumah sakit di Kota Bandung, karena selama ini PT Perta Bina
Medika belum mengoperasikan rumah sakit di Kota Bandung. Mengingat potensi

62
dan peluang bisnis rumah sakit di Kota Bandung masih cukup tinggi. Berdasarkan
paparan di atas, maka peneliti menyimpulkan dua bentuk alternatif pengembangan
yang dapat dijadikan kajian ekonomi/review komersial dalam analisis HBU pada
lahan di Samoja berdasarkan sudut pandang Pemerintah Kota Bandung dan arah
kebijakan pengelolaan aset PT Pertamina. Alternatif Pengembangan tersebut
adalah Hotel dan Rumah Sakit. Proses penentuan fokus pemilihan alternatif
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 tentang matriks penentuan alternatif
pengembangan untuk kajian HBU.

Pemerintah Kota Bandung Alternatif PT Pertamina (Persero)


pengembangan
yang sesuai
Alternatif Pengembangan untuk kajian Alternatif Pengembangan
Berdasarkan RTRW HBU aset lahan Berdasarkan Kebijakan
Kota Bandung di Samoja Pengelolaan Aset
PT Pertamina (Persero)

1. Jasa
1. Hotel
2. Perdagangan Hotel (PT Patrajasa)

3. Perumahan
2. Rumah Sakit
4. Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit (PT Perta Bina medika)

Sumber: Nugraha (2012)


Gambar 4.1
Matriks Penentuan Alternatif Pengembangan Untuk Kajian HBU

Dari gambar 4.1 dapat dilihat alternatif pengembangan yang dapat dikaji
dalam analisis HBU lahan Samoja adalah pengembangan berupa hotel dan rumah
sakit. Untuk mengetahui dan menentukan solusi pengembangan yang paling tepat
bagi aset lahan Samoja, kriteria-kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan
suatu kajian HBU pada lahan meliputi empat aspek yaitu aspek fisik lahan, aspek
legal, aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal.

4.1.1 Aspek Legal Aset


Berdasarkan RTRW Kota Bandung yang kemudian dipetakan dengan rinci
pada RDTRW untuk SWK Karees, dalam penggunaan suatu lahan perlu
diperhatikan persyaratan-persyaratan agar dalam penggunaan suatu lahan tidak

63
menyalahi aturan yang berlaku. Persyaratan-persyaratan yang perlu diperhatikan
antara lain persyaratan administratif seperti perizinan dan persyaratan teknis yang
meliputi Garis Sempadan Bangunan (GSB) terhadap pagar depan, samping, dan
belakang; Koefisien Dasar Bangunan (KDB); Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Dasar Hijau (KDH) dan peruntukan lahan sesuai dengan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung. Aspek legal yang
dipersyaratkan bagi aset lahan Samoja dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Aspek Legal Lahan Samoja
Aspek
No. Kriteria Hasil Keterangan
Penilaian
1. Syarat Bukti Sertipikat atas nama
Administra Kepemilikan PERTAMINA (SHGB No.18
tif Tahun 1998)
Bangunan
2. Syarat Batasan- Tanah ini telah berstatus free
Teknis batasan dan clear, tidak dalam sengketa
Bangunan tertentu juga tidak dalam masa
(private perjanjian sewa ataupun kontrak
restriction)
Zoning/Zona a. Jasa Lihat pada lampiran 5
Peruntukan b. Perdagangan
c. Perumahan
d. Sarana dan Prasana Kesehatan
peraturan- Garis Sempadan Bangunan a. GSB untuk sisi depan
peraturan (GSB) minimum 10 m
bangunan b. GSB untuk sisi
(building samping kanan dan
code) kiri minimum 4 m
c. GSB untuk sisi
belakang minimum 4
m
Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20% dari Total Luas
Daerah Perencanaan
(LDP)
Koefisien Dasar Bangunan 75%
(KDB)
Koefisien Lantai Bangunan Maksimal 3,5 dikali
(KLB) LDP
Kontrol Tidak ada kontrol terhadap
terhadap benda-benda sejarah untuk
benda-benda wilayah Samoja, karena wilayah
sejarah Samoja tidak ditetapkan sebagai
kawasan cagar budaya
Peraturan- Penentuan koefisien dasar hijau
peraturan (KDH) telah mengikuti aturan-
lingkungan aturan mengenai lingkungan
Sumber: Nugraha (2012)

64
Setelah dilakukan analisis dan penyesuaian persyaratan aspek legal
terhadap alternatif pengembangan hotel dan rumah sakit. Maka persyaratan
bangunan hotel dan rumah sakit yang diizinkan secara legal di wilayah Samoja
dapat dilihat pada tabel 4.2. Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6.
Tabel 4.2
Syarat Bangunan Hotel dan Rumah Sakit Berdasarkan Aspek Legal
Hasil Analisis dan Perhitungan
No. Persyaratan
Bangunan Hotel Bangunan Rumah Sakit
1. Bukti Sertipikat HGB atas nama Sertipikat HGB atas nama
Kepemilikan Pertamina SHGB No.18 Pertamina SHGB No.18
Tahun 1998 Tahun 1998
2. Zoning Hotel Rumah Sakit
3. GSB Sisi depan 10 m Sisi depan 10 m
Sisi belakang 4 m Sisi belakang 4 m
Sisi Kanan 4 m Sisi Kanan 4 m
Sisi Kiri 4 m Sisi Kiri 4 m
4. KDH 20% 4.564 m2 4.564 m2
2
5. KDB maks. 66,6% = 15.204 m 50% = 11.410 m2
75%
6. KLB 3,5 79.870 m2 79.870 m2
7. Jumlah Lantai 6 lantai 7 lantai
Sumber: Nugraha (2012)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan
berupa rumah sakit dan hotel layak secara legal karena mengikuti persyaratan
legal yang telah ditetapkan Pemerintah. Selanjutnya hasil kelayakan aspek legal
ini dapat menjadi acuan bagi simulasi perancangan alternatif pengembangan pada
aspek fisik.

4.1.2 Aspek Fisik Aset


Berdasarkan data dan analisis terhadap aspek fisik, bahwa lahan Samoja
mempunyai luas sebesar 22.820 m2, ukuran tersebut memungkinkan untuk
dibangun hotel bintang 5 (lima) atau rumah sakit kelas B di atasnya. Bentuk
tanahnya persegi empat, sehingga cocok dilakukan pengembangan apapun di
atasnya. Kondisi tanahnya yang cukup subur ditandai dengan tumbuhnya berbagai
macam tanaman di atas tanah tersebut yang juga disebabkan oleh kondisi air tanah
nya yang cukup baik karena Kelurahan Samoja dilewati oleh sungai Cikapundung
Kolot yang difungsikan sebagai tempat aliran air hujan sehingga air tanah di

65
Kelurahan Samoja dapat difungsikan sebagai air mandi ataupun sebagai air
minum.
Tabel 4.3
Data Aspek Fisik Lahan Samoja
Aspek
No. Kriteria Data Keterangan
Penilaian
2
1 Ukuran a. Luas Tanah 22.820 m 10.000 m2 = 1 Ha
Tanah 22.820 m2 = 2,282
Ha
b. Ketinggian dari 15 cm Dari Jalan Raya
paras jalan Samoja
c. Ketinggian dari 719 m2 dpl dpl = di atas
permukaan laut permukaan laut
d. Lebar depan 142 m Berdasarkan denah
(Frontage) pada surat ukur tanah
No. 9.869 tahun 1997
e. Panjang kedalaman 147 m Berdasarkan denah
(Depth) pada surat ukur tanah
No. 9.869 tahun 1997
2 Bentuk& a. Bentuk tanah Segi empat Sisi sebelah kanan
Kondisi tidak beraturan
Tanah b. Kontur Tanah Relatif datar
c. Jenis Tanah Tanah aluvial padat
d. Kesuburan Tanah Subur
e. Ketersediaan air Air Bersih dari tanah
dapat digunakan untuk
air minum dan mandi
f. Improvement Rumah Dinas, Ex. Rumah Dinas
Bangunan Kantor, Ex. sebanyak 10 unit
Bangunan Poliklinik, Ex. dihuni semua, Ex.
Bangunan Radio Bangunan Kantor
saat ini digunakan
sebagai gudang gas
elpiji ukuran 3kg, ex.
Bangunan Poliklinik
dan Radio kosong
dan sangat tidak
terawatt (Rusak
Parah)
3 Lokasi a. Lokasi Tanah (site Jalan Samoja No.17 Peta: Terlampir
location) Kelurahan Samoja,
Kecamatan Batununggal,
Kota Bandung
b. Letak/posisiTanah Terletak pada koordinat Batas-Batas
(object site/site 6o55’14,75 S Utara: Gang Ergulo
position) 107o37’44,16 E Timur: Gang Samoja
RW 07
Selatan: Jalan Samoja
Barat: Asrama Polri
4 Aksesibi- a. Akses menuju Mudah dijangkau Penjelasannya dapat
litas lokasi tanah dilihat pada Lampiran
7

66
Lanjutan Tabel 4.3
Aspek
No. Kriteria Data Keterangan
Penilaian
4 Aksesibi- b. Jarak dari pusat 1) Dari pusat Penjelasannya dapat
litas kota dan tempat- 2) pemerintahan dilihat pada Lampiran
tempat strategis kecamatan : 3 km 7
3) Dari ibukota
kabupaten/kota : 5 km
4) Dari ibukota propinsi :
7 km
5) Dari ibukota negara :
180 km
Sumber: Nugraha (2012)

Lokasi lahan juga sangat strategis yaitu berada di tengah-tengah Kota


Bandung dan termasuk ke dalam kawasan strategis ekonomi. Kondisi ini pun
didukung oleh aksesbilitas yang baik dan mudah dijangkau menuju lokasi lahan
tersebut (lihat pada lampiran 7). Data-data yang menunjukan kriteria aspek fisik
lahan Samoja sebagai objek kajian HBU dapat dilihat pada tabel 4.3. Kesimpulan
yang dapat diambil berdasarkan data dan analisis dinyatakan bahwa
pengembangan hotel bintang 5 (lima) dan rumah sakit kelas B layak secara fisik.
Adapun penjelasan tabel dan peta mengenai aksesbilitas dapat dilihat pada
lampiran 7. Setelah didapat kelayakan secara legal dan fisik, maka selanjutnya
dapat dilakukan analisis terhadap aspek finansialnya untuk mendapatkan produk
pengembangan dengan produktivitas maksimal.

4.1.3 Aspek Finansial


Analisis aspek finansial hotel bertujuan untuk mengetahui apa saja yang
perlu diperhatikan dalam merencakan bangunan yang sesuai dengan peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan dan sekaligus dapat mengetahui estimasi biaya
dalam perencanaan bangunan tersebut. Dalam analisis aspek finansial, faktor-
faktor kelayakan keuangan yang meliputi Net Operating Income (NOI), Payback
Periode (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan
Return on Investment (ROI) dijadikan parameter kelayakannya. Proyeksi arus kas
(Cash Flow) hotel selama 30 tahun dapat dilihat pada lampiran 8 (delapan) .
Dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia pada tanggal 9 Februari 2012 yaitu

67
sebesar 5,75%, diperoleh faktor-faktor kelayakan keuangan yang dapat dilihat
pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Aspek Finansial Kajian HBU Untuk Alternatif Hotel
Indikator Nilai Indikator Keterangan
NOI 182.155.712.259 NOI Positif Layak
PP 4 Tahun 1,3 Bulan PB Cepat Layak
NPV 1.150.211.224.694 NPV Positif Layak
IRR 24% IRR > 1 Layak
ROI 37% ROI > 1 Layak

Sumber: Nugraha (2012)


Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pengembangan berupa hotel bintang 5
(lima) menghasilkan net operating income (NOI) sebesar Rp182.155.712.259,
Payback Periode (PP) selama 4 tahun 1,3 bulan, net present value (NPV) sebesar
Rp1.150.211.224.694, internal rate of return (IRR) sebesar 24%, dan return of
investment (ROI) sebesar 37%, sehingga pengembangan lahan di Samoja untuk
dibangun hotel berbintang 5 (lima) layak secara keuangan. Selanjtnya proyeksi
arus kas (Cash Flow) rumah sakit dapat dilihat pada lampiran 8 (delapan). Dengan
tingkat suku bunga Bank Indonesia pada tanggal 9 Februari 2012 yaitu sebesar
5,75%, diperoleh faktor-faktor kelayakan keuangan yang dapat dilihat pada tabel
4.5.
Tabel 4.5
Aspek Finansial Kajian HBU Untuk Alternatif Rumah Sakit
Indikator Nilai Indikator Keterangan
NOI Rp101.064.094.400 NOI Positif Layak
PP 4 tahun 3 bulan PB Cepat Layak
NPV Rp603.049.783.813 NPV Positif Layak
IRR 23% IRR > 1 Layak
ROI 20% ROI > 1 Layak

Sumber: Nugraha (2012)


Dari tabel 4.5 dapat dilihat pengembangan rumah sakit memiliki NOI
sebesar Rp101.064.094.400, Payback Periode selama 5 tahun, NPV sebesar
Rp603.049.783.813, IRR sebesar 23%, dan ROI sebesar 20%, sehingga
pengembangan lahan di Samoja untuk dibangun Rumah Sakit layak secara
keuangan.

68
4.1.4 Aspek Produktivitas Maksimal
Aspek produktivitas maksimal adalah aspek yang menunjukan nilai
produktivitas maksimal dari suatu aset, meliputi NPV positif dengan nilai
terbesar, IRR positif dengan nilai terbesar, Payback Periode paling cepat, dan
ROI terbesar dan > 1. Dalam analisis aspek produktivitas maksimal, perbandingan
indikator kelayakan keuangan dari masing-masing alternatif dapat dilihat pada
tabel 4.6 untuk membandingkan alternatif yang memhasilkan produktivitas
maksimal.
Tabel 4.6
Aspek Produktivitas Maksimal
Alternatif Alternatif
dengan
Indikator Kriteria
Hotel Rumah Sakit Produktivitas
Maksimal
NOI positif
NOI Rp182.155.712.259 Rp101.064.094.400 Hotel
dan terbesar
PB paling
PB 4 Tahun 1,3 Bulan 4 tahun 3 bulan Hotel
cepat
NPV positif
NPV Rp 1.150.211.224.694 Rp603.049.783.813 Hotel
dan terbesar
Prosentase
IRR 24% 23% IRR Hotel
terbesar
Prosentase
ROI 37% 20% ROI Hotel
terbesar
Sumber: Nugraha (2012)
Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa pengembangan berupa hotel
menghasilkan NOI Hotel sebesar Rp182.155.712.259 sedangkan NOI Rumah
Sakit sebesar Rp101.064.094.400, PB Hotel adalah 4 Tahun 1,3 Bulan sedangkan
PB Rumah Sakit adalah 4 Tahun 3 Bulan, NPV Hotel sebesar
Rp1.150.211.224.694 sedangkan NPV Rumah Sakit sebesar Rp 603.049.783.813,
IRR Hotel sebesar 24% sedangkan IRR Rumah Sakit sebesar 23%, ROI Hotel
sebesar 37% Sedangkan pengembangan berupa Rumah sakit menghasilkan ROI
Rumah Sakit sebesar 20%. Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan
secara keuangan yang menghasilkan produktivitas maksimal adalah hotel. Namun
untuk lebih rinci dan jelasnya perlu disajikan kelayakan dari semua aspek HBU
agar menunjukan pengembangan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan
produktivitas maksimal.

69
Arah pengembangan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan
produktivitas maksimal didapat dengan membandingkan seluruh hasil analisis
HBU dari kedua pengembangan yang telah terpilih yaitu pengembangan hotel dan
rumah sakit. Perbandingan tersebut bertujuan untuk menetapkan arah
pengembangan tertinggi dan terbaik yang menghasilkan produktivitas maksimal
berdasarkan aspek-aspek dalam analisis HBU nya. Perbandingan hasil analisis
HBU terhadap pengembangan hotel dan rumah sakit dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Alternatif Pengembangan Tertinggi dan Terbaik
Aspek Analisis
Kriteria Hotel Rumah Sakit
HBU
Aspek Fisik Ukuran Tanah Layak Layak
Kondisi Bentuk dan Kondisi Tanah Layak Layak
Lokasi Layak Layak
Aksesibilitas Layak Layak
Aspek Legal Syarat Administratif Bangunan Layak Layak
Syarat Teknis Bangunan Layak Layak
Aspek Finansial NOI Terbesar Terkecil
PB Terbesar Terkecil
NPV Terbesar Terkecil
IRR Terbesar Terkecil
ROI Terbesar Terkecil
Aspek
Kelayakan Secara Finansial Positif
Produktivitas Maksimum Tidak Maksimum
dan Tertinggi
Maksimal
Sumber: Nugraha (2012)
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa pengembangan berupa
hotel dan rumah sakit layak dari segi aspek fisik, aspek, legal, aspek finansial,
namun dari segi aspek produktivitas maksimal yang merupakan pengembangan
dengan kegunaan tertinggi dan terbaik adalah pengembangan berupa Hotel. Jadi,
arah pengembangan yang paling tepat untuk lahan Samoja adalah hotel.
Pengembangan berupa hotel ini menjadi sebuah ide bisnis yang akan dibangun
dan dijalankan dalam rangka optimasi aset lahan Samoja tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No. 6 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pendayagunaan Aktiva Tetap BUMN yang menyatakan bahwa aktiva (aset) yang
akan dioptimasikan harus disertai dengan studi kelayakan bisnisnya. Kelyakan
bisnis yang dimaksudkan adalah kelayakan investasi pada suatu bisnis yang
meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM), aspek lingkungan serta aspek

70
finansial. Sehubungan dengan itu maka langkah berikutnya adalah melakukan
analisis kelayakan bisnis hotel pada lahan Samoja.

4.2 Data dan Analisis Kelayakan Bisnis pada Aset Lahan Samoja
Setelah diketahui bahwa solusi pengembangan yang paling tepat pada Lahan
Samoja adalah pengembangan berupa hotel bintang 5 (lima), maka dalam kajian
penelitian ini juga dilakukan analisis kelayakan bisnis pada aset lahan Samoja.
Analisis kelayakan bisnis pada lahan Samoja dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah nomor 2 (dua), bagaimanakah kelayakan investasi suatu bisnis/usaha
pada lahan Samoja. Untuk itu, semua aspek kelayakan bisnis diaplikasikan guna
mendapatkan gambaran rinci mengenai kelayakan investasi bisnis hotel pada aset
Lahan Samoja yang meliputi data dan analisis kelayakan aspek hukum, aspek
pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber
daya manusia (SDM), aspek lingkungan serta aspek finansial.

4.2.1 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Hukum


Analisis kelayakan aspek hukum dilakukan untuk menjawab apakah bisnis
hotel bintang 5 (lima) yang akan dijalankan pada aset Lahan Samoja dapat
memenuhi ketentuan hukum dan perizinan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Kota Bandung. Analisis kelayakan aspek hukum yang dilakukan meliputi analisis
keseuaian bisnis dengan hukum, analisis kemampuan memenuhi perizinan,
analisis badan usaha dan analisis profil pemilik (Suliyanto, 2010:16).
1. Analisis Kesesuaian Bisnis dengan Hukum
Analisis kesesuaian bisnis dengan hukum pada lahan Samoja meliputi dua hal
utama yang dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku di Kota Bandung,
yaitu syarat administratif dan syarat teknis bangunan. Apakah bisnis hotel
bintang 5 yang akan dijalankan di Lahan Samoja tidak bertentangan dengan
hukum. Zoning dari RTRW akan menjawab hal tersebut, hasil analisis
kesesuaian bisnis dengan hukum memberikan gambaran syarat syahnya suatu
rencana investasi terhadap suatu usaha/bisnis dengan zoning pada lokasinya.

71
Berdasarkan tabel 4.8 semua kriteria kesesuaian aspek bisnis hotel dengan
hukum dapat dipenuhi. Syarat adimnistratif dapat dibuktikan dengan dokumen
kepemilikan yang sah berupa Sertipikat HGB atas nama Pertamina SHGB
No.18 Tahun 1998, Syarat-syarat hukum untuk teknis bangunan juga dapat
dipenuhi dari mulai keseuaian ide bisnis hotel dengan zoning yang telah
ditetapkan, keseuaian terhadap garis sempadan bangunan (GSB), koefisien
dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB) dan koefisien dasar
hijau (KDH).
Tabel 4.8
Kesesuaian Bisnis Hotel dengan Hukum
No. Persyaratan Kriteria/Kesesuaian Hasil Keterangan
1. Syarat Kepemilikan Dibuktikan Sertipikat HGB
administratif dengan sertipikat atas nama
Pertamina SHGB Sesuai
No.18 Tahun
1998
2. Syarat teknis Zoning lahan: Hotel (Termasuk
bangunan a. Jasa dalam Zoning
b. Perdagangan Jasa)
Sesuai
c. Perumahan (Vertikal)
d. Sarana dan Prasarana
Kesehatan
Garis Sempadan Bangunan a. GSB Sisi
(GSB): depan 10 m
d. GSB untuk sisi depan b. GSB Sisi
minimum 10 m belakang 4 m
Sesuai
e. GSB untuk sisi samping c. GSB Sisi
kanan dan kiri minimum 4 m Kanan 4 m
f. GSB untuk sisi belakang d. GSB Sisi Kiri
minimum 4 m 4m
Koefisien Dasar Hijau (KDH) 4.564 m2
minimal 20% dari Total Luas Sesuai
Daerah Perencanaan (LDP)
Koefisien Dasar Bangunan 66,6% dari 22.820
(KDB) maksimal 75% dari m2 = 15.204 m2
Sesuai
Total Luas Daerah Perencanaan
(LDP)
Koefisien Lantai Bangunan 3,5 x 22.820 m2 =
(KLB) maksimal 3,5 dikali 79.870 m2
Sesuai
Total Luas Daerah Perencanaan
(LDP)
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Semua kriteria tersebut dapat dipenuhi, sehingga ide bisnis hotel tersebut
sesuai dengan hukum yang berlaku dan berhak memperoleh izin mendirikan

72
bangunan (IMB) serta perizinan lainnya yang diperlukan untuk memulai bisnis
di didang perhotelan.

2. Analisis Kemampuan Memenuhi Perizinan


Kegiatan bisnis termasuk usaha perhotelan tidak terlepas dari perizinan yang
diperlukan untuk mendirikan usaha. Usaha Hotel harus diselenggarakan pada
bangunan/tempat yang sesuai dengan ketentuan peruntukan usaha dan memillki
Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Status bangunan/ tempat penyelenggaraan
usaha hotel dapat berupa bangunan milik sendiri atau kerja sama (KN Hotel
Consultant, 2012). Menurut Suliyanto (2010:41) Perizinan yang harus didapat
untuk mendirikan usaha di bidang perhotelan adalah izin prinsip, izin lokasi,
izin mendirikan bangunan (IMB) hotel, izin gangguan, surat izin usaha
kepariwisataan (SIUK), tanda daftar perusahaan, Izin Pendirian Bisnis (IPB)
Hotel, izin penjualan minuman beralkohol, izin tetap usaha pariwisata (ITUP),
dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan sertifikasi
Bintang. Perizinan-perizinan tersebut dapat dipenuhi dengan asumsi pertama
bahwa PT Pertamina merupakan BUMN strategis yang modalnya 100% dari
Pemerintah sehingga memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk
mendirikan usaha hotel dalam rangka optimasi aset lahan Samoja. Asumsi
yang kedua adalah Pertamina memiliki anak perusahaan yang sejak awal
didirikannya pada 17 Juli 1975 bergerak di bidang usaha properti dan
perhotelan yaitu PT Patra Jasa. Hingga sekarang Patra Jasa telah
berpengalaman di bidang usaha perhotelan dan masih terus aktif
mengoperasikan 7 (tujuh) hotel. Dengan demikian, dalam mejalankan bisnis
hotel dalam rangka optimasi aset lahan Samoja, jika diasumsikan Pertamina
menjalin kerja sama dengan PT Patra Jasa, maka semua perizinan usaha
perhotelan dapat dipenuhi dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Analisis Badan Usaha


Dalam mendirikan dan menjalankan usaha perhotelan, Pertamina tidak perlu
membangun badan usaha baru karena ada Pertamina sudah memiliki anak

73
perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yaitu PT Patra Jasa
sehingga. Patra Jasa merupakan salah satu anak perusahaan Pertamina yang
bergerak dalam bidang perhotelan, penyewaan ruang kantor dan penyewaan
rumah. Patra Jasa didirikan pada tanggal 17 Juli 1975 yang mengelola aset-aset
untuk Pertamina. Pada tahun 1988-1992, Pertamina secara bertahap
menyerahkan kepemilikan aset tersebut di Patra Jasa sebagai penyertaan
modal. Sampai dengan 31 Desember 2009, Perusahaan memiliki kantor pusat
yang berlokasi di Jakarta dan didukung oleh 907 karyawan. Berdasarkan
Anggaran Dasar Perusahaan terakhir, Pertamina memiliki 99,98% (54.872
saham) kepemilikan pada Perusahaan bersama dengan PT Patra Niaga sebagai
pemegang 0,02% (10 saham) kepemilikan lainnya. Patra Jasa adalah
perusahaan yang mengoperasikan 7 hotel (Hotel Patra Jasa yang terletak di
Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Bali, Parapat dan Anyer), 1 gedung
perkantoran yaitu Patra Office Tower yang terletak di Jalan Gatot Subroto
Jakarta dan Patra Residential yang terdiri dari 132 rumah (2 diantaranya berupa
kavling) dan ruang perkantoran sebesar 205 m2 di lantai 7 Menara Sudirman,
Jakarta.
Tabel 4.9
Hotel-Hotel yang Dikelola oleh PT Patra Jasa
Rata-Rata
Jumlah
No. Nama Hotel Keterangan Tingkat Hunian
Kamar
Tahun 2009
1. Patra Parapat Hotel 57 Bintang 2 19%
2. Patra Anyer Hotel 70 Bintang 3 49%
3. Patra Jakarta Hotel 52 Bintang 3 78%
4. Patra Bandung Hotel 26 Bintang 2 93%
5. Patra Cirebon Hotel 54 Bintang 3 60%
6. Patra Semarang Hotel 146 Bintang 5 51%
7. Patra Bali Hotel 228 Bintang 5 79%
Sumber: Patra Jasa (2010)
Patra Jasa memiliki bisnis perhotelan, perkantoran dan perumahan yang berada
pada lokasi-lokasi yang sangat strategis sehingga memberikan competitive
advantage bagi Patra Jasa dalam menarik konsumen/pelanggan. Dengan lokasi
yang berbeda-beda target pasar hotel-hotel Patra Jasa juga berbeda. Namun
secara umum, target segmen tamu hotel-hotel Patra Jasa adalah korporasi.
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, hotel Patra Jasa yang saat ini ada di Bandung

74
hanyalah hotel bintang 2 dengan jumlah kamar sebanyak 26 kamar, merupakan
hotel Patra Jasa yang paling kecil. Namun berdasarkan tingkat hunian tahun
2009, hotel Patra Jasa di Bandung menunjukan tingkat okupansi paling tinggi
dibanding dengan hotel Patra Jasa lainnya.
Patra Jasa memiliki hutang jangka panjang yang relatif rendah. Hal ini,
ditambah dengan kinerja Patra Jasa yang semakin membaik, memberikan
peluang untuk mencari hutang jangka panjang dalam membiayai investasi-
investasi yang akan dilakukan Patra Jasa di masa datang. Patra Jasa memiliki
pengalaman yang cukup lama dalam mengelola hotel dan properti, yaitu sejak
1975, sehingga memiliki reputasi yang baik di industri perhotelan dan
properti. Berdasarkan paparan tersebut, maka Patra Jasa berkompeten dan
memenuhi syarat sebagai mitra kerjasama usaha untuk membangun bisnis hotel
dalam rangka optimasi aset lahan Samoja.

4. Analisis Profil Pemilik Aset


PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki
Pemerintah Indonesia (National Oil Company). yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini
berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN
PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA.
Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan
menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA
berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal
17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak.
SH No. 20 tanggal 17 September 2003. dan disahkan oleh Menteri Hukum &
HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09
Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang

75
Perusahaan Perseroan (Persero). dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan
peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA)
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)". Sesuai akta pendiriannya. Maksud
dari pendirian Perusahaan Perseroan ini adalah untuk menyelenggarakan usaha
di bidang minyak dan gas bumi. baik di dalam maupun di luar negeri serta
kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang
minyak dan gas bumi tersebut.
Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang telah dibentuk menjadi PT
Persero yang bergerak di bidang energi. petrokimia dan usaha lain yang
menunjang bisnis Pertamina. baik di dalam maupun di luar negeri yang
berorientasi pada mekanisme pasar. PT. Pertamina (Persero) merupakan
BUMN yang 100% sahamnya dimiliki oleh Negara. Modal Disetor
(Penanaman Modal Negara/PMN) PT. Pertamina (Persero) pada saat pendirian
adalah Rp. 100 Trilyun. Nilai Rp. 100 Trilyun tersebut diperoleh dari Seluruh
Kekayaan Negara yang selama ini tertanam pada Pertamina. yang meliputi
Aktiva Pertamina beserta seluruh Anak Perusahaan. termasuk Aktiva Tetap
yang telah direvaluasi oleh Perusahaan Penilai Independen. dikurangi dengan
semua Kewajiban (Hutang) Pertamina. Pertamina memiliki beberapa agenda
transformasi menuju perusahaan panutan (role model) di Indonesia, yaitu
transformasi kegiatan usaha di sektor hulu sebagai penghasil pendapatan utama
perusahaan; transformasi kegiatan usaha di sektor hilir sebagai ujung tombak
perusahaan dalam interaksi dengan konsumen; dan transformasi restrukturisasi
korporat, keuangan, SDM, Hukum, Informasi dan Teknologi (IT), dan
Administrasi Umum termasuk Penanganan Aset (Pertamina, 2011). Salah satu
aset lahan milik pertamina adalah aset lahan Samoja yang menjadi objek dalam
penelitian Tugas Akhir ini.

76
5. Rekapitulasi Analisis Kelayakan Aspek Hukum
Kriteria kelayakan yang digunakan dalam menguji kelayakan aspek hukum
adalah jika ide bisnis mampu memenuhi ketentuan hukum, badan usaha untuk
menjalankan bisnis dan persyaratan perizinan (Suliyanto, 2010:248). kelayakan
aspek hukum bisnis hotel di lahan Samoja dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10
Kelayakan Aspek Hukum Bisnis Hotel di Lahan Samoja
Kelayakan
No. Aspek Penilaian Keterangan
Ya Tidak
Kesesuaian bisnis dengan hukum yang Sesuai dengan syarat
1.
berlaku √ hukum yang ditetapkan
Kerjasama dengan PT
2. Badan Usaha untuk menjalankan bisnis √ Patra Jasa
Kemampuan untuk memenuhi Bisnis hotel dikelola
3. persyaratan memperoleh perizinan usaha √ oleh PT Patra Jasa yang
dibidang perhotelan sudah berpengalaman
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa investasi bisnis hotel di lahan
Samoja mampu memenuhi kriteria keseuaian dengan ketentuan hukum, badan
usaha untuk menjalankan bisnis dan persyaratan perizinannya. Kesesuaian
bisnis dengan hukum dibuktikan dengan zoning dan aturan-aturan tata ruang
yang sesuai dengan rencana bisnis yang akan dijalankan. Badan usaha
berbentuk perseroan terbatas (PT) yang diasumsikan sebagai mitra kerjasama
adalah PT Patra Jasa merupakan perusahaan yang kompeten di bidang usaha
perhotelan. Dengan demikian kemampuan untuk memenuhi persyaratan izin
usaha pun akan dengan mudah dicapai. Sehingga rencana bisnis hotel pada aset
lahan Samoja adalah layak secara hukum. Setelah dinyatakan layak secara
hukum, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis tingkat kelayakan
terhadap aspek pasar dan pemasaran.

4.2.2 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Pasar dan Pemasaran


Analisis aspek pasar dilakukan untuk menjawab apakah bisnis hotel
bintang 5 (lima) yang akan dijalankan pada aset lahan Samoja dapat menghasilkan
produk yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang menguntungkan.
Analisis kelayakan aspek pasar yang dilakukan meliputi analisis potensi pasar,

77
analisis persaingan, analisis market share dan analisis strategi pemasaran untuk
mencapai market share (Suliyanto, 2010:249).
1. Analisis Potensi Pasar
Analisis potensi pasar dilakukan untuk melihat respon pasar atau konsumen
terhadap produk yang dihasilkan yang dalam hal ini adalah jasa perhotelan.
Untuk menganalisis potensi pasar maka dilakukan analisis permintaan
(permintaan) dan penawaran (penawaran) serta analisis proyeksi permintaan
potensial.
a. Analisis Permintaan (Demand)
Analisis permintaan (demand) digunakan untuk mengetahui secara riil
jumlah kebutuhan jasa perhotelan di Kota Bandung. Untuk mengetahui
trend permintaan dari jasa perhotelan di Kota Bandung, berikut ini
disajikan data peningkatan jumlah kamar hotel yang terpakai dari tahun
2003 hingga 2010 dapat dilihat pada gambar 4.2 yang menunjukan
kecenderungan peningkatan jumlah kamar hotel terpakai setiap tahunnya.

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.2
Grafik Jumlah Kamar Hotel yang Terpakai di Kota Bandung
Periode 2003-2010

Pada gambar 4.2 dapat dilihat trend permintaan kamar hotel di kota
Bandung yang didapat dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

78
Bandung. Pada akhir 2010 tercatat jumlah kapasitas kamar hotel yang
tersedia di Kota Bandung adalah sebanyak 4.665.420 kamar pertahun. Dari
tahun 2003 sampai 2010, jumlah kamar hotel yang terpakai di Kota
Bandung selalu berada pada angka diatas 1 juta kamar terpakai. Dalam
kurun waktu 8 (delapan) tahun hanya terjadi dua kali penurunan tingkat
hunian yaitu pada tahun 2005 sebanyak 728.914 kamar terpakai dan pada
tahun 2008 sebanyak 439.112 kamar terpakai. Setelah itu terjadi lonjakan
hunian yang sangat signifikan pada tahun 2009 sebanyak 1.772.521 kamar
terpakai dan pada tahun 2010 mengalami kenaikan lagi menjadi 1.880.064
terpakai. Hal ini menandakan bahwa adanya kecenderungan peningkatan
permintaan kamar hotel di Kota Bandung yang dapat menjadi peluang bagi
Pertamina untuk melakukan optimasi aset lahan Samoja dalam bentuk
usaha perhotelan. Peningkatan jumlah kamar terpakai juga dapat dilihat
dari jumlah wisatawan yang menginap di hotel-hotel (occupancy) di Kota
Bandung yang ditunjukan pada gambar 4.3 di bawah ini.

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.3
Tingkat Occupancy Hotel di Kota Bandung (2003-2010)

Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa periode 2003 hingga 2010 hanya
terjadi 2 (dua) kali penurunan tingkat okupansi hotel, sedangkan di tahun-
tahun lainnya selalu mengalami kenaikan. Tingkat okupansi terendah

79
adalah pada tahun 2008 sebesar 658.668 wisatawan yang menginap
sedangkan peningkatan yang signifikan terjadi mulai tahun 2009 dan terus
meningkat pada tahun 2010. Dengan prosentase rata-rata tingkat okupansi
sebesar 38% pertahun selama periode 2003-2010 (gambar 4.4) tingkat
prosentase okupansi biasanya berada pada posisi di atas 40%. Jika pada
tahun 2010 terjadi penurunan prosentase okupansi dikarenakan jumlah
kamar hotel di kota Bandung terus meningkat. Hal ini menunjukan adanya
kecenderungan peningkatan jumlah wisatawan yang datang dan menginap
di Kota Bandung yang menandakan adanya peningkatan permintaan
terhadap kamar hotel di Kota Bandung.

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.4
Prosentase Occupancy Hotel di Kota Bandung (2003-2010)

Rincian data mengenai jumlah wisatawan yang menginap di hotel-hotel di


Kota Bandung yang merupakan pasar potensial dapat dilihat pada lampiran
6 (enam), sedangkan grafik peningkatannya telah disajikan pada gambar
4.3. Sedangkan pada gambar 4.5 disajikan tingkat jumlah wisatawan yang
menginap di hotel-hotel bintang 5 (lima) yang ada di Bandung baik
wisatawan mancanegara maupun domestik. Secara keseluruhan tingkat
hunian kamar di hotel bintang 5 (lima) yang ada di Kota Bandung

80
didominasi oleh wisatawan domestik menurut informasi dari Dinas
Pariwisata Kota Bandung para wisatawan tersebut banyaknya menginap di
hotel bintang 5 (lima) dalam rangka perjalanan dinas ataupun bekerja. Para
wisatawan tersebut merupakan target pasar potensial bagi hotel-hotel
bintang 5 yang ada di Kota Bandung.

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.5
Jumlah Wisatawan yang Menginap di Hotel Bintang 5 (Lima) di Kota
Bandung (2003-2010)

pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa wisatawan yang menginap di hotel
bintang 5 (lima) periode tahun 2003 hingga 2010. Dalam kurun waktu
tersebut, penurunan hanya terjadi dua kali pada tahun 2005 dan 2008,
selebihnya jumlah wisatawan hotel bintang 5 selalu berada di atas jumlah
100.000 orang. Kota Bandung memang potensial dalam bidang pariwisata,
hal ini ditunjukan dengan dicanangkannya visi-misi pembangunan kota
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Kota Bandung Tahun 2005-2025 yang menyatakan bahwa Kota
Bandung adalah “KOTA JASA YANG BERMARTABAT”.

81
b. Analisis Penawaran (Supply)
Analisis penawaran dilakukan untuk mengetahui kapasitas jumlah kamar
hotel yang tersedia di Kota Bandung selama ini agar dapat dilihat sejauh
mana supply hotel di Kota Bandung terhadap permintaannya. Grafik
supply kamar hotel di Kota Bandung dapat dilihat pada gambar 4.6.

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.6
Jumlah Kapasitas Kamar Hotel yang Tersedia di Kota Bandung
(2003-2010)

Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa setiap tahun selalu terjadi
kenaikan jumlah kapasitas kamar hotel. Pada akhir tahun 2010 jumlah
kapasitas hotel pertahunnya adalah sebanyak 4.665.240 unit kamar hotel
pertahun. Jika dibandingkan dari sejak tahun 2003 terjadi peningkatan
jumlah kapasitas kamar sebesar 62,4% atau sebanyak 1.792.440 kamar
pertahunnya. Hal ini menandakan adanya kemajuan di bidang
pembangunan hotel di Kota Bandung yang menunjukan bahwa minat pasar
terhadap kebutuhan hotel di Kota Bandung juga terus meningkat sehingga
para pengusaha hotel terus melakukan penambahan kapasitas jumlah
kamar hotel.

82
c. Analisis Proyeksi Permintaan Potensial
Analisis terhadap proyeksi permintaan kamar hotel dilakukan untuk
mengetahui permintaan potensial dari terhadap hotel di Kota Bandung di
masa yang akan datang. Menurut Suliyanto (2010:110), proyeksi
permintaan potensial dapat dilakukan dengan menggunakan metode trend
least square. Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap tingkat hunian
kamar hotel di Kota Bandung selama periode 2003-2010, menunjukan
bahwa akan terjadi peningkatan permintaan terhadap hotel di Kota
Bandung. Grafik peningkatan permintaan tersebut dapat dilihat pada
gambar 4.7.

Keterangan: Series 1 = Tahun Proyeksi


Series 2 = Jumlah Proyeksi Permintaan (dalam Ribuan)

Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)


Gambar 4.7
Proyeksi Permintaan Kamar Hotel (2011-2030)

Berdasarkan pada gambar 4.7 proyeksi permintaan kamar hotel untuk


tahun 2011 hingga 2030 dengan menggunakan metode trend least square
menunjukan adanya peningkatan yang stabil. Berdasarkan proyeksi
tersebut diperkirakan jumlah permintaan kamar hotel di Kota Bandung
dari tahun 2011 yaitu sebanyak 1.670.000 unit kamar pertahun akan
meningkat pada tahun 2030 menjadi 3.334.000 kamar pertahunnya,
dengan peningkatan sebesar 99,2 % atau sebanyak 1.664.000 kamar

83
pertahunnya. Rincian mengenai perhitungan proyeksi permintaan potensial
dengan menggunakan metode trend least square dapat dilihat pada
lampiran 6 (enam).

2. Analisis Persaingan
Berdasarkan rekapitulasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung
tahun 2011 tercatat di Kota Bandung saat ini telah ada 91 hotel berbintang dan
201 hotel melati. Dari total keseluruhan sebanyak 292 hotel, ada 8 (delapan)
hotel dengan klasifikasi bintang 5 (lima) yang merupakan pesaing utama yaitu
Grand Aquila, Grand Preanger, Green Hill Universal, Hilton, Hyatt Regency,
Sheraton and Towers, The Papandayan dan Trans Hotel. Dari total 8 (delapan)
hotel, 4 (empat) diantaranya dijadikan pembanding dalam menentukan estimasi
tarif sewa kamar untuk memproyeksikan pendapatan pada aspek finansial. Hal
ini dilakukan agar besaran tarif yang didapat mendekati harga pasar yang
berlaku di Kota Bandung. Nama-nama dan alamat hotel pesaing tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Hotel-Hotel Pesaing
Jumlah
No. Nama Hotel Alamat
Kamar
1 Grand Aquila Jl. Dr. Djundjunan No.116 Bandung 211
2 Grand Preanger Jl. Asia Afrika No. 116 Bandung 195
3 Green Hill Universal Jl. Dr. Setiabudhi No. 376 Bandung 304
4 Hilton Jl. HOS Tcokroaminoto No. 41-43 Bandung 180
5 Hyatt Regency Jl. Sumatera No. 51 Bandung 255
6 Sheraton and Towers Jl. Ir. H. Juanda No. 390 Bandung 157
7 The Papandayan Jl. Gatot Subroto No. 83-85 188
8 Trans Hotel Jl. Gatot Subroto No. 289 297
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat dilihat Hotel yang paling dekat dengan
Bandara Husein Sastranegara dan Pintu Tol Pasteur adalah Grand Aquila,
sedangkan hotel yang paling dekat dengan pusat pemerintahan adalah Hilton
dan Hyatt Regency. Hotel yang berlokasi di wilayah Bandung Utara adalah
Green Hill Universal dan Sheraton and Towers. Grand Preanger berlokasi di
kawasan bangunan bersejarah Kota Bandung. Aset lahan Samoja beralamat di
Jalan Samoja No.17 yang merupakan inti pusat kota dekat dengan alun-alun

84
Kota Bandung dan pusat-pusat perbelanjaan serta rekreasi kota seperti Trans
Studio Bandung. Pesaing yang paling dekat dan berada di wilayah ini adalah
The Papandayan dan Trans Hotel. Namun, selain lokasinya yang strategis,
Patra Jasa telah memiliki target pasar tersendiri yang pada umumnya adalah
korporat (Patra Jasa, 2010).

3. Analisis Market Share


Analisis market share dilakukan untuk mengetahui proyeksi bagian pasar yang
mampu dikuasai oleh perusahaan sehingga proporsi kemampuan perusahaan
terhadap keseluruhan penjualan seluruh pesaing, termasuk penjualan
perusahaan itu sendiri (Budiarto, 2008:51). Data-data market share untuk hotel
yang direncanakan akan dibangun (Patra Jasa) dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12
Analisis Market Share
Tahun Patra Jasa Permintaan Pasar Market Share MSPesaing
2003 94.118 396.803 24% 76%
2004 94.118 322.645 29% 71%
2005 94.118 144.826 65% 35%
2006 94.118 335.466 28% 72%
2007 94.118 406.778 23% 77%
2008 94.118 170.539 55% 45%
2009 94.118 256.704 37% 63%
2010 94.118 274.892 34% 66%
Jumlah 752.944 2.308.653 295% 505%
Rata-Rata 94.118 288.582 37% 63%
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.12 didapat market share sebesar 37%. Angka ini didapat
dengan melakukan olah data dan proyeksi berdasarkan data permintaan pasar
hotel di Kota Bandung dengan rata-rata tingkat occupancy 38% pertahun.
Diasumsikan hotel yang akan dibangun telah beroperasi sejak tahun 2003
dengan jumlah kamar 688 (lihat pada lampiran 6) agar perhitungan market
share dapat dilakukan dan diperkirakan, untuk rincian perhitungannya dapat
dilihat pada lampiran 6 (enam).

4. Analisis Strategi Pemasaran untuk Mencapai Market Share


Strategi pemasaran adalah proses pengembangan strategi berwawasan pasar
yang diselaraskan dengan berbagai perubahan lingkungan guna menghantarkan

85
nilai tertinggi bagi pelanggan (Sugiama, 2011:113). Strategi pemasaran dalam
penelitian ini dirancang dengan menggunakan segmentintation (Segmentasi
Pasar), targeting (Target Pasar) dan positioning (Pencitraan) serta bauran
pemasaran (marketing mix) 7P untuk produk jasa.
a. Segmentation/Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah kegiatan membagi-bagi pasar yang bersifat
heterogen dari suatu produk ke dalam satu satuan pasar (segmen pasar)
yang bersifat homogen (Djatmiko, 2012:46). Segmentasi pasar yang
dilakukan meliputi segmentasi geografis, segmentasi demografis,
segmentasi psikografis dan segmentasi perilaku. Penjabaran mengenai
segmentasi pasar dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13
Segmentation/Segmentasi Pasar untuk Rencana Hotel
No. Segmentasi Kriteria Hasil
1 Geografis 1.1 Wilayah Dunia Indonesia dan Mancanegara
1.2 Wilayah Negara Jawa Bagian Barat
1.3 Ukuran Kota Metropolitan, terutama Jakarta
2. Demografis 2.1 Usia Semua Umur
2.2 Jenis Kelamin Pria dan Wanita
2.3 Pendapatan Di atas Rp 5 juta
2.4 Pekerjaan Pebisnis dan Karyawan
Perusahaan
2.5 Pendidikan Pendidikan Tinggi
2.6 Agama Semua Agama
2.7 Ras Semua Ras
2.8 Kebangsaan Warga Negara Indonesia
(WNI) dan Warga Negara
Asing (WNA)
3. Psikografis 3.1 Kelas Sosial Menengah ke atas
3.2 Gaya Hidup Mewah (Hedonis), Sibuk
3.3 Kepribadian Rapih
4. Perilaku 4.1 Manfaat yang dicari Bisnis/Pekerjaan dan Berlibur
4.2 Loyalitas Positif dan Loyal
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.13, dapat dilihat segmentasi pasar yang dituju secara
geografis adalah wisatawan mancanegara dan Indonesia khususnya
wliayah Jawa Bagian Barat dengan ukuran kota metropolitan seperti
Jakarta. Secara demografis pasar yang dituju adalah semua usia dari latar
belakang pendidikan tinggi dengan pendapatan di atas Rp 5 juta dan
pekerjaan sebagai pebisnis ataupun karyawan perusahaan dan juga berasal

86
dari semua agama, ras dan kebangsaan. Sedangkan dari segi psikografis
dan perilaku dapat dilihat bahwa segmen pasarnya adalah kalangan sosial
menengah ke atas.
b. Targeting/Target Pasar
Target pasar adalah penetapan sasaran pasar yang akan dilayani
perusahaan, dalam hal ini melakukan evaluasi berbagai segmen dan
memutuskan berapa banyak segmen yang akan dilayanai (Kotler, dalam
Djatmiko 2012:22). Ada lima Pola dalam menyeleksi pasar sasaran antara
lain konsentrasi pasar tunggal, spesialisasi selektif, spesialisasi pasar,
spesialisasi produk dan peliputan keseluruhan (Djatmiko, 2012:22). Dalam
hal ini pola yang dipilih adalah spesialisasi selektif yaitu memilih sejumlah
segmen dari sekian banyak segmen yang sesuai dengan tujuan dan sumber
daya yang dimiliki. Dalam melakukan pemilihan segmen pasar dengan
pola spesialisasi selektif, peneliti menyesuaikan dengen segmen pasar
Patra Jasa secara umum karena diasumsikan optimasi aset lahan Samoja
untuk hotel akan dikerjasamakan dengan PT Patra Jasa. PT Patra Jasa telah
mengoperasikan 7 (tujuh) hotel yang tersebar di beberapa wilayah di
indonesia. Dengan lokasi yang berbeda-beda, target pasar hotel-hotel Patra
Jasa juga berbeda. Namun secara umum, target segmen tamu hotel-hotel
Patra Jasa adalah korporasi (Patra Jasa, 2010).
c. Positioning/Pencitraan
Pencitraan atau positioning adalah tindakan merancang tawaran-tawaran
dan citra perusahaan shingga menempati suatu posisi yang terbedakan
diantara (diantara pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya (Kotler,
dalam Djatmiko 2012:23). Dalam hal ini, peneliti memposisikan Patra Jasa
sebagai pengelola hotel yang akan dibangun, sehingga positioning yang
ditetapkan disesuaikan dengan positioning Patra Jasa. Untuk mendapatkan
positioning yang tepat, maka dibuat grafik positioning map yang
memadukan visi-misi Patra Jasa dengan Tata Nilai yang dianut oleh
perusahaan tersebut. Grafik positioning map dapat dilihat pada gambar 4.8.

87
Pada gambar 4.8 dapat dilihat proses penentuan positioning hotel yang
akan dibangun berdasarkan penyeseuaian dengan Visi, Misi dan Tata Nilai
dari PT Patra Jasa yang diasumsikan sebagai mitra kerja sama dalam
mengelola hotel tersebut. Visi dari Patra Jasa adalah menjadi perusahaan
di industri hospitality dan property yang selalu dipilih pelanggan. Adapun
Misi Patra Jasa adalah mengutamakan kepuasan pelanggan untuk
memaksimalkan hasil Perusahaan, menjalankan usaha dengan prinsip
Good Corporate Governance (GCG) serta mengembangkan Perusahaan
melalui peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. Sedangkan Tata Nilai
Patra Jasa disingkat SMILE dengan kepanjangan Satisfaction, Maximizing
Profit, Innovation, Learning Continuosly dan Environtmental. Ketiga hal
mendasar tersebut dipetakan dalam sebuah positioning map agar
mendapatkan positioning baru

Misi Patra Jasa Visi Patra Jasa:


menjadi perusahaan di industri hospitality dan property yang selalu dipilih pelanggan
Mengutamakan kepuasan pelanggan
untuk memaksimalkan hasil
5
perusahaan

Menjalankan usaha dengan prinsip 4


Good Corporate Governance (GCG)

Mengembangkan Perusahaan melalui 3


peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia.
2

POSITIONING : 1
“Choosen by Satisfaction” 1 2 3 4 5
Menjadi Hotel yang selalu dipilih S M I L E
karena selalu mengutamakan Satisfaction Maximizing Innovation Learning Continuosly Environmental
kepuasan pelanggan. Profit and Social
Tata Nilai
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Gambar 4.8
Grafik Positioning Map

untuk hotel yang akan dibangun. Berdasarkan positioning map di atas


didapat positioningnya yaitu “Choosen by Satisfaction” menjadi hotel yang
selalu dipilih karena selalu mengutamakan kepuasan pelanggan.

88
d. Product/Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler, dalam Sugiama, 2011:109).
Produk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jasa perhotelan atau
dalam lingkungan industrinya biasa dikenal dengan bisnis hospitality.
Hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial,
disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan
berikut makanan dan minuman (Marlina, 2008:34). Berdasarkan
pengertian ini, hotel memerlukan pengelolaan secara terus menerus untuk
melayani konsumennya. Hal ini juga sesuai dengan rumusan dari aspek
pariwisata yang menyatakan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi
yang menggunakan sebagian atau seluruh bagian dari bangunan untuk
menyediakan jasa penginapan, makan dan minuman, serta jasa lainnya
bagi kepentingan umum yang dikelola secara komersial (Keputusan
Menteri Pariwisata, POS dan Telekomunikasi RI, dalam Marlina 2008:34).
Usaha hotel yang direncanakan adalah hotel dengan klasifikasi bintang 5
(lima) dengan produk utama jasa sewa kamar dengan jumlah kamar
sebanyak 688 unit kamar. Sedangkan produk jasa penunjang terdiri dari 3
(tiga) ruang usaha, 3 (tiga) rmeeting room dan 2 (dua) Balroom.
Perencanaan produk jasa hotel dalam penelitian ini didasarkan pada
perbandingan dengan hotel lainnya yang sejenis (pesaing) di Kota
Bandung dan di beberapa daerah lain di Indonesia. Pembanding hotel di
Kota Bandung adalah Hilton, Grand Preanger, Sheraton and Towers serta
Green Hill Universal. Sedangkan hotel dari daerah lainnya adalah Horison
Semarang, Aston Medan, Ritz Carlton Jakarta dan Labersa Pekanbaru.
Berdasarkan perhitungan dan perbandingan (lihat pada lampiran 6), maka
produknya dapat dilihat pada tabel 4.14.

89
Tabel 4.14
Rencana Klasifikasi Kamar Hotel dan Jumlah Kamar
No. Jenis Kamar Luas Per Kamar Jumlah Kamar
1 Standar Room 26 m2 634
2 Junior Suite 54 m2 40
3 Standar Suite 72 m2 10
4 Deluxe Suite 144 m2 2
5 Super Deluxe Suite 144 m2 1
6 Presidential Suite 216 m2 1
Total 688
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Dengan jumlah kamar sebanyak 668 kamar dengan 5 tipe kamar yang
berbeda, serta pelayanan yang akan diberikan, hotel ini direncanakan
termasuk ke dalam klasifikasi hotel bintang 5. Hotel yang jumlah
kamarnya lebih atau sama dengan 500 kamar termasuk ke dalam
klasifikasi hotel bintang 5 (Juwana, 2005:11). Sedangkan untuk produk
jasa penunjang dapat dilhat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15
Rencana Produk Jasa Penunjang
No. Ruangan Luas
1 Ruang Usaha 1 592,84
2 Ruang Usaha 2 592,84
3 Ruang Usaha 3 497,99
4 Meeting Room 1 109,97
5 Meeting Room 2 109,97
6 Meeting Room 3 109,97
7 Balroom 1 8.763,12
8 Balroom 2 2.915,30
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)
Area komersial dan fasilitas penunjang seluas 13.692 m2 digunakan untuk
ballroom , meeting room, dan ruang usaha yang dapat disewakan.
Berdasarkan perbandingan yang dapat dilihat pada lampiran 6
e. Price/Harga
Harga sewa hotel direncanakan berdasarkan masing-masing tipe dari
kamar hotel dan fasilitas lainnya. Penetapan harga didapat dengan cara
melakukan perbandingan terhadap hotel-hotel pesaing sesuai dengan
dengan jenis dan tipe kamarnya masing-masing. Terdapat 5 tipe kamar
yang nantinya akan diperhitungkan sebagai dasar pendapatan dari sewa
kamar, juga terdapat ballroom , meeting room, dan ruang usaha yang dapat

90
disewakan. Tarif sewa kamar didasarkan perbandingan dengan hotel
lainnya yang sejenis (lihat pada lampiran 6) Tarif sewa kamar dapat dilihat
pada tabel 4.16
Tabel 4.16
Rencana Tarif Sewa Kamar Hotel
No. Jenis Kamar Tarif Sewa
1 Standar Room Rp 1.200.000
2 Junior Suite Rp 2.529.600
3 Standar Suite Rp 3.111.833
4 Deluxe Suite Rp 4.900.750
5 Presidential Suite Rp 8.751.250
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.16 dapat dilihat harga paling murah adalah standar
room dengan harga Rp 1.200.000,- sedangkan harga paling tinggi adalah
Presidential Suite seharga Rp 8.751.250,-. Rincian perhitungan tarif sewa
tersebut dapat dilihat pada lampiran 6 (enam). Pada tabel 4.17 dapat dilihat
tarif harga untuk produk jasa penunjang hotel. Ruang usaha 1 dan 2
dengan luas 592,84 m2 tarif sewanya sebesar Rp 2.886.676 dan Rp
2.969.153 perhari, sedangkan ruang usaha 3 dengan luas 497,99 m2 tarif
sewanya Rp 2.490.789 perhari. Untuk meeting room 1, 2 dan 3 dengan
ukuran yang sama yaitu 109,97 m2 tarif sewanya Rp 1.649.529,-. Harga
sewa balroom 1 dengan luas 8.763,12 adalah Rp 43.712.525,- .
Tabel 4.17
Rencana Tarif Produk Jasa Penunjang Hotel
Ruangan Luas (m2) Tarif (Rp) Satuan Harga
ruang usaha 1 592,84 2.886.676 perhari
ruang usaha 2 592,84 2.969.153 perhari
ruang usaha 3 497,99 2.490.789 perhari
meeting room 1 109,97 1.649.529 perhari
meeting room 2 109,97 1.649.529 perhari
meeting room 3 109,97 1.649.529 perhari
Balroom 1 8.763,12 43.712.525 perhari
Balroom 2 2.915,30 14.020.999 perhari
TOTAL 13.692,00
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)
Area komersial dan fasilitas penunjang dengan total seluas 13.692 m2
digunakan untuk ballroom , meeting room, dan ruang usaha yang dapat
disewakan. Berdasarkan tabel 4.17, tarif sewa ruang komersil dan fasilitas
yang paling tinggi adalah Balroom 1 (satu) seluas 8.763,12 m2 dengan

91
harga sewa Rp. 43.712.525,-. Adapun perhitungan dan perbandingannya
dapat dilihat pada lampiran 6 (enam).
f. Place/Lokasi
Aset lahan Samoja berada pada lokasi yang strategis yaitu di jalan Samoja
No. 17 Kelurahan Samoja, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung dan
terletak pada koordinat 6o55’14,75 S dan 107o37’44,16 E. Daerah tersebut
terletak di tengah-tengah kota Bandung, masuk ke dalam sub wilayah kota
(SWK) karees.

Lokasi aset
lahan Samoja

Sumber: google maps, 2011


Gambar 4.9
Peta Citra Satelit Lokasi Aset Lahan Samoja
Di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Bandung SWK
tersebut ditetapkan sebagai kawasan strategis ekonomi yaitu daerah inti
kota yang diajadikan pusat aktivitas perekonomian kota. Pada Gambar 4.9
dapat dilihat aset lahan di jalan Samoja No. 17 tersebut sudah memiliki
lokasi yang tepat jika akan dibangun sebuah hotel. Kondisi ini juga
didukung oleh aksesibilitas yang baik dan mudah dijangkau (lihat pada
lampiran 7).
g. Promotion/Promosi
Promosi adalah salah satu aspek yang tidak kalah penting untuk
mengenalkan produk yang dibuat perusahaan (Djatmiko, 2012:25). Agar
Calon wisatawan dapat informasi yang lengkap dan akurat tentang produk
atau jasa yang hendak dijual, perlu ada promotion materials seperti

92
brochures, leaflets, booklet, poster atau tourist map, sehingga dengan
memiliki sumber informasi tersebut mereka dapat mempersiapkan
perjalanan wisata dengan baik dan memuaskan (Kotler, dalam Sugiama,
2011:121). Berdasarkan hasil observasi Patra Jasa dalam mengoperasikan
ketujuh hotelnya telah melakukan semua kegiatan promosi yang
disebutkan di atas. Bahkan Patra Jasa juga telah memiliki alamat website
yang menyajikan berbagai informasi mengenai hotel dan prosedur
akomodasinya dengan lengkap. Sehingga pelanggan dapat dengan mudah
mengetahui berbagai informasi terbaru mengenai Patra Jasa.
h. People/Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia/People adalah semua orang yang terlibat dalam
pemberian layanan dan peran mereka mempengaruhi persepsi konsumen.
Beberapa tampilan yang berpengaruh pada persepsi konsumen atas
layanan antara lain cara pegawai dalam berpakaian, penampilan karyawan,
sikap dan perilaku karyawan (Sugiama, 2011:117). PT Patra Jasa telah
berkecimpung di Industri Properti dan Perhotelan sejak tahun 1975.
Dengan demikian, dari segi sumber daya manusia Patra Jasa sudah
berpengalaman dan kompeten untuk menjalankan bisnis hotel. Hingga saat
ini, di tingkat manajemen, sesuai dengin Misi yang baru, pada tahun 2011
Patra Jasa sudah memiliki 50 pekerja bersertifikat CPA (Certified
Property Analyst) yang dihasilkan dari program inhouse training. CPA ini
ditujukan bagi para profesional yang ingin mencapai karir puncak di bisnis
hospitality and property dengan mengasah kecakapan serta membangun
kapabilitas profesional dalam menganalisis properti secara praktis dan
teoritis. Pengembangan Pekerja melalui program pendidikan dan pelatihan
juga dilakukan dan dimonitor dengan salah satu kinerja Divisi SDM yaitu
MHT (man hour training) (Pertamina, 2012).
i. Physical Evidence/Tampilan Fisik
Tamplain fisik/physical evidence adalah gambaran lingkungan fisik di
mana layanan diberikan dan di mana perusahaan berinteraksi dengan
pelanggan serta komponen berwujud lainnya (tangible components) yang

93
dijadikan sebagai fasilitas dalam menyelenggarakan layanan bagi
pelanggan (Sugiama, 2011:117). Berdasarkan hasil perhitungan teknis
bangunan untuk hotel di lahan Samoja, bangunan hotel yang direncanakan
terdiri dari 6 lantai dengan total luas bangunan 79.870 m2. Untuk tampilan
fisik dan gaya arsitekturnya diasumsikan mengikuti dan menyeseuaikan
bangunan-bangunan hotel lainnya yang telah dibangun dan dioperasikan
oleh Patra Jasa. Sejak awal 2011, kinerja Patra Jasa sudah dipacu tinggi
untuk menghadapi kompetisi diluar yang sangat gencar. Di unit usaha
hotel, Patra Jasa sudah melakukan beberapa perubahan/ renovasi terhadap
fasilitas kamar hotel mengikuti perkembangan fasilitas hotel berbintang
saat ini yang disesuaikan dengan keinginan pelanggan (Pertamina, 2012).
Artinya tampilan fisik dari hotel-hotel Patra Jasa akan selalu didesain
sedemikian rupa dengan tujuan utama kepuasan pelanggan. Selain itu hasil
penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam
Negeri tahun 2003 terhadap para pelanggan hotel Patra Jasa menyatakan
bahwa 87,2 % para pelanggan menyatakan kenyamanan dan kebersihan
kamar hotel Patra Jasa sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Hal
ini menunjukan bahwa physical evidence merupakan hal penting yang
menjadi prioritas Patra Jasa dalam mengelola hotel.
j. Process/Proses
Proses adalah gambaran prosedur, mekanisme dan alur dari aktivitas yang
perlu ditempuh dalam sebuah sistem untuk memberikan layanan bagi
pelanggan (Sugiama, 2011:118). Berdasarkan sumber informasi dari Patra
Jasa, selain karyawan-karyawan yang telah terlatih, alur pelayanan di
hotel-hotel Patra Jasa selalu memegang teguh prinsip “Best Practices”.
Pelayanan dilakukan mulai dari reservasi, front office, waitreess, hingga
top manajemen harus selalu seirama dalam memberikan pelayanan
(Pertamina, 2010).

94
5. Rekapitulasi Analisis Kelayakan Aspek Pasar
Kesimpulan aspek pasar dan pemasaran didapat dengan membandingkan hasil
analisis tingkat potensi pasar, persaingan, market share dan strategi pemasaran
untuk mencapai market share. Kelayakan mengenai aspek pasar dan pemasaran
dari rencana investasi bisnis hotel di lahan Samoja dapat dilihat pada tabel
4.18.
Tabel 4.18
Kelayakan Aspek Pasar dan Pemasaran Bisnis Hotel di Lahan Samoja
Kelayakan
No. Aspek Penilaian Keterangan
Ya Tidak
Tingkat okupansi hotel di Kota
1. Potensi Pasar √ Bandung terus meningkat setiap
tahunnya
Memiliki target pasar tersendiri
2. Kemampuan dalam bersaing √ dan lokasi yang strategis
Kemampuan mencapai Market
3.
Share √ Posistif sebesar 37%
Segmenting, Targeting,
Strategi Pemasaran untuk
4.
mencapai market share √ Positioning dan bauran pemasaran
disesuaikan dengan Patra Jasa
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.18 dapat dilihat bahwa investasi bisnis hotel di lahan
Samoja layak dari segi aspek pasar dan pemasaran dengan adanya potensi
pasar hotel di Kota bandung yang terus meningkat setiap tahunnya. Patra Jasa
memiliki kemampuan bersaing karena memiliki target pasar tersendiri dan
lokasinya yang strategis, didukung dengan kemampuan mencapai market share
sebesar 37% dan strategi pemasaran yang biasa dilakukan oleh Patra Jasa
menguatkan asumsi bahwa rencana optimasi aset lahan Samoja dengan
pembangunan hotel adalah layak dari segi aspek pasar dan pemasaran. Setelah
dinyatakan layak secara pasar dan pemasaran, maka langkah berikutnya adalah
melakukan analisis tingkat kelayakan terhadap aspek teknis dan teknologi.

4.2.3 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Teknis dan Teknologi


Analisis aspek teknis dan teknologi dilakukan untuk menjawab pertanyaan
apakah secara teknis bisnis hotel bintang 5 (lima) pada aset lahan Samoja dapat
dibangun dan dijalankan dengan baik. Analisis kelayakan aspek teknis dan
teknologi yang dilakukan meliputi analisis rencana lokasi bisnis, analisis layout

95
bangunan dan fasilitas, analisis kapasitas produksi, dan analisis kesiapan teknologi
(Suliyanto, 2010:249).
1. Analisis Rencana Lokasi Bisnis
Lahan berlokasi di jalan Samoja No. 17 Kelurahan Samoja, Kecamatan
Batununggal, Kota Bandung dan terletak pada koordinat 6o55’14,75 S dan
107o37’44,16 E.

Lokasi aset
lahan Samoja

Sumber: RTRW Kota Bandung 2011-2031


Gambar 4.10
Gambaran Lokasi Lahan
Daerah tersebut terletak di tengah-tengah kota Bandung, masuk ke dalam sub
wilayah kota (SWK) karees. Di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW)
Kota Bandung SWK tersebut ditetapkan sebagai kawasan strategis ekonomi.
Berikut adalah gambar peta lokasi aset lahan Samoja. Pada Gambar 4.10 dapat
dilihat aset lahan di jalan Samoja No. 17 tersebut sudah memiliki lokasi yang
tepat jika akan dibangun sebuah hotel. Kondisi ini juga didukung oleh
aksesibilitas yang baik dan mudah dijangkau (lihat pada lampiran 6).

96
2. Analisis Layout Bangunan dan Fasilitas
Perencanaan Bangunan Hotel dibangun berdasarkan ketentuan aspek legal
yang telah ditentukan. Kemudian untuk memberikan gambaran rinci mengenai
perencanaan bangunan hotel, peneliti juga menggunakan teori tentang
Panduan Sistem Bangunan Tinggi (Juwana, 2005).
Tabel 4.19
Perencanaan Bangunan Hotel
No Uraian Data Satuan
1 Luas Daerah Perencanaan 22.820 m2
2 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 66,6 %
3 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 3,5
4 Koefisien Dasar Hijau (KDH) 20 %
5 Maksimum Luas Lantai Dasar 15.204 m2
Total Luas Lantai (perlantai) yang
6 Boleh Digunakan 15.204 m2
Maksimum Tinggi Yang
7 35 m
Diperkenankan
8 Rencana Tinggi Yang Digunakan 32,5 m
9 Rencana Jumlah Lantai 6
10 Total Luas Bruto 79.870 m2
11 Rencana Luas Tiap Lantai 15.204 m2
12 Nisbah Luas Netto Hotel 50.318,1 m2
13 Rencana Total Jumlah Kamar 688 kamar
14 Luas Kamar Bruto 34.230 m2
Rencana Luas Area Komersial Dan
15 Fasilitas Penunjang 13.692 m2
16 Luas Lantai Poduktif 47.922 m2
17 Rencana Luas Lantai Non-produktif 31.948 m2
Koefisien Tapak Basement (100%
18 KDH) 4.564 m2
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)

Perencanaan bangunan hotel ini memiliki luas 22.820 m2, dengan KDB
sebesar 66,6%, KDH 20% dan KLB 3,5 maka luas lantai dasar maksimum
untuk hotel adalah sebesar 15.204 m2 dan total luas seluruh lantai sebesar 79.
870 m2. Adapun rincian perencanaan luasan lantai hotel dapat dilihat pada
lampiran 6 (enam). Ketinggian bangunan hotel yang direncanakan
menggunakan tinggi maksimum yaitu 32,5 m, dengan jumlah lantai sebanyak
6 lantai yang terdiri dari ketinggian setiap lantai adalah 5 m, kecuali lantai
dasar yaitu 7,5 m. Perencanaan awal bangunan hotel dapat dilihat pada tabel
4.19. Berdasarkan tabel 4.19 di atas. Dapat dilihat dengan luas lahan sebesar
22.820 m2, luas lantai dasar maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar

97
15.204 m2, luas lantai bangunan (luas bruto) sebesar 79.870 m2. Jumlah lantai
hotel direncanakan mempunyai 6 lantai dengan jumlah kamar hotel 668 unit
dengan luas kamar bruto sebesar dan 34.230 m2. Luas kamar bruto ini adalah
luas seluruh kamar ditambah sirkulasi horizontal dan vertikal dengan
prosentase masing-masing 10% dan 25% (Juwana, 2005:11). Selain itu,
rencana luas area komersial dan fasilitas penunjang direncanakan seluas
13.692 m2. Kedua luas tersebut (Luas kamar bruto & Luas Fasilitas
penunjang) merupakan luas produktif, yaitu area yang menghasilkan
pendapatan langsung. Sedangkan sisa luas lahan sebesar 31.948 m2
merupakan area non produktif atau biasa disebut back of the house (ruang
pengelola, fasilitas laundry, Houskeeping Department, Servis makanan dan
sayuran, ruang mekanikal dan elektrikal).
Dari total luas kamar bruto tersebut, direncanakan dibuat menjadi 668 kamar
dengan 5 (lima) tipe berbeda, yaitu standard, superior, deluxe, suite, dan
presidential suite. Sementara itu, untuk luas area komersial dan fasilitas
penunjang seluas 13.692 m2, direncanakan untuk fasilitas pendukung kegiatan
MICE, yaitu berupa Ballroom dan Meeting Room.

3. Analisis Kapasitas Produksi


Dalam menentukan jumlah kamar setiap tipe, penulis menggunakan data
pembanding, teori tentang pembangunan hotel menurut Juwana (2005), dan
teori tentang akomodasi perhotelan (Suwithi, 2008), selain itu digunakan pula
data pembanding, agar penentuan jumlah kamarnya bisa dibuktikan secara
matematis. Jumlah dari masing-masing tipe kamar yang akan disediakan dapat
dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20
Rencana Jumlah Kamar
No. Jenis Kamar Luas Per Kamar Jumlah Kamar
1 Standar Room 26 m2 634
2 Junior Suite 54 m2 40
3 Standar Suite 72 m2 10
4 Deluxe Suite 144 m2 2
5 Super Deluxe Suite 144 m2 1
6 Presidential Suite 216 m2 1
Total 688
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

98
Dengan jumlah kamar sebanyak 668 kamar dan 5 tipe kamar yang berbeda,
serta pelayanan yang akan diberikan, hotel ini direncanakan termasuk ke
dalam klasifikasi hotel bintang 5. Hotel yang jumlah kamarnya lebih atau
sama dengan 500 kamar termasuk ke dalam klasifikasi hotel bintang 5
(Juwana, 2005:11). Adapun rincian penentuan jumlah kamar dan jumlah
masing-masing tipe kamar dapat dilihat pada lampiran 6 (enam). Dari total
luas bangunan sebesar 79.870 m2, sebesar 34.230 m2 digunakan untuk kamar.
Sedangkan luas produk jasa penunjang adalah seluas 13.692 m2.
Tabel 4.21
Rencana Kapasitas Ruangan
No. Ruangan Luas
1 Ruang Usaha 1 592,84
2 Ruang Usaha 2 592,84
3 Ruang Usaha 3 497,99
4 Meeting Room 1 109,97
5 Meeting Room 2 109,97
6 Meeting Room 3 109,97
7 Balroom 1 8.763,12
8 Balroom 2 2.915,30
TOTAL 13.692,00
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

Area komersial dan fasilitas penunjang seluas 13.692 m2 digunakan untuk


ballroom , meeting room, dan ruang usaha yang dapat disewakan. Dengan
kapasitas jumlah kamar sebanyak 688 unit ditambah 8 unit produk jasa
penunjang, maka hotel yang direncanakan mampu menampung kenaikan
permintaan yang terjadi setiap tahunnya.
4. Analisis Kesiapan Teknologi
Kesiapan teknologi merupakan pemilihan jenis teknologi karena teknologi
yang tepat menjadikan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan
kualitas yang tinggi dan lebih efisien dalam produksi. Jika hotel yang
direncanakan untuk dibangun dalam rangka optimasi aset lahan Samoja,
diasumsikan akan dikerjasamakan dalam pembangunan dan pengelolaannya
dengan PT Patra Jasa, maka peneliti melakukan perbandingan teknologi
dengan hotel-hotel sejenis yang telah dikelola oleh Patra Jasa yaitu Patra Bali
Hotel dan Patra Semarang Hotel. Pada tabel 4.22 dapat dilihat kemampuan

99
teknologi dari hotel-hotel Patra Jasa yang sejenis dengan rencana kelayakan
hotel yang sedang dikaji.
Tabel 4.22
Perbandingan Kesiapan Teknologi
Teknologi yang digunakan
NO. Patra Semarang Hotel
Patra Bali Hotel (Bintang 5)
(Bintang 5)
1 Private Air Conditioning Private Air Conditioning
2 Cable Television 50 Cahnnels TV
3 IDD Telephone Line IDD Telephone Line
4 Internet Access Internet Acces
5 Tea and Coffe Maker Tea and Coffer Maker
6 Hairdryer
7 Fire Extinguisher
8 Double door locking system
9 WiFi
10 Private Refrigerator
11 DVD Player
Home theatre system with 48 inch television (Royal
12
Villas and President Suite Only)
Sumber: PT Patra Jasa (2012)
Dari tabel 4.22 dapat dilihat kesiapan teknologi dari Patra Jasa. Jika Patra Jasa
diasumsikan sebagi mitra kerjasama dalam optimasi aset lahan Samoja untuk
bisnis hotel, maka perlengkapan teknologinya sudah siap untuk memberikan
layanan dan kepuasan pada para tamu, sehingga dari segi kesiapan teknologi
rencana usaha bisnis hotel layak dijalankan.

5. Rekapitulasi Analisis Kelayakan Aspek Teknis dan Teknologi


Kesimpulan aspek teknis dan teknologi dilakukan dengan membandingkan
hasil analisis rencana lokasi bisnis, layout bangunan dan fasilitas, kapasitas
produksi serta kesiapan teknologi. Kelayakan mengenai aspek teknis dan
teknologi dari rencana investasi bisnis hotel di lahan Samoja dapat dilihat pada
tabel 4.23.

100
Tabel 4.23
Kelayakan Aspek Teknis dan Teknologi Bisnis Hotel di Lahan Samoja
Kelayakan
No. Aspek Penilaian Keterangan
Ya Tidak
Berada pada lokasi strategis di
1. Kondisi rencana lokasi bisnis √ tengah-tengah Kota Bandung
Sesuai dengan syarat teknis
2. Layout bangunan dan fasilitas √ bangunan yang ada dalam peraturan
688 unit kamar dan 8 ruang
3. Kapasitas produksi √ penunjang, Cukup untuk memenuhi
peningkatan okupansi
Disesuaikan dengan teknologi yang
4. Kesiapan teknologi √ digunakan Patra Jasa saat ini
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Berdasarkan data-data pada tabel 4.23, dapat dilihat bahwa rencana bisnis hotel
di lahan Samoja memiliki lokasi yang strategis dengan layout bangunan dan
fasilitas yang direncanakan sesuai dengan peraturan bangunan yang berlaku di
Kota Bandung. Berdasarkan hasil perhitungan direncanakan menghasilkan
kapasitas sebanyak 688 unit kamar dengan berbagai ukuran kamar hotel
bintang 5 (lima) dan 8 fasilitas penunjang. Kapasitas tersebut merupakan
jumlah unit kamar terbanyak jika dibandingkan dengan para pesaing sehingga
dengan kapasitas tersebut diharapkan mampu bersaing dan cukup untuk
memenuhi peningkatan okupansi. Sedangkan kesiapan teknologinya
diasumsikan sama dengan teknologi yang saat ini digunakan oleh Patra jasa.
Berdasarkan data dan analisis aspek teknis dan teknologi tersebut, maka
rencana usaha bisnis hotel dalam rangka optimasi aset lahan Samoja layak
secara teknis dan teknologi. Setelah dinyatakan layak dari segi aspek teknis dan
teknologi, maka langkah berikutnya adalah melakukan analisis terhadap tingkat
kelayakan aspek manajemen dan sumber daya manusia.

4.2.4 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Manajemen dan Sumber Daya
Manusia (SDM)
Analisis aspek manajemen dan SDM dilakukan untuk menjawab
pertanyaan apakah bisnis hotel bintang 5 (lima) yang akan dijalankan pada aset
lahan Samoja dapat dibangun sesuai dengan waktu yang direncanakan dan apakah
tersedia SDM yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis tersebut. Analisis

101
kelayakan aspek manajemen dan SDM yang dilakukan meliputi analisis
kompetensi tenaga kerja, analisis kemampuan memenuhi kebutuhan tenaga kerja
dan analisis rencana struktur organisasi (Suliyanto, 2010:249).
1. Analisis Kompetensi Tenaga Kerja
Besarnya proyeksi kebutuhan tenaga kerja tergantung pada proyeksi penjualan
yang diperoleh pada perhitungan aspek pasar dan kapasitas produksi yang
diperoleh dari perhitungan aspek teknis (Suliyanto, 2010:170). Berdasarkan
perhitungan teknis, maka didapat proyeksi kebutuhan tenaga kerja untuk
rencana usaha hotel yang akan dibangun adalah sebanyak 144 orang yang
terdiri dari 1 orang General Manager, 8 orang Manajer, 15 orang Supervisor
dan 120 karyawan. Jumlah proyeksi kebutuhan pegawai ini akan menjadi dasar
dalam penentuan biaya gaji pegawai pada aspek keuangan.

2. Analisis Kemampuan Memenuhi Kebutuhan Tenaga Kerja


Dalam melakukan analisis kemampuan memenuhi kebutuhan tenaga kerja,
diasumsikan pengelolaan hotel di lahan Samoja oleh Patra Jasa. PT Patra Jasa
telah berkecimpung di Industri Properti dan Perhotelan sejak tahun 1975.
Dengan demikian, dari segi sumber daya manusia Patra Jasa sudah
berpengalaman dan kompeten untuk menjalankan bisnis hotel. Hingga saat ini,
di tingkat manajemen, sesuai dengin Misi yang baru, pada tahun 2011 Patra
Jasa sudah memiliki 50 pekerja bersertifikat CPA (Certified Property Analyst)
yang dihasilkan dari program inhouse training. CPA ini ditujukan bagi para
profesional yang ingin mencapai karir puncak di bisnis hospitality and
property dengan mengasah kecakapan serta membangun kapabilitas
profesional dalam menganalisis properti secara praktis dan teoritis.
Pengembangan Pekerja melalui program pendidikan dan pelatihan juga
dilakukan dan dimonitor dengan salah satu kinerja Divisi SDM yaitu MHT
(man hour training) (Pertamina, 2012). Dengan demikian kemampuan
memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari segi pengelolaan dapat tertangani.

102
3. Analisis Rencana Struktur Organisasi
Optimasi aset lahan Samoja milik Pertamina ini, berdasarkan arah kebijakan
pengelolaan APU Pertamina, maka diasumsikan pelaksanaan optimasinya
dilakukan kerjasama usaha dengan PT Patra Jasa. Karena ini merupakan
sebuah kerjasama usaha, maka pengelolaan hotel yang direncanakan dikelola
oleh Patra Jasa, sehingga rencana struktur organisasinya pun mengikuti sesuai
dengan struktur organisasi Patra Jasa.
RUPS

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Ka. Sistem Pengadaan Intern Corporate Secretary

Direktur Keuangan Direktur


dan Umum Operasional
Ka. Div. Hotel
Ka. Div. SDM
Ka. Div. Property
Ka. Div. Finance Controller
Ka. Div. Pengembangan
Fungsi
Usaha
Budgeting
Fungsi Akuntansi

Ka. Div. Treasury

Fungsi Pajak
Fungsi Investasi
Fungsi Treasury

Sumber : PT Patra Jasa (2012)


Gambar 4.11
Struktur Organisasi Usaha

Pada gambar 4.11 dapat dilihat struktur organisasi yang akan digunakan dalam
usaha bisnis hotel jika diasumsikan Patra Jasa adalah mitra kerjasama yang
akan mengelola hotel tersebut. Seorang kepala divisi hotel bertanggung jawab
terhadap pengelolaan hotel-hotel yang dioperasikan oleh Patra Jasa.

103
4. Rekapitulasi Analisis Kelayakan Aspek Manajemen dan Sumber Daya
Manusia (SDM)
Kesimpulan aspek manajemen dan SDM didapat dengan menganalisis
kemampuan kebutuhan tenaga kerja, kemampuan memenuhi kebutuhan tenaga
kerja dan rencana struktur organisasi. Kelayakan mengenai aspek manajemen
dan SDM dari rencana investasi bisnis hotel di lahan Samoja dapat dilihat pada
tabel 4.24.
Tabel 4.24
Kelayakan Aspek Manajemen dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Bisnis Hotel di Lahan Samoja
Kelayakan
No. Aspek Penilaian Keterangan
Ya Tidak
1. Kompetensi Tenaga Kerja √
2. Kemampuan memenuhi kebutuhan tenaga kerja √
3. Rencana Struktur Organisasi √
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Pada tabel 4.24 dapat dilihat bahwa untuk mennyelenggarakan kegiatan
operasional hotel bintang 5 (lima) yang direncanakan, dibutuhkan pegawai
sebanyak 144 orang yang terdiri dari 1 orang General Manager, 8 orang
Manajer, 15 orang Supervisor dan 120 karyawan (Aurora, 2011:21) dan (Satiti,
2011:66). Jika dilihat dari sudut pandang perusahaan calon pengelola yaitu
Patra Jasa, maka kebutuhan tenaga kerja tersebut dapat terpenuhi dan rencana
struktur organisasi usahanya sesuai dengan struktur organisasi yang ada di
Patra Jasa.

4.2.5 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Lingkungan


Analisis aspek lingkungan dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah
lingkungan setempat (di Kota Bandung khususnya) sesuai dengan ide bisnis hotel
bintang 5 (lima) yang akan dijalankan pada aset lahan Samoja dan apakah manfaat
bisnis bagi lingkungan lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Analisis
kelayakan aspek lingkungan yang dilakukan meliputi analisis lingkungan
operasional, analisis lingkungan dekat dan analisis lingkungan jauh (Suliyanto,
2010:249).

104
1. Analisis Lingkungan Operasional
Lingkungan operasional merupakan lingkungan yang memiliki kaitan langsung
dengan aktivitas operasional perusahaan. Dengan kata lain, lingkungan
operasional merupakan lingkungan yang paling dekat dengan semua aktivitas
perusahaan (Suliyanto, 2010:47). Perkembangan pembangunan jumlah hotel
berbintang di Indonesia selama tahun 2004 sampai tahun 2009 didominasi oleh
pembangunan hotel bintang tiga dengan rata–rata pertumbuhan 5,6%,
sedangkan perkembangan seluruh hotel berbintang selama 5 tahun terakhir
rata – rata mencapai 3,24%. Pertumbuhan hotel-hotel berbintang di Indonesia
dapat dilihat pada tabel 4.25 (KJPP Yanuar Bey dan Rekan, 2010:22).
Tabel 4.25.
Perkembangan Hotel Nasional (2004-2009)

Sumber: KJPP Yanuar Bey dan Rekan (2010:22)


Meningkatnya jumlah hotel berbintang diikuti pula dengan meningkatnya
tingkat hunian, dimana secara keseluruhan hotel berbintang selama tahun 5
tahun terakhir meningkat rata-rata 1,54% per tahun, sedangkan dilihat dari rata
-rata tingginya tingkat hunian didominasi oleh hotel berbintang di Kalimantan
Tengah sebesar 62,74%, DKI Jakarta sebesar 52,65% dan Bali 51,98%,(KJPP
Yanuar Bey dan Rekan, 2010:23). Adapun data pertumbuhan tingkat hunian
hotel nasional dapat dilihat pada lampiran 6 (enam).

2. Analisis Lingkungan Dekat


Secara keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung
ke Indonesia pada Desember 2010 mencapai 644.221 orang, mengalami
kenaikan sebesar 3,01 persen dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya.
Begitu pula, jika dibanding. November 2010, jumlah wisman Desember 2010

105
mengalami peningkatan sebesar 11,43 persen. Jumlah wisman yang datang
melalui 19 pintu masuk utama pada Desember 2010 mengalami kenaikan 3,31
persen dibanding Desember 2009 yaitu dari 573.150 orang menjadi 592.122
orang (KJPP Yanuar Bey dan Rekan, 2010:28).
Secara keseluruhan jumlah wisman yang datang ke Indonesia pada tahun 2010
mencapai 7,00 juta orang atau meningkat 10,74 persen jika dibanding wisman
tahun 2009 sebesar 6,32 juta. Selanjutnya berdasarkan penelitian terhadap
wisman yang akan meninggalkan Indonesia (Passenger Exit Survey-PES) yang
dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menunjukkan bahwa
rata-rata lama tinggal wisman di Indonesia pada tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 4,55 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 7,69
hari menjadi 8,04 hari. Peningkatan lama tinggal ini berdampak pada rata-rata
pengeluaran mereka per kunjungan yang juga mengalami kenaikan 9,02
persen, yaitu dari US$995,93 menjadi US$1.085,75. Begitu juga dengan rata-
rata pengeluaran mereka per hari mengalami kenaikan sebesar 4,20 persen,
yaitu dari US$129,57 pada tahun 2009 menjadi US$135,01 pada tahun
2010(KJPP Yanuar Bey dan Rekan, 2010:28).
Tabel 4.26
Profil Wisman Tahun 2009 dan 2010

Sumber: KJPP Yanuar Bey dan Rekan (2010:28)


Perkiraan penerimaan devisa pariwisata pada tahun 2011 mencapai US$7,6
miliar atau naik 20,63 persen jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang
mencapai US$6,3 miliar. Kenaikan ini disebabkan meningkatnya pengeluaran
wisman per kunjungan (KJPP Yanuar Bey dan Rekan, 2010:28). Selanjutnya
bila dilihat menurut klasifikasi hotel, TPK hotel tertinggi terjadi pada hotel

106
bintang 3 yaitu mencapai 56,21 persen, sedangkan TPK hotel terendah terjadi
pada hotel bintang 1 yang hanya mencapai 46,55 persen.
Tabel 4.27
Okupansi Menurut klasifikasi Bintang di 17 Provinsi di Indonesia

Sumber: KJPP Yanuar Bey dan Rekan (2010:29)


Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel berbintang di 17
provinsi di Indonesia pada Desember 2010 mencapai 1,99 hari, naik 0,03 hari
jika dibandingrata-rata lama menginap tamu Desember 2009, dan naik 0,08
hari jika dibanding November 2010. Secara keseluruhan, rata-rata lama
menginap tamu asing pada Desember 2010 lebih tinggi dibanding tamu
Indonesia yaitu masing-masing 3,08 hari dan 1,73 hari, dan ini terjadi hampir
di seluruh provinsi DTW, kecuali Provinsi Sulawesi Tengah (KJPP Yanuar
Bey dan Rekan, 2010:29).
Jika dirinci menurut provinsi, tercatat rata-rata lama menginap tamu yang
tertinggi pada Desember 2010 terjadi di Provinsi Bali yaitu 3,94 hari, diikuti
oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 2,76 hari. Sedangkan rata-rata lama
menginap tamu yang terendah terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu 1,24
hari. Untuk tamu asing, rata-rata lama menginap tertinggi terjadi di Provinsi
Lampung sebesar 4,32 hari, diikuti Provinsi Bali sebesar 4,20 hari, dan Riau
4,12 hari. Sedangkan rata-rata lama menginap tamu asing terendah terjadi di
Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 1,00 hari. Sementara itu untuk tamu
Indonesia, rata-rata lama menginap tertinggi terjadi di Provinsi Bali sebesar
3,33 hari, dan terendah terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 1,24 hari.
(KJPP Yanuar Bey dan Rekan, 2010:30).

107
Tabel 4.28
Rata-rata Lama Menginap Tamu Asing dan Indonesia pada Hotel
Berbintang di 17 Provinsi di Indonesia

Sumber: KJPP Yanuar Bey dan Rekan (2010:30)

3. Analisis Lingkungan Jauh


Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar
harga berlaku pada Triwulan I-2012 mencapai Rp1.972,4 triliun, sedangkan
PDB atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp632,8 triliun. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan I-2012 dibandingkan triwulan IV-2011, yang
diukur dari kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 1,4
persen (q-to-q). Pertumbuhan ini didukung oleh Sektor Pertanian, Peternakan,
Kehutanan, dan Perikanan, Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan,
dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan
oleh Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,9
persen karena adanya musim panen tanaman padi pada triwulan I-2012 (BPS,
2012).
PDB Indonesia pada triwulan I-2012 dibandingkan triwulan yang sama tahun
2011 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,3 persen. Pertumbuhan ini
didukung oleh semua sektor, dimana pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh

108
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 10,3 persen. Dari sisi
pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2012
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2011 didukung oleh kenaikan
Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 9,9 persen, Komponen
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 5,9 persen, dan Komponen
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 4,9 persen. Demikian halnya
dengan Komponen Ekspor Barang dan Jasa juga mengalami peningkatan
sebesar 7,8 persen, sedangkan Komponen Impor Barang dan Jasa naik 8,2
persen (BPS, 2012).
Pada triwulan I-2012 dibandingkan dengan triwulan IV-2011, hanya
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga secara riil meningkat
sebesar 0,5 persen. Sedangkan komponenkomponen lainnya mengalami
penurunan, seperti Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah turun
sebesar 45,1 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto turun
sebesar 4,8 persen, Komponen Ekspor Barang dan Jasa turun sebesar 7,2
persen, dan Komponen Impor Barang dan Jasa juga turun sebesar 6,2 persen.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan I-2012 masih
didominasi oleh (BPS, 2012).
Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap
Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 57,5 persen, diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 23,6 persen, Pulau Kalimantan 9,8 persen, Pulau Sulawesi
4,5 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,4 persen, dan kontribusi terkecil berasal
kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua, yakni sebesar 2,2 persen (BPS,
2012).

4. Rekapitulasi Analisis Kelayakan Aspek Lingkungan


Kesimpulan aspek lingkungan didapat dengan menganalisis lingkungan
operasional, lingkungan dekat dan lingkungan jauh. Kelayakan aspek
lingkungan dapat dilihat pada tabel 4.29.

109
Tabel 4.29
Kelayakan Aspek Lingkungan Bisnis Hotel di Lahan Samoja
Kelayakan
No. Aspek Penilaian Keterangan
Ya Tidak
1. Lingkungan operasi √
2. Lingkungan dekat √
3. Lingkungan Jauh √
Sumber: Hasil olah data peneliti (2012)
Kelayakan berdasarkan aspek lingkungan didapat dari hasil analisis
lingkungan operasi yang menyatakan bahwa meningkatnya jumlah hotel
berbintang diikuti pula dengan meningkatnya tingkat hunian, dimana secara
keseluruhan hotel berbintang selama 5 tahun terakhir meningkat rata-rata
1,54% per tahun. Dari lingkungan dekat dapat dinyatakan bahwa rata-rata
lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel berbintang di 17 provinsi
di Indonesia pada Desember 2010 mencapai 1,99 hari, naik 0,03 hari jika
dibandingrata-rata lama menginap tamu Desember 2009, dan naik 0,08 hari
jika dibanding November 2010. Sedangkan dari lingkungan jauh ditandai
dengan adanya pertumbuhan ekonomi sebesar 1,4 persen (q-to-q).
Pertumbuhan ini didukung oleh Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan, Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan, dan Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi. Dengan dengan kondisi lingkungan yang
cenderung positif tersebut, maka rencana investasi hotel ini layak dari segi
aspek lingkungan.

4.2.6 Data dan Analisis Kelayakan Aspek Finansial


Analisis aspek keuangan dilakukan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana kesiapan permodalan yang akan digunakan untuk menjalankan bisnis
hotel bintang 5 (lima) pada aset lahan Samoja dan apakah bisnis tersebut dapat
memberikan tingkat pengembalian yang menguntungkan. Analisis kelayakan
aspek finansial yang dilakukan meliputi analisis kebutuhan investasi, analisis,
analisis biaya operasional, dan analisis rasio kelayakan keuangan (Suliyanto,
2010:249).

110
1. Analisis Kebutuhan Investasi
Perencanaan biaya investasi yang diperlukan dalam perencanaan bangunan ini
diperhitungkan dengan melakukan pendekatan (perencanaan biaya secara
kasar). Untuk memberikan gambaran biaya yang harus dikeluarkan untuk
pembangunan hotel ini. Karena pada penelitian ini tidak direncanakan desain
detail konstruksi bangunannya. Adapun rencana biaya-biaya investasi yang
dipertimbangkan menurut Juwana (2005:279) adalah sebagai berikut:
a. Biaya Bangunan
Menurut Juwana (2005:271), dalam memperhitungkan biaya bangunan
untuk harga dasar bangunan hotel bintang 5 permeter persegi adalah US$
275-325 $. Harga dasar bangunan tersebut lalu dikonversi ke mata uang
rupiah pertanggal 8 Februari 2012 sebesar Rp 9.000,- per US$, sehingga
harga dasar bangunan menjadi Rp 2.475.000–Rp 2.925.000. Maka dengan
pertimbangan bahwa hotel bintang 5 adalah hotel dengan klasifikasi paling
mewah, harga bangunan untuk lantai dasar hotel bintang 5 direncanakan
sebesar Rp 2.925.000 per m2. Sedangkan untuk biaya lantai selanjutnya,
dikalikan dengan koefisien faktor ketinggian lantai (Juwana, 2005:272).
Setiap menambah jumlah lantai, faktor perkalian tinggi lantai pun berbeda.
Misal untuk memperhitungkan lantai selanjutnya yaitu lantai dua, maka
harus dikalikan dengan faktor ketinggian lantai 1.090 (Juwana, 2005:272).
Sehingga harga per meter persegi menjadi sebesar Rp2.925.000 x 1.090 =
Rp 3.188.250. Adapun ketentuan faktor perkalian tinggi lantai dapat dilihat
pada tabel 4.30
Tabel 4.30
Faktor Perkalian Tinggi Lantai Terhadap Biaya Bangunan Hotel
Uraian Volume Unit Biaya (Rp) Harga Total (Rp)
Basement 4.564 m² 4.387.500 10.012.275.000
Lantai 1 15.204 m² 2.925.000 44.471.700.000
Lantai 2 15.204 m² 3.188.250 48.474.153.000
Lantai 3 15.204 m² 3.276.000 49.808.304.000
Lantai 4 15.204 m² 3.319.875 50.475.379.500
Lantai 5 15.204 m² 3.398.850 51.676.115.400
Lantai 6 3.801 m² 3.501.225 13.308.156.225
Total Biaya Bangunan 268.226.083.125
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

111
b. Biaya Peralatan Tetap
Dari rentang bobot biaya peralatan tetap mutu menengah antara 10%-15%
(Juwana, 2005:279), peneliti menentukan bobot untuk pembangunan hotel
ini sebesar 15% dari total biaya bangunan karena bangunan ini direncanakan
untuk hotel bintang 5.
c. Biaya Pengembangan Tapak
Biaya pengembangan tapak untuk membangun hotel ini digunakan bobot
sebesar 5% dari total biaya bangunan (Juwana, 2005:280). Biaya
pengembangan tapak dimaksudkan untuk persiapan lahan seperti
perparkiran, jalan, lingkungan, selasar tempat pejalan kaki, pagar, utilitas di
dalam pekarangan, utilitas di luar pagar, saluran air hujan, pertanaman,
penerangan luar, hingga pembongkaran bangunan yang direncanakan akan
dibongkar.
d. Biaya Tanah
Biaya tanah didasarkan pada harga tanah di mana lokaso objek penelitian
berada. Harga tanah tersebut berdasarkan hasil penilaian PT Ujatek tahun
2003 adalah sebesar Rp39.120.174.000 atau Rp1.714.293 per meter nya.
e. Jasa Profesi
Biaya jasa profesi untuk membangun hotel ini ditetapkan sebesar 6% dari
biaya konstruksi (Juwana, 2005:279).
f. Biaya Peralatan Bergerak
Biaya peralatan bergerak untuk membangun hotel ini ditetapkan sebesar
20% dari biaya konstruksi (Juwana, 2005:280).
g. Biaya Administrasi
Biaya administrasi dalam pembangunan hotel ini ditetapkan sebesar 5% dari
biaya konstruksi (Juwana, 2005:279).
h. Biaya Lain-lain
Biaya lain-lain pembangunan hotel ini ditentukan sebesar 15% dari biaya
konstruksi (Juwana, 2005:280). Adapun Rincian perencanaan kebutuhan
investasi awal pembangunan hotel, dapat dilihata pada tabel 4.31 berikut ini.

112
Tabel 4.31
Biaya Investasi Hotel
Uraian Volume Unit Biaya (Rp) Harga Total (Rp)
a. Biaya Bangunan
Basement 4.564 m² 4.387.500 10.012.275.000
Lantai 1 15.204 m² 2.925.000 4.471.700.000
Lantai 2 15.204 m² 3.188.250 48.474.153.000
Lantai 3 15.204 m² 3.276.000 49.808.304.000
Lantai 4 15.204 m² 3.319.875 50.475.379.500
Lantai 5 15.204 m² 3.398.850 51.676.115.400
Lantai 6 3.801 m² 3.501.225 13.308.156.225
Total Biaya Bangunan 268.226.083.125
b. Biaya Peralatan Tetap 10% x Rp 268.226.083.125 40.233.912.469
c. Biaya Pengembangan Tapak 5% x Rp 268.226.083.125 13.411.304.156
d. Biaya Konstruksi a+b+c 321.871.299.750
e. Biaya Tanah 22820 m² x Rp 1.714.293 39.120.174.000
f. Biaya Jasa Profesi 6% x Rp 321.871.299.750 19.312.277.985
g. Biaya Peralatan Bergerak 20 % x Rp 268.226.083.125 53.645.216.625
h. Biaya Administrasi 5% x Rp 321.871.299.750 16.093.564.988
i. Biaya lain-lain 15% x Rp 321.871.299.750 48.280.694.963
J. Biaya Investasi d+e+f+g+h+i 498.323.228.310
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

Pada tabel 4.31 dapat dilihat bahwa total biaya investasi hotel adalah sebesar Rp
498.323.228.310,- yang meliputi biaya bangunan, biaya peralatan tetap, biaya
pengembangan tapak, biaya konstruksi, biaya tanah, biaya jasa profesi, biaya
perlatan bergerak, biaya administrasi dan biaya lain-lain.

2. Analisis Biaya Operasional


Biaya operasional nantinya akan digunakan dalam memperhitungkan
pendapatan bersih yang dimana pendapatan kotor dikurangi dengan biaya
operasional. Biaya operasional terdiri dari penggunaan air, listrik, dan gaji
pegawai.
a. Penggunaan Air
Biaya air dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih setiap hari.
Menurut Juwana (2005:197), kebutuhan air per hari sebuah hotel bisa
dihitung per m2 luas bangunan, yaitu 30 liter per m2 nya. Dengan tarif air
PDAM Tirta Wening Kota Bandung sebesar 25.000/m3 dan jika dikonversi
ke dalam liter maka harganya Rp25,- per liter, maka biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan kebutuhan air per tahun adalah Rp21.564.900.000 Rincian
mengenai biaya air bisa dilihat pada tabel 4.32.

113
Tabel 4.32
Rincian Biaya Air
Kebutuhan Total
Luas Tarif per Biaya Air Per
per hari/m2 Kebutuhan Air
(m2) liter (Rp) Hari (Rp)
(Liter) Perhari (Liter)
30 Liter 79.870 25 2.396.100 59.902.500
Kebutuhan Per Bulan 71.883.000 1.797.075.000
Kebutuhan Per Tuhan 862.596.000 21.564.900.000
Sumber: Olah data peneliti (2012)
b. Penggunaan Listrik
Kebutuhan listrik dalam pelayanan hotel cukup besar. Biaya listrik
dikeluarkan untuk kebutuhan listrik bagi kegiatan operasional hotel.
Kebutuhan energi listrik rata-rata selama satu tahun telah ditetapkan sebesar
307 kwh/m2 (Juwana, 2005:246). Tarif listrik untuk hotel adalah Rincian
biaya kebutuhan energi listrik selama satu tahun bisa dilihat pada tabel 4.33.
Tabel 4.33
Rincian Biaya Listrik
Konsumsi energi
rata-rata per tahun Tarif (Rp) Luas (m2) Biaya Per Tahun (Rp)
(kwh/m2)
307 790 79.870 19.370.871.100
Sumber: Olah data peneliti (2012)
c. Gaji Pegawai
Biaya gaji dikeluarkan untuk membayar gaji para pegawai yang melakukan
kegiatan operasional hotel. Pegawai hotel ini terdiri dari 1 General Manager,
8 Manajer, 15 Supervisor, dan 120 staff (Aurora, 2011:21) dan (Satiti,
2011:66). Rincian mengenai biaya gaji pegawai hotel bisa dilihat pada tabel
4.34.
Tabel 4.34
Rincian Biaya Gaji Pegawai
Uraian Gaji Jumlah Total Gaji
General Manager 18.000.000,00 1 18.000.000,00
Manager 10.000.000,00 8 80.000.000,00
Supervisor 3.000.000,00 15 45.000.000,00
Staff 2.000.000,00 120 240.000.000,00
Biaya Per Bulan 383.000.000,00
Biaya Per Tahun 4.596.000.000,00
Sumber: Olah data peneliti (2012)
d. Biaya Peralatan dan Pemeliharaan
Biaya Pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara
gedung dan fasilitas lainnya. Menurut Juwana (2005:280), biaya

114
pemeliharaan adalah 3,5% dari total pendapatan kotor. Dengan prosentase
tersebut maka biaya peralatan dan pemeliharaan untuk hotel adalah sebesar
Rp21.564.900.000.
e. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk-
produk yang ditawarkan hotel. Menurut Hutomo (2010:42), biaya
pemasaran adalah sebesar 0,5% dari biaya investasi awal. Dengan
prosentase sebesar itu, maka biaya pemasaran per tahun adalah
Rp2.491.616.141,55,-.
f. Beban Pokok Penjualan
Beban pokok penjualan dalam kegiatan operasi hotel terdir dari beban
pokok penjualan sewa kamar kamar, makanan dan minuman, serta sewa
ballroom dan meeting room. Berdasarkan data pembanding, beban pokok
penjualan sewa kamar 15%, makanan dan minuman 30%, dan sewa
ballroom dan meeting room sebesar 10% dari masing-masing pendapatan.
Rincian mengenai beban pokok penjualan produk-produk hotel tersebut bisa
dilihat pada tabel 4.35
Tabel 4.35
Rincian Beban Pokok Penjualan
Beban Pokok
Uraian Bobot Pendapatan
Penjualan Per Tahun
Kamar 15% 162.637.442.448 24.395.616.367
Makanan dan
30% 115.722.795.588 4.716.838.676
Minuman
Ballroom dan Meeting
10% 23.900.491.143 2.390.049.114
Room
Sumber: Hasil Olah data peneliti (2012)
Dari tabel 4.35 tentang rincian pokok penjualan, dapat dilihat dari
pendapatan kamar pertahun sebesar Rp162.637.442.448, pendapatan dari
penjualan makanan dan minuman sebesar Rp115.722.795.588, dan
pendapatan sewa ruang sebesar Rp23.900-.491.143. Maka didapat beban
pokok penjualan pertahun untuk kamar sebesar Rp24.395.616.367, makanan
dan minuman sebesar Rp4.716.838.676, dan ruang sewa sebesar
Rp2.390.049.114

115
g. Beban Penyusutan
Biaya penyusutan adalah berkurangnya umur ekonomis bangunan yang
dinyatakan ke dalam satuan uang karena nilai manfaat bangunan menurun
(Sari, 2009). Pada bangunan hotel ini digunakan metode penyusutan garis
lurus. Dengan umur ekonomis bangunan 50 tahun dan prosentase nilai
residu setelah 50 tahun adalah 10% atau senilai Rp49.832.322.831 maka
biaya penyusutan bangunan hotel per tahun adalah Rp8.969.818.109,58
h. Beban Pajak
Biaya pajak adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak kepada
pemerintah atas penghasilkan yang didapat selama satu tahun. Tarif pajak
penghasilan yang digunakan adalah tarif berdasarkan UU No 17 Tahun
2000. Tarif pajak untuk wajib pajak badan usaha dalam negeri dapat dilihat
pada tabel 4.36.
Tabel 4.36
Tarif Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 10%
Di atas Rp 50.000.000 sd Rp
15%
100.000.000
Di atas Rp 100.000.000 30%
Sumber: UU No 17 Tahun 2000
3. Analisis Pendapatan Kotor
Pendapatan kotor direncanakan berasal dari penyewaan kamar hotel, ballroom,
dan meeting room. dan ruang usaha yang dapat disewakan serta dari service
charge. Dimana service charge ditetapkan 25%-30% dari harga sewa (Juwana,
2005:281). Berdasarkan data-data occupancy dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Bandung (Lampiran 6) diperoleh prosentase rata-rata tingkat
occupancy hotel di kota Bandung tahun 2003-2010 sebesar 38%. Angka
prosentase tersebut didapat dengan menghitung rata-rata tingkat occupancy per
bulan, kemudian peertahun, setelah itu diambil rata-rata tingkat occupancy
pertahunnya dalam bentuk prosentase. Perincian pendapatan dari sewa kamar
hotel, sewa ruang hotel dan service charge dapat dilihat pada tabel 4.37, tabel
4.38 dan tabel 4.39

116
Tabel 4.37
Rincian Pendapatan Sewa Kamar Hotel
Jumlah
Tarif Jml.
Kamar Pendapa-
Jenis Sewa Kmr. Pendapatan Pendapatan
(Occu- tan per
Kamar Kamar (Kapa per Bulan Pertahun
pancy Hari (Rp)
(Rp) -sitas)
38%)
Standar
1.200.000 634 240,92 289.104.000 8.673.120.000 104.077.440.000
Room
Junior
2.529.600 40 15,20 38.449.920 1.153.497.600 13.841.971.200
Suite
Standar
3.111.833 10 3,80 11.824.966 354.749.000 4.256.988.000
Suite
Deluxe
3.880.600 2 0,76 2.949.256 88.477.680 1.061.732.160
Suite
Super
Deluxe 4.900.750 1 0,38 1.862.285 55.868.550 670.422.600
Suite
Presiden
8.751.250 1 0,38 3.325.475 99.764.250 1.197.171.000
tial Suite
Total 688 261,44 347.515.902 10.425.477.080 125.105.724.960
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

Berdasarkan tabel 4.37, didapat pendapatan hotel sebelum service charge


sebesar Rp347.515.902,67,- per hari , Rp10.425.477.080,- per bulan dan
Rp125.105.724.960,- pertahunnya. Total pendapatan ini belum termasuk
service charge. Berikut ini dapat dilihat pada tabel 4.38 mengenai rincian
pendapat sewa ruang hotel.
Tabel 4.38
Rincian Pendapatan Sewa Ruang Hotel
Pendapatan Pendapatan
Luas Satuan Occupancy
Ruangan Tarif (Rp) Perbulan Per Tahun
(m2) Harga Rate
(Rp) (Rp)
R.Usaha 1 592,84 2.886.676 perhari 100% 86.600.286 1.039.203.426
R.Usaha 2 592,84 2.969.153 perhari 100% 89.074.579 1.068.894.953
R.Usaha 3 497,99 2.490.789 perhari 100% 74.723.675 896.684.099
R. Meeting 1 109,97 1.649.529 perhari 93% 45.823.923 549.887.070
R. Meeting 2 109,97 1.649.529 perhari 93% 45.823.923 549.887.070
R. Meeting 3 109,97 1.649.529 perhari 93% 45.823.923 549.887.070
Balroom 1 8.763,12 43.712.525 perhari 93% 1.214.333.947 14.572.007.359
Balroom 2 2.915,30 14.020.999 perhari 93% 389.503.341 4.674.040.096
TOTAL 13.692 1.991.707.595 23.900.491.143
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)
Berdasarkan tabel 4.38, didapat pendapatan sewa ruang sebesar
Rp1.991.707.595,- per bulan dan Rp23.900.491.143,- pertahunnya.
Pendapatan tersebut didapat dengan asumsi terhadap occupancy untuk ruang
usaha sebesar 100% dan untuk ballroom dan ruang meeting sebesar 93%.

117
Asumsi mengenai occupancy tersebut rinciannya dapat dilihat pada lampiran 6
(enam).
Tabel 4.39
Service Charge Kamar Hotel
Tarif Sewa
Tarif Sewa Service Charge
No. Jenis Kamar Setelah Service
Kamar (Rp) 30% (Rp)
Charge (Rp)
1 Standar Room 1.200.000 360.000 1.560.000
2 Junior Suite 2.529.600 758.880 3.288.480
3 Standar Suite 3.111.833 933.550 4.045.383
4 Deluxe Suite 3.880.600 1.164.180 5.044.780
5 Super Deluxe Suite 4.900.750 1.470.225 6.370.975
6 Presidential Suite 8.751.250 2.625.375 11.376.625
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)
Tarif sewa kamar setelah dikenakan service charge akan naik sebesar 30% dari
harga awalnya dan tarif sewa kamar setelah ditambahkan service charge dapat
dilihat pada tabel 4.39. Penetapan service charge pada tarif sewa hotel ini
dimaksudkan membayar biaya operasioanal dan pemeliharaan/perawatan
bangunan (Juwana, 2005:281). Sedangkan pada tabel 4.40 dapat dilihat
pendapatan hotel yaitu sebesar Rp15.544.827.799,- per bulan, maka, dalam 1
tahun didapat pendapatan hotel sebesar Rp186.537.933.591,-.
Tabel 4.40
Rincian Total Pendapatan Hotel
Jumlah Harga +
Kamar Luas Service Pendapatan Pendapatan Per
Uraian
(Occupan (m2) Charge Perbulan (Rp) Tahun (Rp)
cy 38%) (Rp)
Standar Room 240,92 1.560.000 11.275.056.000 135.300.672.000
Junior Suite 15,20 3.288.480 1.499.546.880 17.994.562.560
Standar Suite 3,80 4.045.383 461.173.700 5.534.084.400
Deluxe Suite 0,76 5.044.780 115.020.984 1.380.251.808
Super Deluxe Suite 0,38 6.370.975 72.629.115 871.549.380
Presidential Suite 0,38 11.376.625 129.693.525 1.556.322.300
ruang usaha 1 592,84 2.886.676 86.600.286 1.039.203.426
ruang usaha 2 592,84 2.969.153 89.074.579 1.068.894.953
ruang usaha 3 497,99 2.490.789 74.723.675 896.684.099
meeting room 1 109,97 1.649.529 45.823.923 549.887.070
meeting room 2 109,97 1.649.529 45.823.923 549.887.070
meeting room 3 109,97 1.649.529 45.823.923 549.887.070
Balroom 1 8.763,12 43.712.525 1.214.333.947 14.572.007.359
Balroom 2 2.915,30 14.020.999 389.503.341 4.674.040.096
TOTAL 15.544.827.799 186.537.933.591
Sumber: Olah Data Peneliti (2012)

Dari tabel 4.40 di atas dapat dilihat, setelah tarif sewa kamar ditambah
dengan service charge sebesar 30% dan dengan tingkat occupancy sebesar

118
38% maka pendapatn hotel perbulan adalah sebesar Rp15.544.827.799 dan
pendapatan pertahunnya adalah sebesar Rp186.537.933.591.

4. Kesimpulan Analisis Kelayakan Keuangan


Proyeksi arus kas (Cash Flow) hotel selama 30 tahun bisa dilihat pada lampiran
8 (delapan). Dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia padatanggal 9
Februari 2012 yaitu sebesar 5,75%, diperoleh faktor-faktor kelayakan
keuangan, seperti dapat dilihat pada tabel 4.41. sedangkan rincian perhitungan
cashflow dapat dilihat pada lampiran 8 (delapan).
Tabel 4.41
5
Faktor Kelayakan Keuangan Hotel
Indikator Nilai
NOI 182.155.712.259
PP 4 Tahun 1,3 Bulan
NPV 1.150.211.224.694
IRR 24%
ROI 37%

Sumber: Olah data peneliti (2012)


Dari tabel diatas bisa dilihat hotel memiliki NOI sebesar Rp182.155.712.259,
Payback Periode selama 4 tahun 1,3 bulan, NPV sebesar
Rp1.150.211.224.694, IRR sebesar 24%, dan ROI sebesar 37%, sehingga
pengembangan lahan di Samoja untuk dibangun hotel layak secara keuangan.
Setelah didapat kelayakan investasi pada rencana bisnis hotel dalam rangka
optimasi lahan Samoja, langkah terakhir adalah menentukan jenis kerjasama
usahanya.

4.3 Analisis Cashflow Pemilihan Alternatif Kerjasama Usaha yang Paling


Ekonomis
Optimasi aset lahan Samoja dikerjasamausahakan karena hotel bukanlah
bisnis inti dari Pertamina selaku pemilik aset. Sehingga kerjasama yang dipilih
adalah kerjasama usaha bukan kerjasama operasi. Adapun pilihan jenis alternatif
kerjasama usaha yang tesedia adalah kerjasama Bangun Guna Serah (Build
Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna Milik (Build Operate and
Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) dan Bangun

119
Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT). Dalam penelitian ini, alternatif-
alternatif tersebut dibandingkan dengan menggunakan analisis cashflow untuk
mendapatkan alternatif kerjasama usaha yang paling ekonomis yaitu kerjasama
dengan kriteria highest revenue dan reduction cost. Berdasarkan paparan tersebut,
diasumsikan bahwa pemilihan kerjasama tersebut dilakukan hanya dengan melihat
berapa harga/biaya baik (dapat berupa uang atau barang/aset berwujud) yang
harus dikeluarkan oleh Pertamina dan berapa pendapatan (dapat berupa uang atau
barang/aset berwujud) yang akan didapat oleh Pertamina.

4.3.1 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun Guna Serah


(Build Operate and Transfer/BOT)
Kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT) adalah
kerjasama pendayagunaan aktiva tetap/aset perusahaan oleh mitra kerjasama
dengan cara mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu tertentu, untuk
selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya
diserahkan kembali ke perusahaan oleh mitra kerjasama setelah berakhirnya
jangka waktu kerjasama yang telah disepakati (Pertamina, 2010).
Berdasarkan definisi tersebut, diasumsikan investasi awal pembangunan
hotel sebesar Rp 498.323.228.310,- yang terdiri dari tanah senilai Rp
39.120.174.000,- dan sisanya adalah bangunan beserta fasilitasnya senilai Rp.
459.203.054.300,-. Untuk tanah berasal dari Pertamina selaku pemilik lahan,
sedangkan bangunan dan pengembangannya ditanggung oleh mitra kerjasama
(Patra Jasa). Dari investasi awal senilai Rp 498.323.228.310,- tersebut, Pertamina
hanya mengeluarkan biaya senilai harga tanah, sehingga dalam kerjasama BOT
prosentase modalnya 7,8% berasal dari Pertamina, dan sisanya 92,2% berasal dari
Patra Jasa. Dengan biaya tersebut Patra Jasa membangun hotel di atas lahan
Samoja, kemudian mendayagunakannya sebagai hotel dimana biaya operasional,
pemeliharaan serta pendapatannya dikelola oleh Patra Jasa, di akhir masa konsesi
seluruh lahan beserta bangunan dan fasilitasnya diserahkan dan menjadi milik
Pertamina.

120
Tabel 4.42
Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama BOT
Biaya
7,8503613% x Rp 498.323.228.310,- Rp. 39.120.174.000
Pendapatan Bagi Hasil
Rp 9.518.965.511,- x 30 Rp 285.568.965.300
Bangunan Hotel
Nilai Awal Rp 459.203.054.300
Penyusutan (30 Tahun) (Rp 269.094.543.287)
Total Pendapatan Rp 475,676.876.400
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Dengan demikian biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang akan
didapat oleh Pertamina dalam kerjasama BOT dengan masa konsesi 30 tahun
dapat dilihat pada tabel 4.42. sedangkan perhitungan rinci dan cashflow nya dapat
dilihat pada lampiran 8 (delapan). Pada tabel 4.42 dapat dilihat, dalam kerjasama
BOT yang diasumsikan dengan masa konsesi 30 tahun (PMK No. 96 Tahun
2007), biaya yang harus dikeluarkan oleh Pertamina adalah sebesar Rp
39.120.174.000,- dan total pendapatan yang akan diperoleh sebesar Rp.
475.676.876.400,- yang terdiri dari pendapatan bagi hasil dan nilai bangunan
setelah 30 tahun.

4.3.2 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun Guna Milik


(Build Operate and Owned/BOO)
Bangun Guna Milik (Build Operate and Owned/BOO) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap/aset perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara
mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya, kemudian bangunan dan
atau sarana dan fasilitasnya diserahkan/dihibahkan kepada perusahaan untuk
selanjutnya didayagunakan oleh mitra kerjasama tersebut untuk jangka waktu
tertentu (Pertamina, 2010). Berdasarkan definisi tersebut, diasumsikan investasi
awal pembangunan hotel sebesar Rp 498.323.228.310,- dengan proporsi modal
yang sama dengan kerjasama BOT. Dengan biaya tersebut Patra Jasa membangun
hotel di atas lahan Samoja, setelah masa konstruksinya selesai seluruh lahan
beserta bangunan dan fasilitasnya langsung dihibahkan ke Pertamina, kemudian
Patra Jasa mendayagunakannya sebagai hotel selama 30 tahun (PMK No. 96

121
Tahun 2007) dimana biaya operasional, pemeliharaan serta pendapatannya
dikelola oleh Patra Jasa.
Tabel 4.43
Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama BOO
Biaya
7,8503613% x Rp 498.323.228.310,- Rp. 39.120.174.000
Pendapatan
Nilai Awal Bangunan Rp 459.203.054.300
Penyusutan (30 Tahun) (Rp 269.094.543.287)
Total Pendapatan Rp 190.108.511.023
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Pada tabel 4.43 dapat dilihat, dalam kerjasama BOO yang diasumsikan
dengan masa konsesi 30 tahun, biaya yang harus dikeluarkan oleh Pertamina
adalah sebesar Rp 39.120.174.000,- dan total pendapatan sebenarnya yang akan
diperoleh oleh Pertamina adalah sebesar Rp. 190.108.511.023,-. Walaupun pada
saat selesai dibangun dan langsung dihibahkan nilai bangunannya sebesar Rp
459.203.054.300,-, namun Pertamina harus memberikan kompensasi kepada Patra
Jasa untuk mengelola hotel tersebut selama masa konsesi 30 tahun. Akan tetapi
status kepemilikan hotel tersebut dari mulai lahan dan bangunan beserta seluruh
fasilitasnya dari sejak awal menjadi milik Pertamina sepenuhnya.

4.3.3 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun Milik Sewa


(Build Owned and Rent/BOR)
Bangun Milik Sewa (Build Owned and Rent/BOR) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama, dimana mitra
kerjasama mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian
setelah selesai dibangun oleh mitra kerjasama maka bangunan dan atau sarana dan
fasilitasnya langsung diserahkan kepada perusahaan dimana mitra kerjasama
memiliki opsi untuk menyewa bangunan dan atau fasilitasnya (Pertamina, 2010).
Berdasarkan definisi tersebut, diasumsikan investasi awal pembangunan
hotel sebesar Rp 498.323.228.310,- dengan proporsi modal yang sama dengan
kerjasama BOT dan BOO. Dengan biaya tersebut Patra Jasa membangun hotel di
atas lahan Samoja, setelah masa konstruksinya selesai seluruh lahan beserta
bangunan dan fasilitasnya langsung diserahkan ke Pertamina, kemudian Patra Jasa

122
berhak menyewa aset tersebut sesuai dengan nilai investasi yang telah
dikeluarkan. Perhitungan tarif sewanya disesuaikan dengan ketentuan PMK. No.
96 Tahun 2007. Setelah didapat tarif sewa yang sesuai, nilai investasi Patra Jasa
dibagi dengan tarif sewa pertahun, maka didapat jangka waktu sewa yang menjadi
hak bagi Patra Jasa. Dalam kerjasama BOR pun, biaya operasional,
pemeliharaan serta pendapatannya dikelola oleh Patra Jasa. Dengan demikian
besaran biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang akan didapat oleh
Pertamina dalam kerjasama BOR dapat dilihat pada tabel 4.44.
Tabel 4.44
Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama BOR
Biaya
7,8503613% x Rp 498.323.228.310,- Rp. 39.120.174.000
Pendapatan
Nilai Awal Bangunan Rp 459.203.054.300
Penyusutan (24 Tahun) (Rp 215.507.064.489)
Total Pendapatan Rp 243.695.989.821
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Pada tabel 4.44 dapat dilihat, dalam kerjasama BOR yang diasumsikan
dengan masa konsesi 24 tahun (hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 8),
biaya yang harus dikeluarkan oleh Pertamina adalah sebesar Rp 39.120.174.000,-
dan total pendapatan yang akan diperoleh Pertamina adalah sebesar Rp.
243.695.989.821,-.

4.3.4 Analisis Cashflow Pada Alternatif Kerjasama Bangun Sewa Serah


(Build Rent and Transfer/BRT)
Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) adalah kerjasama
pendayagunaan aktiva tetap perusahaan oleh mitra kerjasama dengan cara
mendirikan bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya yang kemudian setelah
selesai dibangun, bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya langsung diserahkan
oleh mitra kerjasama kepada perusahaan untuk dioperasikan dengan menyewakan
kepada mitra kerjasama, dimana kompensasi perusahaan kepada mitra kerjasama
adalah membayar biaya investasi yang telah dikeluarkan dan setelah habis masa
sewa maka bangunan dan atau sarana dan fasilitasnya menjadi milik perusahaan
(Pertamina, 2010). Berdasarkan definisi tersebut, diasumsikan investasi awal

123
pembangunan hotel sebesar Rp 498.323.228.310,- ditanggung semuanya oleh
Pertamina. Patra Jasa membangun hotel di atas lahan Samoja tersebut, setelah
masa konstruksinya selesai seluruh lahan beserta bangunan dan fasilitasnya
langsung diserahkan ke Pertamina, kemudian Pertamina mengganti/membayar
biaya konstruksi kepada Patra Jasa. Selanjutnya Patra Jasa mendayagunakannya
sebagai hotel selama 30 tahun (PMK No. 96 Tahun 2007) dengan cara sewa ke
Pertamina dimana biaya operasional, pemeliharaan serta pendapatannya dikelola
oleh Patra Jasa. Dengan demikian besaran biaya yang harus dikeluarkan dan
pendapatan yang akan didapat oleh Pertamina dalam kerjasama BRT dapat dilihat
pada tabel 4.45.
Tabel 4.45
Proporsi Pendapatan dan Biaya Bagi Pertamina dalam Kerjasama BRT
Biaya
Tanah Rp 39.120.174.000
Bangunan dan Fasilitas Rp 459.203.054.300
Total Biaya Rp 498.323.228.310
Pendapatan
Pendapatan Sewa Rp 573.387.403.679
Nilai Awal Bangunan Rp 459.203.054.300
Penyusutan (30 Tahun) (Rp 269.094.543.287)
Total Pendapatan Rp 763.495.914.692
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Pada tabel 4.45 dapat dilihat, dalam kerjasama BOO yang diasumsikan
dengan masa konsesi 30 tahun dalam bentuk sewa, total biaya yang harus
dikeluarkan oleh Pertamina adalah sebesar Rp 498.323.228.310 yang meliputi
biaya Tanah senilai Rp 39.120.174.000,- dan bangunan beserta fasilitasnya senilai
Rp. 459.203.054.300,- . Sedangkan total pendapatan yang akan diperoleh oleh
Pertamina adalah sebesar Rp. 763.495.914.692,- yang terdiri dari pendapatan
sewa sebesar Rp 573.387.403679,- dan nilai sisa bangunan sebesar Rp
190.108.511.000,-. Untuk perhitungan tarif dan pendapatan sewa dapat dilihat
pada lampiran 8 (delapan).

4.3.5 Hasil Perbandingan Analisis Cashflow dari Semua Alternatif


Perbandingan analisis cashflow dari semua alternatif kerjasama dilakukan
untuk mengetahui kerjasama manakah yang memenuhi kriteria kerjasama
ekonomis yaitu highest revenue dan reduction cost. Highest revenue artinya

124
kerjasama yang menghasilkan pendapatan tertinggi bagi Pertamina, sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan Pertamina. Sedangkan reduction
cost adalah biaya yang dikeluarkan Pertamina diupayakan paling rendah berarti
diusahakan dengan menggunakan dana, daya, fasilitas yang sekecil-kecilnya untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria tersebut dipersyaratkan dalam SK Direktorat
Umum Asset Management No.Kpts-35/C00000/2010-S0 bahwa tujuan optimasi
aset (APU) Pertamina adalah meningkatkan nilai ekonomi APU, menghasilkan
dan meningkatkan pendapatan atas APU, meningkatkan status kepemilikan serta
penguasaan APU, mengurangi beban biaya perusahaan dan menyediakan layanan
properti kepada perusahaan. Pada tabel 4.46 dapat dilihat perbandingan biaya dan
pendapatan dari masing-masing alternatif.
Tabel 4.46
Perbandingan Biaya dan Pendapatan dari Masing-Masing Alternatif yang
Disesuaikan dengan Kebijakan Optimasi Aset (APU) Pertamina
No. Alternatif Kerjasama Total Biaya Total Pendapatan Keterangan
1 BOT Rp. 39.120.174.000 Rp 475.676.876.400 Ekonomis
2 BOO Rp. 39.120.174.000 Rp 190.108.511.023
3 BOR Rp. 39.120.174.000 Rp 243.695.989.821
4 BRT Rp. 39.120.174.000 Rp 265.172.686.382
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Pada tabel 4.46 dapat dilihat bahwa semua alternatif kerjasama memerlukan biaya
yang sama senilai Rp 39.120.174.000,- . sedangkan proyeksi pendapatannya,
kerjasama BOT akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 475.676.876.400,-.
Kerjasama BOO akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 190.108.511.023,-.
Kerjasama BOR akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 234.695.989.821,-.
Kerjasama BRT sebenarnya memerlukan biaya sebesar Rp 498.323.228.310 dan
akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 763.495.914.692,-. Namun di dalam
SK Direktorat Umum Asset Management No.Kpts-35/C00000/2010-S0
disebutkan bahwa optimasi aset diusahakan menggunakan dana, daya dan fasilitas
sekecil-kecilnya. Berdasarkan peraturan tersebut, apabila kerjasama BRT
dilakukan, maka biaya bangunan beserta fasilitas senilai Rp. 459.203.054.300,-
akan dibebankan pada pendapatan sewa. Sehingga dalam kerjasama BRT, biaya

125
yang dikeluarkan menjadi Rp 39.120.174.000,- dan pendapatan yang akan
diterima adalah sebesar Rp Rp 265.172.686.382,-. Berdasarkan perbandingan
pada tabel 4.45, dapat dilihat bahwa kerjasama yang paling ekonomis adalah
kerjasama BOT dengan tingkat biaya sebesar Rp 39.120.174.000,- dan proyeksi
pendapatan sebesar Rp 475.676.876.400,-.

4.4 Rekapitulasi Hasil Analisis


Dalam rangka optimasi aset lahan Samoja, maka dilakukan analisis
kelayakan investasi yang meliputi kajian HBU dan analisis kelayakan bisnis,
selanjutnya dilakukan kajian pemilihan alternatif kerjasama usahanya. Penjelasan
mengenai kajian HBU lahan Samoja dilakukan untuk menjawab rumusan masalah
pertama dalam penelitian ini. Analisis kelayakan bisnis dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah kedua dalam penelitian ini. Sedangkan untuk
menjawab rumusan masalah ketiga dilakukan kajian pemilihan alternatif
kerjasama usaha yang paling ekonomis dengan mengggunakan analisis terhadap
cashflow. Berdasarkan hasil kajian HBU nya yang meliputi analisis terhadap
aspek legal aset, aspek fisik aset, aspek finansial dan aspek produktivitas
maksimal, diketahui bahwa penggunaan tertinggi dan terbaik bagi aset lahan
Samoja adalah pengembangan berupa hotel. Hasil kajian HBU ini menjadi sebuah
ide bisnis yang kemudian perlu diuji kelayakan bisnisnya.
Analisis kelayakan bisnis dilakukan pada pengembangan tertinggi dan
terbaik yang telah terpilih. Berdasarkan analisis kelayakan bisnis yanga meliputi
analisis tingkat kelayakan aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik
dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM), aspek
lingkungan dan aspek finansial, dapat diketahui bahwa rencana usaha hotel pada
aset lahan Samoja layak untuk dijalankan. Setelah ide bisnis tersebut dinyatakan
layak, maka pemilihan bentuk kerjasama usahanya dilakukan dengan
menggunakan analisis terhadap cashflow.
Kerjasama usaha yang paling ekonomis bagi perusahaan dengan kriteria
highest revenue dan reduction cost adalah alternatif kerjasama usaha yang akan
dipilih. Untuk itu dilakukan pemilihan bentuk kerjasama usaha yang terdiri dari

126
kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT), Bangun Guna
Milik (Build Operate and Owned/BOO), Bangun Milik Sewa (Build Owned and
Rent/BOR) dan Bangun Sewa Serah (Build Rent and Transfer/BRT) dengan
menggunakan cashflow analysis. Berdasarkan analisis cashflow terhadap masing-
masing alternatif kerjasama usaha dinyatakan bahwa kerjasama usaha yang paling
ekonomis adalah kerjasama bangun guna serah (build operate and transfer/BOT).
Tabel 4.47
Rekapitulasi Hasil Analisis
Variabel Sub Variabel Indikator Hasil Analisis
1. Kelayakan 1.1 Highest and 1.1.1 Aspek Legal Penggunaan
Investasi Best Use 1.1.2 Aspek Fisik tertinggi dan terbaik
pada aset (HBU) 1.1.3 Aspek Finansial bagi lahan Samoja
lahan 1.1.4 Aspek Produktivitas adalah
Maksimal pengembangan
berupa hotel
1.2 Kelayakan 1.2.1 Aspek Hukum
Bisnis 1.2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran
Rencana bisnis
1.2.3 Aspek Teknis dan Teknologi
hotel dalam rangka
1.2.4 Aspek Manajemen dan
optimasi lahan
Sumber Daya Manusia
Samoja layak
(SDM)
dijalankan
1.2.5 Aspek Lingkungan
1.2.6 Aspek Finansial
2. Kerjasama 2.1 Tingkat Biaya 2.1.1 Biaya Terendah Alternatif
Usaha kerjasama yang
Ekonomis paling ekonomis
2.2 Tingkat 2.2.1 Pendapatan Tertinggi adalah bangun guna
Pendapatan serah (build operate
and transfer/bot)
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2012)
Pada tabel 4.47, dapat dilihat bahwa penelitian ini terdiri dari dua variabel
yaitu kelayakan investasi pada aset lahan dan kerjasama usaha ekonomis. Dalam
penelitian ini, kedua variabel tersebut dirumuskan kedalam 3 (tiga) rumusan
masalah penelitian yang telah dijelaskan di atas. Hasil analisis menunjukan bahwa
penggunaan tertinggi dan terbaik aset lahan Samoja adalah pengembangan berupa
hotel. Analisis terhadap kelayakan bisnis usaha hotel pada aset lahan Samoja
menyatakan bahwa rencana bisnis tersebut layak untuk dijalankan. Sedangkan
berdasarkan analisis cashflow terhadap masing-masing alternatif kerjasama usaha
dinyatakan bahwa kerjasama usaha yang paling ekonomis adalah kerjasama
bangun guna serah (build operate and transfer/BOT).

127
4.5 Implikasi Manajerial
Setelah dilakukannya penelitian mengenai kelayakan investasi dan
kerjasama usaha optimasi aset lahan Samoja, diharapakan pihak Pertamina
khususnya fungsi Asset Management selalu mengutamakan kegunaan tertinggi
dan terbaik dari setiap aset yang akan dioptimasikan. Untuk kedepannya, alur
kerangka berpikir penyelesaian masalah dalam penelitian ini dapat menjadi contoh
dalam melakukan optimasi aset-aset penunjang usaha yang lainnya. Berdasarkan
kajian keilmuan (literatur) Manajemen Aset dan didukung oleh Permen BUMN
No. 6 Tahun 2011 serta Peraturan Optimasi Aset Pertamina sendiri, dapat ditarik
pemahaman terhadap proses optimasi aset. Bahwa dalam melakukan optimasi
aset, alur yang baik adalah memulainya dengan melakukan kajian highest and best
use untuk mendapatkan solusi pengembangan yang paling tepat. Kemudian
dilakukan studi kelayakan bisnis terhadap solusi pengembangan yang merupakan
sebuah ide bisnis. Selanjutnya melakukan kajian untuk memilih jenis alternatif
kerjasama usaja yang paling ekonomis.
Berdasarkan paparan tersebut, Pihak Pertamina dapat mengaplikasikan
alur proses optimasi aset tersebut dalam kegiatan optimasi aset-aset lainnya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sumber daya manusia (SDM) yang
bertugas mengelola aset perlu memiliki kompetensi dan memahami keilmuan
Manajemen Aset yang aplikatif, analisis HBU dan studi kelayakan bisnis secara
komprehensif. Agar pelaksanaan optimasi aset dapat berjalan sesuai target dan
rencana Perusahaan dalam memaksimalkan nilai (value) dari aset-aset yang
dimilikinya.

128
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data-data dapat ditarik


3 (tiga) kesimpulan, sebagai berikut:
1. Solusi pengembangan yang paling tepat berdasarkan hasil kajian highest and
best use (HBU) pada aset lahan Samoja yang meliputi aspek legal, aspek fisik,
aspek finansial dan aspek produktivitas maksimal adalah pengembangan
berupa hotel.
2. Berdasarkan analisis kelayakan bisnis terhadap rencana usaha hotel yang
meliputi tingkat kelayakan aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia (SDM),
aspek lingkungan serta aspek finansial, dinyatakan bahwa investasi bisnis hotel
untuk optimasi aset lahan Samoja layak dijalankan.
3. Jenis kerjasama usaha yang paling ekonmis dengan kriteria highest revenue
dan reduction cost adalah kerja sama bangun guna serah (build operate
transfer/BOT)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka secara akademis peneliti


menyarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian dan merujuk pada SK Direktorat Umum Asset
Management No.Kpts-35/C00000/2010-S0 Tentang Optimalisasi Aset
Penunjang Usaha (APU), PT Pertamina (Persero) disarankan untuk tetap
menerapkan prinsip penggunaan tertinggi dan terbaik dalam setiap pelaksanaan
optimasi aset. Pada saat akan melakukan kajian penggunaan tertinggi dan
terbaik pada suatu aset lahan dan/atau bangunan, sebaiknya pemilihan
alternatif-alternatif pengembangan yang akan dikaji disesuaikan terlebih
dahulu antara regulasi pemerintah (zoning kawasan) dan arah kebijakan
129
pengelolaan aset perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar pilihan alternatif-
alternatif pengembangan yang akan dikaji lebih fokus dan meupakan alternatif
pengembangan yang potensial untuk dilakukan kajian penggunaan tertinggi
dan terbaik sesuai tahapan yang baik dan benar. Adapun tahapan kajian
penggunaan tertinggi dan terbaik dalam rangka optimasi aset yang baik dan
benar secara berurutan adalah meliputi kajian tingkat kelayakan aspek legal
aset, kajian tingkat kelayakan aspek fisik aset, kajian tingkat kelayakan aspek
finansial dan kajian tingkat kelayakan aspek produktivitas maksimal.
2. Selain merujuk kepada peraturan di atas, dalam melakukan optimasi APU,
sebaiknya Pertamina juga merujuk pada Peraturan Menteri BUMN No. 6
Tahun 2011 Tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap BUMN yang
menyatakan bahwa sebelum melakukan kerjasama optimasi aset, akan lebih
baik jika dilakukan suatu studi kelayakan bisnis yang komprehensif. Kelayakan
investasi pada suatu bisnis sebaiknya dilakukan pada semua aspek yang terkait
secara komprehensif (holistic approach) agar keputusan bisnis yang dibuat
adalah keputusan yang tepat dan didukung oleh semua aspek yang terkait.
Investasi pada suatu bisnis yang layak dengan pendekatan holistik harus
memenuhi 6 (kriteria) yang meliputi kelayakan aspek hukum, aspek pasar dan
pemasaran, aspek finansial, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan
sumber daya manusia (SDM) serta aspek lingkungan. Melalui analisis
kelayakan investasi, dapat diketahui layak atau tidaknya suatu bisnis yang akan
dijalankan. Untuk penelitian berikutnya, peneliti menyarankan agar analisis
potensi pasar sebagai salah aspek kelayakan bisnis, sebaiknya lebih diperdalam
lagi.
3. Setelah diketahui kelayakan investasi dari suatu rencana optimasi aset, maka
sesuai dengan SK Direktorat Umum Asset Management No.Kpts-
35/C00000/2010-S0 Tentang Optimalisasi Aset Penunjang Usaha (APU), PT
Pertamina (Persero) disarankan untuk tetap memprioritaskan anak perusahaan
sebagai mitra kerjasama dalam melakukan optimasi aset, sehingga tujuan
utama optimasi aset untuk menjaga, mengamankan serta meningkatkan nilai
(value) dari aset tersebut dapat dicapai.
130
DAFTAR PUSTAKA

Alimansyah. (2007). Alternatif Kerjasama Investasi Pembangunan Instalasi


Pengolahan Air PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin. Program Magister
Bidang Keahlian Manajemen Aset, Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh
November
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Aurora, Rachma Prima. (2011). Analisis Teknis dan Finansial Proyek
Pembangunan Apartemen Ciputra World. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
Bey, Yanuar dan rekan. (2011). Studi Kelayakan Proyek Pembangunan POP
HARRIS Hotel Manado oleh PT Karsa Citra Unggul (KCU). Manado: KJPP
Yanuar Bey dan Rekan.
BI-Rate. Penjelasan BI Rate Sebagai Suku Bunga Acuan.
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/Penjelasan+BI+Rate/. Diunduh
tanggal 9 Februari 2012.
Budiarto, Teguh. (2008). Dasar Pemasaran: Edisi Revisi. Jakarta: Gunadarma.
Campbell, John D. Jardin, Andrew K.S. and McGlynn, Joel. (2011). Asset
Management Excellence: Optimizing Equipment Life Cycle Decisions 2nd
Ed. USA: Taylor and Francis Group, LLC.
Ekonomi Kompasiana. Ekonomis, Efektif, Efisien.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/03/17/ekonomis-efektif-efisien/.
Diunduh tanggal 26 Juni 2012, pukul 22.07 WIB.
Haming, M. dan Basalamah, S. (2010). Studi Kelayakan Investasi Proyek dan
Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
Hastings, Nicholas A.J. (2010). Physical Asset Management. Springer: Australia
Hidayati, Wahyu; Budi Harjanto. (2003). Konsep Dasar Penilaian Properti.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Hutomo, Prio (2011). Penetapan Harga Jual Unit Apartemen Bersubsidi Puncak
Permai di Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.
Jaya, Nyoman Martha. (2008). Analisa Perbandingan Kerjasama Proyek Antara
Sistem BOT dan Turn Key: Studi Kasus Proyek Multy Investment PT.
(Persero) Pos Indonesia. Jurnal Teknik Sipil Vo. 12, No.1, Januari 2008.
Universitas Udayana.
Juwana, Jimmy S. (2005). Panduan Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga
Kementerian BUMN Republik Indonesia. (2010). Master Plan BUMN Tahun 2010-
2014. Jakarta: Kementerian BUMN Republik Indonesia.
131
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2010). BUMN Incorporated Sebuah
Wacana Menuju Indonesia Baru. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik
Indonesia.
MAPPI. (2007). Standar Penilaian Indonesia. Jakarta: MAPPI.
Mardiyanto, Handono. (2009). Inti Sari Manajemen Keuangan. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Marlina, Endy (2008). Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta:
Andi.
Mintarsyah, Hasril (2012). Analisis Penggunaan Tertingi dan Terbaik Pada Lahan
Bekas Terminal Sungaliat di Kabupaten Bangka. Program Magister Bidang
Keahlian Manajemen Aset, Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November
Mitchell, J.S. and Friends. (2007). Physical Asset Management Handbook 4th Ed.
USA: Clarison Technical Publisher.
Mitchell, J.S. and Carlson, J. (2001). “Equipment asset management – what are the
real requirements?”. Reliability Magazine. October, pp. 4-14.
Moeljono, Djokosantoso. (2006). Reinvensi BUMN: Empat Strategi Membangun
BUMN Kelas Dunia. Jakarta: Gramedia.
Nadiasa, Mayun. Diputra, I Gede Astawa. Yansen, I Wayan (2006). Analisis
Investasi Pembangunan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana di
Kabupaten Badung. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 10, No. 2, Juli 2006.
Universitas Udayana Denpasar.
Nadiasa, Mayun. Maya, D.N.K. Widnyana. Norken, I.N (2010). Analisis Investasi
Pengembangan Potensi Pariwisata Pada Pembangunan Waduk Jehem di
Kabupaten Bangli. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 14, No. 2, Juli 2010.
Universitas Udayana Denpasar.
Negara, Kartika Puspa. Indryani, Retno. Dan Adihardjo, Rianto B. (2010). Analisa
Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Pada Lahan Eks. Terminal Gadang di
Kota Malang. Program Magister Bidang Keahlian Manajemen Proyek
Konstruksi, Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh November.
Nugraha, Febrian. (2012). Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik Aset Lahan
dan Bangunan PT Pertamina (Persero) Area JBB di Samoja Bandung.
Bandung: Politeknik Negeri Bandung.
Pemerintah Daerah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah No 16 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2011-2031. Bandung:
Pemerintah Daerah Kota Bandung.
Porter, M. E. (2008). On Competition, Updated and Expanded Edition. Boston:
Harvard Business School Press.

132
Prijatno. Robby. (2010). Highest and Best Use Analysis. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada
PT Pertamina (Persero). Profil Pertamina. Diambil 1 September 2011, dari
http://www.pertamina.com/index.php/home/read/profil_pertamina\
PT Pertamina (Persero). Mengubah Budaya Kerja dengan Tata Nilai Smile. Diambil
29 Juli 2012 dari http://www.pertamina.com/index.php/detail/view/pertamina-
news_/8972/mengubah-budaya-kerja-dengan-tata-nilai-smile
PT Pertamina (Persero) (Mei, 2009). Pola Baru Kelola Aset. Warta Pertamina,
halaman 5 sampai halaman 7.
PT Pertamina (Persero) (15 Maret, 2010, No. 11). Dari Asrama Setara dengan Hotel
Bintang Empat Plus. Media Pertamina, halaman 2.
PT Pertamina (Persero) (27 September, 2010, No. 39). Patra Jasa Bertransformasi.
Media Pertamina, halaman 2.
Rifai, Muhammad Fitrah (2010). Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kosong di
Koridor Jalan Basuki Rahmat Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November.
Santosa, Budi. (2008). Manajemen Proyek, Konsep Dan Implementasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sari, Fitria Kartika. (2009). Evaluasi Proyek Perhotelan Berdasarkan Aspek
Ekonomi Teknik (Studi Kasus Quality Hotel Solo). Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.
Satiti, Retno. (2011). Analisis Highest And Best Use Pada Lahan Trillium Office
And Residence Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh November.
Sekaran, Uma. (2006). Research Method for Business: Metodologi Penelitian untuk
Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siahaan. Tio S. (2007). Penatausahaan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan.
Jakarta: Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan dan
Pelatihan PUSDIKLAT Keuangan Umum.
Siregar, Doli D. (2004). Manajemen Aset. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
SK Direktorat Umum Asset Management Nomor Kpts-35/C00000/2010-S0 Tentang
Optimalisasi Aset Penunjang Usaha. Direktorat Asset Management PT
Pertamina (Persero) (2010). Jakarta: PT Pertamina (Persero).
Sugiama, A Gima. (2011). Eco Tourism: Pengembangan Pariwisata Berbasis
Konservasi Alam. Bandung: Guardaya Intimarta
Sugiama, A Gima. (2008). Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Bandung:
Guardaya Intimarta
133
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulastiyono, Agus (2008). Manajemen Penyelenggaraan Hotel: Seri Manajemen
Usaha Jasa Sarana Pariwisata dan Akomodasi. Bandung: Alfabeta.
Suliyanto. (2010). Studi Kelayakan Bisnis:Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Andi.
Sunarto, dan kawan-kawan. (2007). Ekonomi Makro. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan.
Supardi, Untung; Heri Basuki Rudianto; Mohammad Luthfi Amirul Mukminin.
(2010). Penilaian & Properti Tinjauan Konsep Prosedur Teknik. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Suparjanto. (2008). Konsep Dasar Penilaian. Jakarta: Departemen Keuangan
Republik Indonesia Badan Pendidikan dan Pelatihan PUSDIKLAT Keuangan
Umum.
Supriyanto, Heru. (2011). Penilaian Properti Tujuan PBB. Jakarta: PT Indeks.
Universitas Padjadjaran. (2010). Modul Studi Kelayakan Bisnis Pada Hotel dan
Jasa Pariwisata. Bandung: Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran.
Warsika, Putu Dharma (2009). Studi Kelayakan Investasi Bisnis Properti (Studi
Kasus: Caiater Riung Rangga). Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 13, No.1,
Januarai 2009. Universitas Udayana Denpasar.
Wasiso, Budy Purnomo. (2008). Peningkatan Daya Tarik Investasi Rumah Susun
Sederhana Sewa dengan Skema Build Operate Transfer Menggunakan
Simulasi Monte Carlo. Program Studi Teknik Sipil, Pascasarjana Bidang Ilmu
Teknik: Universitas Indonesia.
Zainuddin, Rokhmat (2011). Model Pendanaan Kemitraan Pengelolaan Kawasan
Wisata Telaga Sarangan Magetan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November.

134
Lampiran 1
Perizinan Penelitian
Pernyataan Revisi Tugas Akhir (TA)
Berdasarkan berita acara sidang ujian Tugas Akhir (TA) dengan keterangan sebagai berikut:

Nama : Febrian Nugraha Rosyadi


NIM : 08754013
Program Studi : Manajemen Aset
Judul TA : Analisis Kelayakan Investasi dan Kerjasama Usaha Optimasi Aset Lahan
Samoja PT Pertamina
Diharuskan untuk melaksanakan perbaikan/revisi Tugas Akhir sebagai berikut:
No. Revisi Keterangan
1. Beberapa sumber belum 1.1 Penulisan sumber Husnan dan Suswantoro dalam Zainuddin
dicantumkan dalam daftar (2011:19) pada halaman 6, 7 dan 9, telah ditambahkan dalam daftar
pustaka. pustakan pada halaman 134.
1.2 Penulisan sumber Wasiso (2008:23) pada halaman 32, telah
ditambahkan dalam daftar pustaka pada halaman 134.
1.3 Penulisan sumber Budiarto (2008:51) pada halaman 85, telah
ditambahkan dalam daftar pustaka pada halaman 131.
1.4 Penulisan sumber Aurora (2011:21) pada halaman 104 dan 114,
telah ditambahkan dalam daftar pustaka pada halaman 131.
2. Saran harus disajikan lebih 2.1 Telah ditambahkan pada halaman 129-130.
teknis dan operasional.
3. Semua kutipan harus 3.1 Penulisan kutipan yang dimaksud telah diperbaiki pada halaman 1,
mencantumkan nama penulis, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 30, 31, 32,
tahun terbit dan halaman serta 33, 34, 35, 36, 37, 43, 46, 51, 54, 56, 71, 73, 77, 78, 83, 85, 86, 87,
recek bab II dengan daftar 89, 90, 92, 93, 94, 95, 96, 98, 99, 100, , 102, 103, 104, 105, 106,
pustakan dan cara 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116 dan 118.
pengutipannya.
4. Lengkapi struktur organisasi hal 4.1 Telah ditambahkan pada halaman 103
103.
5. Tabel 4.24 pada halaman 104, 5.1 Telah ditambahkan pada halaman 104
rekapitulasi perlu penjelasan 5.2 Telah diperbaiki menjadi kompetensi tenaga kerja, pada tabel 4.24
dan kelayakan untuk masing- halaman 104.
masing aspek serta ubah
kesalahan pengetikan pada baris
dan kolom pertama.

Tugas Akhir ini telah selesai diperbaiki sesuai dengan berita acara sidang Ujian Tugas Akhir
tanggal 11 Juli 2012 dan telah mendapat persetujuan dari dosen pembimbing.

Bandung, Juli 2012


Menyetujui:
Pembimbing

Dr. A. Gima Sugiama, S.E, M.P.


NIP.19610916 199003 1 001
~
I~ PERTAMINA

SURAT KETERANGAN
No. Ket- 009/100100/2012-S8

Yang bertanda tangan di bawah ini, Vice President Asset Management PT Pertamina (Persero),
merekomendasikan mahasiswa dari Program Sarjana Sains Terapan (DIY) Manajemen Aset,
Politeknik Negeri Bandung untuk melakukan Kajian Studi Kelayakan (Feasibility Study) dalam
rangka optimalisasi aset penunjang usaha (APU), atas nama sebagai berikut:

No. Nama NIM Tema Kaiian


Studi Kelayakan (Feasibility Study) Lahan dan
1. Febrian Nugraha Rosyadi 08754013 Bangunan di Jalan Samoja No.17 Desa
Samoja, Batununggal-Bandung
Studi Kelayakan (Feasibility Study) Ex. Depot
2. Nida Fauzia . 08754020 Sukabumi di Jalan Otto Iskandardinata, Desa
Tipar, Kota Sukabumi

Kami menunggu segera hasil kajian Studi Kelayakan (Feasibility Study) tersebut pada tanggal
31 Juli 2012 untuk dijadikan infonnasi dan referensi sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan
dalam melakukan optimalisasi aset penunjang usaha (APU).

Demikian surat keterangan ini dibuat, harap mahasiswa yang bersangkutan dapat melakukan kajian
<,
terse but dengan baik dan tepat waktu.

Jak~ 18 Juni 2012


Direktorat Umum

Kantor Pusat
Jalan Medan Merdeka Timur 1A
Jakarta 10110 Indonesia
T +62 21381 5111,381 6111
F +62 21 3843882,3846865
www.pertamina.com

SU 00612006
Lampiran 2
Pertanyaan
Wawancara dan
Rincian Permohonan
Data
Lampiran 3
Dokumen Legal
Tanah
Lampiran 4 dan 5
Peta Rencana Tata
Ruang Kota Bandung
Zoning Kawasan Samoja
di Wilayah Karees
Lampiran 6
Perhitungan
Pengembangan Hotel
Perhitungan Persyaratan Teknis Bangunan Hotel Berdasakan Aspek Legal
Dik:  LDP = 22.820 m2 Sisi belakang (142 m)
 Frontage = 142 m
 Depth = 147 m b 4m
 GSB sisi depan = 10 m Sisi Kanan
 GSB sisi belakang = 4 m diasumsikan
 GSB sisi kiri = 4m Sisi
d =147 m – 10 m -4 m /dianggap
kanan c
 GSB sisi kanan = 4m = 133 m sama lurus
(147 m) 4m 4m
 KDB = 70% dengan sisi
 KDH = 20% kiri (147 m)
 KLB = 3,5
a10 m
Maka: Luas a = 142 m x 10 m = 1.420 m2
Luas b = 142 m x 4 m = 568 m2 Sisi depan (142 m)
Luas c = 133 m x 4 m = 532 m2
Luas d = 133 m x 4 m = 532 m2 4) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Total Luas GSB = 3.052 m2

KDH = 20% x Luas Daerah Perencanaan (LDP)


(20%) = 20% x 22.820 m2 Ltotal = 22.820 m2 x 3,5
= 4.564 m2 = 79.870 m2
Dari keseluruhan Luas Daerah Perencanaa Jadi Luas Total Bangunan (Ltotal) untuk Hotel
(LDP), seluas 4.654 m2 atau 20% nya harus adalah sebesar 79.870 m2
digunakan untuk ruang terbuka hijau

1) Luas Lahan Bebas Bangunan (LBB) 5) Jumlah Lantai Bangunan (JLB)


Lbb = Total luas GSB + KDH
= 3.052 m2 + 4.564 m2
= 7.616 m2
Agar tidak melebihi KLB yang telah
2
Jadi dari total LDP seluas 22.820 m , harus ditetapkan, maka JLB Bangunan adalah 5,25
disisakan lahan seluas 7.616 m2 dan di atasnya atau sama dengan 6 lantai, hanya luas lantai
tidak boleh ada bangunan ke 6 adalah 25% dari , dengan
gambaran sebagai berikut:
2) Luas Lantai Dasar (Llt dasar)
Llt dasar = LDP – LBB
= 22.820 m2 – 7.616 m2 L6
= 15.204 m2
Lantai 5
Jadi luas lantai dasar maksimum untuk
bangunan Hotel adalah sebesar 15.204 m2
Total Lantai 4
3) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) t = 25 m
KDB yang dipersyaratkan Lantai 3
dalam peraturan adalah 70%,
dengan KDB 66,6% maka t =5 m Lantai 2 t = 5 m, dapat
= 0,666
KDB untuk Hotel ini tidak melebihi 5 m
= 66,6 %
melanggar ketentuan hingga batas
Lantai 1
peraturan karena masih di maksimum 10 m)
bawah nilai 70%
Perhitungan Perencanaan Bangunan Hotel
Perhitungan perencanaan bangunan hotel dilakukan untuk mengetahui Luas Lantai
Produktif (Lprod), Luas Lantai Non-Produktif (Lnon-prod), Luas Lantai Penunjang Kegiatan
Produktif (Lpenj-prod), Luas Kamar Bruto (Lkm-bruto), Total Luas Lantai Kamar dan jumlah
kamar hotel yang akan disediakan. Perhitungannya dilakukan secara mundur dari mulai
persamaan 2.6 sampai 2.1. Cara ini dilakukan karena dalam hal ini Luas Bruto (Lbruto) untuk
bangunan hotel telah diketahui dari hasil perkalian luas lahan/luas daerah perencanaan (LDP)
dengan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang telah ditetapkan dan diizinkan oleh
Pemerintah Daerah Kota Bandung. Berikut adalah perhitungannya.

Diketahui : Luas lantai bruto (Lbruto) =


Maka : Lprod dan Lnon-prod untuk bangunan hotel adalah

Persamaan 2.6

Berdasarkan persamaan 2.4, diketahui bahwa Lprod : Lnon-prod = 60% : 40%, maka

79.870 m2 = 60% + 40%

79.870 m2 = (60% x 79.870 m2 ) + (40% x 79.870 m2 )

79.870 m2 = 47.922 m2 + 31.948 m2

Jadi :

a. Luas Lantai Produktif (Lprod) untuk bangunan hotel adalah 47.922 m2

b. Luas Lantai Non-Produktif (Lnon-prod) untuk bangunan Hotel adalah 31.948 m2

Pembuktian:

Persamaan 2.5

Setelah nilai pada luas lantai non-produktif terbukti benar dan sesuai, selanjutnya dicari
Luas Kamar Bruto (Lkm-bruto) dan Luas Lantai Penunjang Kegiatan Produktif (Lpenj-prod)
dengan menurunkan persamaan 2.3 sebagai berikut

Persamaan 2.3
Jadi, luas kamar brutonya adalah sebesar 34.230 m2. Sedangkan untuk menggunakan
persamaan 2.2 sebagai berikut:

Persamaan 2.2

Setelah diketahui diketahui Lpenj-prod sebesar 13.692 m2 dan Lkm-bruto sebesar 34.230 m2,
maka Total Luas Kamar dan Jumlah Kamar yang akan disediakan dapat dicari dengan
menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut:

( ) Persamaan 2.1

( )

Setelah diketahui total luas kamar adalah sebesar 20.018 m2, selanjutnya untuk
menentukan jumlah kamar hotel yang akan disediakan dilakukan perhitungan dengan standar
rata-rata jumlah kamar yang didapat dari standar hotel dan dari data pembanding).
Berdasarkan data tersebut didapat prosentase rata-rata dari tiap-tiap jenis kamar suite sebagai
berikut:

Tabel Perhitungan Prosentase Proporsi Jumlah Kamar

Standar Minimal
Jumlah Kamar Prosentase
Jumlah Kamar
Jenis Kamar Berdasarkan Jumlah
Untuk Hotel
Perbandingan Kamar
Bintang 5
Standar Room 100 100 82,30%
Junior Suite 1 13 10,70%
Standar Suite 1 5 3,70%
Deluxe Suite 1 2 1,65%
Super Deluxe Suite 1 1 0,82%
Presidential Suite 1 1 0,82%
Total 105 122 100%

Setelah didapat prosentase untuk masing-masing kamar, maka dapat ditentukan


jumlah kamar hotel yang akan disediakan berdasarkan total luas kamar adalah sebesar 20.018
m2. Prosentase untuk masing-masing kamar dikalikan dengan total luas kamar, maka didapat
luas total untuk masing-masing jenis kamar (kolom c). Setelah didapat total luas untuk
masing-masing jenis kamar kemudian dibagi oleh standar luas perkamar untuk masing-
masing kamar (kolom e). Maka dengan demikian didapat proporsi jumlah kamar yang akan
disediakan.
Berdasarkan tabel di atas, jumlah kamar yang akan disediakan dalam perancangan bangunan
Hotel adalah sebanyak 688 kamar.

Tabel Perhitungan Proporsi Jumlah Kamar yang akan disediakan

(a) (b) (c) (d) (e) (f)


Jenis Kamar Prosentase Total Luas Kamar Standar Jumlah
Luas (b x c) Luas Per Kamar Yang
Kamar Kamar Akan
Disediakan
(d / e)
Standar Room 82,30 % 20.018 m2 16.475,72 m2 26 m2 634
Junior Suite 10,70 % 20.018 m2 2.141,84 m2 54 m2 40
Standar Suite 3,70 % 20.018 m2 741,41 m2 72 m2 10
Deluxe Suite 1,65 % 20.018 m2 329,51 m2 144 m2 2
Super Deluxe Suite 0,82 % 20.018 m2 164,76 m2 144 m2 1
Presidential Suite 0,82 % 20.018 m2 164,76 m2 216 m2 1
Total 100 % 20.018 m2 688
Perhitungan Tarif Sewa dan Jumlah Kamar Minimal Yang Akan Disediakan
Pembanding 1 Pembanding 2 Pembanding 3
Hotel Horison Semarang Hotel Hilton Bandung (luas 2.520 m²) Hotel Grand Preanger Bandung
Jenis Kamar Tarif Sewa Jenis Kamar Tarif Sewa Jenis Kamar Tarif Sewa
Superior Room Rp 1.138.000 Guest Room Rp 855.000 Deluxe Room Rp 1.650.000
Deluxe Room Rp 1.318.000 Deluxe Room Rp 1.105.000 Executive Room Rp 2.550.000
Horison Club Room Rp 1.558.000 Regency Club Rp 1.305.000 Junior Suite Rp 3.450.000
Junior Suite Rp 1.698.000 Regency Club Deluxe Rp 1.505.000 Executive Plus Suite Rp 2.650.000
Executive Suite Rp 2.498.000 Regency Suite Rp 2.605.000 Presidential Suite Rp 5.450.000
Horison Suite Rp 2.698.000 Regency Executive Suite Rp 4.105.000 Sumber: wwwbandungtourism.com
Royal Suite Rp 5.838.000 Presidential Suite Rp 8.855.000 Pembanding 6
Sumber: www.horisonsemarang.com Sumber: www.hiltonbandung.com Grand Aston
Medan
Pembanding 4 Pembanding 5 Jenis Kamar Tarif Sewa
Hotel Sheraton And Towers Bandung Hotel Green Hill Universal Bandung Deluxe Rp 880.000
Jenis Kamar Tarif Sewa Jenis Kamar Tarif Sewa Deluxe Corner Rp 980.000
Deluxe Room Rp 1.100.000 Kamar Standard Rp 1.200.000 Premiere Deluxe Rp 980.000
Garden Acces Room Rp 1.160.000 Kamar Deluxe King Rp 1.800.000 Aston Spa Rp 1.084.000
Swimming Pool View Rp 1.160.000 Kamar Deluxe Double Queen Rp 2.000.000 Aston Club Rp 1.150.000
Swimming Pool Acces Rp 1.265.000 Honeymoon Suite Rp 3.800.000 Junior Suite Rp 1.590.000
Executive Room Rp 1.375.000 Princess Suite Rp 3.200.000 Aston Suite Rp 1.700.000
Tower Room Rp 1.475.000 Governor Suite Rp 5.800.000 Ambassador Suite Rp 2.300.000
Junior Suite Rp 2.710.000 Queen Suite Rp 8.000.000 Sumber: www.grandastonmedan.com
Hotel Suite Rp 3.325.000 King Suite Rp 9.000.000
Tower Suite Rp 3.800.000 Presidential Suite Rp 15.000.000
Presidential Suite Rp 5.700.000 Sumber: www.ghuniversal.com
Sumber: www.starwoodhotel.com
Catatan :
Ke enam pembanding di atas merupakan 6 Hotel dengan klasifikasi yang sama yaitu sama-sama berpredikat Hotel Bintang 5 (lima), hal ini dilakukan
agar dalam menentukan rata-rata tarif sewa untuk perencanaan hotel menadi lebih realistis dan rasional.
Perhitungan Tarif Sewa dan Jumlah Kamar Minimal Yang Akan Disediakan (Lanjutan)
Pembanding 7 Pembanding 8
Hotel Ritz Carlton Jakarta Hotel Labersa Pekanbaru
Ukuran Prosentase Prosentase
Jenis Kamar Jumlah Jenis Kamar Jumlah
(m2) Kamar Kamar
Superior Grand Club Rooms 20 64 32,26% Deluxe 72 32,29%
Deluxe Grand Club Room 23 74 37,10% Deluxe Elite 127 56,95%
Executive Grand Club Rooms 8 78 12,90% Executive Suite 18 8,07%
Mayfair Club Suites 7 127 11,29% Diplomat Suite 2 0,90%
Mayfair Club Spa Suites 2 127 3,23% Ambasador Suite 2 0,90%
The Ritz-Carlton Suite 1 170 1,61% Royal Suite 1 0,45%
The Presidential Suite 1 340 1,61% Presidential Suite 1 0,45%
Total 62 100% Total 223 100%

Rencana Tarif Sewa dan Prosentase Jumlah Kamar Suite Hotel


Yang akan Disediakan
Standar Minimal
Jumlah Kamar
Jumlah Kamar Prosentase
Jenis Kamar Tarif Sewa Kamar Berdasarkan Keterangan
Untuk Hotel Bintang Jumlah Kamar
Perbandingan
5
Standar Room Rp 1.200.000 100 100 82,30% Sesuai
Junior Suite Rp 2.529.600 1 13 10,70% Sesuai
Standar Suite Rp 3.111.833 1 5 3,70% Sesuai
Deluxe Suite Rp 3.880.600 1 2 1,65% Sesuai
Super Deluxe Suite Rp 4.900.750 1 1 0,82% Sesuai
Presidential Suite Rp 8.751.250 1 1 0,82% Sesuai
Total 105 122 100%
Sumber: Hasil Olah Peneliti
Catatan : Ketentuan standar minimal jumlah kamar untuk hotel bintang 5 (lima) didapat dari teori mengenai klasifikasi Hotel (Marlina, 2008) yang
menyatakan bahwa jumlah kamar standar untuk Hotel Bintang 5 (lima) minimal sebanyak 100 kamar dengan luas 26 m2 per kamar dan kamar suite
minimal 4 kamar dengan luas 52 m2 per kamar.
1. Jumlah Standar Room diambil dari Standar yang telah ditentukan di atas
2. Jumlah Junior Suite, Standar Suite, Deluxe Site, Super Deluxe Suite dan Presidential Suite didapat dari rata-rata masing-masing jumlah kamar berdasarkan
data pembanding (pembanding 7 dan 8), sedangkan untuk tarifnya semua diambil dari rata-rata tarif berdasarkan data pembanding (Pembading 1 sampai 6)
REKAPITULASI OCCUPANCY HOTEL DI KOTA BANDUNG TAHUN 2003 s.d. 2010

Jumlah Occupancy Tahun


Klasifikasi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus Wisman Wisnus

Bintang 1 1.221 33.845 1.095 26.969 1.095 21.289 1.357 42.583 2.955 34.114 1.863 25.046 1.974 61.366 2.333 62.526

Bintang 2 4.786 260.231 4.880 377.342 1.885 237.003 9.310 379.587 15.615 269.098 14.143 114.281 21.016 269.782 16.446 221.599

Bintang 3 15.539 325.773 14.541 272.756 10.992 191.027 13.673 310.611 34.770 339.810 15.547 138.050 39.619 609.051 37.958 465.037

Bintang 4 24.349 238.257 19.359 235.463 7.292 93.761 24.920 362.780 46.780 402.748 4.276 33.850 90.495 538.991 72.742 564.203

Bintang 5 35.321 267.364 31.898 196.629 4.920 45.788 24.820 216.528 33.813 278.847 8.051 68.370 21.727 140.859 31.413 149.361

Melati 1 573 111.482 151 121.918 155 96.492 240 118.689 47 270.821 1.146 27.923 1.670 116.016 1.348 168.927

Melati 2 457 168.812 255 155.172 390 129.929 213 144.122 689 290.687 755 54.533 7.024 207.401 5.867 234.344

Melati 3 1.066 279.693 1.025 318.155 610 250.743 3.108 333.190 2.599 533.980 2.950 147.884 8.184 523.606 12.347 773.645
Jumlah
83.312 1.685.457 73.204 1.704.404 27.339 1.066.032 77.641 1.908.090 137.268 2.420.105 48.731 609.937 191.709 2.467.072 180.454 2.639.642
Total
Occupancy
pertahun 1.768.769,00 1.777.608,00 1.093.371,00 1.985.731,00 2.557.373,00 658.668,00 2.658.781,00 2.820.096,00
koefisien
1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Jumlah
Kamar
Terpakai 1.179.179,33 1.185.072,00 728.914,00 1.323.820,67 1.704.915,33 439.112,00 1.772.520,67 1.880.064,00
Kapasitas
Tempat
tidur yang
tersedia
pertahun 2872800 2872800 2894040 3182040 3420360 3420360 3420360 4665240
Prosentase
Occupancy 41,05% 41,25% 25,19% 41,60% 49,85% 12,84% 51,82% 40,30%
Rata-Rata
Occupancy 38%
per tahun
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung
Keterangan : Wisnus (Wisatawan Nusantara)

Wisman (Wisatawan Mancanegara)


Perhitungan Jumlah Ruang Sewa Komersil dan Fasilitas Penunjang Hotel

Satiti (2011) Hasil Perbandingan

tarif tarif per satuan tarif per satuan


ruangan luas (m2) (Rp) meter2 (Rp) harga ruangan Luas (m2) tarif (Rp) meter2 (Rp) harga
ruang usaha 1 71,88 350000 4869,23 perhari ruang usaha 1 592,84 2.886.676 4869,23 perhari
ruang usaha 2 71,88 360000 5008,35 perhari ruang usaha 2 592,84 2.969.153 5008,35 perhari
ruang usaha 3 60,38 302000 5001,66 perhari ruang usaha 3 497,99 2.490.789 5001,66 perhari
meeting room 1 13,33 200000 15000,00 perhari meeting room 1 109,97 1.649.529 15000,00 perhari
meeting room 2 13,33 200000 15000,00 perhari meeting room 2 109,97 1.649.529 15000,00 perhari
meeting room 3 13,33 200000 15000,00 perhari meeting room 3 109,97 1.649.529 15000,00 perhari
Balroom 1 1062,50 5300000 4988,24 perhari Balroom 1 8763,12 43.712.525 4988,24 perhari
Balroom 2 353,47 1700000 4809,46 perhari Balroom 2 2915,30 14.020.999 4809,46 perhari
TOTAL 1660,11 TOTAL 13692,00
Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Nasional 2004-2009
Perhitungan Tarif Sewa Tanah dan Bangunan (Merujuk Pada PMK 96 Tahun 2007)

Stb = (3,33% x Lt x Nilai Tanah) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb)


Ket: Lt = Luas Tanah

Nilai Tanah = Nilai Tanah Permeter

Lb = Luas Lantai Bangunan

Hs = Harga Satuan Bangunan Standar Dalam Keadaan baru (Rp/m2) (lampiran 2 PMK 96/2007)

Diketahui: Lt = 22.820 m2

Nilai Tanah = Rp 1.714.293 /m2

Lb = 79.870 m2

Hs = (lihat tabel 4.30 di Bab IV halaman 111) totalnya dibagi luas bangunan

Jawaban:

Stb = (3,33% x 22.820 x 1.1714.293) + (6,64% x 79.870 x 3.358.283 x 100%)

= 1.302.701.536 + 17.810.211.920

= 19.112.913.456

Jadi tarif sewa tanah dan bangunan (Stb) untuk lahan samoja adalah Rp 19.112.913.456,-

- Dalam hal BOR, perhitungan sewa terhadap biaya investasi yg dikeluarkan mitra adalah
sebagai berikut:

A= biaya bangunan 459.203.054.310

B= Stb 19.112.913.456

Hak Masa Sewa A/B = 24 Tahun


Proyeksi dengan Trend Least Square
Proyeksi Permintaan Hotel di Kota Bandung
Tahun Periode Kamar Terpakai
2003 -7 1.179.179
Proyeksi
970.230
X Variable 1 Residual Plot
2004 -5 1.185.072 1.057.793 500000
2005 -3 728.914 1.145.356
2006 -1 1.323.821 1.232.919 0

Residuals
2007 1 1.704.915 1.320.482 -10 -5 0 5 10
-500000
2008 3 439.112 1.408.045
2009 5 1.772.521 1.495.608 -1000000
2010 7 1.880.064 1.583.171
2011 9 1.670.734 -1500000
2012 11 1.758.297 X Variable 1
2013 13 1.845.860
2014 15 1.933.423
2015 17 2.020.986
2016 19 2.108.549
2017 21 2.196.112
Normal Probability Plot
2018 23 2.283.675 2000000
2019 25 2.371.238
1500000
2020 27 2.458.801
2021 29 2.546.364 1000000
2022 31 2.633.927 Y 500000
2023 33 2.721.490
0
2024 35 2.809.053
2025 37 2.896.616 0 20 40 60 80 100
2026 39 2.984.179 Sample Percentile
2027 41 3.071.742
2028 43 3.159.305
2029 45 3.246.868
2030 47 3.334.431
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0,421207982
R Square 0,177416164
Adjusted R
Square 0,040318858
Standard Error 498830,8068
Observations 8
ANOVA
Significance
df SS MS F F
Regression 1 3,22E+11 3,22E+11 1,294089 0,298675
Residual 6 1,49E+12 2,49E+11
Total 7 1,82E+12
Standard Upper Lower Upper
Coefficients Error t Stat P-value Lower 95% 95% 95,0% 95,0%
Intercept 1276699,75 176363,3 7,239032 0,000353 845154,2 1708245 845154,2 1708245
X Variable 1 43780,50417 38485,63 1,13758 0,298675 -50390,4 137951,5 -50390,4 137951,5

RESIDUAL OUTPUT PROBABILITY OUTPUT


Observation Predicted Y Residuals Percentile Y
1 970236,2208 208943,1 6,25 439112
2 1057797,229 127274,8 18,75 728914
3 1145358,238 -416444 31,25 1179179
4 1232919,246 90901,42 43,75 1185072
5 1320480,254 384435,1 56,25 1323821
6 1408041,263 -968929 68,75 1704915
7 1495602,271 276918,4 81,25 1772521
8 1583163,279 296900,7 93,75 1880064
Gambar Kondisi Lahan Samoja

Bagian Depan Bagian Belakang

Samping Kanan Samping Kanan


Sumber: PT Pertamina (Persero)
Lampiran 7
Aksesibilitas Lahan
Samoja
Tabel Aksesibilitas Menuju Lokasi Lahan Objek Penelitian Menggunakan Kendaraan Bermotor
Jarak Waktu
No. Asal Tempat/Lokasi Melalui Jalur Tempuh Tempuh
(Km) (Menit)
Jalan Naripan 3,2 9
1 Alun-Alun Kota Bandung Jalan Veteran 3,7 9
Jalan Dalem Kaum 3,9 10
Jalan Soekarno Hatta 12,6 18
Jalan Soekarno Hatta dan
2 Pusat Pelayanan Kota Gede Bage Jalan Jend. Gatot Subroto
Jalan Jend. A. H. 11,9 19

Nasution 14,7 21
Jalan BKR 7,0 12
Sentra Sepatu dan Olahan Kulit Jalan BKR dan Jalan Pelajar
3
Cibaduyut Pejuang 45 6,3 12
Jalan Soekarno Hatta 8,2 14
Jalan Layang Pasupati 8,9 16
4 Sentra Boneka Sukamulya Jalan Dokter Djunjunan 7,4 16
Jalan Laksamana Laut RE
Martadina 7,9 17
Jalan Jend. Gatot Subroto 4,2 11
5 Sentra Rajutan Binongjati Jalan Jend. Ibrahim Adjie 6,2 13
Jalan Buah Batu 6,5 13
Jalan Soekarno Hatta 9,7 15
6 Sentra Tekstil Cigondewah Jalan BKR 8,6 15
Jalan Soekarno Hatta dan
Jalan Buah Batu 11,0 16
Jalan WR. Supratman dan
Jalan Jend. A. Yani 4,0 9
7 Sentra Kaos Surapati Jalan Jend. A Yani 3,7 9
Jalan Laksamana Laut RE
Martadinata 4,3 10
Jalan Merdeka 5,2 12
Jalan Laksamana Laut RE
8 Sentra Jeans Cihampelas Martadinata 5,7 12
Jalan WR. Supratman 6,6 12
Jalan Peta 8,2 14
9 Sentra Tahu dan Tempe Cibuntu Jalan BKR 8,9 15
Jalan Terusan Pasir Koja 7,4 16
Jalan Ir. H. Djuanda 6,2 13
Jalan Ir. H. Djuanda dan
Kawasan Puseur Budaya Jalan Laksamana Laut RE 6,7 14
10
Padjajaran Martadinata
Jalan Ir. H. Djuanda dan
6,4 14
Jalan Jawa
Jalan Ir. H. Djuanda 6,6 14
Jalan Ir. H. Djuanda dan
Jalan Laksamana Laut RE
11 Kawasan Babakan Siliwangi Martadinata 7,1 15

Jalan Ir. H. Djuanda dan


Jalan Jawa 6,7 15
Tabel Aksesibilitas Menuju Lokasi Lahan Objek Penelitian Menggunakan Kendaraan Bermotor
(Lanjutan)
Jalan Ir. H. Djuanda 8,1 18
Jalan Ir. H. Djuanda dan
Jalan Laksamana Laut RE
12 Kawasan Sungai Cikapundung Martadinata 8,6 19
Jalan Ir. H. Djuanda dan
Jalan WR. Supratman 8,8 19
Jalan Ciumbuleuit 9,2 19
Jalan Laksamana Laut RE
13 Kawasan Punclut
Martadinata 9,7 20
Jalan Ir. H. Djuanda 9,5 19
Jalan Pajajaran 7,0 15
14 Bandara Husein Sastranegara Jalan Pajajaran dan Jalan
Laksamana Laut RE
Martadinata 7,9 17
Jalan Naripan 4,9 11
15 Stasiun Kota Bandung Jalan Veteran 5,1 11
Jalan Dalem Kaum 5,6 12
Jalan Centeh dan Jalan
16 Stasiun Cikudapateuh Samoja 0,4 1
Jalan Pacar dan Jalan
Samoja 0,35 1
Jalan BKR 7,3 11
17 Terminal Leuwi Panjang Jalan Soekarno Hatta 8,6 13
Jalan BKR dan Jalan Pelajar
Pejuang No. 45 6,6 12
Jalan Jend. A. Yani 5,0 9
Jalan Jend. A Yani dan
18 Terminal Cicaheum Jalan Jakarta 5,6 11
Jalan Penghulu Haji Hasan
Mustofa 6,4 11
Jalan DR Setiabudi 10,0 17
Jalan DR dan Jalan WR.
Supratman 11,5 17
19 Terminal Ledeng
Jalan DR Setiabudi dan
Jalan Laksamana Laut RE
Martadinata 10,4 18
Jalan Layang Pasupati 9,2 15
20 Gerbang Tol Pasteur Jalan Dokter Djunjunan 7,7 14
Jalan Laksamana Laut RE
Martadinata 8,2 15
Jalan Merdeka 3,9 9
21 Pemda Kota Bandung Jalan Laksamana Laut RE
Martadinata 4,4 10
Jalan WR Supratman dan
Jalan Jend. A. Yani 4,3 9
22 Lapangan Gasibu Jalan Laksamana Laut RE
Martadinata 3,9 9
Jalan Cisangkuy 3,7 9
Jalan Paledang 2,9 7
23 Kawasan Asia-Afrika Jalan Naripan 2,9 8
Jalan Malabar 3,2 8
Sumber : Hasil Observasi
Lampiran 8
Cashflow
Cashflow Hotel
cahs Tahun Ke
inflow
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kamar
dan
Service 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44 162.637.44
Charge 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448 2.448
Makana
n dan
Minuma 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79 115.722.79
n 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588 5.588
Ballroo
m dan
Meeting 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491. 23.900.491.
Room 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143 143
Total
Cash 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72 302.260.72
Inflow 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179 9.179

cash
outflow

Investasi (498.323.22
Awal 8.310)

Beban
Pokok
Penjual
an

(24.395.616 (24.395.616 (24.395.616 (24.395.616 (24.395.616 (24.395.616 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61 (24.395.61
Kamar .367) .367) .367) .367) .367) .367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367) 6.367)
Makana
n dan
Minuma (34.716.838 (34.716.838 (34.716.838 (34.716.838 (34.716.838 (34.716.838 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83 (34.716.83
n .676) .676) .676) .676) .676) .676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676) 8.676)
Ballroo
m dan
Meeting (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049. (2.390.049.
Room 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114) 114)

Beban
Penjuala
n

Pemasar (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616. (2.491.616.
an 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142) 142)

- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Beban
Umum
dan
Adminis
trasi
Peralata
n dan
Pemelih (10.579.125 (10.579.125 (10.579.125 (10.579.125 (10.579.125 (10.579.125 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12 (10.579.12
araan .521) .521) .521) .521) .521) .521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521) 5.521)

Beban (21.564.900 (21.564.900 (21.564.900 (21.564.900 (21.564.900 (21.564.900 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90 (21.564.90
Air .000) .000) .000) .000) .000) .000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000) 0.000)

Bebab (19.370.871 (19.370.871 (19.370.871 (19.370.871 (19.370.871 (19.370.871 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87 (19.370.87
Listrik .100) .100) .100) .100) .100) .100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100) 1.100)

Beban (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000. (4.596.000.
Gaji 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000) 000)
Beban
Penyusu (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818. (8.969.818.
tan 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110) 110)

Total
Cash (129.074.83 (129.074.83 (129.074.83 (129.074.83 (129.074.83 (129.074.83 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8 (129.074.8
outflow 5.030) 5.030) 5.030) 5.030) 5.030) 5.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030) 35.030)

Pendapa
tan
Sebelum 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89
Pajak 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149

Beban (51.930.768 (51.930.768 (51.930.768 (51.930.768 (51.930.768 (51.930.768 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76 (51.930.76
Pajak .245) .245) .245) .245) .245) .245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245) 8.245)

Net
Cash (498.323.22 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12 121.255.12
Flow 8.310) 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904 5.904

173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89 173.185.89
NOI 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149 4.149

1.150.211.2
NPV 24.694

IRR 24%

173.185.89
ROI 35% 4.149

PP 4
Cashflow Rumah Sakit
cahs
Tahun Ke
inflow
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kamar
&
Service 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2
Charge 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000
Total
Cash 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2 158.128.2
Inflow 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000 00.000

cash
outflow

Investa (274.243.
si Awal 514.061)

- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Beban
Umum
dan
Admini
strasi
Peralata
n dan
Pemeli (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48 (5.534.48
haraan 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000) 7.000)

Beban (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4 (10.782.4
Air 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000) 50.000)

Bebab (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1 (24.103.1
Listrik 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600) 68.600)

Beban (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0 (16.644.0
Gaji 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000) 00.000)
Beban
Penyus (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81 (8.969.81
utan 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110) 8.110)

Total
Cash (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9 (66.033.9
outflow 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710) 23.710)

Pendap
atan
Sebelu
m 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27 92.094.27
Pajak 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290 6.290

Beban (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2 (27.603.2
Pajak 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887) 82.887)

Net
Cash (274.243. 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99 64.490.99
Flow 514.061) 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403 3.403

101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0 101.064.0
NOI 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400 94.400

603.049.7
NPV 83.813

IRR 23%

101.064.0
ROI 20% 94.400
4 tahun 3
PP bulan

Anda mungkin juga menyukai